KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR LINGKUNGAN PESISIR DAN LAUT YANG BERASAL DARI NON POINT SOURCES DI TANJUNG BENOA LAPORAN FINAL JAKARTA 2015 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT DAFTAR ISI Daftar Isi..................................................................................................................... Daftar Tabel ............................................................................................................... Daftar Gambar ........................................................................................................... Bab I. ii iv iv Pendahuluan ............................................................................................... 1.1. Latar Belakang................................................................................... 1.2. Tujuan dan sasaran ........................................................................... 1.3. Keluaran ............................................................................................ 1.4. Manfaat .............................................................................................. 1.5. Ruang Lingkup................................................................................... 1.5.1 Lingkup Wilayah Kajian ......................................................... 1.5.2 Lingkup Materi Kajian ............................................................ 1-1 1-1 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-3 Bab II. Metodologi ................................................................................................... 2.1 Tahapan Kegiatan .............................................................................. 2.2 Metode ............................................................................................... 2.2.1 Metode Pengumpulan Data ................................................... 2.2.2 Metode Identifikasi Batas Wilayah (DAS) .............................. 2.2.3 Metode Penentuan Beban Pencemaran Air Tidak Tentu ..... 2-1 3-1 2-5 2-5 2-6 2-6 Bab III Kondisi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa……………………. 3.1 Wilayah Ekologi Dan Administrasi Daerah Tangkapan Air …………… 3.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa……………………………………………………. 3.2 Klimatologi ………………………………………………………………… 3.2.1 Tipe Iklim ………………………………………………………. 3.2.2 Curah Hujan ………............................................................. 3.2.3 Suhu Udara ……………………………………………………. 3.2.4 Kelembaban Udara dan Lama Penyinaran Matahari ……… 3.3 GeomorfologI ………………………………………………………………. 3.3.1 Togografi dan Kemiringan Lahan ……………………………. 3.3.2 Geologi dan Jenis Tanah ……………………………………… 3.3.3 Hidrologi …………………………………………………………. 3.4 Penggunaan Lahan ……………………………………………………….. 3.5 Penduduk …………………………………………………………………… 3.6 Kegiatan Sumber Pencemar Tidak Tetap ………………………………. 3.6.1 Pertanian ……………………………………………………….. 3.6.2 Peternakan …………………………………………………….. 3.6.3 Pariwisata ……………………………………………………… 3.7 Kondisi Kualitas Air Sungai Utama ………………………………………. 3.7.1 Tukad Mati …………………………………………………….… 3.7.2 Tukad Badung ………………………………………………… 3-1 3-1 3-1 3-5 3-5 3-7 3-7 3-8 3-9 3-9 3-12 3-15 3-21 3-21 3-28 3-28 3-31 3-33 3-35 3-35 3-37 Bab IV Hasil Inventarisasi ……………………………………………………………… 4-1 4.1 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik 4-1 4.2 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian 4-3 4.3 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan 4-7 4.4 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata ……………………………………………………. 4-10 4.5 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Berbagai Kegiatan 4-13 ii KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Bab V Kesimpulan Dan Saran ……………………………….………………………….. 5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………. 5.2 Saran …………………………………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………… 5-1 5-1 5-3 6-1 iii KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1 Batas Wilayah Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa………… 1-3 2.1 2.2 Klasifikasi Sumber Pencemar Air …………………………………………..... Jenis, Sumber Data dan Tujuan Penggunaannya dalam Persiapan Inventarisasi …………………………………………………………………… Faktor Emisi Limbah Domestik ………………………………………………. Rasio Ekuivalen Wilayah dalam Penghitungan Beban Pencemar Limbah Domestik ……………………………………………………………… Faktor Emisi Limbah Pertanian ……………………………………………… Faktor Emisi Limbah Ternak ………………………………………………… Faktor Emisi Limbah Pariwisata (Hotel) …………………………………….. 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 2-4 2-6 2-7 2-7 2-8 2-8 2.9 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa…….. 3-2 Angka Perbandingan Curah Hujan Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa……………………………………………. 3-7 Angka Perbandingan Suhu Udara Rata Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa …………………………………… 3-8 Angka Perbandingan Kelembaban Udara Rata-Rata dan Lama Penyinaran Matahari Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di Kota Denpasar ……………………………………………………………….. 3-9 Penggunaan Lahan menurut Desa/Kelurahan di Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Tahun 2013 ………………………………………. 3-21 Penggunaan Lahan menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 ………... 3-23 Jumlah Penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/ Kelurahan dan Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 ………………………… 3-25 Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013…………………………………………………… 3-28 Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013 …………………………………………………… 3-29 Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 …………………………………………. 3-33 Akomodasi Pariwisata di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/ Kelurahan Tahun 2014 ………………………………………………………… 3-34 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap I Tahun 2014………… 3-36 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap II Tahun 2014 ……….. 3-37 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap I Tahun 2014…….. 3-38 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap II Tahun 2014 …… 3-39 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…….. 4-2 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…………………. 4-5 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ……. 4-5 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa 4-7 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ………………….. 4-7 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ……. 4-7 Potensi Beban Pencemaran BOD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……………….. 4-8 iv KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 Potensi Beban Pencemaran COD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……. Potensi Beban Pencemaran NO3 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…………… Potensi Beban Pencemaran NH4 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa …………… Potensi Beban Pencemaran Total N dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…….. Potensi Beban Pencemaran Total P dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ……. Potensi Beban Pencemaran Koli Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…….. Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata menurut Kelasnya di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa …………………………………………………….. Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ……………………………………………………………………. Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa …………………………………………………………………….. Potensi Beban Pencemaran Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa………. 4-8 4-9 4-9 4-9 4-10 4-10 4-11 4-12 4-12 4-13 v KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa, Bali……………………… 3.1 Peta Daerah Tangkapan Air dan Administrasi Kawasan Teluk Benoa … 3.2 Persentase Luas DTA yang Bermuara di Kawasan Teluk Benoa ……… 3.3 Peta Tipe Iklim Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa……………………… 3.4 Peta Topografi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa …………………….. 3.5 Peta Kemiringan Lahan Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ………….. 3.6 Peta Geologi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ………………………. 3.7 Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa …………………. 3.8 Peta Sungai di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa …………………….. 3.9 Peta Akuifer Ait Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ………… 3.10 Peta Cekungan Air Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa …… 3.11 Peta Penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa…….. 3.12 Sebaran Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 …………………………………………………… 3.13 Jumlah Kamar Hotel menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2014…….. 4.1 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu di Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa ……………………………………… 4.2 Distribusi Potensi Beban Pencemaran menurut Daerah Tangkapan Air…. Halaman 1-5 3-2 3-4 3-4 3-10 3-11 3-13 3-14 3-18 3-19 3-19 3-24 3-27 3-35 4-3 4-12 vi KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Teluk Benoa di Provinsi Bali mengandung keanekaragaman hayati yang tinggi baik keanekaragaman ekosistem maupun keanekaragaman jenis. Kawasan ini merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi sebagai kawasan konservasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai. Perairan teluk merupakan habitat padang lamun, terumbu karang, rumput laut dan berbagai jenis biota laut. Kawasan perairan Teluk Benoa pun dimanfaatkan untuk rekreasi dan wisata air. Pada saat ini perairan Teluk Benoa menghadapi permasalahan lingkungan yang kompleks. Salah satu permasalahan lingkungan yang mendapat perhatian banyak kalangan yaitu pencemaran perairan. Pencemaran lingkungan perairan dapat diakibatkan oleh kegiatan atau aktivitas di daratan dan lautan. Pencemaran yang bersumber dari daratan, antara lain buangan limbah industri, limbah cair domestik, limbah padat, limbah pertanian, penebangan hutan, konversi lahan mangrove dan lamun serta reklamasi pantai. Sementara pencemaran yang bersumber dari lautan diantaranya karena kegiatan pelayaran, eksplorasi dan eksploitasi minyak, budidaya laut (mariculture), perikanan dan dumping limbah ke laut. Adapun sumber pencemar non point sources pada kerangka acuan ini diantaranya adalah pertanian, penebangan hutan, budidaya laut (mariculture), perikanan, konversi lahan mangrove dan lamun serta reklamasi pantai. Tanjung Benoa merupakan semenanjung hasil reklamasi untuk kegiatan komersil di Pulau Bali yang berpotensi mencemari perairan pesisir dan laut di sekitarnya. Pengendalian pencemaran lingkungan di sekitarnya merupakan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan agar kualitas lingkungan tetap sesuai dengan peruntukannya. Untuk melakukan upaya peningkatan kualitas air laut melalui penurunan beban pencemaran dari non point sources, perlu dilakukan inventarisasi sumber pencemar non point sources yang mencemari lingkungan pesisir dan laut serta 1-1 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT dihitung perkiraan aliran volume limbah yang mencemari laut. Menurut Permen LH No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, sumber tak tentu (area/diffuse sources/non point sources) merupakan sumber-sumber pencemar air yang tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, umumnya terdiri dari sejumlah besar sumber-sumber individu yang relatif kecil. Limbah yang dihasilkan antara lain berasal dari kegiatan pertanian, pemukiman, industri kecil-menengah, dan transportasi. Inventarisasi sumber pencemar air merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab dan faktor yang menyebabkan penurunan kualitas air. Hasil inventarisasi sumber pencemar air diperlukan antara lain untuk penetapan program kerja pengendalian pencemaran air (Permen LH No. 1 Tahun 2010). Hasil inventarisasi berupa baseline data yang diharapkan dapat menjadi data dasar bagi berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan yang targetnya berupa penurunan beban pencemar dan peningkatan kualitas air laut. Data dasar ini juga dapat menjadi data perhitungan untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan pesisir dan perairan laut. Selain itu, data tersebut akan menjadi input untuk melakukan evaluasi terhadap rencana pemerintah daerah dalam kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang bersangkutan, serta tingkat ketaatan industri terhadap kewajiban yang diamanahkan dalam peraturan perundangan pengendalian pencemaran pesisir dan laut. 1.2 TUJUAN DAN SASARAN Tujuan Inventarisasi sumber pencemar lingkungan pesisir dan laut yang berasal dari non point sources di Tanjung Benoa adalah: 1. Melakukan inventarisasi sumber pencemar yang masuk ke dalam perairan Teluk Benoa khususnya pencemar tidak tentu atau non point sources. 2. Estimasi besaran beban pencemaran menurut sumbernya yang masuk ke dalam perairan Teluk Benoa. Sedangkan sasarannya yaitu: 1. Tersedianya data dan informasi kondisi terkini (existing) sektor-sektor terkait penghasil limbah yang berpotensi menurunkan kualitas air Teluk Benoa. 2. Tersedianya data dan informasi mengenai besaran sumber pencemar air Teluk Benoa 1.3 KELUARAN Keluaran dari studi ini adalah Laporan yang berisikan informasi mengenai sumber, jenis dan besaran pencemaran air di Teluk Benoa yang berasal dari sumber tidak tentu. 1.4 MANFAAT Manfaat dari studi ini adalah sebagai rujukan informasi dalam rangka pengendalian pencemaran perairan Teluk Benoa agar kualitas air di perairan dapat memenuhi persyaratan bagi kehidupan biota laut beserta ekosistemnya. 1.5 RUANG LINGKUP 1.5.1 Lingkup Wilayah Kajian Wilayah kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa terdiri dari wilayah ekologi dan wilayah administrasi. Wilayah ekologi yaitu daerah tangkapan air (catchment area) yang melingkupi dan bermuara di kawasan perairan Teluk Benoa. Daerah tangkapan air (DTA) 1-2 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT tersebut yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu (Gambar 1.1). Sedangkan wilayah administrasi meliputi 35 desa/kelurahan dan 4 kecamatan di Kota Denpasar serta 19 desa/kelurahan dan 5 kecamatan di Kabupaten Badung (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Batas Wilayah Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa No Wilayah Admnistrasi A a 1 2 3 4 5 6 b 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 C 1 2 3 4 5 6 7 8 D 1 2 3 4 5 6 B A 1 B 1 2 3 KOTA DENPASAR Kecamatan Denpasar Selatan Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Serangan Kecamatan Denpasar Barat Pemecutan Kelod Dauh Puri Kelod Dauh Puri Dauh Puri Kaja Dauh Puri Kauh Pemecutan Padangsambian Padangsambian Kelod Padangsambian Kaja Tegal Harum Tegak Kerta Kecamatan Denpasar Utara Dangin Puri Dangin Puri Kauh Dangin Puri Kangin Ubung Ubung Kaja Tonja Peguyangan Peguyangan Kaja Kecamatan Denpasar Timur Kesiman Sumerta Sumerta Kelod Dangin Puri Kelod Sumerta Kaja Sumerta Kauh KABUPATEN BADUNG Kecamatan Abiansemal Darmasaba Kecamatan Mengwi Sading Sempidi Lukluk A B Daerah Tangkapan Air C D E F G H 1-3 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT No Wilayah Admnistrasi A B Daerah Tangkapan Air C D E F G H 4 Penarungan C Kecamatan Kuta Utara 1 Kerobokan Kelod 2 Kerobokan 3 Kerobokan Kaja 4 Dalung D Kecamatan Kuta 1 Kuta 2 Legian 3 Seminyak 4 Tuban 5 Kedongan e Kecamatan Kuta Selatan 1 Jimbaran 2 Benoa 3 Tanjung Benoa 4 Ungasan 5 Kutuh Keterangan: A = DTA Tukad Badung, B = DTA Tukad Mati, C = DTA Tukad Buaji, D = DTA Tukad Ngenjung, E = DTA Tuban, F = DTA Tukad Sama, G = DTA Tukad Bualu, H = DTA Serangan 1.5.2 Lingkup Materi Kajian Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa meliputi kegiatan pokok yaitu: a. Persiapan: Penyusunan Rencana Kerja b. Pelaksanaan: Koordinasi Pelaksanaan Inventarisasi. Koordinasi sebelum pelaksanaan inventarisasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyusun rencana inventarisasi. Pengumpulan data primer dengan tujuan untuk memperoleh data-data sumber pencemar non point sources di kawasan Tanjung Benoa dan perkiraan volume limbahnya yang tidak dimiliki oleh pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan pemerintah daerah. Pengumpulan data sekunder dengan tujuan untuk memperoleh data-data sumber pencemar non point sources di kawasan Tanjung Benoa dan perkiraan volume limbah yang diperkirakan mencemari lingkungan pesisir dan laut, yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. 1-4 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 1.1 Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa, Bali 1-5 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT c. Pasca Pelaksanaan: Pengolahan data primer, data sekunder dan data /informasi lainnya. Pengolahan data dilakukan terhadap masing-masing jenis sumber pencemar non non point sources di kawasan Tanjung Benoa. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan input data jumlah kegiatan non point sources dan jumlah limbah ke dalam database, dan membuat matrik penaatan pengendalian pencemaran dalam bentuk excel. Hasil pengolahan data tersebut menjadi base line data yang dapat digunakan sebagai dasar penurunan beban pencemar, daya dukung dan daya tampung serta rencana pembangunan daerah di wilayah pesisir. Kegiatan pengolahan data dilakukan beberapa kali pertemuan. Evaluasi Klarifikasi dan Verifikasi Data hasil pelaksanaan inventarisasi. Evaluasi hasil pelaksanaan inventarisasi oleh pemrakarsa dilakukan setelah Tim melakukan pengolahan data primer dan sekunder .Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan untuk membahas hasil inventarisasi sementara dari pengolahan data. Dalam pertemuan ini akan dibahas hal-hal yang ditemukan dalam lapangan. Kegiatan klarifikasi dan verifikasi data dilakukan dengan pemrakarsa dan pemangku kepentingan. Penyusun menyampaikan data hasil olahan, pemrakarsa mengecek kelengkapannya dan melakukan klarifikasi apabila ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Dalam kegiatan ini penyusun perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan data hasil inventarisasi. Menyusun Laporan Awal. Menyusun laporan sementara dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Laporan awal yang disajikan merupakan hasil dari datadata primer dan sekunder yang telah diolah, Evaluasi. Setelah laporan awal disampaikan ke pemrakarsa, tim mengadakan pertemuan dengan pemrakarsa terhadap hal-hal yang perlu mendapatkan perbaikan dan penyempurnaan dalan penyusunan baseline data sumber pencemar non point sourses di kawasan Teluk Benoa. Penyusunan dan Penyampaian Laporan Akhir. Menyusun laporan sementara dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Laporan awal yang disajikan merupakan hasil dari data-data primer dan sekunder yang telah diolah. Laporan akhir disampaikan kepada pemrakarsa. 1-6 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT BAB II METODOLOGI 2.1 TAHAPAN KEGIATAN Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa secara garis besar meliputi beberapa tahapan kegiatan seperti disajikan pada Gambar 2.1. a. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan terdapat dua kegiatan utama yaitu perencanaan dan pengumpulan data awal. 1) Perencanaan merupakan tahapan yang mencakup kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penetapan tujuan dan skala inventarisasi, pembentukan tim dan pembagian kerja, penyusunan metodologi dan rencana kerja, dan penjadwalan kegiatan. 2) Pengumpulan data awal yang akan digunakan sebagai rujukan dasar dalam melakukan identifikasi sumber pencemar dan pemetaan (plotting) lokasi baik sumber pencemar ataupun daerah tangkapan air (water catchment area). b. Tahap Konsepsuatlisasi dan Kajian Teoritis Konseptualisasi Kegiatan dan Kajian Teoritis merupakan kegiatan untuk merancang kerangka kerja kegiatan inventarisasi yang meliputi: 1) Penetapan tujuan dan skala inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air. Kegiatan ini diperlukan untuk mengidentifikasi tujuan dan skala kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air. Kegiatan inventarisasi bertujuan untuk mengkarakteristikkan aliran-aliran pencemar dalam lingkungan wilayahnya. Identifikasi sumber pencemar merupakan kegiatan untuk mengenali dan mengelompokkan jenis-jenis pencemar, sumber dan lokasi, serta pengaruh/dampak bagi lingkungan penerimanya. Tujuan inventarisasi yang telah ditetapkan sebelumnya pada tahap perencanaan ditetapkan sebagai landasan untuk merancang 2-1 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 2) rencana kerja inventarisasi sumber pencemar. Tujuan ini dikonseptualisasikan sesuai dengan program kerja yang relevan baik bersifat umum atau khusus. Untuk yang bersifat umum misalnya melakukan inventarisasi sumber pencemar dalam wilayah perairan, sedangkan yang bersifat khusus adalah melakukan inventarisasi sumber pencemar berdasarkan kegiatan tertentu, antara lain (pertanian, domestik, dan industri) atau jenis polutan tertentu (organoklor, merkuri, dan sianida). Berdasarkan tujuan inventarisasi ini kemudian ditentukan skala inventarisasi yang diperlukan untuk membatasi ruang lingkup kegiatan inventarisasi yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta keterbatasan sumber daya yang tersedia, agar didapatkan hasil estimasi sesuai dengan tingkat yang diinginkan. Klasifikasi Sumber Pencemar Air Dalam inventarisasi sumber pencemar air diperlukan data dan informasi untuk mengenali dan mengelompokkan serta memperkirakan besaran dari sumber pencemar air. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. Untuk mempermudah inventarisasi, terutama dalam memperkirakan tingkat pencemaran air yang dilepaskan ke lingkungan perairan, sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbahnya diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar seperti dalam Tabel 2.1. Pada kajian ini pengelompokan sumber pencemar air hanya pada jenis pencemar tidak tentu. Sumber Tak Tentu (Area/ Diffuse Sources) yaitu sumber-sumber pencemar air yang tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, umumnya terdiri dari sejumlah besar sumber-sumber individu yang relatif kecil. Limbah yang dihasilkan antara lain berasal dari kegiatan pertanian, peternakan dan pemukiman. Penentuan jumlah limbah yang dibuang tidak ditentukan secara langsung, melainkan dengan menggunakan data statistik kegiatan yang menggambarkan aktivitas penghasil limbah. 2-2 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 2.1 Skema Tahapan Kegiatan Identifikasi Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa 2-3 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 2.1 Klasifikasi Sumber Pencemar Karakteristik Limbah Limbah Domestik Limbah Non-domestik Sumber Tertentu Aliran limbah urban dalam sistem saluran dan sistem pembuangan limbah domestik terpadu Aliran limbah aktivitas industri, pertambangan Sumber Tak Tentu Aliran limbah daerah pemukiman Aliran limbah pertanian, peternakan, dan kegiatan usaha kecil-menengah. Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2010 3) 4) Memperkirakan beban pencemaran air dari sumber-sumber pencemar air tak tentu menggunakan pendekatan dan jenis data statistik kegiatan-kegiatan ekonomi, data kependudukan, data penginderaan jarak jauh, faktor emisi dan engineering data. Peralatan yang memfasilitasi perkiraan dari sumber tak tentu adalah sistem informasi geografis (GIS) dan model komputer (seperti model aliran hidrologi.) Berikut ini merupakan beberapa contoh informasi yang digunakan untuk identifikasi dan memperkirakan tingkat pencemaran air dari sumber tak tentu, yaitu: Data statistik yang menggambarkan jumlah buangan yang dilepas per jumlah populasi atau aktivitas (misalnya : kg total- N/m2 tanah pertanian) Data geografis, topografi, dan hidrologi: untuk mengetahui lokasi sumber pencemar, bentang alam terutama batas daerah aliran sungai (watershed), jalur pembuangan air limbah terutama untuk sistem saluran (sewerage), arah aliran air permukaan dan air tanah. Pengidentifikasian Batas Wilayah Skala inventarisasi berhubungan erat dengan batas wilayah inventarisasi. Cakupan batas wilayah inventarisasi ini akan sangat menentukan tingkat akurasi estimasi tingkat pencemar. Semakin kecil wilayah geografis (tingkat resolusi geografis yang tinggi) maka besar yang diperkirakan akan semakin akurat. Adapun batas wilayah geografis yang diidentifikasi dalam kegiatan inventarisasi ini adalah : a) Wilayah ekologi (catchment area), meliputi batas daerah tangkapan air Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu yang bermuara di Teluk Benoa. b) Wilayah administrasi, meliputi batas administratif wilayah inventarisasi, yaitu batas wilayah kabupaten/kota, kecamatan dan desa-desa di lingkup wilayah ekologi. Pengidentifikasian sumber pencemar. Semua sumber pencemar yang berada dalam wilayah inventarisasi kemudian diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar dan sumbernya. Jenis pencemar yang berasal dari limbah domestik akan berbeda dengan jenis pencemar dari limbah non domestik. Karakteristik limbah yang diidentifikasi ditentukan berdasarkan tingkat bahaya dan toksisitasnya, semakin tinggi tingkat bahaya dan toksisitasnya menjadi prioritas inventarisasi. Hal ini menjadi isu penting dalam identifikasi jenis pencemar mengingat adanya beberapa pencemar yang bersifat toksik/berbahaya walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Selain itu, karakteristik limbah juga diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar spesifik untuk masing-masing kegiatan. 2-4 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 5) Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan pada tahapan ini merupakan jenis data yang digunakan untuk menentukan faktor emisi atau faktor emisi itu sendiri (perkiraan spesifik), yang relevan sesuai dengan masing-masing kegiatan khususnya untuk kategori sumber pencemar air tak tentu. c. Verifikasi Lapangan Kegiatan ini merupakan kegiatan lapangan guna memverifikasi jenis pencemar dan lokasi sumber pencemar. Kegiatan lapangan dalam inventarisasi bertujuan untuk: Mengaktualkan konsep kerja yang dirancang pada tahap konseptualisasi kegiatan. Memverifikasi semua data sekunder yang diperoleh dengan data aktual di lapangan. d. Penentuan Beban Pencemar Pada kajian ini penentuan beban pencemar dilakukan terhadap sumber pencemar tak tentu (non point sources). Besaran dari sumber pencemar tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masingmasing kategori kegiatan, mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk setiap sumber pencemar tak tentu dalam wilayah inventarisasi. 2.2 METODE 2.2.1 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data awal yang akan digunakan sebagai rujukan dasar dalam melakukan identifikasi sumber pencemar dan pemetaan (plotting) lokasi baik sumber pencemar ataupun daerah tangkapan air (water catchment area) diperoleh dari instansi terkait melalui survei instansional. Jenis data, sumber data, dan tujuan penggunaannya pada pengumpulan data awal dalam rangka persiapan kegiatan inventarisasi seperti disajikan pada Tabel 2.2. 2-5 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 2.2 Jenis, Sumber Data dan Tujuan Penggunaannya dalam Persiapan Inventarisasi No 1 2 Jenis Data Peta Dasar (Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta DAS) Lokasi dan jenis kegiatan/industri (data industri/profil industri) Sumber Data Bakosurtanal Balai Wilayah Sungai Bali- Penida BLH Provinsi Bali/Kota Denpasar/Kab. Badung BPS Provinsi Bali/Kota Denpasar/Kab. Badung BPS Provinsi Bali Kota Denpasar/Kab. Badung 3 Demografi/kependudu kan serta distribusinya 4 Topografi, hidrologi, klimatologi, existing sewerage system, batas perairan dan subDAS, informasi/peta pemanfaatan lahan (existing land-use) Kuantitas dan kualitas sumber air BPS Provinsi Bali Kota Denpasar/Kab. Badung, BMG Wilayah III, Bappeda Provinsi Bali, BWS Bali-Penida Data pertanian/ Peternakan (AgriculturalData) BPS Provinsi Bali 5 6 2.2.2 BLH Provinsi Bali, BWS Bali-Penida Tujuan Rujukan pemetaan lokasi sumber pencemar tak tentu. Memetakan posisi dan distribusi kegiatan yang menghasilkan pencemar dari sumbernya khususnya sumber non-domestik. Memetakan daerah pemukiman yang memberikan kontribusi besar pada pencemaran perairan dari sumber domestik. Memetakan lokasi tangkapan pencemar pada perairan penerima serta untuk menjajaki distribusi pencemar dalam suatu wilayah subDAS (Daerah Air Sungai), pemetaan luas tata guna lahan, mengetahui kondisi hidrologis wilayah inventarisasi. Mengetahui parameter pencemar dominan yang memberikan kontribusi pencemaran yang tinggi yang mempengaruhi kualitas wilayah perairan tertentu. Memetakan daerah pertanian/ peternakan, kondisi dan jenis tanah, serta mengetahui ketersebaran penggunaan pupuk/ pestisida berdasarkan jenis tanaman Metode Pengidentifikasian Batas Wilayah (DAS) Penentuan batas wilayah kajian yaitu batas daerah tangkapan air Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu yang bermuara di Teluk Benoa secara hidrologi dan administrasi kabupaten/kota, kecamatan dan batas desa dilakukan dengan metode overlay menggunakan Sistem Informasi Geografis. 2.2.3 Metode Penentuan Beban Pencemaran Air Tak Tentu Besaran dari sumber pencemar air tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan, mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk setiap sumber pencemar air tak tentu dalam wilayah inventarisasi. a. Sumber Pencemaran Air dari Kegiatan Domestik Sumber-sumber yang berasal dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi berikut ini dapat dibedakan menjadi: Emisi polutan yang berasal dari proses sanitasi dan pencucian; Emisi lainnya yang berkaitan dengan kepadatan penduduk, misalnya dari proses korosi, dan pemeliharaan hewan. Emisi ke air dari proses sanitasi dan penggunaan produk permbersih, emisi-emisi dari sampah padat (termasuk lindi ) secara umum dapat menyebabkan masalah-masalah lingkungan lewat kontaminasi sumber air permukaan dan air tanah. Pencemar air yang 2-6 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT terlibat mungkin bervariasi dari limbah organik sampai organik sintetis dan logam berat, bergantung pada proses pencucian dan sifat-sifat dari lindi sampah padat. Perhitungan Potensi Beban Pencemaran (PBP) Domestik: PBP = Jumlah Penduduk x Faktor emisi x Rasio ekuivalen wilayah x . adalah river reaching coefficient dimana nilainya berdasarkan pola sanitasi yaitu 1 untuk pembuangan langsung ke sungai, 0,5 untuk saluran terbuka dan 0,25 untuk septic tank. Faktor emisi limbah domestik menurut parameter sebagai berikut (Tabel 2.3): Tabel 2.3 Faktor Emisi Limbah Domestik No Parameter Satuan 1 TSS Gram/hari 2 BOD Gram/hari 3 COD Gram/hari 4 Minyak & lemak Gram/hari 5 Detergen Gram/hari 6 NH4-N Gram/hari 7 NO2-N Gram/hari 8 NO3-N Gram/hari 9 Total-N Gram/hari 10 PO4-P Gram/hari 11 Total-P Gram/hari 12 Koli Tinja Jml/hari Sumber: Permen LH No. 1 Tahun 2010 Faktor Emisi 38 40 55 1,22 0,189 1,8 0,002 0,01 1,95 0,17 0,21 3E+14 Nilai rasio ekuivalen wilayah sebagai berikut (Tabel 2.4): Tabel 2.4 Rasio Ekuivalen Wilayah dalam Penghitungan Beban Pencemar Limbah Domestik No 1 2 3 b. Wilayah Urban/kota Semi urban Rural/pedesaan Rasio Ekuivalen 1 0,8125 0,6250 Sumber Pencemaran Kegiatan Pertanian Sumber utama pencemar air yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah : Penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Kandungan nutrien dalam pupuk menyebabkan proses eutrofikasi pada air permukaan, akumulasi nitrat dalam air tanah, pengasaman tanah, dan N2O (gas yang juga menyebabkan efek rumah kaca). Air lindi yang mengandung nitrat yang mencemari air tanah dan air permukaan juga mengancam ketersediaan sumber air minum. Nitrogen dan Fosfat yang terbawa menuju air permukaan menyebabkan eutrofikasi pada danau, sungai, dan perairan dangkal. Penggunaan limbah organik sebagai pupuk, seperti rabuk (pupuk kandang) dan lumpur pembuangan (sewage sludge), juga menyebabkan akumulasi logam berat dalam tanah. Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pertanian : PBP = Luas lahan jenis pertanian x Faktor emisi. Faktor emisi limbah kegiatan pertanian menurut jenis pertanian dan parameter sebagai berikut (Tabel 2.5): 2-7 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 2.5 Faktor Emisi Limbah Pertanian No 1 2 3 Faktor Emisi menurut Parameter N P TSS Pestisida (kg/ha luas tanam/tahun) (L/ha luas tanam/tahun) 225 20 10 0,04 0,16 BOD Jenis Pertanian Sawah (Jerami padi yang membusuk) Palawija (Humus yang terkikis) Perkebunan lain (Humus yang terkikis) 125 32,5 10 3 5 1,5 2,4 1,6 0,08 0,024 c. Sumber Pencemaran Kegiatan Peternakan Produksi rabuk (pupuk kandang) dari kegiatan peternakan prinsipnya merupakan sebuah komponen dari siklus nutrien keseluruhan dan keseimbangan dalam sistem pertanian. Akan tetapi, apabila kegiatan peternakan terdapat pada skala industri, pencemar amonia, nitrogen, dan fosfor ke air dan tanah dari limbah peternakan dapat menyebabkan masalah lingkungan. Pencemar amonia, khususnya terkonversi menjadi asam nitrat setelah terjadi deposisi atmosferik dan konversi mikroorganisme dalam tanah di daerahdaerah yang mengintensifkan kegiatan pertanian. Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Peternakan : PBP = Jumlah populasi ternak x Faktor emisi. Faktor emisi limbah ternak menurut jenis ternak dan parameter sebagai berikut (Tabel 2.6): Tabel 2.6 Faktor Emisi Limbah Ternak No 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Ternak Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Ayam Bebek Babi Koli Total (jml/ekor/hr) 3,70E+06 9,20E+06 5,00E+05 2,E+06 2,10E+05 4,30E+04 1,00E+05 3,70E+06 BOD COD NO2 292 206,71 226 34,1 55,68 2,36 0,88 292 716 529,19 558,1 92,91 136,23 5,59 2,22 716 0 0,01637 0 0,00272 0 0 0 0 NO3 NH4 (gr/ekor/hari) 0,18333 0,6067 0,17417 2,2046 0,08958 37,6792 0,075 1,46830 0,03333 0,2175 0,00110 0,0006 0,00050 0,0003 0,18333 0,6067 N-Total P-Total 0,933 2,599 38,083 1,624 0,278 0,002 0,001 0,933 0,153 0,39 0,306 0,116 0,115 0,003 0,005 0,153 d. Sumber Pencemaran Kegiatan Pariwisata (Hotel) Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pariwisata (Hotel) : PBP = Jumlah kamar hotel x Faktor emisi. Faktor emisi limbah hotel menurut parameter sebagai berikut (Tabel 2.7): 2-8 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 2.7 Faktor Emisi Limbah Pariwisata (Hotel) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Parameter TSS BOD COD Minyak & lemak Detergen NH4-N NO2-N NO3-N Total-N PO4-P Total-P Koli Tinja Satuan Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Gr/kamar/hr Jml/kamar/hr Faktor Emisi 38 40 55 1,22 0,189 1,8 0,017 0,002 1,95 0,01 0,21 3E+14 2-9 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT BAB III KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR KAWASAN TELUK BENOA 3.1 WILAYAH EKOLOGI DAN ADMINISTRASI DAERAH TANGKAPAN AIR 3.