Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 PENERAPAN MODEL STRATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM APRESIASI PUISI (Penelitian Tindakan Kelas pada Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri Cangkuang III Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung) ARTIKEL Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh PUPUNG PUSPITA DEWI 1101367 PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2015 Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 PENERAPAN MODEL STRATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM APRESIASI PUISI Pupung Puspita Dewi 1, Ernalis 2, Titing Rohayati3 Program Studi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru [email protected] Abstrak : Penelitian didasarkan pada suatu permasalahan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yakni rendahnya kemampuan siswa dalam apresiasi puisi khususnya menelaah dan menulis puisi. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penelitian dengan menerapkan model strata yang berupaya meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi puisi pada siswa kelas V Sekolah Dasar. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi puisi baik menelaah maupun menulis puisi secara komprehensif. Model strata yakni salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan apresiasi puisi yang memiliki tiga tahapan pembelajaran. Tahapan tersebut adalah penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas model Elliot. Model ini memiliki tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring atau refleksi. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Untuk memperoleh data digunakan instrumen penelitian yaitu lembar observasi, catatan lapangan, pedoman wawancara, lembar kerja siswa, lembar evaluasi, dan dokumentasi foto. Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran dengan menggunakan model strata dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi puisi baik dalam menelaah, maupun menulis puisi. Dalam penilaian proses aktivitas menelaah isi puisi, aspek yang diamati adalah menandai kata sulit dan menuliskan isi cerita puisi, terlihat rata-rata yang diperoleh pada Siklus I yakni 53, siklus II sebesar 64,5, dan siklus III sebesar 78,3. Kemudia 1n dalam penilaian hasil kemampuan menulis puisi, aspek yang dinilai adalah relevansi isi, diksi, dan makna kata. Diketahui bahwa rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 50,5, siklus II sebesar 61,5 dan Siklus III sebesar 77. Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran menggunakan mode strata yang dikembangkan dengan metode dan media yang bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini direkomendasikan bagi guru sekolah dasar di kelas tinggi yang mengajar apresiasi puisi salah satunya agar menggunakan model strata dengan metode, media, dan bahan ajar yang bervariasi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi meliputi menelaah dan menulis puisi. Kata Kunci : model strata, apresiasi puisi, kemampuan apresiasi puisi 1 Mahasiswa UPI Kampus Cibiru Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2 Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 Absract : The reseacrh motivated by problem in Indonesian language in the class. The problems is students skill in appreciation of poetry was low especially analyze poetry and write poetry. For superintend thats problem did the research use methods or model in learn, like strata models in Indonesian language learn for increase skill in appreciation of poetry to grade five elementary school. Purpose the research is for increase the student’s skill for appreciation of poetry, especially analyze or write the poetry with comprohensive. The literature model is the learning model which can use on the appreciation of poetry activity which have three learning stage. The stage is a exploration, inter-pretation, and recreation. The research method which use is an action research the Elliot model class. This model have three phase, that is planning, implementation, and monitoring or reflection. This research did in three cycle and every cycle consist in three action. For get data use the research instrument, that is the observation paper, notes, interview orientatiom, student’s worksheet, evaluation paper, and the photo of documentation. Be based on