HABITAT IKAN Ulasan mengenai hubungan ekologi suatu kelompok yang hanya dibahas dalam satu bab, nampaknya hanya akan mengecewakan. Penjelasan tentang sejumlah kelompok dan habitatnya adalah sesuatu yang tidak akan habis dibahas. Selain itu, adaptasi dan reaksi suatu kelompok terhadap lingkungannya terkadang sulit untuk dimengerti. Umumnya, ikan-ikan yang telah dikenal dari sudut pandang ekologinya adalah ikan-ikan yang bernilai ekonomis dan memiliki peran sebagai sumber rekreasi atau komersial. Dalam tahun-tahun terakhir ini, perhatian untuk melindungi ikan-ikan langka dan yang terancam punah telah menyebabkan minat dalam mempelajari ekologi semua ikan terus bertambah. Dalam bab ini, akan dibahas mengenai karakteristik habitat yang menjadi tempat spesies ikan hidup dan beberapa dinamika yang terjadi di habitat tersebut serta bagaimana ikan dapat hidup di habitat tersebut. Medium Air Densitas air, yaitu sekitar 800 kali densitas gas, menyebabkan air harus berpindah dengan cepat dari satu medium ke medium lainnya. Air bersifat melekat/kental, sehingga objek yang memiliki nilai rasio luas permukaan berbanding volume yang tinggi akan tenggelam ke dasar dengan perlahan, walaupun gravitasi spesifiknya sedikit melebihi air yang setara dengan 1 pada 40C. Material yang agak ringan, seperti gas atau minyak yang masuk ke dalam badan air, akan menyebabkan daya apung suatu objek yang terdapat di dalam badan air tersebut bersifat netral. Tekanan —yang akan meningkat sekitar 1 atm setiap kedalaman bertambah 10 meter— memiliki efek pada kehidupan dan struktur ikan-ikan perairan dalam, termasuk jumlah kalsium di dalam skeleton, kemampuan mempertahankan gas bladder dan lainlain. Gaya berat air akan berubah seiring dengan berubahnya suhu —gaya berat air akan semakin besar pada suhu 40C. Fakta bahwa densitas terbesar air tawar berada pada suhu 40C, sangat penting untuk diketahui karena es terbentuk di permukaan bukan di dasar. Panas air yang spesifik memungkinkan perluasan arus dingin dan hangat, jauh di laur garis lintang —tempat dimana es terbentuk—, sehingga memengaruhi penyebaran dan distribusi ikan Air memiliki kemampuan sebagai pelarut. Ketika air jatuh ke daratan (sebagai air hujan) dan menyerap ke dalam tanah, air tersebut membawa banyak substansi, yakni karbondioksida, oksigen, klorida, kalsium sulfat dan karbonat, sodium, magnesium, dan pottasium. Senyawa silikon dan phospor, juga material organik lainnya ikut terbawa pula oleh air. Terdapat hubungan yang lebih atau kurang kompleks berkaitan dengan konsentrasi ion hidrogen dan kelarutan senyawa tertentu di perairan, seperti karbonat. Oksigen terlarut —yang dipengaruhi oleh tekanan, suhu, dan material lainnya yang terlarut— dapat memengaruhi jenis spesies yang menempati badan air. Mengingat volume udara terdiri dari hampir 21% oksigen, maka kemampuan air tawar dalam melarutkan suatu zat sangatlah kecil, yakni 10,23 cc/liter pada 00C atau bahkan kurang, seiring meningkatnya suhu. Air laut yang memiliki salinitas 30 ppt memiliki kadar oksigen terlarut sebesar 8,8 cc/liter pada suhu 00C. Umumnya fauna ikan air tawar yang beragam dapat hidup pada konsentrasi oksigen terlarut 3,5 cc/liter atau sekitar 55% saturasi pada suhu 200C. Jenis ikan salmon dan ikan perairan dingin lainnya dapat hidup dengan baik pada kadar oksigen terlarut mendekati saturasi, yaitu 6,4 cc/liter pada suhu 200C. Habitat dan Adaptasi Air Tawar Perairan tawar memiliki porsi yang sangat kecil dari seluruh perairan di bumi (0.01%). Walaupun demikian, terdapat sekitar 41% spesies air tawar yang telah diketahui. Hal ini mungkin berkaitan dengan niche yang banyak terdapat di perairan mengalir dan tergenang (yang memiliki jangkauan garis lintang dan ketinggian yang lebar) dan juga kesempatan isolasi