rachmi agisari

advertisement
Nama : Rachmi Agisari
Kelas : XI IPA 1
No
: 23
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_nama_Indonesia
Asal usul Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and
Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")), yang dikelola oleh James Richardson
Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada
tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri
sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the
Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua,
Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia
tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia
atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis
(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):
"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia"
atau "Orang Malayunesia"".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia),
sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon
(sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa
bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah
Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of
the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan
perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu
panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u
digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan
bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan
yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan
(diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):
"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian".
Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulaupulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan
menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan
geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan
buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu")
sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864
sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga
sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain
1
tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah
"Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische
Persbureau.
Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch
("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan
Indonesiër ("orang Indonesia").
Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil
alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna
politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda
mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad
Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah
nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti
nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut
"Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli.
Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia
(Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan
Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond
membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang
mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air,
bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal
dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad
Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah
Belanda agar nama Indonesië diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak.
Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17
Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.
2
sumber : http://ot-indo.blogspot.com/2009/04/cerita-planet-x-dan-nibiru.html
Cerita
Planet
X
dan
Nibiru
Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet
minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X
dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya
planet hipotetis yang mengorbit Matahari di balik Sabuk
Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari
kita yang telah lama “hilang”. Tetapi, mengapa kita harus cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X
kan tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?
Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan
Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan
kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar
melenceng.
Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk
sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja
terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah objek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih
kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi, sebelum kita terhanyut pada
penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini
adalah penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor di
balik
Sabuk
Kuiper.
Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya
kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas
Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal. Paper mereka menjelaskan tentang
planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.
Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan
mengandung sejumlah besar objek-objek batuan dan metalik. Objek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil
(Plutoid) Eris. Telah lama diketahui, Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan
keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik
tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA. Ini
merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit objek Sabuk Kuiper yang telah dapat diamati
di balik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti
Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan. Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir
yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang
mungkin sebesar Bumi. Objek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai, dan telah mereka perhitungkan
keberadaannya.
Para peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah objek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit
Matahari pada jarak 100-200 SA. Objek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian objek
Sabuk Kuiper dan objek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya
Sedna.
Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari objek lain yang lebih masif, yang dapat
menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai
“Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”. Pada
tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian
ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk objek Sabuk Kuiper yang besar, atau pencarian planet
minor. Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk
mencari objek-objek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak
terlalu
besar.
“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery
3
in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many
surprises await us with the future deeper surveys.” - Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di
Arizona.
Planet
X
Tidaklah
Menakutkan
Jadi, dari mana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976, sebuah
buku kontroversial berjudul The Twelfth Planet atau Planet
Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah
menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk
baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan
berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien
yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut
Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki
memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo
sapiens
sebagai
budak
mereka.
Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka
kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat
semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah
diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian,
banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam
mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan
terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesis Kiamat 2012 Planet X
didasarkan.
Lalu,
bagaimanakah
Planet
X
dianggap
sebagai
perwujudan
dari
Nibiru?
Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan
“pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para
pendukung hipotesis kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis tersebut, sebagai bukti bahwa Nibiru
sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan
memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang
menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita,
menyebabkan
gangguan
gravitasi.
Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara
teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya
mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang
membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.
FAKTA
LAIN
MENGENAI
NIBIRU
Planet X pertama kali dikemukakan Percival Lowell tahun 1902 sebagai planet hipotetik yang gravitasinya
sanggup menyimpangkan (sedikit) pergerakan Neptunus dan Uranus dari lintasan idealnya. Planet X merupakan
kelanjutan hipotesis John Couch Adams dan Urbain LeVerrier setengah abad sebelumnya, yang bekerja sendiri2
namun sama2 menyimpulkan adanya planet tak dikenal yang mengganggu orbit Uranus, yang berujung
mengagumkan dengan penemuan Neptunus oleh Galle dan d’Arrest lewat mata tajam teleskop observatorium
Berlin
pada
tahun
1846.
