1 - Budi Al Aziz Santoso

advertisement
1. a. Buat kaji banding/komparasi dari segi metodologisnya buku; Sejarah Indonesia
Modern dengan buku Perlawanan-Perlawanan terhadap Kolonialisme!
Jawab:
Sejarah Indonesia Modern, materi buku ini dimulai dengan kedatangan
Islam, diakhiri dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
presiden. Bermula pada tahun 1211, berakhir pada 2004. Masuknya Islam
di bumi Nusantara mengawali suatu rentangan waktu yang disebut
Ricklefs sebagai Indonesia Modern. Ia mengajukan tiga unsur fundamental
yang menurutnya telah mempersatukan periode tersebut sebagai sebuah
unit sejarah yang padu. Yang pertama adalah unsur kebudayaan dan
agama: islamisasi Indonesia yang dimulai tahun 1200 dan berlanjut hingga
hari ini. Yang kedua adalah unsur topik: saling pengaruh antara orang
Indonesia dan orang Barat yang dimulai tahun 1500 dan masih berlanjut
hingga saat ini. Yang ketiga adalah historiografi: sumber-sumber primer
sepanjang periode ini ditulis hampir secara eksklusif dalam bahasa
Indonesia modern dan dalam bahasa-bahasa Eropa. Dengan mendasarkan
penelitiannya pada puluhan jurnal dan lebih dari lima ratus buku, Rikclefs
mengisahkan perjalanan bangsa Indonesia dari zaman ke zaman yang
penuh warna, lengkap dengan aneka persoalan dan pertikaian internal
maupun eksternalnya. Buku ini dituliskan secara naratif, buku ini
menjawab pertanyaan tentang bagaimana komunitas-komunitas dari
berbagai kepulauan Indonesia, dengan rupa-rupa etnis dan bahasa dan
tersebar ke dalam negara-negara kerajaan yang terpisah-pisah, bisa bersatu
menjadi sebuah bangsa modern.
Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap Kolonialisme, buku ini
ditulis oleh Prof. Dr. A. Sartono Kartodirdjo, diterbitkan oleh Departemen
Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI, dengan jumlah halaman
sebanyak 301 halaman, tahun terbit 1973. Keunggulan dari buku ini
terletak pada pemaparan kronologis peristiwa dengan sangat detail.
Dengan pemaparan secara deskriptif, setiap tulisan dalam buku tersebut
mampu membawa pembaca larut ke dalam suasana yang dipaparkan dalam
buku. Kelemahan buku ini yaitu bahasa yang digunakan kurang bisa
dipahami mengingat buku tersebut disusun pada tahun 1973. Banyak
istilah, gaya bahasa, serta ejaan yang berbeda dengan yang ada pada saat
ini. Akibatnya, pembaca harus membaca buku tersebut berulang-ulang
untuk dapat memahami isinya. Kelemahan lain buku ini adalah dalam
salah satu pembahasan mengenai perang Aceh, ada pernyataan yang agak
bertolak belakang. Pada halaman 254 paragraf ke-4 disebutkan bahwa
Panglima Polem wafat (“..Pemimpin-pemimpin Aceh yang gigih seperti
Teungku Cik di Tiro Muhammad Saman dan Panglima Polem berpulang
ke rakhmatullah pada bulan Januari 1891.”), tapi di halaman 258
paragraf-3 dikatakan bahwa Panglima Polem—sekitar tahun 1899—masih
mengadakan serangan besama Hulubalang Pideie dan Teuku Umar.
Pernyataan ini membingungkan pembaca. Satu hal lagi yang menjadi
kelemahan buku ini adalah jenis kertas yang digunakan yang agak sedikit
kurang menarik.
b. Apa yang didapat setelah membahas ke dua buku tersebut? hal baru apa yang
diperoleh dari buku-buku itu !
Jawab:
Hal yang baru saya pahami adalah pada awalnya Belanda datang ke
Nusantara sebagai pedagang. Kemudian berkembang bukan lagi sebagai
pedagang bebas yang memang mengikuti aturan-aturan pasar yang berlaku
tapi Belanda bertindak memonopoli perdagangan
rempah-rempah dan
komoditi yang laku di pasar internasional, mengatur harga, pemasokan,
bahkan sampai kepada pengaturan kehidupan ekonomi masyarakat
Nusantara. Puncaknya Belanda menduduki Nusantara sebagai penguasa
yang berwenang mengatur segala aspek kehidupan bangsa-bangsa di
Nusantara baik itu ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya.
