PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN

advertisement
PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN
PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN
(Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha
Beras dan DPR)
Muhammad Sukri Nasution
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Peran Komunikasi Politik
Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus
Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR)” adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Muhammad Sukri Nasution
NIM P054050151
ii
ABSTRACT
NASUTION M.S. The Role of Political Communication of Interest Functionary on
Rice Policy Implementation (Case on Farmer Organization, Government, Rice
Entrepreneur Asosiation and House of Representative). Under direction of AIDA
VITAYALA S. HUBEIS and AMIRUDDIN SALEH.
Rice in Indonesia as basic need has a strategic role especially in economic.
Rice issues also playing a sensitive role on social and political security. Rice is
also a prime food for the majority of Indonesian people; therefore need a good
and right management from upper course up to lower course. The strong role of
political communication become one of the way on the making of rice policy
implementation especially by involving those interest functionary on rice.
This research was designed as survey research with descriptive
correlation, respondent comprised of farmer organization, government, rice
entrepreneur and house of representative. Quantitative analysis used by
descriptive statistical and correlation analysis with rank Spearman correlation
statistical test.
The role of political communication of farmer organization are on the middle
category, government on strong category, rice entrepreneur on middle category
and house of representative on middle category. At the personal characteristic of
farmer organization on formal education, experiences and average income on
farmer organization and house of representative correlated significant (p<0,05)
with the role of political communication on rice policy implementation. At the
situational characteristic on communication access of government and house of
representative, political participation of all interest functionary are high
significantly correlated (p<0,01) and only house of representative political
perception that not correlate (p>0,05) with the role of political communication on
rice policy implementation. At political communication behavior, the information
dependency on mass media on government correlated significant. Respons on
public opinion for house of representative is correlate and political attitude all of
interest functionary correlated with the role of political communication of rice
policy implementation.
Mass media has their role as one of the information source which is
considerably objective and public opinion on the subject of rice policy
implementation has also considerably become one of intake correction. The
choices of Political attitude at the current time are valuable to bring out
cooperation and re-actualize strong and powerful policy implementation in the
future.
Key words: political communication, interest functionary, rice policy
iii
RINGKASAN
NASUTION M.S. Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada
Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah,
Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR). Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S.
HUBEIS dan AMIRUDDIN SALEH.
Ketersediaan beras sebagai komoditas makanan pokok memerlukan
penataan dan manajemen yang berbasis pada kemampuan sumberdaya
masyarakat dalam negeri. Kebijakan perberasan dengan mekanisme impor telah
memberi dampak dan konsekuensi politik yang tinggi bagi kemampuan dan
kemandirian bangsa dalam pengadaan makanan pokok nasional. Kebijakan
impor beras menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat, karena hal ini tidak
sesuai dengan komitmen pemerintah merealisasikan kebijakan revitalisasi
pertanian. Hal ini juga bertentangan dengan realitas tingginya jumlah penduduk
yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian khususnya padi.
Terjadinya kekurangan beras dalam jumlah besar akan cepat mempengaruhi
kondisi stabilitas sosial masyarakat. Pentingnya peranan beras terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara, mendorong kebijakan beras menjadi
sorotan dan menjadi fokus perhatian publik. Pemerintah mengeluarkan instrumen
pelaksanaan kebijakan perberasan meliputi: penetapan harga pembelian
pemerintah (HPP), mekanisme melakukan impor, subsidi benih dan pupuk,
pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur (Deptan, 2004). Hal ini
merupakan kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah untuk menjawab
persoalan perberasan di dalam negeri. Berhasilnya Indonesia dalam
swasembada beras di tahun 1984 juga merupakan salah satu peran komunikasi
(Levis,1996).
Kebijakan perberasan merupakan kebijakan yang sarat dengan muatan
kepentingan berbagai pihak, sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut harus
terbuka dan dapat dikritisi semua pihak. Lembaga legislatif (DPR) memiliki
kewajiban untuk mengawasi kinerja eksekutif (pemerintah), organisasi
masyarakat atau institusi sosial berkewajiban mengawasi dan memberi masukan
terhadap lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif. Peranan komunikasi
politik menjadi sangat penting dalam menyampaikan kebijakan yang menyangkut
kepentingan publik sebab diperlukan pengetahuan yang luas terutama proses
pendekatan dalam penyampaian suatu maksud agar dapat diterima di
masyarakat (Budiharsono, 2003).
Peran komunikasi politik pemangku kepentingan khususnya pemerintah
tergolong kuat atau masih lebih dominan dibanding peran organisasi tani,
pengusaha beras dan DPR dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Peranan
komunikasi politik dalam pelaksanaan kebijakan perberasan yang diamati adalah
peran para pemangku kepentingan pada penentuan instrumen kebijakan; Harga
Pembelian Pemerintah, Melakukan Impor Beras, Subsidi Benih dan Pupuk,
Pengembangan Teknologi dan Perbaikan Infrastruktur. Rush dan Althoff (2003)
menjelaskan bahwa peranan komunikasi politik adalah sebagai katalisator
karena peranan ini memberikan unsur sarana dinamik dengan nama informasi
yang secara politis relevan bisa membentuk orientasi tujuan politik.
iv
Tingkat pendidikan formal pemangku kepentingan pemerintah
berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Jadi, semakin tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh
pemangku kepentingan pemerintah maka peran komunikasi politik yang
dilakukan juga makin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan yang
dimiliki, maka tingkat penguasaan atas kebijakan perberasan semakin tinggi.
Lamanya pengalaman menjabat pemangku kepentingan organisasi tani dan DPR
berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Artinya, semakin lama menjabat bagi pengurus organisasi
tani dan menjadi anggota DPR bagi DPR maka, peran komunikasi politik yang
dilakukan semakin tinggi. Tingkat pendapatan pengurus organisasi tani dan DPR
berhubungan nyata negatif dengan peran komunikasi politik pada politik
perberasan di Indonesia.
Saluran komunikasi politik pemangku kepentingan pemerintah dan DPR
berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan komunikasi politik yang dilakukan
pada politik perberasan di Indonesia. Artinya, semakin tinggi memanfaatkan
saluran komunikasi politik pada situasi politik perberasan saat ini, maka makin
tinggi komunikasi politik pemerintah dan DPR didalam pengaturan kebijakan
beras. Organisasi tani dan pengusaha beras tidak berhubungan nyata (p>0,05)
dengan pemanfaatan saluran komunikasi politik. Dengan demikian, saluran
komunikasi politik yang tersedia saat ini tidak optimal mendukung komunikasi
politik pemangku kepentingan organisasi tani dan pengusaha beras.
Partisipasi politik pemangku kepentingan perberasan berhubungan
sangat nyata (p<0,01) dengan komunikasi politik yang dilakukan pada politik
perberasan Indonesia. Artinya, semakin tinggi partisipasi politik yang dilakukan
maka diikuti dengan peran komunikasi politik yang makin tinggi. Semua
pemangku kepentingan perberasan memiliki partisipasi politik yang tinggi
didalam menyampaikan aspirasi masing-masing lembaga atau suara kostituenya.
Dengan demikian, semua pemangku kepentingan perberasan punya pandangan
yang sama bahwa perlu dilakukan pembenahan dalam implementasi instrumen
politik perberasan di Indonesia.
Persepsi politik pengurus organisasi tani dan pemerintah berhubungan
sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik. Semakin tinggi peran
komunikasi politik yang dilakukan pengurus organisasi tani dan pemerintah pada
pelaksanaan kebijakan perberasan maka semakin kuat persepsi politiknya.
Dengan demikian, tingkat penilaian atas implementasi politik perberasan
berhubungan terhadap frekuensi peran komunikasi politik yang dilakukan.
Persepsi politik DPR tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran
komunikasi politik pada pelaksanaan politik perberasan. Situasi ini disebabkan
bahwa persepsi politik tidak selamanya akan diteruskan dengan tindakan politik
seperti berpihak pada konstituen utama mereka yaitu petani padi. Persepsi akan
cepat berubah sesuai dengan pandangan dan analisa terhadap politik
perberasan dalam waktu periode tertentu. Biasanya, persepsi politik anggota
DPR dari partai pendukung pemerintah cenderung sepaham dengan keinginan
pemerintah. Sebaliknya anggota DPR yang berada di luar pemerintahan atau
oposisi memiliki persepsi politik berbeda atau menolak politik perberasan saat ini.
Keterdedahan organisasi tani, pengusaha beras dan DPR pada media
massa berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik. Artinya,
semakin tinggi tingkat pemberitaan politik perberasan pada media massa maka,
peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi.
v
Asumsi ini dapat dikemukakan, karena semua pemangku kepentingan banyak
mengakses berbagai media massa di dalam menambah informasi mengenai
kebijakan politik perberasan.
Respons terhadap opini publik berhubungan nyata (p<0,05) dengan
peran komunikasi politik pemangku kepentingan organisasi tani pada politik
perberasan di Indonesia. Berarti, semakin tinggi respons terhadap opini publik
maka peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani juga semakin
tinggi. Dengan kata lain, semakin banyak opini yang berupa tulisan, komentar
baik pro maupun kontra yang terkait dengan implementasi kebijakan perberasan
maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan. Respons terhadap
opini publik berhubungan sangat nyata negatif (p<0,01) dengan peran
komunikasi politik pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran
komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah semakin menurun. Hal ini
disebabkan pemerintah sendiri merasa bahwa belum maksimal melakukan
pembenahan pada beberapa implementasi pelaksanaan kebijakan perberasan
karena keterbatasan anggaran. Respons terhadap opini publik berhubungan
sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik DPR pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Berarti, semakin tinggi respons terhadap opini publik maka
peran komunikasi yang dilakukan oleh DPR dalam politik perberasan semakin
tinggi. Dengan kata lain, makin tinggi sorotan publik dalam merespons
implementasi kebijakan perberasan maka seiring dengan tingginya respons yang
dilakukan oleh DPR terhadap instrumen kebijakan perberasan pemerintah. Hal
tersebut diperkuat dengan fungsi kontrol dan evaluasi melalui rapat dengarpendapat dan melakukan hak interpelasi dan hak angket.
Sikap politik semua pemangku kepentingan perberasan berhubungan
sangat nyata (p<0,01) terhadap peran komunikasi politik pada pelaksanaan
politik perberasan. Hal ini berarti bahwa semakin kuat sikap politik yang dimiliki
maka, peran komunikasi politik juga semakin tinggi. Ini menggambarkan bahwa
semua pemangku kepentingan telah melakukan peran aktif di dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan. Dengan demikian hal ini menggambarkan
bahwa sikap politik akan mempertegas posisi masing-masing terhadap beberapa
implementasi kebijakan perberasan. Keputusan akhir akan melahirkan sikap
politik seperti menerima, abstain dan menolak. Sikap politik yang dipilih
berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan konsistensi keberlanjutan
implementasi kebijakan perberasan.
Kata kunci: komunikasi politik, pemangku kepentingan, kebijakan perberasan
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vii
PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN
PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN
(Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha
Beras dan DPR)
Oleh:
Muhammad Sukri Nasution
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
viii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan
Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi
Pengusaha Beras dan DPR)
Nama
: Muhammad Sukri Nasution
NIM
: P054050151
Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis
Ketua
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2008
Tanggal Lulus:
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian dan dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Desember 2007 adalah
Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan
Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan
DPR).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir.Aida Vitayala S. Hubeis
selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir.Amiruddin Saleh, M.S. selaku anggota
komisi pembimbing. Terima kasih kepada Dr.Ir.Basita Ginting, MA selaku dosen
penguji luar komisi. Terima kasih kepada Dr.Ir.Rahmat Pambudy, M.S.,
Dr.Ir.Pasril Wahid, APU, Dr.Ir.Arie Lestario K.D. MSc, atas rekomendasinya
melanjutkan studi Mangister Sains di SPs IPB. Terima kasih kepada Tanoto
Foundation atas kepercayaannya menyediakan beasiswa pendidikan. Terima
kasih
kepada
Yayasan
Damandiri
dan
Lembaga
Riset
AROPI
atas
kepercayaannya menyediakan bantuan penelitian. Terima kasih disampaikan
kepada responden dan pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam
penelitian. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda
Muhri Nasution dan Ibunda Aripah Rangkuti atas peran dan dedikasinya dalam
mendidik anak-anaknya hingga tumbuh dewasa. Ucapan terima kasih kepada Ir.
Soepriyatno, MBA, Ahmad Farhan, PhD atas bantuan dan dukungannya selama
ini. Terima kasih disampaikan kepada keluarga Mamak Ican, Saleh dan Etek
Bibah atas bantuannya selama penulis menjalani perkuliahan di Bogor.
Terimakasih buat Fitri atas semua kebaikan dan motivasinya selama ini. Terima
kasih penulis sampaikan kepada kawan-kawan Pascasarjana IPB atas
kebersamaan
dan
persahabatannya
selama
ini
dan
rekan-rekan
yang
mendorong penyelesaian tesis ini (Usnul, Iksan, Riska, Fahir, Yusup, Erianus
dan Melati) semoga hari-hari mendatang hubungan silaturrahmi tetap terbina.
Semoga kebaikan dan kebesaran hati dalam membantu penulis tercatat
sebagai amal ibadah dan mendapat pahala dariNya.
Bogor, Agustus 2008
Muhammad Sukri Nasution
P054050151
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madina, Sumatera Utara pada tanggal 07 Februari
1981 dari ayah Muhri Nasution dan ibu Aripah Rangkuti. Penulis merupakan
anak pertama dari enam bersaudara. Pendidikan SLTA ditempuh di SMUN 4
Padang Sidempuan. Pendidikan Sarjana ditempuh di jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian, Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNB, lulus tahun 2004.
Pada tahun 2005, penulis diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Tanoto Foundation.
Penulis bekerja sebagai konsultan bidang Agribisnis, mitra kerja PT.
Dahlia Duta Utama Jakarta tahun 2007 sampai 2008. Saat ini penulis sebagai
Project Head di PT. Sampoerna Padi Jakarta, khususnya sektor Agribisnis
Tanaman Pangan. Penulis juga aktif sebagai pengurus di organisasi HKTI pusat
sejak tahun 2004.
Selama mengikuti program S2, penulis pengurus Forum Wacana
mahasiswa Pascasarjana IPB. Organisasi yang didirikan oleh mahasiswa
pascasarjana IPB dan tergabung dalam Forum wacana Indonesia.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.... ............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iv
DAFTAR ISI .............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vii
PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Perumusan Masalah ........................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis .................................................
1
1
5
6
6
7
8
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
Pengertian Komunikasi Politik .........................................................
Paradigma Komunikasi Politik .........................................................
Teori Model Komunikasi Politik .......................................................
Peranan Komunikasi Politik .............................................................
Faktor Situasional Politik Nasional ..................................................
Saluran Komunikasi Politik ..............................................................
Partisipasi Politik .............................................................................
Persepsi Politik ................................................................................
Perilaku Komunikasi Politik .............................................................
Keterdedahan Pada Media Massa ..................................................
Opini Publik .....................................................................................
Sikap Politik .....................................................................................
Pemangku Kepentingan Perberasan ...............................................
Kebijakan Perberasan Nasional ......................................................
11
11
13
14
16
18
19
19
20
21
22
23
23
25
28
METODE PENELITIAN ............................................................................
Desain Penelitian .............................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................
Populasi dan Sampel .......................................................................
Teknik Pengambilan Data ..............................................................
Instrumentasi Penelitian ..................................................................
Definisi Operasional ........................................................................
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ..........................................
Analisis Data ....................................................................................
29
29
29
29
31
32
33
36
38
xii
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Gambaran Umum Pemangku Kepentingan Perberasan .................
Gambaran Umum Kebijakan Perberasan Indonesia .......................
Karakteristik Personal Pemangku Kepentingan Perberasan ..........
Karakteristik Situasional Pemangku Kepentingan Perberasan ......
Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan ..
Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan
Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ......................................
Hubungan Karakteristik Personal dengan Peran Komunikasi
Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan
Perberasan ......................................................................................
Hubungan Karakteristik Situasional dengan Peran Komunikasi
Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan
Perberasan ......................................................................................
Hubungan Perilaku Komunikasi Politik dengan Peran Komunikasi
Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan
Perberasan ......................................................................................
39
39
47
49
53
65
76
96
100
101
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
Simpulan ..........................................................................................
Saran ...............................................................................................
123
123
124
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
125
LAMPIRAN ..............................................................................................
130
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah sampel penelitian pemangku kepentingan perberasan ……..
30
2. Distribusi sampel menurut karakteristik personal yang diamati...........
52
3. Respons politik pada karakteristik situasional.....................................
55
4. Respons politik pada perilaku komunikasi politik ...............................
65
5. Peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan
Perberasan...........................................................................................
74
6. Hubungan karakteristik personal dengan peran komunikasi
politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.................................
85
7. Hubungan karakteristik situasional dengan peran
komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan..............
89
8. Hubungan perilaku komunikasi politik dengan peran
komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan..............
99
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku
kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan..……………..
10
2. Perkembangan produksi, kebutuhan dan impor beras.......................
77
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil uji reliabilitas karakteristik personal………………………………
130
2. Hasil uji reliabilitas karakteristik situasional……………………………
131
3. Hasil uji reliabilitas perilaku komunikasi politik………………………...
132
4. Hasil uji reliabilitas peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan…………………………………………………….
133
5. Kuesioner penelitian ……………………………………………………..
167
xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan
keamanan nasional, karena beras merupakan bahan pangan pokok utama sebagian
besar masyarakat di Indonesia. Terjadinya kekurangan beras dalam jumlah besar
akan cepat mempengaruhi kondisi stabilitas sosial masyarakat. Pentingnya peranan
beras terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, mendorong kebijakan beras
menjadi sorotan dan menjadi fokus perhatian publik. Setiap negara akan berupaya
untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok masyarakatnya dari produksi dalam
negeri sendiri.
Ketersediaan beras memerlukan penataan dan manajemen yang berbasis
pada kemampuan sumberdaya masyarakat di dalam negeri. Kebijakan perberasan
dengan mekanisme impor telah memberi dampak dan konsekuensi politik yang
tinggi bagi kemampuan dan kemandirian bangsa dalam pengadaan makanan pokok
nasional. Kebijakan impor beras menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat,
karena hal ini tidak sesuai dengan komitmen pemerintah merealisasikan kebijakan
revitalisasi pertanian. Hal ini juga bertentangan dengan realitas tingginya jumlah
penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian khususnya
tanaman padi.
Pemerintah telah mengeluarkan pelaksanaan kebijakan perberasan, meliputi:
(1) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP); (2) mekanisme melakukan impor;
(3) subsidi benih dan pupuk; (4) pengembangan teknologi beras; dan (5) penyediaan
infrastruktur pendukung (Deptan, 2004). Hal ini merupakan kebijakan politik yang
dikeluarkan pemerintah untuk menjawab persoalan perberasan di dalam negeri.
Pemerintah, petani, organisasi tani, asosiasi pengusaha beras, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan masyarakat pengkonsumsi beras tentu punya kepentingan
suksesnya kebijakan tersebut.
Sukses
atau
gagalnya
kebijakan
perberasan
di
Indonesia,
sangat
dipengaruhi oleh adanya informasi dan komunikasi yang tepat diterima oleh para
petani dan pemangku kepentingan perberasan. Khususnya posisi keberpihakan para
pengambil kebijakan perberasan di Indonesia, dengan dasar kepentingan produsen
atau konsumen. Berhasilnya Indonesia dalam swasembada beras di tahun 1984
juga merupakan salah satu peran komunikasi (Levis,1996). Peranan komunikasi
2
politik menjadi sangat penting dalam menyampaikan kebijakan yang menyangkut
kepentingan publik sebab diperlukan pengetahuan yang luas terutama proses
pendekatan dalam penyampaian suatu maksud agar dapat diterima masyarakat.
Budiharsono (2003) mengemukakan kebijakan adalah kumpulan keputusan yang
dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun
masyarakat yang ingin dicapai bersama.
Komunikasi politik bersifat serbahadir dan multimakna, banyak definisi yang
sudah dirumuskan (Arifin, 2003). Lasswell dalam Arifin (2003) membuat formula
komunikasi politik dengan siapa berkata apa, kepada siapa, melalui saluran apa dan
bagaimana efeknya (who says what, to whom, with what channel and with what
effect). Selain itu, politik juga dipahami sebagai pembagian nilai-nilai oleh yang
berwenang, kekuasaan dan pemegang kekuasaan.
Kebijakan perberasan diharapkan lahir melalui konsensus dan legitimasi
politik yang kuat, sehingga terbangun tertib politik dan terhindar konflik di antara
pemangku kepentingan perberasan. Pro-kontra terhadap kebijakan perberasan
sering terjadi, dalam komunikasi politik dikenal sebagai proses komunikasi dari
pemerintah sebagai sumber dan kepada masyarakat sebagai khalayak penerima
serta dimungkinkan adanya respons balik. Peran komunikasi politik dan partisipasi
aktif melalui saluran yang ada diharapkan mampu menjembatani perbedaan guna
melahirkan konsensus bersama pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional.
Komunikasi
politik
mengantarkan
setiap
lembaga
atau
pemangku
kepentingan untuk menentukan sikap politik dengan berpegang pada kepentingan
dan cakupan konsekuensi atas bergulirnya kebijakan tersebut. Nimmo (2004)
menyebutkan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan
politik, persuasi politik, media komunikasi politik, khalayak komunikasi politik dan
efek (akibat) komunikasi politik.
Robin dan Ring (1985) menyatakan komunikasi politik sebagai penyebaran
arti, makna atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik.
Komunikasi politik bisa juga dikatakan merupakan proses melakukan ekspresi
pendapat, pandangan atau perilaku, baik perorangan maupun kelompok lembaga
yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai
masalah yang berhubungan dengan pemerintah dan pembangunan.
3
Keberlanjutan realisasi kebijakan politik pemerintah sangat tergantung dari
sejauh mana hal tersebut mendapat dukungan kuat melalui sikap politik dari semua
kalangan
khususnya
yang
berkepentingan
terhadap
kebijakan
perberasan.
Kebijakan perberasan dapat berjalan mulus apabila komunikasi yang dijalankan
sesama pemangku kepentingan menghasilkan komunikasi yang efektif. Lasswell
dalam Vardiansyah (2004) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif dan
sesuai dengan yang diharapkan apabila faktor-faktor kunci dalam komunikasi seperti
sender, enconding, pesan, media, decoding, penerima, respons, feedback dan
gangguannya diperhatikan dengan baik.
Era globalisasi informasi seperti saat ini, memerlukan pendekatan partisipasi
politik yang lebih besar dan kuat dari berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk
mendorong terakomodirnya aspirasi dalam membangun manajemen perberasan
yang tepat di Indonesia. Pendekatan partisipasi politik dan berhimpunnya petani
dalam organisasi tani akan lebih memungkinkan terjalinnya integrasi antara
kepentingan
petani
beras
(produsen)
dengan
kepentingan
masyarakat
pengkonsumsi beras (konsumen) dimana pemerintah sebagai regulator utama.
Pendekatan tersebut lebih menempatkan martabat petani secara lebih layak,
sebagai produsen beras. Keberadaan keduanya dengan aspek kepentingan dan
kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong
terjalinnya partisipasi dan peran politik aktif masing-masing. Kesamaan makna
komunikasi politik pemerintah, sebagai pengambil keputusan kebijakan perberasan
dengan pemangku kepentingan lainnya sangat penting dilakukan. Budiharsono
(2003) mengemukakan, komunikasi modern bukan saja harus sanggup mengubah
sikap dan suasana yang makin kondusif, melainkan harus mampu membangun
budaya baru yang sanggup menjaga perubahan itu sebagai suasana yang makin
kondusif sehingga setiap insan makin mampu, bebas dan sanggup mengembangkan
prakarsa serta berpartisipasi secara utuh dengan pilihan yang banyak dan
demokratis dalam memutuskan kebijakan.
Beberapa organisasi tani di Indonesia memiliki tipologi dengan membangun
basis ideologi politik sebagai salah satu cara agar dapat diperhitungkan pemerintah
dalam melahirkan kebijakan. Di samping organisasi tani, kalangan DPR, pengusaha
beras dan pemerintah sendiri memiliki kepentingan besar dalam membangun
manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri.
4
Salah satu cara dalam merealisasikan kebijakan politik adalah dengan turun
langsung mensosialisasikan kebijakan tersebut. Selanjutnya membuka kesempatan
kepada pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat kebijakan tersebut
melalui peran komunikasi politik. Proses komunikasi politik berjalan dalam
menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat menjadi input sistem politik,
pada waktu yang bersamaan ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau
output sistem politik (Rudini, 1993). Kebijakan politik perberasan akan menemui
jalan buntu ketika pesan kebijakan tersebut tidak memunculkan peran komunikasi
politik yang melibatkan seluruh komponen pemangku kepentingan dari pesan
kebijakan tersebut. Upaya untuk melahirkan konsensus dan legitimasi menjadi
sangat sulit, sehingga yang terjadi pada akhirnya adalah respons “agitasi politik” dari
pihak-pihak yang terimbas dampak kebijakan tersebut. Agitasi beroperasi untuk
membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan politik (Blumer, 1969 dalam Arifin,
2003).
Peran komunikasi politik pemangku kepentingan kebijakan perberasan
sangat menentukan dalam pencitraan dari masing-masing kepentingan di mata
publik. Proses komunikasi politik yang dilakukan pada akhirnya akan melahirkan
kesimpulan politik atau sering disebut sikap politik. Sikap politik dan partisipasi
komunikasi politik pemerintah, organisasi tani, kalangan DPR dan pengusaha beras
diharapkan berperan dalam membangun manajemen perberasan yang adil bagi
petani (produsen beras) dan kuat bagi pemerintah selaku otoritas utama di dalam
mengatur perpolitikan beras di Indonesia. Wilayah Indonesia masih memiliki potensi
besar dalam pengembangan tanaman padi, di samping secara historis mampu
berswasembada beras. Kasus masalah pelaksanaan kebijakan perberasan, seperti
penetapan HPP, melakukan impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan
teknologi dan penyediaan infrastruktur perlu kebijakan yang tepat. Permasalahan
pada pelaksanaan kebijakan perberasan di dalam negeri dan adanya perbedaan
sikap politik pemerintah dengan pemangku kepentingan lainnya menjadi masalah
yang menarik untuk diteliti secara ilmiah. Hal ini sekaligus melihat peran komunikasi
politik
masing-masing
pemangku
kepentingan
pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan. Sehingga pada tahap idealnya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan
beras sendiri dan mengekspor dalam jumlah besar, apabila masalah kebijakan di
atas dapat dibenahi, termasuk mengikis budaya impor beras.
5
Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian di atas, maka fokus
penelitian ini adalah pada pentingnya peran komunikasi politik pemangku
kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional di
Indonesia.
Penelitian
dilakukan
dengan
mengungkapkan
hubungan
antara
karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik
terhadap peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan. Peran
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada kebijakan perberasan
nasional meliputi: penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), penentuan
melakukan impor, penerapan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi
perberasan dan penyediaan infrastruktur perberasan.
Peran komunikasi politik pemangku kepentingan dipengaruhi karakteristik
personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik. Peran komunikasi
politik pemangku kepentingan berhubungan erat dengan pelaksanaan kebijakan
perberasan nasional. Secara spesifik, beberapa pertanyaan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Seperti apa karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan?
2. Bagaimana peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan?
3. Sejauh mana hubungan karakteristik personal, karakteristik situasional dan
perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku
kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan?
6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, secara umum penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis peran komunikasi politik pemangku kepentingan
perberasan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Secara spesifik
tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah meliputi:
1. Mendeskripsikan karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan.
2. Menjelaskan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan.
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik personal, karakteristik situasional
dan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku
kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Manfaat Penelitian
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh
komponen masyarakat yang berkepentingan dalam membangun manajemen
perberasan nasional. Secara khusus hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai
rekomendasi untuk:
1. Bahan informasi bagi stakeholder pertanian, khususnya pemerintah, seperti
Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum BULOG.
2. Bahan masukan bagi kalangan legislatif, khususnya komisi IV DPR dalam
melakukan tugas dan fungsinya.
3. Bahan informasi dan masukan dalam melakukan advokasi kebijakan perberasan
bagi organisasi tani dan LSM yang berbasis pertanian.
4. Bahan masukan dan studi banding bagi peneliti, pengusaha beras dan pihakpihak yang membutuhkan data pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia.
5. Data dasar bagi penelitian selanjutnya, terutama pihak-pihak yang mau
melanjutkan penelitian berikutnya khususnya keterkaitan kebijakan ekonomi
politik pangan global dan starategi politik perberasan yang dianut Indonesia.
7
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif
korelasional. Metode survei digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta yang
faktual, baik tentang sosial, ekonomi dan politik dari kelompok pemangku
kepentingan perberasan pada sejumlah sampel yang dipilih. Populasi penelitian
adalah para pemangku kepentingan perberasan, pernah terlibat dalam perumusan
kebijakan perberasan, berperan dalam mempengaruhi kebijakan perberasan dan
memiliki fokus perhatian pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional serta
memiliki konsentrasi terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan minimal satu
tahun terakhir.
Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan yang diteliti,
adalah peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan yang dimaksud terkait
dengan perannya dalam merespons pelaksanaan kebijakan perberasan nasional
yang meliputi; penetapan harga pembelian pemerintah, mekanisme melakukan
impor beras, penerapan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan
penyediaan infrastruktur. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama di
dalam negeri yang menjadi sampel dalam penelitan ini meliputi:
1. Organisasi tani, merupakan organisasi kemasyarakatan petani di Indonesia yang
secara ideologis cenderung bergerak melalui saluran dan partisipasi politik.
2. Pemerintah, merupakan aktor utama pada pelaksanaan kebijakan perberasan
sekaligus bertanggung jawab dalam regulator manajemen perberasan di dalam
negeri. Unsur utama pemerintah meliputi; Departemen Pertanian, Departemen
Perdagangan dan Perum Bulog yang masing-masing memiliki fungsi dan otoritas
dalam pelaksanaan kebijakan perberasan.
3. Asosiasi pengusaha beras, merupakan para pengusaha yang terkait langsung
dengan bisnis beras di dalam negeri dan tergabung dalam asosiasi atau
organisasi pengusaha beras.
4. Dewan Perwakilan Rakyat, merupakan lembaga DPR yang membidangi
masalah pertanian dan pangan, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan
kelautan, Bulog dan Dewan Maritim Nasional yaitu komisi IV DPR.
8
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Kerangka Pemikiran
Pemangku kepentingan perberasan merupakan orang-orang yang memiliki
kepentingan dan peran strategis serta pengaruh di dalam pelaksanaan kebijakan
perberasan nasional. Peran strategis tersebut ditandai dengan terbangunnya
manajemen perberasan yang andal berbasis atau bertumpu pada kemampuan di
dalam negeri sehingga tidak bergantung pada mekanisme impor. Pihak organisasi
tani, asosiasi pengusaha beras, pemerintah dan DPR diduga punya peranan dalam
mencapai
suksesnya
pelaksanaan
kebijakan
perberasan
nasional.
Peran
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan diduga dipengaruhi oleh
karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik.
Selanjutnya melalui peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan
diduga berhubungan dan berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional.
Untuk
mengetahui
peran
komunikasi
politik
pemangku
kepentingan
perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional, maka dilakukan
penelitian dengan mengkaji karakteristik personal, karakteristik situasional dan
perilaku komunikasi politik sebagai peubah bebas. Peran komunikasi politik
pemangku kepentingan perberasan sebagai peubah tidak bebas. Penelitian ini
mengamati dua peubah, yaitu peubah bebas atau sering juga disebut sebagai
peubah pengaruh, dan peubah tidak bebas atau sering juga disebut sebagai peubah
terpengaruh (Singarimbun dan Effendi, 2006)
Karakteristik personal, yang menjadi fokus pengamatan meliputi umur,
pendidikan formal, pengalaman menjabat, dan pendapatan. Karakteristik situasional,
yang menjadi fokus penelitian meliputi respons pemanfaatan saluran komunikasi
politik, partisipasi politik dan persepsi politik. Perilaku komunikasi politik pemangku
kepentingan yang menjadi fokus pengamatan adalah respons mereka terhadap
peran media massa khususnya yaitu keterdedahan pada media massa, respons
terhadap opini publik dan sikap politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Indikator peubah peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan
dilihat dari respons mereka sehubungan pelaksanaan kebijakan perberasan yang
9
meliputi: penentuan harga pembelian pemerintah (HPP), melakukan impor beras,
subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur.
Keterkaitan antar peubah, seperti tersaji pada Gambar 1 berikut ini,
diharapkan
mampu
mengungkap
peran
komunikasi
politik
masing-masing
pemangku kepentingan (organisasi tani, pemerintah, asosiasi pengusaha beras dan
DPR) pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sehingga dapat menghasilkan
bahan rekomendasi membangun manajemen perberasan yang kuat dan tepat bagi
produsen serta konsumen di dalam negeri untuk masa yang akan datang.
Peubah Bebas
Peubah Tidak Bebas
Karakteristik Personal
X1 Umur
X2 Pendidikan Formal
X3 Pengalaman Menjabat
X4 Pendapatan
H1
Karakteristik Situasional (X5)
X5.1 Saluran Komunikasi Politik
X5.2 Partisipasi Politik
X5.3 Persepsi Politik
H2
Perilaku Komunikasi Politik
(X6)
X6.1 Keterdedahan pada Media
Massa
X6.2 Respons terhadap Opini
Publik
X6.3 Sikap Politik
Peran Komunikasi Politik Pemangku
Kepentingan Pada Pelaksanaan
Kebijakan Perberasan (Y)
1. Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
2. Melakukan Impor Beras
3. Subsidi Benih dan Pupuk
4. Pengembangan Teknologi
5. Perbaikan Infrastruktur
H3
Gambar 1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku
kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan
10
Hipotesis
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas dirumuskan hipotesis utama
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik personal dengan peran
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan
kebijakan perberasan.
2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik situasional dengan peran
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan
kebijakan perberasan.
3. Terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi politik dengan peran
komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan
kebijakan perberasan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi
dalam suatu sistem politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang
mencakup jaringan komunikasi (organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang
ada pada sistem tersebut (Nasution, 1990).
Komunikasi
politik
adalah
suatu
proses
dan
kegiatan-kegiatan
membentuk sikap dan tindakan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu
sistem politik dengan mengunakan simbol-simbol yang berarti (Harun dan
Sumarno, 2006). Tindakan komunikasi politik dapat dilakukan dalam beragam
konteks, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi dan komunikasi massa.
Komunikasi politik merupakan proses dimana informasi politik yang
relevan diteruskan dari satu bagian ke bagian lainnya, dan di antara sistemsistem
sosial
dengan
sistem
politik,
serta
merupakan
proses
yang
berkesinambungan, dan melibatkan pertukaran informasi di antara individuindividu yang satu dengan kelompoknya pada semua tingkat masyarakat (Rush
dan Althoff, 2003).
Penjelasan cakupan bidang komunikasi politik, maka perlu dijelaskan arti
dua istilah penting pada aspek ini yaitu politik dan komunikasi. Pengertian
pertama tentang politik sebagai berikut (Budiharsono, 2003): Satu, politik adalah
bermacam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut
proses penentuan tujuan dan pelaksanaan sistem tersebut. Dua, politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari masyarakat secara keseluruhan (public goals) dan
bukan tujuan pribadi (private goals). Tiga, Politik adalah pengambilan keputusan
melalui sarana umum menyangkut tindakan umum, terutama menyangkut
kegiatan pemerintah (Jenkins dalam Budiharsono, 2003). Empat, politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk
masyarakat secara menyeluruh (Mitchell dan Jefkins dalam Budiharsono, 2003).
Lima, politik adalah himpunan nilai, ide dan norma, kepercayaan dan keyakinan
seseorang atau kelompok yang mendasari penentuan sikapnya terhadap suatu
kejadian dan masalah politik yang dihadapinya dan menentukan tingkah laku
politiknya (Jenkins dalam Budiharsono, 2003).