Terinspirasi sukses ini, setelah menganalisis penyimpangan gerak Merkurius serta Uranus dan Neptunus, Le
Verrier meramalkan sedikitnya ada 2 planet lain yang masih “bersembunyi”, menunggu ditemukan. Yang pertama
disebut planet transneptunik, yakni planet cukup massif yang letaknya lebih jauh dibanding Neptunus. Yang kedua
adalah
Vulkan,
planet
massif
yang
lebih
dekat
ke
Matahari
dibanding
Merkurius.
Untuk planet trans neptunik, segera muncul ratusan proposal yang masing2 mencoba memprediksi lokasi planet
tak dikenal itu. Dua yang populer diusulkan Lowell dan Pickering. Lowell dengan “Planet X” nya, sementara
Pickering dengan tujuh planet hipotetiktrans-Neptuniknya, yang masing2 diberi nama planet O, P, Q, R, S, T dan
U. Menariknya sifat2 Planet O hampir mirip dengan Planet X-nya Lowell. Cerita lengkap soal ini bisa anda baca
di situs The Nine Planets pada artikel “Hypotethical Planets”. Singkatnya, dari saat Clyde W Tombaugh
menemukan Pluto (1930) sampai Jewit dkk. menemukan asteroid transneptunik 1992 QB 1 (1992) tak ada satupun
4
benda
langit
yang
dapat
dijadikan
kandidat
Planet
X.
Pluto sendiri cukup mengecewakan, mengingat massanya “hanya” 1/400 massa Bumi, jauh dari cukup untuk
menjadi Planet X / Planet O yang massanya diestimasikan sebesar 2 - 6 massa Bumi. Justru di kawasan yang
semula diduga menjadi habitat Planet X ini ternyata menjadi tempat bercokolnya 1 - 10 milyar asteroid
transneptunik yang membentuk cakram raksasa bernama Sabuk Kuiper, dengan dinamika dikontrol oleh
kombinasi gravitasi Jupiter - Saturnus - Uranus - Neptunus. Asteroid-asteroid ini baru ditemukan sejak 1992 silam
meski keberadannya sudah diramalkan Gerald P. Kuiper setengah abad sebelumnya. Lantas bagaimana dengan
penyimpangan
orbit
Uranus
dan
Neptunus?
Hal ini diuji secara tak langsung oleh Voyager 2 ketika mengukur ulang massa planet Jupiter, Saturnus, Uranus
dan Neptunus dengan akurasi sangat tinggi dalam Grand Tour 1979 - 1989. Ketika hasil pengukuran Voyager ini
dimasukkan dalam hitungan Le Verrier, ternyata penyimpangan itu menghilang! Disini jelas bahwa ide akan
Planet X dibangun dari deviasi standar statistika hasil pengukuran astronomi abad ke-19 yang tentu saja tingkat
ketelitiannya tidak setinggi pengukuran saat ini. Mengenai Vulkan, problem itu sudah terjawab di tahun1916
ketika Einstein mengapungkan teori relativitas umum-nya yang menggemparkan. Menurut Einstein, salah satu
konsekuensi dari membengkoknya ruang waktu disekitar benda massif seperti Matahari adalah terjadinya
pergeseran permanen (presesi) terhadap titik perihelion Merkurius, yang mencapai 43 detik busur per abad. Presesi
perihelion
inilah
yang
teramati
oleh
Le
Verrier,
jauh
hari
sebelum
Einstein
lahir.
Planet Nibiru
Nibiru, menurut Landsberger dan K. Wilson merupakan titik tetap di langit atau bintang kutub. Zecharia Stichtin
dan Burak Eldem, mengklaim Nibiru adalah catatan kuno Sumeria mengenai planet tak dikenal. Pada
http://xfacts.com/ Nibiru disebutkan sebagai planet tempat berdiamnya Annunaki (dewanya orang Sumeria) yang
mengorbit Matahari kita dalam 3.600 tahun. Namun klaim Stichtin tidak didukung fakta ilmiah astronomi dan
arkeologi. Apalagi jika kemudian Nibiru dikait-kaitkan dengan Planet X, yang sudah kita ketahui sejauh ini
memang
tidak
ada.
