12 Master Bahasa Vol. II No. 1; Januari 2014:12−21 BAHAN AJAR BENTUK LEMBAR KERJA SISWA BAHASA INDONESIA KELAS VII SEMESTER 1 SEKOTA BANDA ACEH (Suatu Kajian Evaluatif) oleh Masyitah Furi* ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh salah satu tugas utama guru dalam proses belajar-mengajar, yaitu menyiapkan bahan ajar. Penulis menganalisis bahan ajar yang dibuat oleh guru bahasa Indonesia se-Kota Banda Aceh karena sebagian guru masuk ke kelas tanpa persiapan yang matang. Evaluasi bahan ajar dalam penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas bahan ajar yang telah dibuat oleh guru di Kota Banda Aceh. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan, komponen sajian, dan komponen kegrafisan bahan ajar bentuk LKS kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru bahasa Indonesia se-Kota Banda Aceh. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan, komponen sajian, dan komponen kegrafisan bahan ajar bentuk LKS kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru bahasa Indonesia se-Kota Banda Aceh. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Sumber data penelitian ini berupa dokumen resmi bahan ajar bentuk LKS yang dibuat oleh guru bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa (1) komponen kelayakan isi bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru berada dalam kategori cukup; (2) komponen kebahasaan bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru berada dalam kategori baik; (3) komponen sajian bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru berada dalam kategori cukup; dan (4) komponen kegrafisan bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru berada dalam kategori cukup. Kata kunci: bahan ajar, LKS ABSTRACT The background of this research was the consideration of preparing teaching material as one of the teachers’ primary duty. The writer analyzed teaching material prepared by bahasa Indonesia teachers in Banda Aceh because some of them come into the classroom without proper preparation. Evaluation of teaching material done in this research is hoped to be able to develop and improve the quality of teaching material arranged by teachers in Banda Aceh. The question in this research was how the condition of content feasibility component, language component, dis*Mahasiswa MPBSI PPs Unsyiah 13 Bahan Ajar Bentuk... (Masyitah Furi) play component, and grapic component of student worksheet for class VII semester I arranged by teachers of bahasa Indonesia in Banda Aceh. The objective of this research was to describe content-feasibility component, language component, display component, and grapic component of student worksheet for class VII semester I arranged by teachers of bahasa Indonesia in Banda Aceh. This analysis used qualitative approach with descriptive method. The data was official document in form of student worksheetarranged by teachers. The result shows that (1) content feasibility component of student worksheet arranged by teachers is categorized as enough. (2) language component of student worksheet arranged by teachers is categorized as good. (3) display component of student worksheet arranged by teachers is categorized as enough. (4) graphic component of student worksheet arranged by teachers is considered as enough. Key Word: teaching material, student worksheet Pendahuluan Mampu mengevaluasi merupakan salah satu kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru. Adanya pelaksanaan evaluasi diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang bermutu karena telah terjadi perubahan sikap dan tingkah laku pada anak didik. Hasan (2003:9) menyatakan bahwa akan besar sekali manfaatnya dalam usaha peningkatan mutu pendidikan apabila semua guru memahami dan melaksanakan makna profesionalisme. Kemampuan profesionalisme guru antara lain mampu menguasai materi pelajaran, mampu merencanakan proses belajar mengajar dalam hal ini mampu membuat program satuan pelajaran, mampu melaksanakan proses belajar mengajar, mampu melaksanakan evaluasi, mampu mendiagnosis kesulitan belajar siswa, dan mampu melaksanakan administrasi guru. Keberhasilan sebuah pembelajaran dipengaruhi banyak faktor. Secara umum, dipengaruhi oleh kompetensi guru. Sangatlah wajar bila sekarang profesionalisme guru sangat dituntut dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Harun (2009:36) merumuskan ruang lingkup kompetensi profesional salah satunya adalah mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media, dan sumber belajar yang relevan. Salah satu kompetensi guru yang dituntut dalam profesinya adalah mempersiapkan pembelajaran yang