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Kawasan Teluk Benoa terletak di “kaki” Pulau Bali yang menghubungkan daratan utama (mainland) Pulau Bali dengan daerah perbukitan Nusa Dua. Berdasarkan peta daerah aliran sungai (BP DAS Unda-Anyar), secara ekologi daerah tangkapan air yang bermuara ke kawasan Teluk Benoa terdiri atas 8 daerah tangkapan air (DTA) yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. Secara adminsitrasi, daerah tangkapan air tersebut termasuk wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, meliputi empat kecamatan dan 35 desa/kelurahan di Kota Denpasar dan lima kecamatan dan 19 desa/kelurahan di Kabupaten Badung. Luas wilayah secara keseluruhan daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa yaitu 15.911 ha, terdiri atas 9.475 ha Kota Denpasar dan 6.436 ha Kabupaten Badung. Wilayah administrasi daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa secara rinci disajikan pada Gambar 3.1 dan Tabel 3.1. 3-1 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.1 Peta Daerah Tangkapan Air dan Administrasi Kawasan Teluk Benoa 3-2 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.1 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa No Kecamatan Desa/Kelurahan I A KOTA DENPASAR DENPASAR SELATAN 1 2 3 4 5 6 7 B 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 C 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 D 29 30 31 32 33 34 35 II A 1 B 2 3 4 5 C Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan Ubung Kaja Peguyangan Kaja DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod Sumerta Kesiman Dangin Puri Kelod Dangin Puri KABUPATEN BADUNG ABIANSEMAL Darmasaba MENGWI Sempidi Sading Lukluk Penarungan KUTA UTARA Badung 4610 1257 Buaji 2471 1871 843 413 128 336 739 223 86 359 755 314 136 39 20 166 59 22 280 Luas Daerah Tangkapan Air (Ha) Ngenjung Serangan Mati Tuban 289 481 1623 0 251 481 0 0 Sama Bualu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 186 38 0 0 0 0 138 113 0 481 0 1357 136 54 11 15 38 412 374 409 2291 64 347 61 109 75 142 181 644 214 454 307 72 73 10 38 49 188 0 0 0 266 42 320 17 38 151 10 38 142 65 1069 433 433 636 99 284 149 104 0 0 0 0 0 0 0 1668 0 362 0 2128 0 1209 0 0 0 0 147 147 0 0 0 0 0 0 659 0 0 0 3-3 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT No 6 7 8 9 D 10 11 12 13 14 E 15 16 17 18 19 Kecamatan Desa/Kelurahan Kerobokan Kelod Kerobokan Kerobokan Kaja Dalung KUTA Tuban Kuta Legian Seminyak Kedonganan KUTA SELATAN Jimbaran Benoa Kutuh Ungasan Tanjung Benoa Jumlah Badung 0 0 5679 Buaji 0 0 2471 Luas Daerah Tangkapan Air (Ha) Ngenjung Serangan Mati Tuban 0 0 289 0 0 481 244 161 177 78 862 58 373 305 127 0 3292 Sama 362 147 145 79 70 0 79 2049 1169 551 106 222 362 2128 Bualu 0 1209 970 239 1209 Secara geografis, daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa secara garis besarnya terdiri atas dua karakter yaitu daerah tangkapan air dari arah utara teluk dan dari arah selatan teluk. Daerah tangkapan air dari arah utara meliputi wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan aliran sungai-sungai parennial yang melewati wilayah dataran rendah sedangkan DTA dari arah selatan meliputi wilayah Kabupaten Badung merupakan wilayah perbukitan dengan aliran sungai intermitten. Terdapat delapan DTA bermuara di Teluk Benoa dengan cakupan wilayah sebagai berikut: 1. DTA Tukad Badung Luas DTA Tukad Badung Daerah Tangkapan Air adalah 5.679 ha, merupakan Bualu DTA terluas yang bermuara di 7.60% Teluk Benoa yaitu mencakup Sama area 35,70% dari keseluruhan Badung 13.37% 35.70% Tuban luas DTA Teluk Benoa. DTA ini 2.27% mencakup wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Mati 20.69% Badung. Di wilayah Kota Buaji Denpasar meliputi 4 kecamatan 15.53% dan 25 desa/kelurahan. Di Serangan Ngenjung 3.02% wilayah Kabupaten Badung 1.82% meliputi 2 kecamatan dan 5 Gambar 3.2 Persentase Luas DTA yang Bermuara di desa/kelurahan. Kawasan Teluk Benoa 2. DA Tukad Buaji DTA Tukad Buaji luasnya 2.471 ha atau 15,23% luas DTA kawasan Teluk Benoa. Secara administratif, DTA ini hanya mencakup wilayah Kota Denpasar, meliputi 3 kecamatan dan 13 desa/kelurahan. 3. DTA Tukad Ngenjung 3-4 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 4. 5. 6. 7. 8. Luas DTA Tukad Ngenjung adalah 289 ha atau 1,82% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini hanya berada di Kecamatan Denpasar Selatan, mencakup 3 desa/kelurahan. DTA Serangan DTA Serangan adalah sebuah pulau kecil dan tidak terdapat aliran sungai. Luas DTA Serangan 481 ha atau 3,02% luas DTA kawasan Teluk Benoa, mencakup 1 desa/kelurahan yaitu Kelurahan Serangan. DTA Tukad Mati Luas DTA Tukad Mati adalah 3.292 ha atau 20,69% luas DTA kawasan Teluk Benoa. Secara administratif, mencakup wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Di wilayah Kota Denpasar meliputi 2 kecamatan dan 9 desa/kelurahan, sedangkan di wilayah Kabupaten Badung meliputi 3 kecamatan dan 9 desa/kelurahan. DTA Tuban DTA Tuban luasnya 362 ha atau 2,27% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini tidak memiliki aliran sungai, meliputi 3 kelurahan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. DTA Tukad Sama DTA Tukad Sama merupakan daerah perbukitan dengan luas 2.128 ha atau 13,37% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini hanya berada pada 2 kecamatan di Kabupaten Badung yaitu Kecamatan Kuta mencakup 1 kelurahan yaitu Kedonganan dan 4 desa/kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan yaitu Jimbaran, Benoa, Ungasan dan Kutuh. DTA Bualu DTA Bualu luasnya 1.209 ha atau 7,60% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini meliputi dua kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung yaitu Benoa dan Tanjung Benoa. 3.2 KLIMATOLOGI 3.2.1 Tipe Iklim Berdasarkan klasifkasi Schmidt-Ferguson, daerah tangkapan air Teluk Benoa berada di dalam wilayah dengan sebaran tipe iklim C di daerah hulu sampai tipe F di daerah hilir. Tipe iklim C adalah perbandingan antara rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah berkisar 33,3 – 60,0%, tipe iklim D berkisar 60,0 – 100%, tipe E berkisar 100 – 167% dan tipe iklim F berkisar 167 – 300%. Wilayah dengan tipe iklim C terdapat di daerah hulu meliputi Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung, mencakup DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati. Wilayah di bawahnya meliputi Kecamatan Denpasar Utara, sebagian Denpasar Timur, sebagian Denpasar Barat dan sebagian Kecamatan Kuta Utara memiliki tipe iklim C. DTA dengan tipe iklim C meliputi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati dan DTA Tukad Buaji. Wilayah dengan tipe iklim D tersebar luas di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung khususnya Kecamatan Kuta Utara dan Kuta, mencakup DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan dan DTA Tuban. Sedangkan tipe iklim F terdapat di Kecamatan Kuta Selatan, mencakup DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu (Gambar 3.3). 3-5 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.3 Peta Tipe Iklim Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-6 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 3.2.2 Curah Hujan Daerah tangkapan air Teluk Benoa termasuk ke dalam daerah monsun yang ditandai dengan pergantian arah angin permukaan sekitar enam bulan sekali. Angin barat bertiup bulan Januari – Maret dan Desember sedangkan bulan April – November bertiup angin tenggara. Dibandingkan dengan kondisi normal, terjadi perbedaan pada bulan April dimana kondisi normal pada bulan ini merupakan angin barat. Pada musim Barat, cuaca di wilayah ini dipengaruhi oleh angin Barat melalui Samudra Hindia. Samudera ini mempengaruhi karakteristik curah hujan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Monsun barat umumnya menimbulkan banyak hujan (musim hujan), monsun timur umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan (musim kemarau). Pengaruh tingginya suhu permukaan laut (SPL) di Samudera Hindia mendorong intensifnya evaporasi dan pembentukan awan pada musim angin Barat sehingga mendorong terjadinya curah hujan yang tinggi pada bulan November sampai Maret. Sebaliknya pada musim angin Timur, SPL di Samudera Hindia menurun dan mencapai suhu terendah pada bulan Agustus, menyebabkan terjadinya musim kering dengan curah hujan yang sangat rendah. Menurut data BMKG (dalam BPS Provinsi Bali, 2014), jumlah curah hujan pada Stasiun Ngurah Rai tahun 2013 adalah 1.803,9 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 516,2 mm dan terendah bulan Agustus yaitu 0,4 mm. Selama tahun 2013 terjadi 7 bulan basah yaitu Januari-Maret, Mei-Juni dan NovemberDesember. Apabila curah hujan tahun 2013 dibandingkan dengan rata-rata normal yaitu periode 2002 – 2012 tampak bahwa curah hujan tahun 2013 berada di bawah normal. Sebaran curah hujan bulanan terdapat 5 bulan di atas normal yaitu bulan Januari, Mei-Juli dan November. Sedangkan curah hujan bulan-bulan lainnya berada di bawah normal. Perbandingan keadaan curah hujan dengan angka normal di DTA Teluk Benoa tahun 2013 disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Angka Perbandingan Curah Hujan Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa Curah Hujan (mm) Realisasi 1 Januari 516,2 2 Februari 142,1 3 Maret 137,4 4 April 55,9 5 Mei 143,5 6 Juni 168,8 7 Juli 99,2 8 Agustus 0,4 9 September 14,8 10 Oktober 17,0 11 November 231,5 12 Desember 277,1 Jumlah 1.803,9 Sumber : BPS Provinsi Bali (2014) Normal : rata-rata tahun 2002 – 2012 No Bulan Curah Hujan (mm) Normal 320 268 248 173 118 24 28 22 45 97 220 338 1901 Curah Hujan (mm) Perbedaan 196,2 -125,9 -110,6 -117,1 25,5 144,8 71,2 -21,6 -30,2 -80,0 11,5 -60,9 -97,1 Persentase 38,0 -88,6 -80,5 -209,5 17,8 85,8 71,8 -5400,0 -204,1 -470,6 5,0 -22,0 -5,4 3.2.3 Suhu Udara Suhu udara rata-rata bulanan di DTA Teluk Benoa pada tahun 2013 berkisar antara 27,0 ºC – 29,4 ºC (Tabel 3.3). Suhu udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus 3-7 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT dan tertinggi pada bulan Februari dan April. Suhu maksimum bulanan berkisar antara 32,4 oC – 35,6 oC, tertinggi pada bulan Februari. Suhu minimum bulanan berkisar 20,2 oC – 23,6 oC, terendah pada bulan Agustus. Apabila suhu udara rata-rata tahun 2013 dibandingkan dengan rata-rata normal yaitu periode 2000 - 2009 tampak bahwa penyebaran suhu udara rata-rata bulanan seluruhnya berada di atas normal. Hal ini menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata di Kota Denpasar tahun 2013 cenderung meningkat dibandingkan suhu normal. Tabel 3.3 Angka Perbandingan Suhu Udara Rata Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa No Bulan Suhu Udara Rata-Rata (oC) Realisasi Normal Perbedaan 1 Januari 28,4 2 Februari 29,4 3 Maret 29,0 4 April 29,4 5 Mei 28,8 6 Juni 28,9 7 Juli 27,5 8 Agustus 27,0 9 September 27,3 10 Oktober 28,6 11 November 28,7 12 Desember 28,3 Sumber : BPS Provinsi Bali (2014) Normal : rata-rata tahun 2002 – 2012 27,9 28,1 28,1 28.1 27,7 26,9 26,3 26,1 26,9 27,7 28,4 27,9 0,5 1,3 1,0 1,4 1,1 2,0 1,1 0,7 0,3 0,8 0,4 0,4 3.2.4 Kelembaban Udara dan Lama Penyinaran Matahari Kelembaban udara rata-rata bulanan tahun 2013 berkisar antara 701 – 79% Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Oktober, sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari. Apabila dibandingkan dengan kelembaban udara normal, kelembaban udara bulanan seluruhnya berada di bawah normal (Tabel 3.4). Penyinaran matahari pada tahun 2013 berkisar antara 54 - 85%, tertinggi pada bulan Agustus dan Oktober, serta terendah pada bulan Desember. Apabila penyinaran matahari tahun 2013 dibandingkan dengan penyinaran matahari normal, sebagian besar penyinaran matahari bulanan berada di bawah normal, kecuali bulan Februari, April dan September (Tabel 3.4). Jika data penyinaran matahari dibandingan dengan curah hujan, tampak bahwa semakin tinggi curah hujan maka penyinaran matahari semakin rendah. Hal ini terlihat pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari, November dan Desember diikuti dengan penyinaran matahari yang rendah. 3-8 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.4 Angka Perbandingan Kelembaban Udara Rata-Rata dan Lama Penyinaran Matahari Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di Kota Denpasar Kelembaban Udara (%) Realisasi Normal Perbedaan 1 Januari 79 80 -1 2 Februari 73 79 -2 3 Maret 73 79 -6 4 April 73 80 -7 5 Mei 75 79 -4 6 Juni 75 78 -3 7 Juli 75 78 -3 8 Agustus 71 77 -6 9 September 72 78 -6 10 Oktober 70 78 -8 11 November 75 79 -4 12 Desember 78 81 -3 Sumber : BPS Provinsi Bali (2014) Normal : rata-rata tahun 2002 – 2012 No Bulan Penyinaran Matahari (%) Realisasi Normal Perbedaan 58 67 -9 65 63 2 62 66 -4 65 76 9 57 77 -20 62 83 -21 75 83 -8 83 85 -2 84 83 1 97 85 12 58 75 -17 44 54 -10 3.3 GEOMORFOLOGI 3.3.1 Togografi dan Kemiringan Lahan Daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa terdiri atas dua unit topografi yang berbeda yaitu dominasi daerah dataran rendah di bagian utara dan daerah perbukitan di bagian selatan. DTA Teluk Benoa berada pada ketinggian 0 – 140 m dpl dengan kemiringan lereng beragam mulai dari 0 – 2% sampai > 40%. Kondisi topografi dan kemiringan lahan menurut daerah tangkapan air sebagai berikut: DTA Tukad Badung berada pada ketinggian 0 – 140 m dpl. DTA Tukad Badung umumnya landai dengan kemiringan lahan didominasi 0 – 2%, kecuali di daerah hulu terdapat lahan dengan kemiringan 2 – 15%. DTA Tukad Buaji berada pada ketinggian 0 – 25 m dpl dengan kemiringan lahan sebagian besar 0 – 2%, kecuali di bagian hulu dengan kemiringan 2 – 15%. DTA Tukad Ngenjung berada pada ketinggian 0 – 20 m dpl dengan kemiringan lahan seluruhnya 0 – 2%. DTA Serangan berada pada ketinggian 0 – 6 m dpl dengan kemiringan lahan seluruhnya 0 – 2%. DTA Tukad Mati berada pada ketinggian 0 – 90 m dpl. Kemiringan lahannya seluruhnya 0 – 2%, yang menunjukkan DTA ini tergolong landai. DTA Tuban berada pada ketinggian 0 – 20 m dpl dengan kemiringan lahan seluruhnya 0 – 2%. DTA Tukad Sama berada pada ketinggian 0 – 160 m dpl dengan kemiringan lahan bervariasi 0 – 2% di bagian hilir, meningkat menjadi 15 – 40% di bagian tengah, meningkat menjadi > 40% di bagian hulu dan mendatar menjadi 15 – 40% di bagian paling hulu. DTA Tukad Bualu berada pada ketinggian 0 – 71 m dpl dengan kemiringan lahan 0 – 2% di bagian hilir dan 15 - 40% di bagian hulu. 3-9 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.4 Peta Topografi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-10 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.5 Peta Kemiringan Lahan Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-11 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 3.3.2 Geologi dan Jenis Tanah Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara (Purwo-Hadiwidjojo dkk., 1998), geologi DTA Teluk Benoa tersusun atas endapan permukaan dan batuan sedimen serta batuan gunungapi. Struktur geologi regional di Bali pada umumnya dimulai dengan adanya kegiatan di lautan selama Miosin Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Sebaran formasi geologi yang terdapat di DTA Teluk Benoa selengkapnya sebagai berikut (Gambar 3.6): Endapan Aluvium, berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung; sebagai endapan sungai, danau dan pantai. Batuan ini terbentuk pada kala Tersir Holosen, menempati lahan-lahan sekitar teluk (desa/kelurahan sekeliling teluk). Batuan Gunungapi Kelompok Buyan-Beratan & Batur, terbentuk pada kala Kwarter, terdiri dari breksi gunung api dan lava, setempat tufa. Batuan ini sebarannya sangat luas di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah (DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngendung, DTA Serangan, dan DTA Tukad Mati). Formasi Selatan, terbentuk pada kala Miosin, terdiri dari batugamping terumbu, setempat napal; sebagian berlapis, terhablur-ulang dan berfosil. Batuan ini terdapat di Kuta Selatan meliputi DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. Daratan reklamasi, yaitu daratan hasil reklamasi di Pulau Serangan, berupa fraksi koral dan pasir yang diperoleh melalui pengerukan dasar laut di sebelah utara Pulau Serangan. Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Bali (1970), jenis tanah di DTA Teluk Benoa terdiri atas jenis Regosol, Latosol dan Mediteran. Sebaran jenis tanah di DTA Teluk Benoa sebagai berikut (Gambar 3.7): Regosol, terdiri atas Regosol Coklat Kelabu, Regosol Kelabu, Regosol Coklat dan Regosol Berhumus. Jenis tanah ini berbahan induk endapan laut, abu volkan dan intermedier dengan fisiografi beting pantai dan kipas volkan. Jenis tanah ini tersebar di daerah dekat kawasan teluk dan Pulau Serangan. Latosol, terdiri atas Latosol Coklat Kekuningan, Latosal Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Jenis tanah ini berbahan induk abu dan tufa volkan serta intermedier. Sebarannya terdapat di DTA yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah, meliputi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngendung dan DTA Tukad Mati. Mediteran, terdiri atas Mediteran Coklat dan Mediteran Coklat Merah. Jenis tanah ini berbahan induk batu kapur karang dan batu gamping dengan fisiografi pantai berkarang dan bukit angkatan. Tersebar di DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. 