geografi. Perairan tawar sangat berbeda dengan perairan lainnya dalam banyak hal, seperti suhu, arus, kedalaman, bahan tersuspensi, material terlarut termasuk oksigen dan nutrien, serta substrat dan ketetapan waktu. Hal ini, dengan banyak faktor lainnya, dapat memengaruhi kemampuan ikan untuk hidup di suatu daerah, menemukan makanan dan tempat perlindungan, serta memenuhi kebutuhan lainnya. Perkembangan fauna ikan di daerah hulu sangat bergantung pada kemampuan ikan untuk beradaptasi dengan faktor-faktor yang berpengaruh, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Tetapi, faktor yang sangat penting dalam hal ini adalah kapasitas lingkungan untuk menghasilkan makanan. Di perairan —seperti habitat terrestrial— produksi makanan yang melimpah bergantung pada cahaya matahari, tumbuhan hijau, dan nutrient. Di sungai berbatu, dengan gradiennya yang curam, kesempatan tumbuhan berakar untuk tumbuh sangatlah terbatas, sehingga berbagai jenis alga — terutama diatom— merupakan produsen utama penghasil makanan. Hubungan trofik sederhana antara ikan di perairan mengalir melibatkan spesies yang dapat beradaptasi dengan cara menempel atau bertahan di atas batu dan menyingkirkan diatom serta organisme menempel (aufwuch). Ikan-ikan di perairan ini telah berkembang di Asia, terutama di kawasan Himalaya dan Andes, juga di kawasan pegunungan di daerah tropis lainnya. Gambar 1. Cakram penghisap ikan Homalopteridae (Nikolsky dalam Bond, 1979) Spesies ikan yang terdapat di sungai kecil dan anak sungai yang lebar di Amerika Selatan adalah berbagai jenis spesies bertubuh streamline yang dapat berpindahpindah diantara riffle dan bertahan pada posisinya di arus yang deras. Sebagai contoh adalah ikan putih pegunungan, Prosopium williamsoni; ikan rol batu, Campostoma sp; creek chubsucker, Erimyzon oblongus; Torrent sucker, Moxostoma rhothoecum; dan sucker pegunungan, Catostomus platyrhynchus. Selain itu, ikan dari genus Rhinichthys dan Cottus, serta ikan darter dari genus Etheostoma juga berada di daerah hulu, tetapi spesies ini lebih sering berada di dekat dasar perairan. Ikan-ikan khas daerah hulu bergerak hingga ke daerah tengah sungai, jika air deras dengan suhu dan dasar yang sesuai tetap ada. Ikan-ikan ini dengan demikian dapat dikaitkan dengan peningkatan jumlah spesies yang memanfaatkan niche yang lebih besar di sungai bagian tengah. Bagian tengah sungai ini dapat dicirikan dengan lebih banyak pool dan air deras —dari pada riffle— yang ada. Arus akan bervariasi, tetapi lebih lambat dari pada arus sungai di hulu. Selain itu, material dasar perairan pun akan lebih bervariasi, mulai dari partikel koarsa, yang ditemukan di air deras hingga deposit pasir dan endapan yang ditemukan di pool. Vegetasi dapat bervarisi mulai dari diatom dan material lainnya ynag hidup di bebatuan hingga tanaman air berakar di area terdeposit. Penutupan di daerah pinggiran sungai dapat menjadi relatif tidak penting dengan semakin lebarnya sungai. Perairan tergenang (lingkungan lentik). Tidak seperti sungai —dimana evolusi terjadi mulai dari yang kecil hingga besar— ukuran badan air di perairan tergenang berubah dari besar menjadi kecil, dari dalam menjadi dangkal. Saat danau terbentuk, melalui berbagai proses geologi yang dapat mengakibatkan terbentuknya kolam di permukaan bumi, kolam tersebut mulai terisi dengan material yang berasal dari sungai, tertiup angin, atau dihasilkan oleh danau itu sendiri. Perubahan alami yang terjadi di danau, dimulai dari kolam hingga rawa dan akhirnya daerah yang kering —jika proses dapat berlanjut dengan adanya waktu yang cukup. Danau kecil yang dangkal yang terbentuk di moraine (tumpukan batu di gunung es) glasial atau disebabkan karena longsoran yang membentuk lembah kecil, memiliki masa hidup yang