I - Repository Unand

advertisement
PENGARUH KOMPLEKSASI KATEKIN DENGAN β-SIKLODEKSTRIN
TERHADAP KELARUTAN DAN STABILITASNYA
Gressy Novita*); Henny Lucida dan Amri Bakhtiar**)
*)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Pekanbaru
**)
Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas, Padang
ABSTRAK
Katekin merupakan senyawa fenolik yang diekstraksi dari beberapa tanaman,
seperti dari gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) yang termasuk famili Rubiaceae),
dalam bentuk murni ±99% katekin telah dapat diisolasi. Katekin memiliki efek
farmakologis yaitu untuk pencegah kanker dan penyakit kardiovaskular, antiinflamasi,
antibakteri, antioksidan dan untuk hepatitis akut sehingga sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai kandidat obat. β-siklodekstrin merupakan oligosakarida siklik
yang dapat memerangkap molekul “guest” di dalam rongga hidrofobiknya sehingga
terbentuk kompleks inklusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh
kompleks inklusi katekin dengan β-siklodekstrin terhadap kelarutan, penentuan
konstanta kesetimbangan kompleks dan melihat pengaruh kompleksasi terhadap
stabilitas katekin dalam larutan.
Pemeriksaan katekin meliputi pemerian, kelarutan dan spektrum UV-Vis.
Pembentukan kompleks inklusi katekin dengan β-siklodekstrin dengan berbagai
konsentrasi, lalu konstanta kesetimbangan kompleksnya ditetapkan dengan metoda
kelarutan. Kemudian uji stabilitas katekin dan kompleks katekin-β-siklodekstrin di dalam
larutan dapar pH 6,9 dengan kekuatan ion 0,3, dioksidasi dengan gas oksigen murni di
atas penangas air suhu 40ºC.
Hasil penelitian menunjukkan nilai kelarutan jenuh katekin dalam air adalah
0,9445 ± 0.11 mg/mL. Pembentukan kompleks dengan β-siklodekstrin memberikan
kompleks 1:1 dengan nilai konstanta kesetimbangan kompleks 1888,495 M-1.
Peningkatan kelarutan katekin adalah sebesar 1,6 kalinya. (kelarutan menjadi 1,575%)
berarti telah memenuhi syarat kelarutan untuk calon obat, walaupun belum optimal.
Pengujian stabilitas menggunakan KCKT dengan fase gerak tetrahidrofuran-asetonitrilasam fosfat 0,2% (1,7:14,3:84 v/v/v), menunjukkan bahwa β-siklodekstrin dapat
memperlambat penguraian katekin, tetapi metoda yang digunakan belum memenuhi
stability indicating assay.
Kata Kunci : Katekin, β-siklodekstrin, kompleksasi, stabilitas
PENDAHULUAN
Katekin merupakan komponen utama gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.)
yang termasuk famili Rubiaceae, dalam bentuk murni ±99% katekin telah dapat diisolasi.
Katekin sukar larut dalam air dingin dan larut dalam air panas (Anonim, 1983).
Katekin memiliki berbagai efek farmakologis, seperti hepatitis akut, antidiare
(Anonim, 1983), antioksidan, antitumor (Valcic et.al, 1996), untuk penyakit
kardiovaskular, antiinflamasi, antibakteri (Dubey et.al, 1984).
Aspek-aspek preformulasi dari katekin perlu diketahui sebelum
memformulasinya menjadi sediaan obat, agar diperoleh formulasi yang tepat. Sediaan
harus cukup stabil dalam jangka waktu tertentu, dimana obat tidak boleh berubah
menjadi bentuk yang tidak berkhasiat atau racun. Oleh karena itu dalam studi
preformulasi data stabilitas senyawa harus ditetapkan. Pengetahuan mengenai
mekanisme penguraian dan faktor-faktor yang menyebabkan penguraian akan menjadi
dasar dalam memperkirakan stabilitas obat (Steward & Tucker, 1985).