research result, learning with using the literature model, can increase skill of student on appreciation of poetry on analyze, or write poetry. On the process of rating analyze contents of poetry’s activity, the observe aspect is give sign on hard word and writing the contents of poetry, the level who can get and seen on Cycle I, that’s 53, Cycle II, that’s 64,5, and Cycle III, that’s 78,3. Then, on the writing poetry result skill’s rating, the rating aspect is the contents relevantion, diction, and the word’s meaning. The cycle who can knowing on Cycle I, that’s 50,5, Cycle II, that’s 61,5, and Cycle III, that’s 77. Be based on research result, the learning using literature strata model can upgrade with methods and the variation media can increase the student’s study result. This research result recommended for teachers of elementary school on high grade who teach the appreciation of poetry, one is for using literature model with methods, media, and variation teach material for increase the student’s skill on learning appreciation of poetry include analyze and write poetry. keywords : Strata model, appreciation of poetry, appreciation of poetry’s skill. Belajar merupakan kegiatan yang tidak akan pernah habis dalam sejarah umat manusia. Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik karena manusia merupakan makhluk Tuhan yang dikaruniai kemampuan untuk berpikir dan berperasaan. Sedangkan manusia disebut sebagai makhluk berpendidikan karena manusia terus mengalami proses belajar dari masa ke masa. Dikatakan belajar, karena manusia mengalami perubahan proses berpikir seiring dengan perkembangan fisik maupun psikisnya Belajar dalam arti sempit adalah kegiatan yang dilakukan guru dan murid dalam sebuah kelas dengan mempelajari materi tertentu. Sedangkan dalam arti luas, belajar merupakan kegiatan menambah pengetahuan serta pengalaman yang membuat siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap ke arah yang lebih baik. Dalam konteks belajar, bahasa merupakan alat yang pokok agar siswa dapat memahami sebuah kajian atau bidang ilmu Bahasa Indonesia merupakan kajian ilmu yang memiliki keunikan dan kekhasan didalamnya karena tidak hanya menyajikan pokok pembelajaran mengenai ilmu bahasa, namun juga menyajikan karya sastra sebagai alat belajar yang menarik untuk digali dan ditelaah. Karya sastra sebagai bahan ajar sebaiknya disesuaikan dengan siswa yang akan mempelajarinya. Abidin (2012, hlm. 224) mengemukakan bahwa “Kriteria bahasa menyarankan agar karya sastra yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tahapan kemampuan berbahasa anak. Dengan demikian, karya sastra yang diajarkan akan lebih mudah dipahami siswa di sekolah. Karya sastra yang menggunakan bahasa yang rumit jelas tidak dapat diajarkan di sekolah dasar”. Karya sastra merupakan karya imajinatif yang bersifat menyenangkan dan bermanfaat karena terselip nilai-nilai positif didalamnya serta tidak sekedar hiburan saja. Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 Salah satu materi sastra yang dianggap sulit oleh para siswa adalah puisi. Dalam pembelajaran puisi, siswa merasa kesulitan untuk mengartikan makna, membacanya, maupun menciptakan sebuah puisi hasil karya sendiri. Puisi merupakan karya sastra yang mengandung imajinasi, lapis makna, serta kata-kata beraturan yang memiliki kosakata pilihan. Dalam membaca puisi, sebagian siswa masih merasa kesulitan, karena faktor percaya diri yang belum ditumbuhkembangkan atau karena siswa tidak biasa untuk menyampaikan pendapat maupun berbicara di depan kelas. Selanjutnya mengenai makna yang ada didalam puisi tidak langsung dimengerti oleh siswa, ini disebabkan perlu penafsiran-penafsiran dalam mengartikannya. Untuk itulah siswa merasa mengapresiasi puisi merupakan hal yang kurang menarik dan kurang dipahami, karena kata-kata dalam puisi bersifat imajinatif yang harus diamati terlebih dahulu setiap penggalan kata-katanya. Dalam hal ini, biasanya guru tidak menggali pengetahuan siswa untuk mencoba memaknai arti dari sebuah puisi, guru hanya menjelaskan mengenai unsurunsur dalam puisi seperti rima, bait, dan baris, pengarang, dan lain sebagainya yang ada dalam puisi. Dalam praktiknya, tentu saja pembelajaran karya sastra tidak selalu berjalan dengan lancar. Menurut Rochmatin (2012) Problematika pengajaran sastra di sekolah