Analisis Bonus Demografi Sebagai Kesempatan Memacu Perpercepatan Industri di Indonesia Oleh: Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UI 2015 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Fakta itu dapat diartikan sebagai berkah, namun juga dapat diartikan sebagai musibah. Berkah karena Indonesia akan memiliki banyak tenaga kerja yang dapat dijadikan sumber daya bagi industri. Namun, disisi lain besarnya jumlah penduduk membuat tanggungan pemerintah juga semakin besar, terlebih lagi jika penduduk tersebut tidak produktif dalam menghasilkan multiplier bagi perekonomian. Polemik mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi memang sudah berlangsung dari zaman classical economics. Namun, nyatanya tidak ada data dan hipotesa yang bisa membuktikan hubungan keduanya. Semakin banyaknya tenaga kerja diharapkan mampu membuat roda perekonomian berjalan semakin cepat. Indonesia dalam waktu dekat akan memiliki masa dimana banyaknya jumlah penduduk usia produktif sehingga menurunkan rasio ketergantungan. Masa inilah yang disebut dengan bonus demografi. Hal ini merupakan dampak dari adanya perlambatan pertumbuhan penduduk yang terjadi di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Perlambatan jumlah penduduk disebabkan oleh salah satunya adalah Angka Kelahiran di Indonesia yang menurun. Angka kelahiran (TFR) Indonesia telah mengalami penurunan dalam jangka waktu 30 tahunan, karena keberhasilan program KB Nasional. Keberhasilan ini mulai menurun ketika kebijakan program KB didesentralisasi ke Kabupaten/Kota, dengan peningkatan kembali TFR dari tahun 2000 ke 2010. Meskipun telah terjadi penurunan angka kelahiran pada era 1970-2000, namun tambahan bayi yang lahir setiap tahun masih cukup besar yaitu sekitar 3 – 4 juta bayi1. Kondisi ini dimasa depan akan semakin meningkatkan jumlah penduduk produktif ke depan. Peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang akan menurunkan resio ketergantungan harus dibarengi dengan peningkatan kualitasnya, agar mereka yang masuk ke usia tersebut dapat memperoleh kesempatan kerja yang tersedia atau bahkan mampu menciptakan kesempatan kerja. Di sisi lain, pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang sedang melakukan percepatan proses industrialisasi di Indonesia. Proses ini dimulai dengan pembangunan infrastruktur secara massif di berbagai daerah sebagai penunjang dari industri. Pembangunan secara fisik pun sudah dilakukan oleh pemerintah, bahkan tahun 2016 dinyatakan oleh Bappenas sebagai tahun pembangunan infrastruktur. Namun, pembangunan ini akan menjadi tidak berguna jika tidak dibarengi oleh pembangunan modal manusia (Human Capital) yang mencakup pendidikan dan kesehatan. Terlebih lagi, data dari BPS (Agustus, 2011) menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah sebanyak 54,2 juta orang dengan persentase 49,40%. Jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi tentunya proporsi ini masih sangat kecil. Tentunya pembangunan fisik sebagai penunjang infrastruktur jika tidak dibarengi oleh pembangunan Human Capital akan menjadi masalah besar pada masa bonus demografi. Disinilah sebenarnya terjadi kesenjangan antara laju perkembangan industri dan juga Human Capital. 1.2. Rumusan Masalah Dari adanya latar belakang tersebut, penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu: 1. Bagaimana peranan Human Capital dalam industri? 2. Bagaimana implikasi bonus demografi agar Indonesia menjadi High-Income Country? 3. Bagaimana implikasi bonus demografi terhadap industrialisasi dan industri manakah yang harus dioptimalkan saat terjadinya bonus demografi? 1 Jurnal Kependudukan, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN 4. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk memaksimalkan bonus demografi agar mempercepat industrialisasi di Indonesia? 2. STUDI LITERATUR 2.1. Pandangan Hubungan Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan per waktu unit untuk pengukuran. Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan pendapatan (PDB) tanpa mengaitkannya dengan tingkat pertambahan penduduk. Mengenai hubungan antara keduanya, setidaknya ada tiga aliran pemikiran dalam beberapa periode waktu yang membahas mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Aliran pertama adalah aliran tradisional pesimistis yang beranggapan kalau pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Aliran ini dicetuskan oleh Robert Malthus2 yang mengatakan bahwa pertumbuhan populasi penduduk mengikuti deret ukur dan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung, sehingga dengan bertambahnya jumlah penduduk secara otomatis jumlah permintaan terhadap barang dan jasa akan bertambah yang berimplikasi pada perlambatan ekonomi. Aliran kedua adalah aliran revisionis yang meragukan pernyataan aliran sebelumnya karena tidak disertai dengan cukup bukti empiris. Aliran ini membantah teori Malthus dengan melihat bahwa teknologi dapat mempengaruhi pertumbuhan pangan dan kemampuan Human Capital dalam hal ini dapat menjadi modal besar agar pertumbuhan penduduk tidak menjadi alasan dalam perlambatan ekonomi. Sedangkan, aliran ketiga adalah aliran yang beranggapan kalau pertumbuhan penduduk memang sangat berarti bagi perkembangan ekonomi dan penurunan kemiskinan (Population does matter). Aliran ini mengatakan bahwa penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi yang relevan terhadap penurunan kemiskinan3. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang disebabkan dengan menekan mortalitas akan memacu pertumbuhan penduduk. 2 An Essay on the Principle of Population, Robert Malthus (1830) Birdsal, N., C. Kelley, A., & W. Sinding, S. (2003). Population Matters. New York: Oxford University Press. 3 2.2. Pasar Tenaga Kerja Penduduk yang memasuki usia kerja (15-64 tahun) merupakan sumber daya dalam menghasilkan output. Dalam ekonomi, tenaga kerja termasuk dalam input yang memiliki pasar. Pasar Tenaga Kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku untuk mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja, atau proses terjadinya penempatan dan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan penempatan tenaga kerja. Pelaku-pelaku yang dimaksud di sini adalah pengusaha, pencari kerja dan pihak ketiga yang membantu pengusaha dan pencari kerja untuk dapat saling berhubungan. Sederhananya, pasar tenaga kerja adalah pasar yang mempertemukan penjual dan pembeli tenaga kerja. Pasar Tenaga Kerja dapat digambarkan dalam kurva berikut, dimana yang menjadi hargaadalah gaji (W): Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor dari penawaran dan permintaannya. Faktor penawaran tenaga kerja meliputi Jumlah Penduduk (makin besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia) struktur umur, produktivitas, tingkat upah, kebijaksanaan pemerintah, dan wanita yang mengurus rumah. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja adalah tingkat upah, penggunaan teknologi, dan produktivitas tenaga kerja. Faktor yang mempengaruhi penawaran salah satunya adalah jumlah penduduk, dimana saat bonus demografi jumlah penduduk usia kerja akan meningkat dan menaikan sisi penawaran dari pasar tenaga kerja. 2.3. Penyebab adanya Bonus Demografi di Indonesia Bonus demografi yang sedang dialami Indonesia merupakan buah dari keberhasilan dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk selama empat dekade terakhir. Bonus demografi ini dihasilkan dari adanya keluarga berencana tahun 19702000an yang berjumlah lebih dari 80.000.000 jiwa Dari keberhasilan program keluarga berencana ini menghasilkan sebuah kondisi penduduk usia produktif yang meningkat jumlahnya dan berpotensi menjadi engine of growth bagi perekonomian. Sejak tahun 1970, tingkat kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) terus menurun secara konsisten dari sekitar 5,6 (setiap wanita usia 15-49 tahun/subur rata-rata akan mempunyai 5-6 anak hingga akhir masa reproduksinya) menjadi 2,49 pada tahun 2010. Penurunan tersebut memberi konfirmasi mengenai keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Pada saat yang sama, keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berhasil menekan angka kematian bayi dari sekitar 145 kematian untuk setiap 1000 kelahiran hidup pada awal 1970an menjadi 21 kematian per 1000 kelahiran hidup pada 2010. Keberhasilan tersebut berbuah peningkatan angka harapan hidup dari sekitar 50 tahun menjadi 69,8 tahun pada periode yang sama sehingga memicu transisi demografi. Di samping itu, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menunjukkan pengguna alat kontrasepsi mencapai 62,50% pada tahun 2013. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan tahun 2004 (56,71%). Data yang disajikan BPS juga menggambarkan trend positif penggunaan alat kontrasepsi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Transisi demografi tersebut merubah struktur umur penduduk Indonesia selama empat dekade terakhir: struktur penduduk didominasi kelompok usia produktif, khususnya angkatan kerja muda. Mereka yang lahir pada periode angka kelahiran tinggi (dekade 70-80an) berhasil tetap hidup dan kini merupakan kelompok yang mendominasi komposisi penduduk usia produktif. Hasil Sakernas menunjukkan bahwa 69,3% angkatan kerja pada Agustus 2013, yang jumlahnya mencapai 118,3 juta orang, merupakan penduduk kelompok usia 15-44 tahun. (Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustu 2013) 2.4. Pengertian Industri dan Jenis-jenisnya 2.4.1. Definisi Industri Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan Industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dng menggunakan sarana dan peralatan. Sedangkan, UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengartikan industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri 2.4.2. Jenis-jenis Industri Adapun jenis-jenis dari industri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kelas, yaitu klasifikasi industri berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986, berdasarkan tempat bahan baku, berdasarkan besar kecilnya modal, berasarkan jumlah tenaga kerja, berdasarkan pemilihan lokasi, dan berdasarkan produktivitas perorangan 1. Industri berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian a. Industri Hijau adalah Industri yang dalam proses produktisinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyrakat b. Industri Strategis adalah industri yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis, atau mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara dalam rangka pemenuhan tugas pemerintah. 