12
Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang
menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat
melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan
keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik
yang dihadapinya. Komunikasi ialah hubungan; kontak. Jika terminologi politik
dan komunikasi digabungkan, pengertiannya menunjuk pada salah satu dari ilmu
terapan dari kelompok ilmu sosial yang mempelajari sikap penguasa dalam suatu
negara terhadap komunikasi massa dan khalayak pada periode tertentu
(Budiharsono, 2003).
Pada paradigma interaksional komponen utama komunikasi politik adalah
peran, orientasi, kesearahan, konsep kultural dan adaptasi. Sehingga sumber
atau penerima pesan atau umpan balik dan saluran, sama sekali tidak penting.
Konsepsi ini sering juga dikatakan sebagai komunikasi dialogis atau komunikasi
yang dipandang sebagai dialog (Arifin, 2003). Paradigma interaksional memberi
penekanan pada faktor manusia, hal ini sangat relevan diterapkan dalam
komunikasi politik yang demokratis. Konsep demokrasi yang memandang
manusia sebagai mahluk rasional dan menunjang hak-hak asasi manusia serta
mengembangkan prinsip-prinsip egaliter dan populis sangat sesuai dengan
paradigma interaksional. Hal ini juga akan mendorong partisipasi politik yang
tinggi karena komunikasi politik yang terbangun bersifat dialogis.
Lebih lanjut Arifin (2003) menjelaskan, pada paradigma pragmatis
komunikasi politik mengingkari prinsip-prinsip utama mekanistik, psikologi dan
interaksional. Sehingga paradigma pragmatis, teori sistem sosial dan teori
informasi diterapkan secara bersama-sama dalam komunikasi. Komponen pokok
dalam perspektif pragmatis adalah pola interaksi, fase, siklus, sistem, struktur
dan fungsi. Sehingga jika diterapkan dalam komunikasi politik tindakan yang
menyangkut kekuasaan, pengaruh, autoritas dan konflik. Karena tindakan dan
perilaku sama dengan komunikasi dalam perspektif pragmatis, maka dapat
dikatakan bahwa setiap orang tidak mungkin tidak berkomunikasi karena setiap
orang tidak berhenti bertindak atau berperilaku.
Pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dijelaskan bahwa
pemerintah adalah lembaga kekuasaan, legislatif dan media massa sebagai
pengontrol kekuasaan. Pengusaha beras sebagai kelompok pelaku ekonomi dan
masyarakat petani padi serta organisasi tani dan konsumen beras adalah
masyarakat yang menjadi bagian dari kebijakan tersebut. Selanjutnya berlaku
13
aturan kebijakan perberasan yang secara keseluruhan dimana aturan hukum dan
sistem politik sama-sama memiliki peran dalam membangun manajemen
perberasan di dalam negeri.
Komunikasi politik memelihara dan menggerakkan kehidupan manusia,
sebagai penggerak dan alat yang menggambarkan aktivitas masyarakat dan
peradaban; yang dapat mengubah naluri menjadi inspirasi melalui pelbagai
proses untuk menjelaskan, bertanya, memerintah dan mengawasi (Budiharsono,
2003). Selanjutnya akan diuraikan beberapa paradigma dan teori model
komunikasi politik.
Paradigma Komunikasi Politik
Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus
mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi
luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan
berdasarkan empat perspektif atau paradigma sebagaimana disampaikan oleh
Fisher (1990) meliputi; (1) paradigma mekanistis, (2) paradigma psikologis, 3)
paradigma interaksional dan 4) paradigma pragmatis.
1. Paradigma Mekanistis
Paradigma mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi politik adalah
model yang paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan
doktrin ini komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di
antara manusia. Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak
didominasi pada studi mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat
saraf, kampanye, pengaruh media massa terhadap sosialisasi politik dan
peranan komunikasi terhadap partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan
populer di Indonesia. Paradigma mekanistik adalah paradigma yang paling tua
dan tunduk pada dominasi ilmu fisika (Arifin, 2003).
2. Paradigma Psikologis
Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap,
keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang
dapat menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh
individu. Arifin (2003) menyebutkan komunikasi dalam model paradigma
psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli yang ditambahkan dan
diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan informasi. Dasar konseptual
model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang aktif atas stimuli
terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya.
14
3. Paradigma Interaksional
Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas
paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma ini menurut Fisher (1990)
komunikasi dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu. Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah
penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena
manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan,
masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan
mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling
manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada.
4. Paradigma Pragmatis
Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini
memusatkan perhatian pada tindakan. Dalam model komunikasi pragmatis
tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam
konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Fisher (1990) menjelaskan bahwa
perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil atau efek dari proses
komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri sama dengan
komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan berperilaku adalah sama-sama
komunikasi, sehingga berperilaku secara politik maka sama dengan tindakan
komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis sesungguhnya yang terjadi adalah
komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam komunikasi politik paradigma
pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik yang penting (Arifin, 2003).
Teori Model Komunikasi Politik
Berdasarkan
keempat
paradigma
komunikasi
politik
pada
teori
komunikasi politik juga terdapat empat teori dasar yang dapat digunakan dalam
komunikasi politik, yaitu (1) teori jarum Hipodermik atau teori peluru (2) Teori
khalayak kepala batu (The Obstinate Audience), (3) Teori empati dan teori
homofili, dan (4) Teori informasi dan teori nonverbal (Arifin, 2003).
1. Teori Jarum Hipodermik
Tiap individu ternyata sangat aktif dalam menyaring, menyeleksi dan
bahkan memiliki daya tangkal atau daya serap terhadap semua pengaruh yang
berasal dari luar dirinya. Meskipun demikian teori Hipodermik tidak sepenuhnya
runtuh, karena tetap dapat diaplikasikan atau digunakan untuk menciptakan
efektivitas dalam komunikasi politik (Arifin, 2003).
Hal ini tergantung kepada
sistem politik, sistem organisasi dan situasi, terutama dalam sistem politik otoriter
15
dengan bentuk kegiatan indoktrinisasi, perintah, instruksi, penugasan dan
pengarahan. Pada negara demokrasi model hipodermik atau teori peluru
dibangkitkan dengan berkembangnya agenda setting. Model ini dimulai dengan
asumsi, bahwa media massa menyaring berita, artikel dan tulisan yang disiarkan
dan memusatkan perhatian pada efek kognitif khalayak. Sedangkan teori jarum
hipordemik atau teori peluru memusatkan perhatian kepada efek afektif dan
behavioral (Rahkmat, 2007b).
2. Teori Khalayak Kepala Batu
Teori khalayak kepala batu dikembangkan oleh pakar psikologi, Raymond
Bauer (1964) dalam Arifin (2003). Komunikasi tidak lagi bersifat linear tetapi
merupakan transaksi. Media massa memang berpengaruh namun pengaruh
tersebut disaring, diseleksi dan diterima atau ditolak oleh penyaring konseptual
atau faktor personal. Teori khalayak kepala batu ini sangat penting, juga menjadi
kerangka acuan dalam melaksanakan peran komunikasi politik di negara
demokrasi. Itulah sebabnya di negara-negara demokrasi kegiatan public relation
politic tumbuh dan berkembang, sebaliknya kegiatan agitasi politik dan
propaganda politik ditolak (Arifin, 2003).
Komunikasi politik dalam model uses and gratification yang masuk dalam
komunikasi politik paradigma psikologis berlangsung secara internal dalam diri
individu, yang juga dikenal dengan nama komunikasi intrapersonal. Artinya,
komunikasi berjalan hanya pada satu orang. Berbeda dengan komunikasi politik
yang berjalan antara dua orang atau lebih yang dikenal dengan nama komunikasi
antar personal. Pada dasarnya proses berpikir dimulai dengan rangsangan
pesan politik dari luar yang diterima individu, kemudian diteruskan ke otak dan
timbullah pengamatan. Dari pengamatan kemudian lahirlah pemikiran politik,
yang biasa dikenal dengan ideologi politik atau filsafat politik.
3. Teori Empati dan Homofili
Teori empati dikembangkan oleh Berlo (1960); Larner (1978) dalam Arifin
(2003) sedangkan teori homofili diperkenalkan oleh Rogers dan Shoemaker
(1995). Secara sederhana dapat disebutkan bahwa empati adalah kemampuan
untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi orang lain. Berlo (1960)
memperkenalkan teori yang dikenal dengan nama influence theory of emphaty
(teori penurunan dari penempatan diri dalam diri orang lain) artinya komunikator
mengandaikan diri, bagaimana kalau ia berada pada posisi komunikan. Homofili
dapat digambarkan sebagai suasana dan kondisi kepribadian dan kondisi fisik
16
dua orang yang berinteraksi dengan lancar karena memiliki kebersamaan usia,
bahasa, pengetahuan, kepentingan, organisasi, partai, agama, suku, bangsa dan
pakaian.
Komunikasi politik model homofili dengan mudah dilihat pada politikus
atau kader partai di Indonesia, yaitu memiliki kostum yang seragam. Setiap
bentuk komunikasi politik harus dimulai dan mempertimbangkan harkat manusia.
Nimmo (2004) mengemukakan beberapa prinsip homopili dalam komunikasi dari
hasil risetnya yaitu; pertama, orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain,
lebih sering berkomunikasi dibanding dengan orang yang tidak memiliki
persamaan sifat dan pandangan. Kedua, komunikasi yang lebih efektif terjadi
apabila sumber dan penerima adalah homofili karena orang-orang yang mirip
cenderung menemukan makna sama dan diakui secara bersama. Ketiga,
homofili dan komunikasi saling memelihara karena makin banyak komunikasi di
antara mereka, makin cenderung dapat berbagi pandangan dan melanjutkan
komunikasi.
4. Teori Informasi dan Nonverbal
Sejumlah pakar ilmu komunikasi telah mengembangkan teori informasi
yang banyak digunakan dalam kegiatan komunikasi politik. Schramm dan Kincaid
(1977) merumuskan informasi adalah setiap hal yang membantu kita dalam
menyusun atau menukar pandangan tentang kehidupan. Informasi dapat
diartikan sebagai semua hal yang dapat dipakai dalam bertukar pengalaman.
Komunikasi politik nonverbal adalah merupakan tindakan dalam peristiwa
komunikasi politik yang dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh khalayak.
Titik berat studinya adalah perilaku politik atau tindakan politik dalam bentuk
ucapan dan bukan ucapan oleh seorang politikus atau kader partai dalam sebuah
peristiwa komunikasi politik (Arifin, 2003).
Peranan Komunikasi Politik
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) sesuai
dengan kedudukannya dalam menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2005).
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang
dalam masyarakat. Peranan komunikasi politik dimaksud dalam hal ini adalah
peranan yang dilakukan untuk terlibat dan ikut serta sehubungan dengan
pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi tidaklah menyebabkan
perubahan langsung melainkan di antara simbol-simbol dalam pesan dan
perbendaharaan simbol si penerima. Peran komunikasi politik tidak mutlak
17
membawa perubahan, namun demikian komunikasi politik bisa memegang
peranan kunci dalam melakukan perubahan. Pada tingkat organisasi berlaku
bahwa semakin kita dapat memahami konsep peranan, maka semakin kita dapat
memahami tepatnya keselarasan atau integrasi antara tujuan dan misi organisasi
(Thoha, 1993). Peran komunikasi politik unsur kelembagaan para pemangku
kepentingan perberasan didasari pada tujuan dan misi yang masing-masing
kelembagaan untuk membangun manajemen perberasan di Indonesia serta
bagaimana membawa aspirasi yang diinginkan para konstituennya.
Komunikasi politik memainkan peranan penting dalam proses pembuatan
undang-undang, peraturan, kebijakan ataupun bentuk ketentuan lainnya yang
memiliki dampak kepada khalayak. Dampak yang ditimbulkan bisa secara positif
dan bisa juga negatif tergantung penafsiran audiens/khalayak dalam melihat dan
merasakan konsekuensi dari keputusan politik. Peningkatan frekuensi peranan
komunikasi politik oleh rakyat merupakan indikator peningkatan demokrasi politik,
melalui terbukanya saluran komunikasi politik (Rauf, 1993).
Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan
meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2)
peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) peranan dapat juga dikatakan sebagai
perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Pada perkembangannya peranan komunikasi politik akan melahirkan
beberapa kebijakan seperti pelaksanaan harga pembelian pemerintah di tingkat
petani, melakukan impor pada waktu dan kondisi yang tepat, adanya subsidi
dalam
mendorong
peningkatan
pendapatan,
pengembangan
infrastruktur
perberasan guna mendorong produktivitas, pengembangan teknologi perberasan
guna peningkatan mutu dan kualitas serta strategi manajemen perberasan dalam
negeri. Peranan di sini termasuk juga posisi keterlibatan dalam membuat
peraturan, lobi-lobi politik, lobi-lobi ekonomi dan bisnis (pengaturan harga tarif,
harga pembelian, subsidi/nonsubsidi) aturan main pada pelaksanaan kebijakan
sistem perberasan di dalam negeri.
18
Faktor Situasional Politik Nasional
Secara umum perkembangan komunikasi politik dan pembangunan
menyeluruh merupakan masalah nasional yang harus dipecahkan oleh setiap
negara dengan kekuatannya sendiri. Keputusan pada pelaksanaan kebijakan
perberasan yang dilahirkan tidak lepas dari rangkaian proses politik yang terjadi
dimana kebijakan perberasan melibatkan beberapa institusi seperti organisasi
petani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikenal adanya lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di antara pelbagai bentuk kekuasaan politik ada
satu bentuk yang penting yaitu kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan
umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan
tujuan-tujuan pemegang kekuasaan. Untuk menggunakan kekuasaan politik yang
ada, harus ada penguasa, yaitu pelaku yang memegang kekuasaan. Agar
penggunaan kekuasaan pemerintah baik harus ada alat/sarana kekuasaan
(Budiharsono, 2003).
Kondisi demokrasi akan terukur melalui beberapa pendekatan faktor
situasional politik nasional dan peran komunikasi politik yang biasa dilakukan.
Persepsi politik, budaya komunikasi politik yang bergulir, saluran komunikasi
politik dan partisipasi politik yang dilakukan dalam mengkritisi konsekuensi dari
proses keputusan politik yang berlangsung. Berdasarkan sifatnya sistem politik
dapat di bagi dua, pertama sistem politik yang demokratis dan kedua sistem yang
otoriter (Suryadi, 1993). Kedua sistem politik ini akan mempengaruhi pola
situasional perpolitikan nasional, yakni pada sistem politik yang demokratis akan
terlihat pola komunikasi politik dari satu masyarakat, sehingga membentuk
partisipasi politik yang tergolong aktif. Pola kedua yakni sistem otoriter
menampilkan komunikasi politik dari satu kepada semua, dimana pembicaraan
politik lebih banyak ditemukan dalam media massa, yang didominasi oleh elite
politik (Nimmo, 2001).
Saluran Komunikasi Politik
Saluran komunikasi politik adalah alat serta sarana yang memudahkan
penyampaian pesan. Terdapat tiga saluran komunikasi politik. Pertama, satu
kepada banyak/komunikasi massa. Kedua, satu kepada satu/komunikasi
interpersonal. Ketiga, penggabungan satu kepada satu dan satu kepada
banyak/komunikasi organisasi (Nimmo, 2001).
19
Model interaksional merupakan salah satu model yang ideal dalam
menyalurkan aspirasi individu, kelompok maupun organisasi. Blumer dalam
Mulyana (2005) mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model ini.
Pertama manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap
lingkungan sosialnya (simbol verbal, simbol nonverbal, lingkungan fisik). Kedua,
makna itu berhubungan langsung dengan interaksi sosialnya. Ketiga, makna
diciptakan, dipertahankan dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan
individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Saluran komunikasi
yang dimanfaatkan organisasi petani bisa melalui komunikasi interpersonal,
saluran komunikasi formal organisasi dan memanfaatkan saluran komunikasi
massa dalam menyalurkan aspirasinya ke pengambil keputusan.
Organisasi petani sering dalam menyampaikan aspirasinya melalui
demonstrasi besar-besaran untuk menuntut kebijakan pemerintah yang berpihak
kepada petani. Demonstrasi di sini dianggap sebagai salah satu media yang
dapat dimanfaatkan petani dalam menyalurkan aspirasinya, di samping peran
komunikasi massa yang juga efektif dalam mensosialisasikan aspirasi petani.
Komunikasi politik mencakup bermacam-macam saluran komunikasi
yang dapat mempengaruhi kebijakan berwenang dan telah diterima oleh
masyarakat sebagai sarana yang umum di gunakan. Alat serta sarana yang
memudahkan
penyampaian
pesan
serta
mempengaruhi
cara
untuk
melaksanakan kebijakan tersebut meliputi media massa cetak dan elektronik.
Pesan-pesan politik disampaikan melalui cara-cara yang memiliki nilai politis,
sehingga pada kesempatan tertentu memiliki pengaruh dan nilai tawar dalam
struktur politik. Rauf (1993) mengatakan pesan-pesan politik yang disampaikan
harus
mempunyai
ciri
politik,
yaitu
berkaitan
dengan
kekuasaan
politik/pemerintahan komunikator dan komunikan terlibat di dalamnya dan
bertindak sebagai pelaku kegiatan politik.
Partisipasi Politik
Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan
intensitas partisipasi politik dalam kelompok kepentingan. Bentuk-bentuk dan
frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas
sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan
warga negara atau kelompok massa terhadap suatu kebijakan (Rahman, 2007).
Huntington (2004) memandang partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara
yang
bertindak
sebagai
pribadi-pribadi,
dengan
maksud
mempengaruhi
20
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau
kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau
dengan kekerasan, legal atau ilegal dan efektif atau tidak efektif. Partisipasi
politik rakyat menghasilkan masukan (input) yang memberikan petunjuk tentang
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga diharapkan kebijakan
politik yang dihasilkan dapat memenuhi sebagian besar kepentingan yang
diajukan rakyat (Rauf, 1993). Partisipasi politik akan menjadi pertimbangan pihak
kekuasaan dalam merumuskan kebijakan.
Partisipasi merupakan suatu tingkat derajat keterlibatan seseorang dalam
suatu tingkat aktivitas di lingkungan masyarakat. Partisipasi sendiri diartikan
suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu
proses kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu (Soekanto, 2005). Dengan
demikian partisipasi politik adalah tingkat derajad keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan politik.
Kekuasaan politik biasanya terbentuk dari hubungan dalam arti ada satu
pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the rules and the ruled).
Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi dari yang lain dan
selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Setiap manusia pasti
merupakan subyek dan obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang presiden
membuat undang-undang (subyek dari kekuasaan), tetapi di samping itu ia
tunduk pula pada undang-undang yang sama (obyek dari kekuasaan). Partisipasi
politik muncul dan berhadapan dengan pengambil kebijakan dengan sikap
kritisme. Partisipasi politik tinggi ketika ada momen yang menarik perhatian untuk
terlibat atau mendukung atau menolak suatu kebijakan oleh penguasa.
Persepsi Politik
Menurut
KBBI
(1995),
persepsi
didefinisikan
sebagai
tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Rakhmat (2007b) mengartikan
persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional.
Komunikasi politik dalam perspektif paradigma psikologis adalah persepsi
politik, citra diri khalayak politik, penolakan konsep politik, motif yang
menggerakkan unjuk rasa dan pemberontakan, dan perubahan pola pikir (Arifin,
2003). Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang
21
menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat
melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan
keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik
yang dihadapinya.
Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita
serap dan apa makna yang kita berikan dalam kesadaran (Devito, 1997).
Persepsi yang terbangun selama ini adalah adanya ketidakadilan pada nasib
petani padi di dalam negeri. Petani padi sering menjadi sasaran ketidakadilan
dari buah suatu kebijakan. Gitosudarmo dan Sudita (1997) mengemukakan
persepsi adalah suatu proses memperhatikan, menyeleksi dan menafsirkan
stimulus lingkungan, dimana proses tersebut terjadi karena interpretasi seorang
berdasarkan
pengalaman
yang
dialami
maupun
stimulus
yang
datang
kepadanya.
Perilaku Komunikasi Politik
Perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik
personal yang dimilikinya. Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa
karakteristik personal akan mempengaruhi persepsi sesorang dimana persepsi
akan mempengaruhi perilakunya.
Menurut penelitian Jauhari (2004) peranan komunikasi politik dalam
proses legislasi menyebutkan di masa orde baru, perilaku komunikasi politik
anggota dewan lebih banyak dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh
kepentingan yang dikehendaki eksekutif (pemerintah saat itu). Anggota DPR
yang banyak bertanya, serba tahu, menggugat persoalan suatu kebijakan serta
kritis dan korektif terhadap eksekutif, justru tidak disukai pimpinan fraksi maupun
partai yang bersangkutan.
Perilaku yang dilihat pada penelitian ini adalah menyangkut perilaku yang
diakibatkan sebagai efek dari pemberitaan media massa terhadap tingkat
perubahan perilaku dan pengaruh opini publik yang mempengaruhi persepsi dan
perilaku pemangku kepentingan. Suciawati (1997) membagi tujuan kognisi dalam
kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
Dalam penelitian ini akan melihat bagaimana perilaku dan tindakan politik
responden
berdasarkan
mempengaruhi
kekuatan
perilakunya
kebijakan perberasan.
dalam
dan
sumber
peranan
informasi
komunikasi
media
massa
politiknya
terkait
22
Keterdedahan pada Media Massa
Keterdedahan terhadap media massa adalah mendengarkan, melihat
membaca, atau secara lebih umum mengalami dan dengan sedikitnya ada
perhatian minimal pada pesan media (Rakhmat, 2007b). Rogers (2003)
menjelaskan tiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak
dikotomikan sebagai sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat
kabar dalam seminggu) dan tidak terdedah. Peran media massa dalam
komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu dalam seluruh proses
politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, pada
umumnya media massa mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalahmasalah politik (Rush dan Althoff, 2003). Melalui media massa perannya dalam
politik sangat penting bagi pemangku kepentingan perberasan terutama terkait
dengan informasi perkembangan pelaksanaan kebijakan perberasan.
Surat
kabar, radio dan televisi pada umumnya memberikan banyak informasi kepada
para pemakainya khususnya ke para pemangku kepentingan dalam merespons
pelaksanaan kebijakan perberasan.
Suatu komunikasi publik berhasil apabila publik sasaran terdedah oleh
aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh media massa. Keterdedahan dipakai
sebagai padanan kata media exposure yang umum dipakai dalam penelitian
media massa. Keterdedahan terkait dengan aktivitas pencarian informasi berupa
aktivitas mendegarkan, melihat, membaca atau secara umum mengalami,
dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media.
Keterdedahan seseorang terhadap media massa mempunyai korelasi
yang sangat tinggi antara satu dengan lainnya, sehingga dapat dibuat suatu
indeks keterdedahan pada media massa (Rogers, 2003). Tubbs dan Moss,
(1996) menjelaskan khalayak menerima pesan secara langsung dari sumber
suatu medium tertentu dan jika suntikan tersebut cukup kuat maka akibat yang di
timbulkan pada khalayak penerima ialah bentuk terpengaruh untuk bertindak
menurut isi pesan yang dikomunikasikan. Pandangan serupa ini sering
dikemukakan sebagai ” Model Jarum Hypodermis” (Rogers, 2003).
Gonzales dalam Jahi (1988) membagi efek komunikasi ke dalam tiga
dimensi, yaitu efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan
kesadaran belajar dan tambahan pemahaman individu terhadap sesuatu. Efek
afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap individu. Sedangkan
efek konatif berhubungan dengan tindakan dan niat individu untuk melakukan
23
sesuatu. Efek komunikasi ini juga erat terkait dengan tingkat keterdedahan
terhadap informasi yang diterima dari media massa oleh khalayak.
Rakhmat (2007b) menjelaskan bahwa seseorang akan mendengar dan
membaca apa yang diinginkannya serta menolak apa yang tidak dikehendakinya.
Bentuk keterdedahan terhadap media diduga berperan dalam mendapatkan
informasi tentang kebijakan perberasan para pemangku kepentingan perberasan,
sehingga informasi dari media massa juga mempengaruhi persepsi dan sikap
politik pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan.
Opini Publik
Opini publik adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu
masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan
tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbedabeda (Santoso, 2004). Pengertian yang lain tentang opini yaitu pendapat, pikiran
atau pendirian. Opini adalah pendapat terlepas secara teknis dari berita. Opini
publik adalah pandangan orang banyak yang tidak terorganisir, tersebar dimanamana, karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak
dapat bergerak serentak dan bersatu padu menyikapi.
Opini atau pendapat bisa berbentuk komentar, tulisan artikel, rubrik tanya
jawab dalam media cetak dan wawancara khusus mengenai sebuah berita dari
narasumber. Mengingat komunikasi politik di masing-masing lembaga memiliki
fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif, dimana komunikasi yang
efektif merupakan sebuah proses yang dapat merubah pendapat, sikap dan
tindakan. Maka keputusan organisasi dan tingkat keefektivan komunikasi politik
menjadi indikator tingkat pemahaman dan sikap masing-masing terhadap
keputusan dan sikap politik terkait pelaksanaan kebijakan perberasan.
Sikap Politik
Sikap adalah kecenderungan untuk memberi respons terhadap suatu
masalah atau suatu situasi tertentu. Sikap dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan perbuatan yang berdasar pada pendirian atau pendapat atau
keyakinan. Dalam kebijakan perberasan sikap politik pemangku kepentingan
merupakan sikap politik individu dan hasil keputusan lembaga masing-masing
dalam bentuk sikap terhadap suatu kebijakan politis. Sikap politik mempertegas
posisi masing-masing individu/lembaga terhadap suatu hal yang diputuskan
melalui mekanisme politik atau pengambil kebijakan. Komunikasi politik juga
24
berperan dalam mekanisme adanya saling memberi masukan dan keputusan
menerima, netral/abstain serta menolak jika hal tersebut bertentangan satu sama
lain. Sehingga pada keputusan akhir melahirkan sikap politik seperti menerima,
abstain (tidak menerima/menolak) dan menolak.
Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik,
1999). Aktivitas politik bisa bergerak dari ketidakterlibatan memberikan suara
(abstain) sampai dengan menduduki berbagai jabatan sistem politik. Aktivitas
komunikasi politik juga melahirkan sikap politik apakah menerima, abstain dan
menolak hal itu yang lumrah dalam proses-proses politik yang berlangsung di
dalam sistem politik demokrasi.
Sikap politik lahir tidak lepas dari efek komunikasi yang ditimbulkan
seperti melalui media massa. Dimana media massa juga cukup mempengaruhi
opini yang berkembang seputar kebijakan impor beras pemerintah sehingga
dalam opini publik hal ini cepat menyebar dan mendapat respons yang beragam.
Sejauh mana perilaku komunikasi seseorang berpengaruh juga pada sikap politik
yang dihasilkan individu dan hal ini juga bisa menjadi cerminan lembaga/institusi
politik masing-masing.
Menurut Vardiansyah (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang
ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat
dibedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku
(konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang penting
untuk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Dalam komunikasi politik
orientasi orang untuk bertindak dan bersikap terdiri dari dua elemen dasar, yaitu
orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional menunjuk pada
keyakinan
individu
yang
bertindak
untuk
membesarkan
kepuasan
dan
mengurangi kekecewaan. Orientasi nilai menunjuk pada standar-standar normatif
yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas
sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang
berbeda. Orientasi motivasional terdiri dari dimensi kognitif, afektif dan evaluatif.
25
Pemangku Kepentingan Perberasan
Pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia merupakan bagian dari
kontribusi beberapa pemangku kepentingan perberasan di tingkat pusat.
Kebijakan perberasan selama ini tidak lepas dari rangkaian proses negosiasi
politik, ekonomi dan sosial. Proses keputusan menjadi kebijakan dan bentuk
implementasinya. Kebijakan perberasan melibatkan institusi/lembaga seperti
organisasi tani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR.
Satu sama lain memiliki fungsi dan tugas berbeda, namun memiliki tujuan untuk
membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri.
Faktor situasional politik nasional, sistem pemerintahan dan perpolitikan
di Indonesia diduga berpengaruh terhadap beragamnya sikap dan persepsi
politik yang terjadi ketika pelaksanaan kebijakan perberasan bergulir. Adanya
surplus produksi beras dan murahnya harga beras di pasaran internasional serta
kuatnya tekanan liberalisasi perdagangan beras global berpengaruh pada kondisi
manajemen perberasan dalam negeri.
Pada prakteknya semua pemangku kepentingan perberasan masuk
dalam wilayah mempengaruhi pengambilan keputusan dan implementasi.
Sehingga pada wilayah kepentingan
komunikasi politik semuanya berusaha
dalam menyalurkan aspirasi dan masukannya. Pada kondisi tertentu komunikasi
politik tidak begitu terbangun pada semua level. Ada hambatan komunikasi
politik, kuatnya lobi-lobi politik pihak tertentu yang berkepentingan terhadap
kelompoknya. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama di dalam
negeri meliputi; (1) organisai tani, (2) pengusaha beras, (3) pihak pemerintah dan
(4) komisi IV DPR.
1. Organisasi Tani
Organisasi petani merupakan organisasi sosial kemasyarakatan petani di
Indonesia yang secara ideologi cenderung bergerak melalui saluran dan
partisipasi politik. Pengurus organisasi petani adalah personal-personal yang
menjadi penanggung jawab kepengurusan organisasi petani selama periode
tertentu. Kelahiran organisasi petani berangkat dari tuntutan adanya sikap politik
keberpihakan terhadap kepentingan petani. Hal ini juga dibarengi dengan tingkat
kompleksitas masalah yang dialami oleh petani sebagai dampak dari liberalisasi
sektor pertanian dan adanya kebijakan negara yang tidak berpihak pada petani.
26
Aspek ekonomi, sosial dan politik erat mempengaruhi tumbuhnya
organisasi petani baik di tingkat nasional maupun tingkat lokal. Penelitian
Purwandari (2006) dengan judul tesis Perlawanan Tersamar Organisasi Petani,
menyebutkan dalam beberapa hal tumbuhnya organisasi petani tidak lepas dari
tujuan petani dalam mencapai kemandirian atas tiga aspek yaitu ekonomi, sosial
dan politik.
Keterlibatan organisasi tani pada pembuatan, pengawasan implementasi
pada setiap kebijakan merupakan bagian dari proses komunikasi politik baik ke
luar maupun ke dalam organisasi tani sekaligus hal tersebut merupakan fungsi
dan tugas organisasi tani. Komunikasi politik merupakan alat administrasi,
manajemen pengorganisasian dan tujuan organisasi tani dalam berkontribusi
pada kebijakan yang berkaitan dengan perberasan di Indonesia.
2. Pemerintah
Pemerintah merupakan aktor utama pada pelaksanaan kebijakan
perberasan sekaligus bertanggung jawab dalam manajemen perberasan di
dalam negeri. Unsur utama pemerintah yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan beras adalah Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan
Perum Bulog yang masing-masing memiliki fungsi dan otoritas dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan.
Departemen Pertanian bertangung jawab dalam pelaksanaan kebijakan
produksi, peningkatan produktivitas, pengelolaan lahan dan irigasi, pengolahan
dan pemasaran hasil, pengembangan sumberdaya manusia (penyuluhan,
pendidikan, dan latihan), penelitian dan pegembangan ketahanan pangan.
Departemen Perdagangan bertangung jawab dalam pelaksanaan kebijakan
pengembangan sistem distribusi di dalam negeri, bea masuk, proteksi, tataniaga
dan pengembangan ekspor. Perum Bulog bertangung jawab melaksanakan
pengadaan beras terutama yang berasal dari produksi dalam negeri, melakukan
pengamanan harga, pengelolaan cadangan pemerintah dan distribusi beras
kepada masyarakat miskin( DKP, 2006).
Ketika terjadi swasembada beras tahun 1984, timbul kesan pangan bukan
lagi menjadi masalah, tugas pemerintah hanya mempertahankan swasembada
beras dan meningkatkan produksi komoditi nonberas. Namun pada beberapa
tahun terakhir pemerintah melakukan impor untuk mengisi stok beras nasional
yang terus terkuras. Monopoli impor beras pun dikembalikan lagi kepada Bulog,
hal ini juga seiring dengan status Bulog yang menjadi Perum (Sawit, 2006).
27
3. Asosiasi Pengusaha Beras
Pengusaha beras adalah para pengusaha yang terkait langsung dengan
bisnis beras di dalam negeri. Pengusaha beras memainkan peranan penting
dalam melakukan transaksi penerimaan beras baik dari dalam negeri maupun
impor. Pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia terdapat di daerah
Cipinang Jakarta. Asosiasi atau organisasi pengusaha beras terbesarPeran
pengusaha untuk melakukan impor diduga cukup besar, hal ini dikarenakan
harga beras impor lebih murah dibanding dengan harga beras dalam negeri.
Pedagang beras besar merasa diuntungkan jika hal ini melalui mekanisme impor
sehingga kepentingan untuk mendapatkan untung lebih besar tercapai.
Peran pengusaha beras adalah bermain di tingkat harga dan lobi-lobi
politik. Harga beras saat ini di pasar internasional lebih murah dibanding dengan
harga dalam negeri, sehingga marak penyelundupan. Selama ini hampir tidak
mungkin pemerintah mampu mengendalikan harga dalam negeri dan mencegah
spekulasi harga, apabila pemerintah tidak memiliki instrumen impor atau ekspor
beras (Sawit, 2006).
Dalam konteks dunia politik peran pengusaha sangat berpengaruh dalam
melakukan lobi-lobi politik untuk melakukan impor beras. Beberapa pengusaha
juga bisa sekaligus berprofesi sebagai politikus sehingga dalam beberapa
kebijakan terkadang lebih banyak yang berpihak kepada pengusaha dibanding
ke petani padi. Manajemen perberasan yang tidak baik dimanfaatkan pengusaha
untuk mengambil keuntungan sehingga yang menjadi korban adalah para petani
padi, karena akses untuk melakukan komunikasi politik dengan pemerintah sulit
dibanding para pengusaha.
4. Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan
Perwakilan
Rakyat
memiliki
kepentingan
dalam
menjalin
komunikasi politik dengan semua lembaga yang terkait pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Peran komunikasi politik DPR memiliki dampak politis
pada keputusan kebijakan dan implementasi kebijakan sektor pertanian. Sikap
politik DPR selalu menjadi penentu pada beberapa implementasi kebijakan
perberasan.
Lembaga DPR memiliki alat kelengkapan yang membidangi masalah
pertanian dan pangan, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan kelautan,
Bulog dan Dewan Maritim Nasional yaitu komisi IV DPR. Memiliki tiga fungsi
yaitu anggaran, kontrol dan legislasi, hal ini menegaskan bahwa kewenangan
28
komisi IV DPR penting dalam pembuatan kebijakan sektor pertanian berupa
undang-undang untuk dilaksanakan pemerintah. Dengan kewenangan fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi kontrol diharapkan mampu menyampaikan
aspirasi keinginan petani di Indonesia. Komitmen komisi IV DPR, untuk berpihak
pada dunia pertanian diharapkan menjadi pertimbangan pada pelaksanaan
kebijakan perberasan.
Kebijakan Perberasan Nasional
Mustopadidjaja (1992) mendefinisikan bahwa kebijakan publik merupakan
suatu keputusan untuk mengatasi masalah tertentu, kegiatan tertentu atau untuk
mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang secara
formal dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan
Budiharsono (2003) mengemukakan kebijakan adalah kumpulan keputusan yang
dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun
masyarakat yang ingin dicapai bersama. Kebijakan perberasan merupakan
produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan sasaran semua warga
negara.
Pemerintah telah mengeluarkan pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional, meliputi: (1) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP); (2)
mekanisme melakukan impor atau penerapan tarif impor dan larangan impor
pada saat panen raya; (3) subsidi benih dan pupuk; (4) pengembangan teknologi
beras; dan (5) penyediaan infrastruktur pendukung (Deptan, 2004).
Beras memiliki peranan yang cukup besar baik masa lalu, masa kini dan
masa mendatang yang antara lain tercermin dari sumbangannya terhadap
Product Domestic Bruto (PDB) terbesar dibanding komoditas lainnya dan juga
terhadap penyediaan lapangan kerja dan usaha. Kontribusi PDB padi tahun 2003
mencapai 66 persen dari total PDB subsektor tanaman pangan. Di samping itu
usahatani padi menjadi lapangan pekerjaan bagi lebih dari 21 juta rumah tangga
(Deptan, 2004).