relatif singkat dan dapat menyebabkan hilang atau punahnya danau tersebut dalam beberapa ratus tahun. Danau yang terbentuk akibat adanya celah yang besar di permukaan bumi, memiliki masa hidup yang lama dan hanya terjadi sedikit perubahan serta prosesnya masih terus berjalan. Danau seperti Baikal di Siberia dan Deep Reef Lake of Afrika adalah contoh danau permanen, yang dapat bertahan selama jutaan tahun. Gambar 2. Diagram danau oligotrofik daerah temperate, memperlihatkan stratifikasi Suhu (Bond, 1979) Nutrien dapat terakumulasi di danau —seiring bertambahnya waktu— dengan masuknya mineral dalam bentuk larutan ke dalam perairan, dan adanya bahan organik yang tercuci atau jatuh, serta melalui berbagai macam proses lainnya. Nutrien dapat terperangkap di danau dan dikonversi menjadi bahan organik di dalam tubuh flora dan fauna serta tenggelam di dasar perairan dalam bentuk organisme mati. Dari sini, organisme tersebut dapat di daur ulang dengan cara dikonsumsi oleh pemakan bangkai (scavenger) atau terdekomposisi oleh mikroorganisme. Nutrien yang terlarut di daerah hipolimnion memiliki kesempatan yang kecil untuk dapat mencapai lapisan yang lebih atas — yang terkena cahaya matahari secara efektif dimana fotosisntesis terjadi— sehingga untuk mencapai lapisan diatasnya harus terjadi sirkulasi di danau. Sirkulasi terjadi pada saat suhu mulai dingin di musim gugur dan mulai hangat pada musim semi serta ketika suhu di dasar dan di bawah perairan sama. Tentu saja, terdapat pengecualian di dalam pola sirkulasi yang terjadi setahun dua kali ini, karena sirkulasi ini tergantung pada faktor lainnya seperti kedalaman, ketinggian, pemaparan terhadap angin, serta garis lintang. Habitat Laut dan Adaptasi Samudera dicirikan oleh ukurannya yang luas dan dalam, berkesinambungan dalam ruang dan waktu, diversitas tipe dasar perairan, gerakan air, suhu, dan kandungan garam. Ikan-ikan laut dapat hidup dekat atau di dasar perairan, yang disebut alam bentik (benthic realm) atau di laut lepas yang disebut alam pelagis (pelagic realm). Tentu saja, semua ini telah mengarah pada formasi asosiasi ekologi dan komunitas, mulai dari yang paling sederhana hingga yang kompleks, dan banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi, menggambarkan, dan menganalisis hubungan ekologi dan komunitasnya. Kerangka kerja umum dimana para ahli ekologi laut bekerja, terdapat di salah satu zonasi dari dua alam ini, seperti yang telah disebutkan. Batas-batas zona ini dilintasi oleh banyak hewan dan karena zona-zona ini dibangun oleh beberapa faktor seperti penetrasi cahaya, suhu, dan luasan paparan benua dan lereng (slope), maka zona ini memiliki arti biologis yang penting. Alam bentik terbagi atas zona paparan, yang mempunyai kedalaman hingga 200 meter; lereng atas (upper slope) yang kedalamannya hingga 1000 meter; lereng bawah (lower slope), yang kedalamannya mencapai 3000 meter; abisal, yang kedalamannya mencapai 6000 meter; dan zona hadal, yang meliputi palung dalam (deep trench). Alam pelagis dibagi ke dalam zona epipelagis, yang mencapai kedalaman 200 meter (hal ini berhubungan dengan kedalaman dan penetrasi cahaya efektif serta tepi paparan benua); zona mesopelagis, yang memiliki kedalaman hingga 1000 meter dan merupakan batas dari semua permukaan yang terkena cahaya matahari; zona batipelagis, yang bersifat afotik dan mencapai kedalaman 6000 meter; zona hadopelagis, dengan kedalaman dibawah 6000 meter. Beberapa ahli ekologi merasa bahwa pembagian tersebut sesuai dan cocok untuk membagi laut ke dalam sistem neritik (di dan di atas paparan benua) dan sistem laut (di luar paparan) (Gambar 3) Gambar 3. Zonasi ekologi wilayah laut (Bond, 1979) Ikan sculpin sebenarnya berwarna indah, tetapi nampak berburik, sehingga menyebabkan ikan tersebut