BAB II KONSEP NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK A. Pengertian Nilai Nilai dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sifat-sifat atau halhal yang penting, berguna bagi kemanusiaan dan tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan.1 Jadi nilai tidak lain adalah suatu sikap yang menurut sekelompok orang dianggap berharga.2 Menurut Abdul Mujid, nilai disebut dengan value atau qi͂ mah. Nilai sangat erat pengertiannya dengan aktivitas manusia yang komplek sehingga sulit ditentukan batasnya. Menurut Muhaimin, bahwa nilai adalah suatu penepatan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.3 Sedangkan Nurani Soyomukti mengatakan bahwa nilai merupakan suatu yang keberadaannya nyata, tetapi ia bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan-kenyataan lain dan tidak pernah mengalami perubahan (meskipun pembawa nilai bisa berubah).4 Jahaya S. Praja dalam bukunya “Aliran-Aliran Filsafat & Etika” mengatakan bahwa nilai artinya harga. Sesuatu mempunyai nilai bagi seseorang karena ia berharga bagi dirinya. Pada umumnya orang mengatakan bahwa nilai sesuatu melekat pada 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 783. 2 Muhammad Zein, Pendidikan Islam Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: Tim Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1987), hlm. 68. 3 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosof dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 109. 4 Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum dari Pendekatan Historis, Penataan Cabang-Cabang Filsafat, Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berfikir Kritis Filosofis (Yogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), hlm. 210. 15 16 benda dan bukan diluar benda tetapi ada juga yang berpendapat bahwa nilai itu diluar benda.5 Nilai bersifat ideal, abstrak dan tidak dapat disentuh oleh pancaindra, sedangkan yang dapat ditangkap hanya barang atau tingkah laku yang mengandung nilai tersebut. Nilai juga bukan fakta yang berbentuk kenyataan dan konkret. Oleh karena itu, masalah nilai bukan soal benar atau salah tetapi soal dikehendaki atau tidak, disenangi atau tidak sehingga bersifat subyektif. Nilai tidak mungkin diuji dan ukurannya terletak pada diri yang menilai.6 Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai adalah sesuatu yang tidak tampak atau tidak dapat dilihat dengan kasat mata namun sesuatu tersebut tetap melekat pada suatu objek sehingga objek tersebut mempunyai arti lebih. B. Pengertian Pendidikan Akhlak Pendidik berasal dari kata dasar “didik” mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang berarti proses perubahan sikap seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, pembuatan dan cara mendidik.7Menurut W.J.S Poerwadarminta, istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang 5 Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 59. Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam: Landasan Teori dan Praktis, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hlm.35-36. 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 701. 6 17 berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.8 Menurut Sudirman, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan segaja kepada anak didik oleh seorang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, berarti usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok orang untuk memengaruhi seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa agar mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.9Menurut undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khulu͂q atau alkhulq, yang secara etimologis berarti (1) tabiat, budi pekerti, (2) kebiasaan atau adat, (3) keperwiraan, kesatrian, (4) agama, dan (5) kemarahan (al-gadab).10 Secara terminologi budi pekerti merupakan perpaduan dari rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.11 Etika menurut Ahmad Amin, merupakan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, mengatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.12 8 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 250. 9 Sudirman, Ilmu Pendidikan, (Bandung:CV. Remaja Rosdakarya, 1987), hlm.4. 10 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hlm. 102. 11 Rachmat Djantika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hlm.26. 12 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 3. 