1. a. Buat kaji banding/komparasi dari segi metodologisnya buku; Sejarah Indonesia Modern dengan buku Perlawanan-Perlawanan terhadap Kolonialisme! Jawab: Sejarah Indonesia Modern, materi buku ini dimulai dengan kedatangan Islam, diakhiri dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Bermula pada tahun 1211, berakhir pada 2004. Masuknya Islam di bumi Nusantara mengawali suatu rentangan waktu yang disebut Ricklefs sebagai Indonesia Modern. Ia mengajukan tiga unsur fundamental yang menurutnya telah mempersatukan periode tersebut sebagai sebuah unit sejarah yang padu. Yang pertama adalah unsur kebudayaan dan agama: islamisasi Indonesia yang dimulai tahun 1200 dan berlanjut hingga hari ini. Yang kedua adalah unsur topik: saling pengaruh antara orang Indonesia dan orang Barat yang dimulai tahun 1500 dan masih berlanjut hingga saat ini. Yang ketiga adalah historiografi: sumber-sumber primer sepanjang periode ini ditulis hampir secara eksklusif dalam bahasa Indonesia modern dan dalam bahasa-bahasa Eropa. Dengan mendasarkan penelitiannya pada puluhan jurnal dan lebih dari lima ratus buku, Rikclefs mengisahkan perjalanan bangsa Indonesia dari zaman ke zaman yang penuh warna, lengkap dengan aneka persoalan dan pertikaian internal maupun eksternalnya. Buku ini dituliskan secara naratif, buku ini menjawab pertanyaan tentang bagaimana komunitas-komunitas dari berbagai kepulauan Indonesia, dengan rupa-rupa etnis dan bahasa dan tersebar ke dalam negara-negara kerajaan yang terpisah-pisah, bisa bersatu menjadi sebuah bangsa modern. Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap Kolonialisme, buku ini ditulis oleh Prof. Dr. A. Sartono Kartodirdjo, diterbitkan oleh Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI, dengan jumlah halaman sebanyak 301 halaman, tahun terbit 1973. Keunggulan dari buku ini terletak pada pemaparan kronologis peristiwa dengan sangat detail. Dengan pemaparan secara deskriptif, setiap tulisan dalam buku tersebut mampu membawa pembaca larut ke dalam suasana yang dipaparkan dalam buku. Kelemahan buku ini yaitu bahasa yang digunakan kurang bisa dipahami mengingat buku tersebut disusun pada tahun 1973. Banyak istilah, gaya bahasa, serta ejaan yang berbeda dengan yang ada pada saat ini. Akibatnya, pembaca harus membaca buku tersebut berulang-ulang untuk dapat memahami isinya. Kelemahan lain buku ini adalah dalam salah satu pembahasan mengenai perang Aceh, ada pernyataan yang agak bertolak belakang. Pada halaman 254 paragraf ke-4 disebutkan bahwa Panglima Polem wafat (“..Pemimpin-pemimpin Aceh yang gigih seperti Teungku Cik di Tiro Muhammad Saman dan Panglima Polem berpulang ke rakhmatullah pada bulan Januari 1891.”), tapi di halaman 258 paragraf-3 dikatakan bahwa Panglima Polem—sekitar tahun 1899—masih mengadakan serangan besama Hulubalang Pideie dan Teuku Umar. Pernyataan ini membingungkan pembaca. Satu hal lagi yang menjadi kelemahan buku ini adalah jenis kertas yang digunakan yang agak sedikit kurang menarik. b. Apa yang didapat setelah membahas ke dua buku tersebut? hal baru apa yang diperoleh dari buku-buku itu ! Jawab: Hal yang baru saya pahami adalah pada awalnya Belanda datang ke Nusantara sebagai pedagang. Kemudian berkembang bukan lagi sebagai pedagang bebas yang memang mengikuti aturan-aturan pasar yang berlaku tapi Belanda bertindak memonopoli perdagangan rempah-rempah dan komoditi yang laku di pasar internasional, mengatur harga, pemasokan, bahkan sampai kepada pengaturan kehidupan ekonomi masyarakat Nusantara. Puncaknya Belanda menduduki Nusantara sebagai penguasa yang berwenang mengatur segala aspek kehidupan bangsa-bangsa di Nusantara baik itu ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya. Mengalami perlakuan seperti itu, bangsa-bangsa di Nusantara tidak tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan-perlawanan meskipun perlawanan ini masih bersifat