Sebagian besar obat-obat mudah mengalami degradasi kimia terutama bila
diformulasi sebagai suatu sediaan cair (Florence & Atwood, 1981). Degradasi kimia
pada obat-obatan kebanyakan disebabkan karena terjadinya reaksi hidrolisis dan oksidasi
(Lachman et.al, 1989; Martin et.al, 1993). Telah dilakukan beberapa penelitian tentang
stabilitas katekin dari gambir sebelumnya. Pemeriksaan stabilitas katekin dalam larutan
berbagai pH, menunjukkan bahwa katekin lebih mudah teroksidasi pada kondisi pH yang
lebih basa dengan mengikuti kinetika reaksi orde satu.(Somisko, 2004; Lucida, 2006).
Pemeriksaan terhadap pengaruh suhu dan pH terhadap stabilitas kimia larutan katekin
menunjukkan bahwa katekin lebih banyak terurai pada suhu yang lebih tinggi (55°C),
dan pH lebih basa (pH 8) (Suardi et.al, 2006).
Jika dilihat dari strukturnya, katekin merupakan flavonoid dengan banyak gugus
hidroksi, maka diperkirakan gugus hidroksi pada cincin B dari struktur molekul ini akan
menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan katekin terhadap oksidasi.
Peristiwa oksidasi ini dipengaruhi oleh oksigen, pH larutan, cahaya dan adanya bahan
antioksidan (Connors, 1992).
Suatu sediaan yang tidak stabil dapat dilindungi dengan beberapa cara, salah
satunya adalah dengan kompleks inklusi diantaranya dengan siklodekstrin. Siklodekstrin
adalah suatu molekul yang terdiri dari unit-unit glukosa dalam cincin atau susunan siklis
dengan ruang yang garis tengahnya 6–10A°. Pengompleksan suatu senyawa dengan
siklodekstrin, membentuk kompleks inklusi, dapat meningkatkan kelarutan dan stabilitas
senyawa tersebut (Challa et.al 2005). Survey literatur menunjukkan bahwa telah
dilakukan penelitian tentang pemeriksaan karakterisasi kompleksasi katekin dengan βsiklodekstrin dan beberapa modifikasi siklodekstrin dengan menggunakan beberapa
metode seperti NMR, mikrokalorimetri dan teknik model molekul. (Kriz, 1999; Jullian,
2007). Tetapi pengaruh pengompleksan tersebut terhadap sifat fisikokimia katekin belum
dipublikasikan.
Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengaruh
kompleks inklusi katekin dengan β-siklodekstrin terhadap kelarutan dan stabilitas
katekin.
OH
OH
HO
O
OH
OH
Gambar 1. Rumus bangun katekin
2
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Katekin, β-siklodekstrin, aqua bidestilata, asam fosfat p.a, tetrahidrofuran p.a,
asetonitril p.a, kalium dihidrogen fosfat p.a, dikalium hidrogen fosfat p.a, asam asetat
p.a, natrium asetat p.a, NaCl p.a, gas oksigen murni.
Satu unit KCKT (Shimadzu®) yang terdiri dari pompa (LC-10AT VP
Shimadzu®), detektor UV-Vis (SPD-10A VP Shimadzu®), sistem pengontrol (SCL-10A
VP Shimadzu®), jarum suntik 100 µl dan loop 20 µl (SGE Australia), kolom C-18
(CLC-ODS (M) Shimadzu®, panjang 25 cm), kertas saring milipore (Whatman®),
timbangan digital (Denver Instrument®), pH meter E 520 (Metrohm Herisau®), beker
glass, labu ukur, labu Erlenmeyer, gelas ukur, pipet gondok, tabung reaksi, corong biasa,
spektrofotometer (UV-1601 Shimadzu®), vial, penangas air (Haake F3 Fisons®).
Cara Kerja
Pemeriksaan Bahan Baku Katekin
Pemeriksaan bahan baku katekin meliputi: kelarutan (di dalam air, etanol 96%,
etil asetat), dan jarak lebur (Anonim, 1983; Sriwulan, 1997).
Penentuan pengaruh β-siklodekstrin terhadap kelarutan katekin
1. Pembuatan kurva kalibrasi katekin
Larutan katekin dibuat dengan berbagai konsentrasi di dalam larutan dapar
asetat pH 5,2 yaitu 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07 mg/mL. Lalu dilakukan
pengukuran serapan masing-masing larutan tersebut pada panjang gelombang
serapan maksimum. Kemudian dibuat kurva antara konsentrasi terhadap
serapan.
2. Penentuan kelarutan katekin dan kompleks katekin-β-siklodekstrin dalam
dapar asetat pH 5,2.