Lepas dari soal ada tidaknya Nibiru, ada beberapa hal dalam selebaran tersebut yang ternyata tidak menyebutkan
siapa penulisnya, hanya tertulis dari [email protected] namun menarik untuk kita analisis.
Pertama, dikatakan planet Nibiru memiliki massa 100 kali massa Bumi kita, dengan diameter - merujuk pada
grafis - menyamai Saturnus atau sebesar 120.000 km (sebagai pembanding, diameter Bumi kita “hanya” 12.756
km alias seper sepuluhnya saja). Bila kita anggap Nibiru berbentuk bulat, kita bisa memperkirakan densitasnya
yang ternyata sebesar 0,66 gram/cc, alias lebih ringandari air (!). Adakah benda langit yang densitasnya mirip2
Nibiru? Ada, malah banyak! Asteroid-asteroid transneptunik penghuni Sabuk Kuiper dan kometisimal2
‘penduduk’ Awan Komet Oort juga memiliki densitas kurang dari 1 gram/cc. Analisis spektroskopi menunjukkan
hal ini disebabkan oleh komposisi penyusun benda2 langit itu didominasi oleh materi-materi ringan seperti
senyawa karbon dan debu-debu silikat berselubung es, dengan permukaan gelap dan memadat akibat terjangan
radiasi
sinar
kosmis.
Anggaplah Nibiru beredar mengelilingi Matahari kita dalam 3.600 tahun sekali. Dengan Hukum Kepler 3, kita
bisa mengetahui jarak (rata2) orbitnya terhadap Matahari adalah 235 AU alias 35,25 milyar km. Orbit ini sudah
berada di luar cakram Sabuk Kuiper (yang radius maksimalnya ‘hanya’ 7 milyar km dari Matahari) dan
kemungkinan besar sudah masuk ke dalam kawasanhunian Awan Komet Oort bagian dalam. Berdasarkan jarak
orbit dan densitasnya, kita bisa saja mengatakan Nibiru adalah bagian dari Awan Komet Oort.
Dengan permukaan yang menggelap dan memadat akibat tekanan radiasi sinar kosmis, bisa saja kita katakan
Nibiru sulit dideteksi. Namun harus diingat, diameter sebuah benda langit berhubungan erat dengan magnitudenya dan nanti akan kita lihat betapa klaim “Nibiru yang redup” ini tidak memiliki basis argumen. Yang
melemahkan adalah diameternya. Dengan jarak rata2 235 - 1 = 234 AU atau 35,1 milyar km dari Bumi kita, benda
langit yang diameternya 120.000 km itu seharusnya nampak sebagai titik cahaya dengan diameter 0,0034 mili
radian atau 0,7 detik busur. Mata manusia (tanpa alat optik) memang takkan bisa melihat titik cahaya ini,
mengingat batas resolusinya adalah 0,15 mili radian atau 31 detik busur. Namun dengan teleskop sederhana pun
sebenarnya titik cahaya ini sudah nampak. Jika kita murni bertumpu pada kriteria Rayleigh, maka teleskop dengan
lensa/cermin berdiameter minimal 30 cm yang bekerja pada spektrum panjang gelombang 7.000 Angstrom sudah
cukup mudah mendeteksi titik cahaya ini, apalagi teleskop2 raksasa yang ada di Hawaii, Gunung Wilson maupun
HST.
5
Sebagai pembanding, Pluto saja (diameter 2.274 km), yang dari Bumi nampak sebagai titik cahaya berdiameter
0,0004 miliradian alias 1/10 diameter titik cahaya Nibiru, sudah muncul dalam potret2 yang dibuat Lowell dari
observatorium pribadinya di Flagstaff pada 1915, meski baru bisa diidentifikasi Tombaugh 12 tahun kemudian.
Pluto nampak sebagai titik cahaya dengan magnitude +15. Logikanya, jika teknologi 1915 - 1930 saja sudah
mampu membidik Pluto, tentunya untuk melacak Nibiru bukan persoalan sulit, kalo planet ini memang ada.
Apalagi bisa diestimasikan Nibiru lebih cemerlang (magnitude-nya lebih kecil) dari Pluto karena diameternya jauh
lebih
besar.