kedaerahan yang dilakukan oleh orang-orang yang berpengaruh seperti raja ataupun bangsawan. Adapun sebagian dari raja atau bangsawan ini yang justru malah bersekutu dengan penjajah Belanda karena merasa diuntungkan dari segi materi atau pendapatan maupun dari segi pertahanan terhadap kekuasaannya agar raja tersebut tetap dapat berkuasa. Musuh yang paling sulit bagi Bangsa Barat adalah Islam, baik dari kalangan pemuka agama Islam ataupun raja-raja yang beragama Islam. Kaum Muslim Hitu (Ambon bagian utara) melakukan perlawanan kepada VOC dengan membentuk persekutuan anti-VOC. Ini adalah sebagai bukti kegigihan bangsa ini untuk membebaskan diri dari cengkraman penjajah walaupun pada akhirnya mereka mengalami kegagalan. Di Jawa sendiri muncul sosok Diponegoro yang mampu menggerakkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial yang dimulai pada tahun 1820-an. 2. Buat kaji banding/komparasi antara kerajaan-kerajaan: Aceh, Mataram Islam, dan Gowa Tallo pada abad ke 17. Bandingkan aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya, dari masing-masing kerajaan itu ! lengkapi dengan peta wilayahnya! Jawab : Kerajaan Aceh a. Letak Kerajaan Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaan yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Peta Wilayah Kerajaan Aceh b. Kehidupan Politik Mengenai kapan berdirinya Kerajaan Aceh, tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan Bustanussalatin (1637) karangan Nuruddin Ar Raniri yang berisi silsilah sultan-sultan Aceh, diketahui bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan kerajaan Pedir. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh: Sultan Ali Mughayat Syah, merupakan raja pertama di Kerajan Aceh. Ia memerintah sekitar tahun 1514-1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasaan ke beberapa daerah yang berada di Wilayah Sumatera Utara seperti daerah Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru. Sultan Salahudin, ia memerintah sekitar tahun 1528-1537 M. Sultan Alauddin Riayat syah al-Kahar, ia memerintah sekitar tahun 15371568 M. Ia melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemerintahan Kerajaan Aceh. Sultan Iskandar Muda, memerintah sekitar tahun 1607-1636 M. Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, kerajaan Aceh mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transito yang dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia Barat. Untuk mencapai kebesaran Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Thani, memerintah sekitar tahun 1636-1641 M. c. Kehidupan Ekonomi Perekonomian Aceh berkembang sangat pesat, daerahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada. Barang-barang yang diekspor Aceh seperti beras, lada (dari Aceh sendiri), timah (dari Perlak dan Pahang), emas, perak (dari Minangkabau), rempah-rempah (dari Maluku). Bahan Impornya seperti kain dari Koromandel, porselin dan sutra dari Cina, minyak wangi dari Eropa dan Timur Tengah. d. Kehidupan Sosial Meningkatnya kemakmuran telah menyebabkan berkembangnya sistem feodalisme dan ajaran Islam di Aceh. Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil disebut golongan Teuku, sedang kaum ulama yang memegang peranan penting dalam agama disebut golongan Teungku. e. Kehidupan Budaya Kejayaan yang dialami oleh kerajaan Aceh tersebut tidak banyak diketahui dalam bidang kebudayaan. Peninggalan yang terlihat nyata seperti bangunan Mesjid Baiturrahman yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kerajaan Mataram Islam a. Letak Kerajaan Pada awal perkembangnnya, Kerajaan Mataram adalah sebuah daerah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Letak daerah Kerajaan Mataram adalah daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan pusatnya Kota Gede dekat daerah Yogyakarta sekarang. Peta Wilayah Kerajaan Mataram Islam b. Kehidupan Politik Setelah runtuhnya Kerajaan