2. Industri berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 a. Industri Kimia Dasar (IKD) Adalah sebuah industri yang berfokus dalam pengerjaan bahan-bahan kimia. yang termasuk kedalam IKD ini adalah industri kimia organic (peledak, kimia tekstil), industri kimia anorganik (semen, asam sulfat, dan kaca), industri agrokimia (pupuk, dan peptisida), dan industri selulosa (karet, ban, kertas) b. Industri mesin dan logam dasar Adalah sebuahindustri yang berfokus pada mengolah bahan mentah logam menjadi barang setengah jadi seperti instrumen perakitan atau barang jadi logam seperti mesin berat. c. Industri kecil Industri ini sering dikatakan sebagai industri sederhana karena mempekerjakan sedikit karyawan dan teknologi yang sederhana d. Aneka industri Adalah sebuah industri yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti tekstil, pangan, bahan bangunan, alat listrik dan bahan kimia yang biasa digunakan sehari-hari 3. Industri berdasarkan tempat bahan baku a. Ekstraktif Merupakan sebuah industri yang bahan bakunya mengambil langsung dari alam b. Nonekstraktif Merupakan sebuah industri yang bahan bakunya tidak diambil langsung dari alam c. Fasilitatif Adaah sebuah industri dengan output jasa yang kemudian dijual kepada konsumen 4. Industri berdasarkan besar kecilnya modal a. Padat karya Adalah industri yang berfokus pada penggunaan tenaga kerja secara masal b. Padat modal Adalah sebuah industri yang membutuhkan modal besar dalam pelaksanaannya 5. Industri berasarkan jumlah tenaga kerja a. Industri rumah tangga (1-4 orang tenaga kerja) b. Industri kecil (5-19 tenaga kerja) c. Industri menengah (20-99 tenaga kerja) d. Industri besar (100 orang atau lebih tenaga kerja) 6. Industri berdasarkan pemilihan lokasi a. Market oriented industri Sesuai dengan namanya, industri ini berfokus untuk mencari tempat dengan mendekati konsumen. b. Labor oriented industri Merupakan jenis industri yang mencari tempat berada di pemukiman penduduk c. Supply oriented industri Merupakan industri yang mencari tempat dekat dengan bahan baku untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan dalam proses produksinya 7. Industri berdasarkan produktivitas perorangan a. Industri primer Merupakan industri yang outputnya bukanlah merupakan hasil dari proses olahan b. Industri sekunder Adalah industri yang menggunakan bahan mentah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi. Bahan mentah ini dapat diambil langsung dari alam ataupun dapat berasal dari hasil atau output dari industri primer c. Industri tersier Merupakan sebuah industri yang output atau hasil olahannya berupa jasa seperti transportasi dan telekomunikasi 2.5. Studi-Studi Terdahulu Studi mengenai bonus demografi telah banyak dilakukan di Indonesia maupun di negara lain. Studi yang dilakukan Andre Mason (2005), menemukan bahwa keberhasilan bonus demografi di berbagai negara sangat tergantung pada kebijakan pemerintahnya. Bonus demografi tidak serta merta menaikan atau menurunkan kondisi ekonomi. Keuntungan bonus demografi dapat diambil jika pertumbuhan lapangan kerja lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan pencari kerja. Mason juga menemukan bahwa periode dan keuntungan bonus demografi di negara industri lebih kecil dibandingkan dengan negara berkembang. Studi lain yang dilakukan oleh Morne Oosthhuizen (2013) di Afrika Selatan menemukan fakta saat terjadi bonus demografi, penduduk usia kerja sebelum 29 tahun dan sesudah 59 tahun mengonsumsi lebih banyak dari penghasilan yang mereka dapatkan di pasar tenaga kerja yang mengakibatkan terjadinya lifecycle deficits. Defisit ini dapat ditanggulangi dengan asset-based reallocations (specifically asset income). Rekomendasi kebijakan yang diberikan Morne adalah intervensi di dalam pengelolaan pendidikan dan pelatihan bagi mereka yang meninggal bangku sekolah menengah untuk diberikan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu, untuk bidang kesehatan rekomendinya adalah mencegah dan menanggulangi penyakit yang umum terjadi di Afrika Selatan seperti HIV/Aids dan TBC yang terbukti efektif menurunkan angka ketergantungan. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Gisty Ajeng Septami (2015) yang menganalisis dengan menggunakan model Inpu-Output menemukan bahwa industri pupuk, industri sepeda motor, dan industri damar sintetis, bahan plastik, dan serat sintetis, memiliki angka pengganda tenaga kerja yang tertinggi dibandingkan dengan sektor industri yang lainnya. Untuk angka pengganda pendapatan, industri sepeda motor, industri pupuk, dan industri penggilingan padi dan penyosohan merupakan industri dengan angka pengganda pendapatan tertinggi. Rekomendasi yang diberikan salah satunya adalah pengganda tenaga kerja (employment multiplier) maupun angka pengganda pendapatan (income multiplier) dengan mengalihkan investasi ke sektor tersebut. 3. ANALISIS 3.1. Peranan Human Capital dalam Industri 3.1.1. Pendidikan dan Alih Teknologi Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dan pelatihan termasuk ke dalam investasi non fisik atau investasi sumber daya manusia (Human Capital). Melalui pendidikan dan pelatihan, peserta didik telah menginvestasikan dirinya untuk di masa depan memperoleh nilai yang lebih besar. Beberapa faktor yang menyebabkan perlunya mengembangkan tingkat pendidikan di dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian, adalah. 1. Pendidikan yang lebih tinggi memperluas pengetahuan masyarakat dan mempertinggi rasionalitas pemikiran mereka. Hal ini memungkinkan masyarakat mengambil langkah yang lebih rasional dalam bertindak atau mengambil keputusan 2. Pendidikan memungkinkan masyarakat mempelajari pengetahuan-pengetahuan teknis yang diperlukan untuk memimpin dan menjalankan perusahaanperusahaan modern dan kegiatan-kegiatan modern lainnya. 