Mengalami perlakuan seperti itu, bangsa-bangsa di Nusantara tidak
tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan-perlawanan
meskipun
perlawanan ini masih bersifat kedaerahan yang dilakukan oleh orang-orang
yang berpengaruh seperti raja ataupun bangsawan. Adapun sebagian dari
raja atau bangsawan ini yang justru malah bersekutu dengan penjajah
Belanda karena merasa diuntungkan dari segi materi atau pendapatan
maupun dari segi pertahanan terhadap kekuasaannya agar raja tersebut
tetap dapat berkuasa. Musuh yang paling sulit bagi Bangsa Barat adalah
Islam, baik dari kalangan pemuka agama Islam ataupun raja-raja yang
beragama Islam. Kaum Muslim Hitu (Ambon bagian utara) melakukan
perlawanan kepada VOC dengan membentuk persekutuan anti-VOC. Ini
adalah sebagai bukti kegigihan bangsa ini untuk membebaskan diri dari
cengkraman penjajah walaupun pada akhirnya mereka mengalami
kegagalan. Di Jawa sendiri muncul sosok Diponegoro yang mampu
menggerakkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah
kolonial yang dimulai pada tahun 1820-an.
2. Buat kaji banding/komparasi antara kerajaan-kerajaan: Aceh, Mataram Islam, dan
Gowa Tallo pada abad ke 17. Bandingkan aspek sosial, politik, ekonomi, dan
budaya, dari masing-masing kerajaan itu ! lengkapi dengan peta wilayahnya!
Jawab :
Kerajaan Aceh
a. Letak Kerajaan
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan
pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat dicapai
Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaan yang strategis, yaitu di Pulau
Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada
masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar
kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam
segala bidang seperti aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Peta Wilayah Kerajaan Aceh
b. Kehidupan Politik
Mengenai kapan berdirinya Kerajaan Aceh, tidak dapat diketahui dengan pasti.
Namun berdasarkan Bustanussalatin (1637) karangan Nuruddin Ar Raniri yang
berisi silsilah sultan-sultan Aceh, diketahui bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil
membebaskan diri dari kekuasaan kerajaan Pedir. Raja-raja yang pernah
memerintah Kerajaan Aceh:
 Sultan Ali Mughayat Syah, merupakan raja pertama di Kerajan Aceh. Ia
memerintah sekitar tahun 1514-1528 M. Di bawah kekuasaannya,
Kerajaan Aceh melakukan perluasaan ke beberapa daerah yang berada di
Wilayah Sumatera Utara seperti daerah Daya dan Pasai. Bahkan
melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan
juga menyerang Kerajaan Aru.
 Sultan Salahudin, ia memerintah sekitar tahun 1528-1537 M.
 Sultan Alauddin Riayat syah al-Kahar, ia memerintah sekitar tahun 15371568 M. Ia melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam
segala bentuk pemerintahan Kerajaan Aceh.
 Sultan Iskandar Muda, memerintah sekitar tahun 1607-1636 M. Di bawah
pemerintahan Sultan Iskandar Muda, kerajaan Aceh mengalami kejayaan.
Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas
perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transito yang dapat
menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia Barat. Untuk mencapai
kebesaran Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda menyerang Portugis dan
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai
jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil
lada.
 Sultan Iskandar Thani, memerintah sekitar tahun 1636-1641 M.
c. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Aceh berkembang sangat pesat, daerahnya yang subur banyak
menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai timur dan barat
Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa
daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor
penting timah dan lada.