Demak, Pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh Ki Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan Trengganu. Sultan Hadiwijaya selanjutnya mendirikan Kerajaan Pajang namun usianya tidak lama, yaitu antara tahun 1569-1586 M. Setelah Sultan Hadiwijaya meninggal, kota-kota pesisir terus memperkuat diri sehingga membahayakan kedudukan Kerajaan Pajang. Sedangkan Pangeran Benowo pengganti Sultan Hadiwijaya tidak dapat mengatasi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para bupati dari daerah pesisir pantai tersebut. Oleh karena itu, Pangeran Benowo menyerahkan kekuasaan kerajaannya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berdirilah Kerajaan Mataram. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram adalah: Panembahan Senapati Mas Jolang (Pangeran Seda ing Krapyak) memerintah sekitar 1601-1613 M. Mas Rangsang (Sultan Agung Senapati Ing alogo Ngabdurrachman atau lebih dikenal sebagai Sultan Agung) memerintah sekitar tahun 1613-1345 M. Amengkurat I, memerintah sekitar tahun 1645-1677 M. Amengkurat II, memerintah sekitar tahun 1677-1793 M. c. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram yang berada di pedalaman Jawa Tengah merupakan sebuah negara agraris. Tetapi penguasa daerah pantai yang mata pencahariannya adalah pelayaran-perdagangan menghendaki daerahnya sebagai negara merdeka atau setidak-tidaknya sebagai anggota serikat atau federasi, jadi sifatnya desentralisasi. Di bawah pemerintahan Sultan Agung, kehidupan perekonomian masyarakat berkembang pesat didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar. d. Kehidupan Sosial Pada masa Sultan Agung dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan daerahdaerah persawahan dan memindahkan banyak petani ke daerah Karawang yang subur. Atas dasar kehidupan agraris itulah disusun suatu masyarakat yang bersifat feodal. Para pejabat memperoleh imbalan berupa tanah garapan atau pajak tanah. Sistem kehidupan ini menjadi dasar utama munculnya tuan-tuan tanah di Jawa. e. Kehidupan Budaya Salah atu bentuk kebudayaan yang muncul adalah kebudayaan Kejawen yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Hindu, Budha dan Islam. Upacara Grebeg bersumber pada pemujaan roh nenek moyang yang berupa kenduri gunungan. Hitungan Tarikh yang sebelumnya mempergunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari, diubah menjadi tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan. Selain itu kesusastraan Jawa pun berkembang diantaranya kitab Sastra Gending, Nitisruti, Nitisastra Astabrata. Kerajaan Gowa Tallo a. Letak Kerajaan Kerajaan Gowa Tallo terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis memiliki posisi yang penting karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang dari bagian barat. b. Kehidupan Politik Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gowa Tallo adalah: Raja Alaudin, memerintah sekitar tahun 1591-1638 M. Sultan Hasanuddin, pada masa pemerintahannya kerajayan ini mengalami kejayaan. Belanda menjuluki Sultan Hasanuddin dengan sebutan ”Ayam Jantan dari Timur”. Dalam waktu yang cukup singkat Kerajaan ini telah berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Mapasomba, ia merupakan putera dari Sultan Hasanuddin. c. Kehidupan Ekonomi Wilayah kerajaan ini berkembang menjadi pelabuhan internasional. Banyak pedagang asing yang datang untuk berdagang di wilayah ini. Dengan tipe perahu seperti Penisi dan Lambo, pedagang Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan di Nusantara. Sumber komoditi utama wilayah ini adalah rempahrempah. Untuk mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya, disusunlah hukum perniagaan yang disebut Ade Allopiloping Bicaranna Pabbahi`e dan sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa. d. Kehidupan Sosial Daerah Makasar baru masuk islam awal abad ke 17. yaitu ketika tahun 1605 kedua penguasa dari kerajaan kembar Gowa Tallo memeluk agama Islam. Raja Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Kraeng Mantoaya bergelar Sultan Abdullah. Aktivitas kehidupan masyarakat diatur berdasarkan sumber-sumber yang ada dalam ajaran dan hukum Islam. e. Kehidupan Budaya Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan, maka sebagian besar kebudayannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut.hasil kebudayaan yang terkenal sampai sekarang adalah pembuatan perahu Penisi. 