PENTINGNYA VEGETASI BAGI KENYAMANAN LINGKUNGAN Vegetasi Irigasi mungkin memiliki dampak yang sangat besar terhadap kondisi iklim di daerah perkotaan, dan kurangnya vegetasi di kawasan perkotaan menjadi salah satu penyebab utama dari munculnya fenomena pulau panas perkotaan. Namun di daerah kering situasi ini secara teoritis dapat “berbalik”, melimpahnya lansekap irigasi dalam wilayah terbangun dapat menciptakan "pulau panas" di tengahtengah lingkungan yang vegetasinya jarang. Penelitian di kota-kota gurun telah menunjukkan bahwa sebuah “pulau panas perkotaan” dapat muncul selama siang hari, bukan fenomena malam hari (Brazel et al., 2000). Mekanisme utama efek pendinginan udara perkotaan dikaitkan dengan evapotranspirasi , dimana energi radiasi penentu keseimbangan energi permukaan diubah menjadi laten, yang berbeda dengan panas sensibel. Hasil-hasil penelitian di kawasan gurun dengan menggunakan permukaan perkotaan skala terbuka (Model OASUS ) menunjukkan bahwa proporsi kehilangan panas laten secara langsung berkaitan dengan “fraksi bervegetasi lengkap”, atau rasio antara total daerah bervegetasi dengan total luas permukaan perkotaan (Pearlmutter et al., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa efek pendinginan evaporative tidak hanya tergantung pada besarnya ruang hijau perkotaan, tetapi juga ditentukan oleh ketinggian dan kepadatan bangunan di kawasan perkotaan. Selain itu, efek moderasi termal vegetasi tidak hanya bersifat evaporative, tetapi juga radiatif; sehingga permukaan lahan suhunya lebih rendah dan efek naungan langsung kepada para pejalan kaki. Efek pendinginan dari vegetasi perkotaan mungkin bersifat sangat lokal , dengan membentuk pulaupulau “dingin” secara individual yang luasnya terbatas, dalam suatu area terbangun yang akan menjadi panas kalau tidak ada vegetasi. Kalau daerah bervegetasi sangat sempit dan proses pencampuran udara di atmosfir perkotaan berlanghsung dnegan baik , maka penurunan suhu udara di jalur hijau mungkin tidak signifikan; namun demikian efek naungan dan pendinginan permukaan tanah secara signifikan masih mampu mengurangi efek cekaman termal bagi pejalan kaki (Pearlmutter et al. , 1999; . Ali Toudert dan Mayer , 2006; Johansson , 2006) . Pengaruh vegetasi yang mendapatkan irigasi terhadap cekaman termal manusia di daerah panas-kering dikaji dalam ruang perkotaan semi-tertutup dengan berbagai kombinasi pohon dewasa, jarring-jaring naungan (shading mesh), rumput dan paving (Shashua, Pearlmutter, dan Erell, 2009). Indeks Cekaman termal dihitung per jam dari data hasil pengukuran, untuk mengevaluasi kenyamanan termal dalam ruang, dan diekspresikan pada skala sensasi termal. Cekaman termal di halaman terbuka tanpa naungan dan beraspal ternyata sangat parah selama pertengahan siang hari; keberadaan rumput dan naungan (oleh pohon dan jaring-jaring pelindung), berpengaruh signifikan terhadap kenyamanan termal. Kombinasi vegetasi dan jarring-jaring pelindung mengakibatkan kondisi yang nyaman di semua waktu , meskipun pohon saja memberikan efek pendinginan yang lebih efisien dalam hal penggunaan air, yang diukur dengan laju evapotranspirasi. Efek utama dari rumput dan jarring-jaring peneduh adalah untuk mengurangi beban sinar, sedangkan efeknya terhadap suhu udara tidak terlalu signifikan. Cekaman termal yang dialami para pejalan kaki (Pedestrian) dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Stres Thermal (ITS), yang menyatakan pertukaran energi secara keseluruhan antara tubuh pejalan kaki dengan lingkungan sekitarnya dalam kondisi hangat. Disajikan dalam watt setara panas laten, indeks ini (ITS) merupakan ukuran tingkat dimana tubuh manusia harus mengeluarkan keringat untuk menjaga keseimbangan termal. Perhitungan untuk radiasi Rn dan konveksi C serta pembangkit panas internal tubuh (berdasarkan metabolisme M dan kerja W ) dan efisiensi evaporasi keringat