Kedua, dikatakan gerakan planet Nibiru menuju ke tata surya bagian dalam. Jika dilihat grafis perbandingan orbit
planet2 dan planet X, terkesan orbit Planet X/Nibiru berbentuk sangat lonjong alias memiliki eksentrisitas besar.
Kita tahu bahwa orbit semacam ini adalah ciri khas orbit komet, dan kita juga sudah tahu dari jarak orbitnya
Nibiru berada di region Awan Komet Oort, sumber komet2 berperiode panjang (> 200 tahun), komet parabolik
dan hiperbolik. Komet2 periodik dari Awan Komet Oort memiliki ciri khas: eksentrisitas rata2 0,7 dan inklinasi 35
derajat. Karena eksentrisitas (e) orbit benda langit bergantung pada jarak Perihelion (P) dan Aphelion (A) nya
lewat formula: (A - P)/(A + P) = e, untuk e = 0,7 kita dapatkan rasio A/P = 5,7. Karena jarak rata2 orbit planet (R)
berhubungan dengan Aphelion dan Perihelionnya dalam formula - secara kasar - : 2R = A+ P, untuk e = 0,7 tadi
kita dapatkan P = 70,1 AU. Ini masih sangat jauh dari Bumi kita (yang jaraknya 1 AU dari Matahari), bahkan
masih lebih jauh dibanding Pluto, sehingga peluang Bumi dan Nibiru untuk berbenturan adalah nol. Bisa saja kita
anggap
Perihelion
Nibiru
Bisa
saja
kita
anggap
Perihelion
Nibiru.
Ketiga, pada halaman dari artikel itu diberi judul “IRAS” dengan potongan artikel koran berjudul “Mystery
Heavenly Body Found by Orbiting Infrared Telescope”. Namun penjelasan di halaman tersebut sama sekali tidak
menyinggung apa itu IRAS. Paralel dengan isu Nibiru, di dunia astronomi pernah muncul hipotesis Nemesis,
yakni bintang pasangan Matahari yang sangat redup (kemungkinan berupa cebol putih atau cebol coklat) yang
bergerak mengelilingi Matahari dalam orbit elliptikal dengan Perihelion 20.000 AU, Aphelion 90.000 AU dan
periode orbit 30juta tahun. Sehingga Matahari-Nemesis adalah sistem bintang kembar dengan pasangannya sangat
redup hingga tak terlihat. Ini mengingatkan kita pada sistem sejenis di Cygnus X-1, dimana pasangannya juga tak
nampak (dan kini diidentifikasi sebagai lubang hitam). Hipotesis Nemesis dibangun oleh geolog Daniel P.
Whitmire dan John J. Matesse (1985) sebagai solusi bagi terjadinya peristiwa pemusnahan massal akibat hantaman
komet ke Bumi yang selalu berulang setiap 30 juta tahun seperti yang direkam di lapisan2 sedimen.
Ini sejalan dengan gagasan Rampino, Stothers (1984) dan sang legenda: Carl Sagan (1985) yang juga berpendapat
serupa lewat Hipotesis Shiva-nya, meski perulangan itu dikatakan terjadi tiap 35 juta tahun. Dengan gagasannya
Whitmire dan Matessse membayangkan tiap 30 juta tahun sekali Nemesis melintas di dekat Awan Komet Oort dan
gravitasinya membuat awan kometini sangat bergejolak hingga melepaskan ribuan kometisimal yang selanjutnya
melesat ke tata surya bagian dalam akibat kombinasi gravitasi Nemesis dan Jupiter. Beberapa dari komet itu
‘mampir’ ke Bumi dan menimbulkan benturan hebat yang memusnahkan kehidupan secara massal. Sayangnya,
ketika satelit IRAS (Infra Red Astronomical Satellite) diluncurkan awal 1980-an dan memetakan jagat raya pada
spektrum
sinar
inframerah,
Nemesis
ternyata
tidak
pernah
ditemukan.