Barang-barang yang diekspor Aceh seperti beras, lada (dari Aceh sendiri),
timah (dari Perlak dan Pahang), emas, perak (dari Minangkabau), rempah-rempah
(dari Maluku). Bahan Impornya seperti kain dari Koromandel, porselin dan sutra
dari Cina, minyak wangi dari Eropa dan Timur Tengah.
d. Kehidupan Sosial
Meningkatnya kemakmuran telah menyebabkan berkembangnya sistem
feodalisme dan ajaran Islam di Aceh. Kaum bangsawan yang memegang
kekuasaan dalam pemerintahan sipil disebut golongan Teuku, sedang kaum ulama
yang memegang peranan penting dalam agama disebut golongan Teungku.
e. Kehidupan Budaya
Kejayaan yang dialami oleh kerajaan Aceh tersebut tidak banyak diketahui
dalam bidang kebudayaan. Peninggalan yang terlihat nyata seperti bangunan
Mesjid Baiturrahman yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda.
Kerajaan Mataram Islam
a. Letak Kerajaan
Pada awal perkembangnnya, Kerajaan Mataram adalah sebuah daerah
kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Letak daerah
Kerajaan Mataram adalah daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan pusatnya
Kota Gede dekat daerah Yogyakarta sekarang.
Peta Wilayah Kerajaan Mataram Islam
b. Kehidupan Politik
Setelah runtuhnya Kerajaan Demak, Pusat pemerintahan dipindahkan ke
Pajang oleh Ki Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan Trengganu.
Sultan Hadiwijaya selanjutnya mendirikan Kerajaan Pajang namun usianya tidak
lama, yaitu antara tahun 1569-1586 M. Setelah Sultan Hadiwijaya meninggal,
kota-kota pesisir terus memperkuat diri sehingga membahayakan kedudukan
Kerajaan Pajang. Sedangkan Pangeran Benowo pengganti Sultan Hadiwijaya tidak
dapat mengatasi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para bupati dari daerah
pesisir pantai tersebut. Oleh karena itu, Pangeran Benowo menyerahkan
kekuasaan kerajaannya kepada Sutawijaya. Dengan demikian berdirilah Kerajaan
Mataram. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram adalah:
 Panembahan Senapati
 Mas Jolang (Pangeran Seda ing Krapyak) memerintah sekitar 1601-1613
M.
 Mas Rangsang (Sultan Agung Senapati Ing alogo Ngabdurrachman atau
lebih dikenal sebagai Sultan Agung) memerintah sekitar tahun 1613-1345
M.
 Amengkurat I, memerintah sekitar tahun 1645-1677 M.
 Amengkurat II, memerintah sekitar tahun 1677-1793 M.
c. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Mataram yang berada di pedalaman Jawa Tengah merupakan sebuah
negara agraris. Tetapi penguasa daerah pantai yang mata pencahariannya adalah
pelayaran-perdagangan menghendaki daerahnya sebagai negara merdeka atau
setidak-tidaknya sebagai anggota serikat atau federasi, jadi sifatnya desentralisasi.
Di bawah pemerintahan Sultan Agung, kehidupan perekonomian masyarakat
berkembang pesat didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar.
d. Kehidupan Sosial
Pada masa Sultan Agung dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan daerahdaerah persawahan dan memindahkan banyak petani ke daerah Karawang yang
subur. Atas dasar kehidupan agraris itulah disusun suatu masyarakat yang bersifat
feodal. Para pejabat memperoleh imbalan berupa tanah garapan atau pajak tanah.
Sistem kehidupan ini menjadi dasar utama munculnya tuan-tuan tanah di Jawa.
e. Kehidupan Budaya
Salah atu bentuk kebudayaan yang muncul adalah kebudayaan Kejawen yang
merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Hindu, Budha dan Islam. Upacara
Grebeg bersumber pada pemujaan roh nenek moyang yang berupa kenduri
gunungan. Hitungan Tarikh yang sebelumnya mempergunakan tarikh Hindu yang
didasarkan peredaran matahari, diubah menjadi tarikh Islam berdasarkan
peredaran bulan. Selain itu kesusastraan Jawa pun berkembang diantaranya kitab
Sastra Gending, Nitisruti, Nitisastra Astabrata.
Kerajaan Gowa Tallo
a. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa Tallo terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis
memiliki posisi yang penting karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan
Nusantara. bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang
baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang dari bagian
barat.
b. Kehidupan Politik
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gowa Tallo adalah:
 Raja Alaudin, memerintah sekitar tahun 1591-1638 M.