3. Jelaskan manfaat mengikuti perkuliahan Sejarah Kolonialisme Barat di Indonesia! serta manfaat dari metode diskusi kelompok dengan resensi buku sumber pada perkuliahan ini ! Jawab: Dengan mengikuti mata kuliah ini kita bisa mengetahui bentuk-bentuk penjajahan yang menimpa Nusantara ini, juga kita bisa mengetahui perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh para pejuang kita sehingga kita bisa lebih menghargai apa yang mereka perjuangkan. Dengan metode diskusi kita bisa bertukar pikiran mengenai materi yang sedang dibahas sehingga kita bisa menambah pengetahuan kita dan lebih memahami suatu materi karena berbagai perspektif muncul dalam diskusi ketika suatu materi itu dibahas. Selain itu kita juga bisa terbantu karena dengan mendiskusikan isi dari sebuah buku kita bisa lebih mudah memahami apa yang terkandung dalam buku tersebut, dengan mudah kita bisa mengetahui isi dari buku tersebut dan bisa langsung membandingkannya dengan buku yang lainnya. 4. a. Jelaskan sekitar suksesi di kerajaan Mataram Islam, latar belakangnya, jalannya perang serta tokoh-tokoh yang bertikai dalam perang suksesi tersebut ! Jawab: Perlawanan Trunojoyo terjadi akibat kekuasaan mutlak dan kesewenang-wenangan Amangkurat I terhadap pihak-pihak yang berseberangan dengannya, baik itu rakyat, orang-orang terdekat, kerabat, bahkan anaknya sendiri. Salah satu contoh peristiwa yang menunjukkan kesewenang-wenangan Amangkurat I adalah peristiwa Ratu Malang dan peristiwa Ratu Blitar. Peristiwa ini kelak membawa anak Amangkurat I, yaitu Adipati Anom, membenci dan sakit hati atas perlakuan ayahnya sendiri. Kekecewaan Trunojoyo terhadap Amangkurat I, menjadi salah satu alasan pecahnya perang Trunojoyo. Beberapa kekecewaan yang dialami Trunojoyo, diantaranya: 1. kematian Cakraningrat I—Kakek Trunojoyo—sebagai korban pengabdian pada raja, 2. disisihkannya Demang Melaya sebagai pengganti Cakraningrat I oleh Amangkurat dengan menunjuk Raden Undagan sebagai penggantinya, 3. kematian Demang Melaya—Ayah Trunojoyo—yang dihukum mati oleh Amangkurat, 4. Cakraningrat II—paman Trunojoyo—yang diserahi pemerintahan di Madura, diharuskan banyak tinggal di Mataram, sehingga pemerintahan di Madura terabaikan. Tokoh lain yang juga tidak senang pada tindakan sewenang-wenang Amangkurat I adalah Raden Kajoran, yang kelak akan berjuang bersama Trunojoyo melawan raja. Sebagai orang yang banyak memperhatikan soalsoal keagamaan, Raden Kajoran jelas tidak senang melihat tindakan sewenang-wenang yang sering dilakukan Amangkurat I. Penghukuman sejumlah ulama-ulama yang dituduh menghasut Adipati Anom menentang ayahnya, membuat Raden Kajoran kecewa dan sakit hati. bahkan, kesewenang-wenangan Amangkurat I sampai menyentuh keluarga Raden Kajoran sendiri. Rencana perlawanan Trunojoyo diketahui oleh Amangkurat I dan Cakraningrat II. Trunojoyo yang telah diketahui rencananya oleh raja itu. Meninggalkan Madura dan mengembara di daerah-daerah pantai Jawa. Trunojoyo juga berusaha untuk menjumpai Adipati Anom yang tengah diasingkan, untuk mengajaknya bersekutu melawan Amangkurat I. Di tempat lain, Adipati Anom memanggil Raden Kajoran ke tempat pengasingannya untuk membicarakan perebutan kekuasaan atas ayahnya yang telah membuat Adipati Anom sakit hati. Tapi Raden Kajoran tidak menyanggupi hal tawaran tersebut. Saat Trunojoyo sampai di “dalem” Raden Kajoran, Raden Kajoran menghubungkan Trunojoyo