Volume 9 No.1 Maret 2013 20 Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S portunus pelagicus) Analisis Degradasi Polutan Limbah Cair Pengolahan Rajungan (portunus dengan Penggunaan Mikroba Komersial Nurhayati dan Isye Marda Samallo Perancangan Sistem Informasi Administrasi Pendataan Barang Berbasis Barcode B Pada Centro Plaza Semanggi Jakarta J Pualam Dipa Nusantara dan Petrus Sianggian Aplikasi plikasi Sistem Informasi Penyewaan Lapangan Futsal utsal Berbasis Java Pada ada Eaganta Futsal Prionggo Hendradi, Riama Sibarani, Sudarmaji Usman Rancangan Sistem Keamanan Gedung Berbasis Komputer Pertumpun Gurusinga, Hendro Diwantoro Efektivitas Teknik Biofiltrasi Dengan Media Bio-ball B Terhadap Penurunan Kadar Nitrogen Total T Yusriani Sapta Dewi danMega dan Masithoh Perancangan Sistem Informasi Kepegawaian Di PT. Higindo Kinerja Chemica Pualam Dipa Nusantara I S SN 2161184 9 7 7 2 1 6 1 1 8 4 4 0 0 ISSN 0216-1184 Volume 9 Nomor1Tahun 2013 ISSN 0216-1184 JURNAL ILMIAH FAKULTAS TEKNIK LIMIT’S LIMIT’S SUSUNAN REDAKSI PimpinanUmum/PenanggungJawab: Berlin Sitorus, S.Kom.,M.Kom (Dekan Fakultas Teknik) Staff Ahli: Ahli: Dr. Yusriani Sapta Dewi, MSi. Dr. Ir. Jupiter Sitorus, M.Eng. Dr. Ir Tambak Manurung, MS. PimpinanRedaksi: Drs. Charles Situmorang, M.Si. SekretarisRedaksi: Riama Sibarani, SSi.M.MSi AnggotaDewanRedaksi: AnggotaDewanRedaksi: Ir. Nunung Nurhayati, M.Si Sukarno Bahat Nauli Sitorus, S.Kom.,M.Kom. Agung Priambodo, S.Kom.,M.Kom. Dra.PertumpunG urusinga, M.MSi. Hernalom Sitorus, ST.,M.Kom. Bosar Panjaitan, SSi.,M.Kom. Kiki Kusumawati, ST, MMSi. Prionggo Hendradi, S.Kom.M.Kom Sekretariat: Lina Mursadi, SE. Alamat Redaksi Publikasi Ilmiah: FakultasT eknik – UniversitasS atya Negara Indonesia Jl. Arteri Pondok Indah No. 11 Jakarta Selatan 12240I ndonesia Telp. (021) 7398393, Fax: (021) 7200352 http://www.usni.ac.id DAFTAR ISI Analisis Degradasi Polutan Limbah Cair Pengolahan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan Penggunaan Mikroba Komersial Nurhayati dan Isye Marda Samallo 1 - 13 Perancangan Sistem Informasi Administrasi Pendataan Barang Berbasis Barcode Pada Centro Plaza Semanggi Jakarta Pualam Dipa Nusantara danPetrus Sianggian 14 - 23 Aplikasi Sistem Informasi Penyewaan Lapangan Futsal Berbasis Java Pada Eaganta Futsal Prionggo Hendradi, Riama Sibarani, Sudarmaji Usman 24 - 36 Rancangan Sistem Keamanan Gedung Berbasis Komputer Pertumpun Gurusinga, Hendro Diwantoro 37 - 44 Efektivitas Teknik Biofiltrasi Dengan Media Bio-ball Terhadap Penurunan Kadar Nitrogen Total Yusriani Sapta Dewi dan Mega Masithoh 45 - 53 Perancangan Sistem Informasi Kepegawaian Di PT. Higindo Kinerja Chemica Pualam Dipa Nusantara 54 - 60 ANALISIS DEGRADASI POLUTAN LIMBAH CAIR PENGOLAHAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DENGAN PENGGUNAAN MIKROBA KOMERSIAL Nurhayati dan Isye Marda Samallo Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Satya Negara Indonesia Abstrak Potensi sumber daya laut Indonesia yang sangat besar, menjadi sangat penting dikembangkannya industri pengolahan perikanan di Indonesia, salah satunya adalah industri pengolahan daging rajungan (Portunus pelagicus). Umumnya pengolah tradisional tidak melakukan penanganan sebelum membuang air limbah mereka sehingga mengakibatkan pencemaran air dan bau khas rajungan tercium di sekitar pengolahan tradisonal. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan kultur campuran mikroba komersial sebagai agen pendegradasi polutan pada limbah cair industri mini plant pengolahan rajungan terhadap waktu inkubasi ; mendapatkan hasil analisis dari parameter pH, DO, Amonia, BOD, TSS, Total Bakteri. Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan penambahan kultur campuran mikroba komersial BSL MW 0. Hasil yang didapat, dengan penambahan mikroba komersial dengan beberapa variasi konsentrasi dalam air limbah rajungan dapat meningkatkan dan menurunkan kadar konsentrasi limbah rajungan. Peningkatan konsentrasi terjadi pada pH, amonia, TSS dan dan total bakteri air limbah rajungan sedangkan parameter yang menurun konsentrasinya adalah BOD dan DO. Kata kunci : limbah daging rajungan, biodegradasi, mikroorganisme, mikroba komersial Abstract Indonesian marine resource potential is very large, a very important development of fishery processing industry in Indonesia, one of which is the meat processing industry crab (Portunus pelagicus). Traditional processors are generally not handling their wastewater before disposing causing water pollution and odor wafted around the typical crab traditional processing. Biological means or biodegraded by microorganisms, is one right way, effective and virtually no side effects on the environment. This is because not produce toxic or blooming (explosion amount of bacteria). This study aimed to examine the effect of adding commercial mixed culture of microbes as agents degrade pollutants in industrial wastewater treatment plant mini crab against incubation time; getting on the analysis of the parameters pH, DO, ammonia, BOD, TSS, Total Bacteria. Research using randomized block design (RBD) with the addition of a commercial microbial mixed culture BSL MW 0. The results obtained, with the addition of commercial microbes with some variation of the concentration in the waste water can increase the swimming crab and crab waste concentration levels. Increased concentrations occurred at pH, ammonia, TSS and total bacterial sewage and crab while decreasing parameters are BOD and DO concentration. Keywords: crab meat waste, biodegradation, microorganisms, microbes commercial PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mengingat potensi sumber daya laut Indonesia yang sangat besar, menjadi sangat