Meski Nemesis dianggap sebagai bintang yang sangat redup, logikanya, karena masih membakar Hidrogen di
terasnya, ia tetap memancarkan sinar inframerah yang kuat sebagaimana bintang2 cebol lainnya. Justru IRAS
menemukan komet IRAS-Iraki-Alcox, komet redup yang melintas sejauh 5 juta km saja dari Bumi, komet terdekat
selama ini. IRAS juga menemukan 3200 Phaethon, benda langit mirip asteroid namun menyemprotkan partikel2
dari permukaannya dengan bentuk mirip ekor komet dan dipastikan merupakan sumber dari hujan meteor (shower)
Geminids yang terjadi tiap awal Desember. So, IRAS juga tidak pernah menyimpulkan telah ditemukan benda
langit
dengan
ciri2
seperti
Nibiru.
Nibiru dan Kiamat
Dari uraian tadi bisa disimpulkan, Nibiru tidak ada. Kalaupun planet itu ada, dengan sifat2 fisik dan orbitnya,
peluangnya untuk masuk ke tata surya bagian dalam ataupun berbenturan dengan Bumi adalah nol. Meski begitu,
saya merasa pembuat Selebaran Kiamat ini di sisi lain sedang mengingatkan kita betapa terbukanya potensi
benturan Bumi dengan benda2 langit dari Awan Komet Oort maupun Sabuk Kuiper (baca: komet), meski Bumi
sudah ditamengi Jupiter dan Bulan. Merujuk betapa banyaknya jejak kawah tumbukan di wajah Bulan, Barbara
Cohen dan David Kring (2002) menyimpulkan Bumi pernah dihajar jutaan bolide sekitar 2,8 milyar tahun
silampada peristiwa Late Heavy Bombardment. Hajaran itu membentuk sedikitnya 22.000 kawah tumbukan
berdiameter lebih dari 20 km, dengan 40 kawah diantaranya benar2 berukuran raksasa dan layak disebut basin,
6
mengingat diameternya lebih dari 1.000 km. Kini tak satupun darikawah2 itu yang tersisa, mengingat aktifnya
dinamika
permukaan
Bumi
oleh
proses
erosi
dan
gerakan
lempeng2
tektonik.
Dua kawah tertua yang ada, masing2 Vredefort (Afrika Selatan, diameter 300 km) dan Sudbury (Canada, diameter
250 km) berasal dari masa yang lebih muda (2 milyar tahun silam). Andai hipotesis Shiva benar, jika kita
menghitung balik dari dua peristiwa tumbukan benda langit terdahsyat terakhir, yakni peristiwa 65 juta tahun
silam (musnahnya Dinosaurus, ditandai dengan terbentuknya Kawah raksasa Chicxulub) dan 35 juta tahun silam
(terbentuknya Kawah Popigai di Russia, diameter 100 km, dan Kawah Chesapeake Bay di New YorkCity,
diameter 95 km), nampaknya siklus bencana 30-35 juta tahun akan terulang lagi di masa kini, periode dimana
manusia hidup. Berkait tumbukan ini, menarik sekali bahwa di region Asia Tenggara, sebagian Australia, Taiwan,
China dan P. Madagaskar, bahkan ada juga yang mengatakan hinggake Eropa Tengah dan Texas, telah ditemukan
tektit, yakni butir2 batuan beku khas produk tumbukan benda langit. Di Indonesia tektit ini bisa ditemukan di Jawa
(terutama di Sangiran), Belitung, Kalimantan dan Ambon. Tektit yang disebut tektit austral-asia ini terjepit di
sedimen
berumur
pleistosen
tengah
atau
dari
masa
0,77
juta
tahun
silam.