3-12 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.6 Peta Geologi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-13 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.7 Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-14 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 3.3.3 Hidrologi a. Sungai Sebagian besar sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bermuara di Teluk Benoa. Sungai yang mengalir di DTA Teluk Benoa terdiri atas sungai utama, sungai yang terbentuk dari saluran irigasi akibat erosi kedalaman (vertikal) serta alur rawa-rawa dan sungai intermiten. Sungai-sungai yang mengalir di DTA Teluk Benoa yaitu (Gambar 3.8): 1) Sungai utama: Tukad Badung. Sungai ini merupakan sungai utama dan sungai terbesar di DTA Teluk Benoa dengan panjang 17 km. Sungai ini mengalir di tengah Kota Denpasar dan berperanan penting dalam sistem jaringan drainase pusat Kota. Pada muara sungai dibangun waduk (Waduk Muara Nusa Dua) untuk sumber air baku. Tukad Mati. Sungai ini panjangnya 12,0 km, mengalir di Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar Barat dan Kuta. 2) Sungai terbentuk dari saluran irigasi dan alur rawa: Tukad Buaji. Sungai ini mengalir di Panjer dan perbatasan Desa Sesetan dan Kelurahan Panjer serta bermuara di Suwung Batan Kendal. Tukad Pekaseh. Sungai ini mengalir membelah Desa Sesetan dan bermuara di Suwung. Aliran sungai ini termasuk ke dalam DAS Buaji. Tukad Punggawa. Sungai ini merupakan anak sungai Tukad Buaji, mengalir di Panjer dan Sidakarya dan bermuara di Tukad Buaji di daerah Kerta Petasikan. Tukad Ngenjung. Sungai ini mengalir di Panjer dan Sidakarya dan bermuara di Suwung Kangin. 3) Sungai intermiten: Tukad Sama. Sungai ini mengalir di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan. Tukad Bualu. Sungai ini mengalir di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan. b. Akuifer Air Tanah Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Aliran air tanah itu sendiri dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone). Dalam perjalananya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akuifer yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada di atasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering dalam 3-15 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT bentuk penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya. Kondisi DTA Teluk Benoa secara umum merupakan daerah dataran rendah dan landai kecuali di Kecamatan Kuta Selatan yang berbukit. Sumber pengisian air tanah di DTA ini berasal dari daerah redischarge di wilayah hulu yaitu Kabupaten Bangli dan Kabupaten Badung bagian utara, ditambah dengan proses infiltrasi air hujan setempat yang diperkirakan mencapai 10%. Kedudukan muka air tanah akuifer bebas pada DTA Teluk Benoa mencapai 2 hingga 4 meter dari permukaan tanah, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai sumur dangkal oleh masyarakat. Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar P. Bali (Sudadi dkk, 1986), akuifer dan air tanah di DTA Teluk Benoa merupakan akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, aliran melalui celahan dan ruang antar butir, serta aliran celahan, rekahan dan saluran. Karakteristik dan produktivitas akuifer di DTA Teluk Benoa sebagai berikut (Gambar 3.9): 1) Aliran melalui ruang antar butir: Akuifer produktivitas tinggi dengan penyebaran luas. Akuifer dengan keterusan sedang sampai tinggi, muka air tanah atau tinggi pisometri air tanah umumnya dekat muka tanah, debit sumur umumnya > 10 liter/detik. Akuifer ini mendominasi DTA Teluk Benoa di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah. Akuifer produktif dengan penyebaran luas. Akuifer dengan keterusan sedang, muka air tanah atau tinggi pisometri air tanah dekat atau di bawah muka tanah, debit sumur umumnya 5 - 10 liter/detik. Akuifer ini terdapat di sekitar Teluk Benoa, meliputi wilayah pantai dan dekat pantai Desa Pemogan, Pedungan, Sesetan, Sidakarya, Kuta dan Tuban. Setempat akuifer dengan produktivitas sedang. Akuifer tidak menerus, tipis dengan keterusan rendah, debit sumur umumnya <5 liter/detik. Terdapat di Pulau Serangan, serta Tanjung Benoa dan sebagian Kelurahan Benoa yang merupakan DTA Tukad Bualu. Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, muka air tanah beragam dari di atas atau dekat muka tanah sampai lebih dalam dari 10 meter di bawah muka tanah, debit sumur umumnya < 5 liter/detik. Terdapat di Kelurahan Tuban, Kedonganan dan Jimbaran. 2) Aliran melalui celahan dan ruang antar butir: Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, keterusan dan kisaran kedalaman muka air tanah sangat beragam, debit sumur umumnya > 5 liter/detik. Akuifer jenis ini tersebar di bagian hulu DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati. 3) Aliran melalui celahan, rekahan dan saluran: Setempat, akuifer produktif, aliran air tanah terbatas pada zona celahan, rekahan, dan saluran pelarutan, muka air tanah umumnya dalam. Terdapat di DTA Tukad Sama dan sebagian DTA Tukad Bualu di wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Menurut Kajian Teknis Air Tanah Kota Denpasar (Dinas PU Kota Denpasar, 2014), kedalaman muka air tanah DTA Teluk Benoa di wilayah Denpasar Selatan berkisar 0,45 – 4,50 m dan rata-rata 1,53 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 2,00 – 6,40 m dan rata-rata 3,54 m. Di wilayah Kecamatan Denpasar Utara, kedalaman muka air tanah berkisar 0,80 – 16,10 m dan rata-rata 5,63 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 2,60 – 24,10 m dan rata-rata 10,24 m. Kedalaman muka air tanah di Denpasar Timur berkisar 0,40 – 11,55 m dan rata-rata 4,06 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 1,90 – 20,55 m dan rata-rata 7,22 m. Sementara itu, berdasarkan karakteristik sumur gali, kedalaman 3-16 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT muka air tanah di Denpasar Barat berkisar 2,40 – 18,20 m dan rata-rata 7,41 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 8,90 – 21,20 m dan rata-rata 12,41 m. Potensi air tanah di DTA Teluk Benoa tersebar dalam dua Cekungan Air Tanah (CAT) yaitu CAT Denpasar-Tabanan dan CAT Nusa Dua. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Secara umum air tanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan. Cekungan Air Tanah DenpasarTabanan merupakan CAT lintas kabupaten/kota terluas di Bali yaitu 2.080 km2 dan potensi air terbesar pula yaitu air tanah bebas 894 juta m 3/tahun dan air tanah tertekan 8 juta m3/tahun. Sementara itu, luas CAT Nusa Dua adalah 99 km 2, dengan potensi air tanah bebas 38 juta m 3/tahun dan tidak terdapat potensi air tanah tertekan. Sebaran CAT di DTA Teluk Benoa disajikan pada Gambar 3.10. 3-17 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.8 Peta Sungai di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-18 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.9 Peta Akuifer Ait Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-19 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.10 Peta Cekungan Air Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-20 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 3.4 PENGGUNAAN LAHAN Berdasarkan data BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014), penggunaan lahan di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 terdiri dari sawah dengan luas 2.244,51 ha (14,11%), tegal/kebun dengan luas 1.883,63 ha (11,84%), perkebunan dengan luas 784,70 ha (4,93%), pekarangan dengan luas 8.849,22 ha (55,62%) dan lainnya (jalan, hutan, sungai lahan kosong, dll) dengan luas 2.149,19 ha (13,51%) (Tabel 3.5). Dengan demikian, lahan terbangun di DTA ini mencapai 55,62%. Tingginya proporsi lahan terbangun karena DTA ini merupakan kawasan perkotaan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Bali dan pusat-pusat perekonomian daerah Bali. Tabel 3.5 Penggunaan Lahan menurut Desa/Kelurahan di Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa Tahun 2013 No Kecamatan Desa/Kelurahan I A KOTA DENPASAR DENPASAR SELATAN 1 2 3 4 5 6 7 B 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 C 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 D 29 30 31 32 33 Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan Ubung Kaja Peguyangan Kaja DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod Sumerta Kesiman Sawah 1411,15 631,19 218,00 215,00 14,00 85,49 70,70 28,00 0 255,85 162,85 0 0 0 0 0 0 62,00 0 31,00 0 482,79 0 0 6,00 0 0 5,00 11,81 167,00 218,71 74,27 41,32 0 0 10,29 0,00 28,03 Tegal 210,62 158,00 20,00 11,00 30,00 0 0 22,00 75,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,00 0 0 0 0 0 5,00 0 0 0 0 47,62 1,00 23,00 3,67 1,94 2,00 Penggunaan Lahan Pekarangan Perkebunan 6247,99 21,14 1896,46 15,00 462,11 10,00 389,84 5,00 456,01 0 222,27 0 97,52 0 246,32 0 22,39 0 1858,86 0 261,76 0 179,01 0 48,00 0 34,00 0 156,67 0 46,00 0 58,43 0 328,00 0 288,00 0 294,00 0 165,00 0 1937,62 5,94 58,53 0 330,10 0 90,64 0 99,00 0 71,00 0 126,00 0 158,99 3,94 439,02 2,00 174,30 0 390,05 0 555,05 0,20 87,00 0 41,00 0 183,72 0 45,70 0 15,62 0,20 Lainnya 1584,33 1159,16 260,75 128,19 238,54 53,52 31,69 62,51 383,96 277,89 24,98 11,00 2,00 1,00 8,90 13,00 2,01 22,00 86,00 84,00 23,00 125,71 5,32 17,14 6,00 10,00 4,00 6,00 6,30 36,00 7,45 27,51 21,57 0,94 9,35 1,46 0,73 2,86 Jumlah 9475,23 3859,81 970,86 749,03 738,55 361,29 199,91 358,83 481,35 2392,60 449,58 190,01 50,00 35,00 165,57 59,00 60,44 412,00 374,00 409,00 188,00 2557,06 63,85 347,23 102,64 109,00 75,00 142,00 181,03 644,02 400,46 491,83 665,76 88,94 73,35 199,14 48,38 48,72 3-21 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Penggunaan Lahan Sawah Tegal Pekarangan Perkebunan 34 Dangin Puri Kelod 3,00 16,00 118,00 0 35 Dangin Puri 0 0 64,00 0 II KABUPATEN BADUNG 833,36 1673,01 2601,23 763,56 E ABIANSEMAL 252,78 80,57 75,61 13,21 36 Darmasaba 252,78 80,57 75,61 13,21 F MENGWI 329,28 116,48 282,99 42,97 37 Sempidi 91,17 22,08 108,98 19,23 38 Sading 95,00 52,00 121,00 13,00 39 Lukluk 75,84 27,96 37,92 4,74 40 Penarungan 67,27 14,43 15,10 5,99 G KUTA UTARA 233,58 91,32 296,49 0 41 Kerobokan Kelod 116,73 17,64 91,28 0 42 Kerobokan 35,94 41,58 73,83 0 43 Kerobokan Kaja 39,44 22,65 107,80 0 44 Dalung 41,48 9,46 23,58 0 H KUTA 17,71 203,20 1015,77 0 45 Tuban 0 60,45 142,36 0 46 Kuta 9,56 25,81 443,18 0 47 Legian 0,60 70,25 224,56 0 48 Seminyak 7,55 5,70 102,98 0 49 Kedonganan 0 40,98 102,68 0 I KUTA SELATAN 0 1181,44 930,37 707,38 50 Jimbaran 0 548,60 260,08 272,85 51 Benoa 0 388,27 548,63 294,42 52 Kutuh 0 0,53 8,20 45,57 53 Ungasan 0 136,58 28,71 53,78 54 Tanjung Benoa 0 107,46 84,75 40,76 Jumlah 2244,51 1883,63 8849,22 784,70 Persentase (%) 14,11 11,84 55,62 4,93 Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014) No Kecamatan Desa/Kelurahan Lainnya 5,00 1,23 564,86 10,84 10,84 11,47 4,99 3,00 2,37 1,11 37,80 18,50 9,62 6,65 3,02 65,97 2,19 39,03 9,59 10,28 4,88 438,78 87,91 289,94 51,98 2,92 6,03 2149,19 13,51 Jumlah 142,00 65,23 6436,01 433,02 433,02 783,18 246,45 284,00 148,83 103,90 659,20 244,15 160,97 176,55 77,53 1302,64 205,01 517,59 305,00 126,51 148,54 3257,97 1169,44 1521,26 106,28 221,99 239,00 15911,25 100 Penggunaan lahan menurut daerah tangkapan air sebagaimana Tabel 3.6 terlihat bahwa penggunaan lahan untuk pekarangan mendominasi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Tukad Mati dan DTA Tuban. DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu didominasi oleh lahan tegal sedangkan DTA Serangan didominasi oleh lahan lainnya (lahan kosong reklamasi). Luas lahan pertanian di DTA kawasan Teluk Benoa luasnya 4.912,84 ha atau 30,88% dari luas DTA. Lahan pertanian terdiri dari sawah 2.244,51 ha atau 14,11% dari luas DTA, tegal/kebun campuran 1.883,63 ha atau 11,84% dan perkebunan 784,70 ha atau 4,93%. Salah satu isu strategis di DTA kawasan Teluk Benoa yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun untuk perumahan, perdagangan dan jasa, industri serta fasilitas pariwisata. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan air sehingga tingkat limpasan permukaan (run off) semakin tinggi. 3-22 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.6 Penggunaan Lahan menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 No Daerah Tangkapan Air Sawah Tegal Penggunaan Lahan (Ha) Perkebunan Pekarangan Lainnya Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 Badung 1442 240 62 3429 506 5679 Buaji 261 79 4 1654 473 2470 Ngenjung 74 1 0 175 39 289 Serangan 0 75 0 22 384 481 Mati 465 216 11 2309 291 3292 Tuban 3 70 0 274 15 362 Sama 0 848 479 550 250 2128 Bualu 0 355 228 435 191 1209 Jumlah 2245 1884 785 8849 2149 15911 Diolah dari BPS Kota Denpasar (2014), BPS Kabupaten Badung (2014) dan BP DAS Unda Anyar 3.5 PENDUDUK Penduduk yang bermukim di DTA kawasan Teluk Benoa tahun 2013 berjumlah 785.200 orang. Jumlah penduduk di DTA Tukad Badung adalah terbanyak yaitu 354.078 orang atau 45,09%, disusul DTA Buaji berjumlah 201.171 orang (25,62%), DTA Tukad Mati 148.572 orang (18,92%), DTA Tukad Sama 31.378 orang (4,00%), DTA Tukad Ngenjung 19.334 orang (2,46%), DTA Tukad Bualu 14.418 orang (1,84%), DTA Tuban 12.265 orang (1,56%) dan terkecil di DTA Serangan 3.989 orang (0,51%) (Tabel 3.7). Kepadatan penduduk di DTA kawasan Teluk Benoa tahun 2013 rata-rata 4.935 orang/km2, tergolong kepadatan penduduk sangat tinggi. Kepadatan penduduk menurut desa/kelurahan berkisar 455 orang/km 2 sampai 61.157 orang/km 2. Kepadatan penduduk tertinggi di Desa Tegalkerta Kecamatan Denpasar Barat dan terendah di Desa Kutuh Kecamatan Kuta Selatan. Sebaran penduduk menurut desa kelurahan disajikan pada Gambar 3.12. Kepadatan penduduk menurut DTA berkisar 829 orang/km 2 sampai 8.140 orang/km2 dimana kepadatan tertinggi di DTA Tukad Buaji dan terendah di DTA Serangan. Kepadatan penduduk relatif tinggi lainnya terdapat di DTA Tukad Ngenjung, DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati dan DTA Tuban (Tabel 3.7). Secara relatif, penduduk di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung tergolong tinggi di Bali. Jumlah penduduk di kedua kota/kabupaten tersebut berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 masing-masing 788.589 orang dan 543.332 orang. Pertumbuhan penduduk di kedua kota/kabupaten ini pun paling tinggi diantara kabupaten lainnya yaitu masing-masing 4,01% pertahun dan 4,62% pertahun. Sedangkan rata-rata pertumbuhan penduduk Provinsi Bali secara keseluruhan sebesar 2,14% pertahun. Kecamatan-kecamatan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian selatan umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang sangat tinggi menurut hasil sensus penduduk tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk di kecamatan-kecamatan Kota Denpasar berkisar 3,21 – 4,84% pertahun (tertinggi di Denpasar Selatan) sedangkan laju pertumbuhan di kecamatan-kecamatan Kabupaten Badung yang termasuk DTA kawasan Teluk Benoa berkisar 1,77 – 9,11% pertahun, tertinggi di Kuta Selatan. Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian selatan termasuk di DTA Kawasan Teluk Benoa merupakan pusat pemerintahan, perekonomian dan pendidikan di Bali. Dengan demikian wilayah ini menjadi tujuan dari pusat-pusat migrasi penduduk masuk baik yang berasal dari kabupaten lainnya di Bali maupun dari luar Bali. 3-23 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.11 Peta Penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa 3-24 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.7 Jumlah Penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan dan Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 No Kecamatan/ Desa/Kelurahan A 1 DENPASAR SELATAN Pemogan 2 3 Luas (Ha) Jumlah Penduduk (Orang) Badung Buaji 3860 971 57185 29539 141089 4469 Pedungan Sesetan 749 739 27646 22476 54692 4 5 Sidakarya Renon 361 200 12778 6562 6 7 Panjer Serangan 359 481 40111 B 8 DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod 9 10 Ngenjung Serangan 16494 3986 Mati Tuban Bualu Jumlah 0 218753 34008 5667 3503 50122 54692 6692 7405 20669 15165 5721 7586 40111 3986 11178 828 243099 48757 10160 10845 23172 14241 12195 28482 21405 20104 61157 12142 3850 9705 6525 16056 25551 38176 25551 38176 6202 10207 21941 21941 16197 5365 8615 143789 3464 5623 5425 36935 8062 10637 7855 0 0 Sama 0 7891 8603 3986 0 0 Kepad. (orang/ km2) 2393 450 101259 34008 28897 112943 14749 0 0 0 Dauh Puri Kauh Tegal Harum 190 50 16587 11174 6585 11 12 Tegalkerta Pemecutan 35 166 11946 20104 13 14 Dauh Puri Kangin Dauh Puri 59 60 3850 3591 15 16 Padangsambian Kelod Padangsambian 412 374 17 18 Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod 409 188 C 19 DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh 2557 64 141929 3464 20 21 Pemecutan Kaja Ubung 347 103 36935 7540 22 23 Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin 109 75 15968 8669 15968 8669 14650 11559 24 Dangin Puri Kaja 142 14751 14751 10388 25 Tonja 181 16564 16564 9150 26 27 Peguyangan Ubung Kaja 644 400 16209 14738 16209 16016 2517 3999 28 D Peguyangan Kaja DENPASAR TIMUR 492 666 7092 33042 31186 7151 67068 1454 10074 29 Sumerta Kauh 89 6567 1550 30 Sumerta Kaja 73 8818 31 32 Sumerta Kelod Sumerta 199 48 759 6802 33 34 Kesiman Dangin Puri Kelod 49 142 2900 35 E Dangin Puri ABIANSEMAL 65 433 7196 7289 36 F Darmasaba MENGWI 433 783 7289 13373 37 38 Sempidi Sading 246 284 1577 7064 39 40 Lukluk Penarungan 149 104 3301 1431 G 41 KUTA UTARA Kerobokan Kelod 659 244 0 42 43 Keobokan Kerobokan Kaja 161 177 3067 9459 6114 16197 0 0 0 1859 0 0 0 522 1278 11285 1772 2840 0 59 0 0 0 0 2840 16578 0 0 0 2331 0 0 0 2331 0 0 0 15984 4595 2774 6252 0 0 0 8117 9126 8818 12022 14885 8574 7474 17723 2900 16578 5953 11675 7196 7289 11032 1683 7289 15704 1683 2005 3908 7064 1586 2487 3301 1431 2218 1377 15984 4595 2425 1882 2774 6252 1723 3542 3-25 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Kecamatan/ Desa/Kelurahan No Luas (Ha) Mati 2363 Tuban 15454 3026 12265 7668 518 6379 2483 305 3532 127 149 2517 44 Dalung 78 H 45 KUTA Tuban 1303 205 46 Kuta 47 Legian 48 49 Seminyak Kedonganan I 50 KUTA SELATAN Jimbaran 3258 1169 51 52 Benoa Kutuh 53 54 Ungasan Tanjung Benoa Jumlah Luas (Ha) Kepadatan Pend (orang/km2) Bualu Jumlah 2363 Kepad. (orang/ km2) 3048 0 30122 10693 2312 5216 8862 1712 3532 1158 2517 4518 1990 3041 Jumlah Penduduk (Orang) Badung 0 Buaji 0 Ngenjung Serangan 0 0 Sama 2403 2115 2403 0 28975 21392 14418 43393 21392 1332 1829 1521 106 5215 484 9176 14391 484 946 455 222 239 1884 5242 1884 5242 849 2193 4935 15911 0 0 0 0 0 354078 201171 19334 3986 148572 12265 31378 14418 785200 5679 2471 289 481 3292 362 2128 1209 15911 6234 8140 6685 829 4514 3392 1475 1193 4935 Sumber: Diolah dari BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014) . 