Tubuh yang Mengelola Kebinekaan

advertisement
[OPINI] Antonius Suwanto
Kompas, 3 Februari 2015
Tubuh yang Mengelola Kebinekaan
Setiap individu manusia dewasa tersusun dari sekitar 10 triliun sel yang tidak kasat mata.
Oleh karena itulah kita disebut sebagai makhluk multisel.
Sel manusia sangat beragam : ukuran, jenis, jumlah, dan tugas atau fungsinya. Ada sel
kulit, sel darah, sel tulang, sel jantung, sel otak, dan lainnya.
Sejumlah sel berkelompok membentuk suatu jaringan tertentu dengan fungsi yang
khusus pula. Sel jantung berkumpul membentuk jaringan dan organ jantung yang
penting untuk memompa darah. Sel kulit membentuk organ kulit yang jadi pelindung
utama dan memberikan penampilan menarik pada manusia. Sel otak berkelompok jadi
otak dan sumsum, tugas utamanya mengatur aktivitas biologi sehingga manusia bisa
bernalar dan bereaksi. Demikian juga sel-sel lain yang membentuk berbagai organ: usus,
paru-paru, tulang, darah, otot, hati, ginjal, dan seterusnya, yang membuat satu individu
manusia utuh.
Menghargai perbedaan
Awalnya, triliunan sel tersebut berasal dari satu selyang terbentuk dari penyatuan antara
sel sperma dan sel telur. Satu sel awal yang disebut zigot ini membelah menjadi 2, 4, 8,
16, dan seterusnya, sehingga jadi sekitar 10 triliun pada seorang individu manusia
dewasa.
Dalam tahap awal pembelahan sel tersebut juga terjadi proses biologi yang sangat
menakjubkan, yaitu pembentukan keanekaragaman sel atau proses diferensiasi. Dalam
proses ini terbentuk sel dengan berbagai bentuk, sifat, dan fungsi sebagaimana telah
dipaparkan di atas.
Diferensiasi menunjukkan sangat pentingnya membuat dan menghargai perbedaan sel.
Apa jadinya jika tidak ada diferensiasi dalam proses perkembangan embrio manusia?
Manusia akan terdiri atas kumpulan sel yang seragam sehingga tidak ada kulit, mata,
tulang, darah, atau lainnya. Tanpa diferensiasi, manusia mungkin hanya akan berupa
gumpalan daging atau lendir berbentuk bola.
Saat bayi terlahir ke dunia, sang ibu memberikan hadiah pertamanya : sejumlah bakteri
i
[OPINI] Antonius Suwanto
Kompas, 3 Februari 2015
dan mikroorganisme lain, dari vagina dan anus, yang nantinya sangat membantu
menyempurnakan perkembangan sang bayi. Mikroorganisme ini pada manusia dewasa
jumlahnya sekitar 10 kali lipat jumlah sel individu manusia itu sendiri atau 100 triliun sel.
Semua sel yang sangat beraneka ragam ini hidup bersama, bahkan dengan ratusan
triliun ”tetangga asing”—yaitu sel-sel mikroorganisme—membentuk satu individu
manusia yang bugar dan unik sampai akhir hayatnya.
Dari penampilannya saja sel kulit jelas berbeda dengan sel darah atau sel otak, tetapi
bukan berarti sel kulit itu inferior atau lebih rendah statusnya daripada sel otak. Sel kulit
dibiarkan berbeda dan diberi otonomi untuk tetap bebas merdeka sebagai sel kulit.
Demikian juga sel darah tetaplah sebagai sel darah yang diperlukan untuk transpor
oksigen dan nutrien bagi tubuh kita. Sel tulang, ya, mesti jadi tulang yang kuat yang
bertugas sebagai penyanggah utama sosok individu yang cantik atau tampan.
Adakah sel yang lebih penting atau kurang penting? Adakah sel yang minoritas atau
mayoritas?
Dalam tubuh kita tidak ada yang lebih superior atau inferior. Semua sel itu dibutuhkan
untuk menjalankan semua fungsinya dengan baik sehingga terbentuk individu manusia
yang utuh dan bugar. Sel otak tampak sebagai pengatur dan diletakkan dalam posisi dan
perlindungan yang khusus, tetapi apa artinya tanpa tulang, kulit, dan darah? Justru
karena sangat rentan dan perlu banyak oksigen itulah sel otak perlu ”helm” khusus dan
pembuluh darah besar untuk memasok oksigen. Semua sel yang beraneka ragam ini
menjalankan tugasnya masing-masing dengan konsisten, dan tidak saling mengganggu.