 Sultan Hasanuddin, pada masa pemerintahannya kerajayan ini mengalami
kejayaan. Belanda menjuluki Sultan Hasanuddin dengan sebutan ”Ayam
Jantan dari Timur”. Dalam waktu yang cukup singkat Kerajaan ini telah
berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
 Mapasomba, ia merupakan putera dari Sultan Hasanuddin.
c. Kehidupan Ekonomi
Wilayah kerajaan ini berkembang menjadi pelabuhan internasional. Banyak
pedagang asing yang datang untuk berdagang di wilayah ini. Dengan tipe perahu
seperti Penisi dan Lambo, pedagang Makasar memegang peranan penting dalam
perdagangan di Nusantara. Sumber komoditi utama wilayah ini adalah rempahrempah. Untuk mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya, disusunlah
hukum perniagaan yang disebut Ade Allopiloping Bicaranna Pabbahi`e dan
sebuah naskah lontar karya Amanna Gappa.
d. Kehidupan Sosial
Daerah Makasar baru masuk islam awal abad ke 17. yaitu ketika tahun 1605
kedua penguasa dari kerajaan kembar Gowa Tallo memeluk agama Islam. Raja
Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo, Kraeng
Mantoaya bergelar Sultan Abdullah. Aktivitas kehidupan masyarakat diatur
berdasarkan sumber-sumber yang ada dalam ajaran dan hukum Islam.
e. Kehidupan Budaya
Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan
masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan, maka sebagian besar
kebudayannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut.hasil kebudayaan yang terkenal
sampai sekarang adalah pembuatan perahu Penisi.
3. Jelaskan manfaat mengikuti perkuliahan Sejarah Kolonialisme Barat di Indonesia!
serta manfaat dari metode diskusi kelompok dengan resensi buku sumber pada
perkuliahan ini !
Jawab:
Dengan mengikuti mata kuliah ini kita bisa mengetahui bentuk-bentuk
penjajahan yang menimpa Nusantara ini, juga kita bisa mengetahui
perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh para pejuang kita sehingga
kita bisa lebih menghargai apa yang mereka perjuangkan.
Dengan metode diskusi kita bisa bertukar pikiran mengenai materi
yang sedang dibahas sehingga kita bisa menambah pengetahuan kita dan
lebih memahami suatu materi karena berbagai perspektif muncul dalam
diskusi ketika suatu materi itu dibahas. Selain itu kita juga bisa terbantu
karena dengan mendiskusikan isi dari sebuah buku kita bisa lebih mudah
memahami apa yang terkandung dalam buku tersebut, dengan mudah kita
bisa
mengetahui
isi
dari
buku
tersebut
dan
bisa
langsung
membandingkannya dengan buku yang lainnya.
4. a. Jelaskan sekitar suksesi di kerajaan Mataram Islam, latar belakangnya, jalannya
perang serta tokoh-tokoh yang bertikai dalam perang suksesi tersebut !
Jawab:
Perlawanan
Trunojoyo
terjadi
akibat
kekuasaan
mutlak
dan
kesewenang-wenangan Amangkurat I terhadap pihak-pihak yang
berseberangan dengannya, baik itu rakyat, orang-orang terdekat, kerabat,
bahkan anaknya sendiri. Salah satu contoh peristiwa yang menunjukkan
kesewenang-wenangan Amangkurat I adalah peristiwa Ratu Malang dan
peristiwa Ratu Blitar. Peristiwa ini kelak membawa anak Amangkurat I,
yaitu Adipati Anom, membenci dan sakit hati atas perlakuan ayahnya
sendiri. Kekecewaan Trunojoyo terhadap Amangkurat I, menjadi salah
satu alasan pecahnya perang Trunojoyo. Beberapa kekecewaan yang
dialami Trunojoyo, diantaranya:
1.
kematian Cakraningrat I—Kakek Trunojoyo—sebagai korban
pengabdian pada raja,
2.
disisihkannya Demang Melaya sebagai pengganti Cakraningrat
I oleh Amangkurat dengan menunjuk Raden Undagan sebagai
penggantinya,
3.
kematian Demang Melaya—Ayah Trunojoyo—yang dihukum
mati oleh Amangkurat,
4.