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif
korelasional. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei
adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai
alat pengumpulan
data
yang
pokok.
Kerlinger
(2004)
mengemukakan desain penelitian korelasional bukanlah untuk mengetahui hal-hal
khusus tertentu melainkan mengetahui hubungan atau relasi antara fenomenafenomena. Metode survei digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta yang faktual,
baik tentang sosial, ekonomi dan politik dari kelompok pemangku kepentingan
perberasan pada sejumlah sampel yang dipilih.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di kantor pusat Jakarta. Pemilihan lokasi
ditentukan
secara
sengaja
(purposive)
dengan
mempertimbangkan
bahwa
perumusan dan pusat aktivitas pengambilan keputusan dan kebijakan perberasan
terpusat di Jakarta, sekaligus domisili para pemangku kepentingan berdomisili di
Jakarta. Penelitian ini dilakukan bulan Mei sampai Desember 2007.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah para pemangku kepentingan perberasan, pernah
terlibat dalam perumusan kebijakan perberasan, berperan dalam mempengaruhi
kebijakan perberasan dan memiliki fokus perhatian pada pelaksanaan kebijakan
perberasan nasional serta memiliki konsentrasi terhadap pelaksanaan kebijakan
perberasan minimal satu tahun terakhir di masing-masing lembaga dimaksud.
Berdasarkan kriteria tersebut hasil prasurvei diketahui populasi penelitian ini di
fokuskan pada unsur pemangku kepentingan perberasan yang utama. Populasi
penelitian dimaksud adalah para pemangku kepentingan yang terdiri dari organisasi
tani, pemerintah, pengusaha beras dan anggota DPR.
Organisasi tani terdiri dari unsur pengurus pusat organisasi tani yang
memiliki kewenangan dan punya konsentrasi terhadap kebijakan perberasan.
Pengusaha beras diambil dari organisasi pengusaha beras yang berhimpun dalam
organisasi pengusaha beras dan memiliki kesesuaian kelayakan yang terdapat
30
dalam karakteristik responden serta memenuhi syarat pada ketentuan purposif
sampling. Untuk unsur pemerintah populasi amatan penelitian adalah para
pengambil kebijakan perberasan yang terdiri dari para dirjen/deputi dan direktur
(setara eselon I dan II). Untuk kalangan DPR populasi yang diambil adalah para
anggota komisi IV DPR yang membidangi pertanian.
Adapun distribusi populasi penelitian dapat menggambarkan sifat populasi
yang bersangkutan. Menggunakan teknik purposif sampling mencakup orang-orang
yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian.
Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut
tidak dijadikan sampel (Bungin, 2006).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini bersifat tidak acak, dimana sampel
dipilih berdasarkan purposif sampling dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Purposif sampling pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu
yang dianggap mempunyai sangkut pautnya dengan karakteristik populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Ruslan, 2004). Biasanya teknik purposif sampling
dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk
tujuan representatif yang dapat digeneralisasikan (Kriyantono, 2006).
Pemilihan responden didasarkan pada penilaian dan prasyarat karakteristik
yang dianggap mempunyai hubungan dengan populasi dan sesuai dengan
responden yang dimaksud dalam penelitian (Kriyantono, 2006). Jumlah sampel
dalam penelitian diambil sebanyak 60 orang responden dari unsur populasi
penelitian/pemangku kepentingan perberasan utama di dalam negeri, masingmasing 15 reponden dari tiap unsur populasi penelitian.
Tabel 1. Jumlah sampel penelitian pemangku kepentingan perberasan
No.
Unsur Pemangku Kepentingan Perberasan
Jumlah Sampel
(Orang)
1.
Organisasi Petani
15
2.
Pengusaha Beras
15
3.
Kalangan Pemerintah
15
4.
Kalangan Legislatif
15
Total
60
31
Rahkmat (2007a) menjelaskan purposif sampling, yaitu memilih orang-orang
tertentu karena dianggap berdasarkan penilaian tertentu, mewakili statistik, tingkat
signifikansi dan prosedur pengujian hipotesis. Menggunakan teknik purposif
sampling berarti mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria
tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Selanjutnya penentuan sampel dilakukan
berdasarkan keterwakilan masing-masing kelembagaan, memilih orang-orang
tertentu karena dianggap sesuai berdasarkan penilaian dan kewenangan otoritas
kebijakan yang dimiliki dalam peran komunikasi politik.
Penentuan sampel berdasarkan pendapat Arikunto (2002) yang menyatakan
bila subyek kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya agar menjadi penelitian
populasi. Selanjutnya, jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10 – 15%,
atau 20 – 25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya, dari (a) kemampuan peneliti
dilihat dari waktu, tenaga dan dana; (b) sempit luasnya wilayah pengamatan dari
setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data; (c) besar kecilnya
resiko yang ditanggung oleh peneliti. Sedangkan menurut Gay dan Diehl dalam
Ruslan (2004), ukuran sampel minimum penelitian deskriptif, yaitu sekurangkurangnya 10% dari populasi dan penelitian korelasi sekitar 30 subyek sebagai
obyek penelitian.
Teknik Pengambilan Data
Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Selain itu
peneliti juga melakukan observasi lapangan dan memanfaatkan data-data tertulis
lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian, termasuk hasil-hasil penelitian
terdahulu. Pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu :
1. Survei pendahuluan, yakni tahap awal dengan melakukan pengamatan dan
penelitian pendahuluan guna mengumpulkan data-data yang berguna untuk
memperkuat permasalahan yang terjadi sehingga peneliti yakin penelitian ini
perlu dan dapat dilaksanakan.
2. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil
wawancara. Data primer penelitian di peroleh secara langsung dari responden
melalui suatu pedoman pertanyaan baik dilakukan secara wawancara atau
32
pengisian secara terinci berupa pertanyaan yang sudah terstruktur yang bisa
meliputi semua peubah (Arikunto, 2002).
3. Pengumpulan data sekunder, yaitu data-data pendukung yang berkaitan dengan
penelitian. Untuk memperoleh data sekunder, dilakukan telaah dokumen dan
pustaka dari berbagai sumber, serta data statistik dari lembaga berkompeten.
Untuk mendapatkan informasi dan pendapat para pejabat pemerintahan
dibutuhkan waktu selama satu bulan. Departemen dan lembaga pemerintah yang
diambil sebagai responden meliputi dari Departemen Pertanian, Departemen
Perdagangan dan Perum Bulog.
Sebanyak 15 (lima belas) orang responden di
ambil dari tiga lembaga tersebut masing-masing lima responden yang dianggap
representatif mewakili dan sesuai dengan subyek kriteria serta tujuan penelitian.
Pengurus pusat organisasi petani yang menjadi responden dalam penelitian
berjumlah 15 (lima belas) orang. Responden tersebut merupakan pengurus inti di
pusat dalam organisasi pertanian yang menjadi subyek penelitian. Para pengurus
tersebut merupakan orang-orang yang dianggap mewakili sekaligus memahami apa
yang menjadi topik penelitian. Untuk mendapatkan pengusaha beras 15 (lima belas)
orang
sebagai
responden
dilakukan
selama
3
minggu
pengamatan
dan
penyeleksian, dengan harapan dari beberapa pengusaha beras yang ditemui
merupakan orang yang tepat berdasarkan kriteria yang diharapkan peneliti.
Penelusuran data dari DPR sebanyak 15 responden di peroleh melalui wawancara
langsung di mana sebelumnya membuat janji terlebih dahulu. Kebanyakan
responden bersedia diminta pendapatnya di kantor komisi IV DPR.
Instrumentasi Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner sebagai alat bantu
dalam kegiatan mengumpulkan data dan hal ini diharapkan dapat sistematis dan
mudah. Kuesioner terdiri dari empat bagian, bagian pertama menggambarkan
karakteristik personal yang meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman menjabat
dan pendapatan. Bagian kedua menggambarkan karakteristik situasional yang
meliputi: saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik. Bagian
ketiga menggambarkan perilaku komunikasi politik yang meliputi: keterdedahan
pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik. Bagian keempat
yaitu peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan
33
perberasan yang meliputi: harga pembelian pemerintah (HPP), melakukan impor
beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi perberasan dan
penyediaan infrastruktur perberasan.
Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini bertujuan untuk memudahkan
penginterpretasian data. Definisi operasional yang digunakan adalah sebagai
berikut.
A. Karakteristik Personal
Karakteristik personal yaitu ciri-ciri yang melekat pada diri responden pada
saat dilakukan penelitian, pengumpulan data karakteristik personal meliputi:
1. Umur adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan dihitung dengan
satuan tahun yang dibulatkan ke tanggal ulang tahun terdekat, yang diukur
menggunakan skala rasio dan dikategorikan menjadi tiga, yaitu usia muda,
dewasa dan tua.
2. Pendidikan formal adalah tingkat belajar formal yang terakhir ditempuh
responden. Indikatornya status pendidikan formal yang pernah diikuti responden,
diukur menggunakan skala nominal dan dikategori menjadi rendah (tamat
SLTA), sedang (tamat Diploma) dan tinggi (tamat Sarjana).
3. Pengalaman menjabat adalah lamanya menjabat posisi/periode sekarang dalam
ukuran satuan tahun pada posisi jabatan saat ini sewaktu penelitian dilakukan di
organisasi tani, organisasi pengusaha beras, pemerintah dan menjadi anggota
DPR. Indikatornya yaitu lama menjabat atau menjadi pengurus/jabatan pada
posisi/periode
sekarang,
diukur
menggunakan
skala
ordinal
dengan
pengkategorian ke dalam baru (1-<3tahun), cukup (3-4 tahun) dan lama (>4
tahun).
4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan tetap responden dalam satu bulan
terakhir saat penelitian dilakukan, diukur menggunakan skala ordinal dengan
pengkategorian ke dalam tiga kategori yakni menengah, tinggi dan sangat tinggi.
B. Karakteristik Situasional
Aspek situasional yaitu kondisi sosial dan politik yang ada dan sesuai dengan
kebiasaan
politik
dan
realitas
sosial
yang
terkait
dengan
perkembangan
pelaksanaan kebijakan perberasan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hal ini
34
juga didasarkan pada keadaan yang mempengaruhi berlangsungnya peran-peran
komunikasi politik pada sistem perpolitikan Indonesia saat ini, yang diukur
menggunakan skala ordinal dengan skala Likert. Aspek situasional yang dimaksud
dalam penelitian ini meliputi hal berikut.
1. Saluran komunikasi politik adalah sejauh mana saluran komunikasi politik yang
tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam pelaksanaan kebijakan
perberasan selama ini. Saluran komunikasi politik diukur menggunakan skala
ordinal (berskala Likert) dengan kategori yaitu : (5) sangat setuju, (4) setuju, (3)
ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju.
2. Partisipasi politik adalah bentuk keperdulian dan tingkat responsif secara politik
terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Partisipasi politik diukur dengan
menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori yaitu : (5) sangat
setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju.
3. Persepsi politik adalah tanggapan, pendapat atau bentuk respons terhadap
kebijakan politik pelaksanaan kebijakan perberasan pada saat penelitian di
lakukan. Persepsi politik pemangku kepentingan diukur menggunakan skala
ordinal (berskala Likert) dengan kategori yaitu : (5) sangat setuju, (4) setuju, (3)
ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju.
C. Perilaku Komunikasi Politik
Perilaku komunikasi politik yaitu bentuk tindakan responden terkait dengan
peranan komunikasi politiknya terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan. Perilaku
komunikasi politik bisa juga diartikan sebagai pendapat, sikap dan tindakan
seseorang dalam menerima, menafsirkan dan menyampaikan kembali pesan yang
diterima. Perilaku komunikasi yang dimaksud meliputi hal berikut.
1. Keterdedahan pada media massa yaitu kecenderungan memanfaatkan media,
baik cetak maupun elektronik sebagai sumber informasi dan ada ketergantungan
pada isi pesan media massa tersebut seperti kecenderungan menonton televisi,
mendengarkan radio dan membaca surat kabar dalam upaya memperoleh
informasi pelaksanaan kebijakan perberasan. Keterdedahan pada media massa
diukur dengan menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5)
sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat sangat tidak
setuju.
35
2. Respons terhadap opini publik adalah bentuk respons dan tindakan pemangku
kepentingan terhadap opini yang berkembang di media massa terkait kebijakan
perberasan.
Respons
terhadap
opini
publik
di
media
massa
diukur
menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5) sangat setuju,
(4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju.
3. Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik,
1999). Sikap politik adalah keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perilaku
komunikasi politik pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan
perberasan. Sikap politik responden pada pelaksanaan kebijakan perberasan
diukur menggunakan skala ordinal (berskala Likert) dengan kategori (5) sangat
setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2) tidak setuju, (1) sangat tidak setuju.
D. Peranan Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) sesuai dengan
kedudukannya dalam menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2005). Peranan
meliputi fungsi, kedudukan dan respons yang dihubungkan dengan posisi seseorang
dalam masyarakat. Peranan komunikasi politik dimaksud dalam hal ini adalah
peranan yang dilakukan untuk terlibat dan ikut serta sehubungan dengan
pelaksanaan kebijakan perberasan yang diukur menggunakan skala ordinal
(berskala Likert) dengan kategori (5) sangat setuju, (4) setuju, (3) ragu-ragu, (2)
tidak setuju, (1) sangat tidak setuju. Secara spesifik peran komunikasi politik yang
dimaksud terdiri dari respons peranan komunikasi politik pemangku kepentingan
pada pelaksanaan kebijakan perberasan khususnya pada hal berikut ini:
1. Harga pembelian pemerintah (HPP) adalah penentuan dan penetapan kebijakan
harga pembelian pemerintah (Bulog) terhadap beras/gabah petani.
2. Melakukan/mekanisme impor beras adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah
untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri dengan mendatangkan beras
dari luar negeri.
3. Subsidi benih dan pupuk adalah kebijakan perberasan yang dilakukan dengan
melakukan subsidi pada benih dan pupuk petani padi.
4. Pengembangan teknologi adalah kebijakan perberasan yang dilakukan terkait
dengan pengembangan teknologi perberasan/penunjang produksi padi dimana
kondisi sekarang sudah tidak efisien produktivitasnya.
36
5. Penyediaan infrastruktur perberasan adalah kebijakan perberasan yang
berkaitan dengan penyediaan infrastruktur yang mendukung produksi padi di
dalam negeri.
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Validitas atau tingkat ketepatan adalah tingkat kemampuan instrumen
penelitian mengungkapkan data sesuai dengan masalah yang hendak diungkapkan.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Untuk memperoleh validitas instrumen diusahakan
dengan cara; (a) menyesuaikan daftar pertanyaan dengan judul penelitian; (b)
memperhatikan saran-saran para ahli dan (c) teori-teori dalam pustaka.
Instrumen dapat dikatakan valid apabila: (a) mampu mengukur apa yang
diinginkan, (b) dapat mengungkap data dari peubah yang diteliti secara tepat, dan
(c) dapat menggambarkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang
dari gambaran tentang peubah yang dimaksud (Arikunto, 2002; Kerlinger, 2004).
Menguji validitas alat pengukur dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mencari definisi dan rumusan konsep yang dikemukakan para ahli yang
tertulis di dalam literatur.
2. Menyesuaikan dengan instrumen yang telah dipakai para peneliti lain untuk
mendapat data yang sama.
3. Mendiskusikan konsep tersebut dengan para ahli dan dosen pembimbing.
4. Menyusun kuesioner dengan mempertimbangkan kondisi responden dan
melakukan
studi
banding
pada
penelitian
yang
pernah
dilakukan
(Singarimbun dan Effendi, 2006). .
Agar
kuesioner
mempunyai
tingkat
validitas
tinggi,
maka
daftar
pertanyaan disusun dengan cara: a) mendefinisikan secara operasional konsep
yang diukur, b) melakukan ujicoba skala pengukuran tersebut pada sejumlah
responden, c) mempersiapkan tabulasi jawaban, d) menghitung korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik
korelasi “product moment” Spearman Brown.
37
Uji kuesioner dilakukan terhadap mahasiswa IPB sebanyak 15 responden
yang aktif di organisasi kemahasiswaan. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai
koefisien validitas “product moment” sebesar 0,6349. Karena nilai tersebut lebih
besar dari nilai koefisien validitas tabel dengan taraf α 5 %, maka kuesioner
penelitian dinyatakan valid.
Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui sejauh mana
instrumen tersebut konsisten atau hasil pengukurannya relatif tidak berbeda bila
digunakan untuk mengukur aspek yang sama. Maksud reliabilitas suatu tes
mengacu kepada kemantapan, konsistensi, ketepatan dan akurasi suatu tes
(Kerlinger, 2004). Reliabilitas atau tingkat keajekan instrumen adalah indeks
yang menunjukkan sejauhmana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan
(Singarimbun dan Effendi, 2006).
Pengujian Reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana kuesioner
yang digunakan dapat dipercaya atau dapat memberikan perolehan hasil penelitian
yang konsisten apabila alat ukur ini digunakan kembali dalam pengukuran gejala
yang sama. Metode yang digunakan dalam pengujian reliabilitas ini adalah dengan
menggunakan metode alpha cronbach berikut :
ri =
k
k-1
1 – Σ S 2i
St
= Nilai koefisien reliabilitas alpha cronbach
Keterangan : ri
Σ S 2i = Jumlah ragam skor tiap-tiap item
St
= Ragam total
k
= Jumlah item
Pada kuesioner yang diujicobakan terhadap 15 mahasiswa IPB yang aktif di
organisasi kemahasiswaan didapat nilai koefisien Reliabilitas Cronchbach Alpha
untuk karakteristik personal = 0,6095; karaktersitik situasional = 0,6674; perilaku
komunikasi = 0,6737 dan peran komunikasi politik = 0,5909. Bila dibandingkan daya
nilai r-tabel (α = 5%, db = 13) yang sebesar 0,3893, maka butir-butir pernyataan di
keempat bagian dari kuesioner dinyatakan reliabel.
38
Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan analisis kuantitatif, menggunakan
statistik deskriptif berupa frekuensi, presentase, rataan skor, total rataan skor dan
analisis korelasi rank Spearman. Tujuannya adalah untuk melihat keeratan
hubungan dan kecenderungan dalam komunikasi politik yang dilakukan responden
pemangku kepentingan perberasan. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau
gejala sosial (Riduwan, 2006). Sesuai dengan karakteristik orang dan bentuk
pertanyaan yang terdapat pada responden maka mengukur pendapat, peran dan
sikap politik responden diukur dengan skala pengukuran ordinal (berskala Likert).
Koefisien korelasi rank Spearman digunakan untuk mengukur keeratan
hubungan antara dua variabel yang keduanya mempunyai skala pengukuran
ordinal. Analisis hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas
dilakukan dengan uji korelasi rank Spearman (Siegel, 1992) dan menggunakan
program SPSS 14,0 For Windows (Sarwono, 2006).
Untuk menghitung koefisiensi korelasi rank Spearman menggunakan rumus
sebagai berikut:
N
6 Σ di2
rs = 1 -
i=1
__________
N3 - N
Keterangan:
rs = Koefisien korelasi Rank Spearman
N = Banyaknya jenjang
di = Selisih jenjang untuk faktor yang sama
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Pemangku Kepentingan Perberasan
Bagi Indonesia beras memiliki peran yang sangat strategis, politis,
ekonomis sekaligus memiliki nilai sensitif karena mengandung konsekuensi
politik yang sangat besar. Beras menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga
tidak menjadi urusan pemerintah semata. Sejarah perberasan di Indonesia tidak
pernah lepas dari peranan pemerintah yang lebih dominan dalam mengatur
perberasan nasional. Peran beras yang sangat khusus menjadi alasan utama
keterlibatan atau campur tangan berbagai kelembagaan terhadap masalah
perberasan. Beberapa pihak yang terlibat merupakan pemangku kepentingan
perberasan yang utama, memiliki kewajiban sekaligus mendapat tugas untuk
dapat menyampaikan dan menyalurkan aspirasi kepentingan konstituen yang
diwakilinya.
Beberapa pemangku kepentingan perberasan yang utama dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan yaitu pemerintah, organisasi tani, asosiasi
atau organisasi pengusaha beras dan DPR. Masing-masing memiliki tujuan dan
fungsi sesuai dengan kepentingan dan tujuan kelembagaan masing-masing.
Pemerintah
berkewajiban
menyediakan
beras
sebagai
makanan
pokok
masyarakat dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi, di pihak lain
pemerintah juga harus memberi perlindungan kepada petani dengan harga yang
layak. Organisasi tani menginginkan kebijakan beras yang adil dan tidak
merugikan
kepentingan
petani
pada
pelaksanaan
instrumen
kebijakan
perberasan. Asosiasi atau organisasi pengusaha beras menginginkan harga
yang stabil, memberi nilai tambah keuntungan dan tidak dirugikan dalam
menjalankan usahanya. Dewan Perwakilan Rakyat memiliki kepentingan yang
lebih luas dan berkewajiban memberi perlindungan dan kontrol politik terhadap
beberapa instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia.
Pelaksanaan kebijakan perberasan melibatkan berbagai pihak, sehingga
pada tahap implementasi instrumen kebijakan perberasan dapat memenuhi
keinginan, kepuasan dan rasa keadilan bagi semua pemangku kepentingan
perberasan. Kebijakan perberasan saat ini sudah lebih mengakomodir
kepentingan berbagai pihak dengan adanya lembaga Dewan Ketahanan Pangan
(DKP). Dewan Ketahanan Pangan dibentuk oleh pemerintah sesuai dengan
tuntutan beberapa kalangan mulai dari tuntutan organisasi tani, swasta, saran
kalangan akademisi serta dorongan politik DPR. Hal ini bertujuan untuk
40
mengoptimalkan kerjasama di dalam implementasi pelaksanaan beberapa
instrumen
kebijakan
perberasan
nasional.
Perkembangan
manajemen
ketahanan pangan saat ini, khususnya yang mengurusi kebijakan beras
melibatkan peran pemerintah pusat, daerah, swasta dan masyarakat (DKP,
2006).
Evaluasi kebijakan perberasan selalu dilakukan secara rutin dalam
lingkup DKP dan merupakan wadah yang dibentuk pemerintah dalam menyerap
informasi implementasi kebijakan perberasan. Lembaga ini tidak hanya
melibatkan unsur departemen atau institusi pemerintah, namun
sudah
melibatkan unsur masyarakat dari berbagai kalangan seperti organisasi tani,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi atau asosiasi pengusaha
beras, Organisasi Masyarakat (Ormas) dan kalangan akademisi. Melalui DKP
peran komunikasi politik juga berjalan dalam melakukan evaluasi beberapa
instrumen pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Organisasi DKP menjadi
wadah di dalam melakukan evaluasi, koreksi, mediasi dan konsolidasi politik
guna membangun konsensus politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Bidang komunikasi politik dikenal dari adanya konsensus politik dengan
tujuan mengurangi konflik kepentingan publik yang terkait dengan beberapa
instrumen yang diputuskan. Konflik politik yang besar dapat dihindari apabila
implementasi kebijakan dapat memberikan rasa keadilan, kepuasan dan tidak
ada pihak yang dirugikan pada saat beberapa instrumen dilaksanakan. Parsons
(2006) mengemukakan, pembuatan keputusan politik membutuhkan peningkatan
komunikasi, pemahaman, kepercayaan, diskusi terbuka dan kerjasama antara
berbagai pihak yang merasa terlibat dalam area kebijakan. Pada dasarnya
analisis kebijakan adalah bagian dari proses politik dan analisis tersebut
bertujuan untuk melengkapi argumentasi politik dalam implementasi kebijakan
publik. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama diuraikan berikut ini.
1. Organisasi Tani
Pemangku kepentingan perberasan yang utama di dalam negeri salah
satunya adalah organisasi tani. Organisasi tani merupakan salah satu institusi
kunci dalam menyukseskan implementasi pelaksanaan beberapa instrumen
kebijakan perberasan. Fokus utama kepentingan organisasi tani adalah
mengawal bergulirnya berbagai kebijakan yang tidak merugikan, hal ini terkait
kepentingan basis utama yang diwakili dalam organisasi tani yaitu petani. Beras
menjadi komoditas pangan utama yang seharusnya dikelola dengan kebijakan
41
yang tepat, adil, terjangkau dan terjamin ketersediaannya. Beras menjadi
makanan utama masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan kebijakan yang
tepat dengan manajemen pengelolaan yang berkelanjutan. Organisasi tani
menginginkan adanya perbaikan beberapa instrumen kebijakan dalam rangka
peningkatan pendapatan petani. Organisasi tani sebagai wadah perlindungan
terhadap petani diperlukan, untuk mengatasi ketakutan petani atas derasnya
keinginan beberapa pihak untuk terus melakukan impor beras. Impor merupakan
konsekuensi dari kuatnya kecenderungan pilihan liberalisasi ekonomi yang
nantinya dikhawatirkan akan semakin merugikan petani di dalam negeri.
Pengurus organisasi tani adalah personal-personal yang menjadi
penanggungjawab kepengurusan organisasi tani selama periode tertentu.
Kelahiran organisasi tani berangkat dari tuntutan adanya sikap politik
keberpihakan terhadap kepentingan petani di dalam negeri. Hal ini juga dibarengi
dengan bagaimana organisasi tani turutserta di dalam menyuarakan tingkat
kompleksitas implementasi beberapa kebijakan yang ada. Organisasi tani yang
berbasis pada produksi beras sering dirugikan ketika kebijakan yang diputuskan
tidak berpihak kepada petani padi didalam negeri.
Organisasi tani di Indonesia memiliki beberapa tipologi pergerakan dan
basis perjuangan. Tumbuhnya organisasi tani tidak lepas dari tujuan petani
dalam mencapai kemandirian atas tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan politik.
Organisasi tani bergerak mengorganisir diri dalam pembaruan pengelolaan
pertanian baik yang sangat mendasar seperti status kepemilikan lahan maupun
penanganan aspek produksi, teknologi dan pascapanen. Organisasi tani
bergerak atas dasar kesamaan kepentingan dan bergerak berbasis pada jenis
komoditas pertanian. Kepentingan organisasi tani adalah turut andil dalam
mendukung melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap kepentingan
petani guna mendapatkan keadilan dengan kebijakan yang tidak merugikan dan
mampu meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani di dalam negeri.
Beberapa organisasi masyarakat, LSM yang sering menyuarakan
kepentingan petani di dalam negeri adalah Federasi Serikat Petani Indonesia
(FSPI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Bina Desa, Institute for Global
Justice (IGJ), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Kontak Tani dan
Nelayan Andalan (KTNA) dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Kebijakan yang sering menjadi sorotan dan tuntutan adanya perbaikan antara
lain menyangkut kebijakan harga, kebijakan impor, kebijakan subsidi, kebijakan
42
penyediaan teknologi dan perbaikan infrastruktur. Tuntutan adanya perbaikan
dalam kebijakan dilakukan melalui beberapa pendekatan seperti negosiasi,
mediasi, demonstrasi dan komunikasi politik kepada para pengambil keputusan.
Lembaga swadaya masyarakat FSPI dan KPA merupakan organisasi
yang memiliki tujuan dan bergerak di dalam mendukung penyelesaian hak-hak
mendasar para petani seperti akses terhadap kepemilikan lahan dan mendorong
adanya reformasi agraria di Indonesia. Fokus kepentingan FSPI dan KPA sama
yaitu dilandasi oleh keinginan dalam mendapatkan keadilan dan perlindungan
atas sumberdaya. Bina Desa merupakan LSM yang fokus pergerakannya dimulai
dari advokasi, penelitian beberapa persoalan pertanian dan melakukan
pemberdayaan serta pelatihan bagi para petani khususnya di pedesaan.
Lembaga IGJ merupakan organisasi yang bergerak pada advokasi dan gerakan
sosial khususnya program kajian dan edukasi publik seputar isu-isu pertanian
dan dampak dari liberalisasi pertanian bagi negara berkembang (Setiawan,
2003).
Organisasi tani HKTI merupakan organisasi gabungan beberapa
organisasi
tani
di
Indonesia,
yang
sejarah
pendiriannya
merupakan
penggabungan beberapa organisasi tani dari beberapa ormas dan partai politik
dan organisasi tani yang dengan sukarela bergabung. Organisasi tani KTNA
merupakan organisasi tani yang embrionya lahir dari beberapa kelompok tani
dan para petani sukses, pada perkembangannya menjadi organisasi tani massa
yang memiliki struktur dari pusat sampai daerah. HKTI dan KTNA memiliki fokus
pada advokasi dan pergerakan pada pembelaan hak-hak politik, ekonomi, akses
permodalan petani dan menyoroti berbagai kebijakan pemerintah khususnya
pada aspek produksi dan pasca panen.
Organisasi tani APTRI merupakan organisasi yang bergerak atas dasar
perjuangan jenis komoditas pertanian yaitu asosiasi para petani tebu yang awal
kelahirannya bertujuan untuk menyuarakan aspirasi para petani tebu, khususnya
di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini juga sudah berdiri
beberapa organisasi yang berbasis pada jenis komoditas pertanian seperti
asosiasi petani kelapa sawit, kakao dan beberapa jenis komoditas perkebunan.
43
Pelaksanaan implementasi beberapa kebijakan perberasan saat ini jauh
berbeda dengan periode pelaksanaan revolusi hijau. Ada perbedaan yang jauh
dengan kebijakan perberasan selama periode Revolusi Hijau di tahun 1970-an
dan 1980-an. Kebijakan perberasan telah menjadi sorotan dan kritikan banyak
pihak, khususnya ketika instrumen kebijakan yang dipilih adalah impor dari
negara lain. Mengurangi subsidi untuk pertanian, tidak adanya teknologi baru
dan lemahnya perbaikan infrastruktur serta berkurangnya perlindungan terhadap
komoditas pertanian lokal merupakan bentuk ketidakberpihakan. Beberapa
kalangan organisasi tani memberi pendapat bahwa sejak pertengahan 1990-an,
dan terutama sejak krisis ekonomi pertengahan 1997, kebijakan perberasan
tidak memberi dampak positif jangka panjang bagi petani padi dalam negeri.
Artinya, pada tahap implementasi beberapa instrumen kebijakan banyak yang
tidak berpihak pada perbaikan nasib petani padi untuk jangka panjang.
2. Pemerintah
Peran pemangku kepentingan perberasan pada unsur pemerintah dilihat
dari pendekatan fungsi departemen atau institusi pemerintah. Departemen
Pertanian fokus pada ketahanan pangan, peningkatan produksi, penyediaan
teknologi dan infrastruktur pertanian seperti pembenahan irigasi dan pembukaan
sawah baru. Pada pembenahan dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti
penataan saluran irigasi dan pembangunan irigasi baru tidak lagi mutlak menjadi
tanggungjawab Departemen Pertanian melainkan melibatkan kewenangan
kementerian Prasarana Umum (PU). Departemen Perdagangan fokus pada
instrumen pengaturan kebijakan yang mengurusi perdagangan dalam negeri
seperti pengaturan distribusi saprodi dan produksinya serta aturan mekanisme
melakukan impor. Perum Bulog fokus pada fungsi penyerapan gabah petani,
distribusi dan pemasaran serta kepentingan melakukan stabilitas harga.
Pemerintah bertugas melaksanakan kebijakan yang menyangkut aspek
pra produksi, proses produksi dan pasca produksi beras. Tugas pemerintah
dalam pasca produksi khususnya di bidang harga, pemasaran dan distribusi
adalah Badan Urusan Logistik (Bulog). Bulog merupakan lembaga pemerintah
yang memiliki peranan dalam pengendalian harga, pembelian gabah petani,
mengatur distribusi, menyalurkan beras “raskin” dan fokus utamanya berbeda
antar waktu.
44
Bulog sebagai lembaga pemerintah yang dibentuk tahun 1967, awalnya
bertugas hanya mengendalikan harga dan penyediaan bahan makanan pokok
terutama di tingkat konsumen. Dalam perkembangan Bulog bertambah fungsi
yaitu turut mengendalikan harga produsen melalui instrumen harga dasar untuk
melindungi petani. Mulai tahun 1998, Bulog kembali pada tugas utamanya
sebagai pemegang kendali utama masalah perberasan. Tugas yang diberikan
kepada Bulog juga mengalami perubahan, karena berubahnya kebijakan
perberasan yang dilakukan pemerintah. Perlindungan kepada petani melalui
harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan peran dalam rangka
menjaga stabilitas harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus
tertekannya harga beras domestik. Sebaliknya tugas Bulog untuk membantu
kelompok miskin semakin menonjol (Sawit, 2006).
Pada prinsipnya, pemerintah membuat strategi pembangunan pertanian
dengan memilih seperangkat kebijakan untuk mencapai berbagai tujuan yang
ditetapkan, dengan memperhitungkan kendala-kendala ekonomi yang ada.
Kerangka konseptual ini telah diuraikan dengan membandingkan dua periode
kebijakan perberasan Indonesia, yaitu periode Revolusi Hijau tahun 1970-an dan
tahun 1980-an dengan periode krisis ekonomi tahun 1997 sampai sekarang
tahun 2008.
Kebijakan pada periode pertama telah dianalisis berbagai pihak dimana
strategi
pembangunan
perberasan
pada
masa
revolusi
hijau
adalah
memperkenalkan teknologi baru dalam bentuk varietas unggul, perbaikan
pengelolaan sistem pengairan, penggunaan pupuk kimia, sistem pemasaran
yang lebih baik serta pembangunan irigasi. Subsidi pupuk, harga beras yang
stabil, air irigasi tanpa bayar, jalan yang lebih baik, kondisi makro ekonomi yang
stabil melengkapi pengenalan teknologi baru dan merangsang penyebaran
teknologi tersebut secara cepat. Hal tersebut telah mampu mengatasi kendalakendala ekonomi yang ada, memungkinkan terjadinya peningkatan produksi dan
pendapatan dari sektor perberasan menjadi tiga kali lipat (Sawit, 2006).
Selama krisis ekonomi, strategi perberasan tidak lagi tersusun dengan
baik. Strategi perberasan ditujukan untuk membantu meningkatkan pendapatan
petani dalam situasi harga dunia yang luar biasa rendahnya. Berbeda dengan
masa sebelumnya, pada strategi kali ini tidak ada teknologi baru yang
disebarkan. Saat ini hampir seluruh petani padi Indonesia telah menggunakan
varietas unggul.
45
Beban berat negara dalam penyediaan anggaran saat ini yang berakibat
pada ketatnya belanja negara, telah menghambat kemampuan pemerintah untuk
meningkatkan pembangunan sarana irigasi dan transportasi. Terganjal oleh
keterbatasan fiskal, kebijakan yang kontradiktif serta beban yang timbul dari
korupsi dan “salah urus” pertanian Indonesia. Bulog tidak mampu menstabilkan
harga beras, turunnya nilai tukar rupiah yang besar dalam waktu singkat telah
meningkatkan ketidakpastian produksi dan pemasaran beras. Instrumen
kebijakan utama yang dilakukan saat ini adalah penerapan tarif bea masuk impor
yang telah meningkatkan harga beras di dalam negeri, serta subsidi konsumsi
beras terbatas bagi kelompok miskin di perdesaan dan perkotaan melalui
program “raskin” (Pearson, et al. 2005).
Para pengambil kebijakan unsur pemerintah cenderung sepakat dan
mendukung instrumen kebijakan perberasan yang sedang berlangsung saat ini.
Walaupun ada kritikan terhadap beberapa implementasi kebijakan perberasan
yang dilaksanakan oleh beberapa departemen, pemerintah beranggapan telah
maksimal. Unsur pemerintah cenderung menempatkan beras sebagai komoditas
strategis, dimana komoditas beras dijadikan sebagai stabilisator politik, sosial
dan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah lebih berkepentingan dalam menjamin
ketersediaan pangan dan masyarakat memiliki akses terhadap pangan. Pada
kondisi tertentu pemerintah juga mempertimbangkan instrumen melakukan impor
beras
dari
negara
lain.