3. Pengetahuan yang lebih baik yang diperoleh dari pendidikan menjadi perangsang untuk menciptakan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang teknik, ekonomi dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya. Salah satu aspek perlunya pendidikan adalah mempelajari pengetahuanpengetahuan teknis. Meningkatnya pengetahuan-pengetahuan teknis dapat menciptakan perkembangan teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas Indonesia di zaman industrialisasi ini. Pada kurva penawaran, jika teknologi mengalami perkembangan maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan. Jika kurva penawaran bergeser ke kanan maka titik keseimbangan akan bergeser ke kanan bawah. Pergeseran titik keseimbangan menyebabkan kuantitas barang mengalami kenaikan dan harga mengalami penurunan. Ceteris paribus. Kurva Penawaran Bergeser ke Kanan Meningkatnya jumlah penawaran juga menandakan bahwa produktivitas dalam proses indutri telah meningkat. Penguasaan teknologi melalui proses pendidikan telah menjadi faktor penting demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, saat ini penguasaan teknologi di Indonesia masih sangat buruk. Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) Indonesia di urutan ke-60 dari 72 negara berdasarkan data United Nation for Development Program (UNDP) pada 2013. Ukurannya berupa penciptaan teknologi yang dilihat dari perolehan hak paten dan royalti atas karya dan penemuan teknologi, difusi inovasi teknologi mutakhir yang diukur dari jumlah pengguna Internet dan besaran sumbangan ekspor teknologi terhadap total barang ekspor. Ukuran lainnya, difusi inovasi teknologi lama yang dilihat dari jumlah pengguna telepon dan pemakai listrik, serta tingkat pendidikan penduduk berdasarkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dan angka partisipasi kasar penduduk yang menempuh pendidikan tinggi di bidang iptek. IPT Indonesia yang rendah menunjukkan kurang efisiennya dan rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Selain itu, kandungan teknologi dalam negeri pada produk ekspor juga sangat rendah, umumnya kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai 90 persen. IPT yang rendah inilah yang harus diperbaiki melalui proses pendidikan agar human capital ini dapat berperan besar pada industrialisasi di Indonesia. Selain proses pendidikan yang harus diperbaiki, pemerintah juga harus mempercepat dan memberikan bantuan baik finansial maupun perizinan terhadap alih teknologi dan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan. Jika pendidikan, alih teknologi, dan kegiatan penelitian dan pengembangan telah terlaksana dengan baik maka kemampuan Indonesia akan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang pesat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi inilah yang akan meningkatkan human capital kita yang berperan besar bagi produktivitas baik sektor barang maupun jasa di zaman industrialisasi demi memanfaatkan bonus demografi di tahun 2025. 3.1.2. Pergerakan Laju Industri Laju industri di Indonesia dalam dekade terakhir ini sudah bergerak dari sektorsektor riil (goods) menuju sektor-sektor pelayanan (service). Dari tabel di bawah, dapat dilihat bahwa Industri sektor perdagangan, jasa, dan investasi merupakan salah satu sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia. Frekuensi Perdagangan Saham Menurut Sektor (kali), 2012-2013 Melihat dari data dari tahun 2012 menuju 2013, angka frekuensi perdagangan saham sektor tersebut di Indonesia memiliki kenaikan yang cukup besar yaitu sebesar 1.094.514 kali dengan kenaikan nilai perdagangannya yang naik sebesar 107.319.466 juta rupiah dan kapitalisasi pasar dengan kenaikan terbesar dari seluruh sektor industri yakni sebesar 78.343 miliar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa para pemain saham sangat memperhitungkan industri perdagangan, jasa, dan investasi ini sebagai industri yang sedang bertumbuh dan cenderung memiliki prospek yang baik. Kapitalisasi Pasar Menurut Sektor (dalam miliar rupiah), 2012-2013 Nilai Perdagangan Saham Menurut Sektor (dalam juta rupiah), 2012-2013 Bergeraknya Indonesia dari industri sektor riil (goods) menjadi sektor pelayanan (service) diakibatkan salah satunya oleh semakin luasnya pengetahuan masyarakat mengenai ilmu-ilmu perekonomian dan bisnis. Dalam hal ini, khususnya adalah analyzing skill. Sebagai contoh, dalam industri investasi yaitu reksadana. Dibutuhkan lebih banyak pemain dalam pasar reksadana untuk memajukan industri tersebut. Sayangnya, persentase masyarakat Indonesia yang bermain di pasar reksadana cukup rendah. Sampai akhir tahun 2014, hanya ada sebanyak 250 ribu nasabah reksadana dari total 252.370.792 penduduk. Alasannya sederhana, pengetahuan mengenai industri ini pada umumnya baru diberikan pada jenjang pendidikan tinggi di program studi yang berkaitan dengan ekonomi dan bisnis. Pada umumnya, masyarakat pun masih sangat awam mengenai ilmu akuntansi dan statistik yang menjadi salah satu kunci keberhasilan dari industri ini. Padahal, industri investasi dapat menjadi pemicu pembangunan industrialisasi di Indonesia karena dapat menyerap banyak orang, terutama reksadana yang tidak membutuhkan modal yang banyak. 