tidak terlihat mencolok ketika berada di atas batu, tumbuhan hijau, alga koral, dan material lainnya. Clinocottus globiceps, diantara spesies lainnya, dapat merubah warnanya dengan cepat untuk menyesuaikan diri dengan substrat. Selain itu, spesies ini dapat menyerupai ikan lainnya karena mempunyai bentuk sisir (cirri) di kulitnya. Sirip pektoral yang lebar memudahkan ikan tersebut untuk bergerak dengan lambat di dasar perairan untuk mencari makanan. Banyak spesies ikan yang hidup di daerah supratidal, beberapa diantaranya berada di perairan semi-permanen dimana terdapat deburan atau percikan ombak. Jenis ikan lainnya yang menghabiskan sebagian hidupnya di luar daerah ini, membuat ekskursi diantara bebatuan dan tumbuhan. Di pantai berbatu, ikan jenis sculpin, sleeper (Eleotridae), blenni, gobi, dan cling fish sering menempati daerah supratidal (daerah percikan) atau supralittoral. Di dasar perairan yang halus pada pantai yang lebih hangat, the mudskipper (Periophthalmidae) umumnya memanjat akar mangrove atau menarik diri mereka dari genangan lumpur dengan sirip pectoral yang menyerupai tangan Secara umum, pantai berpasir tidak sekaya pantai berlumpur dalam hal sumberdaya makanan, dimana ikan meliang dapat hidup. Tetapi, di daerah ini jumlah jenis vegetasi yang melekat dan tumbuh dapat sangat banyak dijumpai dan juga bahan organik yang terakumulasi di dasar dapat pula menunjang pertumbuhan fauna avertebrata. Walaupun dasar perairannya yang halus tidak menjadi tempat ditemukannya berbagai jenis ikan intertidal —seperti yang ditemukan di pantai berbatu—, daerah ini tetap menyediakan makanan guna menghasilkan biomassa yang lebih besar per unit area. Kebanyakan ikan yang mencari makan di daerah ini beruaya dari pantai atau pantai berlumpur ke tempat dimana dapat ditemukan berbagai krustacea seperti, cacing, moluska, dan avertebrata lainnya. Beberapa spesies, khususnya ikan jenis gobi, tetap berada di pantai berlumpur, bersembunyi di dalam lubang, atau di dalam liang udang. Modifikasi bentuk mulut ikan untuk mengumpulkan makanan sangat bervariasi, mulai dari mulut berukuran kecil dengan moncong yang panjang yang dimiliki ikan-ikan koral, seperti Forcipiger dan moorish idol, Zanclus hingga paruh penghancur koral yang dimiliki ikan kakak tua (Scaridae). Ikan Wrass (Labridae) umumnya memiliki ukuran mulut yang kecil hingga sedang dengan gigi anterior seperti taring untuk menangkap makanan dan gigi posterior untuk menghancurkannya. Ikan bass laut (Serranidae) memiliki mulut lebar yang cocok untuk kebiasaanya memangsa. Sumberdaya di ekosistem terumbu karang sangat melimpah, termasuk polip kerang dan juga berbagai alga serta plankton. Tentu saja, ikan-ikan karang mengambil manfaat dar semua level produksi — beberapa jenis ikan terspesialisasi memakan polip karang, beberapa jenis lainnya bersifat herbivor dan ada juga jenis ikan pemakan organisme avertebrata. Lingkungan perairan, walaupun memiliki berbagai jenis habitat, tetapi hanya menyediakan satu fraksi niche di perairan yang lebih dangkal. Di perairan ini, terdapat sejumlah besar spesies dengan biomass yang rendah atau sedang serta beberapa spesies dengan biomassa besar. Tidak peduli, apakah ikan-ikan yang berada di daerah tersebut adalah ikan bentik asli —yang menghabiskan semua waktunya di dasar perairan— atau benthopelagis —yang berenang ke luar dasar perairan, tetapi kembali untuk mencari makan—, mereka tetap ditangkap oleh trawl. Banyak ikan-ikan yang terkenal di dunia berada di wilayah paparan (shelf). ikan flounder dan sole, rockfish (Sebastes) dan gadid (Gadus, Pollachius, Melanogrammus, Urophycis) adalah spesies yang sering ditangkap. Adaptasi reproduksi beberapa spesies nampaknya dilakukan untuk mencegah ikan juvenil agar tidak terlalu jauh