Artinya,
pemerintah
berperan
sesuai
dengan
kedudukannya yaitu sebagai regulator utama dalam menyediakan beras sebagai
makanan pokok masyarakat dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi
serta melakukan berbagai intervensi guna menjaga stabilitas di masyarakat.
3. Asosiasi Pengusaha Beras
Pengusaha beras adalah para pedagang beras utama yang menjalani
profesi usaha berdagang beras di sentra pasar utama perdagangan beras.
Lahirnya organisasi atau asosiasi pengusaha beras merupakan bentuk
solidaritas dalam menyampaikan dan menampung aspirasi para pedagang
sekaligus sebagai bentuk respons secara politik terhadap beberapa instrumen
kebijakan yang diberlakukan selama ini. Organisasi pengusaha beras terbesar di
Indonesia adalah Asosiasi Pengusaha Beras PERPADI yang memiliki struktur
kepengurusan sampai ke daerah dimana kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
PERPADI berkantor di Jakarta.
46
Pengusaha beras di dalam negeri tidak hanya membeli dari petani di
dalam negeri, melainkan melakukan impor dari negara lain. Pasar Induk
Cipinang Jakarta dapat dikategorikan sebagai salah satu sentra pemasaran
beras utama di Indonesia. Pengusaha beras sebagai salah satu pemangku
kepentingan dalam perberasan nasional adalah para pengusaha yang
berhimpun dalam organisasi atau asosiasi pengusaha beras dan umumnya
berada di daerah pasar induk Cipinang dan sentra produksi beras utama di
Indonesia.
Fokus utama sasaran penelitian dari aspek pengusaha beras adalah para
pengusaha yang sudah berhimpun dalam organisasi atau asosiasi pengusaha
beras. Sampel yang diambil dari asosiasi pengusaha beras umumnya
merupakan pedagang dengan kriteria memiliki tingkat pengetahuan dan
intensitas komunikasi politik dan pertemuan dengan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan kewenangan dalam organisasinya. Artinya para responden
merupakan orang-orang yang sudah direkomendasikan oleh para pengurus
sewaktu dilakukan survei awal. Sampel merupakan orang yang dianggap
representatif mewakili kepentingan para pengusaha beras dan memiliki tingkat
pemahaman yang tinggi terkait dengan topik yang diteliti.
Para pengusaha beras memiliki animo yang tinggi ketika diwawancara.
Dalam pertemuan tersebut terungkap kegelisahan para pengusaha beras
selama ini, yang terkait dengan beberapa kebijakan perberasan yang tidak
berkelanjutan dan secara psikologis terkadang tidak dapat memberi kepastian
seperti harga, biaya tambahan “pungli” dalam perdagangan antar daerah dan
aturan perdagangan di dalam negeri yang terkadang tidak berpihak kepada
kepentingan pengusaha.
Beberapa produk pengusaha beras merupakan produk kemasan berlabel
dengan dukungan pemerintah tumbuh beberapa merek beras. Melalui program
ini pemerintah mengeluarkan logo jaminan varietas di setiap kemasan beras
yang berlabel sebelum didistribusikan ke pasar tradisional dan modern. Dalam
meningkatkan nilai jual dan kualitas produksi beras bermerk beberapa
pengusaha melakukan kerjasama dengan kelompok tani dan institusi kampus
seperti yang dilakukan oleh CV. Quasindo yang mengeluarkan merek dagang
Xiang Mi dan merupakan beras Pandan Wangi asli.
47
Untuk mengatasi tingkat kebutuhan pangan yang tinggi di dalam negeri
khususnya beras, disikapi beberapa pengusaha beras dengan mengatakan
bahwa ”kebijakan impor beras dalam jumlah besar jangan hanya dilakukan oleh
pemerintah.” Pernyataan sikap politik pengusaha beras berdampak pada
maraknya penyeludupan beras di dalam negeri. Menutup impor beras yang
pernah diberlakukan tahun 2004, ternyata tidak menjamin tidak adanya
penyeludupan beras. Selanjutnya, pengusaha beras menyampaikan pemerintah
seharusnya melihat inti persoalan utama perberasan nasional. Inti masalah
sesungguhnya adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan efisiensi,
perbaikan infrastruktur, pengembangan teknologi guna mengurangi secara
signifikan
tingkat
kehilangan
hasil
panen,
mendorong
berkembangnya
penggilingan padi moderen, sehingga Indonesia mampu menghasilkan beras
yang berkualitas tinggi.
4. Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga negara yang menjadi
mitra kerja pemerintah sekaligus merupakan institusi yang mewakili aspirasi
rakyat, dipilih rakyat setiap pemilihan umum dilakukan. Dewan Perwakilan
Rakyat memiliki beberapa komisi dan badan pekerja, salah satunya adalah
komisi IV DPR yang merupakan salah satu alat kelengkapan DPR. Komisi IV
DPR, membidangi Pertanian, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan Bulog. Komisi
IV DPR merupakan pengelompokan anggota dewan berdasarkan ruang lingkup
bidang penugasan dan patner kerja. Penempatan anggota dewan dalam komisi
merupakan kewenangan masing-masing fraksi partai politik di DPR. Fungsi dan
tugas komisi IV DPR adalah membidangi dan mengurusi bidang pertanian
meliputi pembuatan undang-undang, anggaran dan pengawasan mitra kerja di
pemerintahan.
Komisi IV DPR memiliki ruang lingkup tugas tidak hanya membuat
undang-undang, anggaran dan pengawasan kinerja eksekutif, melainkan juga
memiliki tugas menelusuri pengaduan masyarakat dan menampung aspirasi
masyarakat. Konsekuensi dari adanya pengaduan berarti ada yang merasa
dirugikan dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Perjalanan perpolitikan
Indonesia biasanya ketidaksetujuan terhadap pelaksanaan instrumen kebijakan
pertanian atau perberasan dilakukan melalui penyampaian aspirasi langsung.
Penyampaian aspirasi bisa juga dilakukan melalui saluran komunikasi politik
yang tersedia atau melakukan audiensi bahkan dengan cara berdemonstrasi ke
48
DPR. Frekuensi jumlah audiensi paling banyak dilakukan perseorangan dan
lembaga non pemerintah ke DPR terjadi pada saat pembahasan interpelasi
rencana impor beras dan terjadinya kelangkaan pangan di beberapa tempat
seperti di Papua serta kasus gizi buruk di beberapa tempat seperti di Nusa
Tenggara Barat pada tahun 2007. Kelompok ormas yang melakukan audiensi
adalah dari ormas Islam, Kristen, organisasi tani dan beberapa LSM. Sedangkan
tingkat demonstrasi yang paling banyak melibatkan beberapa organisasi tani,
ormas, petani, organisasi mahasiswa dan beberapa LSM terjadi pada bulan Juni
2007 dengan tuntutan utama menolak impor beras serta mendukung hak angket
dan interpelasi DPR.
Peran komunikasi politik DPR sangat menentukan dalam implementasi
kebijakan perberasan, karena sebagai pengawas kebijakan pemerintah maka
DPR memiliki tanggungjawab untuk mensukseskan pelaksanaan kebijakan
perberasan. Di samping itu, DPR memiliki tanggung jawab untuk melindungi
kepentingan petani dalam negeri dan masyarakat pengkonsumsi beras. Bentuk
perlindungan yang diberikan adalah dengan berkontribusi di dalam mengawasi
implementasi pelaksanaan instrumen kebijakan perberasan serta membuat
undang-undang perlindungan terhadap kepentingan petani. Anggota DPR
antusias untuk diminta pendapatnya tentang kebijakan perberasan. Hal ini terkait
dengan sikap politik DPR yang menolak impor beras. Ternyata antusiasme sikap
politik tersebut didukung oleh tingginya perhatian publik pada kebijakan
perberasan pemerintah. Hal ini tercermin dari frekuensi tingginya penyampaian
aspirasi publik yang dibuktikan dengan maraknya demonstrasi penolakan impor
beras oleh organisasi tani, organisasi mahasiswa dan LSM.
Komisi IV DPR menyampaikan bahwa sebelum diputuskan kebijakan
yang terkait dengan pertanian termasuk pelaksanaan kebijakan perberasan
terlebih dahulu dilakukan rapat kerja dengan mitranya dari pemerintah. Bila perlu
mengundang para pakar khususnya dari kalangan akademisi, melibatkan
kalangan organisasi tani dan asosiasi pegusaha beras di dalam negeri.
Beberapa organisasi tani yang sering diminta pendapat dan masukannya adalah
HKTI, KTNA dan beberapa LSM. Secara politik DPR menjalankan fungsinya
dengan tetap melibatkan para pemangku kepentingan perberasan guna
menghasilkan kebijakan yang bisa sama-sama diterima, sehingga dapat
mengurangi dampak penolakan di masyarakat.
49
Gambaran Umum Kebijakan Perberasan Indonesia
Selama krisis ekonomi, strategi perberasan tidak lagi tersusun dengan
baik. Berbeda dengan masa 1970-1980-an, pada strategi saat ini tidak ada
teknologi baru yang disebarkan (Pearson, et.al. 2005). Regulasi di bidang
pangan dan perberasan nasional bermuara dari pemerintah melalui Departemen
Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog. Ketersediaan pangan,
khususnya beras terdiri atas produksi, net import (impor dikurangi ekspor) dan
perubahan stok. Pemerintah bertugas melaksanakan kebijakan perberasan mulai
dari aspek produksi sampai pasca produksi. Undang-Undang nomor 7 tahun
1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan pangan merupakan
tanggung jawab pemerintah bersama-sama masyarakat. Pemerintah menyusun
norma-norma, standar, prosedur, monitoring, evaluasi, supervisi, fasilitas dan
urusan eksternal di bidang pangan nasional (DKP, 2006).
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari UU
nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, pasal satu ayat 17 yang menyebutkan
bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga
(RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, merata dan terjangkau. UU ini sejalan dengan definisi ketahanan
pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk
dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat.
Sementara pada Word Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan pada setiap
RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu demi keperluan
hidup yang sehat dengan prasyarat penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau
budaya setempat (DKP, 2006).
Implikasi kebijakan dari konsep UU nomor 7 tahun 1996 adalah bahwa
pemerintah di satu pihak, berkewajiban menjamin kecukupan pangan khususnya
beras dalam arti jumlah dengan mutu yang baik serta stabilitas harga dan di
pihak lain peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya dari golongan
berpendapatan rendah. Hal inilah yang menjadi peran utama pemerintah dalam
mengatur regulasi instrumen kebijakan perberasan dalam bentuk kebijakan
publik. Mustopadidjaja (1992) mendefinisikan bahwa kebijakan publik merupakan
suatu keputusan untuk mengatasi masalah tertentu, kegiatan tertentu atau untuk
mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang secara
formal dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sementara
50
Budiharsono (2003) mengemukakan bahwa kebijakan adalah kumpulan
keputusan yang dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk
membangun masyarakat yang ingin dicapai bersama. Kebijakan perberasan
merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dengan sasaran
semua warga negara. Kebijakan perberasan yang tepat adalah ketika kebijakan
perberasan didasari oleh pertimbangan konsekuensi politik yang ditimbulkan dan
memberi dampak positif bagi semua pihak yang menjadi sasaran keputusan
politik tersebut.
Pertumbuhan laju penduduk yang tinggi setiap tahun, sementara lahan
semakin sempit, dikhawatirkan menimbulkan kekurangan pangan khususnya
beras di dalam negeri. Pearson, et.al. (2005) mengemukakan bahwa beberapa
puluh tahun ke depan beras masih menjadi bahan pokok sebagian besar
masyarakat Indonesia. Sementara laju pertumbuhan produksi masih relatif
rendah (0,82%) selama periode tahun 2000-2005. Peningkatan produksi jika
dibandingkan dengan laju kebutuhan relatif sangat kecil, hal ini disebabkan
terbatasnya penerapan teknologi, penurunan kapasitas produksi khususnya di
Jawa sebagai kontributor terbesar beras nasional.
Produksi beras Indonesia sejak Pelita pertama (akhir 1960-an) hingga
tahun 2000 terus mengalami peningkatan, walaupun tahun-tahun tertentu ada
penurunan produksi dan bahkan pada tahun 1984 mencapai swasembada beras.
Menurut Suryana et.al. (2001), pada tahun 1990 hingga 1991 volume produksi
berada di bawah kebutuhan konsumsi beras domestik dan pada tahun 1992
sampai dengan pertengahan 1993 produksi meningkat hingga melebihi
kebutuhan pasar dalam negeri. Tahun 1994-1995 produksi kembali berkurang
dan pada tahun 1996 meningkat kembali sampai melebihi kebutuhan dalam
negeri. Tahun 1997 produksi merosot sebesar 3,4 persen akibat iklim musim
kering yang panjang (El Nino). Tahun 1998, pada saat krisis ekonomi, Indonesia
juga mengalami krisis beras yang ditandai dengan kelangkaan artifisial sehingga
harga beras tinggi. Produksi tertinggi periode 1990-2000 terjadi tahun 2000
mencapai 29,1 juta ton yang disebabkan cuaca yang mendukung setelah tahun
sebelumnya mengalami gangguan El Nino. Sekitar 56% dari total produksi
nasional berada di Pulau Jawa selebihnya tersebar di Sumatera (22%), Sulawesi
(10%), Kalimantan lima persen dan tujuh persen tersebar di daerah lainnya.
51
Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 menyebutkan bahwa
perumusan kebijakan, pengendalian dan evaluasi dilakukan melalui peran DKP
serta difungsikan merumuskan kebijakan strategis (kebijakan impor, subsidi,
harga, cadangan pangan dan raskin). Khusus untuk pembangunan perberasan
nasional pemerintah telah mengeluarkan Inpres nomor 13 tahun 2005 tentang
kebijakan perberasan yang mewajibkan kementerian terkait untuk melaksanakan
upaya peningkatan pendapatan petani melalui pemberian dukungan pada upaya
peningkatan produksi dan produktivitas, diversifikasi usaha dan pengembangan
pasca panen, kebijakan harga, kebijakan ekspor dan impor beras, penyaluran
beras bersubsidi dan pengelolaan beras nasional (DKP, 2006).
Beberapa kebijakan untuk tercapainya ketersediaan beras dilihat dari
beberapa aspek adalah sebagai berikut: (1) Aspek ketersediaan diarahkan
kepada peningkatan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan; pengembangan
infrastruktur pertanian dan perdesaan; peningkatan produksi beras untuk
memenuhi
kebutuhan
dalam
negeri
dan
pengelolaan
cadangan
beras
pemerintah dan masyarakat; (2) Aspek distribusi diarahkan pada efisiensi
distribusi dan perdagangan; mengurangi atau menghilangkan Perda yang
menghambat distribusi antar daerah; mengembangkan kelembagaan dan sarana
fisik pengolahan dan pemasaran, menyusun kebijakan harga untuk melindungi
produsen dan konsumen; (3) Aspek konsumsi diarahkan pada meningkatkan
kemampuan akses rumah tangga sesuai kebutuhan dari segi jumlah, mutu,
keamanan
dan
keseimbangan
gizi;
mendorong,
mengembangkan
dan
memfasilitasi peranserta LSM, organisasi profesi dan organisasi massa dalam
memenuhi hak atas pangan dan mempercepat diversifikasi pangan ke arah
konsumsi beragam dan bergizi (DKP, 2006).
Elemen penting di dalam kebijakan perberasan yang dilakukan pemeritah
adalah pengembangan lahan abadi 15 juta ha beririgasi dan 15 juta ha lahan
kering,
pengembangan
konservasi
dan
rehabilitasi
lahan,
pelestarian
sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai, pengembangan dan
penyediaan benih, bibit unggul dan alsintan, pengaturan pasokan gas untuk
produksi pupuk, pengembangan skim permodalan bagi petani, peningkatan
produktivitas melalui perbaikan genetis dan teknologi budidaya, peningkatan
efisiensi penanganan pasca panen dan pengolahan, penyediaan insentif
investasi di bidang pangan dan penguatan penyuluh serta kelembagaan petani
(DKP, 2006).
52
Karakteristik Personal Pemangku Kepentingan Perberasan
Karakteristik
personal
menggambarkan
kondisi
para
pemangku
kepentingan perberasan pada saat dilakukan penelitian dengan menggabungkan
informasi mengenai responden yang diambil dari data pada masing-masing
lembaga responden. Karakteristik personal pemangku kepentingan perberasan
yang diamati dalam penelitian meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman
organisasi atau menjabat dan pendapatan (Tabel 2). Berikut ini gambaran umum
responden yang dianalisis berdasarkan karakteristiknya.
Tabel 2. Distribusi sampel menurut karakteristik personal yang diamati
No
1
Karakteristik
Personal
Umur
2
Pendidikan
Formal
3
Pengalaman
Menjabat
4
Pendapatan
Kategori Pengukuran
Muda (<36 Tahun)
Dewasa (36-55 Tahun)
Tua (>55 Tahun)
Rendah (Tamat SLTA)
Sedang (Tamat Diploma)
Tinggi (Tamat Sarjana )
Baru (<3 Tahun)
Cukup Lama (3-4Tahun)
Lama (> 4 Tahun)
Menengah ( 4,5 Jt-59,5 Jt )
Tinggi ( 60 Jt -115 Jt)
Sangat Tinggi (116 Jt-170 Jt)
Jumlah
(Jiwa)
9
40
11
2
11
47
2
40
18
28
21
11
Persentase
(%)
15,0
66,6
18,4
4,0
18,0
78,0
3,3
66,7
30,0
46,7
35,0
18,3
Berdasarkan Tabel 2, karakteristik personal umur responden sebagian
besar berusia dewasa. Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar
berpendidikan sarjana. Pengalaman menjabat responden sebagian besar cukup
lama yaitu antara 3–4 tahun. Tingkat pendapatan perbulan responden sebagian
besar tergolong menengah antara Rp 4.500.000 hingga Rp 59.500.000. Bila di
bandingkan PDRB DKI, ternyata tingkat pendapatan responden pemangku
kepentingan perberasan tergolong tinggi.
Umur
Umur seseorang berpengaruh dalam setiap aktivitas individu internal
yang kuat kepada fungsi biologis dan psikologis individu. Hasil wawancara
dengan responden menunjukkan bahwa struktur umur responden sebagian
besar terbagi pada usia dewasa (66,6%) yaitu antara 36 – 55 tahun. Mengacu
pada umur produktif menurut Depnakertrans (15 – 55 tahun), maka sebagian
besar responden tergolong pada usia produktif.
53
Berdasarkan hasil penelitian Tabel 2, terlihat bahwa umur responden
lainnya sebagian kecil tergolong tua (18,4%) dan sisanya sebanyak 15%
tergolong muda dengan umur di bawah 36 tahun. Data usia tersebut
mengambarkan bahwa usia responden tergolong matang dan masih produktif
dalam menjalankan kerjanya. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar
pemangku kepentingan perberasan masih cukup produktif dalam menjalankan
fungsi dan tanggungjawabnya kepada konstituen yang diwakilinya. Pendapat ini
didukung oleh Mardikanto (1993) yang mengatakan bahwa kelompok usia muda
produktif cenderung responsif atau tanggap terhadap suatu pembaharuan. Hal
ini memungkinkan kelompok usia produktif dapat berpartisipasi aktif dalam
program dan kegiatan yang menunjang kesuksesan dan kelancaran program
tersebut.
Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan formal menjadi cermin bagi penguasaan seseorang
terhadap pengetahuan dan penerapan di dalam hidup bermasyarakat. Tingkat
pendidikan juga berpengaruh terhadap kecepatan daya tangkap dan daya
analisis terhadap suatu masalah. Begitu pula tingkat pendidikan berpengaruh
pula terhadap tingkat penyesuaian dan perubahan lingkungan yang ada di
sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal
responden sebagian besar adalah berpendidikan sarjana (78%), lulusan Diploma
sebanyak 18% dan sisanya empat persen berpendidikan SLTA, sebagian besar
responden yang mempunyai jabatan di kalangan pemerintah lebih banyak
bergelar Doktor (S3).
Pengalaman Menjabat
Pengalaman menjabat merupakan modal utama dalam memahami suatu
persoalan di organisasi. Lamanya pengalaman menjabat menjadi suatu ukuran
di dalam mengambil suatu kebijakan atau keputusan yang berkaitan dengan
posisinya
pada suatu organisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden memangku jabatan dalam suatu organisasi, sebagian besar (66,7%)
tergolong cukup lama yaitu antara 3 - 4 tahun. Sisanya sebanyak 30%
responden menjabat di suatu organisasi tergolong lama dan 3,3% tergolong
baru.
54
Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa proses
pergantian jabatan seseorang dalam suatu organisasi dilakukan melalui
mekanisme khusus, yaitu pemilihan dan penunjukan; organisasi tani memiliki
pergantian pengurus, sekali dalam empat tahun melalui Musyawarah Nasional;
organisasi pengusaha beras sekali dalam tiga tahun melalui mekanisme Rapat
Pimpinan Nasional; pemerintah melakukan perombakan jabatan umumnya sekali
dalam lima tahun sesuai dengan masa kepemimpinan departemen. Kondisi
tersebut tidak mutlak ada karena acap terjadi penggantian pejabat yang
dilakukan sebelum atau setelah lima tahun menjabat karena tergantung pada
kebijakan pimpinan departemen atau lembaga pemerintah bersangkutan;
pergantian anggota DPR terjadi sekali dalam lima tahun sesuai dengan
mekanisme pemilihan umum. Namun pada waktu tertentu bisa juga terjadi
pergantian antar waktu atau pindah komisi sesuai dengan keputusan partai atau
fraksi masing-masing.
Pendapatan
Tingkat pendapatan diukur berdasarkan jumlah uang yang diterima setiap
bulan dari berbagai sumber pendapatan. Pendapatan merupakan penghasilan
seseorang yang didapat dari usahanya dengan bekerja pada suatu instansi atau
mempunyai usaha sendiri. Mengacu kepada pendapatan domestik regional bruto
(PDRB) Jakarta per kapita perbulan berdasarkan harga yang berlaku sebesar
Rp 65,79 juta maka sebanyak 46,7% responden tergolong mempunyai
pendapatan kategori menengah, sebanyak 35% berpendapatan tinggi antara
Rp 60 juta – Rp115 juta/bulan dan sebanyak 18,3% responden memiliki
pendapatan yang tergolong sangat tinggi.
Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan, bahwa tingkat pendapatan
terendah ternyata adalah pemangku kepentingan perberasan dari kalangan
organisasi tani, yakni sebesar Rp 4.500.000,- perbulan dan yang tertinggi ada
pada komisi IV DPR yakni sebesar Rp 170.000.000,- perbulan.
55
Karakteristik Situasional Pemangku Kepentingan Perberasan
Karakteristik situasional yaitu situasi kondisi sosial dan politik yang
sedang berlangsung sesuai dengan kebiasaan politik dan realitas sosial politik
nasional terkait dengan perkembangan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Komunikasi
politik
didasarkan
pada
keadaan
yang
mempengaruhi
berlangsungnya peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan
pada sistem perpolitikan Indonesia. Karakteristik situasional yang diamati dalam
penelitian ini yaitu saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi
politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Kebijakan perberasan merupakan kebijakan yang sarat dengan muatan
kepentingan berbagai pihak, sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut harus
terbuka dan dapat dikritisi semua pihak. Lembaga legislatif (DPR) memiliki
kewajiban
untuk
mengawasi
kinerja
eksekutif
(pemerintah),
organisasi
masyarakat atau institusi sosial dan memberi masukan terhadap lembaga
negara baik eksekutif maupun legislatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
karakteristik situasional yang ada pada masing–masing pemangku kepentingan
dalam pelaksanaan kebijakan perberasan mempunyai kondisi dan situasi yang
saling berbeda berdasarkan hasil hitungan rataan skor. Selanjutnya, respons
politik masing-masing pemangku kepentingan perberasan pada karakteristik
situasional dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Respons politik pada karakteristik situasional
Respons Politik*)
Organisasi
Pemerintah
Pengusaha
Tani
Beras
1
Saluran Komunikasi Politik
3,13
3,59
3,43
2
Partisipasi Politik
3,19
3,37
3,04
3
Persepsi Politik
3,25
3,42
3,36
Rataan Skor
3,19
3,46
3,27
Keterangan: *) Rataan skor 1,00-1,80 = buruk; 1,81-2,60 = kurang; 2,61-3,40 = cukup;
3,41-4,20 = baik; 4,21-5,00 = sangat baik
No
Karakteristik Situasional
DPR
3,31
3,41
3,36
3,36
Saluran Komunikasi Politik
Saluran komunikasi politik adalah alat dan sarana yang memudahkan
penyampaian pesan kepada khalayak. Menurut Nimmo (2001), ada tiga saluran
komunikasi politik yaitu; pertama, perseorangan kepada banyak orang atau
komunikasi massa; kedua, perseorangan kepada perseorangan atau komunikasi
interpersonal; ketiga, penggabungan perseorangan kepada perseorangan atau
perseorangan kepada banyak orang atau komunikasi organisasi.
56
Pemanfaatan saluran komunikasi politik diukur dari lima instrumen
pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia yang meliputi: kebijakan HPP,
impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan
infrastruktur. Berikut penjelasan pemanfaatan saluran komunikasi politik para
pemangku kepentingan perberasan utama yakni: organisasi tani, pemerintah,
pengusaha beras dan komisi IV DPR.
1. Saluran Komunikasi Politik Organisasi Tani
Organisasi tani dinilai cukup di dalam memanfaatkan saluran komunikasi
politik yang ditunjukkan dengan skor rataan 3,13. Hal ini menggambarkan bahwa
saluran komunikasi politik organisasi tani pada situasi politik nasional tergolong
cukup di dalam menyampaikan aspirasi organisasi tani. Organisasi tani
menggunakan saluran komunikasi politiknya secara kuat hanya ketika ada
instrumen kebijakan perberasan dari pemerintah yang dianggap merugikan
petani padi seperti jatuhnya harga gabah di tingkat petani, realisasi subsidi benih
dan pupuk serta adanya impor beras dalam jumlah besar. Sepanjang kebijakan
perberasan berjalan dengan normal maka saluran komunikasi politik yang
tersedia
tidak
digunakan
oleh
organisasi
tani.
Sedangkan
instrumen
pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur bukan menjadi topik utama
yang dikomunikasikan secara politik oleh organisasi tani, sehingga kurang
mendapatkan efek komunikasi politik bagi organisasi tani di dalam mendorong
pemanfaatan saluran komunikasi politik secara efektif. Padahal, menurut
Pearson et.al. (2005) kondisi pertanian di Indonesia relatif tertinggal karena
kurangnya teknologi baru dan sarana prasarana infrastruktur irigasi dan
pertanian yang sudah rusak karena salah urus.
Pada kondisi tertentu, aspirasi politik organisasi tani tidak dapat
disosialisasikan dengan baik ke petani dan pengambil keputusan, karena belum
optimalnya organisasi tani memanfaatkan saluran komunikasi politik yang ada.
Seperti rapat dengar-pendapat dengan komisi IV DPR atau menghadiri
pertemuan dengan pihak pemerintah (DKP). Ketika saluran komunikasi politik
menjadi terhambat, organisasi tani biasanya memanfaatkan komunikasi
interpersonal dalam pertemuan resmi sebagai media komunikasi, sehingga
kurang kuat dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik.
57
2. Saluran Komunikasi Politik Pemerintah
Kalangan
pemerintah
dinilai
baik
dalam
memanfaatkan
saluran
komunikasi politik yang ditunjukkan dengan rataan skor 3,59. Pemerintah
menunjukkan situasi yang tergolong setuju memanfaatkan saluran komunikasi
politik untuk menyampaikan pesan komunikasi yang sarat dengan muatan politis
perberasan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mampu memanfaatkan
dengan maksimal berbagai saluran komunikasi politik pemerintah di bidang
perberasan. Situasi ini ditunjukkan dengan publikasi dan pemanfaatan media
massa dengan menyediakan serta menerbitkan beberapa jenis media sebagai
sarana saluran komunikasi politik untuk dapat menjelaskan peran komunikasi
politik yang dilakukan. Salah satu yang dilakukan kalangan pemerintah untuk
melakukan sosialisasi politik seputar perberasan dan informasi pertanian adalah
dengan menerbitkan jenis media cetak seperti “Sinar Tani” yang umumnya sarat
dengan isu seputar perberasan dan pertanian.
Berdasarkan beberapa instrumen kebijakan yang diputuskan, pemerintah
memiliki perhatian kuat untuk mensosialisasikannya ke berbagai pihak dengan
segera. Pada kondisi tertentu, kalangan pemerintah menyampaikan agenda
politik berupa keputusan kebijakan perberasan HPP tiap musim panen dan
melakukan impor beras. Hal ini relatif tinggi mendapat liputan dari media massa
karena pemerintah sudah terbiasa menggunakan saluran komunikasi dengan
media cetak dan elektronik. Isi pesan yang disampaikan juga menjadi lebih
mudah
tersosialisasi
dan
lebih
cepat
mempengaruhi
khalayak,
karena
pemerintah dianggap sebagai sumber informasi yang banyak menjadi perhatian
publik. Situasi ini sekaligus merupakan indikator pendukung pemerintah yang
sangat baik dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik yang tersedia pada
situasi politik nasional saat ini. Umumnya setiap pertemuan dengan pemangku
kepentingan yang digolongkan formal, seperti pertemuan dengan DKP dan rapat
dengar pendapat dengan komisi IV DPR selalu mendapat peliputan dari media
massa
yang
cenderung
menjadi
saluran
komunikasi
politik
dalam
menyebarluaskan inti pembahasan kebijakan antara pihak yang terkait.
Frekuensi pemerintah mendapat liputan yang lebih kuat karena beberapa
instrumen kebijakan perberasan lebih banyak menjadi otoritas pemerintah.
58
3. Saluran Komunikasi Politik Pengusaha Beras
Pengusaha beras tergolong baik di dalam menyalurkan aspirasi
komunikasi politiknya secara intensif dan efektif dengan memanfaatkan saluran
komunikasi politik. Hal ini ditunjukkan dengan memanfaatkan saluran komunikasi
politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan dengan rataan skor 3,43. Ini
menggambarkan bahwa pengusaha beras pada beberapa instrumen kebijakan
memiliki tingkat perhatian yang tinggi seperti melakukan impor beras,
pengembangan
teknologi
dan
perbaikan
infrastruktur,
berbeda
dengan
pemerintah yang memiliki fokus perhatian pada semua instrumen kebijakan
perberasan yang ada. Organisasi pengusaha beras sudah memiliki media massa
internal sebagai sarana untuk mendukung menyalurkan aspirasi politik terhadap
kebijakan perberasan yang ada. Hal ini menjadi pendorong adanya perubahan
pada beberapa instrumen yang berlaku sesuai dengan aspirasi pengusaha
beras.
Penerbitan media komunikasi dalam bentuk media cetak seperti majalah
“Padi” tiap bulan oleh organisasi pengusaha beras telah membantu pengusaha
beras dalam mensosialisasikan aspirasinya yang terkait dengan instrumen
kebijakan perberasan, di samping melakukan komunikasi interpersonal dengan
pengambil kebijakan. Fokus membahas isu perberasan setiap edisi setidaknya
telah banyak mensosialisasikan beberapa agenda politik pengusaha beras pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Pesan komunikasi politik yang tinggi pada
situasi politik nasional dan memiliki dukungan luas dari anggota adalah keinginan
untuk tetap dibukanya katup impor beras. Hal ini juga sering disuarakan lewat
pertemuan dalam wadah DKP. Analisis tersebut didukung Rush dan Althoff
(2003) yang mengemukakan bahwa saluran komunikasi politik internal yang
tersedia bermanfaat dan mendapat respons kuat dari anggota. Komunikasi politik
merupakan proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu
bagian ke bagian lainnya, di antara sistem-sistem sosial dengan sistem politik,
serta merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pertukaran
informasi di antara individu-individu yang satu dengan kelompoknya pada semua
tingkat masyarakat.
59
4. Saluran Komunikasi Politik DPR
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga negara yang mengawasi
kebijakan pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan pada situasi
politik perberasan nasional saat ini mengindikasikan tingkat skor cukup (3,31)
dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik. Hal ini terlihat dari komitmen
DPR di dalam memanfaatkan saluran komunikasi politik untuk mengintervensi
beberapa instrumen kebijakan yang diputuskan pada pelaksanaan kebijakan
perberasan dengan mengundang berbagai elemen pemangku kepentingan pada
saat membahas instrumen kebijakan tersebut. Selain itu, anggota dewan cukup
memanfaatkan saluran komunikasi politik melalui media massa sebagai sumber
informasi utama dalam menyampaikan hasil pembahasan berbagai instrumen
kebijakan perberasan. Dengan demikian, untuk meningkatkan komunikasi politik
DPR, maka diperlukan peningkatan frekuensi memanfaatkan saluran komunikasi
politik seperti dengan menggunakan media massa.
Partisipasi Politik
Partisipasi politik akan menjadi pertimbangan di dalam merumuskan
kebijakan. Partisipasi politik di dalam pelaksanaan kebijakan perberasan adalah
bentuk keperdulian dan tingkat responsif secara politik terhadap pelaksanaan
kebijakan perberasan. Partisipasi politik diukur dari lima aspek instrumen
pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia yaitu: kebijakan HPP, impor
beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan
infrastruktur. Tingkat partisipasi politik memiliki perbedaan dalam pelaksanaan
kebijakan perberasan yang diukur dengan rataan skor pada masing-masing
pemangku kepentingan. Selanjutnya tingkat partisipasi politik masing-masing
para pemangku kepentingan perberasan akan dijelaskan dalam pembahasan
berikut meliputi:
1. Partisipasi Politik Organisasi Tani
Partisipasi
politik
yang
dilakukan
oleh
organisasi
tani
terhadap
pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor 3,19. Artinya,
organisasi tani memiliki tingkat partisipasi politik yang cukup pada lima instrumen
pelaksanaan kebijakan perberasan dalam situasi politik perberasan nasional.
Tingkat partisipasi politik yang dilakukan tidak setinggi ketika ada instumen yang
dianggap kontroversial. Partisipasi politik organisasi tani semakin meningkat
apabila ada pelaksanaan instrumen kebijakan yang dianggap ekstrim, seperti
impor beras dalam jumlah besar, penerapan HPP yang tidak tepat dan dianggap
60
merugikan petani dan subsidi benih dan pupuk yang tidak tepat waktu. Jika
kebijakan tentang hal ini masih berjalan normal maka organisasi tani
menempatkan posisinya sebagai organisasi sosial dalam menolong hak–hak
petani. Namun, organisasi tani juga terkadang melakukan pressure kepada pihak
pengambil kebijakan seperti pada persoalan pengembangan teknologi dan
perbaikan infrastruktur perberasan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi tani
masih tergolong cukup memberikan kontribusinya terhadap penyampaian
aspirasi petani.
2. Partisipasi Politik Pemerintah
Partisipasi politik pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan
menunjukkan rataan skor 3,37. Artinya, pemerintah memiliki tingkat partisipasi
politik yang cukup pada lima instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan
dalam situasi politik perberasan nasional. Namun, dengan semakin banyaknya
departemen yang mengurusi beberapa instrumen kebijakan perberasan
menyebabkan peran partisipasi politik pemerintah menjadi tidak kuat karena
sebagian besar otoritas instrumen kebijakan perberasan banyak dipengaruhi dan
diputuskan melalui masukan beberapa departemen terkait. Selain itu, partisipasi
politik pemerintah sebagai pemangku kepentingan perberasan juga dipengaruhi
oleh media massa dalam konteks pemberitaan pelaksanaan kebijakan
perberasan yang belum kuat terakomodasi karena terhambat birokrasi antar
departemen. Akibatnya informasi tentang berbagai kebijakan perberasan
menjadi terhambat.
3. Partisipasi Politik Pengusaha Beras
Partisipasi politik yang dilakukan oleh pengusaha beras memiliki
tingkatan rataan skor 3,04. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi politik
pengusaha beras tergolong cukup pada beberapa instrumen yang menjadi fokus
kebijakan yang dianggap menguntungkan mereka dalam hal pelaksanaan
kebijakan perberasan. Untuk beberapa kebijakan instrumen perberasan seperti
penetapan HPP, partisipasi politik pengusaha belum baik, cenderung apatis.