baik dan matang. Suprianti (2012:55) mengemukakan bahwa kesiapan guru dalam melaksanakan proses belajar- mengajar dapat dilihat dari kemampuan guru mempersiapkan bahan ajar. Bahan ajar secara garis besar terdiri dari pengetahuan, standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Jika guru tidak mempersiapkan bahan ajar yang baik, dapat dipastikan kegiatan belajar-mengajar tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Bahan ajar yang digunakan oleh guru dapat berbagai bentuk, antara lain handout, buku, modul, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar. LKS dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. LKS juga dapat membantu guru dalam membuat evaluasi terhadap ketercapaiannya tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, penulis tertarik untuk meneliti mengenai evaluasi bahan ajar LKS dengan beberapa alasan. Pertama, dari hasil pengamatan pada salah satu sekolah yang dilakukan oleh Suprianti (2012:55) sebagian guru masuk ke kelas tanpa persiapan yang matang. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pun kalau ada, bukan buatan sendiri, melainkan memfotokopi dari guru/orang lain. Modal utama masuk kelas kebanyakan adalah buku paket atau LKS yang dibuat orang lain. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis bahan ajar LKS yang dibuat oleh guru. Kedua, karena belum adanya penelitian mengenai analisis bahan ajar LKS Bahasa Indonesia yang dibuat oleh guru, khususnya di Kota Banda Aceh, penulis tertarik untuk menganalisis LKS tersebut. Ketiga, berdasarkan salah satu saran dalam penelitian yang dikemukakan oleh Matondang (2009:983) para guru hendaknya berusaha menyusun dan mengembangkan tes dengan baik untuk dapat mengukur pencapaian peserta didik, penulis tertarik menganalisis LKS yang memuat tes bagi peserta didik. Keempat, Abedon (dalam Sekarwinahyu dan Ucu, 2009:39) menyatakan bahwa bahan ajar yang direvisi berdasarkan hasil evaluasi memperlihatkan 14 Master Bahasa Vol. II No. 1; Januari 2014:12−21 hasil yang baik dan lebih unggul. Dengan demikian, usaha evaluasi bahan ajar merupakan langkah penting dalam pengembangan dan peningkatan kualitas bahan ajar. Jadi, dari beberapa alasan tersebut penulis ingin meneliti mengenai “Bahan Ajar Bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Indonesia Kelas VII Semester I SMPN Se-Kota Banda Aceh (Suatu Kajian Evaluatif)” sehingga diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas bahan ajar yang telah dibuat oleh guru. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, baik berupa bahan tertulis, seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, maupun bahan tidak tertulis seperti video/film, VCD, radio, kaset, dan CD. Bahan ajar dalam bentuk tertulis berupa materi yang harus dipelajari siswa sebagai sarana untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar (Sholahuddin, 2011:168). Secara garis besar, fungsi bahan ajar bagi guru adalah untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa. Fungsi bahan ajar bagi siswa akan menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari (Lestari, 2013:7). Menurut Majid (2005:174-179), bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori antara lain (1) bahan ajar cetak (printed teaching material), seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket; (2) bahan ajar dengar (audio teaching material), seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio; (3) bahan ajar pandang dengar (audio visual teaching material), seperti video compact disk, film; dan (4)bahan ajar interaktif (interactive teaching material), seperti compact disk interaktif dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials). petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar (KD) yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja. Bagi guru, keuntungan adanya lembar kegiatan adalah memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan bagi siswa lembar kegiatan siswa dapat menjadi bahan belajar secara mandiri dalam memahami dan menjalankan suatu tugas tertulis (Ambarita, 2011:2). Lembar kerja siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikan rupa sehingga siswa diharapkan dapat materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, siswa juga dapat menemukan arahan yang tersturktur untuk memahami materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut (Lestari, 2013:6). Menurut Depdiknas (2008:29) bahan ajar bentuk LKS dapat dievaluasi berdasarkan 4 komponen, yaitu sebagai berikut. (1) Komponen kelayakan isi mencakup (a) kesesuaian dengan SK dan KD, (b) kesesuaian dengan kebutuhan siswa, (c) kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar, (d) kebenaran substansi materi, (e) manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan, dan (f) kesesuaian dengan nilai moral dan sosial. (2) Komponen kebahasaan meliputi (a) kejelasan informasi, (b) kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia, dan (c) penggunaan bahasa secara efektif dan efisien. (3) Komponen sajian mencakup (a) kejelasan tujuan, (b) urutan penyajian, (c) pemberian motivasi, (d) interaktivitas (stimulus dan respon), dan (e) kelengkapan informasi. (4) Komponen kegrafisan meliputi (a) penggunaan font (jenis dan ukuran), (b) lay out dan tata letak, (c) ilustrasi, grafik, gambar, dan foto, dan (d) desain tampilan. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam Lembar kerja siswa (student worksheet) adalah penelitian ini adalah pendekatan kualitatif lembar-lembar berisi tugas yang harus dikerjakan dengan metode deskriptif. Penelitian ini oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa mendeskripsikan komponen kelayakan isi, 15 Bahan Ajar Bentuk... (Masyitah Furi) komponen kebahasaan, komponen penyajian bahan ajar bentuk LKS guru bahasa Indonesia se-Kota Banda Aceh. Data yang diperoleh dalam penelitian hanya berupa data kualitatif. Data tersebut diperoleh dari sumber data yang berupa dokumen resmi bahan ajar bentuk LKS yang dibuat oleh guru bahasa Indonesia. Peneliti mengobservasi 10 SMPN dari 19 SMPN di Kota Banda Aceh. Dari 10 SMPN se-Kota Banda Aceh tersebut, sebanyak 4 guru SMPN yang membuat bahan ajar. Empat sekolah tersebut adalah SMPN 3 Banda Aceh, SMPN 5 Banda Aceh, SMPN 6 Banda Aceh, dan SMPN 13 Banda Aceh. Teknik pengolahan diputuskan dan diberi pertimbangan oleh pakar ahli. di Kota Banda Aceh. Dari 10 SMPN se-Kota Banda Aceh tersebut, sebanyak 4 guru SMPN yang membuat bahan ajar. Empat sekolah tersebut adalah SMPN 3 Banda Aceh yang beralamat di Neusu, SMPN 5 Banda Aceh yang beralamat di Desa Lambung Uleleu, SMPN 6 Banda Aceh yang beralamat di Lampineung, dan SMPN 13 Banda Aceh Desa Cot Mesjid Lueng Bata. Data dikumpulkan menurut standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mengambil satu kompetensi dasar dari setiap keterampilan. Keterampilan tersebut adalah keterampilan berbicara, menulis, menyimak, dan membaca sehingga masing-masing sekolah diambil empat bahan ajar bentuk LKS yang dibuat oleh guru. Hasil pengumpulan data penelitian ini disajikan atau diklasifikasikan dalam bentuk tabel evaluasi Hasil Penelitian dan Pembahasan formatif. Adapun tabel evaluasi tersebut adalah Peneliti mengobservasi 10 SMPN dari 19 SMPN sebagai berikut. Tabel 1 Evaluasi Bahan Ajar Bentuk LKS SMPN Se-Kota Banda Aceh No Komponen SMPN 3 SMPN 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 SMPN 6 SMPN 13 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 KELAYAKAN ISI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kesesuaian dengan SK, KD Kesesuaian dengan kebutuhan siswa Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar Kebenaran substansi materi Manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan Kesesuaian dengan nilai moral dan sosial KEBAHASAAN Kejelasan informasi Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia Penggunaan bahasa secara efektif dan efisien SAJIAN Kejelasan tujuan Urutan penyajian Pemberian motivasi Interaktivitas (stimulus dan respon) Kelengkapan informasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 16 Master Bahasa Vol. II No. 1; Januari 2014:12−21 15 16 17 18 KEGRAFISAN Penggunaan font (jenis dan ukuran) Lay out, tata letak Ilustrasi, grafik, gambar, foto Desain tampilan √ √ √ √ √ √ (1)Komponen Kelayakan Isi Dari tabel analisis komponen kelayakan isi bahan ajar LKS SMPN se-Kota Banda Aceh, diuraikan beberapa indikator dari masing-masing sekolah. Butir penilaian indikator (1) kesesuaian SK dan KD dapat dilihat dari kelengkapan materi, keluasan materi, dan kedalaman materi. Dari ketiga indikator kesesuaian SK dan KD tersebut, terlihat jelas pada tabel 3 bahwa indikator kelengkapan materi dan keluasan materi rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian kedalaman materi terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Hal tersebut disebabkan oleh kurang sesuainya bahan ajar keempat sekolah SMPN se-Kota Banda Aceh dengan prosedur empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis). Dalam bahan ajar ini, guru kurang memberikan penekanan dalam materi ajar maupun contoh soal sesuai dengan ketermpilan bahasa yang dicapai. Contohnya saja keterampilan menyimak pada kemampuan dasar menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan, guru langsung kedalam tahap