Di dalam tektit ini ditemukan pula mineral coesite, sejenis kuarsa yang termetamorfosis oleh tekanan luar biasa
besar (200ribu ton per meter persegi!), yang secara alami hanya diproduksi oleh tumbukan benda langit. Jelas
bahwa sebaran tektit austral-asia berasal dari tumbukan benda langit pada 0,77 juta tahun silam. Melihat betapa
luas sebarannya, Edward Chao - yang bersama empat serangkai: Eugene Shoemaker (alm), Nicholas M. Short,
B.M. French dan W von Engelhardt menjadi pionir penyelidikan dan pembuktian tumbukan benda langit di
dekade 1960an - menyebut tektit itu bisa disamakan dengan sebaran global lempung hitam tipis yang terjepit di
antara sedimen zaman Kapur danTersier. Lempung hitam ini jadi demikian populer karena amat kaya dengan
iridium dan jadi salah satu penanda terjadinya tumbukan dahsyat 65 juta tahun silam, yang membentuk Kawah
raksasa Chicxulub sembari mengiamatkan 75% populasi makhluk hidup saat itu. Maka skala tumbukan yang
membentuk
tektit
austral-asiapun
menyamai
dahsyatnya
pembentukan
Kawah
Chicxulub.
Hampir semua paper yang mengupas genesis tektitaustral-asia menyebut kawasan Asia Tenggara merupakan titik
permukaan Bumi yang dihantam bolide pada 0,77 juta tahun silam itu. Menariknya, survey di Laut Cina Selatan
selama 1 dekade (1989 - 1999) menggunakan satelit GEOSAT dan SEASAT berhasil mendeteksi sebuah struktur
sirkular raksasa berdiameter 100 km di 13° 36′ LU 110° 30′ BT. Meski belum diteliti lebih lanjut (karena untuk itu
perlu dibor dan dicek tipe batuannya) diduga kuat inilah kawah raksasa itu. Satu hal yang harus diingat, meski
(anggaplah) tumbukan versi hipotesis Shiva itu sudah terjadi 0,77 juta tahun silam, dalam sejarahnya jarang sekali
dijumpai tumbukan benda langit (terutama yang membentuk kawah2 raksasa) dari bolide tunggal, kebanyakan
dihasilkan oleh beragam bolide yang datang secara berentetan selama 1-2 juta tahun (rentang waktu yang
tergolong pendek dalam skala waktu geologi). Pola khas ini nampak dari terbentuknya kawah Chicxulub yang
segera diikuti dengan pembentukan 7 buah kawah tumbukan lain, masing2 Eagle Butte (Canada), Gusev (Russia),
Belize (Meksiko), Alvaro Obregon (Meksiko), Haiti (Laut Karibia), Silverpit (lepas pantai Inggris) dan sau kawah
tak
bernama
di
dasar
Samudera
Pasifik.
Begitu pula terbentuknya Popigai, yang langsung disusul dengan munculnya kawah Chesapeake Bay (AS) dan
struktur Fohn di celah Timor. Dan kawah di Laut Cina Selatan ini? Memang sebelumnya telah terbentuk kawah
Zhamanshin (Kazakhstan, diameter 14 km, 0,9 juta tahun silam), Bosumtwi (Ghana, diameter 10,5 km, 1,1 juta
tahun silam), Eltanin (Laut Bellingshausen, diameter 40 km, 2,15 juta tahun silam) dan Kara-Kul (Tajikistan,
diameter 50 km, 3 juta tahun silam). Namun kita tidak pernah tahu apakah kawah di Laut Cina Selatan tadi
merupakan “penutup” rangkaian tumbukan itu atau hanya bagian dari sejarah mencekam yang sedang bergulir
sampai detik ini. Ketiadaan bukti belum merupakan bukti dari ketiadaan Planet X ini. Pencarian terhadap Planet X
tidak begitu saja berhenti di sini.
7
Kisah Kolonel harland Sanders Sang penemu KFC
Kolonel Harland Sanders, lahir pada tanggal 9 September 1890. Mulai aktif
dalam mewaralabakan (franchise) bisnis ayamnya pada usia 65 tahun. Saat
ini, usahanya yang dikenal dengan Kentucky Fried Chicken dunia atau KFC
telah tumbuh menjadi salah satu yang terbesar dalam sistem makanan siap
saji. Sosok Kolonel Sanders, pionir dalam restoran siap saji menjadi simbol
dari semangat kewirausahaan. Lebih dari satu miliar ayam goreng hasil resep
Kolonel dinikmati setiap tahunnya. Dan itu tidak hanya di Amerika Utara.
Bahkan tersedia hampir di 80 negara di seluruh dunia.