18 Menurut Zainuddin yang menyimpulkan pendapat Al-Ghozali, setidaknya akhlak itu harus mencakup dua syarat: a. Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulangkali dalam bentuk yang sama sehingga dapat menjadi kebiasaan (habit forming). b. Perbuatan yang konstan itu harus dengan mudah sebagai wujud refleksi dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari orang lain, atau pengaruh-pengaruh dan bujukan-bujukan yang indah. Berkaitan dengan pendidikan akhlak dalam ruang lingkup pendidikan, penulis mengambil kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang budi pekerti/tingkah laku dan bukan hanya teori tetapi bermula dari hati kemudian menjadi suatu kebiasaan. C. Dasar Pendidikan Akhlak Menurut H. Hamzah Ya’kub, bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang Tuhan itu perbuatan buruk, yang sudah dijelaskan dalam Alquran.13Adapun dasar pendidikan akhlak dalam Alquran: 13 H. Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Bandung: Diponerogo, 1985), hlm. 13. 19 Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekalikali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Israa’ : 23) Dari ayat diatas terlihat bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita agar jangan sekali-kali menyembah Tuhan selain Allah Swt. dan kita diwajibkan untuk selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. Hal ini merupakan pendidikan akhlak yang terpuji dan hendaknya pendidikan akhlak tersebut ditanamkan sejak dini kepada anak-anak agar mereka tidak menjadi generasi yang tidak berakhlak atau amoral. Dasar pendidikan nilai akhlak juga ditunjukan dalam As-sunnah sebagaimana Rasulullah saw. dengan tegas menyebutkan misi utamanya dalam berdakwah yang surat dalam sebuah sabda: ُ إِنَّ َما بُ ِع ْث ق ِ ار َم االَ ْخ ََل ِ ت الُتَ ِّم َم َم َك “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Ayat dan hadits di atas, menjelaskan bahwa nilai-nilai luhur agama yang sifatnya mutlak itu amat diperlukan dalam kehidupan dan berguna bagi umat manusia dalam upaya memperoleh ridha Allah Swt. sebagai perwujudan bahwa perintah dan larangan-Nya ditaati serta membentuk akhlakul karimah pada diri seseorang. 20 D. Tujuan Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan upaya manusia dalam mempertahankan hidupnya. Akhlaklah yang membedakan manusia dengan binatang. Kemajuan ilmu pengetahuan tanpa diimbangi dengan akhlak tidak akan mampu mempertahankan manusia dari kepunahan. Semakin tinggi pengetahuan, semakin tinggi pula peralatan dan tenik membinasakan sesama manusia. Tujuan pendidikan akhlak pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan agama Islam yaitu berbudi luhur. Secara umum tujuan pendidikan akhlak adalah agar tercipta kehidupan masyarakat yang tertib, damai, harmonis tolong menolong, tentram dan bahagia.14 Menurut M. At-Thiyah Al-Abrasy, tujuan pendidikan akhlak dalam Islam bukan sekedar memberikan ilmu pengetahuan kepada murid tetapi bertujuan mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan fisik dan mental, perasaan dan praktek serta mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat, sedangkan tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk orang-orang beramal baik, keras kemauannya, sopan berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bijaksana, ikhlas, jujur dan suci.15 Menurut Abdul Kholid pendidikan akhlak bertujuan membentuk jiwa anak didik menjadi bermoral, berjiwa bersih, kemauan keras, cita-cita besar, tahu akan arti kewajiban dan pelaksanaannya dalam menghormati hak-hak 14 Abudin Nava, Materi Pokok Aqidah Akhlak, (Dirjen Binbaga dan UT, 1996), hlm. 193. M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustain Al-Ghani, dkk., (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Hlm. 104. 15 21 orang lain, dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk, menghindari suatu perbuatan yang tercela dan selalu ingat kepada Allah.16 Menurut Zakiyah Daradjat, tujuan pendidikan akhlak adalah penanaman akhlak atau sopan santun yang pokok dalam agama, antara lain sopan satun kepada Allah dan Rasulnya, terhadap orang tua dan guru, terhadap orang yang lebih tua, sesama kawan, penanaman rasa kaih sayang sesama manusia dan terhadap binatang, sifat-sifat benar dan adil.17 Menurut M. Arifin, tujuan pendidikan akhlak berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islam. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan akhlak tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealitas Islam,sedangkan idealitas Islam itu sendiri pada hakikatnya adalah nilai perilaku manusia yang didasari oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagi sumber kekuasaan yang harus ditaati.18 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk budi pekerti luhur, berkepribadian Islam, terpelihara hubungan yang baik antara manusia dengan Allah dan Rasulnya, dengan sesama manusia dan dengan makhluk yang lain sehingga dapat tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat . E. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Alquran dan hadits yang menjadi pedoman hidup umat Islam tersirat banyak anjuran-anjuran kebaikan. Semua yang ada didalamnya terkandung 16 Abdul Kholid, dkk., Pemikiran Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 121. 17 Zakiyah Daradjat, Kurikulum Pendidikan Agama, (Depag RI, 1970), hlm.113. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Duma Aksara: 1996), hlm. 199. 18 22 nilai-nilai pendidikan yang harusnya menjadi pijakan bagi umat Islam, termasuk nilai-nilai pendidikan akhlak.Bedasarkan literatur yang dikumpulkan, nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkadung dalam Alquran akan dispesifikasikan ke dalam beberapa permasalahan, yakni nilai-nilai pendidikan akhlak terkait akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan. 1. Akhlak terhadap Allah Swt. Akhlak terhadap Allah Swt. terdiri dari kewajiban seorang hamba kepada tuhannya. Dalam hal ini, yang termasuk dalam sifat akhlak terhadap Allah diantaranya takwa, cinta dan rida, ikhlas, tawakal, dan taubat. a. Takwa Menurut Yunahar Ilyas, bartakwa di dunia ibarat berjalan di tengah rimba dengan sangat berhati-hati. Dia awas terhadap lobang supaya tidak terperosok ke dalamnya, awas terhadap duri supaya tidak melukai kulitnya, dan awas terhadapbinatang buas supaya tidak menerkamnya. Seorang yang bertaqwa akan hati-hati sekali menjaga segala perintah Allah Swt. supaya dia tidak meninggalkannya, hingga dia selamat hidup dunia akhirat. b. Cinta dan Ridha Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Cinta dengan pengertian di atas sudah merupakan fitrah setiap manusia. Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu ada pada diri manusia, tetapi juga 23 mengaturnya sehingga terwujuadnya dengan mulia. Bagi seorang mukmin, cinta yang pertama dan utama sekali diberikan kepada Allah Swt. yang lebih dicintai dari pada segala-segalanya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman: Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orangorang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”. (QS. Al- Baqarah: 165)19 Dia mencintai Allah lebih dari apapun, tidak lain karena dia menyadari bahwa Allah-lah yang menciptakan, mengelola dan memelihara alam semesta dan seisinya. Dengan Rahmat-Nya, Allah menyediakan semua fasilitas yang diperlukan oleh umat manusia, jauh sebelum manusia itu sendiri diciptakan. Dia dengan Rahim-Nya menyediakan segala kenikamatan bagi orang-orang yang beriman sampai hari akhir nanti. Sejalan dengan cinta, seorang muslim harus dapat bersikap rida dengan segala aturan dan keputusan Allah Swt. Artinya dia harus dapat 19 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengakajian dan Pengalaman Islam (LPPI), 2004), hlm. 25. 24 menerima dengan sepenuh hati, tanpa penolakan sedikitpun segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya baik berupa perintah, larangan-larangan dan petunjuk-petunjuk lainnya. Dengan keyakinan seperti itu dia juga akan rela menerima segala qadho dan qadar Allah terhadap dirinya. Dia akan bersyukur saat segala kenikmatan dan akan bersabar atas segala cobaan.20 c. Ikhlas Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata mengharap rida Allah Swt. Sayyid Sabiq mendefinisikan ikhlas sebagi berikut: “Amal dan ijtihad mencari ridha Allah Swt tanpa mempertimbangkan harta, pangkat, status, popularitas, kemajuan atau kemunduran, supaya dia dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan amal dan kerendahan akhlaknya serta dapat berhubungan langsung dengan Allah Swt.” Ikhlas dalam bahasa populernya lebih dikenal sebagai perbuatan tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharap ridha Allah Swt. dan Allah memerintahkan kepada manusia untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan dan beramal semata-mata mengharap ridha-Nya. d. Tawakal Kitab Dalil Al-Falihin karya Muhammad ibn Alan as-Shiddiwi, menjelaskan bahwa definisi tawakal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah Swt. dan menyerahkan 20 Ibid., hlm. 28. 