menyimak tanpa proses prasimak. padahal, seperti yang dikemukakan oleh Abidin (2012:104-109) dalam prosedur pembelajaran menyimak berbasis proses menyimak terdapat 3 tahap, yaitu tahap prasimak, menyimak, dan pascasimak. Begitu pula dalam keterampilan yang lain, keterampilan membaca, berbicara, dan menulis juga terdapat 3 prosedur pembelajaran. Namun, jika dilihat dari butir penilaian kelengkapan materi, bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh sudah sesuai dan mencakup semua materi yang terkandung dalam SK dan KD, seperti menemukan hal-hal menarik dari dongeng yang diperdengarkan, cara menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat, cara menyimpulkan isi bacaan setelah membaca cepat, dan menulis surat pribadi. Begitu pula jika dilihat dari segi keluasan materi, bahan ajar memuat contoh dan soal latihan. Oleh karena itu, secara garis besar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ indikator kesesuaian SK dan KD bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. Butir penilaian indikator (2) kesesuaian dengan kebutuhan siswa dilihat dari kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, kesesuaian dengan tingkat emosional peserta didik, dan kesesuaian dengan aspek linguistik peserta didik. Dari ketiga indikator kesesuaian dengan kebutuhan siswa tersebut, terlihat bahwa butir penilaian kesesuaian dengan tingkat emosional peserta didik rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian kesesuaian dengan perkembangan peserta didik dan kesesuaian dengan aspek linguistik peserta didik terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik dapat dilihat dari bahasa yang digunakan sesuai dengan konsep atau aplikasi konsep atau ilustrasi sampai dengan contoh yang sesuai dengan tingkat intelektual peserta didik. Hal ini tidak terdapat dalam bahan ajar SMPN 3 dan SMPN 13 Banda Aceh, misalnya saja pada kemampuan dasar menyimpulkan isi bacaan setelah membaca cepat 200 kata per menit. Pada materi di KD tersebut, simbol dalam rumus untuk mencari Kecepatan Efektif Membaca (KEM) tidak didefinisikan dengan jelas sehingga kurang sesuai dengan penalaran untuk siswa tingkat SMP kelas VII sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Namun, secara garis besar indikator kesesuaian dengan kebutuhan siswa bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. Butir penilaian indikator (3) kesesuaian dengan kebutuhan ajar meliputi keterkaitan, penerapan, dan kemenarikan materi ajar. Dari ketiga indikator kesesuaian dengan kebutuhan siswa tersebut, terlihat bahwa butir penilaian keterkaitan rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai, sedangkan butir penilaian penerapan dan kemenarikan materi ajar rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Dalam indikator penerapan, bahan ajar hendaknya Bahan Ajar Bentuk... (Masyitah Furi) memuat uraian, contoh, atau soal-soal yang menjelaskan penerapan konsep bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari atau dalam ilmu lain. Penerapan tersebut tidak terlihat dari bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh. Begitu pula dalam indikator kemenarikan materi ajar, selain bahan ajar SMPN 6 Banda Aceh, tidak terlihat adanya kemenarikan materi ajar dalam bahan ajar yang lain. Kemenarikan materi ajar memuat uraian, strategi, gambar, foto, sketsa, cerita sejarah, contoh, atau soal-soal menarik yang dapat menimbulkan minat peserta didik. Namun, secara keseluruhan, indikator kesesuaian dengan kebutuhan ajar bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh berada pada kategori cukup. Butir penilaian indikator (4) kebenaran substansi materi meliputi keakuratan konsep dan definisi, keakuratan konsep dan definisi, keakuratan fakta dan data, keakuratan contoh, keakuratan soal, dan keakuratan acuan pustaka. Dari kelima indikator kebenaran substansi materi tersebut, terlihat bahwa butir penilaian keakuratan konsep dan definisi, keakuratan fakta dan data, keakuratan contoh, keakuratan soal dan keakuratan acuan pustaka ratarata berada pada alternatif pilihan sesuai walaupun ada satu sekolah yang tidak memuat acuan pustaka, seperti bahan ajar SMPN 13 Banda Aceh. Materi bahan ajar di SMP tersebut tidak satu pun memuat daftar pustaka sehingga fakta dan data, contoh, soal, serta acuan pustaka diragukan keakuratannya. Namun, secara keseluruhan, indikator kebenaran substansi materi bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh berada pada kategori sangat baik. Butir penilaian indikator (5) manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan meliputi kesesuaian materi dengan perkembangan ilmu, kemutakhiran