Dosen Ilmu Politik Presentasi di Rusia

advertisement
Dosen Ilmu Politik Presentasi di Rusia
Dikirim oleh humas3 pada 27 September 2011 | Komentar : 0 | Dilihat : 5361
Dosen FISIP-UB M. Faishal
Aminuddin mempresentasikan
papernya pada konferensi
internasional di Rusia
Tatanan masyarakat global terus berubah seiring dinamika didalam berbagai peradaban yang dibangun didalamnya.
Pembahasan serius mengenai dinamika peradaban ini menarik perhatian dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP-UB), M. Faishal Aminuddin. Dalam konferensi internasional
bertajuk "Civilizational Dynamics of Contemporary Societies", ia memaparkan paper-nya tentang "Social and
Political Foundation in Southeast Asia Regionalism". Acara ini diselenggarakan oleh St. Petersburg University,
Republik Federasi Rusia bekerjasama dengan Russian Academy of Science selama dua hari (23-24/9) di kota St.
Petersburg.
Konferensi ini membahas temuan-temuan riset dalam topik identitas peradaban, tipikal modernitas, globalisasi
kebudayaan dan perubahan sosial politik. Diantara pakar dunia yang hadir adalah Prof. Johann P Arnason (pakar
studi sosiologi dan peradaban La Trobe University Australia dan Charles University Prague), Bjorn Wittrock
(pakar studi transformasi sosial dan politik Uppsala University Swedia) dan Maxim Khomyakov (Ural State
University Rusia). Peserta konferensi adalah akademisi dan peneliti dari berbagai universitas dan pusat studi dari
Rusia, Pakistan, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Ceko, Bangladesh, Swedia, Uni Emirat Arab, India, Perancis,
Iran, Jerman, Italia dan Polandia.
Dalam makalahnya, Faishal menyoroti tentang efektivitas kerjasama regional negara-negara Asia Tenggara dalam
ASEAN. Selama lebih dari 40 tahun berdirinya, ASEAN belum melakukan revitalisasi atas tujuan kerjasama
kawasan yang lebih visioner dan memberi manfaat bukan hanya bagi kepentingan kawasan melainkan juga negaranegara yang menjadi anggotanya. Prinsip ASEAN yang dilandasi oleh norma kesetaraan dan tidak saling intervensi
urusan dalam negeri pada kenyataannya menimbulkan kesenjangan. Secara ekonomi, masih terjadi ketimpangan
antara negara seperti Singapura, Malaysia dengan Laos. Dari sisi sosial politik, demokratisasi yang bisa
memberikan jaminan bagi kebebasan warganegara baik secara ekonomi maupun politik dan pemenuhan hak azasi
manusia masih tersekat dalam berbagai kepentingan nasional masing-masing negara anggotanya. Akibatnya, setiap
konflik seperti separatisme Aceh, Muslim Pattani, Mindanao, Timor Leste dan juga Kepulauan Spratley dan
Myanmar, harus mengundang intervensi dari luar kawasan untuk masuk. Tidak ada mekanisme resolusi konflik
yang memadai.
Jika dalam proyeksinya, ASEAN ingin membangun kerjasama regional yang kuat dan saling mendukung antara
satu sama lain, Faishal memberikan ulasan mengenai pilihan atas instalasi budaya politik yang bersifat kosmopolit
dalam membangun kerjasama kawasan. Budaya kosmopolit yang menjadi landasan bagi kerjasama supra-nasional
seperti Uni Eropa memang berangkat dari usaha untuk membentuk peradaban dalam sebuah kawasan yang tetap
pluralistik ditengah masyarakat sipil yang kuat. Secara teoretik, Karl Popper yang menggagas tentang pentingnya
masyarakat yang terbuka kemudian mengilhami pemikiran-pemikiran untuk mencangkokkannya dalam perubahan
sosial politik.
Faishal menambahkan bahwa kerjasama antar negara saat ini tidak boleh mengabaikan tekanan globalisasi.
Diperlukan kreativitas dalam mengambil keuntungan menghadapi tekanan tersebut. Bagi ASEAN, diperlukan
reposisi terhadap aspek normatifnya. Artinya, prinsip non konfrontasi, non-intervensi kepentingan domestik,
penyelesaian konflik secara kekeluargaan harus diterjemahkan dalam sebagai mekanisme formal yang bersifat
mengikat.
Dalam solusi yang ditawarkan, Faishal memberikan tiga tawaran. Pertama, ASEAN sebagai organisasi regional
harus menjadi lebih terbuka. Lebih banyak mengakomodasi perubahan tatanan global dalam mendefinisikan
peranan strategis dirinya. Kedua, komunitas non-negara terus menggalang interaksi yang lebih intensif dan masif
untuk melakukan dialog lintas kepentingan. Ketiga, aktor negara memberikan dukungan penuh terhadap
kepentingan regional yang tidak merugikan kepentingan nasionalnya ketika melakukan hubungan mulilateral
dengan negara diluar kawasan.
Jika ASEAN masih konservatif dengan alasan memegang nilai-nilai yang berlaku di Asia Tenggara, maka
kerjasama regional yang dipelihara tidak akan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan peradaban di
Asia Tenggara. Kesenjangan sosial politik dan ekonomi akan terus ada dan membuat kawasan ini tidak dipandang
strategis sebagai organisasi yang mempunyai posisi tawar dalam tatanan global. [mfa/nok]
Artikel terkait
Mengoptimalkan Peran Guru Kelas Untuk Mencegah Kenakalan Remaja
Mahasiswa Ilmu Politik Juarai Lomba Debat Nasional
Dosen UB, Menkominfo dan Jubir Kepresidenen Bahas Humas Digital
Pojok Literasi Kartini 'Habis Gelap Belum Tentu Terang'
Kemenlu Gandeng FISIP UB Gelar Jarmasda Tentang Bencana
Download