Katekin ditimbang ± 150mg, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml yang
berisi 30 ml larutan β-siklodekstrin di dalam dapar asetat pH 5,2 dengan
konsentrasi β-siklodekstrin 0, 4x10-3, 8x10-3, 12x10-3, 16x10-3, dan 20x10-3
M. Erlenmeyer dimasukkan ke dalam shaker. Dikocok selama 24 jam sampai
dicapai kesetimbangan. Sampel diambil dan disaring dengan kertas saring
millipore 0,45 μm dan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-vis
pada panjang gelombang serapan maksimum katekin. Dilakukan tiga kali
pengulangan.
3. Penentuan konstanta kesetimbangan kompleks katekin – β-siklodekstrin.
Konstanta kesetimbangan kompleks ditentukan dengan memplot konsentrasi
katekin dan konsentrasi β-siklodekstrin. Kemudian dicari persamaan garisnya.
Konstanta kesetimbangannya dihitung menggunakan persamaan :
Ket :
K11 =
b
a(1-b)
K11
b
a
= konstanta kesetimbangan
= slope
= intersep
Penentuan pengaruh β-siklodekstrin terhadap kestabilan katekin menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi
3
1. Metoda analisis kuantitatif
Kompleks katekin – β-siklodekstrin dianalisis dengan metoda analisis secara
KCKT fase terbalik menggunakan fase gerak tetrahidrofuran-asetonitril-asam
fosfat 0,2% (1,7:14,3:84 v/v/v), kolom C-18. Laju alir diatur 1 mL/menit
dengan panjang kolom 25 cm.
2. Validasi metoda analisis (Ibrahim, 1997)
3. Uji stabilitas kompleks katekin – β-siklodekstrin di dalam larutan dengan
sistem terbuka.
a. Uji penguraian katekin di dalam larutan dapar phosphat 0,2 M pH 6,9,
kekuatan ion 0,3.
Larutan katekin dibuat dengan konsentrasi 8 x 10-4 M. Proses oksidasi
dilakukan dengan alat bubble menggunakan gas oksigen murni pada suhu
40C. Pada waktu t = 0 dipipet 1 mL. Larutan diinjeksikan sebanyak
100µl ke dalam sistem KCKT. Puncak katekin dideteksi pada panjang
gelombang serapan maksimum katekin. Demikian pula sampel diambil
setelah 1,5 dan 6 jam.
b. Uji penguraian kompleks katekin – β-siklodekstrin dalam larutan dapar
phosphat 0,2 M pH 6,9 kekuatan ion 0,3.
Kompleks katekin-β-siklodekstrin (20x10-3M) yang dilarutkan dalam
dapar phosphat 0,2 M pH 6,9 sehingga konsentrasinya 8 x 10-4M. Proses
oksidasi dilakukan dengan alat bubble menggunakan gas oksigen murni
pada suhu 40C. Pada waktu t = 0 dipipet 1 mL. Larutan diinjeksikan
sebanyak 100 µL ke dalam sistem KCKT. Puncak katekin dideteksi pada
panjang gelombang serapan maksimum katekin. Demikian pula sampel
diambil setelah 1,5 dan 6 jam.
4. Analisis Data
Penguraian katekin hasil penelitian kinetika sebelumnya mengikuti reaksi
orde satu (Somisko, 2004; Lucida, 2006), sehingga dalam penelitian ini orde
reaksi tidak perlu ditentukan lagi. Dari data konsentrasi katekin yang tersisa
dalam larutan sebelum dan setelah pembentukan kompleks dihitung nilai
konstanta laju reaksi.
HASIL DAN DISKUSI
Pemeriksaan Kelarutan
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum katekin di dalam pelarut air
dan dapar asetat menunjukkan panjang gelombang maksimum yang sama yaitu 279 nm,
seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 2.
Panjang gelombang serapan maksimum katekin dalam dapar asetat pH 5,2.
Katekin yang telah dikompleks dengan β-siklodekstrin memberikan panjang
gelombang serapan maksimum yang sama dengan katekin yaitu 279 nm. β-siklodekstrin
4
Serapan
merupakan oligosakarida siklik yang terdiri dari 6-8 unit glukosa, tidak mempunyai
gugus kromofor sehingga tidak memberikan serapan dengan spektrofotometer UV-Vis
(Yuwono, 1999). Jadi serapan yang terbaca pada spektrofotometer adalah serapan
katekin.