pustaka, dan kesesuaian dengan kondisi kekinian. Dari ketiga indikator manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan tersebut, terlihat bahwa butir penilaian kesesuaian materi dengan perkembangan ilmu rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian kemutakhiran pustaka, dan kesesuaian dengan kondisi kekinian terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Kemutakhiran pustaka dapat dilihat dari rujukan yang dipilih dalam bahan ajar tersebut mutakhir. Materi ajar SMPN seKota Banda Aceh ada yang mencantumkan sumber dari tahun 1997 sampai 2010, bahkan ada yang tidak mencantumkan rujukan. Hal tersebut tentu saja tidak 17 sesuai dengan kesesuaian kondisi kekinian karena tidak bersifat aktual dan mengacu pada rujukan terbaru. Dengan demikian, indikator manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (6) kesesuaian dengan nilai moral dan sosial dilihat dari tidak bertentangan dengan nilai, norma, dan etika budaya lokal, menggunakan contoh kasus di daerah setempat, serta sesuai dengan kehidupan remaja. Dari ketiga indikator kesesuaian dengan nilai moral dan sosial tersebut, terlihat bahwa butir penilaian tidak bertentangan dengan nilai, norma, dan etika budaya lokal serta kesesuaian dengan kehidupan remaja rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian menggunakan contoh kasus di daerah setempat terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Kesesuaian indikator menggunakan contoh kasus di daerah setempat dapat dilihat dari contoh dan kasus yang disajikan sesuai dengan situasi serta kondisi di daerah setempat. Dalam hal ini, rata-rata contoh yang disajikan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah setempat. Padahal, contoh dongeng yang akan diperdengarkan, contoh pengumuman yang akan dibacakan, contoh surat yang akan ditulis, serta contoh bacaan untuk dipahami dapat diambil dari daerah setempat agar siswa lebih mudah memahami karena daerah tersebut lebih mereka kenal. Namun, secara garis besar indikator kesesuaian dengan nilai moral dan sosial bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. (2) Komponen Kebahasaan Dari tabel analisis komponen kebahasaan bahan ajar LKS SMPN se-Kota Banda Aceh, dapat dilihat beberapa butir indikator sebagai berikut. Butir penilaian indikator (1) kejelasan informasi dilihat dari keruntutan dan kepaduan antarkegiatan belajar, keruntutan dan kepaduan antarkalimat, serta keruntutan dan kepaduan antarparagraf. Dari ketiga indikator kejelasan informasi tersebut, terlihat bahwa butir penilaian kepaduan antarkegiatan belajar serta keruntutan dan kepaduan antarkalimat rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian keruntutan dan kepaduan antarparagraf terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Keruntutan dan kepaduan antarparagraf dapat dilihat dari penyampaian pesan antarparagraf 18 Master Bahasa Vol. II No. 1; Januari 2014:12−21 yang berdekatan dan antarkalimat dalam paragraf mencerminkan hubungan logis. Ketidakruntutan dan ketidakpaduan antarparagraf dapat dilihat dalam bahan ajar SMPN 3 dan SMPN 13 Banda Aceh. Ada beberapa paragraf yang terdiri dari satu kalimat yang seharusnya kalimat-kalimat tersebut dapat disatukan ke dalam satu paragraf. Namun, secara garis besar indikator kejelasan informasi bahan ajar SMPN seKota Banda Aceh dikategorikan baik. Butir penilaian indikator (2) kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia meliputi ketepatan menggunakan huruf dan tanda baca, ketepatan menggunakan diksi, dan kebakuan istilah. Dari ketiga indikator kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia tersebut, terlihat bahwa butir penilaian kebakuan istilah peserta didik rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian ketepatan menggunakan huruf dan tanda baca serta ketepatan menggunakan diksi terlihat ratarata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Ketepatan menggunakan huruf dan tanda baca dilihat dari penulisan huruf dan tanda baca sesuai dengan pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Ketepatan menggunakan diksi dilihat dari kesesuaian dan ketepatan pemilihan kata. Ketidaktepatan menggunakan huruf dan tanda baca dapat dilihat dari bahan ajar SMPN 3 dan SMPN 13 Banda Aceh, misalnya tidak menggunakan tanda titik di akhir kalimat, tidak menggunakan tanda koma dalam perincian, dan menggunakan huruf kapital di tengah kalimat yang tidak perlu digunakan. Begitu pula ketidaktepatan menggunakan diksi, bahan ajar tersebut terdapat beberapa ketidaktepatan diksi, misalnya kata ligas, meenyimpulkan, kekiri, jangang, dan debgan seharusnya ditulis lugas, menyimpulkan, ke