Pengusaha beras selama ini cenderung membeli gabah petani di atas harga
HPP sehingga terkesan pengusaha beras tersebut tidak mendukung kebijakan
tersebut tetap ada. Instrumen yang lain mengindikasikan bahwa partisipasi politik
pengusaha beras tinggi mendukung impor beras dan perbaikan infrastruktur
pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan.
Karena
dengan
suksesnya
61
pelaksanaan instrumen tersebut memberi nilai tambah keuntungan bagi
pengusaha beras.
Kebijakan perberasan dewasa ini memberi nilai keuntungan yang rendah
kepada pengusaha beras dengan adanya kecenderungan pemerintah untuk
membatasi pemberian ijin impor beras secara terbatas dan dengan tingkat
kenaikan bea masuk impor yang tidak normal sehingga tidak ada jaminan
kepastian bahwa dalam jangka panjang ijin impor tersebut tetap berlaku.
Meskipun demikian, ternyata masih ditemukan adanya pengusaha beras yang
masih memperoleh surat ijin impor dari Departemen Perdagangan karena
pengusaha tersebut dapat melobi pemerintah agar mereka dapat melakukan
impor beras khususnya untuk beberapa jenis beras kualitas tinggi. Hal ini
diperkuat oleh hasil ”wawancara” dengan para pengusaha beras yang
menyatakan bahwa walaupun ada larangan impor beras dari luar negeri tetapi
ternyata masih banyak beras impor yang masuk ke tanah air.
4. Partisipasi Politik DPR
Partisipasi politik DPR yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan
perberasan tergolong baik dengan rataan skor 3,41. Partisipasi politik Komisi IV
DPR semakin tinggi, pada saat sorotan publik semakin tinggi terhadap instrumen
kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah, seperti penentuan impor
beras, penetapan HPP dan realisasi subsidi benih dan pupuk. Dengan kata lain,
DPR juga berupaya mempertahankan citra politik mereka di publik dengan cara
berpihak kepada aspirasi petani.
Partisipasi politik komisi IV DPR semakin tinggi dengan semakin
banyaknya tuntutan dari publik ke pemerintah untuk segera melakukan
perbaikan pada implementasi kebijakan perberasan. Kritikan publik
kepada
pemerintah juga semakin kuat di dalam menentang isu kebijakan perberasan
yang tidak memihak ke petani seperti pilihan impor beras.
Persepsi Politik
Persepsi politik adalah pandangan atau pendapat politik dari para
pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan yang
berlaku saat ini. Persepsi politik para pemangku kepentingan perberasan
mempunyai tingkatan yang berbeda terhadap lima instrumen pelaksanaan
kebijakan perberasan di Indonesia yang meliputi; kebijakan HPP, impor beras,
subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan tingkat rataan skor masing-masing pemangku
62
kepentingan terhadap lima instrumen kebijakan, dimana kalangan pemerintah
dikategorikan baik persepsi politiknya. Selanjutnya, penjelasan persepsi politik
antar pemangku kepentingan perberasan akan dijelaskan dalam uraian berikut
meliputi:
1. Persepsi Politik Organisasi Tani
Persepsi
politik
organisasi
tani
sebagai
pemangku
kepentingan
perberasan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong cukup
dengan rataan skor 3,25. Organisasi tani memaknai bahwa kebijakan perberasan
yang dilakukan pemerintah saat ini, dipersepsikan pada posisi mendukung
penerapan HPP, subsidi benih dan pupuk serta larangan impor beras demi
mendukung kepentingan petani. Namun, dalam hal pengembangan teknologi
dan
perbaikan
infrastruktur
secara
politik
dipersepsikan
masih
kurang
mendukung kepentingan rakyat. Karena saat ini pengurus organisasi tani melihat
infrastruktur khususnya saluran irigasi masih kurang dan lemah di dalam
memacu produksi beras nasional. Inti ketidaksetujuan organisasi tani juga terkait
dengan ketika mekanisme impor beras dilakukan oleh pemerintah sebagai pilihan
mengatasi kekurangan stok beras. Menurut mereka, hal ini sebenarnya tidak
perlu dilakukan karena akan berdampak pada ketidakpastian bagi petani padi di
dalam berusaha.
Hasil wawancara dengan pengurus organisasi tani menunjukkan bahwa
impor beras seharusnya merupakan solusi terakhir di dalam memenuhi
kebutuhan beras dalam negeri karena adanya gagal panen dan bencana alam.
Selama produksi beras dalam negeri masih mencukupi pemerintah tidak perlu
melakukan impor dan sebaiknya melakukan perbaikan infrastruktur dan
menerapkan teknologi baru yang dapat memacu produksi beras dalam negeri
yang diikuti dengan konsistensi pemerintah di dalam menerapkan HPP terhadap
gabah petani ketika musim panen. Untuk memacu produksi beras dalam negeri
dan bahkan dapat melakukan ekspor, maka perbaikan infrastruktur irigasi dan
membuka lahan persawahan baru adalah hal-hal yang dikemukakan oleh
organisasi tani sebagai solusi.
63
2. Persepsi Politik Pemerintah
Persepsi politik pemerintah terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan
menunjukkan rataan skor tergolong baik (3,42). Artinya, kebijakan perberasan
yang ditempuh pemerintah sudah sesuai dengan pilihan kebijakan yang dapat
dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari tahap penyusunan
kebijakan sampai tahap implementasi di lapangan. Namun, anggaran pemerintah
untuk melakukan perbaikan dan penerapan teknologi baru dan perbaikan
infrastruktur irigasi sangat terbatas dengan adanya tumpang tindih kepentingan
kebijakan sektoral yang terkait dengan kebijakan perberasan. Secara tidak
langsung, hal ini memperparah kondisi pembangunan pertanian, khususnya
tanaman padi pada beberapa instrumen kebijakan. Hal ini diungkapkan oleh
pejabat Departemen Pertanian yang merasa bahwa haknya untuk pengelolaan
pertanian justru sangat terkait dengan kebijakan pada departemen lain.
Secara politik, urusan kebijakan pertanian khususnya tanaman padi
merupakan tanggungjawab Departemen Pertanian. Namun temuan di lapangan
menunjukkan bahwa beberapa kewenangan kebijakan yang semula ditangani
oleh Departemen Pertanian sekarang ditangani oleh beberapa departemen.
Kebijakan terkait irigasi diserahkan wewenangnya kepada Departemen PU,
kebijakan produksi pupuk di Departemen BUMN dan Departemen Perdagangan,
pemasaran dan distribusi hasil pertanian terletak pada wewenang Departemen
Perdagangan dan Perum Bulog. Dengan demikian, terlihat tidak adanya sinergi
pengelolaan perberasan di institusi pemerintah sendiri.
3. Persepsi Politik Pengusaha Beras
Persepsi politik pengusaha beras terhadap pelaksanaan kebijakan
perberasan menunjukkan rataan skor tergolong cukup (3,36). Artinya, persepsi
politik pengusaha beras kategori cukup pada situasi politik perberasan nasional.
Kecenderungan
persepsi
politik
mereka
terhadap
kebijakan
perberasan
menunjukkan bahwa instrumen yang ada selama ini dinilai buruk sebagian atau
mendukung
beberapa
instrumen
kebijakan
yang
selama
ini
dilakukan
pemerintah.
Di samping itu, pengusaha beras mendukung pemerintah tetap membuka
katup impor beras dalam negeri apabila tidak mampu untuk diarahkan pada
upaya memperbaiki sistem pertanian dan perbaikan pada beberapa instrumen
dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Alasan lain yang dikemukakan adalah
harga beras impor justru lebih murah dibanding dengan harga lokal yang dibeli
64
dari petani. Ketatnya larangan impor seperti saat ini malah justru memberi
peluang terjadinya penyeludupan beras di beberapa titik. Sebagai contoh,
beberapa pengusaha yang mempunyai pengaruh kekuasaan dan dapat
memperoleh ijin impor beras terbatas, ternyata kini sudah mendistribusikannya
ke beberapa kota besar. Berdasarkan temuan beberapa pengusaha PERPADI,
ternyata beras impor sudah ada yang masuk ke pasar tradisional dan bahkan
diijinkan dipasarkan di Hypermarket dan pusat perbelanjaan besar. Sebenarnya,
menurut beberapa pengusaha beras, nilai pendapatan dan keuntungan yang
akan mereka peroleh menjadi lebih tinggi bila mereka turun langsung membeli
gabah ke petani. Dengan demikian dapat bersaing dengan harga beras impor
yang lebih murah dibanding beras dalam negeri.
4. Persepsi Politik DPR
Persepsi politik DPR terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan
menunjukkan rataan skor tergolong cukup (3,36) dalam menilai beberapa
kebijakan perberasan yang berlaku saat ini. Hal ini terlihat dari kecenderungan
anggota DPR di dalam mendukung beberapa instrumen pelaksanaan kebijakan
perberasan seperti tetap menerapkan HPP dalam pembelian gabah petani pada
situasi panen raya, mendistribusikan benih dan pupuk bersubsidi tepat waktu
dan sasaran serta tidak melakukan impor beras dalam jumlah besar.
Hasil pengamatan anggota DPR dalam kunjungan mereka ke daerah
menemukan beberapa kasus kelangkaan pupuk, benih palsu dan beberapa
tempat mengalami kekeringan karena rusaknya saluran irigasi. Para anggota
DPR mengatakan setuju jika pemerintah tidak melakukan impor beras. Namun
dalam kebijakan perbaikan infrastruktur dan pegembangan teknologi persepsi
politik DPR masih lemah. Artinya, anggota DPR berpersepsi bahwa segala
sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kebijakan ini masih
dianggap belum baik. Dilihat dari kebijakan stabilitas harga beras tidak
memperlihatkan hasil yang diharapkan.
65
Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan
Perilaku komunikasi politik pada penelitian ini menyangkut perilaku yang
diakibatkan oleh dampak atau efek pemberitaan media massa seperti
keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik
responden terhadap pemberitaan media massa seputar pelaksanaan kebijakan
perberasan. Perilaku komunikasi politik dalam penelitian meliputi: keterdedahan
pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku komunikasi politik yang ada
pada masing–masing pemangku kepentingan dalam pelaksanaan kebijakan
perberasan menunjukkan adanya perbedaan berdasarkan hasil hitungan rataan
skor. Selanjutnya, respons politik masing-masing pemangku kepentingan
perberasan pada perilaku komunikasi politik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Respons politik pada perilaku komunikasi politik
Respons Politik*)
Organisasi
Pemerintah
Pengusaha
No
Tani
Beras
1
Keterdedahan Media Massa
3,34
3,16
3,35
2
Respons Opini Publik
3,48
3,24
3,26
3
Sikap Politik
3,14
3,71
2,87
Rataan skor
3,32
3,37
3,16
Keterangan: *) Rataan skor 1,00-1,80 = buruk; 1,81-2,60 = kurang; 2,61-3,40 = cukup;
3,41-4,20 = baik; 4,21-5,00 = Sangat baik
Perilaku
Komunikasi Politik
DPR
3,07
3,42
3,29
3,26
Keterdedahan pada Media Massa
Keterdedahan pada media massa yaitu kecenderungan memanfaatkan
media cetak maupun elektronik sebagai sumber informasi sehubungan
pelaksanaan kebijakan perberasan. Rakhmat (2007) menjelaskan bahwa
seseorang akan mendengar dan membaca apa yang diinginkannya serta
menolak apa yang tidak dikehendakinya. Keterdedahan pada media massa antar
masing–masing pemangku kepentingan berbeda pada pelaksanaan kebijakan
perberasan, selanjutnya diuraikan dalam pembahasan berikut ini.
1. Keterdedahan Organisasi Tani pada Media Massa
Keterdedahan organisasi tani terhadap media massa pada pelaksanaan
kebijakan perberasan menunjukkan rataan skor 3,34. Ini berarti keterdedahan
organisasi tani mengenai isi pesan tentang pemberitaan seputar kebijakan
perberasan di media massa tergolong cukup. Informasi dari media massa
tersebut cukup dimanfaatkan oleh organisasi tani sebagai rujukan pelaksanaan
kebijakan perberasan. Perilaku keterdedahan pada media massa di kalangan
organisasi tani ini perlu terus dipacu tentunya melalui pemanfaatan media massa
66
yang sarat dengan isi pesan seputar politik perberasan. Hal ini penting dilakukan,
karena informasi media massa masih dianggap memiliki peran dalam
membangun pandangan politik para pengurus organisasi tani.
Keterdedahan pada media massa semakin nyata andilnya ketika masalah
kebijakan perberasan dan pertanian menjadi pemberitaan yang terus-menerus.
Beberapa bentuk efek dari keterdedahan media massa oleh organisasi tani
adalah tindakan demonstrasi saat kebijakan pemerintah dianggap merugikan
seperti melakukan impor beras pada saat kondisi surplus beras di dalam negeri.
Hasil pengamatan terhadap organisasi tani menunjukkan peran media
massa masih dianggap sebagai salah satu sumber informasi penting dalam
memperkuat beberapa isu kebijakan politik perberasan. Keterdedahan pada
media massa oleh organisasi tani terhadap informasi pelaksanaan kebijakan
perberasan juga memanfaatkan media cetak internal organisasi tani seperti
majalah
“Tani
Merdeka.”
Media
tersebut
sarat
dengan
berita
seputar
implementasi kebijakan perberasan dan informasi seputar dunia pertanian.
2. Keterdedahan Pemerintah pada Media Massa
Pemerintah sebagai pengatur regulasi kebijakan perberasan ternyata
memiliki tingkat keterdedahan atau ketergantungan pada informasi media massa
tergolong cukup dengan rataan skor 3,16. Berarti, tingkat ketergantungan
pemerintah atas informasi dari media massa cukup berpengaruh dalam
membentuk perilaku komunikasi politik, di dalam pengambilan keputusan yang
terkait dengan politik perberasan. Informasi seputar kebijakan perberasan di
media massa terbatas dibanding berita lainnya, dengan demikian informasi
media internal pemerintah juga masih menjadi salah satu rujukan utama.
Hasil wawancara dengan kalangan pemerintah mengemukakan bahwa
pada kondisi tertentu mereka beranggapan bahwa Informasi dari media massa
hanya jadi pelengkap data pemerintah, namun di pihak lain isi berita media
massa bisa juga menjadi salah satu pertimbangan dalam mengeluarkan
kebijakan. Artinya, informasi media massa juga bisa mempengaruhi tindakan
politik pemerintah terkait implementasi kebijakan perberasan. Informasi media
massa sendiri menurut pemerintah juga bisa melebih-lebihkan kondisi “buruk”
perberasan di Indonesia.
67
Menurut pejabat pemerintah, ketika ada instrumen kebijakan yang
sifatnya polemik di masyarakat maka “koran” ramai-ramai memberitakannya.
Namun, ketika informasi yang sifatnya prestasi pemerintah dalam kebijakan
perberasan seperti tahun 2004-2005 yang telah kembali swasembada beras,
media massa tidak optimal mensosialisasikannya. Dengan demikian mereka
lebih cenderung menggunakan informasi media internal sebagai informasi utama
dan menjadi salah satu rujukan untuk disampaikan ke masyarakat.
3. Keterdedahan Pengusaha Beras pada Media Massa
Keterdedahan pengusaha beras terhadap informasi media massa seputar
kebijakan politik perberasan menunjukkan angka rataan skor 3,35. Berarti
pengusaha beras tergolong cukup menggunakan media massa sebagai informasi
seputar politik perberasan di Indonesia. Bagi pengusaha beras, informasi dan
ketergantungannya terhadap media massa merupakan bentuk keingintahuan
pada implementasi perkembangan informasi harga di tingkat petani dan daya beli
konsumen, di samping informasi terkini seputar pelaksanaan kebijakan
perberasan di beberapa tempat.
Ketergantungan pada media massa oleh pengusaha beras memiliki
tingkat ketergantungan yang cukup dimana mereka juga berlangganan media
cetak. Pengusaha beras memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengetahui
informasi komoditas beras setiap saat, hal ini berdasarkan temuan di lapangan
bahwa pengusaha beras memiliki atau berlangganan tetap pada majalah yang
diterbitkan oleh pengurus PERPADI yaitu majalah “Padi.” Majalah pengurus
PERPADI umumnya sarat dengan informasi seputar politik perberasan. Artinya,
keterbatasan pada pemberitaan media massa yang umum, menjadikan majalah
“Padi” sebagai salah satu pilihan mereka.
4. Keterdedahan DPR pada Media Massa
Keterdedahan
DPR
pada
media
massa
terkait
kebijakan
politik
perberasan menunjukkan rataan skor 3,07. Berarti, komisi IV DPR masih
tergolong cukup ketergantungannya atas informasi perberasan yang bersumber
dari media massa. Hal ini sangat dimungkinkan karena media massa sendiri
memiliki keterbatasan di dalam memuat informasi perberasan, dengan kata lain
frekuensi pemberitaan politik perberasan minim dibanding informasi seputar
politik, sosial dan ekonomi. Mereka banyak memanfaatkan media massa sebagai
sumber informasi kebijakan perberasan ketika hal tersebut biasanya menyangkut
68
yang sifatnya polemik di publik seperti rencana impor beras atau ada beberapa
implementasi pemerintah yang bermasalah di tingkat petani.
Kalangan DPR sendiri juga bisa memperoleh informasi kebijakan
perberasan dari pemerintah, akademisi, asosiasi pengusaha dan organisasi tani
pada waktu rapat kerja dan rapat dengar-pendapat sehingga tidak mutlak hanya
bersumber dari media massa. Selanjutnya, komisi IV DPR sendiri memiliki akses
terhadap berbagai sumber informasi relevan, karena dengan posisi dan
fungsinya sebagai anggota legislatif yang banyak mengontrol dan kerjasama
dengan pemerintah.
Respons terhadap Opini Publik
Respons terhadap opini publik yang dimaksud adalah bentuk respons dan
tindakan politik pemangku kepentingan terkait kebijakan perberasan di Indonesia.
Opini publik adalah pandangan orang yang tidak terorganisir, tersebar dimanamana karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak
dapat bergerak serentak dalam menyikapinya. Santoso (2004) mengemukakan
opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial dan
menimbulkan pendapat yang berbeda-beda.
Respons terhadap opini publik seputar implementasi instrumen kebijakan
perberasan di Indonesia masing-masing pemangku kepentingan memiliki
perbedaan. Organisasi tani dan komisi IV DPR tergolong memiliki respons yang
baik terhadap opini yang berkembang di publik. Berikut penjelasan respons antar
pemangku kepentingan terhadap politik perberasan di Indonesia seperti dalam
uraikan berikut ini.
1. Respons Organisasi Tani terhadap Opini Publik
Respons organisasi tani terhadap opini publik mengenai kebijakan politik
perberasan menunjukkan kategori baik dengan rataan skor 3,48. Ini berarti,
respons mereka terhadap opini publik tergolong baik dalam mempengaruhi peran
komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Dimana organisasi
tani memiliki pandangan yang sama dengan beberapa pendapat yang
dikemukakan di publik terkait politik perberasan di Indonesia. Hal ini bisa juga
menjelaskan bahwa semakin banyak kontribusi pendapat, opini, tulisan, kritikan
dan masukan seputar implementasi kebijakan perberasan maka sangat baik
dalam mempengaruhi perilaku tindakan komunikasi politik yang dilakukan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan.
69
Tindakan komunikasi politik yang dilakukan organisasi tani dalam
menanggapi opini publik seputar kebijakan yang sifatnya merugikan petani
maupun organisasi petani adalah dengan melakukan tindakan demonstrasi,
lobby politik, audiensi dan korespondensi ke DPR dan Pemerintah. Data
organisasi tani menunjukkan bulan Juli 2007 merupakan tingkat demonstrasi
yang paling banyak melibatkan beberapa organisasi tani, ormas, petani,
organisasi mahasiswa dan beberapa LSM menolak impor beras. Hal ini
menggambarkan bahwa organisasi tani juga memiliki pandangan yang sama
dengan publik, yakni merasa keberatan atas kebijakan impor beras. Dengan
demikian, organisasi tani memiliki respons yang baik atas opini masyarakat yang
menolak impor beras dilakukan pemerintah.
2. Respons Pemerintah terhadap Opini Publik
Respons pemerintah terhadap opini publik mengenai kebijakan politik
perberasan menunjukkan rataan skor 3,24. Ini berarti respons pemerintah
terhadap opini publik pada pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong cukup.
Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki keinginan menanggapi opini publik.
Hal ini juga mempengaruhi tindakan politik untuk mengakomodir masukan dari
masyarakat. Dengan tidak memberikan ijin untuk melakukan ekspor walau
tingkat permintaan tinggi di luar negeri merupakan salah satu tindakan yang tepat
dalam merespons keinginan masyarakat. Kondisi ini menggambarkan dimana
pemerintah cukup tepat didalam merespons opini masyarakat baik yang
disalurkan melalui media massa maupun masukan dari beberapa pihak. Opini
yang berkembang di dalam masyarakat saat ini berupa terjadi ketakutan dan
kekhawatiran stok beras di dalam negeri berkurang apabila pemerintah “tergoda”
melakukan ekspor dalam jumlah besar.
3. Respons Pengusaha Beras terhadap Opini Publik
Respons pengusaha beras terhadap opini publik mengenai politik
pelaksanaan kebijakan perberasan mempunyai rataan skor 3,26. Berarti respons
pengusaha beras terhadap kebijakan politik perberasan tergolong cukup. Ini
menggambarkan pengusaha beras memiliki tingkat penilaian yang seiring pada
beberapa opini publik dalam merespons perbaikan beberapa instrumen kebijakan
di dalam negeri.
70
Pengusaha beras berpendapat setuju dengan masukan masyarakat
bahwa perlu dilakukan modernisasi sektor pertanian khususnya tanaman padi.
Karena
hal
ini
berdampak
pada
pemulihan
produksi
padi,
sehingga
meningkatkan produksi beras di dalam negeri dan mampu melakukan ekspor
ketika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi. Pengusaha beras menolak opini
publik yang tidak memperbolehkan impor beras, artinya tidak semua opini publik
bisa diterima para pengusaha. Karena menurut beberapa pengusaha sepanjang
belum dapat membenahi implementasi beberapa kebijakan di dalam negeri,
semestinya pemerintah memberi izin impor setiap saat. Hal ini seperti diungkap
oleh pengusaha beras di pasar Cipinang yang mengatakan untuk kondisi saat ini
melakukan impor tidak masalah sepanjang demi menjaga harga dapat dijangkau
konsumen.
4. Respons DPR terhadap Opini Publik
Respons anggota DPR terhadap opini publik terkait pelaksanaan
kebijakan perberasan ditunjukkan dengan rataan skor 3,42. Berarti respons
anggota DPR terhadap opini publik seputar kebijakan politik perberasan
tergolong baik. Hal ini terlihat bahwa komisi IV DPR sejalan dengan beberapa
opini publik yang berkembang mengenai beberapa instrumen kebijakan yang
harus dibenahi. Bentuk tanggungjawab para anggota dewan untuk merespons
beberapa komentar dan pemberitaan di media massa. Kritikan para akademisi
seputar pelaksanaan kebijakan perberasan tergolong baik diterima oleh DPR.
Bentuk dukungan terhadap opini publik dilakukan komisi IV DPR dengan
tindakan politik seperti hak interpelasi ke pemerintah terkait impor beras.
Menolak impor beras, mendukung melakukan perbaikan infrastruktur merupakan
bentuk respons baik atas opini publik.
Berdasarkan data “jaring aspirasi” diterimanya audiensi beberapa
kalangan saat pembahasan interpelasi rencana impor beras dan terjadinya
kelangkaan pangan di Papua merupakan sikap baik dukungan pada aspirasi
rakyat. Merespons opini publik ditandai juga dengan menerima audiensi ormas
Islam, Kristen, organisasi tani dan beberapa LSM pada saat komisi IV DPR
menilai pemerintah lemah dalam mengimplementasikan kebijakan pangan di
Papua.
71
Sikap Politik
Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan tindakan politik
yang mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik,
1999). Sikap politik dari masing–masing pemangku kepentingan perberasan
berdasarkan lima instrumen kebijakan perberasan di Indonesia terdapat
perbedaan. Sikap politik diukur berdasarkan rataan skor atas kebijakan
perberasan yang selama ini diberlakukan. Pemerintah memiliki sikap politik yang
sangat baik penilaiannya atas politik perberasan yang berlaku, sementara
organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR memiliki penilaian yang
berbeda dengan sikap politik pemerintah. Berikut penjelasan sikap politik
masing-masing pemangku kepentingan seperti diuraikan berikut ini.
1. Sikap Politik Organisasi Tani
Sikap politik yang dilakukan oleh organisasi tani terhadap politik
pelaksanaan kebijakan perberasan menunjukkan angka rataan skor 3,14.
Artinya, sikap politik pengurus organisasi tani pada perilaku komunikasi politik
tergolong cukup. Pilihan sikap politik ini berarti mengindikasikan bahwa beberapa
instrumen belum memberi keuntungan bagi petani.
Bagi organisasi tani jika instrumen pemerintah berpihak pada nasib petani
maka hal itu akan didukung, sebaliknya jika beberapa kebijakan yang dikeluarkan
tidak berpihak, maka yang dilakukan adalah penolakan. Untuk pelaksanaan
penerapan HPP pada musim panen raya, petani memiliki sikap mendukung.
Namun untuk impor beras, organisasi tani memiliki sikap menolak. Banyaknya
organisasi tani berdemonstrasi ketika kebijakan perberasan dilanggar merupakan
bukti nyata bahwa sikap politik beberapa organisasi tani di Indonesia tetap
konsisten.
Dengan tidak adanya perbaikan dan pengembangan teknologi pertanian
menunjukkan bahwa organisasi tani menilai pemerintah lemah pada tahap
implementasi. Sehingga sikap yang ditunjukkan adalah menolak beberapa
instrumen dan mendukung beberapa instrumen yang telah dilakukan pemerintah
pada kelima instrumen.
2. Sikap Politik Pemerintah
Sikap politik pemerintah terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan
menunjukkan angka rataan skor 3,71. Berarti pemerintah memiliki sikap politik
baik dalam menilai kebijakan perberasan yang berlaku. Dengan demikian
pemerintah merasa bahwa kebijakan politik perberasan sudah sesuai. Pilihan
72
sikap mendukung mengarahkan perilaku komunikasi dan tindakan politiknya
mempertahankan lima instrumen tetap berlaku. Sikap politik pemerintah didasari
atas penilaian mereka selama ini, bahwa kebijakan yang dikeluarkan sudah
tepat. Hal ini turut mempengaruhi sikap politik dalam institusinya bahwa
kebijakan yang ada sudah sesuai dengan kemampuan anggaran dan dukungan
dari berbagai departemen pemerintah.
Sikap politik pemerintah mengindikasikan bahwa mereka adalah tetap
menjadi penentu utama dalam mengatur berbagai rumusan pilihan instrumen
yang dijalankan di Indonesia. Walaupun tetap melibatkan pihak di luar
pemerintah, namun sikap politik pemerintahlah yang tetap mendominasi pada
beberapa keputusan politik perberasan.
3. Sikap Politik Pengusaha Beras
Sikap politik oleh pengusaha beras terhadap kebijakan perberasan
ditunjukkan oleh angka rataan skor 2,87. Hal ini berarti pengusaha beras memiliki
tingkat dukungan cukup dan cenderung memiliki sikap politik yang menolak pada
beberapa instrumen kebijakan yang berlaku. Kecenderungan penolakan oleh
pengusaha beras berkaitan dengan kebijakan perberasan yang sekarang
mengarah tidak adanya ijin impor beras dalam jumlah besar. Sementara
pengusaha beras menilai dengan kondisi tersebut masih tepat untuk impor beras
dengan pertimbangan bahwa implementasi kebijakan yang ada tidak berdampak
baik pada mereka. Sepanjang pemerintah belum mampu mengatasi berbagai
persoalan dalam politik perberasan seperti persoalan benih, pupuk, infastruktur
irigasi dan pengembangan teknologi. Maka, pemerintah seharusnya tetap
memberi izin untuk impor dalam jumlah besar.
Pengusaha beras menilai adanya impor beras, akan lebih efisien
dibanding bila membeli beras di beberapa daerah karena biaya yang dikeluarkan
lebih mahal. Harga beras impor lebih murah dan dijual dengan harga tinggi
karena bersaing dengan tingkat kualitas dan kuantitas. Hasil wawancara dengan
pengusaha beras mengemukakan bahwa ketika melakukan pembelian beras di
daerah untuk didatangkan ke Jakarta sering mendapatkan kasus “pungli”
sehingga hal ini menambah biaya.
73
Berdasarkan
sikap
politik
pengusaha
beras
untuk
instrumen
pemberlakuan HPP, menilai hal ini berdampak pada kecenderungan harga lebih
tinggi. Padahal menurut mereka pada kondisi tertentu pembelian gabah petani
bisa di bawah harga HPP. Penerapan HPP akan merugikan pengusaha beras
sehingga menolak adanya instrumen tersebut tetap berlaku. Untuk Instrumen
yang lain seperti pembenahan irigasi dan pemakaian teknologi baru mereka
menganggap pemerintah lemah dalam melakukan pembenahan.
4. Sikap Politik DPR
Sikap politik anggota DPR terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan
menunjukkan angka rataan skor 3,29. Berarti, anggota DPR memiliki sikap politik
cukup pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang
berlaku. Hal ini
menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan perberasan yang berjalan saat ini
memiliki sikap mendukung dan menunjukkan penolakan pada beberapa
kebijakan perberasan yang belum dijalankan oleh pemerintah secara optimal.
Perilaku komunikasi politik yang dijalankan selama ini dalam membentuk
sikap politik diilhami oleh pilihan kebijakan yang selama ini ditempuh pemerintah.
Penolakan kalangan anggota DPR pada impor beras merupakan bentuk sikap
politik yang konsisten dan solusi yang salah dipilih pemerintah di dalam
memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.
Beberapa kebijakan perberasan yang memiliki sikap penolakan cukup
tinggi terutama terhadap impor beras, tidak tepatnya dalam penyaluran subsidi
benih dan pupuk serta tidak adanya perbaikan infrastruktrur. Sedangkan untuk
penerapan HPP, komisi IV DPR menilai pemerintah sudah tepat dalam
implementasinya, sehingga petani tidak mengalami kerugian pada musim panen
raya.
74
Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan
Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan
Peran komunikasi politik dilihat dari status, fungsi, keberpihakan dan
respons
masing-masing
pelaksanaan
kebijakan
pemangku
perberasan.
kepentingan
Menurut
Rush
terhadap
dan
instrumen
Althoff
(2003)
menyatakan bahwa komunikasi politik adalah sebagai katalisator karena
memberikan unsur sarana dinamik dengan nama informasi yang secara politis
relevan bisa membentuk orientasi tujuan politik. Dengan demikian, peran
komunikasi politik yang dilakukan setiap pemangku kepentingan perberasan
lebih berpihak pada kepentingan konstituen yang diwakilinya. Oleh karena itu,
masing-masing pemangku kepentingan menginginkan kepentingannya lebih
diutamakan di dalam pelaksanaan instrumen kebijakan perberasan.
Hasil perhitungan rataan skor peran komunikasi politik di dalam
merespons kebijakan perberasan yang meliputi: Harga Pembelian Pemerintah,
Melakukan Impor Beras, Subsidi Benih dan Pupuk, Pengembangan Teknologi
dan Perbaikan Infrastruktur menunjukkan adanya perbedaan. Secara politik
adanya perbedaan di dalam merespons kebijakan perberasan akan diteruskan
dengan melakukan lobi-lobi politik, negosiasi politik dan keinginan untuk terlibat
aktif di dalam membuat peraturan implementasi instrumen pelaksanaan
kebijakan perberasan. Selanjutnya, peran komunikasi politik masing-masing
pemangku kepentingan di dalam merespons kebijakan perberasan dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Peran komunikasi politik pelaksanaan kebijakan perberasan
No
1
2
3
4
5
Pelaksanaan
Kebijakan Perberasan
Harga Pembelian Pemerintah
Melakukan Impor Beras
Subsidi Benih dan Pupuk
Pengembangan Teknologi
Perbaikan Infrastruktur
Rataan Skor
Keterangan: *)
Peran Komunikasi Politik *)
Organisasi
Tani
Pemerintah
Pengusaha
Beras
DPR
3,53
2,58
3,40
3,49
3,46
3,29
3,27
3,28
3,39
4,15
4,20
3,65
3,04
3,70
3,28
3,39
3,55
3,39
4,11
2,59
3,17
3,19
3,31
3,27
Rataan Skor 1,00-1,80 = Sangat Tidak Setuju; 1,81-2,60 = Tidak Setuju;
2,61-3,40 = Ragu- ragu; 3,41-4,20 = Setuju; 4,21-5,00 = Sangat Setuju
Berdasarkan perhitungan rataan skor peran komunikasi politik masingmasing pemangku kepentingan perberasan, ternyata pemerintah masih lebih
dominan dalam memberi respons politik terhadap pelaksanaan kebijakan
perberasan. Selanjutnya dijelaskan peran komunikasi politik masing-masing
75
pemangku kepentingan dalam merespons kebijakan perberasan yang selama ini
berlaku, di dalam uraian berikut ini.
1. Peran Organisasi Tani
Organisasi tani memiliki respons yang tergolong setuju dengan rataan
skor 3,53 terhadap kebijakan HPP, skor 3,49 untuk pegembangan teknologi dan
skor 3,46 untuk perbaikan infrastruktur pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Selanjutnya respons organisasi tani yang tergolong pada kategori ragu-ragu
yaitu rataan skor 3,40 untuk subsidi benih dan pupuk. Sedangkan respons
organisasi tani yang tergolong pada kategori tidak setuju yaitu rataan skor 2,58
untuk melakukan impor beras.
Kalangan pengurus organisasi tani merespons setuju adanya penerapan
HPP diberlakukan. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan
juga setuju di dalam mempengaruhi kebijakan perberasan untuk tetap
mempertahankan penerapan instrumen kebijakan HPP. Jadi organisasi tani
memfungsikan perannya sebagai penghubung dalam menyampaikan aspirasi
yang berkembang di tingkat petani. Harga pembelian pemerintah dianggap
sebagai standar harga dasar dalam membeli gabah petani, sehingga organisasi
tani
setuju
untuk
mengemukakan,
tetap
dipertahankan.
pemerintah
harus
tetap
Pengurus
organisasi
memerankan
tani
fungsinya
juga
dalam
mengontrol pembelian gabah petani dengan menerapkan HPP.
Selanjutnya respons yang dilakukan terhadap pengembangan teknologi
dan perbaikan infrastruktur menunjukkan organisasi tani memiliki respons setuju.
Artinya, organisasi tani mendukung kebijakan realisasi pengembangan teknologi
dan perbaikan infrastruktur melalui peran komunikasi politik yang disampaikan
kepada para pengambil kebijakan. Bagi organisai tani terbangunnya infrastruktur
seperti irigasi dan teknologi berdampak pada meningkatnya pendapatan petani,
sehingga kesejahteraannya juga membaik. Terbangunnya irigasi yang baik dan
petani mengadopsi teknologi baru dapat mempercepat meningkatnya produksi
beras nasional, sehingga mengurangi peluang masuknya beras luar negeri
dalam jumlah besar. Dengan demikian, ada keberpihakan terhadap peningkatan
produksi beras nasional, sehingga tidak tergantung pada produksi negara lain.
Argumen demikian sesuai pendapat Arifin (2007) yang mengemukakan
terbentuknya saluran irigasi yang baik merupakan hal utama untuk memacu
produksi padi, di samping dukungan kebijakan lainnya. Perbaikan irigasi dan
pengenalan teknologi diharapkan mampu meningkatkan produksi beras nasional.
76
Kebijakan impor beras organisasi tani memberi respons tidak setuju
berdasarkan hasil rataan skor. Dengan demikian, para pengurus organisasi tani
menolak impor beras terus dilakukan. Artinya, organisasi tani masih memiliki
keberpihakan terhadap nasib petani, sesuai dengan peran yang melekat pada
kedudukannya sebagai wakil kepentingan petani di dalam negeri. Hal ini juga
mempertegas posisi organisasi tani yang cenderung membela kepentingan
petani di dalam negeri dibanding dengan kemauan beberapa pihak yang merasa
diuntungkan dengan impor beras. Kondisi ini juga diperkuat dengan beberapa
sikap politik organisasi tani yang selalu menolak impor beras setiap ada
keinginan dari pemerintah atau pengusaha beras untuk melakukan impor beras.