f, yang dibatasi oleh kelembaban udara atmosfer, adalah : ITS = [Rn + C + (M-W)] / f. Pertukaran energi secara instant oleh radiasi dan konveksi dapat dihitung dalam W/m2 permukaan tubuh menggunakan silinder vertikal untuk mewakili pejalan kaki berdiri di tengah ruangan (Pearlmutter et al. 1999). Keseimbangan radiasi neto tubuh terdiri dari radiasi yang diserap langsung, komponen gelombang pendek yang disebar dan direfleksikan, penyerapan radiasi gelombang-panjang dari langit dan radiasi lainnya dari ground, permukaan tanah horisontal dan permukaan dinding vertikal, dan emisi gelombang-panjang dari tubuh ke dalam lingkungan. Penyerapan radiasi gelombang-pendek didasarkan pada radiasi global dan diffuse yang terukur, naungan dan factor pandangan (view) (merupakan fungsi geometri lahan-halaman), dan Albedo permukaan terbangun dan vegetative, dan dari tubuh itu sendiri. Penyerapan gelombang-panjang dari permukaan dihitung berdasarkan factor-view, suhu permukaan yang diukur, dan nilai-nilai emisivitas taksiran semua bahan. Emisi gelombang panjang ke bawah dari langit diambil dianggap sebagai residu dalam neraca radiasi neto yang diukur di atas atap bangunan gedung (gelombang pendek yang masuk dapat diukur, atap albedo diperkirakan, dan gelombangpanjang yang ke luar dihitung berdasarkan suhu permukaan atap dan emisivitasnya) dan emisi dari tubuh didasarkan pada suhu konstan kulit-pakaian. Pertukaran energi konvektif adalah fungsi dari perbedaan antara suhu kulit tubuh dan suhu udara, dan dari koefisien perpindahan panas empiris berdasarkan kecepatan angin, yang diukur bersama dengan suhu udara di halaman.... Beberapa temuan dari percobaan terkontrol (Shashua, Pearlmutter, dan Erell, 2009) , yang membandingkan serangkaian konfigurasi lansekap ruang- kota dalam hal kenyamanan termal pejalan kaki dan efisiensi pendinginan vegetasi , adalah: 1. Setiap perlakuan lanskap berkontribusi signifikan terhadap perbaikan kenyamanan termal; penurunan terbesar cekaman termal tengah hari dapat dihasilkan oleh kombinasi pohon rindang dan rumput . 2. Perlakuan vegetatif yang mencapai efisiensi pendinginan tertinggi dalam hal penggunaan air adalah konfigurasi pohon rindang saja. Efek pendinginan tambahan yang disediakan oleh rumput irigasi tidak sebanding dengan kebutuhan airnya yang tinggi , kebutuhan air ini jauh lebih tinggi kalau rumput terkena langsung matahari (tidak ternaungi) dibandingkan dengan rumput yang dinaungi oleh pohon atau jarring peneduh. 3. Moderasi cekaman termal tingkat medium dapat terjadi pada perlakuan elemen tunggal landscape (rumput , pohon atau jarring peneduh) yang digunakan secara terpisah; hal ini menunjukkan kegunaan masing-masing perlakuan , dan di sisi lain menunjukkan nilai sinergis dari gabungan perlakuan terhadap kenyamanan termal dan efisiensi penggunaan air nya. 4. Vegetasi dapat berkontribusi cukup besar terhadap kenyamanan termal manusia, meskipun efeknya terhadap suhu udara tidak terlalu signifikan. Referensi Ali-Toudert, F. dan H.Mayer. 2006. Numerical study on the effects of aspect ratio and solar orientation on outdoor thermal comfort in hot and dry climate, Building and Environment, 41, 94-108. Brazel, A., N. Selover, R. Vose, dan G.Heisler. 2000. The tale of two climates–Baltimore and Phoenix urban LTER sites, Climate Research, 15, 123–135. Johansson, E. 2006. Influence of urban geometry on outdoor thermal comfort in a hot dry climate: A study in Fez, Morocco, Building and Environment, 41, 1326-1338. Pearlmutter, D., A. Bitan dan P. Berliner. 1999. Microclimatic analysis of ‘compact’ urban canyons in an arid zone, Atmospheric Environment, 33, 4143-4150. Shashua, B.L., D. Pearlmutter, dan E. Erell. 2009. Microscale vegetation effects on outdoor thermal comfort in A hot-arid environment. The seventh International Conference on Urban Climate, 29 June - 3 July 2009, Yokohama, Japan.