berpindah dari habitat yang sesuai. Beberapa jenis ikan brotula dan ikan pari listrik bersifat ovovivipar dan sejumlah eelpout bersifat vivipar. Agonid dan beberapa jenis eelpout menyimpan telur demersalnya dan kemudian menjaga telur tersebut. Ikan cod, macrourid, dan belut memiliki telur pelagis yang dapat hanyut secara bebas pada arus dalam. Karena telur-telur ini berukuran sangat kecil dan dapat menelurkan larva pelagis yang harus hanyut untuk sementara, maka jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu, jumlah yang cukup harus dipijahkan untuk menyeimbangkan kerugian akibat predator dan akibat hanyutnya juvenil ke tempat yang tidak optimum. Pada kebanyakan spesies, telur dan larva secara hidrostatik telah mencapai keseimbangan untuk dapat mengapung pada kedalaman sedang dan tidak pada permukaan. Pada beberapa jenis ikan flat, telur dan larva ikan tersebut dapat hanyut menuju dekat pantai, dimana terdapat daerah pengasuhan. Setelah itu, juvenil ikan flat kembali ke perairan yang lebih dalam. Beberapa jenis ikan liparid menempatkan telur-telurnya di dalam rongga ingsang kepiting. Walaupun fauna ikan di wilayah bentik —pada kedalaman di bawah 1000 meter— terdiri atas banyak spesies yang berasal dari lereng atas, modifikasi pada organ tubuh spesies tersebut tetap ada. Mata ikan umumnya berukuran kecil, bahkan vestigial di beberapa spesies ikan, dan sangat termodifikasi serta hampir tidak ada mata pada satu genus (Ipmops). Pigmentasi, yang umumnya hitam atau gelap, dapat tidak terlihat pada beberapa ikan. Sistem garis literal sangat berkembang dengan pesat, dengan neuromasts yang sering ditemukan. Banyak spesies gadiform di sini memiliki kemampuan untuk menghasilkan suara yang dapat berguna untuk menentukan lokasi lawan jenis. Bioluminesce sangat umum diantara jenis spesies macrourid. Spesies yang hidup di alam pelagis membutuhkan adaptasi untuk mengumpulkan makanan. Dasar jaring-jaring makanan adalah fitoplankton yang dimakan oleh avertebrata, walaupun beberapa ikan memakan tumbuhan kecil, dan kemudian avertebrata tersebut dimakan oleh ikan kecil maupun besar. Ikan dilengkapi dengan organ untuk menangkap zooplankton satu persatu atau dengan memiliki organ penyaring yang baik, sehingga dapat menyaring zooplankton dalam jumlah besar. Tentu saja, sistem ini meliputi berbagai jenis avertebrata predator dan ikan-ikan predator yang mengambil keuntungan dari konsumen tingkat satu dan dua. Terdapat sekitar 70 famili ikan-ikan yang berada di zona epipelagis. Mulai dari ikan saury kecil (Scomberosocidae) yang memiliki ukuran 15 cm hingga hiu putih yang berukuran 18 meter, tetapi kebanyakan jenis ikan yang ditemukan di kawasan ini memiliki panjang 30 cm hingga 1 meter. Perenang cepat —seperti ikan tuna—, seperti ikan mackerel, ikan hiu pelagis, dan beberapa jenis carangid memiliki bentuk tubuh streammline dengan tangkai caudal yang sempit dan terbalik serta sirip caudal yang berbentuk bulan sabit. Billfish, seperti ikan marlin dan ikan pedang, mungkin mendapatkan keuntungan meluncur dengan kecepatan yang tinggi karena bentuk moncongnya ynag memanjang; hewan ini dilaporkan memiliki kecepatan hingga 130 km per jam. Kebanyakan famili ikan di kawasan ini agaknya tidak memiliki bentuk fusiform, beberapa spesies memiliki sirip caudal bercabang dua dan memiliki tubuh yang dimampatkan serta beberapa spesies memiliki tubuh yang memanjang, bahkan berbentuk seperti panah, salah satunya ikan barracuda. Ikan-ikan meropelagis yang menyimpan telur demersalnya, harus melakukan beberapa usaha agar larva dapat hanyut menuju daerah pengasuhan yang cocok sebelum menjadi juvenil. Oleh karena itu, ikan-ikan tersebut menyusun pola migrasi untuk memijah, yakni dengan bersimbiosis dengan spesies holopelagis yang membutuhkannya, yang