3.1.3. Individual Capability Industri dari sektor manapun membutuhkan managerial and organisational skills yang baik untuk memajukan industrinya. Diperlukan beberapa atribut penting dari kemampuan manusia sebagai human capital dalam mensokong perkembangan industrinya. Tak hanya hard skill seperti teknologi dan ilmu pengetahuan, soft skill pun sangat dibutuhkan. Pada umumnya, atribut manusia yang diperlukan oleh suatu industri adalah kreatif dan inovatif, gigih dan disiplin, positif, mampu menganalisa, fleksibel, client-oriented, sadar budaya, jujur, beretika, serta inklusif, kolaboratif, dan suportif. Atribut-atribut di atas dapat disebut sebagai Personal Attributes Matrix yang merupakan kemampuan non-ilmiah yang dibutuhkan human capital dalam profesi apapun pada industri tersebut. Kemampuan di atas dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen guna mengelola industri. 3.2. Pengaruh Bonus Demografi Terhadap Middle-Income Trap 3.2.1. Middle-Income Trap Pendapat klasik para ahli ekonomi pada akhir abad ke-20 mengasumsikan bahwa proses pertumbuhan ekonomi berjalan tanpa kendala walaupun dengan beberapa fluktuasi, namun mereka percaya bahwa ekonomi akan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Low-Income Countries cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan lebih besar dari negara – negara maju atau High-Income Countries. Namun dengan konsep seperti itu pada saat ini negara – negara Low-Income Countries dan Middle-Income Countries pada tahun 1960-an sudah menjadi negara maju saat ini namun faktanya hanya segelintir negara yang berhasil menjadi negara maju. Dari fenomena tersebut muncul lah istilah Middle Income Trap yaitu fenomena penurunan tingkat pertumbuhan secara signifikan di kelompok negara Middle Income sehingga ekonomi menjadi stagnan dan berujung dengan kegagalannya untuk menjadi negara maju. Fenomena yang memicu pembahasan Middle Income Trap adalah negara – negara di kawasan Asia Pasfik dan Amerika latin. Pada tahun 1960-an kedua kawasan tersebut merupakan negara dengan Middle Income namun saat ini beberapa negara di Asia Pasifik seperti Korea, Singapore, dan Taiwan sudah bisa masuk kejajaran High-Income Countries sementara laju pertumbuhan China, Thailand, dan Malaysia masih tinggi dan diproyeksikan menjadi negara maju dalam beberapa tahun mendatang. Sementara negara – negara Amerika Latin masih stagnan pendapatan kapitanya dalam 4 dekade terakhir. *t=0 adalah tahun dimana negara tersebut mencapai GDP per kapita 3000 US$, misal Indonesia t=16 berarti Indonesia sudah 16 tahun GDP per kapitanya berada lebih besar sama dengan 3000 US$ Sebagaimana yang digambarkan pada grafik diatas perkembangan GDP per kapita Taiwan dan Korea sudah meroket jauh meninggalkan negara – negara lain yang ada digrafik tersebut walaupun baru 40 tahun GDP per kapitanya menyentuh angka 3000 US$ sedangkan negara – negara latin amerika yang sudah menyentuh angka 3000 US$ lebih lama namun posisi GDP per kapita tidak berkembang secara signifikan atau cenderung stagnan. Fenomena “trap” ini tidak hanya terjadi di kelompok Middle-Income Countries namun terjadi di negara miskin atau Low-Income Countries bahkan di negara maju namun frequensinya jauh lebih sedikit jika dibandingkan Middle-Income Countries sehingga kelompok negara menengah menjadi fokus fenomena lalu munculah istilah tersebut. Dari semua Middle-Income Countries pada tahun 1960 hanya 13 negara yang berhasil menembus menjadi negara maju seperti ditunjukkan figure dibawah Sumber: World Bank dilansir dari The Economist (http://www.economist.com/blogs/graphicdetail/2012/03/focus-3) Fenomena diatas terjadi karena adanya Perlambatan Pertumbuhan atau Growth Slowdown yang lebih banyak terjadi di negara – negeara Middle Income dibandingkan dengan negara maju ataupun negara Low Income. Misal kita ambil set i dengan batas bawah T1 yang terdiri dari 3 nilai yaitu 1000, 2000, dan 3000 (dalam US$ PPP 2005) dan batas atas T2 yang terdiri dari 5 nilai yaitu 12.000 – 16.000 (setiap 1000) kita bisa menggambarkan dalam grafik atas 15 klasifikasi (3x5) kita bisa melihat bagaimana fenomena Growth Slowdown lebih sering terjadi pada kelas Middle-Income Countries. *1/12 menunjukkan batas bawah 1000 dan batas atas 12000 (dalam US$) Jika dikaitkan dengan Bonus Demografi, Demografi merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan Middle Income Trap dan merupakan yang kedua paling berpengaruh dibawah Legal Institutions. Faktor – faktor tersebut secara berurut dari yang paling berpengaruh yaitu Legal Institutions, Demografi, Infrastruktur, Lingkungan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi, dan Struktur Ekonomi. Pengaruh Demografi sendiri meliputi adanya Demographic Dividend dan Demographic Debt yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. 