penting dikembangkannya industri pengolahan perikanan di Indonesia, salah satunya adalah industri pengolahan daging rajungan (Portunus pelagicus). Menurut Mirzards (2008), rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Permintaan rajungan lebih tinggi datang dalam bentuk olahan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas dan memiliki protein cukup tinggi, sehingga industri pengolahan daging rajungan ini menjadi sangat penting. Pengolah rajungan skala rumah tangga (mini plant) memasok bahan baku daging rajungan kepada perusahaan pengalengan (plant) yang kemudian diekspor ke manca negara. Air hasil perebusan daging rajungan dari mini plant masih mempunyai kandungan protein dan zat padatan terlarut yang tinggi. Umumnya pengolah tradisional tidak melakukan penanganan sebelum membuang air limbah mereka sehingga mengakibatkan pencemaran air dan bau khas rajungan tercium di sekitar pengolahan tradisonal. Timbulnya bau busuk disebabkan oleh dekomposisi lanjut dari protein yang kaya akan asam amino bersulfur (sistein) menghasilkan asam sulfida, gugus thiol, dan amonia. Asam lemak rantai pendek hasil dekomposisi bahan organik juga menyebabkan bau busuk. Menurut Hadiwiyoto (2011), degradasi protein menyebabkan terbentuknya peptida-peptida sederhana, asam-asam amino bebas dan kemudian menjadi senyawa-senyawa amino dan amonia yang mudah menguap. Limbah cair pada industri pengolahan perikanan jika tidak diolah akan menimbulkan pencemaran bau yang menyengat yang menyebabkan adanya keluhan tentang adanya gangguan dan kekurang nyamanan dari masyarakat sekitarnya. Selain berpotensi menjadi sumber penyakit terhadap manusia yang ditularkan lewat lalat misalnya muntaber. Untuk mengatasi limbah dapat digunakan metode biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi terkontaminan tersebut (Citroreksoko, 1996). Konsep dan aplikasi teknologi bersih dan daur ulang telah mendorong dikembangkannya teknologi pengolahan limbah menggunakan produk berbahan aktif mikroba yang lebih ramah lingkungan (mengurangi dampak penggunaan bahan kimia) dan memenuhi kriteria tersebut (Suyasa, 2011). Oleh karena itu untuk menyeimbangkan tatanan ekosistem kehidupan diperlukan sistem pengolahan limbah yang mudah diterapkan dan murah. Agar pengolahan limbah berlangsung secara efektif pada limbah yang dibuang dari industri perikanan pada pengolahan rajungan, maka pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kultur campuran mikroba komersial dengan nama dagang BSL MW - 01 sebagai agen pendegradasi polutan dengan mengambil sampel di lokasi pembuangan limbah. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Apakah dengan penambahan kultur campuran mikroba komersial dapat mendegradasi polutan limbah cair industri perikanan pada limbah pengolahan rajungan? b. Apakah dengan lama waktu inkubasi terhadap campuran mikroba komersial mempengaruhi proses degradasi polutan limbah cair pengolahan rajungan? Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengkaji pengaruh penambahan kultur campuran mikroba komersial sebagai agen pendegradasi polutan pada limbah cair industri mini plant pengolahan rajungan terhadap waktu inkubasi ; 2) Mendapatkan hasil analisis dari parameter pH, DO, Amonia, BOD, TSS, Total Bakteri. Manfaat penelitian yang dilakukan ini untuk mengeksplorasi potensi kultur campuran mikroba komersial BSL MW 01 sebagai agen pendegradasi polutan pada pembuangan limbah cair industri perikanan khususnya pengolahan rajungan di Cirebon. Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi pada masalah : a. Kultur campuran mikroba komersial BSL MW 01. b. Variasi konsentrasi & waktu inkubasi setelah penambahan kultur campuran mikroba komersial BSL MW 01 pada limbah rajungan. c. Parameter yang diuji adalah pH, DO, Amonia, BOD, TSS, Total Bakteri. Metodologi Penelitian Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan penambahan kultur campuran mikroba komersial BSL MW 01 dalam konsentrasi 0% sebagai kontrol, 5% dan 10% dengan variasi waktu inkubasi 0, 6, 12, 24, 48, 72 jam dan dilakukan 3 kali pengulangan dengan parameter pengujian adalah pH, DO, Amonia, BOD, TSS, Total Bakteri. LANDASAN TEORI Deodorisasi Menurut Aziziah (2008), deodorisasi adalah usaha untuk mengurangi atau menghilangkan bau, dalam penelitian ini dikhususkan untuk bau limbah industri pengolahan perikanan. Menurut Kepmen No 50/MenLH/II/96 tentang kebauan, yang dimaksud dengan bau adalah suatu rangsangan dari zat yang diterima oleh alat indera penciuman, sedangkan kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Bau merupakan salah satu parameter pencemaran udara yang merupakan sumber gangguan fisik dan nonfisik yang penyebarannya terjadi melalui udara sebagai mediumnya. Ada 26 jenis senyawa yang menjadi sumber bau yang diemisikan dari kegiatan industri. Tiga dari 26 jenis senyawa tersebut dijadikan sebagai parameter kebauan dalam KEPMEN No.50/MenLH/II/1996. Ketiga senyawa tersebut adalah metil merkaptan (CH3SH), amonia (NH3), dan hidrogen sulfida (H2S). Aziziah (2008) menuliskan bahwa bau yang tidak sedap disebabkan oleh adanya campuran nitrogen, sulfur, juga dari hasil pembusukan protein serta bahan organik dalam air. Perombakan materi organik telah memberikan indikasi terjadinya bau busuk jika O2 yang tersedia di perairan telah habis. Perombakan anaerob inilah yang menimbulkan bau busuk dan mengganggu estetika lingkungan. Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Penguraian Limbah Kultur campuran mikroba komersial dengan nama dagang BSL MW 01 yang diproduksi oleh PT. Buana Semesta Lestari Engineering merupakan teknologi bioremediasi dengan memanfaatkan mikroorganisme alami (indigenous) yang bermanfaat dan efektif, serta dipadukan dengan konsep pengkayaan nutrisi/inoculant and enrichment concepts (Santosa,P., Putra Utama,PD., 2012). Penggunaan kultur campuran mikroba komersial BSL MW 01 biasanya digunakan pada limbah rumah sakit dan domestik. Pada penelitian ini aktivitasnya diujikan pada limbah perikanan. Karakteristik umum kultur campuran mikroba komersial BSL MW 01 menurut PD. Putra Utama (2012) adalah : 1)”Mixed culture” (biakan campuran) mikroba alami, tanpa rekayasa genetika; 2) Aman bagi manusia, hewan dan tumbuhan serta ramah lingkungan; 3) Mudah penerapannya dan ekonomis; 4) Menghilangkan bau; 5) Menekan bakteri patogen dalam air limpasan; 6) Mempercepat dekomposisi bahan organik dan meningkatkan kualitas air limpasan. Menurut www.bsl-online.com (2012), dalam Municipal Waste Treatment, kultur campuran bakteri komersial BSL telah berhasil mengembangkan mikroba probiotik dengan nama produk yaitu: MW-01 yang mempercepat proses degradasi limbah organik, produk ini didasarkan pada kinerja bakteri simbiosis mutualisme seperti Lactobacillus, Sacharomyces, Acetobacter, bakteri pengurai selulosa dan lain sebagainya yang menguntungkan manusia, tidak bersifat patogen dan aman bagi lingkungan sekitarnya. Menurut Firmawan (2010), setelah ditambah dengan BSL MW-01 maka kemampuan bakteri pengurai alamiah dan tambahannya meningkat drastis dari segi jumlah maupun kemampuannya. Proses penguraian (degradasi) menjadi jauh lebih cepat yaitu 6 jam dari sebelumnya yang memerlukan waktu berhari-hari. Menurut Santosa,P.,Putra Utama,PD., (2012), aplikasi BSL MW 01 adalah sebagai berikut : 1) Sebagai pengganti sedot septik tank menggunakan dosis 1-3 liter dalam tangki septik tank kapasitas rumah tangga disiramkan setiap 3-6 sekali ke dalam septik tank; 2) Sebagai penetral bau dengan menyemprotkan atau menyiramkan pada sumber bau (dapat diencerkan setiap 200 cc dalam 1 liter); 3) Sebagai agen pendegradasi polutan pada industri pengolahan nugget (ikan, ayam, daging) dengan menggunakan konsentrasi 10%. Total Bakteri Total bakteri/Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam bahan pangan. Metode hitungan cawan (TPC) merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam analisa, karena koloni dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Untuk menghitung total bakteri dengan metode cawan digunakan Nutrient Agar (NA) (Feliatra, 1999). Menurut Alaerts, G dan Santika, SS (1984), standard plate count dipergunakan untuk menentukan kerapatan bakteri aerob dan anaerob fakultatif heterotrop dari air. Penentuan dengan cara ini merupakan pengukuran empiris saja, oleh karena tiap spesies bakteri membentuk koloni tersendiri dalam pertumbuhannya. Semua bakteri dari sampel akan tumbuh pada media tertentu dan setiap golongan bakteri akan tumbuh menjadi satu koloni yang spesifik, sehingga jumlah bakteri dapat diketahui dengan menghitung jumlah koloni. Media adalah suatu substrat untuk menumbuhkan bakteri yang menjadi padat dan tetap tembus pandang pada suhu inkubasi (Pelczar et al.,1986). Alaerts juga menyatakan bahwa pada umumnya dibutuhkan pengenceran sampel, yang tergantung dari perkiraan populasi bakteri. Semakin tercemar suatu badan air, semakin tinggi konsentrasi bakteri dan semakin kecil volume sampel yang diperlukan, agar jumlah koloni dapat dihitung. Air pengencer yang digunakan harus selalu mengandung garam nutrient. Secara umum, metode penanaman dapat dibedakan atas dua macam yaitu metode tuang (pour plate) dan metode sebar (spread plate), (Mukhlis, 2008). Bakteri akan bereproduksi pada medium agar dan membentuk koloni setelah 18-24 jam inkubasi. Untuk menghitung jumlah koloni dalam cawan petri dapat digunakan alat ’colony counter’ yang biasanya dilengkapi dengan pencatat elektronik. (Rukmi, MG.I., A.T. Lunggani, A. Suprihadi, 2008). RANCANGAN PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi pengambilan sampel limbah cair industri pengolahan perikanan (sisa air rebusan rajungan) adalah pada mini plant di Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penelitian dilakukan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta yang sudah trakreditasi KAN dan KNAPPP. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan Juni 2012. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah limbah cair industri perikanan dari air rebusan pengolahan rajungan. Air sisa perebusan tersebut didapat dari penampungan sisa proses perebusan pada mini plant pengolahan rajungan di Desa Gebang Mekar, Cirebon Jawa Barat. Setelah penampungan selesai, air sisa perebusan dibawa menggunakan jerigen 5 l steril dan dimasukkan ke dalam cool box yang telah diberi es. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah kultur campuran bakteri komersial dengan nama dagang BSL MW-01; akuades; alkohol; medium NA; larutan pengencer NaCl 0.85%; reagen amonium Salisilat; reagen amonium sianurat; larutan MgSO4; CaCl2; FeCl3; buffer fosfat. Adapun peralatan yang digunakan adalah Autoklaf (121 oC, 1 atm, 15 menit); oven; inkubator; kolorimeter dan vial; colony counter; microtube; micro pipet dan tip 1 ml, 10 ml, 10 µl; rak; botol pengencer; petridish; ruang laminar; bunsen; spreader; tabung 50 ml; Erlenmeyer 2 l; beaker glass; gelas ukur; spatula; timbangan digital; shaker water bath; DO meter; pH meter; botol winkler. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dirancang dengan perlakuan penambahan kultur campuran mikroba komersial dengan nama dagang BSL MW-01 dilakukan dengan perlakuan konsentrasi 5%, 10% dan 0% sebagai kontrol (limbah tanpa penambahan mikroba). Oleh karena sampel limbah adalah anaerob fakultatif maka tidak digunakan aerasi tapi hanya dengan shaker water bath untuk menjaga tersedianya oksigen dengan berbagai waktu inkubasi yaitu 0, 6, 12, 24, 48, dan 72 jam. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan parameter yang diuji adalah pH, DO, Amonia, BOD, TSS, Total Bakteri. Pengambilan contoh air limbah perikanan pada industri mini plant pengolahan rajungan di Cirebon. Sampel air diambil secara langsung dari 10 mini plant di Cirebon dengan dipilih 10% secara acak sebagai sampel menggunakan jerigen steril 5 l kemudian dimasukkan dalam kotak es volume 24 l (Marina Cooler, model 24 S LION STAR), yang sudah diberi es batu. Lay Out Penelitian Penelitian dirancang secara acak kelompok (Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang digambarkan pada tabel uji analisis varian. Dilakukan dengan 3 perlakuan penambahan kultur mikroba campuran (0%, 5%, 10%) dan 6 titik waktu inkubasi (0,6,12,24,48 dan 72) jam dengan 3 kali ulangan sehingga jumlah sampel sebanyak 54 buah dan pengujian sesuai parameter yang di uji yaitu pengukuran pH, DO, Amonia, BOD, TSS, Total Bakteri. Model matematika rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2003), untuk memperoleh hasil digunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Model RAK dengan banyaknya kelompok (ulangan) k dan banyaknya perlakuan t adalah : Yij = µ+Ti+ßj+ εij Dimana i=1,2,…,t dan j=1,2,…,r : pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke –j Y(ij) µ : mean populasi Ti : pengaruh aditif dari perlakuan ke-i ßj : pengaruh utama faktor taraf ke-j ε(ij) : pengaruh acak yang menyebar normal Apabila dalam perlakuan menunjukan berbeda nyata taraf α 5 % maka dilakukan uji lanjut Tukey-Duncan untuk mengetahui perbedaan antara taraf perlakuan. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: : Terima Ho bila penambahan mikroba komersial dan waktu inkubasi mempengaruhi H0 parameter yang di uji H1 : Tolak H0 bila penambahan mikroba komersial dan waktu inkubasi tidak mempengaruhi parameter yang di uji Analisis Parameter Tingkat kandungan limbah dari industri perikanan yang dianalisis sesuai baku mutu Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum dipakai pH meter dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan aquades dan dikalibrasi pada buffer netral (pH 7) dan larutan buffer asam (pH 4). Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Untuk mengukur DO probe direndam dalam air limbah dan akan terbaca hasilnya. Pengujian kadar amonia menggunakan HACH Kolorimeter DR 890. Prinsip pengukuran BOD ini adalah pengukuran jumlah zat organik yang akan dioksidasi oleh bakteri aerobik selama 5 hari pada suhu 20°C. Penentuan BOD tergantung pada penentuan oksigen yang terlarut. Pengujian zat padatan terlarut menggunakan HACH Kolorimeter DR 890. Total bakteri menggunakan Nutrient Agar (NA) untuk penanaman secara aseptis, diambil 1 ml dari masing – masing sampel dan dituang pada cawan petri. Koloni yang tumbuh kemudian dihitung dengan menggunakan Colony Counter. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian terhadap perlakuan waktu inkubasi dengan konsentrasi bakteri komersial terhadap air limbah disajikan dalam bentuk tabel, grafik untuk masing-masing parameter yang dianalisis yaitu pH, DO, Amonia, BOD, TSS, dan Total Bakteri. Analisis untuk mengolah data penelitian ini menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dan Microsoft Excel 2003. Data-data sifat kimia dan jumlah mikroba dinalisis menggunakan ragam ANOVA, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan uji lanjut Duncan. pH Limbah Rajungan dengan Variansi Konsentrasi dan Waktu Inkubasi Tabel 1 Rerata pH Limbah dalam Waktu Inkubasi dan Konsentrasi setelah Penambahan Mikroba Komersial BSL MW 01 pH Waktu Konsentrasi Inkubasi 0% 5% 10% 0 7 6,5 6,2 6 7,2 6,5 6,1 12 7,1 6,6 6,2 24 7,1 7 6,5 48 7,1 7,5 7,2 72 7,1 7,5 7,4 Pada Gambar 1 dapat dilihat grafik derajat keasaman limbah rajungan yang telah mengalami proses bioremediasi dengan perlakuan waktu dan konsentrasi yang berbeda dari mikroba komersial. 8 pH 6 4 2 0 0 6 konsentrasi 0% 12 24 konsentrasi 5% 48 72 waktu (jam) konsentrasi 10% Gambar 1. Grafik Derajat Keasaman (pH) pada Limbah Setelah Penambahan Mikroba Komersial BSL MW 01 Uji Kruskal Wallis menunjukan bahwa tingkat pH cenderung untuk berbeda secara signifikan antar waktu (p = 0.00 < 0.05) serta antar konsentrasi remedian (p = 0.25 < 0.05) yang ditambahkan. Kecenderungan yang berbeda antara konsentrasi 0% dibandingkan dengan yang ditambahkan remedian (5% dan 10%) menunjukan adanya aktivitas bakteri pada penampang uji. Jika pada 0% cenderung stagnan, maka pada penambahan bahan remedian, kondisi cenderung bersifat lebih asam, kemudian dengan adanya perombakan amonia serta aktivitas yang menghasilkan senyawa kimiawi lainnya, kondisi penambang uji menjadi lebih basa, kemudian baru cenderung menjadi stagnan setelah waktu 48 jam. DO Limbah Rajungan dengan Variansi Konsentrasi dan Waktu Inkubasi Tabel 2. Rerata DO Limbah Rajungan dengan Waktu Inkubasi dan Konsentasi Setelah Penambahan Mikroba Komersial Waktu Inkubasi 0 6 12 24 48 72 0% 7,53 7,49 7,43 7,47 7,47 7,44 Konsentrasi DO (mg/l) 5% 7,53 7,45 7,47 7,47 7,46 7,42 10% 7,52 7,50 7,49 7,46 7,48 7,44 Perubahan dapat disebabkan O2 yang berasal dari berasal dari yang ada dalam Pada dilihat grafik DO yang telah bioremediasi dengan perlakuan waktu dan konsentrasi yang berbeda dari mikroba komersial. 