dikaitkan pada sebagian besar guru bahasa dan sastra di sekolah kurang menumbuhkembangkan minat dan kemampuan siswa dalam hal sastra. Selain itu, anggapan bahwa pembelajaran sastra itu sulit timbul dalam diri siswa. Rochmatin menyatakan bahwa penyajian pengajaran sastra hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum, kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat di hati siswa. Hal tersebutlah yang membuat pembelajaran sastra kurang diminati siswa. Sejalan dengan kegiatan mengapresiasi sebuah puisi, menciptakan kembali puisi dengan bahasa sendiri juga kurang diminati siswa. Puisi yang ditulis kembali cenderung sama dengan puisi yang disajikan, hanya berbeda urutan maupun peletakan kata-katanya. Menciptakan puisi atau memodifikasi puisi yang telah disajikan perlu dikembangkan sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sastra, khususnya puisi. Kegiatan apresiasi puisi tersebut dapat dilaksanakan dengan menelaah, memahami, dan menghayati sebuah puisi karya orang lain yang disajikan yang kemudian diselami setiap maknanya, sehingga siswa dapat menciptakan kembali puisi dengan bahasa sendiri tanpa merubah makna yang terkandung di dalamnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya model pembelajaran yang menghidupkan rasa senang siswa terhadap karya sastra. Pembelajaran apresiasi sastra harus dilaksanakan dengan kegiatan siswa yang dilakukan secara langsung, agar siswa terlibat dengan karya sastra yang akan diapresiasinya. Kemampuan bersastra untuk sekolah dasar bersifat apresiatif. Karena dengan sastra, seseorang dapat menanamkan rasa peka terhadap kehidupan, mengajarkan siswa bagaimana menghargai orang lain, mengerti hidup, dan belajar bagaimana menghadapi berbagai persoalan. Selain sebagai hiburan dan kesenangan juga siswa dapat belajar mempertimbangkan makna yang terkandung didalamnya (Zulela, 2012. hlm.5). Sastra melalui unsur imajinasinya mampu membimbing anak didik pada keluasan berpikir, bertindak dan berkarya. Terkait dengan pembentukan karakter, sastra dapat dijadikan media dalam pembentukan watak dan moral peserta didik. Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 Dengan sastra guru dapat mempengaruhi peserta didik dengan pesanpesan moral yang terkandung dalam sastra tersebut. meningkatkan hasil belajar siswa dalam apresiasi puisi dengan model strata. Model pembelajaran Strata yaitu sebuah model pembelajaran sastra yang mengembangkan tiga tahapan dalam proses pembelajarannya yakni tahapan penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi. Model strata dikembangkan oleh Endraswara (dalam Abidin, 2012, hlm, 224). Tahap pertama yakni penjelajahan, dalam tahap ini siswa melakukan pengenalan terhadap cipta rasa puisi yang akan diapresiasi. Pengenalan yang dilakukan dapat berupa mendeklamasikan puisi, menonton tayangan orang yang sedang membaca puisi atau membaca puisi dalam hati secara berulang-ulang. Kemudian tahap yang kedua yaitu tahap interpretasi yang merupakan tindak lanjut dari kegiatan penjelajahan yang telah dilaksanakan, dalam tahap ini siswa melakukan penafsiran, seperti mencari kata-kata sulit yang ada dalam puisi dan di maknai secara bersama-sama melalui bimbingan guru. Pada tahap interpretasi ini juga, siswa dapat mengambil isi cerita puisi secara keselurhan baik tersirat maupun tersurat. Selanjutnya tahap ketiga yaitu rekreasi, dalam tahap ini siswa dapat mengubah suatu karya sastra tersebut ke bentuk karya lain, seperti halnya memparafrasekan bentuk puisi yang telah diamati dan ditafsirkan menjadi sebuah karangan, maupun menciptakan kembali puisi dengan bahasa sendiri tanpa merubah makna yang disajikan oleh puisi sebelumnya. Pembelajaran apresiasi puisi dapat dilakukan dengan mengacu pada penilaian diksi, gaya bahasa, kata kongret, imaji, dan rima dalam puisi (Ismawati, 2012, hlm. 58). Kegiatan mencipta puisi termasuk dalam apresiasi puisi, karena dalam hal ini siswa belajar untuk memahami, menghayati berbagai makna dan kandungan puisi sehingga dapat menciptakan suatu puisi sendiri. Untuk dapat menciptakan sebuah puisi, sebaiknya siswa disajikan berbagai puisi agar lebih menambah pemahaman, kepekaan, maupun kosakata dalam menciptakan puisi. Endraswara (2008, hlm. 106) mengemukakan bahwa bila kepekaan tersebut telah terbina dan siswa terbiasa menangkap inspirasi, imajinasi siswa juga harus dilatih. Menangkap inspirasi dan mengembangkan imajinasi inilah yang merupakan bagian dari pencerdasan lahiriah dan batiniah dalam berolah sastra. Kegiatan mencipta puisi dapat dilaksanakan dengan pemberian contoh yang kemudian siswa dapat mengkreasikan contoh puisi tersebut dengan mencipta puisi hasil karya sendiri yang berbeda, namun makna yang ada dalam puisi tetap sama dengan apa yang di contohkan. Tujuan pembelajaran sastra adalah mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung didalamnya (Rusyana, dalam Wibowo. 