kiri, jangan, dan dengan. Namun, secara garis besar indikator kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (3) penggunaan bahasa secara efektif dan efisien dilihat dari keefektifan kalimat, ketepatan struktur kalimat, dan ketepatan penggunaan kaidah bahasa. Dari ketiga indikator penggunaan bahasa secara efektif dan efisien tersebut, terlihat bahwa butir penilaian ketepatan struktur kalimat rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian keefektifan kalimat dan ketepatan penggunaan kaidah bahasa terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Keefektifan kalimat dapat dilihat dari kalimat yang dipakai sederhana dan langsung ke sasaran. Ketepatan menggunakan menggunakan kaidah bahasa dilihat dari kata dan kalimat yang digunakan untuk menyampaikan pesan mengacu pada kaidah bahasa Indonesia. Ketidakefektifan kalimat dan tidak menggunakan kaidah bahasa secara benar dapat dilihat dari bahan ajar SMPN 3 dan SMPN 13 Banda Aceh, misalnya pada kalimat Pengumuman; Pemberitahuan kepada orang banyak sampaikan kepada orang banyak. Kalimat tersebut kurang efektif tidak tepat ke sasaran. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Pengumuman adalah pemberitahuan yang disampaikan kepada orang banyak. Namun, secara garis besar indikator penggunaan bahasa secara efektif dan efisien bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. (3) Komponen Sajian Dari tabel analisis komponen sajian bahan ajar LKS SMPN se-Kota Banda Aceh, dapat diuraikan beberapa butir indikator antara lain sebagai berikut. Butir penilaian indikator (1) kejelasan tujuan memuat contoh-contoh soal dalam setiap materi, kunci jawaban soal latihan, rangkuman atau pengayaan, daftar pustaka, dan evaluasi penilaian. Dari ketiga indikator kejelasan tujuan tersebut, terlihat bahwa butir penilaian kejelasan tujuan memuat contohcontoh soal dalam setiap materi, daftar pustaka, dan evaluasi penilaian rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian kunci jawaban soal latihan dan rangkuman atau pengayaan terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Dalam hal ini, rata-rata bahan ajar SMPN seKota banda Aceh tidak terdapat kunci jawaban dari soal latihan setiap akhir kegiatan belajar dan tidak pula menuliskan cara serta pedoman penskorannya. Bahan ajar SMPN 3, SMPN 5, dan SMPN 13 Banda Aceh tidak memuat kunci jawaban, sedangkan SMPN 6 Banda Aceh memuat kunci jawaban, tetapi tidak menuliskan pedoman penskorannya. Begitu pula butir penilaian pada rangkuman atau pengayaan, rangkuman pengayaan merupakan konsep kunci kegiatan belajar bersangkutan yang dinyatakan dengan kalimat ringkas dan jelas agar memudahkan peserta didik memahami keseluruhan isi kegiatan belajar. Butir penilaian ini hanya ditemukan pada bahan ajar SMPN 6 Banda Aceh, sedangkan SMPN yang lain hanya menuliskan subjudul rangkuman saja tanpa menuliskan isinya. Bahan Ajar Bentuk... (Masyitah Furi) Namun, secara garis besar indikator kejelasan tujuan bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (2) urutan penyajian mencakup konsisten sistematika sajian, keruntutan penyajian, serta keseimbangan dan kekoherenan penyajian. Dari ketiga indikator urutan penyajian tersebut, terlihat bahwa butir penilaian keruntutan penyajian rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian konsisten sistematika sajian serta keseimbangan dan kekoherenan penyajian terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Konsisten sistematika sajian kurang terlihat dalam bahan ajar SMPN seKota Banda Aceh. Konsistensi sistematikan sajian memuat motivasi dan isi. Bahan ajar tersebut kurang menampilkan motivasi dalam bentuk gambar, ilustrasi, maupun foto yang dilengkapi dengan keterangan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sesuai dengan topik yang disajikan. Bahan ajar tersebut juga kurang memuat hal-hal yang mencakup dalam subkomponen kelayakan isi. Dilihat dari keseimbangan dan kekoherenan penyajian, banyaknya uraian materi dalam bahan ajar SMPN Banda Aceh rata-rata bersifat kurang proporsional, yakni terdapat ketidakseimbangan banyaknya uraian antara bahasan satu dengan bahasan lainnya. Namun, secara garis besar indikator urutan penyajian bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (3) pemberian motivasi dikatakan sesuai apabila dapat memotivasi pesan atau informasi, dapat mendorong berpikir kritis, dan dapat mendorong siswa untuk mencari informasi lebih jauh. Dari ketiga indikator pemberian motivasi tersebut, terlihat bahwa butir penilaian dapat mendorong siswa untuk mencari informasi lebih jauh rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian dapat