7.55 DO (mg/l) 7.50 7.45 7.40 7.35 0 6 konsentrasi 0% 12 24 konsentrasi 5% 48 72 waktu (jam) konsentrasi 10% Gambar 2. Grafik DO pada Limbah dengan Kombinasi Waktu Inkubasi dan Kombinasi Konsentrasi Mikroba Komersial yang begitu cepat udara dan jumlah udara maupun yang mikroorganisme limbah. Gambar 2 dapat limbah rajungan mengalami proses Hasil sidik ragam DO limbah rajungan dengan waktu inkubasi dan kombinasi konsentrasi mikroba komersial. Kurva DO terhadap waktu menunjukan bahwa tingkat kadar oksigen (Dissolved Oxygen/DO) menurun dalam fungsi waktu. Namun, kecenderungan penurunan DO ini tidak linear terhadap perubahan jam maupun konsentrasi. Hal ini terlihat dari R2 yang dibentuk oleh model hanyalah sebesar 0.057. Namun walaupun demikian, kecenderungan penurunan DO selama selang waktu antara 0 hingga 72 jam, pada tiap konsentrasi remedian yang ditambahkan, adalah signifikan (p = 0.039, < 0.05). Uji lanjut Turkey-Dunkan menunjukan bahwa perbedaan nyata terletak antara kadar oksigen di 0 jam dan 72 jam. Sementara perbedaan kadar DO antara sistem remedian yang berbeda (0, 5, maupun 10%) adalah tidak signifikan (p = 0.816, > 0.05). Kemudian interaksi antara selang waktu dan perbedaan remedian yang ditambahkan juga tidak memperlihatkan perbedaan kecenderungan yang signifikan (p = 0.756, > 0.05). Hal ini memperlihatkan bahwa pada tiap sistem yang ditambahkan remedian yang berbeda, terjadi kecenderungan penurunan kadar oksigen yang selaras, karena perombakan bahan organik menjadi bahan non-organik oleh bakeri secara aerobik. Pada sistem dengan 0% juga terjadi penurunan kadar DO. Hal ini diduga terjadi karena selain bakteri remedian yang ditambahkan, juga terdapat bakteri indigenous yang turut berkembang secara aerobik, sehingga terjadi penurunan kadar DO yang serupa. Koefisien determinasi yang rendah (R2) menunjukan bahwa bahwa aktivitas perombakan ini tidak linear terhadap fungsi waktu. Amonia Limbah Rajungan dengan Variansi Konsentrasi dan Waktu Inkubasi Amonia limbah akan meningkat seiring lamanya waktu inkubasi terlihat pada konsentrasi penambahan 0%, 5% maupun 10%. Kenaikan amonia tertinggi terjadi pada waktu inkubasi 24 jam dengan konsentrasi penambahan bakteri komersial sebanyak 5%. Kenaikan amonia pada jam ke 6 pada konsentrasi 0% mikroba komersial sudah ada peningkatan. Amonia yaitu sebesar 10,53% setelah 6 jam inkubasi tanpa adanya penambahan mikroba komersial, pada konsentrasi bakteri 5% peningkatan amonia yaitu 23,53% sedangkan pada konsentrasi penambahan mikroba komersial 10% juga meningkat amonia sebesar 3,33% setelah inkubasi selama 6 jam. Amonia pada waktu inkubai 12 jam pada konsentrasi 0% terjadi kenaikan amonia sebesar 26,92%, sedangkan di penambahan mikroba komersial pada konsentrasi 5% tidak ada kenaikan jumlah amoniak dan 10% meningkat 25%. Setelah inkubasi selama satu hari (24) jam amonia pada konsentrasi 0% meningkat 36,59%, sedangkan pada konsentrasi 5% meningkat sebanyak 51,43% pada konsentrasi 10% kenaikan amonia sebesar 29,41%. Setelah inkubasi 48 jam amonia pada konsentrasi 0% tidak ada perubahan dari amonia 7,47. Pada jam ke 48 amonia meningkat pada konsentrasi 0% sebesar 24,07%, pada konsentrasi 5% meningkat sebesar 31,37% sedangkan pada konsentrasi 10% meningkat sebesar 19,05%. Tabel 3. Rerata Amonia dalam Limbah Rajungan dengan Waktu Inkubasi dan Konsentrasi Setelah Penambahan Mikroba Komersial Waktu Inkubasi 0 6 12 24 48 72 Konsentrasi Amonia (mg/l) 0% 5% 10% 283,33 216,67 200,00 316,67 283,33 150,00 433,33 283,33 200,00 683,33 583,33 283,33 900,00 850,00 350,00 850,00 825,00 425,00 Pada hari ke tiga atau inkubasi pada 72 jam amonia masih meningkat pada limbah dengan penambahan bakteri komersial pada 10% yaitu kenaikan amonia sebesar 17,65% sedangkan pada konsentrasi 5% meningkat amonia sebesar 3,03% dan pada konsentrasi 0% meningkat 5,88%. 1000 800 Amoniak (mg/l) 600 400 200 0 0 konsentrasi 0% 6 12 24 konsentrasi 5% 48 72 waktu (menit) konsentrasi 10% Gambar 3. Grafik Amonia pada Limbah dengan Kombinasi Waktu Inkubasi dan Variansi Konsentrasi Mikroba Komersial BSL MW 01 Analisis memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan kadar amonia, dengan peningkatan kadar 0% dan 5% yang tinggi, sementara 10% yang lebih rendah. Kecenderungan perbedaan kadar amonia selama selang waktu dan tiap konsentrasi remedian yang berbeda adalah signifikan, selaras dengan interaksi keduanya yang juga signifikan (p = 0.00, > 0.05). Sementara antar kadar remedian, ketiganya berbeda secara signifikan dengan masingmasing membentuk rataan hasil tersendiri. Nilai determinasi R2 yang sebesar 0.926 menunjukan bahwa model yang terbentuk dari jam dan konsentrasi adalah linear terhadap kadar amonia. Hal ini memperlihatkan bahwa pada tiap sistem terjadi perombakan protein organik menjadi nitrogen anorganik, yang salah satunya adalah amonia. Hasil amonia ini seharusnya dirombak lebih lanjut menjadi nitrat agar hasil remediasi dapat menjadi bahan starter yang subur untuk dipergunakan oleh penyerap nitrogen, seperti tumbuhan air. Pada konsentrasi 0 dan 5% keberadaan bakteri pengubah amonia lebih lanjut cenderung belum terdapat dalam jumlah yang efektif, sehingga tingkat amonia terdapat dalam jumlah dengan tren yang kian meningkat. Namun pada 10%, dapat diduga bahwa bakteri pengubah amonia telah terdapat dalam jumlah yang cukup, sehingga perubahan bentuk nitrogen anorganik telah terjadi. BOD Limbah Rajungan dengan Variansi Konsentrasi dan Waktu Inkubasi BOD limbah akan menurun seiring lamanya waktu inkubasi terlihat pada konsentrasi penambahan 0%, 5% maupun 10%. Kenaikan BOD tertinggi terjadi pada waktu inkubasi 48 jam dengan konsentrasi penambahan bakteri komersial sebanyak 5%. Kenaikan BOD pada jam ke 6 pada konsentrasi 0% mikroba komersial sudah ada penurunan BOD yaitu sebesar 16,27% setelah 6 jam inkubasi tanpa adanya penambahan mikroba komersial, pada konsentrasi bakteri 5% penurunan BOD yaitu 9,07% sedangkan pada konsentrasi penambahan mikroba komersial 10% juga meningkat BOD sebesar 0,08% setelah inkubasi selama 6 jam. BOD pada waktu inkubasi 12 jam pada konsentrasi 0% terjadi