2013, hlm. 144). Dalam hal ini, guru sastra berperan memberikan kesempatan bagi anak didik untuk mengembangkan kemampuan apresiasinya, misalnya menyediakan bahan bacaan sastra dan mengembangkan kemampuan anak didik untuk memahami unsur sastra yang terkandung didalamnya. Berdasarkan penapat tersebut, tujuan pembelajaran apresiasi puisi di sekolah dasar ini adalah sebagai wahana untuk menelaah suatu kajian puisi yang imajinatif, multi tafsir dan banyak makna agar siswa mengalami pengalaman yang dapat dihubungkan dalam keluasan berpikir sehingga dapat menciptakan kembali sebuah puisi setelah mengapresiasi. METODE Penelitian yang dilaksanakan adalah peneitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan desain model John Elliot. Penelitian Tindakan kelas Kelas menurut Suyanto (dalam Muslich. 2009, hlm. 9) yakni sebuah bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga siklus dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tindakan. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Cangkuang III kecamatan Rancaekek kabupaten Bandung dengan partisipan siswa kelas V yang berjumlah 27 orang siswa. Instrumen penelitian yang digunakan meliputi tes, panduan observasi baik observasi guru maupun observasi siswa, dan catatan lapangan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini pun mencakup pengumpulan data berupa tes, observasi, dan wawancara. Selanjutnya, analisis data yang dilakukan adalah menggunakan teknik kualitatif, kuantitatif, dan teknik triangulasi. Teknik kuantitatif digunakan utnuk mengukur data berupa angka-angka, data kualitatif digunakan untuk mengolah data yang bersifat kualitatif deskripsif yang dihasilkan dar catatan lapangan, panduan observasi, dan wawancara. Kemudian teknik triangulasi merupakan pengolahan data dengan menyesuaikan instrumen penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Cangkuang III kecamatan Rancaekek, kabupaten Bandung diperoleh hasil penelitian yang meliputi temuan-temuan penting mencakup model pembelajaran strata yang diteliti dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam kegiatan apresiasi puisi. Penelitian ini diaksanakan berdasarkan langkah-langkah yang terdapat pada model strata. Teks puisi yang disajikan disetiap tindakan merupakan puisi yang berbedabeda sesuai tema atau topik tertentu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi mencakup kegiatan menelaah isi puisi samapai menulis puisi, sehingga diharapkan meningkat. kemampuan siswa akan Pada siklus I, proses atau aktivitas pembelajaran apresiasi puisi menggunakan model strata ini belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebebkan oleh belum dipahaminya alur pembelajaran apresiaandai kata sulit meupun meunuliskan isi cerita puisi. Dalam hal menelaah isi puisi yang mencakup menandai kata sulit dan menuliskan isi cerita puisi, siswa cenderung tidak menunggu instruksi dari guru sehingga langsung mengerjakannya. Aspek menuliskan isi cerita puisi pun belum sepenuhnya siswa kuasai, hal ini dapat terlihat dari cerita puisi yang dituliskan oleh siswa adalah puisi yang disajikan tanpa merubah sedikitpun penggalan kata-katanya. Namun sebagian kecil siswa sudah dapat menuliskan isi cerita puisi walaupun belum sistematis dan belum dapat mengaitkan antar bait dalam puisi yang disajikan Pada siklus II, pembelajaran apresiasi puisi mulai ada peningkatan walaupun belum terlalu signifikan. Pneningkatan yang terjadi antara lain adanya peningkatan dalam penggalian ide saat menulis puisi maupun cara siswa menuliskan isi cerita puisi pada lembar kerja siswa. Sebagai perbaikan untuk dilaksanakan pada Siklus II, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi. Cara untuk membuat siswa agar dapat menelaah isi puisi, yang pertama adalah untuk menandai kata