3-26 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Gambar 3.12 Sebaran Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 3-27 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 3.6 KEGIATAN SUMBER PENCEMAR TIDAK TETAP 3.6.1 Pertanian Berdasarkan peta penggunaan lahan (Gambar 3.11) terlihat bahwa kegiatan pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa terdiri dari pertanian lahan basah (sawah) yang berlokasi di DTA bagian utara dan pertanian lahan kering (tegal dan perkebunan) di DTA bagian selatan. Luas lahan pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 adalah 4.912,84 ha atau 30,88% dari luas DTA, terdiri atas sawah 2.244,51 ha, tegal 1.883,63 ha dan perkebunan 784,70 ha. Sawah tesebar di wilayah DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji dan DTA Tukad Ngenjung. Sedangkan lahan kering (tegal dan perkebunan) mendominasi di DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. Komoditi pertanian yang diusahakan meliputi padi, palawija, hortikultura dan beberapa komoditi perkebunan. Sesuai dengan sebaran sawah, produksi padi dihasilkan di DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji dan DTA Tukad Ngenjung. Wilayah aministrasinya meliputi Kecamatan Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Denpasar Barat, Denpasar, Utara, Denpasar Selatan dan Denpasar Timur. Di Kecamatan Kuta masih terdapat lahan sawah seluas 17,71 ha dengan produksi padi 274 ton. Komoditi palawija jenis kedelai terutama diusahakan di Kecamatan Denpasar Selatan, Mengwi dan Kuta Utara. Palawija jenis jagung banyak diusahakan di Denpasar Timur dan Kuta Selatan. Palawija jenis lainnya seperti kacang tanah, kacang hijau, dan ubi kayu menyebar secara terbatas hanya di beberapa desa. Sedangkan komoditi perkebunan utamanya adalah kelapa, tersebar terutama di Kecamatan Mengwi, Kuta dan Kuta Selatan (Tabel 3.8). Tabel 3.8 Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013 No I A 1 2 3 4 5 6 7 B 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 C 19 20 Kecamatan Desa/Kelurahan KOTA DENPASAR DENPASAR SELATAN Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Padi Kedelai Jagung 2541 2696 176 1056 992 330 40 268 10 10 191 20 Produksi Pertanian (Ton) Kacang tanah Kacang hijau Ubi kayu Bayan 42 6 240 375 142,36 1584,4 141,27 1693,63 3-28 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT No 21 22 23 24 25 26 27 28 D 29 30 31 32 33 34 35 II E 1 F 2 3 4 5 G 6 7 8 9 H 10 11 12 13 14 I 15 16 17 18 19 Kecamatan Desa/Kelurahan Padi 32,8 Kedelai Jagung Produksi Pertanian (Ton) Kacang tanah Kacang hijau Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan 317,08 Ubung Kaja 1534,07 Peguyangan Kaja 1804,04 DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod 127,9 40,14 Sumerta 53,79 Kesiman 1309,23 Dangin Puri Kelod 962,92 1,52 Dangin Puri KABUPATEN BADUNG ABIANSEMAL Darmasaba 2164 233 16 5 MENGWI Sempidi 1034 Sading 1145 49,33 28,56 Lukluk 1384 16,47 Penarungan 4221 67,1 KUTA UTARA Kerobokan Kelod 5179 39,33 Kerobokan 2346 72,11 Kerobokan Kaja 1989 Dalung 3467 37,65 KUTA Tuban Kuta 38 Legian Seminyak 236 Kedonganan KUTA SELATAN Jimbaran 24 3 Benoa 15 3 Kutuh 10 8 Ungasan 78 14 Tanjung Benoa Jumlah 40502,43 984,26 449,45 67,56 Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014) Ubi kayu Bayan 2,85 1,28 72 56 77 253 4,13 458 657 3-29 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.8 Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013 (Lanjutan) No I A 1 2 3 4 5 6 7 B 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 C 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 D 29 30 31 32 33 34 35 II E 1 F 2 3 4 5 G 6 7 8 Kecamatan Desa/Kelurahan KOTA DENPASAR DENPASAR SELATAN Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan Ubung Kaja Peguyangan Kaja DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod Sumerta Kesiman Dangin Puri Kelod Dangin Puri KABUPATEN BADUNG ABIANSEMAL Darmasaba MENGWI Sempidi Sading Lukluk Penarungan KUTA UTARA Kerobokan Kelod Kerobokan Kerobokan Kaja Bawang merah Produksi Pertanian (Ton) Bawang putih Cabai Semangka 44 33 32 54 55 14 14 15 13 Kelapa Mete Kakao 150 380 1402 2100 51 41,1 2,56 3,57 24,99 21,98 23,33 0,16 7,83 3-30 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT No Kecamatan Desa/Kelurahan Bawang merah Produksi Pertanian (Ton) Bawang putih Cabai Semangka 9 H 10 11 12 13 14 I 15 16 17 18 19 Dalung KUTA Tuban Kuta Legian Seminyak Kedonganan KUTA SELATAN Jimbaran Benoa Kutuh Ungasan Tanjung Benoa Jumlah 109 109 56 Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014) Kelapa Mete Kakao 8,89 4,52 4,55 3,54 7,75 4032 16,24 13,2 0,88 3,92 5,92 235,38 66,68 6,4 11,84 84,92 10,55 3.6.2 Peternakan Usaha peternakan di DTA Kawasan Teluk Benoa merupakan peternakan skala kecil atau skala rumah tangga. Hewan ternak yang diusahakan didominasi sapi dan babi. Jumlah populasi sapi tahun 2013 sebanyak 8.589 ekor dan babi sebanyak 11.035 ekor. Walaupun sebagai daerah perkotaan namun populasi sapi dan babi menyebar di sebagian besar desa. Populasi sapi dan babi terbanyak terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan. Hewan ternak besar lainnya yaitu kerbau dan kuda jumlahnya hanya beberapa ekor dan hanya terdapat di Desa Pemogan. Sedangkan populasi kambing sebanyak 641 ekor, relatif sedikit dan terkonsentrasi di Denpasar Selatan (Tabel 3.9). Ternak unggas yang diusahakan penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa adalah ayam dan itik. Jumlah populasi ayam mencapai 140.067 ekor, menyebar di seluruh desa dengan populasi terbanyak di Kecamatan Kuta Utara. Sedangkan populasi itik sebanyak 28.353 ekor dimana populasinya terkonsentrasi di Kecamatan Denpasar Barat yaitu mencapai 84,18% dari total populasinya. Sebaran populasi hewan ternak dan unggas menurut daerah tangkapan air disajikan pada Tabel 3.10. Populasi sapi menyebar di seluruh DTA dengan jumlah terbanyak tersebar pada empat DTA yaitu Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Sama dan Tukad Buaji. Populasi babi menyebar tidak merata menurut DTA dimana sebagian besar (50,91%) terdapat di DTA Tukad Badung. Populasi kambing juga menyebar tidak merata dimana jumlah terbanyak di DTA Tukad Badung. Jumlah populasi ayam terkonsentrasi pada dua DTA yaitu DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati yaitu dengan proporsi masing-masing 39,70% dan 31,63%. Demikian pula populasi itik terkonsentrasi pada dua DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati yaitu dengan proporsi masing-masing 40,86% dan 40,20%. 3-31 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.9 Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6 7 B 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 C 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 D 29 30 31 32 33 34 35 E 36 F 37 38 39 40 G 41 42 43 44 H Desa/Kelurahan DENPASAR SELATAN Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan Ubung Kaja Peguyangan Kaja DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod Sumerta Kesiman Dangin Puri Kelod Dangin Puri ABIANSEMAL Darmasaba MENGWI Sempidi Sading Lukluk Penarungan KUTA UTARA Kerobokan Kelod Keobokan Kerobokan Kaja Dalung KUTA Sapi 2716 548 892 200 229 97 187 564 1394 229 29 20 0 13 0 0 350 276 477 0 896 0 25 59 0 0 0 9 226 126 450 45 0 0 0 0 43 2 0 418 418 353 94 139 59 61 279 124 62 51 41 360 Populasi Hewan Ternak dan Unggas (Ekor) Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam 3983 2 6 454 7642 417 2 6 112 1778 1939 46 2138 909 92 198 472 54 1477 81 0 500 165 0 466 0 150 1085 1036 16 23867 821 9 3515 193 7 1613 0 0 1562 0 0 1051 22 0 2866 0 0 939 0 0 1389 0 0 3924 0 0 2661 0 0 2518 0 0 1829 553 50 4758 0 0 195 20 0 379 33 0 315 0 48 245 0 0 315 0 0 430 30 0 405 149 0 705 83 2 313 238 0 1455 660 2 10362 0 0 356 218 0 1482 118 0 1841 0 0 1766 225 2 741 99 0 1486 0 0 2690 1025 0 20188 1025 0 20188 1643 14 13779 345 11 3730 719 0 5167 175 0 1445 403 3 3436 651 92 27257 217 16 6075 143 0 4928 116 63 8188 176 13 8066 192 13 9059 Itik 2857 147 2138 360 72 51 6 82 23867 3515 1613 1562 1051 2866 939 1389 3924 2661 2518 1829 15 0 0 0 0 0 0 4 5 6 0 359 0 78 113 60 47 37 23 322 322 374 38 124 141 70 325 176 50 84 15 143 3-32 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Populasi Hewan Ternak dan Unggas (Ekor) Sapi Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam 45 Tuban 119 60 0 3108 46 Kuta 108 7 11 488 47 Legian 20 0 0 542 48 Seminyak 53 14 0 2019 49 Kedonganan 60 111 2 2902 I KUTA SELATAN 2128 1293 0 23156 50 Jimbaran 820 135 0 5223 51 Benoa 727 1052 0 13031 52 Kutuh 211 22 0 431 53 Ungasan 316 59 0 2757 54 Tanjung Benoa 54 25 0 1715 Jumlah 8589 11035 2 6 641 140067 Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014) No Desa/Kelurahan Itik 0 0 106 0 37 465 72 377 7 10 0 28353 Tabel 3.10 Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 Populasi Ternak dan Unggas (Ekor) Sapi Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Badung 1 2800 5618 2 6 298 55600 Buaji 2 1065 2569 0 0 63 9463 Ngenjung 3 142 249 0 0 80 1199 Serangan 4 564 0 0 0 10 1085 Mati 5 1714 1151 0 0 183 44297 Tuban 6 143 97 0 0 4 3724 Sama 7 1642 656 0 0 1 14676 Bualu 8 518 696 0 0 0 10024 Jumlah 8589 11035 2 6 641 140067 Sumber: Dianalisis dari BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014) No Daerah Tangkapan Air Itik 11584 4709 78 82 11397 17 245 240 28353 3.6.3 Pariwisata Pariwisata merupakan sektor unggulan perekonomian Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Kota dan kabupaten ini merupakan pusat kegiatan pariwisata di Bali. Salah satu fasilitas pariwisata yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke Bali yaitu akomodasi pariwisata. Pada tahun 2014, di Kota Denpasar tersedia 26 hotal bintang dengan 3.463 kamar, 200 hotel melati dengan 4.858 kamar dan 67 pondok wisata dengan 364 kamar. Sedangkan di Kabupaten Badung tersedia 154 hotal bintang dengan 24.210 kamar, 362 hotel melati dengan 10.333 kamar dan 441 pondok wisata dengan 1801 kamar (Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2015). Wilayah yang termasuk di dalam DTA Kawasan Teluk Benoa merupakan pusat penyediaan akomodasi pariwisata. Jumlah akomodasi pariwisata di DTA ini tahun 2014 mencapai 919 buah dengan 30.759 kamar, terdiri atas 121 hotal bintang dengan 16.376 kamar, 457 hotel melati dengan 12.950 kamar dan 341 pondok wisata dengan 1.433 kamar (Tabel 3.11). Hotel bintang terutama terdapat di Kecamatan Kuta, Kuta Selatan dan Kuta Utara. Sedangkan hotel melati dan pondok wisata menyebar di beberapa desa/kelurahan akan tetapi juga terbanyak terdapat di ketiga kecamatan tersebut. Sebaran jumalh kamar akomodasi pariwisata terpusat di DTA Tukad Mati yaitu mencapai 19.332 kamar atau 62,85% mengingat DTA ini mencakup wilayah Kecamatan 3-33 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Kuta dan Kuta Utara yang merupakan pusat-pusat kegiatan pariwisata di Kabupaten Badung (Gambar 3.13). DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Bualu walaupun luasnya relatif kecil akan tetapi jumlah kamar hotel relatif besar. Di DTA tuban terdapat 4.271 kamar hotel. Di DTA Tukad Sama terdapat 1.207 kamar hotel dimana sebagian besar hotel di Jimbaran dan Benoa berlokasi di DTA ini. Sedangkan di DTA Tukad Bualu terdapat 2.895 kamar hotel dimana akomodasi pariwisata di DTA ini terutama berada di Tanjung Benoa. Tabel 3.11 Akomodasi Pariwisata di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun 2014 No Desa/Kelurahan 1 2 3 4 5 6 7 B 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 C 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 D 29 30 31 32 33 34 35 E 36 F 37 DENPASAR SELATAN Pemogan Pedungan Sesetan Sidakarya Renon Panjer Serangan DENPASAR BARAT Pemecutan Kelod Dauh Puri Kauh Tegal Harum Tegalkerta Pemecutan Dauh Puri Kangin Dauh Puri Padangsambian Kelod Padangsambian Padangsambian Kaja Dauh Puri Kelod DENPASAR UTARA Dangin Puri Kauh Pemecutan Kaja Ubung Dauh Puri Kaja Dangin Puri Kangin Dangin Puri Kaja Tonja Peguyangan Ubung Kaja Peguyangan Kaja DENPASAR TIMUR Sumerta Kauh Sumerta Kaja Sumerta Kelod Sumerta Kesiman Dangin Puri Kelod Dangin Puri ABIANSEMAL Darmasaba MENGWI Sempidi Hotel Bintang Jumlah Kamar 0 0 1 158 1 158 0 0 0 0 Hotel Melati Jumlah Kamar 8 203 1 5 25 129 2 49 44 5 1 1156 162 25 2 11 5 3 2 60 214 66 131 47 1 14 53 1 3 25 5 7 11 1 16 435 1342 14 77 630 162 176 258 25 Pondok Wisata Jumlah Kamar 2 10 2 6 1 10 29 4 Total Jumlah Kamar 10 213 1 7 25 139 2 49 51 6 2 1343 166 183 2 11 5 3 5 60 214 66 131 62 1 16 63 1 5 30 6 8 11 1 16 445 1401 14 87 663 168 181 258 25 3 15 2 10 10 59 2 5 1 1 10 33 6 5 1 5 1 5 10 247 1 5 11 252 5 1 2 135 25 45 1 5 5 2 2 135 30 45 0 0 2 0 42 0 0 0 2 0 42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3-34 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT No Hotel Bintang Jumlah Kamar Desa/Kelurahan Hotel Melati Jumlah Kamar 38 39 40 G 41 42 43 44 H 45 46 47 48 49 I 50 51 52 53 54 Sading Lukluk Penarungan KUTA UTARA 10 940 Kerobokan Kelod 10 940 Kerobokan Kerobokan Kaja Dalung KUTA 89 12143 Tuban 5 923 Kuta 43 6631 Legian 22 2881 Seminyak 19 1708 Kedonganan KUTA SELATAN 21 3135 Jimbaran 5 451 Benoa 3 555 Kutuh Ungasan Tanjung Benoa 13 2129 Jumlah 121 16376 Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2015) 27 26 760 736 1 24 288 9 174 65 39 1 27 15 3 8459 275 5160 1794 1182 48 783 393 119 9 457 271 12950 Pondok Wisata Jumlah Kamar 86 57 26 327 218 102 3 201 7 847 60 45 95 1 35 17 10 8 341 Jumlah Total Kamar 301 204 338 4 156 74 46 123 93 26 1 3 578 14 277 132 153 2 83 37 16 2027 1894 102 24 7 21449 1198 12092 4879 3228 52 4074 918 720 36 1433 30 919 2436 30759 25000 19332 Jumlah Kamar 20000 15000 10000 5000 4271 2127 825 0 Badung Buaji 102 1207 0 Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama 2895 Bualu Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2015) Gambar 3.13 Jumlah Kamar Hotel menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2014 3.7 KONDISI KUALITAS AIR SUNGAI UTAMA 3.7.1 Tukad Mati Hasil pemantauan kualitas air Tukad Mati oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2014 disajikan pada Tabel 3.12 dan Tabel 3.13. Secara fisik, air Tukad Mati menunjukkan kondisi yang jernih atau tingkat kekeruhan yang rendah baik musim hujan maupun kemarau. Akan tetapi secara kimiawi, air sungai ini terindikasi tercemar oleh bahan-bahan organik yang ditandai dengan tingginya kadar BOD, COD, fosfat dan total coliform. Kondisi cemar sungai ini mulai terpantau di Jembatan Jalan Gatot Subroto 3-35 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Barat. Sedangkan di bagian paling hulu masih relatif baik kecuali kadar total coliform yang melampaui baku mutu air kelas I. Sebagai konsekuensi aliran sungai di daerah perkotaan yang padat dengan berbagai aktivitas, air sungai ini tercemar bahan organik yang ditunjukkan dengan kadar BOD yang tinggi mulai dari Jembatan Jalan Gatot Subroto Barat sampai ke hilir. Bahkan terdapat peningkatan kadar BOD kearah hilir. Peningkatan BOD juga terjadi pada pemantauan musim kemarau karena berkurangnya pengenceran masukan limbah dari daerah sekitarnya. Peningkatan bahan-bahan organik ini menyebabkan kerja bakteri aerob meningkat dan efeknya terjadi penurunan kadar oksigen terlarut hingga nilai yang sangat rendah terutama pada tiga lokasi pemantauan kearah hilir. Pada musim kemarau dimana debit air semakin menurun, kadar oksigen terlarut mengalami penurunan yang tajam hingga berada dalam kadar yang sangat rendah. Kadar COD juga relatif tinggi, melampaui baku mutu air kelas I mulai dari Jembatan Jalan Gatot Subroto Barat sampai ke hilir baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Selain mengandung bahan-bahan organik biodegradable, beban limbah organik ke dalam sungai juga mengandung banyak bahan-bahan organik nonbiodegradable. Tingginya beban pencemar bahan-bahan organik baik biodegradable maupun non-biodegradable, proses perombakannya menyebabkan penurunan kadar DO hingga kadar yang sangat rendah. Selain tercemar bahan-bahan organik, sungai ini juga mendapatkan beban pencemaran yang yang mengandung fosfat, diantaranya bersumber dari limbah rumah tangga dan industri yang mengandung deterjen. Kadar deterjen walaupun di bawah baku mutu tetapi kadarnya relatif tinggi dan mengalami peningkatan kearah hilir dan pada musim kemarau semakin meningkat karena berkurangnya pengenceran. Sementara itu kadar total coliform sudah tinggi di lokasi pemantauan paling