Dalam menetapkan kadar katekin yang terlarut dalam air digunakan kurva baku
secara spektrofotometri pada panjang gelombang serapan maksimum. Dari kurva
kalibrasi ini, diperoleh persamaan kurva kalibrasi yaitu y = 11,589x + 0,0035 dengan
nilai r = 0,9999.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
Konsentrasi katekin (mg/mL)
Gambar 3. Kurva kalibrasi katekin dalam pelarut air.
Hasil penentuan kelarutan katekin dalam air dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4
berikut :
Tabel 1. Kelarutan katekin dalam air
Konsentrasi
No
Serapan
(mg/mL)
Katekin 25 mg (Faktor pengenceran : 100)
1
0,347
2,964
2
0,349
2,981
3
0,342
2,921
Rata-rata
0,346
2,955
Standar Deviasi (SD)
0,031111841
Koefisien Variasi (KV)
1,05 %
Katekin 50 mg (Faktor pengenceran : 100)
1
0,573
4,914
2
0,558
4,785
3
0,564
4,836
Rata-rata
0,565
4,845
Standar Deviasi (SD)
0,065146557
Koefisien Variasi (KV)
1,34 %
Katekin 100 mg (Faktor pengenceran : 500)
1
0,211
8,952
2
0,206
8,737
3
0,210
8,909
Rata-rata
0,209
8,866
Standar Deviasi (SD)
0,11414925
Koefisien Variasi (KV)
1,29 %
5
10
Konsentrasi katekin (mg/mL)
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0
2
4
6
8
10
12
Rasio Obat : Pelarut
Gambar 4. Kurva kelarutan katekin dalam berbagai rasio fasa katekin-air
Gambar di atas memperlihatkan peningkatan kelarutan katekin dengan meningkatnya
rasio fasa obat – pelarut yang memberikan persamaan linear y = 0,7904x + 0,9445; r =
0,9998. Dari persamaan ini, setelah diekstrapolasikan kepada nilai x = 0, maka diperoleh
nilai kelarutan katekin di dalam air 0,9445 ± 0,11 mg/mL.
Untuk meningkatkan kelarutan katekin yang terbatas dalam media air, maka
dapat dilakukan dengan metode pembentukan kompleks inklusi dengan senyawa βsiklodekstrin. Karena katekin adalah suatu senyawa asam lemah dengan nilai pKa 7,2
dan 10,2 (Lucida, 2006) maka pada nilai pH dua tingkat di bawah nilai pKa, senyawa
paling banyak berada dalam bentuk molekul (tidak terion) (Wells, 1988). Pada percobaan
pembentukan kompleks inklusi katekin dengan β-siklodekstrin ini dilakukan dalam
larutan dapar asetat pH 5,2. Untuk perhitungan kadar digunakan kurva kalibrasi katekin
dalam larutan dapar asetat pH 5,2 secara spektrofotometri. Dari kurva kalibrasi ini,
diperoleh persamaan regresi yaitu y = 10,37x + 0,0118 dengan nilai r = 0,9993.
Pengujian dilakukan dalam dapar asetat pH 5,2 (dua unit di bawah nilai pKa
katekin yaitu 7,2), karena pada nilai ini katekin paling banyak berada dalam bentuk tidak
terion berarti berada dalam bentuk yang paling tidak larut. Diharapkan pada kondisi ini
diperoleh data peningkatan kelarutan katekin dalam bentuk molekul, sedangkan dalam
bentuk terion dapat diramalkan kondisinya lebih baik, karena dalam bentuk terion, suatu
asam lemah akan lebih mudah larut. Dari pengujian hubungan yang linear diperoleh
antara kadar β-siklodekstrin dengan kelarutan katekin dengan persamaan y = 0,9857x +
0,0365; r = 0,9972. Semakin besar konsentrasi β-siklodekstrin maka semakin besar pula
katekin yang terlarut. Linearitas ini menunjukkan bahwa tipe kurva yang terjadi adalah
tipe AL dimana mengindikasikan terbentuknya kompleks 1:1 antara katekin dengan βsiklodekstrin. Dari persamaan di atas, harga tetapan stabilitas kompleks katekin yang
diperoleh adalah sebesar 1888,495 M-1. Menurut Szejtli (1997), nilai tetapan kompleks
yang baik berada antara 100 – 10.000 M-1, karena jika nilainya lebih rendah maka
keberadaan kompleks tidak stabil, sedangkan jika nilainya lebih tinggi maka dapat
mengurangi bioavailabilitasnya, karena kompleks praktis tidak diserap.