sulit, siswa perlu menyelami kata konotatif atau kata kiasan. Esten (2007, hlm.37) menyebutkan bahwa petunjuk untuk memahami sebuah puisi adalah dengan menyelami makna konotatif. Kata konotatif yang dibentuk dalam sebuah puisi adalah suatu imajinasi atau citraan pengarang yang multitafsir sehingga perlu penggalian makna. Maka dalam menandai kata sulit, siswa perlu dibimbing untuk menyamakan persepsi dengan cara berdiskusi. Pada Siklus III, dalam penilaian proses atau aktivitas, siswa mulai banyak peningkatan yang terlihat. Hal ini diketahui dari proses pembelajaran apresiasi dengan menggunakan Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 model strata pada siklus III ini mulai dapat dikuasai siswa. Kata-kata sulit yang ditandai siswa dapat dipahami dengan baik, hal ini terlihat dari respon aktif siswa saat kegiatan menandai kata sulit. Selanjutnya dalam menuliskan isi cerita puisi, kemampuan siswa mulai meningkat. Kemampuan siswa dikatakan meningkat, karena tulisan siswa mengenai isi puisi yang diapresiasi mulai dapat menuliska pertalian makna secara sistematis dan mendalam sehingga menambah poin bagi siswa. Peningkatan dalam hal proses atau aktivitas pembelajaran apresiasi puisi dari siklus I sampai siklus III dapat dilihat dari grafik berikut ini : nilai aktivitas 80 60 40 20 0 nilai aktivitas Dalam grafik peningkatan nilai proses aktivitas pada siklus I sampai dengan siklus III, dapat diketahui bahwa perolehan rata-rata nilai aktivitas siswa pada siklus I adalah 53. Rata-rata nilai aktivitas pada siklus II adalah 64,5 dan rata-rata nilai aktivitas pada siklus III adalah 78,3. Pembelajaran apresiasi puisi sebagai bahan penelitian ini juga mengolah nilai siswa dalam menulis puisi yang dilaksanakan sebagai proses evaluasi siswa. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan penyajian sebuah puisi, lalau menelaah isi puisi yang dijadikan sebagai kegiatan penerjaan lembar kerja siswa, kemudian menulis isi puisi sebagai nilai hasil. Apek yang dijadikan penilaian dalam menulis puisi ini melipti relevansi isi, diksi, dan makna kata. Pada Siklus I, puisi yang ditulis sebagian besar siswa belum relevan dengan puisi yang diapresiasi. Siswa hanya menuliskan puisi secara pengetahuan mereka saja dilihat dari judul puisi yang diapresiasi. Sebagai contoh, puisi yang diapresiasi berjudul desaku yang isinya mencakup keindahan desa dan cerita pengarang ketika melewati sebuah jalan di desanya. Siswa menuliskan puisi sebatas pada pengetahuannya terhadap judul puisi yang diapresiasi yakni tentang desa, tanpa memperhatikan isi puisi yang ditelaah atau diapresiasi meliputi makna dan unsur cerita dari puisi tersebut. Kemudian, diksi yang dipakai belum terlalu menjurus pada pilihan kata yang menarik yang lazimnya ada dalam sebuah puisi. Serta makna kata yang digunakan kurang sesuai dengan puisi yang dituliskan. Pada siklus II, penggalian ide dilakukan siswa dengan bimbingan guru menggunakan bantuan media gambar dan metode sugesti imajinatif sehingga siswa lebih bisa menangkap ide dari ceramah guru. Hal ini berdampak pada puisi yang dihasilkan siswa mulai mengalami peningkatan dilahat dari relevansi isi, diksi, dan makna kata yang mulai meningkat. Diksi yang digunakan siswa mulai kreatif seperti menuliskan kata pesawat dengan sebutan burung besi atau menyebutkan kata pahlawan dengan pelita bangsa. Makna kata yang dituliskan oleh siswa mulai sesuai, walaupun sebagain kecil siswa belum dapat meuliskan kata yang maknanya sesuai dengan puisi yang ditulis dan diapresiasi. Perbaikan dalam kegiatan mengkonsep puisi adalah dengan penggalian ide dan penyusunan bahasa. Menurut Waluyo (1995, hlm.25) menyebutkan bahwa perlu adanya penyusunan dalam membuat puisi. Katakata yang digunakan diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi. Maka sebagai bentuk perbaikan, siswa dapat dibimbing untuk mengkonsep puisi dengan memperhatikan rima dan kata-kata yang dipilih sesuai dengan puisi yang sedang ditulis. Pada siklus III, pembelajaran apresiasi puisi dibantu dengan media musik instrumental. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, media musik instrumental ini dapat membuat siswa lebih Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 menggali ide karena siswa terbawa oleh alunan musik instremental yang dilantunkan. Hal ini menyebabkan puisi yang dihasilkan siswa mengalami peningkatan dalam aspek diksi dan makna kata. Peningkatan dalam menulis puisi dari Siklus I sampai dengan Siklus III dapat dilihat dari grafik berikut ini : nilai hasil 80 60 40 20 0 membacanya maupun dengan menganalisis unsur-unsur pembentuk puisi. Tahapan interpretasi dapat dilakukan dengan cara menggali lebih lanjut terhadap puisi yang diapresiasi. Interpretasi yang dilakukan dapat berupa menganalisis isi puisi dan menceritakan isi puisi dengan menggunakan kata sendiri. Tahapan yang ketiga yaitu tahapan re-kreasi dapat dilaksanakan dengan kegiatan mengubah kembali puisi yang diapresiasi menggunakan bahasa sendiri atau kegatan menciptakan puisi (menulis puisi) yang tetap relevan dengan puisi yang telah diapresiasi. nilai hasil Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa nilai hasil kemampuan menulis puisi pada Siklus I adalah 50,5. Pada Siklus II nilai rata-rata yang diperoleh adalah 61,5. Sedangkan pada Siklus III nilai rata-rata yang diperoleh adalah 77. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian mengenai penerapan model strata utuk meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi puisi yang dilaksanakan pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Cangkuang III kecamatan Rancaekek, kabupaten Bandung. peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran apresiasi puisi seperti menelaah isi puisi dan menulis puisi dapat dilakukan dengan menggunakan model strata. Model stara merupakan model pembelajaran yang melibatkan tiga tahapan pembelajaran. Tahapan tersebut yakni penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi. Penjelajahan dapat dilakukan dengan cara pelacakan isi puisi secara menyeluruh baik dengan 2. Aktivitas belajar siswa dalam apresiasi puisi dengan menggunakan model strata mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pemerolehan nilai yang didapat peserta didik pada setiap siklus. Pada penilaian aktivitas Siklus I, hanya sebagian kecil siswa saja yang mampu terlibat aktif dalam proses pembelajaran, siswa hanya menyimak peneliti dan cenderung pasif dalam kegiatan apresiasi puisi. Pada Siklus II siswa mulai berani mengajukan pendapat dan mencoba membacakan puisi di depan kelas. Pada Siklus III, partisipasi siswa dalam proses pembelajaran semakin aktif ditandai dengan kemampuan siswa dalam merespon peneliti baik dalam menjawab pertanyaan maupun dalam mengajukan pendapat. Kemudian dalam aspek menandai kata sulit maupun aspek menuliskan isi cerita puisi kemampuan siswa masih rendah, hal ini terlihat dari nilai siswa pada siklus I yaitu 53. Sedangkan pada Siklus II baik dalam menandai kata sulit maupun menuliskan isi cerita puisi, nilai siswa mulai meningkat walaupun dalam menuliskan isi cerita puisi, siswa belum mengaitkan antar bait sehingga hanya menuliskan isi cerita puisi dari bait pertama atau secara umum dari judul saja. Nilai rata-rata pada siklus II yakni 64,5. Pada siklus III Antologi Vol 3 Nomor 2 Agustus 2015 nilai rata-78,3 dengan di sertai partisipasi siswa semakin terlihat aktif dan dinamis dalam proses pembelajaran. 3. Kemampuan menulis puisi sebagai bentuk apresiasi mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata menulis puisi yang meliputi tiga aspek yaitu relevansi isi, diksi, dan makna kata. Rata-rata nilai kemampuan menuis puisi dengan menggunakan model strata apada Siklus I sebesar 50,5. Pada siklus II nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, yakni sebesar 61,5. Kemudian pada Siklus III rata-rata meningkat menjadi 77. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama , H, J. (1995). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga Wibowo, A. (2013). Pendidikan Karaker Berbasis Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Zulela, MS. (2012). Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra di Sekolah Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya Endraswara, S. (2008). Sanggar Sastra. Yogyakarta : Ramadhan Press. Esten, M. (2007). Memahami Puisi. Bandung : Angkasa Ismawati, E dan Faraz Umaya. (2012). Belajar Bahasa di Kelas Awal. Yogyakarta: Ombak Muslich. (2012). Melaksanakan PTK itu Mudah. Jakarta : Bumi Aksara Rochmatin. (2012, 11 November). Problematika Pengajaran Sastra di Lembaga Pendidikan Formal. Diakses dari: http://jelajahduniabahasa.wordpress.c om/ Waluyo