Cakraningrat
II—paman
Trunojoyo—yang
diserahi
pemerintahan di Madura, diharuskan banyak tinggal di Mataram,
sehingga pemerintahan di Madura terabaikan.
Tokoh lain yang juga tidak senang pada tindakan sewenang-wenang
Amangkurat I adalah Raden Kajoran, yang kelak akan berjuang bersama
Trunojoyo melawan raja. Sebagai orang yang banyak memperhatikan soalsoal keagamaan, Raden Kajoran jelas tidak senang melihat tindakan
sewenang-wenang yang sering dilakukan Amangkurat I. Penghukuman
sejumlah ulama-ulama yang dituduh menghasut Adipati Anom menentang
ayahnya, membuat Raden Kajoran kecewa dan sakit hati. bahkan,
kesewenang-wenangan Amangkurat I sampai menyentuh keluarga Raden
Kajoran sendiri.
Rencana perlawanan Trunojoyo diketahui oleh Amangkurat I dan
Cakraningrat II. Trunojoyo yang telah diketahui rencananya oleh raja itu.
Meninggalkan Madura dan mengembara di daerah-daerah pantai Jawa.
Trunojoyo juga berusaha untuk menjumpai Adipati Anom yang tengah
diasingkan, untuk mengajaknya bersekutu melawan Amangkurat I.
Di tempat lain, Adipati Anom memanggil Raden Kajoran ke tempat
pengasingannya untuk membicarakan perebutan kekuasaan atas ayahnya
yang telah membuat Adipati Anom sakit hati. Tapi Raden Kajoran tidak
menyanggupi hal tawaran tersebut. Saat Trunojoyo sampai di “dalem”
Raden Kajoran, Raden Kajoran menghubungkan Trunojoyo dengan
Pangeran Adipati Anom. Adipati Anom meminta pada Trunojoyo untuk
menggulingkan kekuasaan ayahnya. Trunojoyo menyanggupi tawaran
tersebut. Maka, terjadilah kesepakatan antara Trunojoyo, Raden Kajoran,
dan Adipati Anom untuk menggulingkan dan melawan kesewenangwenangan Amangkurat I.
Dengan
adanya
penyerangan-penyerangan
yang dilancarkan
Trunojoyo terhadap Mataram, Amangkurat I memerintahkan laskar
penduduk Mancanegara untuk siap berperang. Pasukan Mataram
berkumpul di Jepara, dipimpin oleh Kyai Panji Karsula, dan segera
berangkat menuju Jawa Timur. Kompeni yang telah menyanggupi
membantu Sunan pun telah menyiapkan pasukannya.
Pasukan pertama Mataram mengalami kegagalan. Oleh sebab itu,
Sunan Amangkurat I segera memerintahkan pengiriman pasukan kedua.
Pasukan kedua dipimpin oleh Raden Prawirataruna, berangkat dari bandarperang Jepara melalui laut menuju Jawa Timur.
Dalam pertempuran tersebut, pasukan Mataram terdesak dan
Prawirataruna tertangkap dan dibunuh. Pasukan dan penyerangan kedua
Mataram kembali mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut,
menuntut Amangkurat untuk mengirimkan pasukan yang lebih besar. Kali
ini Amangkurat mengirimkan pasukan di bawah pimpinan putera-putera
Amangkurat I, seperti Pangeran Singosari, Pangeran Purboyo—sebagai
penasehat—dan Adipati Anom yang telah diampuni kesalahannya. Dalam
hal ini, Adipati Anom jelas melakukan pengkhianatan atas kesepakatannya
bersama Trunojoyo.
Kekuatan Trunojoyo semakin kuat karena keberhasilan dan
kemenangan yang selalu diperolehnya dalam setiap pertempuran.
Kekuatan pasukan Trunojoyo akan segera diarahkan untuk merebut
daerah-daerah di Sebelah Barat bahkan Jawa Tengah.