3.2.1. Demographic Debt Demographic Debt merupakan masalah yang hampir semua negara akan menghadapinya cepat atau lambat. Negara – negara maju biasanya yang akan mengalami ini segera karena fenomena ini dipengaruhi perubahan jumlah angkatan kerja yang berkurang yang biasanya karena usia tua. Mengapa negeara – negara maju akan mengalami hal ini lebih cepat karena mereka sekarang sudah hampir melewati tahap akhir Demographic Dividend atau yang lebih dikenal dengan Bonus Demografi sehingga Demographic Debt cepat atau lambat akan dirasakan semua negara. Bahkan krisis fiskal saat ini di Yunani berakar di Old Aging Crisis yang bagian dari Demographic Debt dimana Yunani masih menerapkan sistem lama yang sudah diterapkan dari abad ke 19 dan masih dipakai pada abad ke 21 walaupun sudah tidak relevan lagi. Pokok permasalahannya jika dikaitkan dengan Bonus Demografi di Indonesia yaitu bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan periode Bonus Demografi tersebut dengan maksimal sehingga bisa keluar menjadi negara maju. Terdapat 3 sektor yang perlu diperhatikan dalam suksesnya melewati periode tersebut yaitu Labor Participation Rate, Savings Rate, dan Labor Allocation Efficiency. Jika kita lihat dari apa yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa masalah terbesar dari hal ini adalah Middle Income Trap dan bagaimana kondisi Indonesia saat ini yang bahkan lebih buruk dibandingkan dengan negara – negara Amerika Latin. Indonesia harus bisa membangun kekuatan yang terdiri dari Institutions, Dependency ratio, Infrastructure, Macroeconomics Factors, dan Trade Structure. Seperti bagaimana yang digambarkan pada diagram berikut ini bagaimana posisi Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara – negara asia pasifik yang lain dalam kekuatan ekonominya. 3.3. Memaksimalkan Bonus Demografi Dalam Industrialisasi 3.3.1. Gambaran Kondisi Tenaga Kerja Indonesia Saat Ini Berdasarkan data BPS pada Februari 2014, angkatan kerja Indonesia kini telah mencapai 125.3 juta atau bertambah 5.2 juta orang jika dibandingkan dengan angkatan kerja Agustus 2013 yang berjumlah 120.2 juta. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia sendiri telah mengalami penurunan 50 ribu orang atau 5.70 persen bila dibandingkan dengan rentang waktu yang sama. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin, seluruh sektor usaha mengalami kenaikan jumlah pekerja produktif. Pada tahun 2014 sendiri, sektor kemasyarakatan terdiri atas 640 ribu orang, sektor perdagangan terdiri atas 450 ribu orang, dan sektor industri sebanyak 390 ribu orang. Sektor-sektor ini mengalami kenaikan berbeda dengan sektor pertanian dengan penurunan 0.68%. Penurunan ini terjadi karena perpindahan kerja banyak petani dari sektor agrikultur ke manufaktur. Tabel trend TPK dan TPT dari tahun 1996 ke 2010 TPK atau tingkat partisipasi kerja adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk dalam angkatan kerja. TPT atau tingkat partisipasi terbuka penduduk adalah perbandingan antara jumlah pengangguran dengan jumlah penduduk angkatan kerja. Setelah krisis 1998, dapat dilihat bahwa TPK sempat menurun untuk naik lagi di tahun 2005 sampai dengan sekarang. 3.3.2. Memaksimalkan Bonus Demografi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Bonus demografi harus benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan output dengan modal manusia (angkatan kerja) yang tersedia. Menurut data dari Lembaga Demografi FEB UI, disebutkan bahwa proyeksi angkatan kerja dari tahun 2005 sekitar 106,8 juta akan meningkat menjadi 148,5 juta pada 2025. Artinya akan terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja di Indonesia, sesuai dengan tabel proyeksi dibawah ini. Proyeksi Penduduk Indonesia, 2010-2035 (Ribuan) Tahun Negara Indonesia 2010 2015 2020 2025 2030 2035 238.519 255.462 271.066 284.829 296.405 305.652 Sumber : Badan Pusat Statistik Dengan proyeksi penduduk Indonesia yang akan semakin meningkat dikarenakan turunnya fertilitas dan kematian bayi yang membuat rasio ketergantungan semakin menurun. Hal itu disebabkan pula oleh penurunan proporsi penduduk muda dan peningkatan proporsi usia kerja. Kemudian terdapat pula transisi demografi dikarenakan terjadi penurunan fertilitas dan mortalitas dalam jangka panjang. Adapun penurunan fertilitas akan menurunkan proporsi anak-anak (0-14 tahun) sedangkan penurunan dari mortalitas akan meningkatkan jumlah bayi yang hidup dan mencapai pada usia kerja (15-64 tahun). Berikut adalah tabel mengenai jumlah usia kerja, anak-anak, dan lansia. Tabel proyeksi usia kerja, anak-anak, dan lansia di Indonesia penduduk I(juta) 250 200 usia kerja 150 0-14 100 anak-anak 0- 50 0 15-64 65+ lansia 65+ Sumber : LD FEUI (Sri Moertiningsih Adioetomo) Dengan kondisi seperti yang digambarkan diatas, terlihat untuk memaksimalkan modal manusia atau capital labour maka diperlukan penyerapan atau pemanfaatan sumber daya manusia itu sendiri. Dari berbagai industri terdapat 3 industri besar yang menyerap tenaga kerja yang besar, yakni pakaian dan tekstil, makanan dan minuman, serta furniture. Namun industri tersebut memiliki presentase sumbangan terhadap PDB yang minim bila dibandingkan dengan presentase industri migas yang mencapai 0,25% dari PDB atau 2.5x lipat presentase dari ketiga industri yang menyerap banyak sumber daya tersebut. Berikut adalah industri yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia yakni : Industri paling menyerap tenaga kerja paling banyak d Indonesia per orang No Industri 2010 Presentase terhadap PDB 1 Industri Pakaian dan Tekstil 1.006.907 orang 0,02% 2 Industri Makanan & Minuman 415.479 orang 0,07% 3 Industri Furniture 215.022 orang 0.012% Sumber : BPS, 2010 Adapun untuk dapat menyerap tenaga kerja yang banyak diperlukan pula kualitas dari sumber manusia yang baik. Salah satunya adalah dengan melakukan wajib belajar 15 tahun, mempromosikan kembali sekolah menengah kejuruan, dan mengadakan latihan atau kursus dengan membangun balai pelatihan tenaga kerja didaerah. 