dengan Pangeran Adipati Anom. Adipati Anom meminta pada Trunojoyo untuk menggulingkan kekuasaan ayahnya. Trunojoyo menyanggupi tawaran tersebut. Maka, terjadilah kesepakatan antara Trunojoyo, Raden Kajoran, dan Adipati Anom untuk menggulingkan dan melawan kesewenangwenangan Amangkurat I. Dengan adanya penyerangan-penyerangan yang dilancarkan Trunojoyo terhadap Mataram, Amangkurat I memerintahkan laskar penduduk Mancanegara untuk siap berperang. Pasukan Mataram berkumpul di Jepara, dipimpin oleh Kyai Panji Karsula, dan segera berangkat menuju Jawa Timur. Kompeni yang telah menyanggupi membantu Sunan pun telah menyiapkan pasukannya. Pasukan pertama Mataram mengalami kegagalan. Oleh sebab itu, Sunan Amangkurat I segera memerintahkan pengiriman pasukan kedua. Pasukan kedua dipimpin oleh Raden Prawirataruna, berangkat dari bandarperang Jepara melalui laut menuju Jawa Timur. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Mataram terdesak dan Prawirataruna tertangkap dan dibunuh. Pasukan dan penyerangan kedua Mataram kembali mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut, menuntut Amangkurat untuk mengirimkan pasukan yang lebih besar. Kali ini Amangkurat mengirimkan pasukan di bawah pimpinan putera-putera Amangkurat I, seperti Pangeran Singosari, Pangeran Purboyo—sebagai penasehat—dan Adipati Anom yang telah diampuni kesalahannya. Dalam hal ini, Adipati Anom jelas melakukan pengkhianatan atas kesepakatannya bersama Trunojoyo. Kekuatan Trunojoyo semakin kuat karena keberhasilan dan kemenangan yang selalu diperolehnya dalam setiap pertempuran. Kekuatan pasukan Trunojoyo akan segera diarahkan untuk merebut daerah-daerah di Sebelah Barat bahkan Jawa Tengah. Sampai dengan kegagalan Mataram dalam serangan yang ketiga, Kompeni belum menampakkan kesungguhannya untuk membantu Mataram. Hal tersebut dikarenakan Kompeni belum mendapat kepastian dari Sunan mengenai apa keuntungan yang akan mereka peroleh jika membantu pihak Mataram. Antara April dan Juni, serangan-serangan terhadap Mataram dimulai. Pasukan Trunojoyo dan Raden Kajoran mengambil jalan yang berbeda bergerak ke Jawa Tengah. Dengan terputusnya hubungan akibat jatuhnya Semarang, mengakibatkan lemahnya pasukan-pasukan Mataram. Selain itu, banyak orang Mataram yang ikut memihak pada Trunojoyo, seperti yang dilakukan oleh pengikut Pangeran Purboyo. Setelah berhasil merebut keraton Plered, Trunojoyo segera memindahkan isi keraton ke Kediri. Dengan kemenangan tersebut, kedudukan Trunojoyo semakin kuat. Mendengar kematian sunan dan jatuhnya keraton ke tangan Trunojoyo, Speelman terkejut sekaligus kebingungan. Ia tampaknya khawatir jika perjanjian yang menguntungkan pihaknya gagal. Oleh sebab itu Speelman segera kembali ke Jawa Tengah dan mendarat di Jepara yang belum dikuasai Trunojoyo untuk memastikan kondisi yang ada di sana. Syarat-syarat yang diajukan Speelman dapat dikatakan sangat memberatkan Mataram. Namun sunan yang tidak dapat mencari jalan lain dan ingin kembali menguasai tahta kerajaan, tetap menyanggupi syaratsyarat tersebut. Kontrak tersebut disepakati tanggal 20 Oktober 1677. Sejak disetujuinya kesepakatan tersebut, Amangkurat II dan Speelman mulai mempersiapkan pasukan untuk melakukan serangan balasan. Untuk menghadapi besar dan kuatnya pasukan Mataram-Kompeni, Trunojoyo menggunakan siasat memencarkan pasukan untuk mengadakan serangan tiba-tiba. Siasat Trunojoyo rupanya sedikit memusingkan Kompeni meskipun pada akhirnya dapat dipatahkan. Kekalahan tersebut membuat Trunojoyo mendatangi Kraeng Galesung untuk kemudian melakukan perlawanan terhadap serangan Kompeni. Setelah melalui perlawanan yang sengit, akhirnya pasukan Kraeng Galesung dan Trunojoyo dapat ditundukkan Kompeni. Demikian pula dengan perlawanan yang dilakukan Raden Kajoran. 