Sampai dengan kegagalan Mataram dalam serangan yang ketiga,
Kompeni belum menampakkan kesungguhannya untuk membantu
Mataram. Hal tersebut dikarenakan Kompeni belum mendapat kepastian
dari Sunan mengenai apa keuntungan yang akan mereka peroleh jika
membantu pihak Mataram.
Antara April dan Juni, serangan-serangan terhadap Mataram
dimulai. Pasukan Trunojoyo dan Raden Kajoran mengambil jalan yang
berbeda bergerak ke Jawa Tengah. Dengan terputusnya hubungan akibat
jatuhnya Semarang, mengakibatkan lemahnya pasukan-pasukan Mataram.
Selain itu, banyak orang Mataram yang ikut memihak pada Trunojoyo,
seperti yang dilakukan oleh pengikut Pangeran Purboyo.
Setelah berhasil merebut keraton Plered, Trunojoyo segera
memindahkan isi keraton ke Kediri. Dengan kemenangan tersebut,
kedudukan Trunojoyo semakin kuat. Mendengar kematian sunan dan
jatuhnya keraton ke tangan Trunojoyo, Speelman terkejut sekaligus
kebingungan. Ia tampaknya khawatir jika perjanjian yang menguntungkan
pihaknya gagal. Oleh sebab itu Speelman segera kembali ke Jawa Tengah
dan mendarat di Jepara yang belum dikuasai Trunojoyo untuk memastikan
kondisi yang ada di sana.
Syarat-syarat yang diajukan Speelman dapat dikatakan sangat
memberatkan Mataram. Namun sunan yang tidak dapat mencari jalan lain
dan ingin kembali menguasai tahta kerajaan, tetap menyanggupi syaratsyarat tersebut. Kontrak tersebut disepakati tanggal 20 Oktober 1677.
Sejak disetujuinya kesepakatan tersebut, Amangkurat II dan Speelman
mulai mempersiapkan pasukan untuk melakukan serangan balasan.
Untuk menghadapi besar dan kuatnya pasukan Mataram-Kompeni,
Trunojoyo menggunakan siasat memencarkan pasukan untuk mengadakan
serangan tiba-tiba. Siasat Trunojoyo rupanya sedikit memusingkan
Kompeni meskipun pada akhirnya dapat dipatahkan.
Kekalahan tersebut membuat Trunojoyo mendatangi Kraeng
Galesung untuk kemudian melakukan perlawanan terhadap serangan
Kompeni. Setelah melalui perlawanan yang sengit, akhirnya pasukan
Kraeng Galesung dan Trunojoyo dapat ditundukkan Kompeni. Demikian
pula dengan perlawanan yang dilakukan Raden Kajoran.
25 Desember 1679, karena terdesak, Trunojoyo menyerah dan oleh
Kompeni Trunojoyo diserahkan pada Amnangkurat II. 2 Januari 1680
Amangkurat II membunuh Trunojoyo dengan kerisnya, maka berakhirlah
perlawanan Trunojoyo dan sekutu-sekutunya dalam melawan kesewenangwenangan Belanda, Amangkurat I dan Amangkurat II.
b. Bagaimana isi dari perjanjian Gianti dan Salatiga !
Jawab:Isi perjanjian Gianti adalah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah:
 Daerah Kesultanan Yogyakarta, daerah ini lebih dikenal dengan
Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Mangkubumi sebagai rajanya,
bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792).
 Daerah Kesuhunan Surakarta, diperintah oleh Susuhunan Pakubuwono
III (1749-1788).
Perjanjian Salatiga. Pihak-pihak yang menandatangani perjanjian Salatiga
adalah Pangeran Sambernyawa, Kasunanan Surakarta, dan VOC,
Kesultanan Yogyakarta, diwakili oleh Patih Danureja, juga terlibat.
Perjanjian ini memberi Pangeran Sambernyawa separuh wilayah Surakarta
(4000 karya, mencakup daerah yang sekarang adalah Kabupaten Wonogiri
dan Kabupaten Karanganyar, plus sekelumit eksklave di wilayah
Yogyakarta) dan menjadi penguasa Kadipaten Mangkunegaran dengan
gelar Mangkunegara I. Penguasa wilayah Mangkunegaran tidak berhak
menyandang gelar Sunan atau Sultan, dan hanya berhak atas gelar
Pangeran Adipati.
c. Lengkapi dengan peta wilayah Mataram Islam sebelum dan sesudah diadakan
perjanjian Gianti dan Salatiga !
