PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI OLEH: DRS.H.M. ILHAM ALIM BACHRIE, MM WAKIL KETUA UMUM KADIN SULAWESI SELATAN PENTINGNYA KAWASAN ANDALAN DI KTI ► ► ► ► ► Kawasan Timur Indonesia merupakan wilayah yang memiliki nilai strategis dalam konstalasi pembangunan Indonesia. 60% Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia berada di wilayah KTI, dengan luas wilayah 68% dari luas total Indonesia. SDA utama di KTI adalah sektor Agro dan Mining Rendahnya daya saing Indonesia terutama di KTI akibat kondisi infrastruktur, regulasi/birokrasi dan produktifitas tenaga kerja yang rendah, Biaya logistik di Kawasan Timur Indonesia (KTI) lebih tinggi lagi dibanding rata-rata biaya lagistik nasional Jumlah Indsustri dan Investasi di KTI saat ini masih sangat minim yaitu hanya sekitar 10 – 15% dibanding Industri di Kawasan Barat yang mencapai 85 – 90%. Untuk itu diperlukan optimalisasi Kawasan Andalan di KTI, utamanya KAPET yang hampir semuanya berada di wulayah KTI TANTANGAN PENGELOLAAN KAPET ► ► ► ► ► ► Minimnya Anggaran unrtuk pengelolaan KAPET untuk menjadikan lembaga yang profesional dan pro bisnis, termasuk anggaran untuk infrastruktur di wilayah KAPET Pengelolaan Kelembagaan KAPET belum berorientasi bisnis termasuk terbatasnya SDM pengelolah yang berjiwa bisnis Kewenangan KAPET masih terbatas, utamanya untuk melakukan sinkronisasi lintas sektoral dan lintas wilayah sehingga terkadang tumpang tindih atau kontra produktif. Kebijakan/insentif yang selama ini ditawarkan oleh KAPET belum banyak diminati oleh investor Pemerintah belum sepenuh hati mendukung KAPET, seperti kewenangan, dasar hukum yang hanya Keppres/Perpres, sedangkan Kawasan sejenis sudah didasari UU SDA di wilayah KAPET belum dioptimalkan sebagai daya tarik utama, sehingga investor belum tertarik berinvestasi di sentra produksi TANTANGAN PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN DI KTI Terbatasnya infrastruktur perhubungan utamanya akses jalan ke sentra produksi, sistem kepelabuhan dan ketersediaan energi terutama di wilayah Kawasan Andalan di KTI. Hal ini berakibat biaya dan harga komoditi di KTI tidak bisa bersaing dengan produk negara ASEAN ► Peraturan perundangan-undangan dan kebijakan pemerintah serta birokrasi yang berlaku di KTI belum sepenuhnya mendukung iklim usaha yang kondusif di KTI, sehingga dunia usaha/investor masih belum melihat adanya daya tarik khusus di KTI yang tidak dijumpai di KBI. ► Perbankan belum mendukung sepenuhnya investasi di KTI, terbatasnya skim kredit untuk sektor investasi/industri di wilayah Kawasan Andalan. Serta tingginya tingkat suku bunga di Indonesia yang merupakan tertinggi di dunia. ► TANTANGAN PENGEMBANGAN ► ► ► ► Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu masih belum melingkupi perizinan pusat dan beberapa perizinan lokal terkait seperti Pajak dan Pengesahan Kementerian Hukum dan HAM. Di Korsel, cuma sekali isi form online, sudah terurus ke semua instansi. Kawasan industri dengan fasilitas industrinya umumnya hanya terdapat di Ibukota provinsi, padahal kebutuhan lahan dan kawasan industri juga doperlukan di kabupaten/kota dalam wilayah KAPET untuk menarik minat investor. Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan terbesar di KTI belum menjadi pelabuhan utama ekspor/impor, sehingga komoditi dan hasil industri dari wilayah KTI masih transit di Jakarta atau Surabaya, hal ini berakibat tingginya biaya transportasi. Biaya logistik di Indonesia terutama di KTI masih sangat tinggi mencapai 20% dari biaya produksi, dibanding negara ASEAN lainnya; Malaysia yang hanya 8%, Philipna 7%, Singapura 6% TANTANGAN PENGEMBANGAN Dibanding negara Asia lain, Sistem perpajakan dan insentif pajak di Indonesia masih kurang, seperti dalam memberikan pembebasan pajak untuk jangka waktu tertentu (tax holiday) dan kelonggaran pajak (tax allowances). ► Keterbatasan kemampuan industri kecil menengah (IKM) dalam mendukung dan memasok kebutuhan bahan baku/pendukung industri besar, sehingga industri besar harus melakukan investasi penuh dengan biaya besar untuk dapat memproduksi barang jadi atau barang setengah jadi ► Keterbatasan SDM di sektor industri, rendahnya produktifitas, etos kerja dan terbatasnya keterampilan tenaga kerja, upah yang sulit diperkirakan, serta ketidakpastian hubungan industrial antara perusahaan dan tenaga kerja, Rendahnya produktifitas juga disebabkan mesin yang dipergunakan sudah berumur dan teknologi yang kurang canggih ► TANTANGAN PENGEMBANGAN ► ► ► Tingginya harga energi penggerak industri seperti BBM, batu bara, termasuk Tarif Dasar Listrik (TDL). Ketersediaan energi listrik di KTI juga masih kurang dibanding kebutuhan listrik industri yang semakin meningkat. Otonomi daerah berakibat munculnya regulasi dan peraturan di daerah yang bertujuan memperoleh pendapatan asli daerah yang terus digenjot tanpa mempertimbangkan efek pertumbuhan ekonomi daerah dan iklim investasi dan justru kontraproduktif dengan tujuan menarik investasi. Lemahnya sinkronisasi dan koordinasi antar instansi baik sesama instansi setingkat maupun antara kementerian/ lembaga pusat dengan instansi pemerintah daerah, sehingga masih dijumpai pengurusan perizinan dilakukan di semua tingkatan dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat kementerian. SOLUSI DAN REKOMENDASI ► ► ► ► Kelembagaan Pengelolaan KAPET sebaiknya menjadi BUMN atau dikelolah oleh BUMN dibawah koordinasi Kementerian BUMN dan Kementerian PU sehingga bisa lebih profesional, termasuk pembangunan infrastrukturnya dilakukan/dibiayai oleh Perusahaan BUMN bersama Kementerian PU Optimalisasi Pelayanan Perizinan Satu Pintu di wilayah KAPET sehingga bisa juga mengurus perizinan lokal di sektor perpajakan dan kementerian Kehakiman & HAM serta perizinan di tingkat pusat, koordinasi dengan BKPMD Penguatan dasar Hukum KAPET melalui Undang-undang sehingga bisa setara dengan kawasan andalan sejenis seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank menyediakan skim pembiayaan untuk investasi jangka panjang melalui kemudahan prosedur kredit dan suku bunga rendah khususnya investasi di KTI, khususnya di wilayah KAPET SOLUSI DAN REKOMENDASI ► ► ► ► ► ► Mengintegarasikan KAPET ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan MP3EI, sehingga insentif dan pendanaan bisa lebih lancar, termasuk dengan BKPRS sehingga terintegrasi juga dengan BIMP-EAGA utk menghadapi MEA 2015 Pengembangan infrastruktur penunjang utamanya sistem kepelabuhanan, energi dan akses jalan menuju sentra komoditi/ sentra produksi Dukungan kebijakan, penyederhanaan aturan dan skim pendanaan untuk proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Perlu ada kebijakan khusus di KTI khususnya di wilayah KAPET yang tidak ada di Kawasan Barat, baik terkait peraturan perundangundangan maupun kebijakan pembiayaan usaha yang akan dio, sehingga ada daya tarik khusus bagi investor Penyediaan anggaran untuk promosi wilayah KAPET dan untuk pengembangan Sumber Daya Alam/ Komoditi andalan yang ada di wilayah KAPET Pemanfaatan lahan kosong yang luas di wilayah KAPET untuk mendukung bahan baku agroindustri di wilayah KAPET