25 Desember 1679, karena terdesak, Trunojoyo menyerah dan oleh Kompeni Trunojoyo diserahkan pada Amnangkurat II. 2 Januari 1680 Amangkurat II membunuh Trunojoyo dengan kerisnya, maka berakhirlah perlawanan Trunojoyo dan sekutu-sekutunya dalam melawan kesewenangwenangan Belanda, Amangkurat I dan Amangkurat II. b. Bagaimana isi dari perjanjian Gianti dan Salatiga ! Jawab:Isi perjanjian Gianti adalah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah: Daerah Kesultanan Yogyakarta, daerah ini lebih dikenal dengan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya, bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792). Daerah Kesuhunan Surakarta, diperintah oleh Susuhunan Pakubuwono III (1749-1788). Perjanjian Salatiga. Pihak-pihak yang menandatangani perjanjian Salatiga adalah Pangeran Sambernyawa, Kasunanan Surakarta, dan VOC, Kesultanan Yogyakarta, diwakili oleh Patih Danureja, juga terlibat. Perjanjian ini memberi Pangeran Sambernyawa separuh wilayah Surakarta (4000 karya, mencakup daerah yang sekarang adalah Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Karanganyar, plus sekelumit eksklave di wilayah Yogyakarta) dan menjadi penguasa Kadipaten Mangkunegaran dengan gelar Mangkunegara I. Penguasa wilayah Mangkunegaran tidak berhak menyandang gelar Sunan atau Sultan, dan hanya berhak atas gelar Pangeran Adipati. c. Lengkapi dengan peta wilayah Mataram Islam sebelum dan sesudah diadakan perjanjian Gianti dan Salatiga ! Jawab: Mataram Islam sebelum perjanjian Gianti dan Salatiga Setelah perjanjian salatiga dan gianti diadakan wilayah kerajaan menjadi semakin menyempit, Belanda membagi wilayah kesultanan menjadi empat bagian yakni Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Mataram Islam setelah perjanjian Gianti dan Salatiga 5. a. Jelaskan latar belakang perlawanan Tuanku Imam Bonjol! Jawab: Perang Paderi melawan Belanda berlangsung antara tahun 1821-1838. gerakan Paderi tersebut bertujuan untuk memurnikan ajaran agama islam, membasmi adat dan kebiasaan yang bertentangan dengan al-quran dan sunnah Nabi. Istilah paderi berasal dari kata Padre (bahasa Portugis) istilah untuk menyebut ulama yang berpakaian putih, berbeda dengan kaum adat yang mengenakan pakaian hitam. Kerajaan Minangkabau mulai memeluk agama islam pada pertengahan abad ke-16, sejak waktu itu antara syara dan adat terdapat kerjasama, keduanya saling melengkapi. Tetapi kerjasama itu tidak abadi, keadaan damai itu berubah Dalam kerajaan Minangkabau dimana Raja, Bangsawan, dan para Penghulu inilah yang menjalankan peranan penting dalam pemerintahan adat. Para pembesar itu sering melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk, kebiasaan-kebiasaan buruk itu seperti: minum-minuman keras, berjudi, madat, dan menyambung ayam, semua kebiasaan buruk itu sudah menjadi adat. Sementara para ulama atau Padre, ingin memperbaiki masyarakat dengan jalan mengembalikan kewibawaan hukum Syara, atas nama hukum Syara mereka melawan adat yang buruk itu. Maka bertentanglah Syara dan Adat, berlawanlah ulama dan penghulu b. Bagaimana proses perlawanannya sampai berakhirnya perlawanan Imam Bonjol! Jawab: Pada tahun 1803 telah kembali dari Mekkah, tiga orang haji, yaitu: Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik dari VIII Kota, dan Haji Piobang dari Tanah Datar. Mereka mewarisi semangat wahabi, ingin meluruskan agama di negerinya Minangkabau. Dengan bantuan seorang penghulu, Kuncir Gelar Datuk Batuah, Haji Miskin melarang penduduk pandai Sikat menyambung ayam. Larangan ini tidak diperhatikan oleh penduduk, akhirnya Haji Miskin jengkel sehingga pada suatu malam dibakarnya balai tempat penyambungan ayam. Kaum Adat marah, dan Haji Miskin dikejarkejar. Haji Miskin lari ke Kota Lawas, disana ia mendapat perlindungan dari Tuanku Mensiangan, kaum Adat semakin marah. Antara pengikut Haji Miskin dengan kaum Adat terjadi perkelahian di dekat Balai Panjang di Kota Lawas. Pemimpin Adat tertinggi di Alahan Panjang ialah Datuk Bandaro. Ia telah