Jawab:
Mataram Islam sebelum perjanjian Gianti dan Salatiga
Setelah perjanjian salatiga dan gianti diadakan wilayah kerajaan
menjadi semakin menyempit, Belanda membagi wilayah kesultanan
menjadi empat bagian yakni Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan
Pakualaman.
Mataram Islam setelah perjanjian Gianti dan Salatiga
5. a. Jelaskan latar belakang perlawanan Tuanku Imam Bonjol!
Jawab:
Perang Paderi melawan Belanda berlangsung antara tahun 1821-1838.
gerakan Paderi tersebut bertujuan untuk memurnikan ajaran agama islam,
membasmi adat dan kebiasaan yang bertentangan dengan al-quran dan
sunnah Nabi.
Istilah paderi berasal dari kata Padre (bahasa Portugis) istilah untuk
menyebut ulama yang berpakaian putih, berbeda dengan kaum adat yang
mengenakan pakaian hitam.
Kerajaan Minangkabau mulai memeluk agama islam pada pertengahan
abad ke-16, sejak waktu itu antara syara dan adat terdapat kerjasama,
keduanya saling melengkapi. Tetapi kerjasama itu tidak abadi, keadaan
damai itu berubah
Dalam kerajaan Minangkabau dimana Raja, Bangsawan, dan para
Penghulu inilah yang menjalankan peranan penting dalam pemerintahan
adat. Para pembesar itu sering melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk,
kebiasaan-kebiasaan buruk itu seperti: minum-minuman keras, berjudi,
madat, dan menyambung ayam, semua kebiasaan buruk itu sudah menjadi
adat.
Sementara para ulama atau Padre, ingin memperbaiki masyarakat
dengan jalan mengembalikan kewibawaan hukum Syara, atas nama hukum
Syara mereka melawan adat yang buruk itu. Maka bertentanglah Syara dan
Adat, berlawanlah ulama dan penghulu
b. Bagaimana proses perlawanannya sampai berakhirnya perlawanan Imam
Bonjol!
Jawab:
Pada tahun 1803 telah kembali dari Mekkah, tiga orang haji,
yaitu: Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik dari VIII Kota, dan
Haji Piobang dari Tanah Datar. Mereka mewarisi semangat wahabi,
ingin meluruskan agama di negerinya Minangkabau.
Dengan bantuan seorang penghulu, Kuncir Gelar Datuk Batuah,
Haji Miskin melarang penduduk pandai Sikat menyambung ayam.
Larangan ini tidak diperhatikan oleh penduduk, akhirnya Haji Miskin
jengkel sehingga pada suatu malam dibakarnya balai tempat
penyambungan ayam. Kaum Adat marah, dan Haji Miskin dikejarkejar. Haji Miskin lari ke Kota Lawas, disana ia mendapat
perlindungan dari Tuanku Mensiangan, kaum Adat semakin marah.
Antara pengikut Haji Miskin dengan kaum Adat terjadi perkelahian di
dekat Balai Panjang di Kota Lawas.
Pemimpin Adat tertinggi di Alahan Panjang ialah Datuk
Bandaro. Ia telah mendengar pembaharua yang dilakukan oleh Tuanku
Nan Rencah dan Haji Miskin, maka pergilah ia bersama para penghulu
di daerahnya ke Bansa untuk belajar. Mereka mengagumi kebaikan
yang dibawa oleh pembaharuan itu, dan sebagian besar penghulu
menerimanya dengan gembira. Ajaran Paderi meluas di Alahan
Panjang dibawah pimpinan Datuk Bandaro. Penghulu yang tak setuju
dipimpin oleh Datuk Sati. Maka terjadilah pertentangna dan
pertempuran, rakyatpu terbagi-bagi pula.
Kaum Paderi mendirikan benteng pertahanan di Bonjol,
beberapa waktu kemudian datuk Bandaro meninggal karena racun
yang dimasukkan dalam makanannya. Ia digantikan oleh Peto Syarif,
yang kemudian bergelar Tuanku Imam Bonjol, pengangkatan itu
berdasarkan wasiat datuk Bandaro.