Peningkatan kelarutan katekin melalui kompleks inklusi dengan β-siklodekstrin
pada konsentrasi β-siklodekstrin tertinggi 0,02 M adalah sebesar 1,6 kalinya. Jika dilihat
dari kelarutan jenuhnya yaitu sebesar 0.9445 mg/mL, maka terjadi peningkatan
kelarutan menjadi 1,575%. Menurut Wells (1988), jika kelarutan obat kecil dari 1% (10
mg/mL), maka senyawa tersebut akan memiliki masalah dalam hal absorpsi.
Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa β-siklodekstrin tidak terlalu efektif
digunakan dalam meningkatkan kelarutan katekin. Hal ini diduga karena kelarutan βsiklodekstrin yang terbatas dalam air (1,85 gram/100 mL), dibandingkan hidroksi propil
β-siklodekstrin, kemampuannya untuk membantu kelarutan katekin menjadi tidak terlalu
besar.
6
Konsentrasi Katekin (M)
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
Konsentrasi sikodekstrin (M)
Gambar 5. Diagram fasa kelarutan katekin - β-siklodekstrin
Pemeriksaan Stabilitas Katekin dan Kompleks Katekin–β-Siklodekstrin
Pemeriksaan stabilitas katekin dan kompleks katekin-β-siklodekstrin, dilakukan
proses oksidasi dengan mengalirkan oksigen murni ke dalam larutan. Tujuannya adalah
untuk memperoleh konsentrasi jenuh oksigen di dalam larutan sehingga berkurangnya
kadar oksigen di dalam larutan tidak mempengaruhi laju reaksi (Connors et.al 1992).
Untuk menghindari pengaruh cahaya digunakan wadah terlindung cahaya. Pengaruh ion
logam terhadap reaksi oksidasi dikurangi dengan menggunakan aquabidestilata pada
pembuatan larutan dapar. Kekuatan ion diatur sama dengan penambahan garam inert
natrium klorida. Suhu diatur tetap 40ºC selama pengambilan contoh untuk studi kinetika
Penggunaan metode analisis dilakukan menggunakan KCKT dengan fase gerak
tetrahidrofuran-asetonitril-asam fosfat 2% (1,7:14,3:84 v/v/v), kolom C-18 (Shim pack
CLC-ODS). Laju alir diatur 1 mL/menit dengan panjang kolom 25 cm. Nilai koefisien
variasi yang diperoleh pada uji presisi sebesar 1,08%, memenuhi persyaratan <2%,
linieritas y = (2,6404. 109)x + 7,7606. 104; r = 0,99973. Berdasarkan statistik uji t
diperoleh nilai thitung = 74,52 > ttabel = 2,353 (df = 3, P = 0,05). Berarti ada korelasi
bermakna antara respon analit dengan konsentrasi. Uji sensitifitas terhadap limit deteksi
(LOD) diperoleh nilai 0,8013 x 10-4 M, dan limit kuantitasi (LOQ) adalah 2,671x10-4 M
pada rentang 2x10-4 sampai 10x10-4M.
Sebelum pengukuran sampel dilakukan menggunakan kromatografi cair kinerja
tinggi, terlebih dahulu disuntikkan katekin standar yang berfungsi sebagai standar
eksternal. Katekin dilarutkan dalam fase gerak sehingga diperoleh konsentrasi 8 x 10 -4
M. Kemudian katekin sebagai sampel dilarutkan dalam larutan dapar fosfat 0,2 M pH 6,9
dengan kekuatan ion 0,3, sehingga diperoleh konsentrasi 8 x 10-4 M. Larutan tersebut
dioksidasi dengan gas oksigen di atas penangas air dengan suhu diatur 40ºC.
Pengambilan sampel dilakukan pada t = 0, 90, dan 360 menit. Perlakuan yang sama
dilakukan terhadap katekin yang telah dikompleks dengan β-siklodekstrin 0,02 M,
dimana pada konsentrasi ini β-siklodekstrin mempunyai kelarutan yang paling besar.