hulu. Pada pemantauan musim kemarau, kadar total coliform meningkat di semua lokasi pemantauan. Tabel 3.12 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap I Tahun 2014 No Parameter Satuan BAKU MUTU*) 1 °C Deviasi 3 26,3 1 Suhu NTU 40,8 2 Kekeruhan 6-9 6,46 3 pH Mg/ l 2 1,28 4 BOD Mg/ l 10 8 5 COD Mg/ l >6 7,32 6 DO Mg/ l 0,2 0,138 7 PO4 Mg/ l 10 2,17 8 NO3 Mg/ l 0,1 0,028 9 Deterjen Mg/ l 0,01 < 0.0001 10 Cd Mg/ l 0,3 0,159 11 Fe JML/100 ML 500 930 12 Total Koli Sumber: BLH Provinsi Bali (2014) *) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007 **) Lokasi sampling: 1 = paling hulu dan 6 paling hilir 2 27,0 41,1 6,49 3,66 12 5,8 1,172 2,82 0,029 < 0.0001 0,189 1100 Tukad Mati Lokasi Sampling**) 3 4 27,7 30,7 38,9 37,5 6,56 6,52 4,55 5,86 12 14 5,51 3,8 0,161 0,202 2,64 3,19 0,047 0,049 < 0.0001 < 0.0001 0,197 0,217 2400 4600 5 28,4 47,2 6,57 6,78 17 3,17 0,317 3,58 0,059 < 0.0001 0,288 2400 6 28,9 34,1 6,6 6,82 19 1,9 0,382 4,27 0,072 < 0.0001 0,372 2400 3-36 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 3.13 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap II Tahun 2014 No Parameter Satuan BAKU MUTU*) 1 °C Deviasi 3 26,8 1 Suhu NTU 36,7 2 Kekeruhan 6 9 6,59 3 pH Mg/ l 2 1,42 4 BOD Mg/ l 10 8 5 COD Mg/ l >6 7,15 6 DO Mg/ l 0,2 0,142 7 PO4 Mg/ l 10 2,13 8 NO3 Mg/ l 0,1 0,019 9 Deterjen Mg/ l 0,01 < 0.0001 10 Cd Mg/ l 0,3 0,1552 11 Fe JML/100 ML 500 1500 12 Total Koli Sumber: BLH Provinsi Bali (2014) *) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007 **) Lokasi sampling: 1 = paling hulu dan 6 paling hilir 2 27,8 26,6 6,58 5,98 14 2,00 0,188 3,14 0,038 < 0.0001 0,1814 2400 Tukad Mati Lokasi Sampling**) 3 4 28,4 29,3 88,4 24,6 6,63 6,63 6,14 8,17 15 19 2,26 1,31 0,174 0,214 3,22 4,21 0,053 0,089 < 0.0001 < 0.0001 0,0211 0,2142 4600 9500 5 29,1 22,4 6,51 6,89 18 2,28 0,316 4,13 0,058 < 0.0001 0,2812 7500 6 29,2 10,9 6,73 8,05 19 2,01 0,358 4,10 0,079 < 0.0001 0,3621 4600 3.7.2 Tukad Badung Hasil pemantauan beberapa parameter kualitas air Tukad Badung oleh Badab Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2014 (Tabel 3.14 dan Tabel 3.15) menunjukkan air Tukad Badung telah mengalami pencemaran dimana sebagian besar nilai parameter kualitas air telah berada di atas baku mutu air I. Walaupun secara fisik air tergolong jernih yaitu dengan tingkat kekeruhan yang rendah akan tetapi secara kimiawi telah tercemar oleh berbagai limbah. Kekeruhan air cenderung menurun kearah hilir karena semakin ke hilir aliran air semakin melambat sehingga disposisi bahan-bahan tersuspensi semakin besar. Pada pemantauan musim hujan, kadar BOD dan COD melampaui baku mutu air kelas I mulai dari Dam Mertagangga. Dari Dam Mertagangga sampai Alangkajeng Menak, Desa Pemecutan, kadar BOD dan COD semakin meningkat dan sedikit menurun kearah hilir. Pada pemantauan musim kemarau, kadar BOD dan COD mengalami peningkatan di semua lokasi pemantauan. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai ini telah tercemar oleh bahan-bahan organik terutama bersumber dari limbah domestik mengingat sebagian besar aliran sungai ini berada di daerah permukiman Kota Denpasar yang padat penduduknya. Peningkatan kadar BOD dan COD ini menyebabkan kadar oksigen terlarut menurun kearah hilir sampai pada konsentrasi yang sangat rendah mulai dari Jembatan Jalan Gajah Mada. Bahkan pada musim kemarau terjadi penurunan lagi kadar DO di semua lokasi. Dengan tingginya kandungan bahan organik maka nitrat dan fosfat yang dihasilkan dari perombakan bahan organik juga tinggi di perairan. Kadar fosfat melampaui baku mutu terpantau mulai dari Jembatan Jalan Gajah Mada kearah hilir baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Sementara kadar nitrat walaupun meningkat tetapi masih di bawah baku mutu. Paramater lainnya yang mengindikasikan pencemaran limbah domestik yaitu total coliform. Kadar total coliform di Tukad Badung berada di atas baku mutu di semua lokasi pemantauan. Pada pemantauan musim kemarau terjadi peningkatan total coliform di seluruh lokasi pemantauan. Kadar deterjen juga relatif tinggi dan cenderung meningkat 3-37 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT kearah hilir dan ada kecenderungan peningkatan di semua lokasi pada musim kemarau akan tetapi kadarnya masoih di bawah baku mutu. Banyak sumber-sumber limbah yang masuk ke sungai mengandung deterjen mengingat penggunaan deterjen yang beragam baik untuk kegiatan rumah tangga, pencucian mobil maupun industri. Tabel 3.14 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap I Tahun 2014 No Parameter Satuan BAKU MUTU*) 1 °C Deviasi 3 26,3 1 Suhu NTU 43,4 2 Kekeruhan 6-9 6,43 3 pH Mg/ l 2 1,12 4 BOD Mg/ l 10 5 5 COD Mg/ l > 6 7,34 6 DO Mg/ l 0,2 0,131 7 PO4 Mg/ l 10 1,42 8 NO3 Mg/ l 0,1 0,011 9 Deterjen Mg/ l 0,01 < 0.0001 10 Cd Mg/ l 0,3 0,238 11 Fe JML/100 ML 500 1500 12 Total Koli Sumber: BLH Provinsi Bali (2014) *) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007 **) Lokasi sampling: 1 = paling hulu dan 6 paling hilir 2 26,5 39,5 6,4 3,86 11 7,01 0,162 2,81 0,016 < 0.0001 0,242 2100 Tukad Badung Lokasi Sampling*) 3 4 27,5 28 28,3 30,4 6,46 6,54 4,78 8,82 16 22 5,74 4,87 0,237 0,426 2,92 6,81 0,026 0,068 < 0.0001 < 0.0001 0,247 0,31 2400 7500 5 28,7 23,5 6,4 7,34 18 4,75 0,402 4,79 0,059 < 0.0001 0,289 4600 6 29,5 20,4 6,46 6,86 16 3,71 0,399 4,52 0,061 < 0.0001 0,275 4600 Tabel 3.15 Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap II Tahun 2014 No Parameter Satuan BAKU MUTU*) 1 °C Deviasi 3 26,0 1 Suhu NTU 42,6 2 Kekeruhan 6-9 6,61 3 pH Mg/ l 2 1,61 4 BOD Mg/ l 10 6 5 COD Mg/ l > 6 7,41 6 DO Mg/ l 0,2 0,138 7 PO4 Mg/ l 10 1,38 8 NO3 Mg/ l 0,1 0,013 9 Deterjen Mg/ l 0,01 < 0.0001 10 Cd Mg/ l 0,3 0,2313 11 Fe JML/100 ML 500 2100 12 Total Koli Sumber: BLH Provinsi Bali (2014) *) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007 2 26,5 28,2 6,62 4,08 12 6,78 0,169 3,06 0,018 < 0.0001 0,2432 4600 Tukad Badung Lokasi Sampling*) 3 4 26,8 28,9 40,5 32,2 7,02 6,60 7,89 9,16 19 23 4,89 4,02 0,297 0,399 4,26 6,92 0,029 0,072 < 0.0001 < 0.0001 0,2541 0,2972 7500 24000 5 28,7 14,1 6,72 9,27 23 3,93 0,411 5,83 0,069 < 0.0001 0,2015 9500 6 29,5 11,3 6,69 8,46 20 2,96 0,407 4,93 0,072 < 0.0001 0,2772 7500 3-38 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT BAB IV HASIL INVENTARISASI 4.1 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN DOMESTIK Sumber-sumber yang berasal dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi berikut ini dapat dibedakan menjadi: Emisi polutan yang berasal dari proses sanitasi dan pencucian Emisi lainnya yang berkaitan dengan kepadatan penduduk, misalnya dari proses korosi, dan pemeliharaan hewan. Emisi ke air dari proses sanitasi dan penggunaan produk permbersih, emisi-emisi dari sampah padat (termasuk lindi ) secara umum dapat menyebabkan masalah-masalah lingkungan lewat kontaminasi sumber air permukaan dan air tanah. Pencemar air yang terlibat mungkin bervariasi dari limbah organik sampai organik sintetis dan logam berat, bergantung pada proses pencucian dan sifat-sifat dari lindi sampah padat. Pencemaran air dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi umumnya digolongkan sebagai sumber pencemar air tak tentu. Hal ini karena dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi dapat menjadi sumber pencemar air khususnya pada tingkat lokal. Akan tetapi, sumber-sumber individual terlalu kecil atau terlalu banyak untuk diidentifikasi dan diukur sebagai sumber pencemar air tertentu yang terpisah dalam inventarisasi. Dengan demikian, dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi yang secara khusus berasal dari sekumpulan kegiatan individu dalam suatu daerah, secara umum digolongkan sebagai sumber pencemar air tak tentu (diffused sources) dalam inventarisasi sumber pencemar air. Penduduk yang bermukim di daerah tangkapan air (DTA) kawasan Teluk Benoa pada umumnya termasuk komunitas perkotaan (urban), kecuali di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal dikategorikan semi-perkotaan (semi-urban). Penduduk di desadesa Kecamatan Mengwi yang termasuk ke dalam DTA kawasan Teluk Benoa termasuk 4-1 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT kawasan perkotaan Mangupura, sedangkan di Kecamatan lainnya termasuk kawasan perkotaan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Penduduk di kawasan ini mempunyai sistem sanitasi yang baik. Limbah-limbah domestik dan hotel di Denpasar Utara, Denpasar Selatan dan Denpasar Barat serta di Kecamatan Kuta dilayani oleh sistem perpipaan terpusat melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Suwung. Sedangkan di wilayah lainnya dilakukan dengan sistem setempat. Penduduk yang belum terlayani jaringan sanitasi perpipaan, mengolah limbahnya dengan septic tank. Potensi beban pencemaran sumber tidak tetap dari kegiatan domestik yang dianalisis terdiri dari paramter TSS, BOD, COD, minyak dan lemak, deterjen, NH4, NO3, PO4, NO2 Total N, Total P dan koli tinja disajikan pada Tabel 4.1. Potensi beban pencemaran yang sangat besar yaitu TSS, BOD, COD, Amonia, Total N dan koli tinja. Potensi beban pencemaran Total Suspended Solids (TSS) sebesar 2717,95 ton/tahun, Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebesar 2861,00 ton/tahun, Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 3933,87 ton/tahun, amonium (NH4) sebesar 128,74 ton/tahun, total N sebesar 139,23 ton/tahun dan koli tinja 2,15E+16 Jml/tahun. Potensi beban pencemaran setiap parameter menurut daerah tangkapan air menunjukkan bahwa DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji dan DTA Tukad Mati merupakan DTA penyumbang beban pencemaran terbesar yaitu mencapai 89,62%. DTA Tukad Badung menyumbang beban pencemaran tertinggi yaitu 45,00%, disusul dari DTA Tukad Buaji sebesar 25,66% dan dari DTA Tukad Mati sebesar 18,95%. Sementara potensi beban pencemaran dari DTA lainnya sebesar 10,38%, terbagi menurut DTA dengan rata-rata kurang dari 5% di setiap DTA (Gambar 4.1). Tabel 4.1 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan Badung Buaji PBP Domestik menurut Daerah Tangkapan Air (Ton/Tahun) Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Bualu Jumlah 1 2 TSS BOD Ton/Tahun Ton/Tahun 1223,03 1287,40 697,56 734,27 67,04 70,57 13,82 14,55 515,17 542,29 42,53 44,77 108,80 114,53 49,99 52,63 2717,95 2861,00 3 4 COD M&L Ton/Tahun Ton/Tahun 1770,17 39,27 1009,63 22,40 97,03 2,15 20,00 0,44 745,64 16,54 61,56 1,37 157,48 3,49 72,36 1,61 3933,87 87,26 5 6 Deterjen NH4 Ton/Tahun Ton/Tahun 6,08 57,93 3,47 33,04 0,33 3,18 0,07 0,65 2,56 24,40 0,21 2,01 0,54 5,15 0,25 2,37 13,52 128,74 7 8 NO2 NO3 Ton/Tahun Ton/Tahun 0,065 0,323 0,037 0,184 0,004 0,018 0,001 0,004 0,027 0,136 0,002 0,011 0,006 0,029 0,003 0,013 0,14 0,72 9 10 Total N PO4 Ton/Tahun Ton/Tahun 62,76 5,47 35,80 3,12 3,44 0,30 0,71 0,06 26,44 2,30 2,12 0,19 5,41 0,49 2,57 0,22 139,23 12,16 11 Total P Ton/Tahun 6,76 3,85 0,37 0,08 2,85 0,24 0,60 0,28 15,02 12 Koli Tinja Jml/Tahun 9,69E+15 5,51E+15 5,29E+14 1,09E+14 4,07E+15 3,35E+14 8,58E+14 3,94E+14 2,15E+116 Sumber: Hasil analisis 4-2 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Sama Bualu Tuban 4.00% 1.84% 1.56% Mati 18.95% Badung 45.00% Serangan 0.51% Ngenjung 2.47% Buaji 25.66% Gambar 4.1 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu di Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa 4.2 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN PERTANIAN Sumber utama pencemar air yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah : Penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Kandungan nutrien dalam pupuk menyebabkan proses eutrofikasi pada air permukaan, akumulasi nitrat dalam air tanah, pengasaman tanah, dan N2O (gas yang juga menyebabkan efek rumah kaca). Air lindi yang mengandung nitrat yang mencemari air tanah dan air permukaan juga mengancam ketersediaan sumber air minum. Nitrogen dan Fosfat yang terbawa menuju air permukaan menyebabkan eutrofikasi pada danau, sungai, dan perairan dangkal. Penggunaan limbah organik sebagai pupuk, seperti rabuk (pupuk kandang) dan lumpur pembuangan (sewage sludge), juga menyebabkan akumulasi logam berat dalam tanah. Pestisida, herbisida, dan senyawa agrokimia lainnya (khususnya jenis organoklorin) terbawa angin atau air, dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi zat beracun dalam air permukaan dan tanah. Pestisida yang tidak terurai dengan mudah atau hilang melalui penguapan atau adsorpsi dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan jangka panjang. Pestisida-pestisida dan metabolitnya juga dapat berpindah ke dalam sistem air tanah, yang kemudian mencemari sumber-sumber air minum pada saat ini dan dimasa mendatang. Pestisida juga dapat mempengaruhi makhluk hidup non-target seperti serangga penyerbukan dan pemangsa parasit dan hama alami, dengan demikian akan mengganggu mekanisme pengaturan alami. Masalah lainnya adalah terbentuknya resistansi dari hama pengganggu terhadap pestisida tertentu yang dapat menyebabkan siklus penggunaan dosis pestisida yang lebih tinggi. Pencemaran air yang sangat buruk sering berasal dari pembuangan limbah organik (padatan, bahan organik yang menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, dan mikroorganisme) yang dihasilkan dari proses pemanenan hasil pertanian atau limbah peternakan. 4-3 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Pencemaran air yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian dikategorikan sebagai sumber pencemar air tak tentu karena berasal dari kumpulan beberapa kegiatan individual secara periodik dan jumlahnya terlalu banyak untuk diidentifikasi sebagai sumber-sumber pencemar air tertentu dalam inventarisasi. Kegiatan-kegiatan ini meliputi penggunaan senyawa agrokimia dan pemupukan/perabukan. Kegiatan pertanian sebagai sumber pencemar air tak tentu memberikan kontribusi yang berarti pada pencemar air secara nasional, khususnya di daerahdaerah yang menggunakan senyawa agrokimia dan teknik produksi pertanian modern secara luas. Di daerah dimana produksi pertanian dilakukan secara intensif, penggunaan senyawa agrokimia seperti pestisida, herbisida, dan pupuk kimia dapat menyebabkan beban pencemaran yang berarti pada sumber air melalui aliran larian (runoff) yang mengandung residu bahan-bahan tersebut. Eutrofikasi merupakan fenomena yang secara luas mempengaruhi sumber air yang telah menerima senyawa Nitrat dan Fosfat. Pada daerah-daerah dimana kegiatan peternakan dilakukan secara intensif, biasanya merupakan sumber utama pencemar air yang umum seperti padatan, BOD, nutrien, dan mikroorganisme. Perkiraan kasar tingkat pencemaran air dari kegiatan pertanian dapat diperoleh berdasarkan data primer produksi dan data penggunaan agrokimia yang meliputi antara lain informasi jenis dan jumlah hasil panen, komposisi dan volume pestisida dan pupuk yang digunakan, dan jumlah ternak. Untuk menentukan tingkat pencemar berdasarkan data primer, tingkat kebutuhan tenaga dan waktu sebaiknya diperlunak. Akan tetapi, karena metoda ini mengkaji hanya cakupan geografis yang terbatas dan tidak menyajikan kekhususan dari kategori pencemar air, digunakan terbatas untuk tujuan inventarisasi yang sangat umum. Potensi beban pencemaran sumber tidak tentu dari kegiatan pertanian meliputi pertanian sawah, tegal dan perkebunan. Beban pencemaran berasal dari sawah berupa jerami padi yang membusuk, sedangkan dari perkebunan dan tegalan berupa humus yang terkikis. Besaran potensi beban pencemaran air dari kegiatan pertanian di DTA kawasan Teluk Benoa untuk parameter BOD, Total N, Total P, TSS dan Pestisida disajikan pada Tabel 4.2. Potensi beban pecemaran BOD mencapai 766,11 ton/tahun, masih lebih kecil dibandingkan potensi beban pencemaran oleh kegiatan domestik. Beban Total N dan Total P masing-masing 66,09 ton/tahun dan 19,95 ton/tahun, juga lebih rendah dari beban pencemaran dari kegiatan domestik. Potensi beban pencemaran TSS hanya 0,63 ton/tahun. Sedangkan besarnya potensi beban pencemaran pestisida mencapai 100,27 liter/tahun. Distribusi potensi beban pencemaran menurut DTA disajikan pada Tabel 4.3, Potensi beban pencemaran BOD, Total N dan pestisida sebagian besar berasal dari DTA Tukad Badung dimana di DTA ini kegiatan pertanian didominasi pertanian lahan basah (sawah). DTA Tukad Mati dan DTA Tukad Sama menyumbang potensi beban pencemaran Total P relatif tinggi dibandingkan DTA lainnya. Sedangkan potensi beban pencemaran TSS sebagian besar berasal dari DTA Tukad Sama. Pertanian lahan kering menyumbang beban pencemaran TSS yang lebih tinggi dibandingkan pertanian lahan basah. 