Pada umur 6 tahun, ayahnya meninggal dunia. Ibunya sudah tidak bisa
bekerja lagi, dan Harland muda sudah harus menjaga adik laki-lakinya
yang baru berumur 3 tahun. Dengan kondisi ini ia harus memasak
untuk keluarganya. Pada umur 7 tahun ia sudah pandai memasak di
beberapa tempat memasak. Pada usia 10 tahun ia mendapatkan
pekerjaan pertamanya didekat pertanian dengan gaji 2 dolar sebulan. Ketika berumur 12 tahun ibunya kembali
menikah dan ia meninggal di rumah tempat tinggalnya dekat Henryville, Ind. Harland berganti-ganti pekerjaan
selama beberapa tahun, pertama sebagai tukang parkir pada usia 15 tahun di New Albany, Ind., dan kemudian
sebagai pada usia 16 tahun menjadi tentara yang dikirim selama 6 bulan di Kuba.
Setelah itu ia menjadi petugas pemadam kebakaran, belajar ilmu hukum melalui korespondensi, praktik dalam
pengadilan, asuransi, operator kapal feri, penjual ban, dan operator bengkel. Pada usia 40 tahun Kolonel mulai
memasak untuk orang yang yang bepergian yang singgah di bengkelnya di Corbin, Ia belum punya restoran pada
saat itu, tetapi ia menyajikan makanannya pada meja makannya di ruang makan di bengkelnya.Semakin banyak
orang yang datang ke tempatnya untuk makan, akhirnya ia pindah ke seberang jalan dekat penginapan dan restoran
yang kapasitasnya 142 orang. Selama hampir 9 tahun ia menggunakan resep yang dibuatnya dengan teknik dasar
memasak hingga saat ini. Citra Sanders semakin baik. Gubernur Ruby Laffoon memberi penghargaan Kentucky
Colonel pada tahun 1935, atas kontribusinya bagi Negara bagian cuisine. Dan pada tahun 1939, Keberadaannya
pertama kali terdaftar di Duncan Hines “Adventures in Good Eating.Pada awal tahun 1950 jalan raya baru antar
negara bagian direncanakan melewati kota Corbin. Melihat akan berakhir bisnisnya, Kolonel menutup restorannya.
Setelah membayar sejumlah uang, ia mendapatkan tunjangan sosial hari tuanya sebesar $105.
Percaya diri dengan kualitas ayam gorengnya, Kolonel meyakinkan dirinya untuk membuka usaha waralaba yang
dimulai tahun 1952. Ia pergi jauh menyeberangi Negara bagian dengan mobil dari satu restoran ke restoran
lainnya, memasak sejumlah ayam untuk pemilik restoran dan karyawannya. Jika reaksi yang terlihat bagus, ia
menawarkan perjanjian untuk mendapatkan pembayaran dari setiap ayam yang laku terjual.
Sampai akhirnya ia terserang penyakit leukemia pada tahun 1980 di usia 90 tahun, Kolonel telah melakukan
perjalanan 250,000 mil dalam satu tahun kunjungan restoran KFC mengelilingi dunia. Dan itu semua dilakukan
oleh seorang laki-laki berusia 65 tahun yang menggunakan uang jaminan sosialnya untuk memulai usaha.
Impian untuk sukses tidak harus impian masa kecil, bisa
juga saat usia sudah senja. Inilah kegigihan Kolonel Sanders pendiri waralaba ayam
goreng terkenal KFC. Dia memulainya di usia 66 tahun, pensiunan angkatan darat dari negara adidaya, tidak
memiliki uang sepeser pun kecuali dari tunjangan hari tuanya, yang semakin menipis. Dia memiliki keahlian
dalam memasak, dia tawarkan resep masakannya ke lebih dari 1.000 restoran di negaranya. Akhirnya restoran
yang ke-1008, menerima resepnya tersebut dan kini kita dapat menikmatinya di Indonesia, Kentucky Fried
Chicken
Sumber : http://achtungpanzer.blogspot.com/2009/07/kolonel-harland-sanders-sang-penemu-kfc.html
8
Download