3.3.3. Kriteria Sektor Industri yang Cocok dengan Bonus Demografi Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif. Jika tidak disiapkan dengan baik, “bonus” demografi ini dapat menjadi jebakan bagi Indonesia yang membuat proses pengejaran keberhasilan negara lain semakin lama. Pertanian adalah jenis industri padat karya yang memegang peran strategis dalam ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data Sakernas tahun 2006, penduduk Indonesia yang berkarir di bidang ini mencapai 42,039,250 orang dari 95,177,102 (44.2%) penduduk Indonesia yang bekerja. Data ini menujukan bahwa hampir dari setengah tenaga kerja berada di bidang pertanian yang keuntungannya bergantung dengan harga pangan. Kualitas sumber daya manusia petani di Indonesia sendiri masih sangat rendah. Hal ini ditunjukan dari data bahwa 59.2% petani tidak berhasil menamatkan SD, 32.1% tamatan SD, 5.7% tamatan SMP, dan 2.9% tamatan SMA. Frekuensi pengulangan kerja petani membuat petani dapat digolongkan menjadi tenaga kerja terlatih. Namun, industri pertanian kerap mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Disaat sektor usaha lain mengalami peningkatan penyerapan jumlah pekerja, tenaga kerja di bidang pertanian malah menurun. Selama kurun waktu 1990-1997, tenaga kerja di sektor bukan pertanian meningkat lebih dari 16.5 juta orang dan di sektor pertanian turun lebih dari 6.7 juta orang. Penurunan atraktivitas pekerjaan di bidang agrikultur disebabkan oleh banyaknya lahan pertanian yang telah di alihfungsikan menjadi lahan tempat tinggal ataupun usaha dan kurangnya intervensi dari pemerintah untuk hal ini. Dalam menghadapi kondisi bonus demografi di tahun 2030-an, diperlukan intervensi dari pemerintah untuk menyiapkan sektor-sektor usaha yang sesuai dengan penambahan jumlah pekerja usia produktif. Industri agrikultur adalah industri yang dapat banyak menyerap tenaga kerja dan masih memiliki banyak ruang untuk dikembangkan terutama di bidang produktivitas. Produktivitas sektor pertanian mencapai 1.69 juta rupiah per orang, urutan pertama terendah diikuti oleh sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel sebesar 4.21 juta rupiah per bulan. Sektor industri lainnya yang menarik untuk dikembangkan dalam kondisi bonus demografi adalah industri kreatif. John Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas (2001) adalah kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide tidak hanya melakukan hal-hal yang rutin dan berulang-ulang. Ekonomi kreatif sendiri mencakup empat buah modal yaitu sosial budaya, manusia, strukturan, dan kreativitas yang dapat mengembangkan keunikan suatu negara bermodalkan keanekaragaman budaya. Laporan PBB menunjukan bahwa ekonomi kreatif berada pada sektor paling dinamis di dalam perekonomian dunia dan menawarkan kesempatan pertumbuhan yang pesat di negara-negara berkembang. Saat ini, kondisi ekonomi kreatif di Indonesia berada pada kisaran 7 persen dengan nilai 641.8 triliun. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada sektor ini sendiri adalah 11.5 juta orang dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1%. Dengan modal 220 juta orang, belum termasuk penduduk usia produktif yang berada di era bonus demografi, masih banyak potensi dari peluang bidang industri ekonomi kreatif yang dapat dimaksimalkan. Strategi jangka panjang dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal krusial penunjang ekonomi kreatif. Indonesia harus berkembang dari fakta bahwa saat ini, 54.6% dari seluruh penduduk Indonesia adalah jumlah kumulatif dari tamatan dan bukan lulusan SD. Program pendidikan akan dikembangkan untuk mengasah daya pikir, kekuatan kognitif, dan softskills para penerus pembangunan di masa depan sehingga mereka dapat menjadi tenaga kerja berkualitas yang penuh ide ataupun membuka usaha milik mereka sendiri. 3.3.4. Bonus Demografi untuk Kesejahteraan Rakyat Dalam memaksimalkan bonus demografi harus memerhatikan dan memprioritaskan kesejahteraan rakyat dalam arti pemerataan. Tak hanya sekedar memperhatikan pertumbuhan ekonomi semata, tapi harus simultan dengan pemerataan distribusi pendapatan. Seperti diketahui angka rasio gini Indonesia tertahan di angka 0.41 pada tahun 2013, walaupun kemiskinan relatif turun 11.5% (29 juta jiwa) pada 2013 menjadi 11% (28 juta jiwa) dari keseluruhan penduduk Indonesia (Sumber: World Bank dan BPS) bukan menjadi alasan untuk tidak menekan angka koefisien gini yang masih timpang tersebut. Dengan pendapatan perkapita Indonesia yang mencapai $1810.31 lebih rendah dari Malaysia $6990.25, Thailand $3437.84, paling jauh dengan Singapura $36897.87 harus dijadikan semangat lebih untuk mengejar ketertinggalan khususnya dikawasan regional ASEAN. Mengingat bonus demografi yang akan dihadapi oleh Indonesia harus dimaksimalkan mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan pemerataan kesejahteraan masyarakat. 