memotivasi pesan atau informasi dan dapat mendorong berpikir kritis terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Butir penilaian dapat memotivasi pesan dilihat dari bahasa yang digunakan membangkitkan rasa senang ketika peserta didik membacanya dan mendorong mereka untuk mempelajari bahan ajar tersebut secara tuntas. Butir penilaian dapat mendorong berpikir kritis dilihat dari baahasa yang digunakan mampu merangsang peserta didik untuk mempertanyakan suatu hal lebih jauh dan mencari 19 jawabannya secara mandiri dari buku teks atau sumber informasi lain. Dalam hal ini, bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh kurang menonjolkan butir kedua butir penilaian tersebut. Namun, secara garis besar indikator pemberian motivasi bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (4) interaktivitas (stimulus dan respon) dilihat dari keterlibatan peserta didik dalam setiap materi, mendorong eksplorasi, dan memacu kreativitas. Dari ketiga indikator interaktivitas (stimulus dan respon) tersebut, terlihat bahwa butir penilaian keterlibatan peserta didik dalam setiap materi dan memacu kreativitas ratarata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian mendorong eksplorasi terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Hal tersebut dilihat dari kurangnya menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik yang memungkinkan terlaksananya eksploprasi karena tidak terdapat beragam media dan metode. Namun, secara garis besar indikator interaktivitas (stimulus dan respon) bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (5) kelengkapan informasi memuat bagian pendahulan, bagian isi, dan bagian akhir. Dari ketiga indikator kelengkapan informasi tersebut, terlihat bahwa butir penilaian bagian isi rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian bagian pendahulan dan bagian akhir terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh melengkapi kelengkapan bagian awal bahan ajar yang meliputi sampul, halaman pernyataan, kata pengantar, dan daftar isi yang kesemuanya itu termasuk ke dalam bagian pendahuluan. Begitu pula pada bagian akhir, bahan ajar tersebut tidak dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran. Namun, secara garis besar indikator kelengkapan informasi bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. (4) Komponen Kegrafisan Dari tabel analisis komponen kegrafisan bahan ajar LKS SMPN se-Kota Banda Aceh, dapat dijabarkan beberapa butir indikator masing-masing sekolah. Butir penilaian indikator (1) penggunaan font (jenis dan ukuran) dikatakan sesuai apabila tidak menggunakan terlalu banyak kominasi jenis huruf, tidak berlebihan menggunakan variasi huruf, 20 Master Bahasa Vol. II No. 1; Januari 2014:12−21 dan ukuran huruf judul bahan ajar lebih dominan. Dari ketiga indikator penggunaan font (jenis dan ukuran) tersebut, terlihat bahwa butir penilaian tidak berlebihan menggunakan variasi huruf rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian tidak menggunakan terlalu banyak kominasi jenis huruf dan ukuran huruf judul bahan ajar lebih dominan terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Rata-rata bahan ajar bahasa Indonesia SMPN se-Kota Banda Aceh menggunakan lebih dari dua jenis huruf (ukuran font-nya berbeda-beda) sehingga dapat mengganggu peserta didik dalam menyerap informasi yang disampaikan. Begitu pula pada ukuran huruf judul bahan ajar, ukuran judul subbab bahan ajar tidak ditampilkan lebih menonjol daripada teks lainnya. Namun, secara garis besar indikator penggunaan font (jenis dan ukuran) bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. Butir penilaian indikator (2) lay out dan tata letak dilihat dari pemisahan antarparagraf yang jelas, penempatan unsur tata letak konsisten berdasarkan pola, dan penempatan judul, kegiatan belajar, serta angka tidak mengganggu pemahaman. Dari ketiga indikator lay out dan tata letak tersebut, terlihat bahwa butir penilaian pemisahan antarparagraf yang jelas rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian penempatan unsur tata letak konsisten berdasarkan pola dan penempatan judul, kegiatan belajar, serta angka tidak mengganggu pemahaman terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Bahan ajar ini dapat dilihat bahwa penempatan unsur tata letak kurang konsisten berdasarkan pola. Penempatan subjudul bahan ajar SMPN 3 dan SMPN 13 Banda Aceh tidak konsisten, pada KD tertentu terdapat subjudul kesimpulan dan penilaian, tetapi pada KD yang lainnya hanya terdapat kesimpulan tanpa penilaian atau hanya terdapat penilaian tanpa subjudul kesimpulan. Begitu pula penempatan judul, subjudul