25 keputusan segala sesuata kepada-Nya.21 Seorang muslim hanya boleh bertawakal kepada Allah Swt. Sesuai dalam firman-Nya: Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya dan sekali-kali Tuhan tidak lalai dari apa yang yang kamu kerjakan.”(QS. Huud: 123) Tawakal adalah buah keimanan, bahwa setiap orang yang beriman semua urusan kehidupan ada ditangan Allah, mereka akan menyerahkan segala sesuatunya kepada-Nya dan akan rida dengan segala kehendakNya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak kaget dengan segala kejutan. Hatinya tenang dan tentram, karena yakin keadilan dan rahmat Allah Swt. Oleh sebab itu, Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakal. e. Taubat Taubat berakar dari kata taba yang berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada Allah Swt. adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju sesuatu, kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari kemaksiatan menuju taat, kembali kepada Allah Swt. setelah meninggalkan-Nya dan kembali taat setelah menentang-Nya.22 21 Ibid., hlm. 44. Ibid., 56. 22 26 2. Akhlak terhadap sesama manusia. a. Pergaulan Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pergaulan sehari-hari dengan masyarakat terutama muda-mudi. Topik yang akan dibahas dalam hal ini adalah persahabatan muda-mudi. Menjalin persahabatan merupakan cabang dari akhlak, namun topik ini sering membuat risau para orang tua, karena persahabatan dianggap bisa menjerumuskan dan menghancurkan para pemuda, ataupun sebaliknya dapat memberi pencerahan dan petunjuk kepada mereka.23 Banyak anak yang sebenarnya telah mendapatkan pendidikan baik dari keluarga, namun kemudian justru melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Tak jarang para orang tua baru mengetahui kejahatan akhlak anaknya ketika mereka ditangkap polisi tanpa memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya. Mereka kurang peduli dengan masalah ini, padahal yang paling menghancurkan seseorang adalah sahabatnya, begitupula sebaliknya yang paling sering memberikan petunjuk kepada seseorang juga sahabat.24 b. Nasihat Rasulullah saw bersabda, “Agama adalah nasihat”. Maksudnya adalah setiap muslim harus saling memberikan nasihat karena Allah Swt. dan melihat hal yang perlu diperbaiki untuk kemudian kita ubah. Hal ini sesuai dengan hukum: sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi 23 Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, terj. Fauzi Faisal Bahreisy,buku asli Akhlak alMu’min, (Jakarta: Zaman, 2010), hlm. 233. 24 Ibid., 233. 27 suatu kaum sampai mereka mengubah kondisi diri mereka. Persoalan apapun yang dihadapi, pastilah membutuhkan nasihat.25 3. Akhlak terhadap lingkungan Akhlak terhadap lingkungan yaitu manusia tidak diperbolehkan memanfaatkan sumber daya alam dengan jalan mengeksploitasi secara besar-besaran sehingga timbul ketidakseimbangan alam dan kerusakan bumi. Lingkungan harus diperlakukan dengan baik dengan cara selalu menjaga, merawat dan melestarikannya karena secara etika hal ini merupakan hak dan kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang mutlak adanya. Dengan kata lain bahwa berakhlak yang baik terhadap lingkungan merupakan salah satu manifestasi dari etika itu sendiri. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan dan terhadap semua proses yang sedang terjadi sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata 25 Ibid., 225. 28 lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri. Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada penciptaan suasana yang baik serta pemeliharaan lingkungan agar tetap membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri yang menciptanya. Dari Syaddad bin Aus berkata, Ada dua hal yang aku hapal dari Rasulullah saw. beliau berkata, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan kepada segala sesuatu”. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt.dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan setiap muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Alquran menekankan agar umat Islam meneladani nabi Muhammad saw. yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, nabi Muhammad saw. bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. "Nama" memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.