Ketika di Kota Tengah dilangsungkan pertemuan antara kaum
Adat dan kaum Paderi. Raja, bangsawan, para penghulu, serta kaum
Paderi datang dalam pertemuan itu. Di sana mereka saling menuduh,
akhirnya menimbulkan perkelahian, pertemuan berdarah ini banyak
makan korban. Raja Muning Alamsyah dan seorang cucunya berhasil
melarikan diri ke Kuantan di Lubuk Jambi.
Perang saudara mulai berkobar di daerah ini, smentara itu
pengaruh kaum Paderi semakin meluas di tanah Datar, pakaian putih
mulai umum dikenakan orang.
Yang berkuasa di Sumatera Barat pada waktu itu ialah bangsa
Inggris, kaum Dat menhrapkan bantuan dari inggris. Tuanku Tangsir
Alam dan sultan Kerajaan Alam mereka meminta bantuan raffles untuk
mengalahkan kaum Paderi.
Raffles melihat berbagai kemungkinan, dengan menimbang
untung rugi. Ia segera mengunjungi Padang Darat pada 18 Juli 1818.
disamping itu Raffles menghubungi pula kaum Paderi, untuk
menawarkan jasa-jasa baik, tetapi kaum Paderi menolak. Raffles
sebenarnya sangat menginginkan daerah pedalaman yang subur itu.
Hanya dengan kerajaan Minangkabau, Raffles dapat mengadakan
perjanjian setia-kawan.
Namun Inggris harus segera menyerahkan daerahnya kepada
Belanda sebagai pelaksanaan Perjanjian London. Kekuasaan Inggris di
Sumatera Barat diserahkan kepada Belanda. Pemerintah Belanda
mengangkat James Du Puy sebagai Residen. Kemudian kepada
Belandalah kaum adat meminta bantuan setelah Inggris pergi.
Pada 10 Pebruari 1821, Residen Du Puy beserta Tuanku
Suruaso dan 14 Penghulu yang mewakili kerajaan Minangkabau
mengadakan perjanjian.
Mulailah perang Paderi melawan belanda, peranan kaum Paderi
menghadapi musuh baru yang segar, dengan peralatan yang lengkap,
personil yang terlatih dan semangat menaklukan yang lebih besar.
Kaum adat memegang peranan sebagai “Boneka Belanda” saja.
Masa perang Paderi melawan Belanda dibagi menjadi tiga
masa, yaitu; masa pertama antara tahun 1821-1825, ditandai dengan
meluasnya perlawanan rakyat ke seluruh daerah minangkabau. Masa
kedua antara tahun 1825-1830, ditandai dengan sedikit rendahnya
perang karena Belanda berhasil mengadakan perjanjian dengan
sebagian kaum Paderi yang telah lelah bertempur, juga karena Belanda
tidak dapat mengerahkan tenaganya berhubung dengan adanya
perlawanan rakyat di Jawa. Masa ketiga, antara tahun 1830-1838,
ditandai dengan perlawanan yang lebih hebat dari kam Paderi dan
penyerbuan
Belanda
secara
besar-besaran,
diakhiri
dengan
tertangkapnya pemimpin-pemimpin Paderi.
Belanda berusaha mengekalkan kekuasaannya di Sumatera
barat serta mengekploitasi daerah yang kaya ini. Namun, berakhirnya
perang Paderi tidak berarti berakhirnya perlawanan rakyat di Sumatera
Barat. Tiap jengkal tanah yang dijamin belanda, dipertahankan oleh
rakyat. Demikianlah, kubung XIII, Solok, Sirukam, supaya melawan.
Kaum Adat yang dulu membantu Belanda kecewa, setelah
kaum Paderi kalah, tibalah giliran mereka untuk ditindas. Maka rakyat
pun berontak lagi.
Di Batipuh, Pauh, Sungai Pagu, terjadi perlawanan begitu pula
di tempat-tempat lain. Barulah dalam tahun 1945 kekuasaan belanda
dapat dikatakan tertanam diseluruh daerah Sumatera Barat.
Download