Manusia makhluk hidup multisel dengan keanekaragaman sel yang sangat tinggi.Jika
manusia dianggap makhluk paling sukses di Bumi (dibandingkan bakteri, cendawan,
ubur-ubur, pohon pisang, atau gajah), derajat keragaman multiselnya yang tinggi
menjadi penentu kesuksesan ini.
Kehidupan multisel pada manusia dapat jadi contoh sangat baik bagaimana keragaman
itu dapat dikelola untuk menghasilkan kesuksesan suatu spesies yang namanya Homo
sapiens. Sel yang berbeda dapat hidup berdampingan, bahkan dengan sel
mikroorganisme sekalipun, tanpa meminta atau memaksa sel yang satu menjadi sama
seperti sel yang lain. Justru perbedaan itu diperlukan untuk menopang berbagai
kebutuhan biologi manusia seutuhnya.
Meskipun demikian, sistem biologi juga dilengkapi kontrol agar sel yang berubah sifat
jadi pemberontak atau pemaksa dapat segera direparasi atau disingkirkan melalui
mekanisme reparasi mutasi atau eliminasi sel mutan yang agresif. Apa yang terjadi jika
i
[OPINI] Antonius Suwanto
Kompas, 3 Februari 2015
sel kulit memaksa masuk ke dalam darah atau paru-paru, seperti yang terjadi pada
kanker kulit yang telah menyebar (metastasis)? Tentu saja ini akan menyebabkan
individu secara keseluruhan menjadi sakit atau mati, suatu keruntuhan pada seluruh
bangunan sosial multiseluler manusia. Sel kulit dijamin kebebasan eksistensi dan
ekspresinya yang unik, yang berbeda dengan sel paru-paru dan sel darah, tetapi dia tidak
boleh memaksakan diri untuk berubah menjadi liar dan menginvasi atau merugikan sel
lain.
Demikian juga sebaliknya. Sel darah atau tulang tidak boleh memusuhi atau
menyingkirkan sel kulit karena adanya perbedaan. Bahkan, untuk sel darah merah yang
jumlah dan penampilannya paling dominan (merah), tidak akan menyingkirkan sel darah
putih yang sepintas tampak tidak mengikuti persepsi umum untuk karakteristik ”darah”.
Ini semua untuk menjaga keutuhan dan kebugaran ”negara” multisel manusia.
Kebebasan dan toleransi
Tidak jelas apakah pada zaman Majapahit orang telah memahami makna penting dari
aspek biologi manusia yang saat ini sedang giat dipelajari melalui pendekatan Human
Genome, Epigenome and Microbiome. Yang jelas dan seharusnya jadi kebanggaan
manusia Indonesia ialah bahwa seorang Mpu Tantular yang hidup pada zaman tersebut
telah mampu meneropong konsep biologi yang sangat mendasar ini dan
menorehkannya dalam suatu frasa anggun : Bhinneka Tunggal Ika!
Frasa yang jadi semboyan negara Republik Indonesia ini dalam bahasa Inggris sering
diterjemahkan sebagai unity in diversity, yang dapat diartikan keberagaman dalam
kesatuan. Sejarah mencatat bahwa Nusantara dengan Bhinneka Tunggal Ika ini pernah
jadi negara besar yang dikagumi, antara lain, karena kepiawaiannya mengelola
masyarakatnya yang beragam.
Ternyata frasa tersebut bukan cuma syair indah dalam kakawin Sutasoma, melainkan
juga merupakan falsafah dasar semua kehidupan multisel, termasuk manusia.Dari
perspektif biologi, Bhinneka Tunggal Ika sangatlah alamiah karena landasannya adalah
sistem kehidupan itu sendiri.
Sel-sel kita telah memberi contoh sukses yang telah teruji sedikitnya selama ratusan juta
tahun : memberikan kebebasan dan toleransi terhadap keragaman dan keunikan
merupakan strategi penting untuk dapat sintas (survive) dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti kehidupan sel dalam makhluk multisel.
i
[OPINI] Antonius Suwanto
Kompas, 3 Februari 2015
ANTONIUS SUWANTO
Guru Besar Mikrobiologi dan Genetika Molekul Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor;
Anggota KIR Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
i
Download