Puncak kromatogram katekin sampel yang diambil pada t = 0 ; 90; 360 menit
terlihat hampir sama, dalam arti tidak terjadi perubahan bentuk puncak. Tetapi terjadi
pertambahan luas puncak setiap waktu pengambilan sampel. Pertambahan luas puncak
diduga disebabkan adanya puncak hasil urai katekin yang muncul pada waktu yang sama
dengan katekin dan puncaknya tersembunyi di bawah puncak katekin, sehingga luas
puncak bertambah besar (puncak bertambah tinggi). Hal ini disebabkan karena metoda
analisis yang digunakan belum merupakan stability indicating assay.
Kromatogram yang dihasilkan dari pengujian katekin yang dikompleks dengan βsiklodekstrin muncul pada waktu retensi sekitar sembilan menit. Puncak yang muncul
merupakan puncak katekin, walaupun katekin telah terinklusi di dalam rongga βsiklodekstrin karena β-siklodekstrin tidak terbaca oleh detektor UV pada KCKT.
7
Berdasarkan data, diperoleh gambaran bahwa katekin yang terinklusi dengan βsiklodekstrin, pertambahan luas puncak jauh lebih kecil dibandingkan katekin saja.
Sejalan dengan asumsi di atas bahwa penambahan luas puncak disebabkan karena hasil
urai muncul di bawah puncak katekin, maka dengan pengompleksan hasil urai yang
terbentuk lebih sedikit, ditandai dengan lebih kecilnya penambahan luas puncak.
Tendensi ini menyatakan perlambatan pembentukan hasil uraian dengan pembentukan
kompleks dengan β-siklodekstrin.
Tabel 2. Luas puncak katekin dan kompleks katekin-β-siklodekstrin setelah dioksidasi
dalam larutan dapar pH 6,9 dengan sistem terbuka
No
Luas puncak
katekin
2619581
3651151
3768277
Luas puncak
1
2
3
Waktu
(menit)
0
90
360
Luas
puncak
kompleks
2534190
2546459
2655549
4000000
3500000
3000000
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0
katekin
kompleks
0
90
180
270
360
450
Waktu (menit)
Gambar 6. Kurva luas puncak katekin dan kompleks katekin-β-siklodekstrin setelah
dioksidasi dalam larutan dapar pH 6,9 dengan sistem terbuka
Tabel 3.
Persentase pertambahan luas puncak katekin dan kompleks katekin-βsiklodekstrin setelah dioksidasi dalam larutan dapar pH 6,9 dengan sistem
terbuka
Waktu
(menit)
1
2
3
0
90
360
Pertambahan
luas
puncak
katekin (%)
0
39,38
43,85
% pertambahan luas puncak
No
Pertambahan luas
puncak kompleks
(%)
0
0,48
4,79
50
40
30
katekin
20
kompleks
10
0
0
90
180
270
360
450
Waktu (m enit)
Gambar 7. Kurva persentase pertambahan luas puncak katekin dan kompleks katekin-βsiklodekstrin setelah dioksidasi dalam larutan dapar pH 6,9 dengan sistem terbuka
REFERENSI
8
Ainley, W & P. J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient, Second
edition. The Pharmaceutical Press, London
Anonim, 1983, An Encyclopedia of Chemical and Drugs, 9th ed., The Merck Index,
Merck & Co Inc, Pathway New Jersey.
Anonim, 1990, Reminngton’s Pharmaceutical Science, 18th ed., Mack Printing
Company, Easton, Pennsylvania.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Ed IV., Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan, Departemen Kesehatan RI., Jakarta.
Bakhtiar, A., 1991, “Manfaat Tanaman Gambir”, Makalah Penataran Petani dan
Pedagang Pengumpul Gambir di Kecamatan 50 Kota, 29-30 November 1991,
Jurusan Farmasi FMIPA, UNAND, Padang.
Cartensen, J.T., 1990, Drug Stability Principles and Practice, Marcel Dekker Inc,
New York and Bassel.
Cartensen, J.T., 1996, Modern Pharmaceutical, 3rd ed., Marcel Dekkert Inc., New
York.
Challa, R; Ahuja, A; Ali, J & Khar, R.K., 2005,“ Cyclodextrins in Drug Delivery :
An Updated Review”, AAPS Pharm. Sci. Tech. 6 (2).