4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Salah satu aspek perlunya pendidikan adalah mempelajari pengetahuanpengetahuan teknis. Hal inilah yang menjadi Human Capital. Dengan ,eningkatnya pengetahuan-pengetahuan teknis, diharapkan dapat menciptakan perkembangan teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas Indonesia di zaman industrialisasi ini. Jika dikaitkan dengan Middle-Income Trap bonus demografi, Demografi merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan Middle Income Trap dan merupakan yang kedua paling berpengaruh dibawah Legal Institutions. Faktor – faktor tersebut secara berurut dari yang paling berpengaruh yaitu Legal Institutions, Demografi, Infrastruktur, Lingkungan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi, dan Struktur Ekonomi. Pengaruh Demografi sendiri meliputi adanya Demographic Dividend dan Demographic Debt yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. Untuk memaksimalkan modal manusia atau capital labour saat bonus demografi, maka diperlukan penyerapan atau pemanfaatan sumber daya manusia itu sendiri. Dari berbagai industri terdapat 3 industri besar yang menyerap tenaga kerja yang besar, yakni pakaian dan tekstil, makanan dan minuman, serta furniture. Namun, industri tersebut memiliki presentase sumbangan terhadap PDB yang minim bila dibandingkan dengan presentase industri migas yang mencapai 0,25% dari PDB atau 2.5x lipat presentase dari ketiga industri yang menyerap banyak sumber daya tersebut. Selain itu, industri agrikultur adalah industri yang dapat banyak menyerap tenaga kerja dan masih memiliki banyak ruang untuk dikembangkan terutama di bidang produktivitas. Produktivitas sektor pertanian mencapai 1.69 juta rupiah per orang, urutan pertama terendah diikuti oleh sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel sebesar 4.21 juta rupiah per bulan. Sektor industri lainnya yang menarik untuk dikembangkan dalam kondisi bonus demografi adalah industri kreatif. 4.2. Rekomendasi Untuk memaksimalkan bonus demografi, Indonesia harus benar-benar memanfaatkan The Window of Opportunity dengan melakukan langkah sebagai berikut : Melakukan pengalihan dana investasi dari sektor konsumtif ke sektor produktif terutama industri padat karya (Industri pakaian/tekstil, minuman & makanan, serta furniture dsb.) dan ke sektor pendidikan. Memperbaiki iklim investasi dan birokrasi yang kondusif untuk membuka kesempatan kerja produktif seluas-luasnya bagi masyarakat. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan program pendidikan kejuruan, program pelatihan pekerja, perluasan jangkauan pendidikan dan kualitasnya. Peningkatan industri kreatif nasional dengan mendukung ekonomi kreatif Indonesia dan melakukan inovasi di sektor perindustrian Indonesia guna meningkatkan produktifitas dengan Research and Development Program. Memfokuskan pembangunan industri dasar sebagai penunjang aktivitas perekonomian. Referensi: 1. Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI) 2. UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian 3. Lembaga Demografi FEUI 4. http://www.kemenperin.go.id/statistik/ (diakses 23 April jam 13.30) 5. http://www.bps.go.id/ (diakses 22 April jam 14.05) 6. http://www.worldbank.org/in/news/press-release/ (diakses 23 April jam 16.43) 7. http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-penggolonganindustri-di-indonesia-perekonomian-bisnis.html(diakses 21 April 2015 jam 21.35) 8. http://www.beritasatu.com/ekonomi/182140-bps-kondisi-ketenagakerjaan-di-indonesiasemakin-membaik.html (diakses 22 Februari 2015 jam 23.46) 9. http://id.tradingeconomics.com/indonesia/gdp-per-capita (diakses 23 April jam 16.32) 10. Moertiningsih, Sri. (2005). BONUS DEMOGRAFI MENJELASKAN HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN PENDUDUK EKONOMI. Pidato Pengukuhan Guru Besar. DENGAN PERTUMBUHAN 11. Septami, Gisty Ajeng. (2015). PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI DAN MANUFAKTUR DI INDONESIA GUNA MEMETIK BONUS DEMOGRAFI. Makalah Seleksi Mahasiswa Berprestasi FEB UI 2015. 12. Oosthuizen, Morne. (2013). MAXIMISING SOUTH AFRICA’S DEMOGRAPHIC DIVIDEND. Development Policy Research Unit Paper. 13. Mason, Andrew. (2005). DEMOGRAPHIC TRANSITION AND DEMOGRAPHIC DIVIDENDS IN DEVELOPED AND DEVELOPING COUNTRIES. UNITED NATIONS EXPERT GROUP MEETING ON SOCIAL AND ECONOMIC IMPLICATIONS OF CHANGING POPULATION AGE STRUCTURES. 14. Aiyar,. S., Duval, R., Puy, D., Wu, Y., & Zhang, L. (2013). IMF Working Paper. Growth Slowdowns and the Middle-Income Trap. Washington: International Monetary Fund. Diakses pada April 21, 2015, dari https://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2013/wp1371.pdf 15. Butler, Robert (2010, 24 Mei). Debt and the Demographics of Aging. International Longevity Center, Washington Times. Diakses pada April 21, 2015, dari http://www.cfr.org/aging/debt-demographics-aging/p22195 16. Economist Online (2012, 27 Maret). The Middle-Income Trap. Diakses pada April 21, 2015, dari http://www.economist.com/blogs/graphicdetail/2012/03/focus-3 17. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2013 18. Wei, Xing. (2012) From “Demographic Dividend” to “Demographic Debt”. Institute of Social Development Research, NDRC Diakses pada April 21, 2015, dari http://en.amr.gov.cn/en/Projects/ReportDetail.aspx?id=154 19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan 20. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 21. http://eprints.undip.ac.id/16864/1/Investasi_Sumber_Daya_Manusia_Melalui_Pendidikan ....by_Hastarini_Dwi_Atmanti_%28OK%29.pdf diakses Jumat, 24 April 2015 pukul 12.30 22. http://www.idx.co.id/en-us/home/information/forinvestor/mutualfunds.aspx diakses Jumat, 24 April 2015 pukul 12.35 23. Statistik Pasar Modal 2012 oleh Badan Pusat Statistik 24. Statistik Pasar Modal 2013 oleh Badan Pusat Statistik 25. Workforce Capability Framework Tool Kit oleh The Department of Human Services, Victorian Government