Masalah Sosial dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Sumber: Djamaludin Ancok, Psikologi Terapan, Yogyakarta, Darussalam, 2004 Pengantar JUMLAH penduduk dunia di tahun 2000 diperkirakan menjadi sekitar 6,2 milyar. Jumlah ini akan bertambah menjadi dua kali lipat dalam tempo sekitar 30-40 tahun bila kecepatan pertumbuhan penduduk seperti konstan seperti sekarang terjadi. Sekitar 90 persen petumbuhan penduduk yang cepat ini terjadi di dunia ketiga yang tergolong ke dalam negara miskin. Pertambahan penduduk yang begitu cepat menyebabkan kemampuan dan kesempatan memperoleh sumberdaya alam semakin mengecil. Akibat lain ialah proses kerusakan lingkungan pun akan semakin cepat dikarenakan tuntutan penduduk yang semakin besar. Akhirnya, daya dukung lingkungan jauh di bawah kemampuan yang dikehendaki oleh penduduk yang begitu besar. Indonesia di awal tahun 1990 mempunyai penduduk sekitar 179,8 juta jiwa. Dengan pertumbuhan penduduk sekitar 2,1 persen jumlah tersebut diprediksikan meningkat menjadi dua kali lipat dalam tempo sekitar 37 tahun. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan menyebabkan pengurasan sumberdaya alam semakin besar. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan, dengan meningkatnya pendirian pabrik untuk memproduksi berbagai jenis barang, diperkirakan kerusakan lingkungan akan menjadi topik utama di masa-masa yang akan datang. Pemikiran yang disampaikan di dalam tulisan ini hanyalah sekelumit permasalahan sosial yang timbul akibat pengelolaan lingkungan yang kurang baik. Dalam lima dasa warsa mendatang, kegiatan pembangunan di dunia akan terus berkembang dengan kecepatan 5-10 kali lipat. Menurut laporan World Commission of Environtment and Development yang ditulis dalam buku Our Common Future, produksi industri naik 40 kali lipat sejak tahun 1950. kegiatan industri, pertumbuhan penduduk, dan pertanian memerlukan banyak energi. Bila negera-negara di dunia ketiga ingin mengejar ketertinggalannya dari negara maju, maka kebutuhan akan energi di tahun 2025 akan menjadi lima kali lipat penggunaan sekarang. Sumber daya energi yang banyak dipakai adalah energi fosil dan kayu bakar. Kedua sumber energi ini akan terkuras. Dalam keadaan demikian, maka penyediaan sumber energi alternatif seperti energi matahari dan nuklir menjadi kebutuhan yang nyata. Energi nuklir tentu saja lebih berbahaya karena karena menimbulkan radiasi radioaktif. Namun yang paling membahayakan dari pemakaian energi yang semakin banyak adalah kenaikan suhu bumi menjadi beberapa derajat di atas ambang batas. Keadaan ini menyebabkan banjir, yang antara lain disebabkan oleh pencairan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Beberapa ahli memprediksi, akibatnya dalam tempo 50 tahun beberapa kota di pantai Jawa akan sirna dari muka bumi. Kegiatan industri juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pencemaran dan pengrusakan lingkungan pada akhirnya akan menjadi pengrusakan pembangunan itu sendiri, oleh karena kesinambungan pembangunan menjadi terganggu. Walaupun kerusakan lingkungan tidak semata-mata akibat ulah kalangan industri, adanya seminar, diskusi, penelitian,, dan kegiatan semacamnya yang ditangani pengusaha merupakan salah satu wujud tanggung jawab pengusaha terhadap pengelolaan lingkungan. Kegiatan semacam itu juga merupakan pengejawantahan salah satu bentuk tanggung jawaban generasi masa kini terhadap generasi masa datang. Lester L. Brown dalam buku Building a sustainable Society mengatakan bahwa: “We have not inherited the earth fromour fathers, we are borrowing it fromour children” (Kita tidak mewarisi lingkungan dari orang tua kita, tetapi kita meminjam lingkungan hidup tersebut dari anak kita). Oleh karena itu adanya kegiatan-kegiatan penanggulangan perusakan lingkungan patut disyukuri. Hasil-hasil kegiatan tersebut akan semakin menggugah tanggung jawab kita terhadap pengelolaan lingkungan demi kelangsungan hidup anak-anak kita di masa yang akan datang. Batasan Lingkungan dalam Kaitan dengan Aspek Sosial Yang dimaksud dengan lingkungan di dalam bagian ini dibatasi pada “seluruh pengaruh yang berasal dari luar diri manusia baik yang bersifat alami, buatan, dan manusia yang mempengaruhi aspek sosial kehidupan manusia”. Peraturan pemerintah mengenai lingkungan Hidup, seperti yang dikategorikan dalam Undang-Undang nomor 4/1982, mengkategorikan lingkungan ke dalam tiga aspek yakni: (a) lingkungan alam, (b) lingkungan buatan, dan (c) lingkungan sosial. Aspek sosial kehidupan manusia ini merupakan hasil interaksi beberapa faktor lain seperti aspek kesehatan, ekonomi, dan aspek politik yang dapat mempengaruhi kesejahteraan batiniah seorang individu. Faktor-faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh ketiga komponen lingkungan yang dikemukakan di atas. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ketiga aspek di atas langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku sosial manusia, baik dalam bentuk perubahan positif maupun negatif. Dampak Pengelolaan Lingkungan pada Aspek Kehidupan Pengelolaan lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu pengelolaan yang mendukung terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development), dan pengelolaan yang mengancam terwujudnya kesinambungan pembangunan tersebut. Pengelolaan lingkungan hidup yang menunjang kesinambungan pembangunan adalah pengelolaan yang menciptakan interaksi harmonis antara penduduk dan lingkungan hidupnya. Keharmonisan pengelolaan lingkugan ini selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup (quality of life). Indikasi dari adanya keserasian antara penduduk dan lingkungannya dapat dilihat dari berbagai indikator. Bebereapa indikator dapat dilihat dari kondisi kualias hidup masyarakat yang melipuiti berbagai aspek, yaitu: ekonomi, sosial, kesehatan, dan psikologis. Indikator Ekonomi Dari segi ekonomi, pengelolaan lingkungan yang harmonis dengan penduduk terlihat dari adanya peningkatan penghasilan. Selanjutnya juga terlihat dari jumlah dan jenis barang yang mereka miliki. Misalnya kendaraan, rumah permanen, pakaian yang bagus, dan lainlain. Indikator Sosial Adanya ketidakserasian pegelolaan lingkungan dengan penduduk akan menimbulkan berbagai jenis indikasi patologi sosial. Patologi sosial muncul dalam bentuk banyaknya kasus kriminalitas, angka perceraian yang tinggi, kasus kekerasan dalam keluarga (korbannya anak, istri, atau suami), serta kekerasan dan konflik antar individu dan antar kelompok masyarakat. Indikator Kesehatan Indikator baiknya pengelolaan lingkungan terlihat dari peningkatan derajat kesehatan penduduk. Tolak ukur kondisi kesehatan penduduk antara lain kecukupan gizi, jenis penyakit semakin berkurang, persentase morbiditas (jatuh sakit) semakin kecil, dan angka kematian relatif kecil. Indikator Psikologis Keserasian antara lingkungan dan lingkungan hidup juga terlihat dari menurunnya stres kehidupan. Hal ini terlihat dari perasaan bahagia (well-being), rendahnya kecemasan serta rendahnya keluhan penyakit-penyakit fisik akikibat tekanan kejiwaan. Pengelolaan lingkungan hidup yang tidak mendukung kesinambungan pembangunan (sustainable development) sebaliknya akan menimbulkan permasalahan penurunan kualitas hidup. Peranan Pengusaha dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Peranan pengusaha dalam pengelolaan lingkungan hidup paling sedikit meliputi dua aspek, yakni pengelolaan dalam perusahaan dan pengelolaan di luar perusahaan. Kedua aspek pengelolaan tersebut selain menguntungkan masyarakat luas namun dalam jangka panjang juga akan menguntungkan perusahaan itu sendiri. Pengelolaan dalam Perusahaan Pengelolaan lingkungan hidup didalam perusahaan dapat berupa penanganan sumbersumber penyakit yang berasal dari bahan-bahan kimiawi yang dipakai perusahaan dalam proses produksinya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kerja karyawan mengalami penurunan akibat debu yang berisi senyawa besi, bahan kimia beracun, debu daun teh, atau debu kapas. Semakin lama karyawan bekerja di tempat-tempat berudara racun seperti itu, maka semakin besar pengaruhnya terhadap penurunan produktivitas kerja karyawaan. Penyakit karyawan tidak hanya mempengaruhi kesehatan dan ketenteraman jiwa karyawan, tetapi juga akhirnya merugikan perusahaan karena produktivitas karyawan tidak optimal. Selain faktor bahan beracun, kondisi fisik lingkungan kerja juga akan menurunkan produktivitas kerja karyawan. Suhu udara yang terlalu panas, suara berisik yang ditimbulkan oleh mesin, mekanisme kerja, kurangnya oksigen dalam ruangan kerja karena ventilasi yang