4-4 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.2 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan Badung Buaji PBP Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air (Ton/Tahun) Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Bualu Jumlah 1 BOD Ton/Tahun 356,47 68,73 16,78 9,38 131,98 9,43 121,57 51,79 766,11 2 Total N Ton/Tahun 31,43 6,02 1,49 0,75 11,49 0,76 9,92 4,23 66,09 3 4 Total P TSS Ton/Tahun Ton/Tahun 2,67 0,09 3,01 0,03 0,75 0,00 0,38 0,02 5,75 0,07 0,38 0,02 4,96 0,28 2,12 0,12 19,95 0,63 5 Pestisida Liter/Tahun 54,36 10,19 2,67 0,75 18,91 0,81 8,85 3,73 100,27 Sumber: Hasil analisis Tabel 4.3 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Disrbusi Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pertanian menurut DTA (%) Badung 1 BOD 46,53 2 Total N 47,55 3 Total P 13,11 4 TSS 14,09 5 Pestisida 54,21 Sumber: Hasil analisis Buaji 8,97 9,11 15,09 4,19 10,16 Ngenjung Serangan 2,19 2,25 3,73 0,15 2,67 1,22 1,13 1,88 3,59 0,75 Mati 17,23 17,39 28,81 11,11 18,86 Tuban 1,23 1,15 1,90 3,36 0,81 Sama 15,87 15,01 24,86 44,61 8,83 Bualu 6,76 6,41 10,61 18,90 3,72 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Potensi beban pencemaran menurut parameter, DTA dan jenis kegiatan pertanian disajikan pada Tabel 4.4. Untuk beban pencemaran BOD sebesar 766,11 ton/tahun, sebesar 65,93% berasal dari lahan sawah, sisanya 30,74% dari tegal dan 3,33% dari perkebunan. Untuk beban pencemaran BOD sebesar 766,11 ton/tahun, sebesar 65,93% berasal dari lahan sawah, sisanya 30,74% dari tegal dan 3,33% dari perkebunan. Beban pencemaran BOD dari sawah, sesuai dengan luas lahan sawah, terbesar berasal dari DTA Tukad Badung. Untuk beban pencemaran Total N sebesar 66,09 ton/tahun, sebesar 67,94% berasal dari lahan sawah, sisanya 28,51% dari tegal dan 3,56% dari perkebunan. Beban pencemaran BOD dan Total N dari sawah, sesuai dengan luas lahan sawah, terbesar berasal dari DTA Tukad Badung. Beban pencemaran Total P sebesar 19,95 ton/tahun, sebesar 51,09% berasal dari lahan sawah dan 43,01% dari tegal dan sisanya 5,89% dari perkebunan. Beban pencemaran TSS sebesar 0,63 ton/tahun, sebesar 90,29% berasal dari lahan tegal dan sisanya 6,51% dari perkebunan dan 3,23% dari sawah. Beban pencemaran Total P dan TSS paling banyak berasal dari DTA Tukad Sama. Sementara itu, beban pencemaran pestisida sebesar 100,27 liter/tahun dimana 80,60% berasal dari kegiatan pertanian sawah, sisanya 18,79% dari tegal dan 0,61% dari perkebunan. Kegiatan pertanian padi sawah umumnya intensif menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Beban pencemaran pestisida ini sebagian besar berasal dari DTA Tukad Badung (54,21%). 4-5 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.4 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sawah 1 Badung 324,45 2 Buaji 58,73 3 Ngenjung 16,65 4 Serangan 0 5 Mati 104,63 6 Tuban 0,68 7 Sama 0 8 Bualu 0 Jumlah 505,13 Sumber: Hasil analisis BOD (Ton/Tahun) Tegal Perkebunan 30,00 2,02 9,88 0,13 0,13 0 9,38 0 27,00 0,36 8,75 0,00 106,00 15,57 44,38 7,41 235,50 25,48 Jumlah 356,47 68,73 16,78 9,38 131,98 9,43 121,57 51,79 766,11 Sawah 28,84 5,22 1,48 0 9,3 0,06 0 0 44,90 Total N (Ton/Tahun) Tegal Perkebunan 2,4 0,186 0,79 0,012 0,01 0 0,75 0 2,16 0,033 0,7 0 8,48 1,437 3,55 0,684 18,84 2,35 Jumlah 31,426 6,022 1,49 0,75 11,493 0,76 9,917 4,234 66,09 Tabel 4.4 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan) No DTA Sawah 1 Badung 2,16 2 Buaji 2,61 3 Ngenjung 0,74 4 Serangan 0 5 Mati 4,65 6 Tuban 0,03 7 Sama 0 8 Bualu 0 Jumlah 10,19 Sumber: Hasil analisis Total P (Ton/Tahun) Tegal Perkebunan 0,36 0,09 0,40 0,01 0,01 0 0,38 0 1,08 0,02 0,35 0,00 4,24 0,72 1,78 0,34 8,58 1,18 Jumlah 2,62 3,01 0,75 0,38 5,75 0,38 4,96 2,12 19,95 Sawah 0,013 0,002 0,001 0 0,004 0,000 0 0 0,020 TSS (Ton/Tahun) Tegal Perkebunan 0,072 0,003 0,024 0,000 0,000 0 0,023 0 0,065 0,001 0,021 0 0,254 0,025 0,107 0,012 0,565 0,041 Jumlah 0,088 0,026 0,001 0,023 0,070 0,021 0,279 0,118 0,626 Tabel 4.4 Potensi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan) No 1 2 3 4 5 6 7 8 DTA Badung Buaji Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Bualu Jumlah Sumber: Hasil analisis Sawah 51,91 9,40 2,66 0 16,74 0,11 0 0 80,82 Pestisida (Liter/Tahun) Tegal Perkebunan 2,40 0,05 0,79 0,00 0,01 0 0,75 0 2,16 0,01 0,70 0,00 8,48 0,37 3,55 0,18 18,84 0,61 Jumlah 54,36 10,19 2,67 0,75 18,91 0,81 8,85 3,73 100,27 4-6 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 4.3 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN PETERNAKAN Produksi rabuk (pupuk kandang) dari kegiatan peternakan prinsipnya merupakan sebuah komponen dari siklus nutrien keseluruhan dan keseimbangan dalam sistem pertanian. Akan tetapi, apabila kegiatan peternakan terdapat pada skala industri, pencemar amonia, nitrogen, dan fosfor ke air dan tanah dari limbah peternakan dapat menyebabkan masalah lingkungan. Pencemar amonia, khususnya terkonversi menjadi asam nitrat setelah terjadi deposisi atmosferik dan konversi mikroorganisme dalam tanah di daerah-daerah yang mengintensifkan kegiatan pertanian. Potensi beban pencemaran dari kegiatan peternakan yang diinventariwsasi yaitu BOD, COD, NO2, NO3, NH4, Total N, Total P dan Koli Total, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.5. Beban pencemaran BOD mencapai 2.229,91 ton/tahun, COD sebesar 5460,65 ton/tahun, NO3 sebesar 1,392 ton/tahun, NH4 sebesar 4,775 ton/tahun, Total N sebesar 7,261 ton/tahun, Total P sebesar 1,329 ton/tahun dan Koli Total sebanyak 1,2E+13 Jml/tahun. Tabel 4.5 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan PBP Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air (Ton/Tahun) Badung Buaji Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Bualu Jumlah 1 BOD Ton/Tahun 953,12 397,77 43,71 61,20 349,43 28,90 257,72 138,06 2229,91 2 3 COD NO2 Ton/Tahun Ton/Tahun 2334,41 0 975,01 0 107,36 0 150,02 0 854,52 0 70,61 0 630,90 0 337,82 0 5460,65 0 4 5 NO3 NH4 Ton/Tahun Ton/Tahun 0,596 2,108 0,250 0,839 0,029 0,130 0,038 0,130 0,217 0,734 0,018 0,055 0,160 0,510 0,085 0,269 1,392 4,775 6 7 Total N Total P Ton/Tahun Ton/Tahun 3,173 0,566 1,284 0,225 0,182 0,027 0,199 0,033 1,121 0,237 0,087 0,018 0,794 0,145 0,421 0,079 7,261 1,329 8 Koli Total Jml/Tahun 1,2E+13 1,4E+13 6,7E+09 1,1E+09 4,7E+11 2,2E+12 1,0E+12 3,0E+13 1,2E+13 Sumber: Hasil analisis Distribusi potensi beban pencemaran menurut DTA disajikan pada Tabel 4.6, Potensi beban pencemaran dari kegiatan peternakan sebagian besar dari DTA Tukad Badung untuk semua parameter. Sumbangan beban pencemaran dari kegiatan peternakan di DTA Tukad Badung untuk setiap parameter berkisar 43,34% sampai 44,14%. Kontribusi terbesar kedua adalah DTA Tukad Buaji dan ketiga dari DTA Tukad Mati. Tabel 4.6 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Disrbusi Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Peternakan menurut DTA (%) Badung 42,74 42,75 2 COD 42,83 3 NO3 44,14 4 NH4 43,71 5 Total N 42,34 6 Total P 42,66 7 Koli Total Sumber: Hasil analisis 1 BOD Buaji 17,84 17,86 17,93 17,57 17,68 16,88 17,46 Ngenjung Serangan 1,96 1,97 2,07 2,71 2,50 2,07 2,01 2,74 2,75 2,76 2,73 2,74 2,56 2,61 Mati 15,67 15,65 15,56 15,37 15,44 17,82 16,93 Tuban 1,30 1,29 1,27 1,16 1,20 1,40 1,28 Sama 11,56 11,55 11,48 10,67 10,94 10,92 11,07 Bualu 6,19 6,19 6,13 5,63 5,79 6,00 5,97 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 4-7 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Potensi beban pencemaran menurut parameter, DTA dan jenis ternak disajikan pada Tabel 4.7 sampai Tabel 4.13. Beban pencemaran BOD sebesar 2.229,91 ton/tahun dimana menurut jenis ternak disumbang terbesar oleh ternak babi dan sapi yaitu masingmasing 52,74% dan 41,05%. Distribusi beban pencemaran yang disumbang oleh babi terbanyak di DTA Tukad Badung, disusl DTA tukad Buaji di urutan kedua dan DTA Tukad Mati di urutan ketiga. Sedangkan beban pencemaran BOD oleh ternak sapi tertinggi di DTA Tukad Badung, disusul DTA Tukad Mati di urutan kedua, DTA Tukad Sama di urutan ketiga dan DTA Tukad Buaji di urutan keempat. Pola distribusi beban pencemaran COD serupa dengan BOD dimana ternak babi dan sapi sebagai penyumbang terbesar dan menurut wilayahnya terbesar dari DTA Tukad Badung. Beban pencemaran COD oleh ternak babi terbanyak kedua berasal dari DTA Tukad Buaji. Ternak babi dan sapi juga sebagai penyumbang terbesar pada beban pencemaran NO3, NH4, Total N, Total P dan Koli Total dengan distribusi terbesarnya berasal dari DTA Tukad Badung, Tukad Mati dan Tukad Buaji. Tabel 4.7 Potensi Beban Pencemaran BOD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi Badung 298,43 Buaji 113,55 Ngenjung 15,14 Serangan 60,11 Mati 182,64 Tuban 15,27 Sama 175,05 Bualu 55,18 Jumlah 915,38 Sumber: Hasil analisis 1 2 3 4 5 6 7 8 Potensi Beban Pencemaran BOD (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 598,72 0,15 0,49 3,71 47,89 3,72 273,77 0 0 0,79 8,15 1,51 26,51 0 0 1,00 1,03 0,03 0,00 0 0 0,13 0,93 0,03 122,68 0 0 2,28 38,16 3,66 10,36 0 0 0,05 3,21 0,01 69,94 0 0 0,02 12,64 0,08 74,17 0 0 0,00 8,63 0,08 1176,15 0,15 0,49 7,98 120,65 9,11 Jumlah 953,12 397,77 43,71 61,20 349,43 28,90 257,72 138,06 2229,91 Tabel 4.8 Potensi Beban Pencemaran COD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi Badung 1 731,77 Buaji 2 278,43 Ngenjung 3 37,13 Serangan 4 147,40 Mati 5 447,85 Tuban 6 37,44 Sama 7 429,23 Bualu 8 135,30 Jumlah 2244,55 Sumber: Hasil analisis Potensi Beban Pencemaran COD (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 1468,09 0,39 1,22 10,11 113,44 9,39 671,31 0,00 0,00 2,15 19,31 3,82 64,99 0,00 0,00 2,72 2,45 0,06 0,00 0,00 0,00 0,35 2,21 0,07 300,83 0,00 0,00 6,22 90,38 9,24 25,42 0,00 0,00 0,14 7,60 0,01 171,49 0,00 0,00 0,04 29,94 0,20 181,87 0,00 0,00 0,00 20,45 0,19 2883,99 0,39 1,22 21,73 285,79 22,97 Jumlah 2334,41 975,01 107,36 150,02 854,52 70,61 630,90 337,82 5460,65 4-8 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.9 Potensi Beban Pencemaran NO3 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi 0,187 Badung 0,071 Buaji 0,010 Ngenjung 0,038 Serangan 0,115 Mati 0,010 Tuban 0,110 Sama 0,035 Bualu 0,575 Jumlah Sumber: Hasil analisis 1 2 3 4 5 6 7 8 Potensi Beban Pencemaran NO3 (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 0,376 0,000 0,000 0,008 0,022 0,002 0,172 0 0 0,002 0,004 0,001 0,017 0 0 0,002 0,000 0,000 0,000 0 0 0,000 0,000 0,000 0,077 0 0 0,005 0,018 0,002 0,007 0 0 0,000 0,001 0,000 0,044 0 0 0,000 0,006 0,000 0,047 0 0 0 0,004 0,000 0,738 0,000 0,000 0,018 0,056 0,005 Jumlah 0,596 0,250 0,029 0,038 0,217 0,018 0,160 0,085 1,392 Tabel 4.10 Potensi Beban Pencemaran NH4 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi Badung 1 0,620 Buaji 2 0,236 Ngenjung 3 0,031 Serangan 4 0,125 Mati 5 0,379 Tuban 6 0,032 Sama 7 0,364 Bualu 8 0,115 Jumlah 1,902 Sumber: Hasil analisis Potensi Beban Pencemaran NH4 (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 1,244 3,1E-05 8,3E-02 1,6E-01 1,5E-06 1,3E-03 0,569 0 0 0,034 0,000 0,001 0,055 0 0 0,043 0,000 0,000 0,000 0 0 0,006 0,000 0,000 0,255 0 0 0,098 0,000 0,001 0,022 0 0 0,002 0,000 0,000 0,145 0 0 0,001 0,000 0,000 0,154 0 0 0 3,1E-08 2,6E-05 2,444 0,000 0,083 0,343 0,000 0,003 Jumlah 2,108 0,839 0,130 0,130 0,734 0,055 0,510 0,269 4,775 Tabel 4.11 Potensi Beban Pencemaran Total N dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi Badung 1 0,954 Buaji 2 0,363 Ngenjung 3 0,048 Serangan 4 0,192 Mati 5 0,584 Tuban 6 0,049 Sama 7 0,559 Bualu 8 0,176 Jumlah 2,925 Sumber: Hasil analisis Potensi Beban Pencemaran Total N (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 1,913 0,002 0,083 0,177 0,041 0,004 0,875 0 0 0,038 0,007 0,002 0,085 0 0 0,048 0,001 0,000 0 0 0 0,006 0,001 0,000 0,392 0 0 0,109 0,032 0,004 0,033 0 0 0,002 0,003 0,000 0,223 0 0 0,001 0,011 0,000 0,237 0 0 0,000 0,007 0,000 3,758 0,002 0,083 0,380 0,102 0,010 Jumlah 3,173 1,284 0,182 0,199 1,121 0,087 0,794 0,421 7,261 4-9 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.12 Potensi Beban Pencemaran Total P dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi Badung 0,156 Buaji 0,059 Ngenjung 0,008 Serangan 0,031 Mati 0,096 Tuban 0,008 Sama 0,092 Bualu 0,029 Jumlah 0,480 Sumber: Hasil analisis 1 2 3 4 5 6 7 8 Potensi Beban Pencemaran Total P (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 0,314 0,000 0,001 0,013 0,061 0,021 0,143 0 0 0,003 0,010 0,009 0,014 0 0 0,003 0,001 0,000 0 0 0 0,000 0,001 0,000 0,064 0 0 0,008 0,049 0,021 0,005 0 0 0,000 0,004 0,000 0,037 0 0 0,000 0,016 0,000 0,039 0 0 0,000 0,011 0,000 0,616 0,000 0,001 0,027 0,153 0,052 Jumlah 0,566 0,225 0,027 0,033 0,237 0,018 0,145 0,079 1,329 Tabel 4.13 Potensi Beban Pencemaran Koli Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No DTA Sapi Badung 1 3,78E+12 Buaji 2 1,44E+12 Ngenjung 3 1,92E+11 Serangan 4 7,62E+11 Mati 5 2,31E+12 Tuban 6 1,93E+11 Sama 7 2,22E+12 Bualu 8 6,99E+11 Jumlah 1,16E+13 Sumber: Hasil analisis Potensi Beban Pencemaran Total P (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak Babi Kerbau Kuda Kambing Ayam Itik 7,6E+12 6,72E+09 1,10E+09 2,18E+11 8,73E+11 4,23E+11 3,5E+12 0 0 4,62E+10 1,49E+11 1,72E+11 335,9E+9 0 0 5,86E+10 1,88E+10 2,86E+09 0 0 0 7,51E+09 1,70E+10 2,99E+09 1,55E+12 0 0 1,34E+11 6,95E+11 4,16E+11 1,31E+11 0 0 2,96E+09 5,84E+10 6,38E+08 8,86E+11 0 0 9,06E+08 2,30E+11 8,94E+09 9,40E+11 0 0 0 1,57E+11 8,76E+09 1,49E+13 6,72E+09 1,10E+09 4,68E+11 2,20E+12 1,03E+12 Jumlah 1,29E+13 5,27E+12 6,08E+11 7,89E+11 5,11E+12 3,87E+11 3,34E+12 1,81E+12 3,02E+13 4.4 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN AKOMODASI PARIWISATA Jumlah kamar akomodasi pariwisata di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa tahun 2014 adalah 30.759 kamar, terdiri atas 16.376 kamar hotel bintang, 12.950 kamar hotel melati dan 1.433 kamar pondok wisata. Rata-rata tingkat hunian kamar akomodasi pariwisata di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung tahun 2014 yaitu hotel bintang 60,77%, hotel melati 47,16% dan pondok wisata 26,11%. Potensi beban pencemaran dari akomodasi pariwisata menurut kelasnya disajikan pada Tabel 4.14. Potensi beban pencemaran kegiatan akomodasi pariwisata yang relatif besar yaitu TSS, COD, BOD dan koli tinja. Potensi beban pencemaran TSS mencapai 228,011 ton/tahun, BOD sebesar 240,012 ton/tahun, COD sebesar 330,016 ton/tahun dan koli tinja sebanyak 1,8E+15 Jml/tahun. Akomodasi hotel bintang menyumbang 60,57% dari total beban pencemaran, sisanya dari hotel melati sebesar 37,15% dan pondok wisata 2,28%. 4-10 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.14 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata menurut Kelasnya di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan 1 TSS Ton/Tahun 2 BOD Ton/Tahun 3 COD Ton/Tahun 4 M&L Ton/Tahun 5 Deterjen Ton/Tahun 6 NH4 Ton/Tahun 7 NO2 Ton/Tahun 8 NO3 Ton/Tahun 9 Total N Ton/Tahun 10 PO4 Ton/Tahun 11 Total P Ton/Tahun 12 Koli Tinja Jml/Tahun Sumber: Hasil analisis Bintang 138,114 145,383 199,902 4,434 0,687 6,542 0,062 0,007 7,087 0,036 0,763 1,1E+15 PBP menurut Kelas Hotel Melati PW 84,707 5,190 89,165 5,463 122,602 7,511 2,720 0,167 0,421 0,026 4,012 0,246 0,038 0,002 0,004 0,000 4,347 0,266 0,022 0,001 0,468 0,029 6,7E+14 4,1E+13 Jumlah 228,011 240,012 330,016 7,320 1,134 10,801 0,102 0,012 11,701 0,060 1,260 1,8E+15 Distribusi potensi beban pencemaran menurut daerah tangkapan air disajikan pada Tabel 4.15. Dari delapan DTA di kawasan ini, potensi beban pencemaran tersebar pada enam DTA dimana di DTA Ngenjung dan DTA Serangan tidak merupakan sumber pencemaran dari kegiatan akomodasi pariwisata. Distribusi potensi beban pencemaran bersumber tidak tentu dari kegiatan akomodasi pariwisata cenderung terkonsentrasi di DTA Tukad Mati dengan sumbangan sebesar 68,51%. Hal ini karena terkonsentrasinya fasilitas akomodasi di DTA Tukad Mati baik hotel bintang, hotel melati dan pondok wisata. DTA ini mencakup kawasan pariwisata yang sangat maju yaitu Kawasan Pariwisata Kuta dan Kawasan Pariwisata Tuban. DTA Tukad Badung menyumbang beban pencemaran sebesar 6,50%. Beban pencemaran di DTA ini 89,57% berasal dari hotel melati dan sisanya dari hotel bintang dan pondok wisata. DTA Tukad Buaji menyumbang beban pencemaran sebesar 2,28%, terutamanya berasal dari hotel melati yaitu sebesar 98,25% dan sisanya dari pondok wisata. Potensi beban pencemaran kegiatan akomodasi pariwisata di DTA Tukad Mati sebagian besar (65,66%) berasal dari hotel bintang. Hotel bintang di DTA ini tersebar di Kuta, Legian, Seminyak dan Kerobokan Kelod. Sementara itu, DTA Tuban menyumbang beban pencemaran sebesar 8,55% dimana 58,51% dari hotel melati, 39,93% dari hotel bintang dan sisanya dari pondok wisata. DTA Bualu menyumbang beban pencemaran yang signifikan di kawasan Teluk Benoa yaitu sebesar 10,28% Potensi beban pencemaran dari akomodasi pariwisata di DTA ini terdapat di Tanjung Benoa, Bualu, Terora dan sekitarnya. Sedangkan akomodasi di kawasan BTDC tidak termasuk daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa. Potensi beban pencemaran di DTA ini didominasi oleh hotel bintang yaitu dengan share 89,31%, sisanya dari hotel melati 9,69% dan pondok wisata 1,01%. Beban pencemaran dari DTA Tukad Sama dari kegiatan akomodasi pariwisata berasal dari akomodasi pariwisata di Jimbaran dan Mumbul. Sumbangannya sebesar 3,89% dimana hotel bintang merupakan penyumbang terbesar yaitu mencapai 62,01%, sisanya hotel melati 34,10% dan pondok wisata 3,88%. 