penurunan BOD sebesar 1,50%, sedangkan di penambahan bakteri pada konsentrasi 5% kenaikan jumlah BOD sebesar 5,87% dan konsentrasi 10% meningkat 0,15%. Setelah inkubasi selama satu hari (24) jam BOD pada konsentrasi 0% menurun 4,97%, sedangkan pada konsentrasi 5% menurun sebanyak 4,49% pada konsentrasi 10% penurunan BOD sebesar 3,46%. Setelah inkubasi 48 jam BOD pada konsentrasi 0% meningkat kembali sebanyak 1,99% Pada jam ke 48 kandungan BOD meningkat pada konsentrasi 0% sebesar 1,99%, pada konsentrasi 5% menurun sebesar 11,35%% sedangkan pada konsentrasi 10% menurun sebesar 9,36%. Tabel 4. Rerata BOD dalam Limbah Rajungan dengan Waktu Inkubasi dan Konsentasi Setelah Penambahan Mikroba Komersial Konsentrasi BOD (mg/l) Waktu Inkubasi 0% 5% 10% 0 1965 1936,1 1826 6 1690 1775,1 1824,5 12 1665 1675 1821,75 24 1752 1753,75 1760,75 48 1787,5 1575 1610 72 1887 1758,5 1774,75 Pada hari ke tiga atau inkubasi pada 72 jam BOD meningkat pada limbah dengan penambahan mikroba komersial pada 10% yaitu kenaikan BOD sebesar 9,28 % sedangkan pada konsentrasi 5% meningkat BOD sebesar 10,43% dan pada konsentrasi 0% meningkat 5,27%. 2500 2000 BOD (mg/l) 1500 1000 500 0 0 konsentrasi 0% 6 12 konsentrasi 5% 24 48 72 waktu (jam) konsentrasi 10% Gambar 4. Grafik BOD pada Limbah Rajungan dengan Kombinasi Waktu Inkubasi dan Kombinasi Konsentrasi Mikroba Komersial Pengujian ANOVA memperlihatkan bahwa fungsi waktu maupun banyaknya bioremedian yang ditambahkan tidak berpengaruh secara nyata terhadap konsentrasi BOD yang terdapat dalam penampang uji (P > 0.05). Pada pengujian ANOVA lanjutan, Duncan-Turkey, terlihat bahwa rataan data adalah homogen, kecuali untuk uji Duncan pada perbedaan jam, terlihat terdapat perbedaan antara 0 jam dan 48 jam. Namun, secara keseluruhan, perbedaan ini tidak dinyatakan perbedaan nyata oleh uji ANOVA. Cemaran BOD atau cemaran karbon organik dari limbah mini plant rajungan ini misalnya adalah lemak yang terlarut saat proses perebusan rajungan dilakukan. Tidak adanya perbedaan nyata antara konsentrasi 0, 5, dan 10% memperlihatkan bahwa tingkat cemaran organik tersebut tidak terombak, atau pada konsorsium bakteri komersial yang dipergunakan tidak terdapat jenis bakteri yang mampu merombak kandungan karbon organik menjadi bentuk anorganik atau karbon bebas. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa konsorsium bakteri komersial yang dipergunakan untuk meremediasi air limbah perebusan rajungan memiliki potensi tinggi sebagai perombak kandungan protein lalu mampu mengubah amonia toksik menjadi bentuk nitrogen yang dapat dimanfaatkan sebagai starter penyubur tumbuhan. Namun kelemahan dari konsorsium komersial ini adalah ketidakmampuannya dalam merombak jenis cemaran organik karbon. Sebagai saran dari penelitian ini, maka penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan penambahan jenis bakteri yang mampu merombak cemaran jenis lemak, sehingga konsorsium bakteri dapat lebih potensial untuk dikembangkan sebagai bahan remedian dari limbah rajungan. Selain itu, aplikasi fitoremediasi yang dirangkaikan dengan aplikasi bioremedian-mikroba ini juga sangat potensial untuk menyerap nitrogen dan karbon anorganik yang dihasilkan dari perombakan limbah organik dari aplikasi bioremedian-mikroba ini. Sehingga secara keseluruhan akan dapat tercapai tujuan dari remediasi limbah tersebut, dengan output limbah air yang telah memenuhi persyaratan baku mutu air limbah untuk proses industri perikanan. TSS/ Total Suspended Solid Limbah Rajungan dengan Variansi Konsentrasi dan Waktu Inkubasi Hasil penelitian pengaruh variansi konsentrasi dengan waktu inkubasi terhadap parameter Total Suspended Solid (TSS). Total Suspended Solid pada awal air limbah rendak konsentrasinya yaitu rata-rata 3 mg/l setelah 6 jam meningkat tanpa penambahan mikroba komersial maupun setelah dilakukan penambahan mikroba komersial BSL MW 01. Pada konsentrasi 0% kandungan TSS sangat tinggi kenaikannya yaitu sebesar 43,75% sedangkan pada konsentrasi 5% meningkat sebanyak 41,94% dan pada penambahan 10% bakteri komersial menurun sebanyak 17,65%. Seiring waktu inkubasi terjadi penurunnya konsentrasi TSS dalam air limbah yang diberikan bakteri komersil maupun limbah yang tidak penambahan mikroba komersial BSL MW 01. Pada jam ke 12 penurunan jumlah bakteri pada konsentrasi 0% sebesar 28%, pada konsentrasi 5% menurun sebesar 14% sedangkan pada konsentrasi 10% meningkat menjadi 26,09%. Hal ini terjadi dikarenakan jumlah bakteri dengan konsentrasi tersebut terlalu melebih dosis yang diberikan sehingga efektifitasnya berkurang, berdasarkan penggunaan ternyata yang terbaik adalah 5% V/V antara limbah dengan mikroba. Setelah inkubasi selama 1 hari (24 jam) pada limbah yang tidak diberikan penambahan mikroba terjadi penurunan yang rendah yaitu 4,17% sedangkan pada penambahan mikroba komersial konsentrasi 5% penurunannya sebesar 22,72% dan pada konsentrasi 10% masih meningkat konsentrasi TSS yaitu sebesar 4,17%. Setelah 2 hari (48 jam) terjadi penurunan TSS pada semua konsentrasi pada 0% penurunan sebesar 4,34% dan pada penambahan mikroba 5% sebesar 15,79% dan pada penambahan mikroba dengan konsentrasi 10% menurun sebanyak 14%. Pada hari ke 3 (72jam) terjadi peningkatan konsentrasi TSS dalam limbah pada konsentrasi 15 dan 10% . Menurut Ihsan (2011), terjadi akibat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan dan peningkatan konsentrasi BOD maka semakin banyak pula kandungan organik didalamnya sehingga semakin besar konsentrasi TSSnya. Tabel 5. Rerata TSS dalam Limbah Rajungan dengan Perlakuan Lama Inkubasi dan Konsentrasi Setelah Penambahan Mikroba Komersial Waktu Inkubasi 0 6 12 24 48 72 0% 3.000,00 5.333,33 4.166,67 4.000,00 