Chan. A.L; Ly. T & Tan, K.H.Y, 1997, “The Effect of Hydroxypropyl βCyclodextrin on the Reaction of Sulphamethoxazole with Glucose in Aqueous
Solutions”, Prosiding : Australian Pharmaceutical Science Association (APSA).
Cohen, J.L & Connors K.A, 1970, “Determination of a Complex Stability Constant
by the Kinetic Technique”, Am. J. Pharm. Edu. 34, 197-203.
Connors, K.A., G.L. Amidon & V.J. Stella., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan
Farmasi, Edisi II, terjemahan Didik Gunawan, IKIP Semarang Press,
Semarang.
Frijlink, H.W, Eissens A. C, Schoonen, A.J.M & Lerk C.F, 1990, “The Effect of
Cyclodextrins on Drugs Absorption”, Int. J. Pharm. 64, 195-205.
Florence, A.T. & Atwood, D., 1981, Physicochemical Principles of Pharmacy, The
Macmillan Press, Pennsylvania.
Higuchi, T & K.A. Connors.. 1965, Phase Solubility Technique. Adv. Anal Chem.
Instrum. Vol. 4 . p: 117-210.
Jullian., Carolina, Sebastian Miranda, Gerald Zapata-Torres, Fernando Mendizabal &
Claudio Olea-Azar’ 2007, “Studies of inclusion complexes of natural and
9
modified cyclodextrin with (+)cathechin by NMR and molecular modelling”,
Bioorg. Med. Chem, 15, 3217-3224.
Kramer, P.A & Connors K.A, 1969, “Determination of a Complex Stability Constant
by The Spectral Technique”, Am. J. Pharm. Edu. 33, 193-198.
Kriz Z, Koca J, Imberty A, Charlot A & Auzely-Velty R., 2003, “Investigation of
The Complexation of (+)-Catechin by beta-cyclodextrin by Combination of
NMR, Microcalorymetry and Molecular Modelling Techniques”, Org. &
Biomol. Chem. 1 , 2590 – 2595.
Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig, 1989, Teori dan Praktek Industri
Farmasi, terjemahan Siti Suyatmi, Edisi III, UI Press, Jakarta
Li. Chuan, Xiaofeng Meng, Bozena Winnik, Mao-Jung Lee, Hong Lu, Shuqun
Sheng, Brian Buckley & Chung S. Yang, 2001, “Analysis of Urinary
Metabolites of Cathechin by LC/ESI-MS” Chem. Res. Toxico. 14, 702-707.
Lucida, Henny, 2006, “Determination of The Ionization Constants and The Stability
of Catechin from Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb)”, The Twelfth Asian
Symposium on Medicinal Plants, Spices and Other Natural Products (ASOMPS
XII), Padang.
Martin, A., J. Swarbrick, & A. Cammarata, 1993, Farmasi Fisik, Edisi III,
terjemahan Yoshita, UI Press, Jakarta
Somisko, L., 2004, “Penguraian Kimia Katekin dari Gambir di dalam Larutan
Berbagai pH dengan Sistem Terbuka”, Skripsi Sarjana Farmasi, Jurusan
Farmasi FMIPA, Universitas Andalas, Padang.
Stewart, P.J., & I.G. Tucker, 1985, “Prediction of Drug Stability: Hydrolysis”, Aust.
J. Hosp. Pharm., 15(1):165.
Stewart, P.J., & I.G. Tucker, 1985, “Prediction of Drug Stability: Oxidation and
Photolytic Degradation”, Aust. J. Hosp. Pharm., 15(2):111-117.
Suardi Muslim, Zulharmita, Khohar, R., 2006, “The Influence of pH and
Temperature on Stability of Catechin Isolated From Gambir (Uncaria gambir
(Hunter) Roxb)”, The Twelfth Asian Symposium on Medicinal Plants, Spices
and Other Natural Products (ASOMPS XII), Padang.
Szejtli, J., 1997, “Utilization of Cyclodextrins in Industrial Products and Processes”,
J. Mater. Chem. 7(4), 575-587.
Wells, J.I., 1988, Pharmaceutical Preformulation: The Physicochemical Properties
of Drug Substance, Ellis Horword Limitted, Jhon, New York.
10
Download