kurang, terlalu kurangnya sinar lampu untuk menerangi tempat kerja, dan kurang efisiennya penataan pabrik (plantlay-out), dan kurang ergonomiknya penataan tempat kerja, merupakan faktor-faktor fisik yang menyebabkan produktivitas kerja karyawan menurun. Kondisi lingkungan demikian cepat atau lambat akan menimbulkan permasalahan sosial di tempat kerja. Seperti karyawan suka cekcok, kepuasan kerja karyawan menurun, terjadi sabotase terhadap perusahaan, dan atau banyak karyawan yang mengalami ketegangan jiwa. Keadaan demikian ini lambat laun menjadi beban bagi perusahaan di samping mwenimbulkan ketidakbahagiaan bagi karyawan. Pengelolaan Luar Perusahaan Permasalahan sosial pengelolaan lingkungan dapat terjadi bila proyek-proyek perusahaan kurang memperhatikan dampak kegiatannya terhadap masyarakat luas. Sebagai contoh proyek yang cukup sering menimbulkan masalah sosial adalah pengembangan tambak udang. Proyek ini biasanya menuntut adanya lahan yang dekat dengan sumber air (sungai),dan biasanya daerah yang demikian sering ditumbuhi oleh pohon bakau atau pohon nipah. Pohon-pohon ini seringkali didiami oleh kepiting, yang biasanya menjadi sumber kehidupan masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Oleh karena kepiting adalah musuh utama udang, maka pohon bakau dan nipah ditebang. Untuk menjaga kemungkinan penetrasi kepiting ini, sebelum benih udang ditebarkan di dalam tambak, tambak tersebut diberi racun kepiting. Tentu saja kemungkinan kepiting untuk berkembang semakin kecil. Keadaan ini menyebabkan hilangnya sumber pencaharian penduduk yang berasal dari penangakapan kepiting. Selain itu, kalau jumlah masyarakat yang menggantungkan hidup pada tanah atau sumber alam yang kemudian diambil alih oleh industri yang cukup besar, kehilangan sumber penghasilan masyarakat akan menimbukan permasalahan sosial. Masalah lainnya yang berdampak sosial adalah kasus pencemasan akibat limbah industri. Cukup sering limbah industri ini menyebabkan produksi pertanian menjadi menurun, atau menyebabkan meningkatnya prevalensi orang jatuh sakit. Keadaan ini sangat sering memicu konflik antara pabrik dan masyarakat. Bila konflik muncul, selain merugikan masyarakat juga merugikan pengusaha. Kerugian yang menghadang bermula dari tidak terwujudnya hubungan yang baik antar pabrik dan masyarakat. Tidak jarang terjadi masyarakat melakukan boikot dan sabotase pada perusahaan yang menjadi lawan konflik. Selain itu, kondisi perusahaan yang diliputi ketegangan akan menurunkan semangat kerja karyawan. Akhirnya produktivitas kerja karyawan menjadi turun. Dampak limbah industri juga menimbulkan problema-problema sosial. Limbah industri di teluk Jakarta, misalnya, telah menyebabkan kadar “mercury” di dalam sumber makanan laut (misalnya kerang dan ikan) menjadi tinggi. Kondisi ini membahayakan kesehatan dan menimbulkan kekuatiran orang dalam membeli kerang. Akibatnya banyak penjual kerang yang dagangannya menjadi kurang laku dan lalu mempengaruhi ekonomi keluarga. Pengelolaan lingkungan buatan juga seringkali memberikan masalah sosial. Pembuatan kompleks perumahan mewah yang hanya dihuni oleh golongan tertentu tidak jarang menimbulkan problema kecemburuan sosial. Khususnya bila kompleks perumahan tersebut berada di wilayah masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Pembuatan rumah susun dan perumahan rakyat yang kurang memperhatikan daya dukung rumah untuk mengembangkan potensi manusia, juga akan menimbulkan permasalahan sosial. Tidak jarang kondisi rumah secara fisik menghambat perkembangan jiwa anak, dan menghambat komunikasi yang hangat dalam keluarga. Apa yang perlu Diperbuat? Pembangunan yang berwawasan lingkungan (alam, butatan dan sosial) merupakan jawaban untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Seperangkat peraturan mengenai pengelolaan lingkungan telah diundangkan. Walaupun Pemerintah memberikan sanksi pidana berupa denda dan penjara kepada mereka yang dengan sengaja merusak lingkungan, namun hendaknya kesadaran masyarakat akan lingkungan ini tidak harus tumbuh hanya karena hukum pidana tersebut. Ini berarti, kita masih harus terus bekerja keras menanamkan kesadaran kepada seluruh lapisan masyarakat, tentang betapa pentingnya upaya menjaga kelestarian sumberdaya yang disediakan oleh lingkungannya.•