kegiatan belajar,dan angka tidak ditulis secara lengkap. Namun, secara garis besar indikator lay out dan tata letak bahan ajar SMPN seKota Banda Aceh dikategorikan baik. Butir penilaian indikator (3) ilustrasi, grafik, gambar, dan foto mencakup judul yang harus menggambarkan isi materi ajar, penempatan ilustrasi dan keterangan gambar tidak mengganggu pemahaman, dan memanfaatkan gambar, grafik, atau foto. Dari ketiga indikator ilustrasi, grafik, gambar, dan foto tersebut, terlihat bahwa butir penilaian judul yang harus menggambarkan isi materi ajar dan penempatan ilustrasi dan keterangan gambar tidak mengganggu pemahaman rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian memanfaatkan gambar, grafik, atau foto terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Dapat dilihat bahwa rata-rata bahan ajar bahasa Indonesia SMPN se-Kota Banda Aceh tidak memanfaatkan gambar, grafik atau foto, seperti halnya materi mendengarkan dongeng, menulis surat, membaca teks secara cepat, dan membaca pengumuman dapat diselipkan gambar yang mendukung teks sehingga bahan ajar lebih menarik minat siswa. Namun, secara garis besar indikator ilustrasi, grafik, gambar, dan foto bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan cukup. Butir penilaian indikator (4) desain tampilan apabila dapat menampilkan pusat pandang yang baik, lebar susunan teks normal, serta kreatif dan dinamis. Dari ketiga indikator desain tampilan tersebut, terlihat bahwa butir penilaian lebar susunan teks normal rata-rata berada pada alternatif pilihan sesuai. Hanya saja butir penilaian menampilkan pusat pandang yang baik serta kreatif dan dinamis terlihat rata-rata berada pada alternatif pilihan kurang sesuai. Teks yang terdapat dalam bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh kurang menampilkan pusat pandang yang baik. Bahan ajar tersebut juga kurang kreatif dan dinamis karena tidak menampilkan ilustrasi dari berbagai sudut pandang yang dapat menambah pemahaman dan pengertian peserta didik. Namun, secara garis besar indikator desain tampilan bahan ajar SMPN se-Kota Banda Aceh dikategorikan baik. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diuraikan pada bab IV di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Komponen kelayakan isi bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru berada dalam kategori cukup. (2) Komponen kebahasaan bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang dibuat oleh guru berada dalam kategori baik. (3) Komponen sajian bahan ajar bentuk LKS Bahan Ajar Bentuk... (Masyitah Furi) 21 bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: dibuat oleh guru berada dalam kategori cukup. PT Raja Grafindo. (4) Komponen kegrafisan bahan ajar bentuk LKS bahasa Indonesia kelas VII semester 1 yang Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran. dibuat oleh guru berada dalam kategori cukup. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. DAFTAR PUSTAKA Matondang, Zulkifli. 2009. “Kemampuan Guru SD Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa dalam Penyusunan Tes sebagai Alat Ukur Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Pencapaian Kompetensi Siswa. Jurnal Refika Aditama. Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.15, No.5 September 2009 :968-984. Ambarita, Alben. 2011. “Penggunaan LKS dalam Pembelajaran Perkalian dan Pembagian Sekarwinahyu, Mestika dan Ucu Rahayu. 2009. Bilangan Semester 1 Kelas IV SDN 6 “Kajian Terhadap Kualitas Bahan Ajar Metro”. Jurnal Pendidikan Progresif (JPP). Noncetak Program S1 Pendidikan Biologi Vol.1, No.1 April 2011:1-9. dalam Pembelajaran Interaktif SPJJ”. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Depdiknas. 2008. Perangkat Pembelajaran Vol.10, No.1 Maret 2009 :38-43. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA. Jakarta: Departemen Pendidikan Sholahuddin, Arif. 2011. “Pengembangan Buku Nasional Direktorat Jendral Manajemen Ajar Kimia X Berbasis Reduksi Didaktik: Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Uji Kelayakan di SMA Negeri Kota Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Banjarmasin”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.17, No.2 Maret 2011 Harun, Cut Zahri. “Kompetensi Guru dan Evaluasi :166-177. Pendidikan”. Jurnal Wahana Pendidikan. Vol.2, No. 02 Juli 2009 :33-44. Suprianti, Rina. 2012. “Pengembangan Bahan Ajar Menulis Argumentasi untuk Kelas X SMA/ Hasan, Bachtiar. 2003. Perencanaan Pengajaran MA”. Jurnal Alinea, Vol.1, No.1 April 2012 Bidang Studi. Bandung: Pustaka Ramadhan. :54-70. Lestari, Ika. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Padang: Akademia Permata.