Bagi organisasi tani impor beras merupakan instrumen kebijakan yang salah
dalam politik perberasan Indonesia, sekaligus gambaran “penghianatan” para
pengambil kebijakan atas nasib para petani di dalam negeri. Organisasi tani
melakukan peran komunikasi politik dengan mengusulkan impor beras tidak
dilakukan, guna memberi kepastian berusaha bagi petani.
2. Peran Pemerintah
Pemerintah memiliki respons yang tergolong ragu-ragu dengan rataan
skor 3,27 terhadap kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan, skor
3,28 untuk melakukan impor beras, skor 3,39 untuk subsidi benih dan pupuk.
Sedangkan respons pemerintah yang tergolong pada kategori setuju yaitu skor
4,15 untuk pengembangan teknologi dan skor 4,20 untuk perbaikan infrastruktur.
Kalangan pejabat pemerintah merespons dengan ragu-ragu untuk tetap
memberlakukan HPP setiap saat, yang berarti bahwa tidak semua kalangan
pemerintah di dalam melakukan komunikasi politik memiliki suara bulat di dalam
menginginkan hal tersebut diberlakukan secara kontinu. Pejabat pemerintah
menginginkan pemberlakuan HPP hanya pada waktu musim panen raya. Artinya,
pemerintah di satu pihak tidak berkeinginan harga jatuh di musim panen raya,
tapi di pihak lain menginginkan petani mendapat harga pembelian padi yang
lebih baik atau tetap tinggi pada musim paceklik. Umumnya, harga di tingkat
petani jatuh pada saat panen raya, dan mengalami kenaikan harga pada musim
paceklik yaitu di atas HPP. Dengan demikian, petani dapat menjual gabah pada
harga lebih tinggi.
77
Pengadaan beras oleh pemerintah sebagian besar dilakukan pada bulan
Februari sampai Juli, sesuai periode panen raya. Pada saat itu, Perum Bulog
menjadi lebih proaktif untuk mengindentifikasi daerah-daerah yang mengalami
harga di bawah HPP (DKP, 2006). Biasanya pemerintah melalui DKP
mengundang organisasi tani dalam penentuan penerapan standar HPP tiap
tahun. Dengan demikian hal ini juga dimanfaatkan dengan baik oleh para
pemangku
kepentingan
dalam
menyampaikan
aspirasi
mereka.
Peran
komunikasi politik dapat dipengaruhi pihak lain dalam memutuskan penetapan
HPP seperti organisasi tani, pengusaha beras dan kalangan DPR. Ada beberapa
alasan kebijakan pemerintah melakukan pengaturan HPP, seperti menjaga
kestabilan harga beras, mendorong minat investasi di tingkat usahatani agar
tetap baik. Hal ini juga akan merangsang petani menggunakan teknologi baru
serta alat-alat pertanian baru apabila harga tetap menguntungkan mereka.
Apabila petani merasa rugi di setiap musim panen, maka berakibat pada
berkurangnya minat petani untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
bertani serta berlanjut pada kerugian masyarakat secara keseluruhan.
Untuk melakukan impor beras pejabat pemerintah memiliki respons yang
tergolong ragu-ragu sebagai salahsatu komponen pelaksanaan kebijakan
perberasan. Artinya pemerintah berada pada posisi yang mendukung impor
beras ketika stok beras di dalam negeri sudah berada pada tahap tidak
mencukupi atau stok beras menghawatirkan sehingga dapat mengganggu
stabilitas politik. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan
pemerintah adalah dengan mengoptimalkan sumber stok beras yang berasal dari
petani di dalam negeri, walaupun tidak tertutup untuk melakukan impor beras.
Kebijakan impor beras merupakan kebijakan yang dilakukan melalui
keputusan politik pemerintah sebagi regulator utama. Pada kondisi tertentu
pemerintah lebih memperioritaskan tersedianya beras dengan harga yang stabil.
Apabila beras berada pada stok terbatas dan harga cenderung naik, menjadi
pendorong pemerintah untuk melakukan impor beras. Dalam hal ini, peran
pemerintah di satu pihak menerima aspirasi petani dengan optimal melakukan
pemenuhan kebutuhan bersumber dari petani di dalam negeri, namun di pihak
lain pemerintah juga berpihak pada konsumen dengan menyediakan harga beras
yang terjangkau oleh masyarakat luas. Oleh sebab itu, pemerintah juga berpihak
pada konsumen dengan cara melakukan impor beras demi harga yang lebih
78
murah. Oleh karena itu, pemerintah memfungsikan Bulog sebagai stabilisator
harga beras di dalam negeri.
Beberapa hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa beralihnya
fungsi Bulog menjadi Perum berperan untuk mendorong tetap melakukan impor
beras. Dengan fungsinya sebagai Perum akan berdampak pada berkurangnya
fungsi sosial dan daya serap terhadap pembelian gabah petani. Tujuannya juga
lebih condong mencari keuntungan bisnis semata, meninggalkan beberapa
peran sosial seperti dalam melakukan stabilitas harga dan menyalurkan “raskin.”
Hasil temuan di lapangan juga mengemukakan bahwa biaya yang
dikeluarkan pemerintah lebih murah jika melakukan impor beras dibanding
dengan membeli gabah petani atau membangun pertanian yang sudah terlanjur
rusak atau “salah urus.” Pada prakteknya, data impor beras juga sering terjadi
perbedaan, dimana ternyata lebih banyak jumlah beras yang diimpor
dibandingkan dengan jumlah yang disampaikan ke publik. Hal ini disinyalir
karena adanya praktek penyelundupan beras dan tidak adanya keakuratan data.
Gambar 2, menunjukkan perkembangan produksi kebutuhan dan impor beras
dari tahun 2002-2007.
35.000.000
30.000.000
25.000.000
20.000.000
produksi beras
15.000.000
kebutuhan beras
10.000.000
impor
5.000.000
0
2002
2003
2004
2005
2006
Gambar 2. Perkembangan produksi, kebutuhan dan impor beras
(Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, 2007)
Pada periode 2004-2005 misalnya, rataan impor beras Indonesia dicatat
oleh The Rice Report (TRR), United States Departement of Agriculture (USDA)
dan Food and Agriculture Organization (FAO), masing-masing sebanyak 555 ribu
ton, 575 ribu ton dan 650 ribu ton (Sawit, 2006). Hal tersebut berarti ada
perbedaan data impor beras antara yang dipublikasikan pemerintah dengan
yang dikeluarkan organisasi internasional.
79
Bila melihat potensi pengembangan tanaman padi yang dikeluarkan
Departemen Pertanian, sebenarnya Indonesia tidak memerlukan impor beras.
Potensi cadangan beras masyarakat terdiri dari stok beras di rumah tangga
petani, stok rumah tangga konsumen, stok di penggilingan dan stok beras di
pedagang. Secara keseluruhan stok beras masyarakat di luar Jawa lebih besar
dibandingkan persediaan beras di Jawa berdasarkan jumlah populasi penduduk
di Indonesia (DKP, 2006).
Untuk kebijakan implementasi subsidi benih dan pupuk respons yang
dilakukan pemerintah tergolong ragu-ragu. Artinya, pemerintah sendiri secara
politik mengalami kesulitan dalam merealisasi kebijakan subsidi benih dan pupuk
tepat waktu dan sasaran. Hal ini disebabkan, karena ada keterbatasan
kewenangan pada peran departemen sebagai pengambil kebijakan. Adanya
sikap politik ragu-ragu dari pemerintah juga disebabkan oleh anggaran yang
tersedia masih dialokasikan untuk sektor lain di luar pertanian. Dengan
demikaian berdampak pada tidak mampunya menyediakan subsidi benih dan
pupuk. Untuk pendukung produksi pupuk seperti gas, dialihkan untuk memenuhi
ekspor
pemerintah.
Sehingga
alokasi
yang
seharusnya
untuk
alokasi
memproduksi pupuk jadi berkurang di dalam negeri. Kalangan pejabat
pemerintah berpendapat bahwa terjadinya kelangkaan pupuk disebabkan oleh
adanya keterlambatan anggaran subsidi untuk produksi pupuk dan benih.
Berdasarkan informasi Departemen Perdagangan sebagai pengatur
penyaluran pupuk bersubsidi terhambat anggaran. Hambatan ini terletak di
Departemen Keuangan yang menyalurkan anggaran subsidi kepada BUMN yang
bertugas memproduksi benih dan pupuk bersubsidi. Akibatnya kebutuhan pupuk
dan benih yang bersubsidi terbatas. Kondisi ini memicu tingginya harga benih
dan pupuk di tingkat petani, karena tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
Respons politik pemerintah terhadap pengembangan teknologi pada
pelaksanaan kebijakan perberasan ternyata tergolong setuju. Artinya, pemerintah
memiliki sikap mendukung dan mendorong tindakan pengembangan teknologi
melalui peran komunikasi politik. Pemerintah membutuhkan teknologi dalam
meningkatkan pendapatan petani. Pengembangan teknologi tidak terbatas hanya
teknologi budidaya, pemerintah juga mendorong swasta untuk membantu dalam
peningkatan produksi beras nasional melalui pendekatan teknologi. Pemerintah
sendiri mulai berubah paradigma dalam memandang sektor pertanian artinya
80
kalangan swasta terlibat membantu produksi beras nasional. Hal ini terkait
adanya ketebatasan anggaran untuk pengembangan teknologi.
Perusahaan BUMN juga terus didorong untuk terlibat dalam penyediaan
benih unggul dan teknologi pertanian. Sawit (2006) menjelaskan bahwa negara
yang mengalami pertumbuhan sektor pertanian khususnya tanaman pangan padi
biasanya melakukan investasi riset teknologi. Untuk mengadopsi teknologi dari
lembaga riset pemerintah mensubsidi para petani.
Respons
infrastruktur
politik
yang
dilakukan
pemerintah
terhadap
perbaikan
tergolong setuju (4.20). Berarti, komunikasi politik pemerintah
secara politis dalam penyelesaian perbaikan infrastruktur baik kepada beberapa
pihak. Artinya, pemerintah menyadari bahwa infrastruktur perberasan sudah
memerlukan perbaikan saat ini. Dengan demikian peran komunikasi politik kuat
dilakukan ke berbagai pihak di kalangan pemerintah. Kesulitan selama ini adalah
alokasi anggaran perbaikan kurang karena pemerintah fokus pembiayaan pada
aspek di luar pertanian. Hal ini juga menjelaskan komunikasi politik kuat
dilakukan, namun terdapat kelemahan pada tingkat sinkronisasi kebijakan antar
pemerintah.
Beberapa pejabat pemerintah di Departemen Pertanian mengemukakan
pada beberapa usulan anggaran untuk perbaikan irigasi belum dapat realisasi
melalui APBN. Disamping itu, kewenangan perbaikan irigasi tidak lagi mutlak di
bawah tanggungjawab Departemen Pertanian melain Pihak Departeman PU.
Penelitian Pearson, et.al. (2005) mengemukakan, banyak jaringan irigasi yang
harus direhabilitasi dan dipelihara membutuhkan biaya besar. Kesulitan dana
karena
krisis
ekonomi,
membuat
pemerintah
menemui
kesulitan
untuk
mengembangkan infrastruktur pertanian di Indonesia .
Sejak krisis ekonomi 1997, pemerintah tidak memilki anggaran yang
cukup dalam perbaikan infrastruktur pertanian. Pemerintah seharusnya berperan
penting menyediakan prasarana sosial-ekonomi pertanian, pengairan, irigasi dan
sarana pendukung produksi beras. Untuk saat ini tidak bisa karena besarnya
dana pembagunan untuk membanyar utang luari (DKP, 2006). Selanjutnya Arifin
(2007), menjelaskan dalam 10 tahun terakhir tidak ada pembangunan irigasi
baru dan minimnya dana operasional dan pemeliharaan.
81
3. Peran Pengusaha Beras
Pengusaha beras memiliki respons yang tergolong ragu-ragu dengan
rataan skor 3,04 terhadap kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan
perberasan, skor 3,28 untuk subsidi benih dan pupuk serta skor 3,39 untuk
pengembangan teknologi. Sedangkan respons pengusaha beras yang tergolong
pada kategori setuju yaitu rataan skor 3,70 untuk melakukan impor beras dan
skor 3,55 untuk perbaikan infrastruktur.
Kalangan pengusaha beras ternyata memiliki respons politik tergolong
ragu-ragu
terhadap
implementasi
kebijakan
HPP.
Dengan
demikian,
keberpihakan pengusaha beras terhadap persoalan petani seperti penerapan
HPP
tergolong
kurang.
Artinya
pengusaha
beras
hanya
menginginkan
keuntungan dengan harga yang sesuai dengan harga pasar dan tidak terlalu
memikirkan apa yang menjadi keinginan petani mengenai pemberlakuan HPP.
Peran komunikasi politik yang dilakukan juga lebih mendorong para pengambil
kebijakan untuk tidak memberlakukan HPP seperti pada saat panen raya.
Berdasarkan hasil pengamatan pengusaha beras lebih menginginkan
pembelian gabah petani disesuaikan menurut harga pasar yang berlaku di
petani. Biasanya
petani menjual gabahnya ke pembeli yang harganya lebih
tinggi. Kecenderungan harga turun yaitu saat panen raya dan tinggi pada musim
paceklik. Sehingga pengusaha beras menyesuaikan dengan harga pasar dan
menginginkan keuntungan sesuai harga di petani, karena harga gabah juga bisa
lebih rendah dari HPP. Artinya, pengusaha beras tidak terlalu memikirkan apa
yang menjadi keinginan petani seperti penerapan HPP. Melainkan yang utama
adalah mencari keuntungan dari harga gabah yang berlaku.
Selanjutnya kalangan pengusaha beras ternyata memiliki respons politik
ragu-ragu terhadap reasilasi ketersediaan subsidi benih dan pupuk. Artinya,
pengusaha beras kurang berpihak pada kepentingan petani seperti tersedianya
subsidi benih dan pupuk. Sehingga pengusaha beras cenderung hanya berpihak
pada kepentingan aspirasi pengusaha beras, tidak terlalu memikirkan keinginan
petani untuk mendapatkan subsidi benih dan pupuk.
Untuk kebijakan pengembangan teknologi, pengusaha beras bersikap
ragu-ragu merespons terhadap realisasi kebijakan tersebut. Dengan demikian,
peran komunikasi politik pengusaha beras tidak maksimal dalam menyuarakan
pengembangan teknologi bagi petani. Berarti, keberpihakan pengusaha beras
terhadap persoalan petani seperti dalam pengembangan teknologi tergolong
82
kurang. Dengan demikian, pengusaha beras pada kebijakan perberasan
cenderung hanya menyuarakan kepentingan mereka kurang dalam menyuarakan
kepentingan para petani.
Pemangku kepentingan pengusaha beras memiliki respons politik setuju
dengan impor beras, sehingga peran komunikasi politik yang dilakukan adalah
mendorong para pengambil kebijakan untuk tetap melakukan impor beras.
Artinya, pengusaha beras memiliki kecenderungan untuk tetap mempengaruhi
instrumen kebijakan perberasan supaya tetap ada impor beras dalam memenuhi
kebutuhan konsumen. Dengan demikian, mereka cenderung tidak memiliki
keberpihakan pada aspirasi petani yang tidak menginginkan adanya impor beras
di Indonesia.
Bisnis impor beras memiliki nilai ekonomis menguntungkan bagi
pengusaha beras dibanding membeli langsung ke petani. Beberapa hasil temuan
di lapangan menunjukkan bahwa impor beras merupakan bisnis menguntungkan
bagi pengusaha beras dan sangat merugikan bagi petani di Indonesia untuk
jangka panjang. Pengusaha beras cenderung melakukan pendekatan dengan
melakukan lobi politik, mediasi politik melalui komunikasi politik ke pejabat atau
pengambil keputusan supaya impor beras tetap berlaku. Hal ini sejalan dengan
pendapat Muis (2000), bahwa komunikasi politik merupakan proses komunikasi
yang menggunakan kecerdasan, kepintaran, kecerdikan bahkan kelicikan
(sagacity, expediency, craftiness, judiciusness, schemmingness) dengan tujuan
mengatur masyarakat dan negara. Dalam pengertian ini segala macam
komunikasi politik optimal
dipakai pengusaha beras atau kelompok pelaku
ekonomi (presure groups) untuk mengontrol, menguasai serta mengatur
masyarakat dan negara.
Untuk perbaikan infrastruktur pengusaha beras memiliki respons yang
setuju. Dengan demikian peran komunikasi politik yang dilakukan adalah dengan
mendorong
adanya
keberpihakan
dalam
perbaikan
infrasturuktur
demi
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi beras di dalam negeri agar dapat
memenuhi kebutuhan pengusaha beras dan mengurangi keinginan melakukan
impor.
83
4. Peran Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki respons yang tergolong setuju
dengan rataan skor 4,11 terhadap kebijakan HPP pada pelaksanaan kebijakan
perberasan. Selanjutnya respons DPR tergolong kategori tidak setuju yaitu,
rataan skor 2,59 untuk kebijakan impor beras. Sedangkan respons DPR yang
tergolong pada kategori ragu-ragu yaitu rataan skor 3,17 untuk subsidi benih dan
pupuk, skor 3,19 untuk pengembangan teknologi dan skor 3,31 untuk perbaikan
infrastruktur.
Kalangan
DPR
ternyata
memiliki
respons
setuju
untuk
tetap
mempertahankan HPP pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, peran
komunikasi politik yang dilakukan DPR adalah tetap mendukung kebijakan HPP
pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi politik DPR adalah
dengan mempengaruhi pemerintah melalui rapat kerja dan rapat dengar
pendapat setiap musim panen raya. Pertemuan DPR dengan para pemangku
kepentingan perberasan yang lain juga cenderung menginginkan HPP direalisasikan. Sehingga peran komunikasi politik DPR selalu menjadi perhatian
utama publik dalam memberi rambu-rambu terhadap kebijakan yang diputuskan
pemerintah. Kesalahan dalam mengambil sikap politik, membuat rakyat kecewa
terhadap kinerja DPR khususnya para petani.
Selanjutnya kalangan DPR memiliki respons yang tidak setuju terhadap
kebijakan impor beras. Berarti, DPR memiliki sikap politik menolak setiap ada
impor beras. Dengan demikian, peran komunikasi politik yang dilakukan adalah
sikap tidak setuju kepada pihak-pihak yang mengiginkan adanya impor beras.
Artinya, DPR memberi dukungan lemah untuk melakukan impor beras pada
kebijakan perberasan di Indonesia. Sehingga, peran komunikasi politik mereka
cenderung selalu menolak impor beras. Bentuk sikap politik demikian
menunjukkan DPR masih ada keberpihakan terhadap nasib petani.
Respons tindakan politik yang dilakukan DPR adalah dengan melakukan
monitoring pelaksanaan kebijakan perberasan khususnya impor beras. Dewan
Perwakilan Rakyat juga menerima aspirasi kalangan yang tidak setuju impor
beras. Berdasarkan hasil temuan di lapangan menunjukkan audiensi pengaduan
beberapa ormas dan LSM yang melakukan pertemuan dengan DPR untuk
menolak impor beras, pada bulan Juni-Agustus 2007 ada 10 organisasi tani dan
LSM. Dengan demikian, partisipasi publik juga menjadi pendorong penolakan
DPR terhadap impor beras diberlakukan.
84
Untuk kebijakan subsidi benih dan pupuk DPR memiliki respons yang
ragu-ragu. Artinya, kalangan DPR kurang merespons secara politik terhadap
realisasi subsidi benih dan pupuk pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Dengan demikian peran komunikasi politik yang dilakukan juga tidak kuat
mempengaruhi pemerintah dalam mengatasi subsidi benih dan pupuk. Berarti
peran komunikasi politik yang dilakukan DPR berdampak pada lemahnya
implementasi kebijakan subsidi benih dan pupuk. Kondisi ini juga menjadi
gambaran bahwa kurangnya perhatian DPR terhadap kebijakan subsidi benih
dan pupuk secara ekonomi, menambah mahalnya harga saprodi di tingkat
petani. Kebijakan subsidi benih dan pupuk serta perbaikan infrastruktur kurang
diperhatikan oleh DPR. Situasi ini dibuktikan dengan respons yang ragu-ragu
dalam bersikap secara politik. Dengan demikian peran komunikasi politik DPR
untuk penyediaan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan
perbaikan infrastruktur masih tergolong lemah.
Kebijakan pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur kalangan
DPR memiliki respons politik yang ragu-ragu. Artinya, DPR lemah dalam
menyikapi persoalan pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur
pertanian. Hal ini berdampak pada tidak kuatnya peran komunikasi politik yang
disampaikan ke pengambil kebijakan untuk mengatasi persoalan para petani.
Kalangan DPR cenderung perduli terhadap persoalan pertanian atau perberasan
hanya ketika mendapat perhatian kuat dari masyarakat. Pengembangan
teknologi merupakan persoalan yang hampir tiap musim menjadi persoalan
petani, namun hal ini bukan isu kebijakan yang menarik bagi DPR sehingga
kurang direspons secara politik. Sementara kebijakan impor beras merupakan
kebijakan
yang
banyak
mengundang
perhatian
publik,
sehingga
ada
kecenderungan cepat ditanggapi. Hal ini juga untuk membangun citra lembaga
DPR ketika impor beras dilakukan, segera direspons secara politik untuk
menunjukkan bahwa DPR peduli terhadap petani.
85
Hubungan Karakteristik Personal dengan Peran Komunikasi Politik
Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan
Karakteristik personal yang dianalisis derajat keterhubungannya dengan
peubah terikat peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan
meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman menjabat dan tingkat pendapatan
perbulan, menggunakan rank Spearman. Analisis hubungan antara karakteristik
personal dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan
perberasan dapat dilihat padaTabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Hubungan karakteristik personal dengan peran komunikasi
politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan
Peran Komunikasi Politik pada Pelaksanaan
Kebijakan Perberasan (rs)
N
Organisasi
Pemerintah
Pengusaha
DPR
o
Tani
Beras
1 Umur
0,282
-0,050
-0,207
0,110
2 Pendidikan Formal
-0,121
0,500*
0,197
0,437
3 Pengalaman Menjabat
0,536*
0,153
0,306
0,525*
4 Pendapatan
-0,478*
-0,124
-0,318
-0,526*
Keterangan: * taraf nyata pada p< 0,05
rs = rank Spearman
Karakteristik
Personal
Berdasarkan Tabel 6 di atas, karakteristik personal seperti pendidikan
formal, pengalaman menjabat dan pendapatan perbulan berhubungan nyata
(p<0,05) dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendidikan formal berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik
pejabat pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin
tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh responden kalangan pemerintah, maka
frekuensi komunikasi politik kebijakan perberasan yang diperankannya semakin
tinggi. Hal ini bisa dipahami bahwa semakin tinggi pendidikan formal pejabat
tersebut maka tingkat penguasaan atas bidangnya semakin tinggi, sehingga
akan berpengaruh terhadap bentuk penyampaian komunikasi politik yang
dilakukan. Hal ini sangat menentukan atas penguasaan masalah seputar
kebijakan perberasan yang ada. Dengan demikian, solusi yang ditawarkan juga
memiliki dasar yang kuat untuk dapat dikomunikasikan ke berbagai pihak dengan
baik.
Jenjang pendidikan ternyata masih menjadi penentu dalam penempatan
individu di lembaga pemerintah dan berdampak pada peningkatan peran
komunikasi politiknya karena berada pada posisi tersebut. Pada struktur
pemerintahan,
tingkat pendidikan masih menjadi salah satu indikator dalam
86
menempatkan individu pada posisi tanggungjawab pekerjaannya sehingga
sangat dimungkinkan pemberlakuan pendidikan sebagai syarat utama di dalam
melakukan komunikasi politik dengan pihak internal dan eksternal. Kondisi ini
diperkuat dengan deskripsi karakteristik pendidikan responden di kalangan
pemerintah yang sebagian besar berpendidikan sarjana dan pascasarjana.
Dimana dengan tingkat pendidikan yang tinggi tersebut, menyebabkan pejabat
pemerintah ini menempati posisi atau kedudukan serta jabatan strategis di
bidang perberasan nasional.
Pada Tabel 6 di atas, menunjukkan pula bahwa pendidikan formal
pendidikan tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik
pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang dilakukan oleh organisasi tani,
pengusaha beras dan komisi IV DPR. Hal ini bisa dipahami, karena tingkat
pendidikan formal responden kalangan organisasi tani, pengusaha beras dan
komisi IV DPR tidak dijadikan prasyarat utama untuk mereka berkontribusi
memainkan peran komunikasi politik perberasan. Secara umum dalam politik
maupun organisasi masyarakat, tingkat pendidikan formal tidak menjadi syarat
mutlak untuk menjadi anggota atau pengurus. Demikian pula dalam UU partai
politik, menjadi anggota dewan, gubernur, bupati dan bahkan presiden hanya
mensyaratkan lulusan SMU. Bahkan pada pemilu 2004 untuk menjadi anggota
legislatif, KPU tetap meloloskan yang berpendidikan formal setara SLTP.
Sehingga untuk organisasi massa dan partai politik, strata pendidikan tidak
menjadi ukuran mutlak dalam penempatan posisi atau jabatan. Namun yang
lebih menentukan peran dalam politik adalah adanya dukungan politik dari massa
dan konstituennya. Seperti, Megawati menjadi presiden maupun Harmoko
menjadi ketua MPR cukup dengan Ijasah SLTA. Artinya kemampuan dan
penguasaan keahlian dalam komunikasi politik dan kepemimpinan yang lebih
utama dalam melakukan peran komunikasi politik dibanding pendidikan formal
yang tinggi.
Pada peubah pengalaman menjabat berhubungan nyata (p<0,05) dengan
peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan terutama pada
organisasi tani dan komisi IV DPR. Artinya, pengalaman menjabat semakin lama
pada posisi dalam suatu organisasi atau instansi, membuat peran komunikasi
politik pengurus organisasi tani dan anggota komisi IV DPR pada pelaksanaan
kebijakan perberasan semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi peran
komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani dan komisi IV DPR
87
mempunyai kontribusi dalam mengkomunikasikan berbagai persoalan dalam
implementasi kebijakan perberasan. Hal ini dapat dikemukakan karena kebijakan
yang ada saat ini bisa saja diputuskan oleh pejabat sebelumnya, pejabat
sekarang hanya tinggal menjalankan atau mengikuti kebijakan yang sudah ada.
Pada prakteknya, implementasi kebijakan perberasan yang menjadi fokus
perhatian pihak organisasi tani dan komisi IV DPR adalah persoalan yang timbul
pada setiap musim panen maupun musim paceklik. Hal ini mengakibatkan
organisasi tani dan komisi IV DPR harus memikirkan bentuk penyelesaian
persoalan yang dihadapi oleh petani dengan cara mengkomunikasikan kepada
pemerintah sebagai regulator kebijakan. Dalam beberapa kasus seperti
penentuan HPP, jika tidak ada desakan dari petani dan organisasi tani, maka
pemerintah enggan menaikkan harga HPP tetapi mengikuti mekanisme harga
pasar.
Pengalaman menjalankan suatu peran dalam masyarakat masih menjadi
penentu pada bidang-bidang tertentu di berbagai kehidupan masyarakat. Lama
seseorang dalam menjalankan profesi yang selama ini digeluti berhubungan
dengan tingkat penguasaan yang dilakukan. Begitu pula pengalaman lamanya
menjabat tidak selalu menjadi penentu tingginya peran komunikasi politik yang
dilakukan oleh pengusaha beras dan kalangan pemerintah. Namun tidak
demikian dengan organisasi tani dan anggota DPR. Hasil penelitian yang
dilakukan Jauhari (2004) menyatakan terdapat 56% anggota legislatif telah
menduduki jabatannya di legislatif lebih dari satu periode, sedangkan yang baru
pertamakali menjadi anggota dewan hanya 44 persen. Hal ini berarti bahwa
semakin lama periodisasi menjadi anggota dewan, menyebabkan perilaku
komunikasi politik semakin akomodatif dan tinggi tingkat penyaluran aspirasi
mereka pada pembahasan legislasi UU. Hal ini disebabkan karena aksesibilitas
responden terhadap lingkungan internal dan eksternal lembaga legislatif lebih
banyak dibanding dengan mereka yang baru pertama menjadi anggota dewan.
Peubah pendapatan pada karakteristik personal berhubungan nyata
(p<0,05) negatif dengan peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi
tani dan komisi IV DPR. Artinya, semakin tinggi pendapatan yang dimiliki oleh
responden organisasi tani dan DPR, maka peran komunikasi politik yang
dilakukan pada pelaksanaan perberasan semakin menurun. Dengan kata lain,
semakin besar pendapatan per bulan pengurus organisasi tani dan anggota
komisi IV DPR menyebabkan peran komunikasi politik mereka untuk melakukan
88
lobi, mediasi, advokasi maupun kontrol terhadap kebijakan pemerintah di dalam
perberasan cenderung menurun. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
pendapatan pengurus organisasi tani maupun anggota legislatif yang tinggi
bukan semata-mata diperoleh dari aktivitasnya sebagai pengurus organisasi tani
dan anggota dewan. Hal itulah yang menyebabkan pengalokasian pendapatan
mereka yang tinggi tersebut tidak digunakan (berkorelasi negatif) untuk
mengkomunikasikan berbagai aspirasi yang berpihak kepada kepentingan
petani. Pendapatan yang tinggi bukan menjadi faktor penentu dalam memotivasi
pekerjaan dan tugas yang diembankan oleh pengurus organisasi tani dan
anggota DPR, termasuk dalam melaksanakan kelima aspek peran komunikasi
politik perberasan.
Walaupun peubah pendapatan tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan
peran komunikasi politik yang dilakukan pejabat pemerintah di bidang
perberasan dan pengusaha beras dalam pelaksanaan kebijakan perberasan,
tetapi hubungan positif masih terlihat antar kedua peubah. Seperti halnya,
pejabat pemerintah sebagai pengatur utama kebijakan perberasan mempunyai
tanggungjawab di dalam mengemban tugas tersebut. Untuk itu mereka diberi
insentif (pendapatan) yang secara resmi dan sudah diatur dalam peraturan yang
ada. Begitu pula, pengurus asosiasi pengusaha beras sebagai suatu organisasi
mempunyai tugas dan wewenang memainkan peran komunikasi politik pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Penghasilan mereka cenderung tinggi dari
bisnis beras, tidak secara otomatis memudahkan pengurus asosiasi pengusaha
beras memberikan respons optimal memainkan peran komunikasi politik
kebijakan perberasan.
Berdasarkan analisis uji korelasi rank Spearman menunjukkan, hipotesis I
yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara karakteristik personal dengan
peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan
kebijakan perberasan sebagian besar diterima.
89
Hubungan Karakteristik Situasional dengan Peran Komunikasi Politik
Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan
Karakteristik situasional yang dianalisis derajat keterhubungannya
dengan peubah terikat peran komunikasi politik pemangku kepentingan
perberasan meliputi: saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi
politik, menggunakan uji rank Spearman. Analisis hubungan antara karakteristik
situasional dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan
perberasan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Hubungan karakteristik situasional dengan peran
komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan
No
Karakteristik
Situasional
Peran Komunikasi Politik pada Pelaksanaan
Kebijakan Perberasan (rs)
Organisasi
Pemerintah
Pengusaha
DPR
Tani
Beras
1
Saluran Komunikasi
Politik
0,148
0,401**
2
Partisipasi Politik
0,348**
0,309**
3
Persepsi Politik
0,296**
0,558**
Keterangan: * Taraf nyata pada p< 0,05; ** Sangat nyata pada p<0,01
0,091
0,556**
0,284*
0,356**
0,331**
0,062
rs = rank Spearman
Berdasarkan Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa karakteristik
situasional saluran komunikasi politik berhubungan sangat nyata (p<0,01)
dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan oleh
pemerintah dan DPR. Ini berarti semakin tinggi memanfaatkan saluran
komunikasi politik yang dilakukan oleh responden pemerintah dan DPR, maka
peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan perberasan semakin tinggi.
Kondisi ini dapat dikemukakan bahwa tumbuhnya berbagai saluran komunikasi
politik pada situasi politik nasional mempermudah dan memanfaatkan saluran
komunikasi politik untuk mendukung menyampaikan aspirasi ataupun dalam
sosialisasi pelaksanaan kebijakan perberasan. Analisis ini diperkuat bahwa
kalangan pemerintah dan DPR merupakan pusat informasi utama pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Kalangan media massa sendiri lebih optimal
dalam menyalurkan informasi kepada khalayak dengan mengambil sumber
utamanya pemerintah dan DPR. Dengan demikian, keputusan dan implementasi
beberapa instrumen kebijakan lebih banyak ditentukan kedua lembaga tersebut
serta sosialisasi aspirasi kedua lembaga lebih optimal dalam pemanfaatan
saluran komunikasi politik pada situasi politik nasional. Selanjutnya tingkat
intensitas pertemuan antara DPR dan pemerintah lebih sering terjadi dengan
mekanisme rapat kerja dan pertemuan formal sebagai mitra kerja antara legislatif
90
dan eksekutif dalam lingkup hubungan tatanegara di Indonesia. Sehingga
frekuensi memanfaatkan saluran komunikasi politik masing-masing kelembagaan
lebih optimal dimanfaatkan.
Begtiu pula aktivitas pemerintah pada situasi politik nasional dalam
kebijakan perberasan lebih banyak memanfaatkan saluran komunikasi politik
yang ada dibanding pemangku kepentingan yang lain. Penyelenggaraan diskusi,
seminar dengan mengundang berbagai pakar pertanian, pelaku ekonomi dan
beberapa asosiasi yang terkait dengan kebijakan perberasan merupakan salah
satu saluran komunikasi politik yang dilakukan pemerintah. Pada beberapa kasus
pemerintah relatif banyak mendapat liputan media dalam menjelaskan program
pertanian dan kebijakan perberasan. Dalam situasi politik nasional saat ini
pemerintah lebih mudah menyalurkan komunikasi politiknya dengan media
komunikasi yang tersedia. Hal ini juga ditunjukkan dengan posisi pemerintah
sebagai salah satu sumber informasi sehingga kuat dalam memanfaatkan
saluran komunikasi yang ada. Dengan posisi tersebut, tidak semua instrumen
kebijakan perberasan banyak mendapat liputan media. Pemerintah memanfaat
dan banyak menggunakan saluran komunikasi politik biasanya pada instrumen
yang mendapat perhatian banyak dari publik.
Untuk
situasi
politik
nasional
DPR
memiliki
kesempatan
dalam
memanfaatkan saluran komunikasi politik. Hal ini seiring dengan posisi DPR
sebagai salah satu institusi sumber informasi pelaksanaan kebijakan perberasan.
Fungsi dan kewenangan yang dimiliki juga berpengaruh pada pemanfaatan
saluran komunikasi politik untuk menyampaikan aspirasi dan sosialisasi
kebijakan kepada pihak pemerintah dan publik. Pada situasi politik perberasan
DPR sendiri bisa mengundang berbagai elemen pemangku kepentingan pada
pembahasan beberapa instumen kebijakan perberasan, dengan sendirinya
berbagai jenis saluran komunikasi politik dapat dimanfaatkan. Berkembangnya
berbagai media massa telah membantu menyalurkan berbagai aspirasi yang
berkembang sehingga pengambil kebijakan lebih mudah menangkap apa yang
menjadi tuntutan dan keinginan berbagai pihak. Analisis di atas seiring dengan
pendapat Nimmo (2001) bahwa saluran komunikasi politik sebagai alat dan
sarana yang memudahkan penyampaian pesan, dimana saluran komunikasi
politik yang digunakan meliputi
satu kepada orang banyak atau komunikasi
massa, komunikasi interpersonal, dan gabungan komunikasi personal dengan
komunikasi massa.