4-11 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.15 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan Badung PBP Akomodasi Pariwisata menurut Daerah Tangkapan Air Ngenjung Serangan Mati Tuban Sama Buaji Jumlah Bualu 1 TSS Ton/Tahun 14,82 5,19 0 0 156,22 19,49 8,86 23,43 228,01 2 BPD Ton/Tahun 15,60 5,47 0 0 164,44 20,51 9,33 24,67 240,01 3 4 COD M&L Ton/Tahun Ton/Tahun 21,45 0,48 7,52 0,17 0 0 0 0 226,11 5,02 28,20 0,63 12,83 0,28 33,92 0,75 330,02 7,32 5 6 Deterjen NH4 Ton/Tahun Ton/Tahun 0,07 0,70 0,03 0,25 0 0 0 0 0,78 7,40 0,10 0,92 0,04 0,42 0,12 1,11 1,13 10,80 7 8 NO2 NO3 Ton/Tahun Ton/Tahun 0,007 0,001 0,002 0,000 0 0 0 0 0,070 0,008 0,009 0,001 0,004 0,000 0,010 0,001 0,10 0,01 9 10 Total N PO4 Ton/Tahun Ton/Tahun 0,76 0,00 0,27 0,00 0 0 0 0 8,02 0,04 1,00 0,01 0,45 0,00 1,20 0,01 11,70 0,06 11 12 Total P Koli Tinja Ton/Tahun Jml/Tahun 0,08 1,17E+14 0,03 4,10E+13 0 0 0 0 0,86 1,23E+15 0,11 1,54E+14 0,05 7,00E+13 0,13 1,85E+14 1,26 1,80E+15 Sumber: Hasil analisis Sama 3.89% Tuban 8.55% Badung 6.50% Bualu 10.28% Buaji 2.28% Ngenjung 0.00% Serangan 0.00% Mati 68.51% Gambar 4.2 Distribusi Potensi Beban Pencemaran menurut Daerah Tangkapan Air Tabel 4.16 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan Badung Buaji Bintang Melati PW Jumlah Bintang Melati PW Jumlah 1 TSS Ton/Tahun 1,332 13,272 0,214 14,817 0 5,102 0,091 5,193 2 BOD Ton/Tahun 1,402 13,970 0,225 15,597 0 5,371 0,095 5,466 3 COD Ton/Tahun 1,928 19,209 0,309 21,446 0 7,385 0,131 7,516 4 M&L Ton/Tahun 0,043 0,426 0,007 0,476 0 0,164 0,003 0,167 5 Deterjen Ton/Tahun 0,007 0,066 0,001 0,074 0 0,025 0,000 0,026 6 NH4 Ton/Tahun 0,063 0,629 0,010 0,702 0 0,242 0,004 0,246 7 NO2 Ton/Tahun 0,001 0,006 0,000 0,007 0 0,002 0,000 0,002 8 NO3 Ton/Tahun 0,000 0,001 0,000 0,001 0 0,000 0,000 0,000 9 Total N Ton/Tahun 0,068 0,681 0,011 0,760 0 0,262 0,005 0,266 10 PO4 Ton/Tahun 0,000 0,003 0,000 0,004 0 0,001 0,000 0,001 11 Total P Ton/Tahun 0,007 0,073 0,001 0,082 0 0,028 0,001 0,029 12 Koli Tinja Jml/Tahun 1,05E+13 1,05E+14 1,69E+12 1,17E+14 0E+00 4,0E+13 7,1E+11 4,1E+13 Sumber: Hasil analisis 4-12 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Tabel 4.16 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan) No Parameter Satuan Mati Bintang Melati Tuban PW Jumlah Bintang Melati PW Jumlah 1 TSS Ton/Tahun 102,578 49,640 4,002 156,221 7,780 11,401 0,304 19,485 2 BOD Ton/Tahun 107,977 52,253 4,212 164,443 8,189 12,001 0,320 20,511 3 COD Ton/Tahun 148,469 71,848 5,792 226,109 11,260 16,502 0,440 28,202 4 M&L Ton/Tahun 3,293 1,594 0,128 5,016 0,250 0,366 0,010 0,626 5 Deterjen Ton/Tahun 0,510 0,247 0,020 0,777 0,039 0,057 0,002 0,097 6 NH4 Ton/Tahun 4,859 2,351 0,190 7,400 0,369 0,540 0,014 0,923 7 NO2 Ton/Tahun 0,046 0,022 0,002 0,070 0,003 0,005 0,000 0,009 8 NO3 Ton/Tahun 0,005 0,003 0,000 0,008 0,000 0,001 0,000 0,001 9 Total N Ton/Tahun 5,264 2,547 0,205 8,017 0,399 0,585 0,016 1,000 10 PO4 Ton/Tahun 0,027 0,013 0,001 0,041 0,002 0,003 0,000 0,005 11 Total P Ton/Tahun 0,567 0,274 0,022 0,863 0,043 0,063 0,002 0,108 12 Koli Tinja Jml/Tahun 8,10E+14 3,92E+14 3,16E+13 1,23E+15 6,1E+13 9,0E+13 2,4E+12 1,5E+14 Sumber: Hasil analisis Tabel 4.16 Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan) No Parameter Satuan Sama Bintang Melati Bualu PW 1 TSS Ton/Tahun 5,496 3,022 0,344 2 BOD Ton/Tahun 5,785 3,181 3 COD Ton/Tahun 7,954 4,374 4 M&L Ton/Tahun 0,176 5 Deterjen Ton/Tahun 6 NH4 7 8 Jumlah Bintang Melati PW Jumlah 8,862 20,929 2,270 0,235 23,434 0,362 9,328 22,030 2,389 0,248 24,667 0,498 12,826 30,292 3,285 0,341 33,917 0,097 0,011 0,285 0,672 0,073 0,008 0,752 0,027 0,015 0,002 0,044 0,104 0,011 0,001 0,117 Ton/Tahun 0,260 0,143 0,016 0,420 0,991 0,108 0,011 1,110 NO2 Ton/Tahun 0,002 0,001 0,000 0,004 0,009 0,001 0,000 0,010 NO3 Ton/Tahun 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,001 9 Total N Ton/Tahun 0,282 0,155 0,018 0,455 1,074 0,116 0,012 1,203 10 PO4 Ton/Tahun 0,001 0,001 0,000 0,002 0,006 0,001 0,000 0,006 11 Total P Ton/Tahun 0,030 0,017 0,002 0,049 0,116 0,013 0,001 0,130 12 Koli Tinja Jml/Tahun 4,3E+13 2,4E+13 2,7E+12 7,0E+13 1,7E+14 1,8E+13 1,9E+12 1,9E+14 Sumber: Hasil analisis 4.5 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU BERBAGAI KEGIATAN Potensi beban pencemaran total di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu meliputi kegiatan domestik, pertanian, peternakan dan akomodasi pariwisata disajikan pada Tabel 4.17. Potensi beban pencemaran TSS, minyak dan lemak, NH4, Total N, PO4, dan koli tinja menunjukkan bahwa kegiatan domestik menyumbang potensi beban pencemaran yang paling tinggi dibandingkan kegiatan lainnya. Sementara itu beban pencemaran BOD paling banyak disumbang oleh kegiatan domestik yaitu sebesar 46,92% akan tetapi peternakan juga menyumbang relatif tinggi yaitu sebesar 36,57% dari 6097,05 ton/tahun potensi beban pencemaran BOD. Kegiatan pertanian menyumbang BOD sebesar 12,57%, lebih tinggi dibandingkan kegiatan akomodasi pariwisata yang menyumbang sebesar 3,94%. Sedangkan untuk COD, 4-13 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT sumbangan terbesar dari kegiatan peternakan yaitu 56,15%, lebih tinggi dibandingkan dari kegiatan domestik yang menyumbang sebesar 40,45%. Sisanya disumbang dari kegiatan akomodasi pariwisata sebesar 3,39%. Tabel 4.17 Potensi Beban Pencemaran Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa No Parameter Satuan 1 TSS Ton/Tahun 2 BOD Ton/Tahun 3 COD Ton/Tahun 4 M&L Ton/Tahun 5 Deterjen Ton/Tahun 6 NH4 Ton/Tahun 7 NO2 Ton/Tahun 8 NO3 Ton/Tahun 9 Total N Ton/Tahun 10 PO4 Ton/Tahun 11 Total P Ton/Tahun 12 Koli Tinja Jml/Tahun 13 Pestisida Liter/Tahun Sumber: Hasil analisis Domestik 2717,95 2861,00 3933,87 87,26 13,52 128,74 0,14 0,72 139,23 12,16 15,02 2,15E+16 - Pertanian 0,63 766,13 66,09 20,02 100,27 Jenis Kegiatan Peternakan 2229,91 5460,65 4,77 0 1,39 7,26 1,33 3,02E+13 - Pariwisata 228,01 240,01 330,02 7,32 1,13 10,80 0,10 0,01 11,70 0,06 1,26 1,80E+15 - Jumlah 2946,59 6097,05 9724,53 94,58 14,65 144,32 0,25 2,12 224,29 12,22 37,63 2,33E+16 100,27 Beban pencemaran nitrit (NO2) terutama bersumber dari dua kegiatan yaitu domestik dan pariwisata dimana sumbangan masing-masingnya sebesar 58,42% dan 41,58%. Beban pencemaran nitrat (NO3) didominasi dari kegiatan peternakan dengan menyumbang sebesar 65,68% dari 2,12 ton/tahun dan sisanya berasal dari kegiatan domestik dengan sumbangan sebesar 33,80%. Sedangkan Total N terutama berasal dari kegiatan domestik dengan sumbangan sebesar 62,08% dan pertanian dengan sumbangan sebesar 29,47%. Beban pencemaran fosfat (PO4) sebanyak 12,22 ton/tahun dimana sangat dominan berasal dari kegiatan domestik yaitu 99,50%, sisanya sebesar 0,49% berasal dari akomodasi pariwisata. Sedangkan Total P sebesar 36,63 ton/tahun, sebagian besar (53,20%) dari kegiatan pertanian dan kedua sebesar 39,92% dari domestik. Beban pencemaran koli tinja sebanyak 2,33E+16 Jml/tahun, sebesar 92,15% dari kegiatan domestik, sedangkan dari kegiatan peternakan dan akomodasi pariwisata relatif kecil yaitu masing-masing 0,13% dan 7,72%. Selanjutnya potensi pencemaran pestisida hanya dari kegiatan pertanian dengan total potensi bebannya sebanyak 100,27 liter/tahun. 4-14 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari hasil studi inventarisasi sumber pencemar lingkungan pesisir dan laut yang berasal dari non point sources di kawasan Teluk Benoa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) 2) 3) Daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa meliputi wilayah yang relatif luas mencakaup 54 desa/kelurahan, 9 kecamatan dan 2 kabupaten/kota dengan luas 159,11 km2. Terdapat delapan daerah tangkapan air yang bermuara ke Teluk Benoa yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu. Morfologi daerah tangkapan air di kawasan Teluk Benoa dapat dibedakan atas dua unit topografi yaitu daerah dataran rendah dengan kemiringan landai (0-2%) di daerah bagian utara dan daerah berbukit dengan kemiringan hingga >40% di bagian selatan. Sungai-sungai yang mengalir ke Teluk Benoa yang secara langsung membawa input beban pencemaran ke dalam teluk terdiri atas sungai utama, sungai terbentuk dari saluran irigasi dan alur rawa dan sungai intermitten. Sungai utama yaitu Tukad Badung dan Tukad Mati. Tukad Badung mengalir di tengah Kota Denpasar dan berperanan penting dalam sistem jaringan drainase pusat Kota. Tukad Mati mengalir di perbatasan Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dan berperana penting dalam sistem jaringan dranase Denpasar bagian barat dan kawasan Kuta di Kabupaten Badung.. Sungai terbentuk dari saluran irigasi dan alur rawa yaitu Tukad Buaji, Tukad Pekaseh, Tukad Punggawa dan Tukad Ngenjung dimana sungai-sungai ini berperan penting sebagai sistem jaringan drainase pusat Kota Denpasar sampai ke daerah 5-1 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) huilir di Teluk Benoa. Sedangkan sungai intermiten yaitu Tukad Sama dan Tukad Bualu, mengalir di bagian selatan Teluk Benoa dan memberi kontribusi limpasan permukaan yang besar pada musim hujan. Penggunaan lahan di daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 terdiri dari sawah 2.244,51 ha (14,11%), tegal/kebun 1.883,63 ha (11,84%), perkebunan 784,70 ha (4,93%), pekarangan 8.849,22 ha (55,62%) dan lainnya (jalan, hutan, sungai lahan kosong, dll) 2.149,19 ha (13,51%). Dengan demikian, lahan terbangun di DTA ini mencapai 55,62%. Tingginya proporsi lahan terbangun karena DTA ini merupakan kawasan perkotaan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Bali dan pusat-pusat perekonomian daerah Bali. Penduduk yang bermukim di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa tahun 2013 berjumlah 785.200 orang. Kepadatan penduduknya rata-rata 4.935 orang/km 2, tergolong kepadatan penduduk sangat tinggi. Potensi beban pencemaran Total Suspended Solids (TSS) di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu sebanyak 2946,59 ton/tahun dimana 92,24% berasal dari kegiatan domestik. Potensi beban pencemaran Biochemical Oxygen Demand (BOD) di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu sebanyak 6097,05 ton/tahun dimana 46,92% berasal dari kegiatan domestik, 36,57% dari peternakan dan sisanya dari pertanian dan akomodasi pariwisata. Potensi beban pencemaran Chemical Oxygen Demand (COD) di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu sebanyak 9724,53 ton/tahun dimana 56,15% berasal dari kegiatan peternakan dan 40,45% dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan akomodasi pariwisata. Potensi beban pencemaran minyak dan lemak sebanyak 94,58 ton/tahun, 92,26% berasal dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan akomodasi pariwisata. Potensi beban pencemaran deterjen sebanyak 14,65 ton/tahun dimana 92,27% berasal dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan akomodasi pariwisata. Potensi beban pencemaran amonium (NH4) sebanyak 144,32 ton/tahun dimana 89,21% berasal dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan peternakan dan akomodasi pariwisata. Potensi beban pencemaran nitrit (NO2) sebanyak 0,25 ton/tahun, terutama bersumber dari dua kegiatan yaitu domestik dan pariwisata dimana sumbangan masing-masingnya sebesar 58,42% dan 41,58%. Potensi beban pencemaran nitrat (NO3) sebanyak 2,12 ton/tahun, didominasi dari kegiatan peternakan yaitu 65,68% dan sisanya dari kegiatan domestik sebesar 33,80%. Potensi beban pencemaran Total N sebanyak 224,29 ton/tahun, terutama berasal dari kegiatan domestik dengan sumbangan sebesar 62,08% dan pertanian dengan sumbangan sebesar 29,47%. Potensi beban pencemaran fosfat (PO4) sebanyak 12,22 ton/tahun dimana sangat dominan berasal dari kegiatan domestik yaitu 99,50%, sisanya sebesar 0,49% berasal dari akomodasi pariwisata. Potensi beban pencemaran Total P sebesar 36,63 ton/tahun, sebagian besar (53,20%) dari kegiatan pertanian dan kedua sebesar 39,92% dari domestik. 5-2 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT 17) Potensi beban pencemaran koli tinja sebanyak 2,33E+16 Jml/tahun, sebesar 92,15% dari kegiatan domestik, sedangkan dari kegiatan peternakan dan akomodasi pariwisata relatif kecil yaitu masing-masing 0,13% dan 7,72%. 18) Potensi beban pencemaran pestisida hanya dari kegiatan pertanian dengan total potensi bebannya sebanyak 100,27 liter/tahun. 5.2 SARAN Memperhatikan besarnya potensi beban pencemaran di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa yang berimplikasi terhadap kualitas lingkungan Teluk Benoa sebagai sebuah sistem ekologi yang kaya akan keanekaragaman hayati dan menopang berbagai kegiatan ekonomi masyarakat melalui perikanan dan pariwisata maka sebagai langkah tindak lanjut dari hasil studi ini disarankan sebagai berikut: 1) Pemerintah Provinsi Bali sesuai kewenangannya mendorong kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar dalam upaya pengendalian pencemaran yang berasal dari sumber tidak tetap. 2) Untuk menunjang program pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan, maka perlu dilanjutkan dengan studi penghitungan Daya Tampung Beban Pencemaran di Teluk Benoa. 3) Dalam rangka pengendalian beban pencemaran dan pengelolaan limngkungan melalui pendekatan daerah aliran sungai secara terintegrasi maka Pemerintah, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan para pemangku kepentingan terkait menyusun rencana dan strategi pengelolaan daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa dengan memperhatikan potensi beban pencemaran dan daya tampung beban pencemaran. 5-3 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT DAFTAR PUSTAKA Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Alabaster, J.S. and R. Lloyd. 1982. Water Criteria Quality for Freshwater Fish. 2nd edition. Butterworth Scientific. London (UK). Alerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. APHA. 1992. Standard methods for the examination of water and wastewater. 18th ed. American Public Health Association, Washington, DC. Anonimous, 2009. Pengolahan greenradio.fm. Limbah Deterjen dengan Biofilter. http://www. Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. http://.wordpress.com. Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Urburn University Agricultural Experiment Station. Alabama, USA. Boyles, W. 1997. The Science of Chemical Oxygen Demand. Technical Information Series, Booklet No. 9. Hach Company. Loveland, USA. Cotton, C. A. 1949. Classifikation and correlation of River Terrasces. Journal Geomorphology, Vol 3. New York: Grw Hill. Davis, M.L. and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York. Duce, R A. 2008. Impacts of Atmospheric Anthropogenic Nitrogen on the Open Ocean. Science. Vol 320. Dugan, P.R. 1972. Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum Press. New York. Edward dan M.S Tarigan. 2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fosfat Dan Nitrat di Laut Banda. Makara, Sains, Vol. 7, No. 2, Agustus 2003. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Fardiaz,S., 1995. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hadiukusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di perairan Cisadane. Makara, Sains, Vol. 12. No. 2 November 2008: 82-88. Hasan, 2006. Dampak Penggunaan Klorin. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7(1): 90-96. Issa, A.A. and M.A. Ismail. 1995. Effect of detergent on River Nile water microfora. Acta Hidrobiol. 37: 93-102. Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta 5-1 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT McNeely, R.N., V.P. Nelmanis and L. Dawyer. 1979. Water Quality Source Book. A Guide to Water Quality Parameter. Island Water Directorate, Water Quality Branch. Ottawa, Canada. Miller, G.T. 1992. Living in the Environment. Seventh edition. Wadswooth Publishing Company, California. Miller, G.T. 1972. Living in the Environment, Concepts, Problems and Alternatives. Wadswooth Publishing Company, California. Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag. New York. Mulyanto., H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Second edition. Longman Scientific and Technical. New York. Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering—Treatment, Disposal, and Reuse. 3rd ed. McGraw-Hill Publishing Company, New York, New York. (DCN 00213) McNeely, R.N., V.P. Nelmanis and L. Dwyer. 1979. Water Quality Source Book, A Guide to Water Quality Parameter. Inland Waters Directorate, Water Quality Branch, Ottawa. Canada. Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag. New York. Penn, M.R., J.J. Pauer and J.R. Mihelcik. 2011. Biochemical Oxygen Demand. Environmental and Ecological Chemistry, Vol. II. Encyclopedia of Live Support System (EOLSS). Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standard for Tropical Countries. AIT. London. Polprasert, C. 1989. Organic Waste Recycling. John Wiley & Son. Chichester. Purwahadidjanto, P. Sunari dan S. Andayani. 2008. Pemupukan dan Kesuburan Perairan Budidaya. Faperik UB Malang. Rao, C.S. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Rubiyatadji, R. 1993. Penurunan Kadar Deterjen (Alkyl Benzene Sulphonate) Dalam Air Dengan Proses Adsorpsi Karbon Aktif. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Lingkungan, ITS, Surabaya. Sawyer, C.N. and P.L. McCarty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Company. Tokyo. Tang, U. M. dan Kasnawati. 1992. Hewan Markobenthos sebagai Indikator Biologi Pencemaran Bahan Organik di Sungai. Majalah Pengembangan Ilmu-ilmu Peternakan dan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. 17 (1) : 20 – 23. Toy, A.D.F. and E.N. Walsh. 1987. Phosphorus chemistry in everyday living (2nded). American Chemical Society. Washington, DC. Wardhana, W.S. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 5-2 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT Wattayakorn, G. 1988. Nutrient Cycling in estuarine. Paper presented in the Project on Research and its Application to Management of the Mangrove of Asia and Pasific. Ranong, Thailand. Widiyani, P. 2010. Dampak Dan Penanganan Limbah Deterjen. Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widowati, W. et al. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Zahidin, M. 2008. Kajian Kualitas Air di Sungai Pekalongan di Tinjau dari Indeks Keanekaragaman Makrobentos dan Indeks Saprobitas Plankton. Tesis. Pascasarjana. UNDIP. 5-3