membawa telur dan larva yang hanyut pada arus yang cocok. Larva yang hanyut umumnya dapat menyesuaikan diri untuk dapat mengapung —dengan permukaannya yang lebar sampai perbandingan volume, atau dengan inklusi minyak. Ikan hiu epipelagis, hampir di seluruh dunia, adalah jenis ovovivipar atau vivivar yang melahirkan juvenil yang dapat berenang dan mencari makan. Akibatnya, anak ikan hiu jumlahnya sedikit. Ikan hiu putih bersifat ovipar dan jumlah telur yang disimpannya sangat sedikit. Famili Spesies Keterangan Squalidae Alepocephalidae Argentinidae Bathylagidae Opisthoproctidae Gonostomatidae Sternoptychidae Melanostomiatidae Chauliodontidae Stomiatidae Idiacanthidae Chlorophthalmidae Paralepididae Alepisauridae Anotopteridae Myctophidae Scopelarchidae Synaphobranchidae Nemichthyidae Bregmacerotidae Trachipteridae Gempylidae Etmopterus hillianus Isistius brasiliensis Slickhead, A/epocephalus bairdi Pacific argentine, Argentina sia/is California smoothtongue, Bathy/agus stilbius Barreleye, Macropinna microstoma Lightfish, Gonostoma Anglemouth, Cyclothone microdon Hatchetfish, Argyropelecus olfersi Longfin dragonfish, Tactostoma macropus Pacific viperfish, Chauliodus macouni Boafish, Ichthyococcus ovatus Stalkeyed fish, Idiacanthus fasciola Shortnose greeneye, Chlorophthalmus agassizi Paralepis atlanticus Longnose lancetfish, Alepisaurus ferox Daggertooth, Anotopterus pharao Lanternfish, Myctophum punctatum Northern lampfish, Stenobrachius leucopsaurus (Numerous additional genera and species) Northern pearleye, Benthalbe/la dentata Atlantic deep-sea eel, Synaphobranchus infernalis Slender snipe eel, Nemichthys scolopaceus Antenna codlet, Bregmaceros atlanticus Dealfish, Trachipterus arcticus Oilfish, Ruvettus pretiosus Interzonal (shallow) Interzonal (deep) Interzonal Interzonal Interzonal Interzonal Interzonal Interzonal Interzonal Polutan Terdekomposisi Tidak Terdekomposisi Limbah persisten sampai ke laut: Leaching Sedimen dari tanah Limbah domestik dan limbah industri Limbah dari operasi kapal Senyawa dari atmosfer yang jatuh bersama hujan Limbah Domestik dan Limbah Pertanian Terjadi eutrofikasi Deterjen -mengandung 2,5 kali kandungan nitrogen -Blue green algae -peningkatan populasi menyebabkan penetrasi cahaya matahari berkurang Pestisida -DDT dan berbagai bahan hidrokarbon chlorin telah banyak digunakan sejak tahun 1940, dan saat ini rata-rata meningkat sekitar 8% per tahun -tidak dapat diuraikan oleh bakteri -penggunaan pestisida di Jepang 6 kali lebih besar dari Eropa, tetapi hasil panen 60% lebih tinggi -Dapat terkumulasi dalam jaringan lemak, konsentrasinya akan semakin tinggi sesuai dengan tingkat pada rantai makanan Minyak -Mengkontaminasi laut dengan cepat -mengandung komponen toksik padabiota laut -Menyebabkan kematian burung laut Limbah Pembilasan tangker minyak di laut Perkapalan Produksi minyak lepas pantai Operasi penyulingan Limbah industri minyak dan otomotif dan tumpahan minyak Limbah Organik lainnya Industri petrokimia Kertas da pulp Turunnya kualitas air, mengganggu kesehatan manusia, menyebabkan kematian bagi organisma akuatik Limbah anorganik Masuk ke ekosistem air tawar, memberikan pengaruh yang serius Terdapat beberapa sumber polutan yang dapat membahayakan ekosistem perairan Bahan-bahan mengandung radioaktif Jatuhan bahan-bahan radioaktif Nuclear -power ship -sub marine Nuclear power plant Limbah thermal Meningkatkan suhu perairan Menyebabkan gangguan fungsi reproduksi Limbah Padat Efek polutan terhadap perikanan Efek biologi Migrasi Behavior Timbulnya penyakit Siklus hidup Proses fisiologi Nutrisi dan rantai makanan Efek genetik Efek Ekologi Kemungkinan efek positif Penggunaan limbah organik untuk budidaya ikan Penggunaan thermal Pengaruh pada ikan dan hasil budidaya