91
Karakterisitik
situasional
untuk
saluran
komunikasi
politik
tidak
berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik oleh organisasi
tani dan pengusaha beras pada pelaksanaan perberasan dapat dijelaskan
bahwa saluran komunikasi politik yang tersedia selama ini belum optimal dalam
mendukung peran komunikasi politik organisasi tani dan pengusaha beras. Peran
komunikasi politik dengan saluran yang ada belum banyak bermanfaat dalam
menyalurkan aspirasi organisasi tani dan pengusaha beras. Kondisi ini dapat dikemukakan karena media massa sebagai salah satu saluran komunikasi politik
yang utama pemberitaannya tidak terlalu tinggi frekuensinya pada pelaksanaan
kebijakan perberasan sehubungan dengan aspirasi keinginan organisasi tani dan
pengusaha beras. Peran media massa dalam meliput dan pemberitaan
perkembangan pelaksanaan kebijakan perberasan umumnya terbatas pada
instrumen yang mendapat perhatian dari publik seperti impor beras dan
penerapan HPP. Untuk kalangan organisasi tani dan pengusaha beras
mekanisme
memanfaatkan
saluran
komunikasi
politik
terbatas
tingkat
frekuensinya ketika ada pertemuan resmi seperti pertemuan DKP dan rapat
dengar-pendapat dengan DPR. Inilah yang menjadi indikator lemahnya
organisasi tani dan pengusaha beras dalam memanfaatkan saluran komunikasi
politik pada situasi politik perberasan nasional.
Saluran komunikasi politik erat kaitannya dengan sasaran yang dituju
dan efek komunikasi yang diharapkan. Pelaksanaan kebijakan perberasan akan
mudah disosialisasikan dan dimengerti masyarakat apabila sudah terbentuk
saluran komunikasi yang tepat dan efektif dalam penyampaian pesannya.
Kebijakan yang tidak sesuai dan ada pertentangan dari masyarakat akan
langsung direspons dengan memanfaatkan jenis saluran komunikasi yang paling
tepat dan efisien. Sebagai proses yang mekanis seperti yang dikemukakan
Nimmo (2001), dalam komunikasi politik terdapat sesuatu (pesan) mengalir
melintasi ruang dan waktu dari satu titik (sumber/penerima) kepada titik yang lain
(sumber/ penerima) secara simultan. Eksistensi empiriknya terletak atau berada
pada saluran komunikasi politik.
Karakterisitik situasional untuk partisipasi politik merupakan suatu tingkat
keterlibatan dalam proses politik dan penyelenggaraan aktivitas kebijakan
pemerintah. Partisipasi politik organisasi tani cenderung tinggi apabila ada
instrumen kebijakan yang dianggap berdampak merugikan pada kepentingan
petani. Partisipasi politik muncul dan berhadapan dengan pengambil kebijakan
92
dengan sikap kritisme dan partisipatif. Partisipasi politik tinggi ketika ada momen
yang menarik perhatian untuk terlibat atau mendukung atau menolak suatu
kebijakan oleh penguasa (Budiharsono, 2003). Selanjutnya Huntington (2004)
menjelaskan, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang
untuk ikutserta secara aktif dalam kehidupan politik seperti memilih pemimpin
negara dan upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Keputusan yang
dibuat pemerintah dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan
mempengaruhi kehidupan warga negara maka warga negara berhak untuk
berpartisipasi dalam menyalurkan aspirasi melalui partisipasi politik.
Berdasarkan Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa karakteristik
situasional terutama partisipasi politik berhubungan sangat nyata (p<0,01)
dengan responden organisasi tani, pemerintah, pengusaha beras dan DPR pada
peran komunikasi politik yang dilakukan saat pelaksanaan kebijakan perberasan.
Ini berarti semakin tinggi partisipasi politik yang dilakukan, maka semakin tinggi
pula peran komunikasi politik yang dapat dilakukan pada pelaksanaan kebijakan
perberasan. Dengan kata lain, partisipasi politik yang dilakukan oleh pemangku
kepentingan perberasan mempunyai pengaruh di dalam peran komunikasi
politiknya pada pelaksanaan perberasan. Kondisi ini menggambarkan bahwa
pemangku kepentingan perberasan memiliki partisipasi politik yang tinggi dalam
menyuarakan aspirasi yang berkembangan di masing-masing lembaga. Hal ini
juga menunjukkan bahwa semua pemangku kepentingan memiliki pandangan
sama bahwa dalam pelaksanaan instrumen kebijakan yang selama ini
berlangsung sebagai bentuk partisipasi politik yang dilakukan memiliki hubungan
sangat nyata dengan tingkat frekuensi peran komunikasi politik yang
diaktualisasikan guna perbaikan beberapa implementasi kebijakan yang selama
ini ada.
Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa partisipasi politik organisasi tani makin
tinggi apabila kebijakan yang diputuskan menarik perhatian atau sifatnya
kontroversial, sepanjang kebijakan tersebut dianggap sesuai tidak ada bentuk
partisipasi politik dalam bentuk penolakan. Kondisi saat ini pemerintah tidak
memberlakukan impor beras dalam jumlah besar, dimana ketika instrumen
kebijakan impor beras dilakukan organisasi tani cenderung memiliki tingkat
partisipasi politik yang tinggi untuk melakukan penolakan. Sehingga partisipasi
politik yang ditunjukkan tinggi saat ini adalah sebagai bentuk dukungan adanya
perbaikan beberapa instrumen kebijakan yang berlaku saat ini.
93
Begitu pula kondisi organisasi pengusaha beras dapat dikemukakan
bahwa bentuk peran komunikasi politik yang di tunjukkan memiliki pandangan
bahwa dalam pelaksanaan kebijakan perberasan masih banyak yang harus di
benahi. Pada beberapa kasus kecenderungan partisipasi politik tinggi karena ada
kepentingan kelompok menyangkut keputusan tersebut memiliki dampak
langsung. Pengusaha beras memiliki kepentingan bagaimana mendapatkan
keuntungan yang tinggi dalam usahanya, sehingga berharap suatu keputusan
instrumen
kebijakan
perberasan
berpihak
pada
kepentingannya
dan
konstituennya seperti impor beras.
Kalangan pemerintah sendiri memiliki partisipasi politik yang tinggi dalam
membenahi beberapa instrumen kebijakan yang ada selama ini. Kalangan
pemerintah sendiri memiliki tingkat partisipasi politik yang tinggi dalam
implementasi kebijakan yang selama ini berlangsung. Dengan demikian,
partisipasi politik yang tinggi dilakukan pemerintah maka peran komunikasi politik
yang dilakukan sehubungan dengan implementasi beberapa instrumen yang
selama ini di putuskan bersama semakin banyak. Kondisi ini diperkuat
wawancara responden pemerintah menyatakan bahwa instrumen kebijakan
perberasan yang ada sekarang merupakan keputusan politik yang diputuskan
oleh pejabat sebelumnya. Peran pemerintah sebatas bagaimana mengelola
kebijakan tersebut berjalan sesuai dengan perkembangan situasi politik yang
berlangsung. Manajemen pengelolaan keputusan politik seperti kebijakan
perberasan merupakan kebijakan yang banyak dikelola banyak departemen,
sehingga beberapa instrumen kebijakan perberasan lebih terdesentralisasi
sesuai dengan undang-undang ketahanan pangan yang ada.
Bagi kalangan DPR dapat dijelaskan bahwa partisipasi politik DPR
semakin kuat jika kebijakan tersebut mendapat sorotan tinggi dari publik seperti
pilihan pemerintah melakukan impor beras. Sepanjang kebijakan tersebut
normal, pihak DPR juga cenderung rendah partisipasi politiknya. Peran
komunikasi politik yang dilakukan adalah dengan mengadakan rapat dan
menghasilkan rekomendasi kepada pihak terkait di pemerintahan guna
melindungi kepentingan petani. Komisi IV DPR memiliki fungsi mengawasi
kebijakan yang diambil pemerintah dan memiliki kewenangan untuk memanggil
pihak instansi yang dianggap diperlukan dalam merespons dan mendukung
kebijakan yang terkait dengan sektor pertanian, di samping kewenangan dan
fungsi lainnya. Komisi IV DPR memiliki kepentingan besar dalam menjamin
94
harga pembelian gabah petani berlaku standar melalui HPP, subsidi tepat waktu
dan sasaran, tidak melakukan impor pada saat panen raya sehingga dapat
memberi kepastian bagi petani. Komisi IV DPR memiliki kewenangan dalam
melakukan intervensi beberapa instrumen kebijakan yang dilaksanakan apabila
mendapat penolakan dari publik khususnya petani. Peran komunikasi politik yang
lain adalah bentuk pengawasan, membuat UU dan monitoring anggaran
pertanian.
Analisis di atas menggambarkan bahwa partisipasi politik penting dalam
mengukur tingkat kapasitas dan evaluatif dalam mendukung atau menolak suatu
kebijakan perberasan yang terdapat dalam sistem atau struktur politik
perberasan Indonesia. Hal ini seiring dengan pendapat Rush dan Althoff (2003),
identifikasi hierarki partisipasi politik dalam beberapa tingkatan kebijakan publik
meliputi: pemberian dukungan atau menolak, partisipasi dalam diskusi sebagai
bentuk respek pada kebijakan publik, berpartisipasi dalam rapat pengambilan
keputusan dan tindakan demonstrasi apabila kebijakan tersebut merugikan, aktif
dalam suatu organisasi kepentingan, aktif dalam suatu organisasi partai politik
tertentu, dan menduduki jabatan politik. Sedangkan Page (1982) dalam Rahman
(2007) menjelaskan model partisipasi politik menjadi empat tipe yaitu: Apabila
seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi
maka partisipasi politiknya cenderung aktif. Sebaliknya kesadaran dan
kepercayaan politik sangat kecil maka partisipasi politik menjadi pasif dan apatis.
Kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah lemah maka
perilaku partisipasi politik yang muncul adalah militant radikal. Kesadaran politik
rendah tetapi kepercayaan pada pemerintah tinggi maka partisipasinya menjadi
sangat pasif, artinya hanya berorientasi pada output politik.
Dalam PP nomor 68 tahun 2002 menyebutkan bahwa perumusan
kebijakan serta pengendalian dan evaluasi ketahanan pangan nasional dilakukan
dalam wadah DKP. Peran DKP adalah merumuskan kebijakan ketahanan
pangan, merumuskan kebijakan strategis (kebijakan impor, subsidi, harga,
cadangan pangan dan raskin). Khusus untuk pembangunan perberasan nasional
pemerintah telah mengeluarkan Inpres nomor 13 tahun 2005 tentang kebijakan
perberasan. Instruksi Presiden tersebut mewajibkan kementerian terkait untuk
melaksanakan upaya peningkatan pendapatan petani melalui: pemberian
dukungan pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas, diversifikasi
usaha dan pengembangan pasca panen, kebijakan harga, kebijakan ekspor dan
95
impor beras, penyaluran beras bersubsidi dan pengelolaan beras nasional (DKP,
2006).
Karakteristik
situasional
pada
persepsi
adalah
suatu
proses
memperhatikan, menyeleksi dan menafsirkan stimulus lingkungan dimana proses
tersebut terjadi karena interpretasi seseorang berdasarkan pengalaman yang di
alami maupun stimulus yang datang kepadanya.
Berdasarkan Tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa karakteristik
situasional pada persepsi politik oleh organisasi tani dan pemerintah memiliki
hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Selanjutnya persepsi politik pengusaha
beras memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Sedangkan persepsi politik DPR tidak
terbukti berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan.
Persepsi politik organisasi tani berhubungan sangat nyata (p<0,01)
dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Artinya, semakin tinggi persepsi politik responden organisasi tani menilai
kelemahan implementasi kebijakan, maka semakin tinggi juga peran komunikasi
politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan guna mendukung
perbaikan beberapa implementasi instrumen kebijakan yang ada. Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi politik responden organisasi petani cenderung
melihat
bahwa
beberapa
kebijakan
perberasan
saat
ini
buruk
dalam
implementasinya di lapangan. Persepsi politik organisasi tani cenderung
memandang instrumen penerapan HPP implementasinya memberi dampak
positif bagi petani sebagai standar harga untuk menjual gabah petani sehingga
peran komunikasi politiknya tinggi tetap dipertahankan sebagai instrumen
kebijakan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Di lain pihak, instrumen
kebijakan lain dipersepsikan buruk dalam penerapannya seperti implementasi
subsidi benih dan pupuk, impor beras, pengembangan teknologi dan perbaikan
infrastruktur. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi politik pada situasi politik
nasional saat ini, organisasi tani belum memiliki sikap setuju dengan
pelaksanaan kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini. Pada situasi politik
nasional yang ada bisa disimpulkan bahwa organisasi tani memiliki persepsi
politik menolak beberapa kebijakan perberasan yang ada saat ini. Hanya pada
instrumen kebijakan penerapan HPP yang memiliki tingkat dukungan pada
96
pelaksanaan kebijakan perberasan. Secara politis kebijakan yang buruk akan
mendapat kritikan dari organisasi tani adanya perbaikan dari pengambil
keputusan. Senada dengan uraian Rogers dan Shoemaker (1995), memberikan
gambaran bahwa karakteristik personal dan situasional turut mempengaruhi
persepsi seseorang dimana persepsi akan mempengaruhi perilakunya.
Persepsi politik pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan
peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya,
semakin baik persepsi politik oleh pemerintah maka peran komunikasi politik di
dalam implementasi kebijakan perberasan semakin kuat. Dengan kata lain,
semakin kuat persepsi politik pemerintah, maka akan diikuti dengan tingkat peran
komunikasi politik yang tinggi dalam memberi penjelasan dan melakukan
beberapa perbaikan pada implementasi kebijakan perberasan. Kondisi ini dapat
di jelaskan bahwa pemerintah tidak lagi melakukan impor beras dalam jumlah
besar, guna dapat membantu petani dalam mencapai harga yang sesuai.
Kebijakan subsidi tetap dipertahankan, walaupun dalam beberapa tahap akan
ada pengurangan beberapa tahun ke depan. Persepsi politik pemerintah
cenderung memiliki pandangan bahwa beberapa instrumen kebijakan yang ada
saat ini sudah bagus sesuai dengan kemampuan yang saat ini dimiliki
pemerintah. Kondisi ini diperkuat wawancara kalangan pemerintah bahwa akan
segera di benahi infrastruktur pertanian, untuk pengembangan teknologi lebih di
serahkan kepada keterlibatan swasta, sehingga di beberapa tempat swasta
banyak membantu dalam menyediakan benih varietas hibrida.
Penjelasan lain dapat dikemukakan bahwa situasi politik perberasan
nasional yang berlangsung mengindikasikan pemerintah berpandangan bahwa
yang
terpenting
dilakukan
adalah
membenahi
infrastruktur
dan
tetap
mempertahankan adanya penerapan HPP setiap musim panen dimulai.
Instrumen melakukan impor beras sudah tidak dilakukan, penerapan subsidi
benih dan pupuk dan pengembangan teknologi dianggap tepat sesuai dengan
kemampuan anggaran pemerintah saat ini.
Persepsi politik pengusaha beras berhubungan nyata (p<0,05) dengan
peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya,
semakin baik persepsi yang dimiliki oleh pengusaha beras maka peran
komunikasi politik di dalam mendorong adanya perbaikan beberapa instrumen
implementasi
kebijakan
kepada
pemerintah
semakin
kuat.
Kondisi
ini
menggambarkan bahwa pengusaha beras cenderung melihat kebijakan
97
perberasan masuk pada kategori buruk dengan kepentingan pengusaha beras di
dalam negeri. Pengusaha beras mengangap bahwa beberapa implementasi
kebijakan tersebut tidak berpihak pada kepentingan mereka. Beberapa bentuk
implementasi yang ada selama ini menunjukkan mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan pengusaha beras ketika mengandalkan produksi beras dalam
negeri. Pengusaha merasa sistem yang ada sekarang cenderung merugikan
mereka bila dibandingkan dengan melakukan impor beras. Hal ini terbukti
melalui opini publik selama ini bahwa pengusaha beras sangat menginginkan
adanya dorongan dibukanya kran impor beras.
Hasil wawancara di lapangan pengusaha beras mengemukakan bahwa
beberapa implementasi yang ada selama ini menunjukkan mahalnya biaya yang
harus dikeluarkan pengusaha beras ketika mengandalkan produksi beras dalam
negeri. Mereka menganggap dengan sistem yang ada sekarang cenderung nilai
keuntungan yang diperoleh lebih rendah dibanding masa diberlakukannya
mekanisme impor beras. Hal ini juga menguatkan opini publik selama ini bahwa
pengusaha beras kuat perannya dalam mendorong dibukanya kran impor beras.
Beberapa pendapat pengusaha beras menunjukkan beberapa implementasi
kebijakan tidak optimal dalam memacu produksi beras di dalam negeri. “Beras
yang dihasilkan sudah ketinggalan dari jumlah dan kualitas dibanding dengan
produksi petani di luar negeri seperti Vietnam dan Thailand yang sudah
mencapai rata-rata delapan ton per hektar.”
Persepsi politik DPR tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran
komunikasi politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Artinya, persepsi politik DPR lemah dalam mendukung peran komunikasi
politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini juga memperkuat
sinyalemen bahwa persepsi politik tidak selamanya akan diikuti dengan tindakan.
Seperti melakukan komunikasi politik dan berkontribusi pada kebijakan yang
berpihak pada petani padi. Selain itu, tingkat persepsi politik DPR berbeda
dengan persepsi pemerintah dalam memandang pelaksanaan kebijakan
perberasan.
Umumnya persepsi politik anggota DPR dari kalangan partai pendukung
pemerintah cenderung mendukung kebijakan pelaksanaan perberasan yang saat
ini berlaku. Sebaliknya, anggota DPR yang berada di luar pemerintahan memiliki
persepsi politik menolak bentuk implementasi kebijakan yang berlaku. Analisa
tersebut didukung Mustopadidjaja (1992) mengatakan secara sistemik kebijakan
98
dapat dipandang sebagai output dari suatu proses transformasi bermacam input
atau informasi yang dilakukan dalam suatu sistem administrasi negara ataupun
niaga serta berbagai pelaku kebijakan lainnya, baik mengenai permasalahan
intern, maupun ekstern yang timbul sebagai akibat kontingensi dan interaksinya
dengan lingkungan.
Angota DPR, berpendapat bahwa beberapa kebijakan yang dilaksanakan
saat ini tidak memadai dalam menjawab tantangan perberasan di dalam negeri
khususnya menghadapi krisis pangan global. Harusnya Indonesia mampu
melakukan ekspor seperti Thailand guna meningkatkan pendapatan petani.
Selanjutnya pada tataran implementasi tugas beberapa departemen seringkali
tidak sinergis dan malah memperburuk kondisi perberasan di dalam negeri.
“Sinyalemen bahwa kebijakan perberasan sudah salah urus dengan pemborosan
biaya tinggi ada benarnya.” Kondisi ini juga menggambarkan pola komunikasi
politik yang dilakukan cenderung terjadinya perbedaan antara persepsi politik
petani dan para elit politik sebagai wakil rakyat, dimana sering terjadi perbedaan
persepsi politik terhadap kebijakan pemerintah di Indonesia. Pola komunikasi
politik Indonesia, berlangsung secara vertikal antara masyarakat dengan elit
politik, maupun proses komunikasi politik secara horizontal antara satu elite
politik dengan elite politik lainnya yang berada di dalam struktur politik (Suryadi,
1993).
Berdasarkan analisis uji korelasi rank Spearman menunjukkan, hipotesis
II yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara karakteristik situasional
dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan sebagian besar diterima.
99
Hubungan Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan dengan
Peran Komunikasi Politik Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan
Karakteristik situasional yang dianalisis derajat keterhubungannya
dengan peubah terikat peran komunikasi politik pemangku kepentingan
perberasan meliputi: keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini
publik dan sikap politik, menggunakan uji rank Spearman. Analisis hubungan
antara perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pada
pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Hubungan perilaku komunikasi politik dengan peran
komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan
No
Perilaku
Komunikasi Politik
Peran Komunikasi Politik pada Pelaksanaan
Kebijakan Perberasan (rs )
Organisasi
Pemerintah
Pengusaha
DPR
Tani
Beras
1
Keterdedahan Media
Massa
0,249*
0,335**
0,259*
0,274*
2
Respons Opini Publik
0,241*
-0,269**
0,123
0,510**
3
Sikap Politik
0,451**
0,391**
0,393**
0,860**
Keterangan: * Taraf nyata pada p< 0,05; ** Sangat nyata pada p<0,01
rs = rank Spearman
Keterdedahan pada media massa adalah bagian dari usaha mencari dan
menyebarkan informasi dimana individu dan masyarakat untuk memperoleh
informasi melalui media massa, baik cetak maupun media elektronik. Studi-studi
awal komunikasi massa, menyatakan bahwa perilaku komunikasi masyarakat
umumnya fasif, dan hanya menerima informasi yang dihantarkan oleh media
massa dan aliran informasi dari sumber ke penerima, selalu bersifat langsung
dan segera (Rogers, 2003). Peran media massa dalam komunikasi politik
menggambarkan cara-cara tertentu dalam seluruh proses politik terintegrasi
dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, pada umumnya media massa
mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalah-masalah politik (Rush dan
Althoff, 2003).
Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan pada perilaku komunikasi
dengan indikator keterdedahan pada media massa menunjukkan organisasi tani,
pengusaha beras dan DPR berhubungan nyata (p<0,05) serta pemerintah
berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik yang
dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin banyak
pemanfaatan pada media massa yang dilakukan oleh pemangku kepentingan
perberasan, maka peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan
perberasan semakin tinggi.
100
Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan keterdedahan media massa
responden pemerintah yang memiliki hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan
peran
komunikasi
politik
yang
dilakukan
pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan. Artinya, semakin sering adanya pemberitaan media massa seputar
kebijakan perberasan maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang
dilakukan oleh pemerintah. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa kalangan
pemerintah memiliki ketergantungan atas informasi pemberitaan seputar
pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini bisa terjadi karena media massa
merupakan salah satu alat media politik yang memiliki pengaruh atas bergulirnya
berbagai kebijakan yang diputuskan pemerintah sehingga dengan sendirinya ada
ketergantungan pada informasi media massa bagi kalangan pemerintah.
Analisis lain dikemukakan bahwa pemberitaan media massa yang terus
menerus seputar kebijakan perberasan akan mengarahkan pada perubahan
pandangan
politik
terhadap
bergulirnya
kebijakan
yang
ada.
Kalangan
pemerintah sendiri menghimpun berbagai informasi dari berbagai media massa
yang memuat isu-isu pertanian baik terbitan media nasional maupun terbitan
daerah artinya pemerintah memiliki perhatian dan ketergantungan informasi
seputar kebijakan perberasan yang berlangsung diberbagai tempat. Sehingga
wajar kalangan pemerintah memiliki tingkat keterdedahan yang tinggi pada
media massa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan responden pemerintah ditemukan
beberapa kumpulan kliping koran media cetak seputar kebijakan perberasan, isi
kliping media cetak tersebut banyak memuat isu-isu seputar pertanian dan
kegiatan departemen yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan perberasan
seperti isu seputar HPP, informasi masalah pupuk bersubsidi dan isu seputar
rencana impor beras dari pemerintah. Artinya, pemerintah sendiri memiliki
perhatian yang kuat atas berita yang dimuat oleh media massa khususnya
implementasi dan masalah perberasan di berbagai daerah. Hal ini yang
membedakan dengan responden dari pemangku kepentingan lain, sehingga
keterdedahan pada media massa seputar kebijakan perberasan lebih tinggi di
pemangku kepentingan pemerintah. Kondisi ini wajar karena porsi kebijakan
perberasan berada pada pemerintah sebagai penanggung jawab utama.
Sekaligus menjelaskan bahwa tingkat perilaku komunikasi politik lebih banyak
porsinya dipengaruhi media massa pada kalangan pemerintah dibanding
pemangku kepentingan yang lain.
101
Selanjutnya berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan perilaku
komunikasi politik indikator keterdedahan pada media massa berhubungan nyata
(p<0,05) dengan peran komunikasi politik organisasi tani pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Artinya, semakin sering pemberitaan seputar kebijakan
perberasan khususnya yang sifatnya merugikan petani, maka peran komunikasi
politik yang dilakukan organisasi tani juga makin tinggi. Dengan kata lain,
perilaku komunikasi politik responden organisasi tani banyak dipengaruhi dengan
informasi media massa dalam peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan
kebijakan perberasan terhadap isu tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa
responden banyak menerima informasi seputar kebijakan perberasan dari media
massa hanya pada isu-isu tertentu terbatas pada isu seputar kebijakan
perberasan namun biasanya yang banyak diberitakan adalah yang memiliki
dampak pada publik khususnya petani. Berdasarkan tingkat jumlah informasi
yang diterima kalangan organisasi petani melalui media massa isu instrumen
kebijakan HPP merupakan yang lebih dominan dibanding informasi instrumen
kebijakan yang lain. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perilaku komunikasi
politik yang dilakukan banyak menyuarakan untuk tetap mempertahankan
kebijakan tersebut konsisten dalam pelaksanaan kebijakan perberasan.
Analisis lain dapat dikemukakan bahwa tingkat keterdedahan informasi
beberapa instrumen kebijakan perberasan rendah disebabkan kurangnya
pemberitaan media massa seputar kebijakan tersebut. Umumnya media massa
di Indonesia isi berita seputar politik, ekonomi dan berita informasi yang sifatnya
menghibur. Sehingga bisa saja terjadi tinggi keterdedahan pada pemberitaan
media massa namun terbatas untuk informasi seputar kebijakan perberasan dan
hanya pada bidang instrumen tertentu.
Selanjutnya, perilaku komunikasi politik dengan indikator keterdedahan
pada media massa pengusaha beras memiliki hubungan nyata (p<0,05)
terhadap peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Hal ini berarti semakin tinggi pemberitaan media massa seputar kebijakan
perberasan, maka makin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan oleh
penguaha beras. Kondisi ini menunjukkan perilaku komunikasi politik pengusaha
beras memiliki ketergantungan ingin tahu dengan berita di media massa dalam
mendukung
perberasan.
peran
komunikasi
politiknya
pada
pelaksanaan
kebijakan
102
Analisis lainnya dapat dikemukakan bahwa umumnya pengusaha beras
berlangganan
Ketergantungan
media
massa
terhadap
cetak
terbitan
pemberitaan
nasional
media
massa
setiap
harinya.
menunjukkan
keingintahuan terhadap beberapa isu dan berita yang sedang berlangsung setiap
saat. Responden pengusaha beras memiliki banyak pilihan dan bergantung pada
media massa, sehingga membeli media atau menonton tidak semata-mata
hanya memperhatikan seputar kebijakan perberasan. Untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman pelaksanaan kebijakan perberasan banyak
sumber dan sarana untuk memantapkan pengetahuan dan pendorong peranperan komunikasi politiknya di samping media massa.
Keterdedahan pada media massa oleh DPR berhubungan nyata (p<0,05)
dengan peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Artinya, pemanfaatan media massa oleh anggota DPR untuk mencari informasi
seputar kebijakan perberasan maka peran komunikasi politiknya memberi
kontribusi kepada pemerintah mengenai implementasi kebijakan seputar
semakin tinggi. Dengan kata lain, pemanfaatan media massa menjadi alasan
bagi DPR untuk mencari informasi seputar informasi kebijakan dan implementasi
perberasan yang menjadi persoalan di kalangan masyarakat, organisasi maupun
kepada petani. Hal ini diperkuat wawancara dengan responden angota DPR
bahwa keterdedahan pada media massa cukup kuat dijadikan salah satu modal
sumber informasi utama responden untuk membantu peran komunikasi
politiknya pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini juga memiliki
kelemahan mengingat pemberitaan media massa tidak sepenuhnya hanya
memberitakan seputar kebijakan perberasan.
Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa media massa memiliki
pengaruh lebih dominan dalam tingkat kognitif (pengetahuan) saja, tetapi
berkurang pada sikap dan tindakan (Arifin, 2003). Sehingga sangat tergantung
pada situasi dan kondisi khalayak, di samping daya tarik isi dan kredibilitas
komunikator.
Opini publik adalah pandangan orang yang banyak tidak terorganisir,
tersebar dimana-mana, karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara
sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu padu menyikapi. Opini
timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang
menimbulkan pendapat yang berbeda-beda (Santoso, 2004). Dalam sistem
103
demokrasi yang sudah mapan opini publik akan ditopang oleh media massa yang
bebas, kritis, mendidik, obyektif, kuat dan beritanya berpengaruh terhadap publik.
Opini atau pendapat bisa berbentuk komentar, tulisan artikel, rubrik tanya
jawab dalam media cetak dan wawancara khusus mengenai sebuah berita dari
narasumber (Santoso, 2004). Melalui opini publik baik berupa tulisan maupun
beberapa komentar banyak memberikan kontribusi bagaimana para pengambil
kebijakan melakukan dan menjalankan kebijakan perberasan. Hal ini mengigat
bahwa pada pelaksanaan kebijakan perberasan bentuk implementasi sering
menjadi sorotan dan kritikan publik. Kritikan yang umum muncul terkait
penerapan HPP di tingkat petani, impor beras, tertinggalnya teknologi pertanian
dan rusaknya beberapa irigasi persawahan di sentra pangan nasional.
Selanjutnya Rachbini (2006) menjelaskan, tradisi kebijakan yang dilahirkan di
Indonesia lebih menonjol otoritas politis daripada keabsahan ilmiahnya.
Masyarakat sebagai obyek kebijakan mengalami posisi yang dilematis dalam
menghadapinya. Tidak jarang kebijakan yang diterapkan bukan hanya tidak bisa
menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru bagi
masyarakat.
Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan pada perilaku komunikasi
politik respons terhadap opini publik menunjukkan responden anggota DPR
memilikii hubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik yang
dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi
respons anggota DPR terhadap opini publik, maka semakin tinggi peran
komunikasi politik yang dilakukan oleh kalangan DPR dalam pelaksanaan
kebijakan perberasan. Dengan kata lain, makin tinggi respons terhadap opini
publik pada perilaku komunikasi politik maka makin tingginya perilaku komunikasi
politik yang dilakukan responden DPR ke pemerintah melalui peran komunikasi
politik.
Analisis lain dapat dikemukakan bahwa anggota DPR memiliki respons
yang positif atas beberapa masukan yang muncul di publik serta berpengaruh
pada perilaku komunikasi politiknya yang dilakukan pada beberapa instrumen
kebijakan yang selama ini ada. Responden memiliki tingkat responsif yang tinggi
terhadap persoalan yang muncul di publik, sehingga opini publik tersebut menjadi
bahan dan masukan berarti dalam mendorong peran komunikasi politiknya pada
pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini. Komisi IV DPR juga memiliki
fungsi
dalam
menampung
berbagai
masukan
dari
berbagai
kalangan
104
masyarakat. Situasi ini sebagai pendorong perilaku komunikasi politiknya dengan
peran komunikasi politik yang
dilakukan
dalam pelaksanaan
kebijakan
perberasan. Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa anggota DPR memiliki
respons yang positif atas beberapa masukan yang muncul dipublik serta
berpengaruh pada perilaku komunikasi politiknya yang di lakukan pada beberapa
instrumen
kebijakan yang selama ini ada. Pada beberapa kesempatan DPR
memiliki kewenangan melakukan tindakan sebagai bentuk perilaku politik dengan
mekanisme interpelasi dan hak angket terhadap beberapa pilihan kebijakan yang
dijalankan pemerintah seperti tahun 2007 seperti seputar impor beras. Kondisi ini
memperjelas bahwa makin tinggi respons terhadap opini publik, maka peran
komunikasi politik yang dijalankan juga makin tinggi.
Kondisi ini diperkuat wawancara dengan responden anggota dari Partai
Keadilan Sejahtera berpendapat bergulirnya hak angket seputar isu impor beras
bukan hanya menyoroti tindakan pilihan kebijakan impor beras yang dilakukan.
Melainkan keingintahuan dan pertanggungjawaban pemerintah kepada publik
terhadap berbagai instrumen pelaksanaan kebijakan yang dijalankan selama ini
termasuk isu ketersediaan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan
infrastruktur.
Berdasarkan Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa respons terhadap opini
publik organisasi tani berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi
politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi respons
yang diberikan oleh organisasi tani maka peran komunikasi politiknya pada
pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin
banyak opini berupa tulisan, komentar baik pro-kontra yang terkait dengan
pelaksanaan kebijakan perberasan, maka semakin tinggi peran komunikasi
politik yang dilakukan oleh organisasi tani. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
organisasi tani sebagai wadah kumpulan petani sangat memperhatikan beberapa
isu seputar kebijakan pemerintah di bidang perberasan terutama implementasi
beberapa instrumen perberasan. Dengan demikian, semakin tingginya peran
komunikasi politik yang dilakukan terhadap kebijakan pemerintah mengenai
perberasan maka responsnya semakin tinggi seputar implementasi kebijakan
tersebut kepada petani.
105
Selanjutnya, respons politik yang dilakukan oleh pemerintah berhubungan
sangat nyata (p<0,01) negatif dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Artinya, semakin tinggi respons yang diterima oleh
pemerintah maka peran komunikasi politiknya pada pelaksanaan kebijakan
perberasan semakin menurun. Kondisi ini dapat dipahami bahwa
kalangan
pemerintah tidak terlalu merespons apa yang menjadi polemik dalam publik,
tanpa merespons opini yang terus bergulir di publik peran komunikasi politiknya
tetap tinggi pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Berdasarkan analisis di
atas dapat dijelaskan bahwa respons terhadap opini publik pada perilaku
komunikasi politik tidak banyak berhubungan dengan perilaku komunikasi politik
yang dilakukan responden pemerintah dalam peran komunikasi politiknya dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan.
Hal lain dapat dijelaskan bahwa apa yang dilakukan pemerintah selama
ini sudah sesuai dengan kemampuan sehingga opini publik berpengaruh pada
perilaku komunikasi politiknya. Tambunan (2003) menjelaskan bahwa implikasi
kebijakan perberasan saat ini bagi pemerintah di satu pihak, berkewajiban
menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah dengan mutu yang baik serta
stabilitas harga di pihak lain.
Pemerintah berpendapat apa yang sudah dilakukan sudah sesuai dengan
tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada masing-masing departemen,
sehingga opini publik tidak berhubungan banyak dengan apa yang dilakukan.
Pada tataran kebijakan makro, Departemen Pertanian berkewajiban pada
implementasi produksi beras, departemen lain sebagai pendukung khususnya
Departemen PU pada perbaikan Infrastruktur, Departemen Perdagangan pada
pengaturan pemasaran dan perdagangan, Perum Bulog sebagai penyerap dan
distribusi beras serta melakukan impor apabila di perlukan. Departemen
Pertanian banyak bertanggungjawab pada tataran teknis,bekerjasama dengan
berbagai pihak departemen dalam pelaksanaan kebijakan perberasan.
Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang pelaksanaan kebijakan
perberasan di Indonesia dari berbagai sudut pandang termasuk pandangan para
pengusaha beras, akademisi, organisasi masyarakat dan budayawan, dimana
sangat beragam padangannya terhadap strategi membangun manajemen
perberasan di Indonesia. Pearson et.al. (2005) mengemukakan beberapa opini
publik yang berpihak kepada petani beras berargumen untuk mempertahankan
atau bahkan meningkatkan tarif bea masuk impor terutama untuk menghilangkan
106
pengaruh buruk dari menurunnya harga beras dunia. Pendapat publik yang
berpihak
kepada
konsumen,
berargumentasi
bahwa
pemerintah
harus
mengambil manfaat dari menurunnya harga beras dunia demi perbaikan gizi
masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
Opini publik muncul sebagai reaksi atas pilihan-pilihan instrumen yang
dijalankan pemerintah dalam menerjemahkan persoalan yang muncul dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan. Perilaku komunikasi politik dapat dipengaruhi
oleh respons seseorang terhadap sumber dan pesan apabila ditinjau pengertian
model komunikasi linier. Perilaku komunikasi politik adalah segala tindakan atau
reaksi individu terhadap rangsangan dan pengaruh lingkungan terkait dengan isu
opini publik yang berpengaruh pada peran komunikasi politik. Pada teori
khalayak kepala batu, komunikator, komunikan atau khalayak, mengkaji faktorfaktor yang membuat individu itu mau menerima pesan-pesan komunikasi.