mendengar pembaharua yang dilakukan oleh Tuanku Nan Rencah dan Haji Miskin, maka pergilah ia bersama para penghulu di daerahnya ke Bansa untuk belajar. Mereka mengagumi kebaikan yang dibawa oleh pembaharuan itu, dan sebagian besar penghulu menerimanya dengan gembira. Ajaran Paderi meluas di Alahan Panjang dibawah pimpinan Datuk Bandaro. Penghulu yang tak setuju dipimpin oleh Datuk Sati. Maka terjadilah pertentangna dan pertempuran, rakyatpu terbagi-bagi pula. Kaum Paderi mendirikan benteng pertahanan di Bonjol, beberapa waktu kemudian datuk Bandaro meninggal karena racun yang dimasukkan dalam makanannya. Ia digantikan oleh Peto Syarif, yang kemudian bergelar Tuanku Imam Bonjol, pengangkatan itu berdasarkan wasiat datuk Bandaro. Ketika di Kota Tengah dilangsungkan pertemuan antara kaum Adat dan kaum Paderi. Raja, bangsawan, para penghulu, serta kaum Paderi datang dalam pertemuan itu. Di sana mereka saling menuduh, akhirnya menimbulkan perkelahian, pertemuan berdarah ini banyak makan korban. Raja Muning Alamsyah dan seorang cucunya berhasil melarikan diri ke Kuantan di Lubuk Jambi. Perang saudara mulai berkobar di daerah ini, smentara itu pengaruh kaum Paderi semakin meluas di tanah Datar, pakaian putih mulai umum dikenakan orang. Yang berkuasa di Sumatera Barat pada waktu itu ialah bangsa Inggris, kaum Dat menhrapkan bantuan dari inggris. Tuanku Tangsir Alam dan sultan Kerajaan Alam mereka meminta bantuan raffles untuk mengalahkan kaum Paderi. Raffles melihat berbagai kemungkinan, dengan menimbang untung rugi. Ia segera mengunjungi Padang Darat pada 18 Juli 1818. disamping itu Raffles menghubungi pula kaum Paderi, untuk menawarkan jasa-jasa baik, tetapi kaum Paderi menolak. Raffles sebenarnya sangat menginginkan daerah pedalaman yang subur itu. Hanya dengan kerajaan Minangkabau, Raffles dapat mengadakan perjanjian setia-kawan. Namun Inggris harus segera menyerahkan daerahnya kepada Belanda sebagai pelaksanaan Perjanjian London. Kekuasaan Inggris di Sumatera Barat diserahkan kepada Belanda. Pemerintah Belanda mengangkat James Du Puy sebagai Residen. Kemudian kepada Belandalah kaum adat meminta bantuan setelah Inggris pergi. Pada 10 Pebruari 1821, Residen Du Puy beserta Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu yang mewakili kerajaan Minangkabau mengadakan perjanjian. Mulailah perang Paderi melawan belanda, peranan kaum Paderi menghadapi musuh baru yang segar, dengan peralatan yang lengkap, personil yang terlatih dan semangat menaklukan yang lebih besar. Kaum adat memegang peranan sebagai “Boneka Belanda” saja. Masa perang Paderi melawan Belanda dibagi menjadi tiga masa, yaitu; masa pertama antara tahun 1821-1825, ditandai dengan meluasnya perlawanan rakyat ke seluruh daerah minangkabau. Masa kedua antara tahun 1825-1830, ditandai dengan sedikit rendahnya perang karena Belanda berhasil mengadakan perjanjian dengan sebagian kaum Paderi yang telah lelah bertempur, juga karena Belanda tidak dapat mengerahkan tenaganya berhubung dengan adanya perlawanan rakyat di Jawa. Masa ketiga, antara tahun 1830-1838, ditandai dengan perlawanan yang lebih hebat dari kam Paderi dan penyerbuan Belanda secara besar-besaran, diakhiri dengan tertangkapnya pemimpin-pemimpin Paderi. Belanda berusaha mengekalkan kekuasaannya di Sumatera barat serta mengekploitasi daerah yang kaya ini. Namun, berakhirnya perang Paderi tidak berarti berakhirnya perlawanan rakyat di Sumatera Barat. Tiap jengkal tanah yang dijamin belanda, dipertahankan oleh rakyat. Demikianlah, kubung XIII, Solok, Sirukam, supaya melawan. Kaum Adat yang dulu membantu Belanda kecewa, setelah kaum Paderi kalah, tibalah giliran mereka untuk ditindas. Maka rakyat pun berontak lagi. Di Batipuh, Pauh, Sungai Pagu, terjadi perlawanan begitu pula di tempat-tempat lain. Barulah dalam tahun 1945 kekuasaan belanda dapat dikatakan tertanam diseluruh daerah Sumatera Barat.