3.833,33 3.833,33 Konsentrasi TSS (mg/l) 5% 3.000,00 5.166,67 4.500,00 3.666,67 3.166,67 4.666,67 10% 3.333,33 2.833,33 3.833,33 4.000,00 3.500,00 3.833,33 6,000.00 5,000.00 TSS (mg/l) 4,000.00 3,000.00 2,000.00 1,000.00 0 konsentrasi 0% 6 12 24 konsentrasi 5% 48 72 waktu10% (jam) konsentrasi Gambar 5. Grafik TSS pada Limbah Rajungan dengan Kombinasi Waktu Inkubasi dan Konsentrasi Mikroba Komersial BSL MW 01 Ineraksi antara waktu dengan konsentrasi membuat perbedaan yang signifikan antar kadar TSS dalam tiap model percobaan. Namun, pengaruh antar waktu tersebut tidak membentuk model yang linear terhadap kadar TSS. Hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi R2 yang rendah, hanya sebesar 0.447. Sementara pada pada uji lanjut Duncan, diketahui bahwa penambahan remedian yang berbeda tidak menyebabkan perubahan TSS dan nilainya homogen. Sementara pada selang waktu berbeda, terbentuk 3 kelompok dengan kadar TSS yang berbeda, yaitu kelompok 1 (0 dan 48 jam), kelompok 2 (24 jam), dan kelompok 3 (72, 12, dan 6 jam). Total Bakteri/Total Plate Count (TPC) Limbah Rajungan dengan Variansi Konsentrasi dan Waktu Inkubasi Metode hitungan cawan (TPC) merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam analisa, karena koloni dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Jumlah bakteri dalam limbah tanpa penambahan bakteri dari 0 jam sampai dengan 72 jam terus meningkat walaupun peningkatannya tidak segnifikan, sedangkan pada penambahan mikroba dengan konsentrasi 5% dan 10% meningkat sampai 12 jam setelah itu terjadi penurunan jumlah bakteri. Hal ini menurut Firmawan (2010), disebabkan sifat mikroba BSL MW-01 setelah ditambah dalam limbah maka kemampuan bakteri pengurai alamiah dan tambahannya meningkat drastis dari segi jumlah maupun kemampuannya. Proses penguraian (degradasi) menjadi jauh lebih cepat yaitu 6 jam dari sebelumnya yang memerlukan waktu berhari-hari. Peningkatan TPC setelah 6 jam pada konsentrasi 0% meningkat sebesar 53%, pada konsentrasi penambahan 5% sebesar 62,29% dan peningkatan pada penambahan konsentrasi 10% meningkat sebesar 90,32%. Setelah 12 jam inkubasi kenaikan sebesar 60,08% pada konsentrasi 0% dan pada konsentrasi 5% meningkat sebesar 81,66% sedangkan pada konsentrasi 10% meningkat 59,39%. Setelah 12 jam inkubasi masa aktif dari bakteri sudah mulai berkurang terlihat dari penurunan jumlah bakteri. Pada konsentrasi 0% masih terjadi peningkatan yang rendah yaitu 3,15% sedangkan pada konsentrasi 5% dan 10% menurun sebesar 81,07% dan 76,39%. Menandakan jumlah mikroba yang mendegradasi mulai berkurang. Pada limbah dengan tanpa mikroba tambahan masih terjadi peningkatan bakteri walaupun tingkat pertumbuhannya tidak cepat, pada waktu inkubasi 48 jam kenaikan jumlah bakteri sebesar 5,93% dan pada waktu inkubasi 72 jam kenaikan 2,17%. Sedangkan pada penambahan bakteri dengan konsentrasi 5% pada waktu inkubasi 24 jam penurunan jumlah bakteri sebesar 12% dan pada waktu inkubasi 72 jam penurunan sebesar 8,70%. Pada waktu inkubasi 48 dan 72 jam pada konsentrasi penambahan mikroba komersial 10% penurunan sebesar 30% dan 11,11%. Tabel 6. Rerata TPC dalam Limbah Rajungan dengan Waktu inkubasi dan Konsentasi Mikroba Komersial BSL MW 01 Waktu Inkubasi 0 6 12 24 48 72 0% 22700000 49100000 123000000 127000000 135000000 138000000 Konsentrasi TPC 5% 3600000 9300000 50700000 28000000 25000000 23000000 10% 900000 9300000 22900000 13000000 10000000 9000000 15000000 TPC (kol/ml) 10000000 50000000 0 0 konsentrasi 0% 6 12 konsentrasi 5% 24 48 72 waktu (jam) konsentrasi 10% Gambar 6. Grafik TPC pada Limbah dengan Kombinasi Waktu Inkubasi dan Konsentrasi Mikroba Komersial BSL MW 01 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian degradasi polutan limbah cair pengolahan rajungan (Portunus pelagicus) dengan menggunakan mikroba komersial BSL MW 01 adalah dengan penambahan mikroba komersial dengan beberapa variasi konsentrasi dalam air limbah rajungan dapat meningkatkan dan menurunkan kadar konsentrasi limbah rajungan. Peningkatan konsentrasi terjadi pada pH, amonia, TSS dan dan total bakteri air limbah rajungan sedangkan parameter yang menurun konsentrasinya adalah BOD dan DO. Hasil penelitian pada konsentrasi mikroba 5% dengan waktu inkubasi 48 jam parameter pH limbah meningkat yaitu dari pH 6,5 menjadi pH 7,5 sedangkan konsentrasi amonia limbah dari 216,67 mg/l menjadi 850 mg/l. Konsentrasi TSS meningkat dari 3000 mg/l menjadi 3.166,67 mg/l sedangkan jumlah total bakteri pendegradasi meningkat dari 3,6 x 106 menjadi 2,5 x 107 Cfu/ml Konsentrasi BOD menurun dalam air limbah dari 1936,1 mg/l menjadi 1575 mg/l dan DO menurun dari 7,53 mg/l menjadi 7,46 mg/l. Saran Bioremediasi limbah rajungan tidak hanya menggunakan mikroba komersial saja sebaiknya dilakuan penelitian dengan kultur campuran mikroba lain seperti : Lactobacillus, Sacharomyces, Acetobacter, mengingat masih tinggi kandungan amonia, pH dan TSS bila dibuang ke badan air. DAFTAR PUSTAKA American Public Health Association, American Water Works Association and Water Environtment Federation. 1998. 9215 Heterotrophic Plate Count, Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. 20th Edition. Anonim, 1990, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990. Tentang Pengendalian Pencemaran Air, BAPEDAL-. Jakarta Anonim.1995.“Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Kep-51/MENLH/10/1995”. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta Anonim.1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. Jakarta. Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jakarta. Anonim. 2007. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.06 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan Yang Melakukan Lebih Dari Satu Jenis Kegiatan Pengolahan. Alaerts G and Santika SS. 1984. Metode Penelitian Air. Penerbit: Usaha Nasional, Surabaya. Aziziah,RN. 2008. Deodorisasi Limbah Lateks Pekat dan Dekolorisasi Zat Pewarna Tekstil Secara Enzimatis dengan Formula Omphalina sp. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Citroreksoko P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Di dalam : Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya, Cibinong, 24-28 Jun 1996. Cibinong: LIPI, BPPT, HSF. hlm 1-11. Daryanto, 1995, Masalah Pencemaran. Tarsito: Bandung. Feliatra. 1999. Identifikasi Bakteri Patogen (Vibrio sp.) di Perairan Nongsa Batam Propinsi Riau. Jurnal Nature. Indonesia II (1) : 28 - 33. Firmawan,I. 2010. Pengaruh Limbah Tinja Terhadap Badan Tanah. UnilaBanjarbaru. Online: Envo09.blogspot.com/2010_05_01archive.html. Aksestertanggal 10 Mei 2012. Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. CV.Yrama Widya. Bandung. Gumbira, Sa’id E . 1987. Bioindustri. Jakarta : Penebar Swadaya. HACH. 2005. Datalogging and Colorimeter.DR/890. Loveland. CO Hadiwiyoto S. 2011. Hubungan keadaan kimiawi dan mikrobiologik ikan pindang naya pada penyimpanan suhu kamar dengan sifat organoleptiknya. Agritech15(1,2,3):19-23. Harianja, 2009. Strategi Pengembangan Usaha Daging Rajungan CV. Mutiara Laut Kabupaten Serang Propinsi Banten. Skripsi. Huda, Th. 2009. Hubungan antara Total Suspended Solid dengan Turbidity dan Dissoved Oxygen Online: http//thorik-staff.uii.ac.id/2009/08/23/hubungan-antara-total-suspended-solid-dengan-turbidity-dandissolved-oxygen/.Akses tertanggal 2 April 2012. Ihsan. 2008. Analisa Kimia Sampel Air Sungai : Penentuan Zat Padat Tersuspensi (TSS) dan Zat Padat Terlarut (TDS). Online : http//chemistryismyworld.blogspot.com/2011/05analisa-kimia-sampel-air- sungai 07. Html. Akses tertanggal 28 Mei 2012. Jenie. B.S.L. dan W.P. Rahayu, 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Junaidi dan Hatmanto, P.D. 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Limbah Cair. Pada Industri Tekstil (Studi Kasus PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta).Jurnal PRESIPITASI Vol. 1 No. 1 September 2006, ISSN 1907-187X. Kusnoputranto dan Haryoto. 1984. Air Limbah dan Ekskreta Manusia. Jakarta: FKM-UI. Linsley, RK., Franzini,. JB. 1991. Teknik Sumber Daya Air, Edisi ke-3, Jilid. 2 , Erlangga, Jakarta Mahida.1992. Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Penerbit CV. Rajawali, Jakarta. Mattjik,A.A dan Sumertajaya,I.M. 2003. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi dan Minitab Jilid I. Bogor: IPB Press. Metcalf and Eddy. 1994. Waste water Engeneering Treatment, Disposal and Reuse. 2nd Ed.. McGraw-Hill. New York. Mirzard. 2008. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi Dalam Kaleng.http://Mizards.wordpress.com/. Akses tertanggal 28 Juni 2012. Mukhlis. 2008. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Nitis, Md. 1992. Produksi dan Persediaan Limbah Pertanian dan Limbah Industri Pertanian di Indonesia.Makalah/Materi Short Course of Recycling of Agricultural and Industrial By - Products and Waste for Animal Feed in Relation to Environmental Sanitation, Fakultas Peternakan Unud 3-28 Februari 1992. Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan, 1986, Penterjemah , Ratna Siri Hadioetomo. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rehm HJ, G Reed. 1981. Biotechnology vol. 1. Microbial Fundamentals. Weinheim : Verlag Chemic. Rukmi, MG. I., A. T. Lunggani, A. Suprihadi. 2008. Available at http://journal.disoveryindonesia.com/PDFinterstitial,perhitungan+jumlah+mikroba.id). Diakses tanggal 21 Mei 2012. Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, MuaraKarang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai BioindikatorPencemaran, Hasil Studi di Perairan EstuarinSungai Dadap, Tangerang (Djoko P.Praseno, Ricky Rositasari dan S. HadiRiyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 – 46 Santosa,P., Putra Utama,PD. 2012. Mikroba Pengolah Limbah. Jakarta Shukla KP, Singh NK dan Sharma S. 2010. Bioremediation : Developments, Current Practices and Perspectives. Genetic Engineering and Biotechnology Journal 3:1-20. [terhubung berkala]. http://astonjournals.com/gebj. Diakses tanggal 22 April 2012. Simanjuntak P. 1996. Analisis cuplikan dalam air limbah. Di dalam : Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya, Cibinong, 24-28 Jun 1996. Cibinong: LIPI, BPPT, HSF. hlm 139-161. SNI. 2009. SNI 6989.72:2009. Air dan Air Limbah – Bagian 72: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biological Oxygen Demand/BOD). hlm 1-20. Sugiharto (1987), Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. Jakarta. Suyasa IWB. 2011. Isolasi Bakteri Pendegradasi Minyak/Lemak dari Beberapa Sedimen Perairan Tercemar dan Bak Penampungan Limbah. Jurusan Kimia, FMIPA,Universitas Udayana. Bali. Akses tertanggal 20 Maret 2012. Tyagi M, da Fonseca MMR dan de Carvalho CCCR.2011. Bioaugmentation and Biostimulation Strategies to Improve the Effectiveness of Bioremediation Processes. Review Paper. Biodegradation. 22:231-241. Widigdo, B. 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Lautan untuk Kegiatan Perikanan Budidaya (Aquaculture). Makalah Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan (TOT) Wilayah Pesisir Terpadu. Kerjasama PKSPL IPB – Proyek Pesisir CRC URI. Bogor, 13-28 November 2000. Wisjunuprapto,Suryatmana, P.,Edwan, K., Enny. 2006. Karateristik Biosurfaktan dari Azotobacter chroccum. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. 11:30-34., 2006. Wiesmann U. 1994. Biological Nitrogen Removal from Wastewater. Adv. In Biochemical Engineering/Biotechnology. A. Fiechter (ed) Vol. 51(114-154).