Pergeseran ini juga melahirkan model uses and gratification (Katz et.al. dalam
Arifin, 2003). Model ini dibangun dengan asumsi bahwa manusia adalah mahluk
yang sangat rasional dan sangat aktif, dinamis dan selektif, terhadap semua
pengaruh dari luar dirinya. Jadi opini publik juga bisa menjadi faktor menentukan
pada perilaku komunikasi politik karena terkait dalam menyerap informasi
sekaligus bisa merubah perilaku dan tindakan politik.
Sikap politik adalah orientasi nilai, simbol, keyakinan dan sikap yang
mempengaruhi perilaku komunikasi politik seseorang atau kelompok (Malik,
1999). Informasi dalam komunikasi politik dapat berarti sikap politik, pendapat
politik dan media politik. Menurut teori informasi, komunikasi politik adalah semua
hal harus dianalisis sebagai tindakan politik (bukan pesan) yang mengandung
sebuah kemungkinan alternatif. Jadi, bertindak melakukan tindakan politik sama
dengan berkomunikasi melakukan komunikasi politik (Arifin, 2003).
Berdasarkan Tabel 8 di atas, menunjukkan perilaku komunikasi politik
pada indikator sikap politik responden organisasi tani, pengusaha beras,
pemerintah dan anggota DPR terbukti berhubungan sangat nyata (p<0,01)
dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Artinya, pilihan sikap politik responden semakin tinggi maka akan diikuti dengan
peran komunikasi politik yang tinggi dan berhubungan langsung dalam perilaku
komunikasi politik merespons seputar perkembangan perberasan yang selama
ini berjalan.
107
Organisasi tani memiliki sikap politik yang berhubungan sangat nyata
(p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada perbaikan berbagai instrumen
kebijakan yang ada seperti sikap politik yang mendukung penentuan tetap
berlakunya HPP, tidak ada mekanisme melakukan impor, realisasi subsidi benih
dan pupuk, penerapan teknologi dan adanya perbaikan pada infrastruktur. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi pilihan sikap politik organisasi tani maka akan diikuti
dengan kuatnya peran komunikasi politik mendukung dan menuntut adanya
perbaikan beberapa implementasi kebijakan yang selama ini ditempuh dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan. dengan kata lain, organisasi tani memiliki
sikap politik pada perilaku komunikasi politik bahwa yang utama dibenahi dalam
instrumen kebijakan adalah perbaikan beberapa kebijakan yang selama ini
ditempuh.
Sikap politik mempertegas posisi masing-masing lembaga terhadap suatu
hal yang diputuskan melalui mekanisme politik atau pengambil kebijakan.
Komunikasi politik juga berperan dalam mekanisme adanya saling memberi
masukan dan keputusan menerima, netral/abstain serta menolak jika hal
tersebut bertentangan satu sama lain. Sehingga pada keputusan akhir
melahirkan sikap politik seperti menerima, abstain dan menolak. Sikap politik
yang dipilih akan berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan konsistensi
implementasi kebijakan perberasan.
Selanjutnya berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa sikap
politik responden organisasi tani pada perilaku komunikasi politik organisasi tani
berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada instrumen penentuan
HPP. Kondisi ini memperlihatkan bahwa organisasi tani memiliki sikap politik
bahwa instrumen kebijakan HPP tetap di pertahankan. Hal ini dibuktikan dengan
hubungan perilaku komunikasi politik yang memiliki hubungan nyata dengan
peran komunikasi politik yang dilakukan organisasi tani. Kondisi ini selanjutnya
menjelaskan bahwa organisasi tani memiliki sikap politik mempertahankan HPP
yang stabil. Ini penting dalam memberikan perlindungan bagi harga gabah petani
padi di dalam negeri.
Sikap politik berhubungan sangat erat (p<0,01) dengan peran komunikasi
politik yang dilakukan organisasi tani pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Sikap politik yang di pilih berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan
konsistensi implementasi kebijakan perberasan. Semakin kuat sikap politik yang
ditunjukkan, berarti mengarah pada tuntutan perbaikan dan konsistensi
108
implementasi yang dituntut. Jika sikap politik yang dilakukan organisasi tani tidak
mendapat respons yang tinggi bisa berubah, berlanjut pada perilaku komunikasi
dengan bentuk tindakan komunikasi politik yang lain. Seperti, melakukan
demonstrasi menolak impor beras.
Selanjutnya Tabel 8 menunjukkan sikap politik responden pemerintah
berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini menunjukkan sikap politik pemerintah
tersebut mendukung berbagai instrumen yang diputuskan dan ditempuh selama
ini. Artinya, pemerintah memiliki sikap politik bahwa yang utama dibenahi dalam
instrumen kebijakan perberasan adalah memperioritaskan perbaikan apa yang
selama ini menjadi hambatan produksi beras. Sehingga ke depan tidak
melakukan impor seperti tahun-tahun sebelumnya. Semakin kuat sikap politiknya
mendukung apa yang sudah dilakukan, makin tinggi frekuensi peran komunikasi
politik yang dilakukan. Kemampuan pemerintah sudah maksimal dalam
melakukan perbaikan pada beberapa instrumen yang ada. Kondisi ini juga yang
dilakukan untuk merespons kritikan yang selama ini disampaikan ke pemerintah
oleh berbagai kalangan.
Pemerintah memiliki kewajiban dalam melindungi kepentingan petani
dalam negeri dari serbuan masuknya beras impor. Pembangunan pangan dan
pertanian di Indonesia ditopang oleh sejumlah besar petani tradisional dengan
unit usaha yang sangat kecil. Untuk menjaga kepentingan petani dalam negeri,
maka perlu ditemukan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan tindakan
kolektif petani dalam kaitannya dengan produksi pangan. Pendekatan kebijakan
untuk mobilisasi partisipasi politik dalam pembangunan perberasan, maka perlu
dicari cara yang tepat sehingga potensi dinamik berkelanjutan muncul sebagai
faktor pendukung pembangunan pertanian dan swasembada pangan (Rachbini,
2006).
Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan sikap politik responden
pengusaha beras berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi
politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini menunjukkan semakin
tinggi sikap politik pengusaha beras dalam mendukung perbaikan implementasi
kebijakan perberasan, makin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya pengusaha beras memiliki sikap
politik yang kuat dan peran komunikasi politik untuk membenahi berbagai
persoalan implementasi kebijakan perberasan di dalam negeri.
109
Pengusaha beras menghimpun diri dalam organisasi/asosiasi profesi
yang salah satu misinya adalah memperkuat jaringan dan memperkuat posisi
tawar politik dalam mempengaruhi beberapa instrumen kebijakan dalam
pelaksanaan
kebijakan
perberasan.
Pengusaha
beras
berperan
dalam
mempengaruhi beberapa instrumen kebijakan dalam pelaksanaan kebijakan
perberasan. Umumnya pengusaha beras dalam menjalankan usahanya memiliki
tujuan
bagaimana
mendapatkan
keuntungan
seoptimal
mungkin.
Ketika
pemerintah memperketat melakukan impor beras pengusaha beras gencar
melobi ke pengambil kebijakan untuk mengeluarkan izin impor.
Komunikasi politik merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan dengan
tujuan untuk dapat turutserta dalam mempengaruhi kebijakan. Salah satu tujuan
membangun komunikasi politik yang efektif adalah dengan masuk dan
membangun jaringan ke dalam struktur politik yang sudah ada, seperti partai
politik, organisasi sosial, institusi demokrasi, kelompok aktivis dan organisasiorganisasi di luar pemerintah. Sehingga politisi juga banyak yang berlatar
belakang pengusaha dan sebaliknya. Sehingga pada peran komunikasi politik
juga akan berkaitan dengan kepentingan yang diuntungkan.
Selanjutnya Tabel 8 menunjukkan sikap politik DPR berhubungan sangat
nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan
perberasan. Hal ini menunjukkan semakian kuat sikap politik DPR menolak
implementasi yang berjalan selama ini, maka peran komunikasi politiknya dalam
pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi. Sehingga dapat disimpukan
bahwa
sikap
politik
DPR
pada
perilaku
komunikasi
politiknya
sangat
berhubungan nyata dengan peran komunikasi politiknya, seperti
tetap
menerapkan HPP, tidak melakukan impor beras, membenahi realisasi subsidi
benih dan pupuk dan adanya dukungan penyediaan teknologi budidaya dan
perbaikan infrastruktur dalam pelaksanaan kebijakan perberasan.
Bergulirnya berbagai jenis pilihan kebijakan selama ini erat kaitannya
dengan seberapa jauh sikap politik dalam bentuk peran komunikasi politik yang
dijalankan DPR. Komisi IV DPR memiliki fungsi dalam mengawasi dan memiliki
hak untuk intervensi pada beberapa keputusan yang dilakukan pemerintah.
Sehingga pilihan sikap politik sangat menentukan perilaku komunikasi politik
yang dilakukan, mendukung atau menolak suatu kebijakan yang berjalan di
publik hal tersebut merupakan tindakan politik. Berubahnya sikap politik dalam
kelembagaan berdampak pada timbulnya konflik politik dan hal ini berakibat tidak
110
terbentuknya konsensus bersama dalam manajemen perberasan di dalam
negeri.
Berdasarkan analisis uji korelasi rank Spearman menunjukkan, hipotesis
III yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi politik
dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada
pelaksanaan kebijakan perberasan sebagian besar diterima.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta pengujian hipotesis penelitian,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik personal pemangku kepentingan perberasan umumnya berumur
dewasa dan tergolong produktif, berpendidikan tinggi, pengalaman menjabat
cukup lama dan berpendapatan tergolong kategori menengah. Terdapat
perbedaan respons politik pada karakteristik situasional antar masing-masing
pemangku kepentingan perberasan, baik pada aspek saluran komunikasi politik,
partisipasi politik dan persepsi politik. Untuk aspek pemanfaatan saluran
komunikasi politik pada organisasi tani dan DPR terlihat baik, tingkat partisipasi
politik hanya DPR yang masuk kategori baik, sedangkan persepsi politik yang
baik hanya di kalangan pemerintah
Respons politik pada perilaku komunikasi
politik pada keempat pemangku kepentingan perberasan tergolong kategori
sedang.
2. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan khususnya pemerintah masih
lebih dominan dan tergolong kategori kuat dibandingkan organisasi tani,
pengusaha beras dan komisi IV DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
3. A. Karakteristik personal pendidikan formal pemangku kepentingan pemerintah,
pengalaman
menjabat
dan
tingkat
pendapatan
pemangku
kepentingan
organisasi tani dan komisi IV DPR berhubungan nyata dengan peran komunikasi
politik yang dilakukan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
B. Karakteristik situasional saluran komunikasi politik pemangku kepentingan
pemerintah dan komisi IV DPR, partisipasi politik semua pemangku kepentingan
berhubungan sangat nyata, dan hanya persepsi politik pemangku kepentingan
komisi IV DPR yang tidak berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik
pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
C. Perilaku komunikasi politik untuk keterdedahan pada media massa pemangku
kepentingan
pemerintah
memiliki
hubungan
sangat
nyata,
pemangku
kepentingan organisasi tani, pengusaha beras dan komisi IV DPR berhubungan
nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan.
Respons terhadap opini publik pemangku kepentingan komisi IV DPR,
112
pemerintah berhubungan sangat nyata, pemangku kepentingan organisasi tani
berhubungan nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan. Sikap politik semua pemangku kepentingan berhubungan
sangat nyata dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan
perberasan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas untuk lebih meningkatkan peran komunikasi
politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan
disarankan beberapa hal berikut:
1. Faktor usia, tingkat pendidikan dan pengalaman diperlukan dalam memperkuat
peran komunikasi politik. Para pemangku kepentingan perberasan perlu
meningkatkan partisipasi politiknya dengan memanfaatkan saluran komunikasi
politik yang tersedia sehingga persepsi politik yang buruk atas pelaksanaan
kebijakan perberasan dapat dikomunikasikan dengan baik.
2. Untuk pemangku kepentingan perberasan organisasi tani, pengusaha beras dan
komisi IV DPR perlu meningkatkan peran komunikasi politik guna mengimbangi
dominasi kalangan pemerintah.
3. Sikap politik yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan perberasan
perlu diakomodir dengan membangun konsensus politik bersama guna
mewujudkan implementasi kebijakan yang baik dan kuat di masa depan, serta
mampu membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri..
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arifin,
A. 2003. Komunikasi Politik, Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi
Komunikasi Politik Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Arifin, B. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta,
Jakarta.
Berlo, D.K. 1960. The Process of Communication, An Introduction to Theory
and Practice. Hold, Reinhart and Winston, Inc, New York.
Budiharsono, S.S. 2003. Politik Komunikasi. Grasindo, Jakarta.
Bungin, B. 2006. Metodologi Penelitian Sosial: Format Kuantitatif dan Kualitatif.
Universitas Airlangga Press. Surabaya.
Chilcote. R.H. 2003. Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma.Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Deptan. 2004. ”Revitalisasi Pertanian, Perkebunan Kehutanan dan Kelautan.”
Badan Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Devito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Edisi Kelima. Professional
Books, Jakarta.
Dirjen Dalam Negeri. 2007. “Simulasi Kebijakan Bisnis Komoditas Indonesia.”
Dirjen Dalam Negeri, Departemen Perdagangan, Jakarta.
DKP, 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Dewan
Ketahanan Pangan. Jakarta.
Fisher, B. A. 1990. Teori-Teori Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Gitosudarmo, I. dan Sudita N. 1997. Perilaku Keorganisasian. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Harun dan Sumarno. 2006. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar.
Mandar Maju, Bandung.
Hessel, N.T. 2005. Manajemen Publik. Gramedia, Jakarta.
Huntington, S.P. 2004. Tertib Politik Pada Masyarakat yang Sedang Berubah.
Rajawali Pers, Jakarta.
114
Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di NegaraNegara Dunia Ketiga, Suatu Pengantar. Gramedia, Jakarta.
Kantaprawira R. 2004. Sistem Politik Indonesia, Suatau Model Pengantar,
Sinar Baru Algesindo, Bandung.
KBBI, 1995. ”Bahasa Indonesia, Suatu Pegangan Praktisi Media.” Tempo,
Jakarta
Kerlinger, F. N. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Kriyantono, 2006. Teknik Riset Ilmu Komunikasi, Kencana, Jakarta.
Levis, L.R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti,
Bandung
Mardikanto. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Press, Surakarta.
Muis, A. 2000. Titian Jalan Demokrasi. Peranan Kebebasan Pers Untuk
Budaya Komunikasi Politik. Kompas, Jakarta.
Mulyana, D. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Mustopadidjaja, AR. 1992. Studi Kebijaksanaan, Lembaga penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Nasution, Z. 1990. Komunikasi Politik. Ghalia, Jakarta.
Nimmo, D. 2001. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Remaja Rosda Karya,
Bandung.
________, 2004. Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media. Remaja
Rosda Karya, Bandung.
Parsons W. 2006. Public Policy; Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Kencana, Jakarta.
Pearson S., Gotsch C. dan Bahri S. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada
Pertanian Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Rachbini, D. J. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Ghalia
Indonesia, Bogor.
Rahman, H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Graha Ilmu. Jakarta.
115
Rahkmat, J. 2007a. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
__________, 2007b. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Cetakan ke-24
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Rauf, M. 1993. Komunikasi Politik Sebuah Bidang Kajian dalam Ilmu Politik
Indonesia dan Komunikasi Politik. Gramedia, Jakarta.
Riduwan, 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta, Bandung.
Robin, P. dan Ring. 1985. Kamus Analisa Politik. Rajawali Pers, Jakarta.
Rogers, E.M. 2003. Diffusions of Innovation. Free Press, New York.
Rogers, E.M. and F.F. Shoemaker, 1995. Communication and Innovation. A
Cross Cultural Approach. 3 rd Edition. The Free Press, New York.
Rudini. 1993. Komunikasi Politik dalam Sistem Demokrasi Pancasila dan
Komunikasi Politik. Gramedia, Jakarta.
Rush, M. dan P. Althoff. 2003. Pengantar Sosiologi Politik. Rajawali, Jakarta.
Ruslan, R. 2004. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Rajawali
Pers, Jakarta.
Sarwono, J. 2006. Paduan Cepat dan Mudah SPSS 14,0. Andi Offset,
Yokyakarta
Santoso, S. 2004. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara, Jakarta
Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan disiplin dalam
Pembangunan Nasional. Rajawali Pers, Jakarta.
Sawit, H. 2006. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde
Baru dan Orde Reformasi. IPB Press, Bogor.
Schramm, W. dan D.L. Kincaid. 1977. Azas-Azas Komunikasi Antar Manusia.
LP3ES, Jakarta.
Setiawan, B. 2003. Globalisasi Pertanian; Ancaman Atas Kedaulatan Bangsa
dan Kesejahteraan Petani. The Institute for Global Justice, Jakarta
Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Gramedia,
Jakarta.
Singarimbun, M. dan S. Effendi. 2006. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi
LP3ES, Jakarta.
Soekanto, S. 2005. Sosiologi, Suatu Pengantar. Rajawali Pers, Jakarta.
116
Suciawati. 1997. ”Mengajar di Perguruan Tinggi.” Ditjen Dikti, Jakarta.
Sudjana, 1990. Metode Statistik. Tarsito. Bandung.
Suryadi, S. 1993. Elite Politik dalam Komunikasi Politik DPR RI pada Era
Reformasi. Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta.
Suryana, A., Mardianto, S., dan Ikhsan, M. 2001. Bunga Rampai Ekonomi
Beras. LPEM- UI, Jakarta.
Tambunan,T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa
Isu Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Thoha, M. 1993. Pembinaan Organisasi: Proses Diagnosa dan Intervensi. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Tubbs S.L. dan S. Moss 1996. Human Comunication; Konteks-Konteks
Komunikasi. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Vardiansyah, D. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Pendekatan Taksonomi
Konseptual. Galia Indonesia, Bogor.
Jurnal Ilmiah
Malik, J.D. 1999. ”Pemilihan Langsung Presiden; Perspektif Budaya dan
Komunikasi Politik.” Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Tesis
Jauhari, A. 2004.”Peranan Komunikasi Politik dalam Proses Legislasi, Kasus
Pada Pembahasan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman di Komisi-III DPR RI.” Tesis. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purwandari, H. 2006. ”Perlawanan Tersamar Organisasi Petani, Upaya
Memahami Gerakan Sosial Petani.” Tesis. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
117
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil uji reliabilitas karakteristik personal
R E L I A B I L I T Y
1.
2.
3.
4.
Umur
Pendidikan Formal
Pengalaman Menjabat
Pendapatan
A N A L Y S I S
-
S C A L E
Mean
Std Dev
Cases
1.6667
2.5333
1.3333
2.0000
.6172
.5164
.4880
.5345
15.0
15.0
15.0
15.0
Correlation Matrix
X1
X2
X3
X4
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
1.0000
.5976
.3953
.2165
1.0000
.6614
.0000
1.0000
.0000
1.0000
N of Cases =
Alpha =
.6095
(A L P H A)
15.0
N of
Standardized item alpha =
.5999
119
Lampiran 2. Hasil uji reliabilitas karakteristik situasional
R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S
Mean
1.Saluran Kom. Pol
2.Partisipasi Pol.
3.Persepsi Politik
Statistics for
SCALE
Mean
9.2857
3.1333
3.1238
3.0286
-
S C A L E
Std Dev
(A L P H A)
Cases
.3641
.3278
.4805
15.0
15.0
15.0
N of
Variables
3
Variance
.8484
Std Dev
.9211
Scale
Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance
if Item
Deleted
Corrected
ItemTotal
Correlation
6.1524
6.1619
6.2571
.4970
.4836
.3388
Item-total Statistics
1 Saluran KP
2 Partisipasi
3 Persepsi P.
Alpha
if Item
Deleted
.4263
.5644
.4983
.6382
.4968
.5829
Reliability Coefficients
N of Cases =
Alpha =
.6674
15.0
N of Items =
3
120
Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas perilaku komunikasi politik
R E L I A B I L I T Y
1.KP Media Massa
2.RT Opini Publik
3.Sikap Politik
Statistics for
SCALE
Mean
8.7714
A N A L Y S I S
-
S C A L E
(A L P H A)
Mean
Std Dev
Cases
3.0000
3.0000
2.7714
.3818
.3102
.2341
15.0
15.0
15.0
N of
Variables
3
Variance
.5388
Std Dev
.7340
Scale
Variance
if Item
Deleted
Corrected
ItemTotal
Correlation
Item-total Statistics
Scale
Mean
if Item
Deleted
KP.Media M
RT OpiniP
Sikap P
5.7714
5.7714
6.0000
.2414
.2647
.3294
Alpha
if Item
Deleted
.4041
.5572
.5749
.7488
.4846
.5310
Reliability Coefficients
N of Cases =
Alpha =
.6737
15.0
N of Items =
3
121
Lampiran 4. Hasil uji reliabilitas peran komunikasi politik pada pelaksanaan
kebijakan perberasan
R E L I A B I L I T Y
A N A L Y S I S
Mean
1.
2.
3.
4.
5.
HPP
MIB
SBP
PT
PI
2.9278
2.9111
2.8722
2.9333
2.9212
Statistics for
SCALE
Mean
14.5657
-
S C A L E
(A L P H A)
Std Dev
Cases
.2202
.1710
.2417
.2601
.3650
15.0
15.0
15.0
15.0
15.0
N of
Variables
5
Variance
.6392
Std Dev
.7995
Scale
Variance
if Item
Deleted
Corrected
ItemTotal
Correlation
Item-total Statistics
Scale
Mean
if Item
Deleted
1
2
3
4
5
HPP
MIB
SBP
PT
PI
11.6379
11.6545
11.6934
11.6323
11.6444
.4725
.5569
.5733
.4074
.2445
Alpha
if Item
Deleted
.3905
.2080
.0205
.4942
.7241
.5191
.5964
.6853
.4518
.2222
Reliability Coefficients
N of Cases =
Alpha =
.5909
15.0
N of Items =
5
122
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian
Kode Responden :
KUESIONER PENELITIAN
Nama Responden
:
Instansi/Organisasi
:
Jenis Kelamin
:
Jabatan
:
Alamat
:
Nama Enumerator
:
Tanggal Wawancara
:
(L/P) *
Pilih salah satu
Oleh :
MUHAMMAD SUKRI NASUTION
P054050151
PROGRAM STUDI
KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
123
Bagian I. Personal
Di bawah ini terdapat sejumlah pertayaan. Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan
pendapat Bapak/Ibu dengan memilih/mengisi salah satu jawaban. Berilah tanda silang (x)
pada pilihan jawaban yang tersedia sesuai pilihan Bapak/Ibu.
1. Berapa tahun usia Bapak/Ibu saat ini ?
Tanggal :........ Bulan :......... Tahun :..........
2. Pendidikan Bapak/ Ibu yang terakhir ?
SLTA
:
Lulus
Diploma
:
D1
Sarjana
:
S1
Tidak Lulus
D2
D3
S2
S3
3. Berapa lama Bapak/Ibu menduduki jabatan/pengurus utama pada posisi yang saat ini ditekuni?
Satu Tahun
Dua Tahun
Tiga Tahun
Empat Tahun
Lima Tahun
4. Berapa pendapatan rataan Bapak/ Ibu dalam satu bulan ?
Gaji
: Rp................................
Pertanian
: Rp................................
Dagang
: Rp.................................
Usaha Bisnis Jasa
Lainnya
: Rp.................................
: Rp.................................
Total : Rp ................................
Bagian II. Situasional
Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang diajukan. Silahkan pilih jawaban yang
sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan memilih salah satu jawaban dengan memberi
tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang tersedia. Pilihan jawaban (5) SS = Sangat Setuju,
(4) S = Setuju, (3) RR = Ragu-Ragu, (2) TS = Tidak Setuju, (1) STS = Sangat Tidak Setuju.
Pernyataan
Pilihan Jawaban
(5) (4) (3) (2) (1)
1. Saluran komunikasi politik di Indonesia sudah maksimal
digunakan Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada
pelaksanaan kebijakan perberasan ?
2. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi
peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan
aspirasi pada penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
?
3. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi
peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan
aspirasi pada penentuan kebijakan impor beras ?
Pernyataan
Pilihan Jawaban
124
(5)
4. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi
peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan
aspirasi
pada
pelaksanaan
kebijakan
perberasan
menentukan subsidi benih dan pupuk?
5. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi
peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan
aspirasi pada pelaksanaan pengembangan teknologi
perberasan?
6. Saluran komunikasi politik di Indonesia mempengaruhi
peranan komunikasi politik Bapak/ibu, dalam menyampaikan
aspirasi pada pelaksanaan penyediaan infrastruktur
perberasan ?
7. Partisipasi politik aktif di Indonesia bermanfaat bagi
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
kebijakan perberasan?
8. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada penentuan
Harga Pembelian Pemerintah (HPP)?
9. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
penentuan melakukan impor beras?
10. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
kebijakan subsidi benih dan pupuk?
11. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu,
dalam
menyampaikan
aspirasi
pada
pengembangan teknologi perberasan?
12. Partisipasi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
penyediaan infrastruktur perberasan ?
13. Persepsi politik saat ini berperan mempengaruhi komunikasi
politik Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada
pelaksanaan kebijakan perberasan?
14. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada penentuan
Harga Pembelian Pemerintah (HPP)?
15. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
penentuan melakukan impor beras?
16. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
kebijakan subsidi benih dan pupuk?
17. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
pengembangan teknologi perberasan?
18. Persepsi politik berperan mempengaruhi komunikasi politik
Bapak/Ibu, dalam menyampaikan aspirasi pada pelaksanaan
penyediaan infrastruktur perberasan ?
(4)
(3)
(2)
(1)
125
Bagian III. Perilaku Komunikasi Politik
Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang diajukan. Apakah pendapat
Bapak/Ibu setiap pernyataan berikut? Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan pendapat
Bapak/Ibu dengan memilih salah satu. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
tersedia. Pilihan jawaban (5) SS = Sangat Setuju, (4) S = Setuju, (3) RR = Ragu-Ragu, (2) TS
= Tidak Setuju, (1) STS = Sangat Tidak Setuju.
Pernyataan
(5)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Bapak/ Ibu sering membaca surat kabar seputar kebijakan beras
akhir-akhir ini ?
Bapak/Ibu sering mendengar informasi dari radio seputar kebijakan
perberasan akhir-akhir ini?
Bapak/ Ibu suka menonton siaran atau berita tentang kebijakan
perberasan akhir-akhir ini?
Bapak/ Ibu memperoleh manfaat dari menonton televisi seputar
kebijakan beras selama ini?
Bapak/Ibu mendengar siaran berita tentang kebijakan perberasan di
radio akhir-akhir ini?
Bapak/Ibu pernah menonton televisi seputar informasi beras dalam
seminggu seperti akhir-akhir ini?
Bapak/ibu mendapat manfaat dari membaca surat kabar seputar
kebijakan beras selama ini?
Seputar kebijakan beras menjadi perhatian utama Bapak/Ibu
dengan mendengarkan berita dari radio selama ini?
Seputar kebijakan beras menjadi perhatian utama Bapak/Ibu
dengan melihat berita di televisi selama ini?
Seputar kebijakan beras menjadi perhatian utama Bapak/Ibu
dengan membaca berita surat kabar selama ini?
Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang kritikan kebijakan
perberasan di media massa dan masyarakat selama ini ?
Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang penentuan Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) di media massa dan masyarakat?
Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang penentuan
melakukan impor beras di media massa dan masyarakat selama
ini?
Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang pelaksanaan
kebijakan subsidi benih dan pupuk di media massa dan masyarakat
selama ini?
Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang pengembangan
teknologi perberasan di media massa selama ini?
Respons Bapak/Ibu terhadap opini publik tentang perbaikan
infrastruktur perberasan di media massa dan masyarakat saat ini?
Respons Bapak/Ibu perdagangan beras antar daerah selama ini?
Bagaimana sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan
perberasan nasional ?
Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional tentang penentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)?
Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional tentang penentuan melakuakan impor beras?
Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional tentang pelaksanaan kebijakan subsidi benih dan pupuk?
Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional tentang pengembangan teknologi perberasan?
Sikap politik Bapak/Ibu pada pelaksanaan kebijakan perberasan
nasional tentang penyediaan infrastruktur perberasan?
Sikap politik Bapak/Ibu menilai kebijakan perberasan antar daerah
selama ini?
Pilihan Jawaban
(4)
(3)
(2)
(1)
126
Bagian IV. Respons Peran Komunikasi Politik Kebijakan Perberasan
Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang diajukan. Apakah pendapat Bapak/Ibu
setiap pernyataan berikut? Silahkan pilih jawaban yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu
dengan memilih salah satu. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia.
Pilihan jawaban (5) SS = Sangat Setuju, (4) S = Setuju, (3) RR = Ragu-Ragu, (2) TS = Tidak
Setuju, (1) STS = Sangat Tidak Setuju.
Pernyataan
Pilihan Jawaban
(5) (4) (3) (2) (1)
1. Menurut Bapak/Ibu kebijakan HPP sudah tepat seperti yang
berlaku selama ini?
2. Menurut Bapak/Ibu, kebijakan Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) sudah berpihak pada petani ?
3. Menurut Bapak/ Ibu, kebijakan HPP cukup ditetapkan dan
diputuskan pemerintah saja ?
4. Menurut Bapak/Ibu, sebaiknya kebijakan HPP ditetapkan
bersama Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras dan
Organisasi Tani di DKP?
5. Pendapat Bapak/ Ibu, penentuan HPP tiap tahun mengikuti
harga pasar ditingkat petani saja ?
6. Pendapat Bapak/Ibu, penetapan HPP diserahkan ke
Organisasi Tani saja?
7. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah berperan positif dalam
mengakomodir aspirasi petani dalam pengaturan HPP?
8. Pendapat Bapak/Ibu, Komisi IV DPR berperan positif dalam
mengakomodir aspirasi petani dalam pengaturan HPP?
9. Pendapat Bapak/Ibu, kalangan pengusaha beras berperan
positif mengakomodir aspirasi petani mengatur HPP?
10. Pendapat Bapak/Ibu, organisasi Tani sudah berperan positif
dalam membawa aspirasi petani menentukan HPP?
11. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah lebih berperan dan dominan
dalam menentukan HPP di tingkat petani?
12. Pendapat Bapak/Ibu, diluar pemerintah (komisi IV,
pengusaha beras, organisasi Tani), berperan juga dalam
memutuskan HPP?
13. Menurut Bapak/Ibu kebijakan impor beras sudah tepat seperti
yang diberlakukan selama ini?
14. Menurut Bapak/Ibu, kebijakan impor beras sudah sesuai
keinginan petani di dalam negeri?
15. Menurut Bapak/ Ibu, penentuan melakukan impor beras
ditetapkan pemerintah saja ?
16. Menurut Bapak/Ibu, penentuan impor beras ditetapkan
bersama (Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha Beras,
Organisasi Petani)?
17. Pendapat Bapak/Ibu, impor beras mengikuti mekanisme
pasar saja ?
18. Pendapat Bapak/Ibu, kebijakan impor beras diserahkan
melalui keputusan Organisasi Tani saja?
19. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah sudah berperan positif
dalam kebijakan impor beras?
20. Pendapat Bapak/Ibu, Komisi IV DPR sudah berperan baik
dalam kebijakan impor beras?
21. Pendapat Bapak/Ibu, kalangan pengusaha beras kuat dalam
menentukan kebijakan impor beras?
127
Pernyataan
22. Pendapat Bapak/Ibu, organisasi tani kuat berperan dalam
menentukan impor beras?
23. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah kuat berperan dalam
menentukan impor beras?
24. Pendapat Bapak/Ibu, diluar pemerintah lebih kuat
mempengaruhi impor beras?
25. Menurut Bapak/Ibu, penentuan pelaksanaan subsidi benih
dan pupuk ditetapkan bersama (Pemerintah, Komisi IV DPR,
Pengusaha Beras, Organisasi Petani)?
26. Pendapat Bapak/ Ibu, penentuan pelaksanaan subsidi benih
dan pupuk mengikuti mekanisme pasar saja ?
27. Pendapat Bapak/Ibu, penentuan pelaksanaan subsidi benih
dan pupuk diserahkan ke Organisasi petani saja?
28. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah sudah berperan positif
dalam Penentuan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ?
29. Pendapat Bapak/Ibu, Komisi IV DPR sudah berperan dalam
menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ?
30. Pendapat Bapak/Ibu, kalangan pengusaha beras berperan
dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ?
31. Pendapat Bapak/Ibu, organisasi petani sudah berperan
dalam menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ?
32. Pendapat Bapak/Ibu, pemerintah lebih berperan dalam
menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ?
33. Pendapat Bapak/Ibu, diluar pemerintah (komisi IV,
pengusaha beras, organisasi Petani), lebih berperan dalam
menentukan pelaksanaan subsidi benih dan pupuk ?
34. Menurut Bapak/Ibu pengembangan teknologi perberasan
sudah tepat seperti yang berlaku sekarang ini?
35. Menurut Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
sudah sesuai keinginan petani ?
36. Menurut Bapak/ Ibu, pengembangan teknologi perberasan di
tetapkan pemerintah saja ?
37. Menurut Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
ditetapkan bersama Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha
Beras, Organisasi Petani?
38. Pendapat Bapak/ Ibu, pengembangan teknologi perberasan
mengikuti mekanisme pasar saja ?
39. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
diserahkan ke Organisasi petani saja?
40. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
pemerintah sudah berperan positif?
41. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
Komisi IV DPR sudah berperan?
42. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
kalangan pengusaha beras berperan?
43. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
organisasi petani sudah berperan ?
44. Pendapat Bapak/Ibu, pengembangan teknologi perberasan
pemerintah lebih berperan?
45. Pengembangan teknologi perberasan diluar pemerintah
(komisi IV, pengusaha beras, organisasi Petani), lebih
berperan?
(5)
Pilihan Jawaban
(4) (3) (2) (1)
128
Pernyataan
(5)
Pilihan Jawaban
(4) (3) (2) (1)
46. Menurut Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan sudah
tepat seperti yang berlaku sekarang ini?
47. Menurut Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
sudah sesuai keinginan petani ?
48. Menurut Bapak/ Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan di
tetapkan pemerintah saja ?
49. Menurut Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
ditetapkan bersama (Pemerintah, Komisi IV DPR, Pengusaha
Beras, Organisasi Petani)?
50. Pendapat Bapak/ Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
mengikuti mekanisme pasar saja ?
51. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
diserahkan ke Organisasi petani saja?
52. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
pemerintah sudah berperan positif?
53. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
Komisi IV DPR sudah berperan ?
54. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
kalangan pengusaha beras sudah berperan?
55. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
organisasi petani sudah berperan?
56. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
pemerintah lebih berperan?
57. Pendapat Bapak/Ibu, perbaikan infrastruktur perberasan
diluar pemerintah (komisi IV, pengusaha beras, organisasi
Petani), lebih berperan?
58. Pedapat Bapak/Ibu kebijakan perberasan yang ditempuh
Indonesia akhir-akhir ini sudah sesuai?
59. Pendapat Bapak/Ibu kebijakan perberasan yang ada saat ini
dipengaruhi oleh dampak liberalisasi ekonomi?
60. Pendapat Bapak/Ibu sebaiknya membenahi kelemahan
pertanian di dalam negeri dibanding melakukan impor?
Pertanyaan Pandangan atau Pendapat Bapak/Ibu:
1.
Komentar Bapak/Ibu pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini:
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
......................................................................................................................
2.
Bagaimana peran Organiasai Tani pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini:
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
......................................................................................................................
129
3.
Bagaimana peran Pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini:
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
......................................................................................................................
4.
Bagaimana peran Organisasi Pengusaha beras pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama
ini:
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
......................................................................................................................
5.
Bagaimana peran Komisi IV DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan selama ini:
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
......................................................................................................................
Jakarta,..../............................2007
Responden
“ Terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan dan pernyataan sesuai
pendapat Bapak/Ibu sekalian”
Download