DISKUSI KASUS PERDARAHAN SALURAN CERNA Narasumber

advertisement
DISKUSI KASUS
PERDARAHAN SALURAN CERNA
Narasumber:
Prof. Dr. dr. A. Aziz Rani, Sp.PD, KGEH
Dr. Rahmad Mulyadi, Sp.Rad
Disusun Oleh:
Kelompok F - Tingkat V
King Hans
0606065756
Nurul Larasati
1006802737
MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
DESEMBER 2010
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
tugas makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jakarta, 29 Desember 2010
King Hans
Nurul Larasati
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. Bakri L.
Usia
: 52 tahun
No. RM
: 344-16-48
Alamat
: Asrama Samaftah, Ambon
Pekerjaan
: Pegawai negeri sipil, Dinas Pekerjaan Umum Ambon
Pendidikan : STM
Agama
: Islam
Suku
: Ambon
Status
: Menikah, mempunyai 3 orang anak
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Buang air besar warna hitam sejak 10 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
10 bulan SMRS keluhan buang air besar warna hitam mulai dialami pasien. Frekuensi
BAB 1-2 hari sekali, konsistensi tinja dikatakan lunak kental, tidak disertai darah
berwarna merah segar. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun
tidak pernah berhenti sepenuhnya dan disertai dengan keluhan nyeri ulu hati, yang terasa
perih apabila pasien telat makan. Keluhan muntah darah disangkal, mual dan muntah
disangkal. Nafsu makan tetap baik, namun pasien merasa lemas. Keluhan pusing dan
pandangan berkunang-kunang disangkal. Karena keluhan BAB warna hitam dan lemaslemas, selama periode Februari sampai Desember 2010 pasien dirawat di RS di Ambon
hingga 8 kali. Selama masing-masing perawatan pasien mendapat transfusi darah,
ketocid, dan sukralfat. Setelah masing-masing perawatan pasien mengatakan BAB
menjadi normal kembali dan keluhan lemas menghilang, namun keluhan berulang
kembali sehingga pasien harus dirawat kembali. Selama perawatan pasien sempat
menjalani pemeriksaan USG abdomen dan pasien didiagnosis mengalami perdarahan
pada saluran cerna dan anemia. Kadar hemoglobin pasien saat itu 5-6 mg/dl. Pada
perawatan terakhir pasien mendapatkan pengobatan berupa transfusi darah sebanyak 5
labu, ketocid 3x1, inpepsa, ranitidin 2x1, ciprofloxacin 2x1, asam traneksamat 3x1,
vitamin B1 dan B6 2x1, dulcolax 1x1, dan suntikan omeprazole. Karena keluhan yang
dialami terus berulang, tanggal 22 Desember 2010 pasien dirujuk ke RSCM untuk
menjalani pemeriksaan endoskopi. Sejak awal keluhan dialami hingga saat ini pasien
mengalami penurunan berat badan sebanyak 20 kg. Riwayat demam lama selama
perawatan disangkal, keluhan sesak napas disangkal, perut membuncit disangkal.
Riwayat konsumsi jamu-jamuan, obat-obat golongan NSAID jangka panjang disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat nyeri ulu hati/penyakit maag -, riwayat sakit kuning -, riwayat hipertensi -,
riwayat diabetes melitus -, riwayat asma -, riwayat alergi -, riwayat penyakit jantung atau
paru -, riwayat operasi -.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi -, riwayat diabetes melitus -, riwayat penyakit jantung atau paru -,
riwayat alergi -.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1-2 batang per hari sejak 10 tahun yang
lalu. Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol disangkal. Riwayat promiskuitas,
penggunaan narkotika, dan IVDU disangkal. Pembiayaan selama di RSCM menggunakan
Askes.
C. Pemeriksaan Fisis
Tanda-tanda Vital
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit, isi cukup, reguler, simetris
Suhu
: 36,8 °C
Pernapasan
: 18 x/menit, dalam, reguler, abdominotorakal
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tinggi badan
: 160 cm
Berat badan
: 65 kg
Status Generalis
Kepala
: Nyeri tekan kepala -, rambut tidak mudah dicabut, alopecia -.
Wajah
: Nyeri tekan sinus -.
Mata
: Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik +/+, RCL +/+, RCTL +/+, diameter
pupil 3mm/3mm.
Telinga
: Nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-, serumen +/+, sekret -/-,
membran timpani intak/intak.
Hidung
: Sekret -/-, deviasi septum -, mukosa hiperemis -.
Mulut
: Higiene buruk, karies dentis +, tonsil T1/T1, mukosa hiperemis -, uvula di
tengah, arkus faring simetris.
Leher
:
KGB
: Tidak teraba.
Tiroid
: Tidak terdapat pembesaran.
JVP
: 5-2 cmH2O.
Dada
Paru
:
: I : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi iga -, pectus excavatum -,
pectus carinatum -, spider nevi -, sikatriks -.
P : Krepitasi -, massa -, fremitus lapang paru kiri=kanan.
P : Sonor pada seluruh lapang paru.
A : Bunyi napas pokok vesikuler +/+, bunyi napas tambahan -.
Jantung
: I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikula kiri
P : Batas jantung kiri di ICS 5 linea midklavikula kiri, batas jantung
kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A : S1, S2 normal, murmur sistolik + di seluruh katup, gallop -.
Punggung : I : Pergerakan dinding punggung simetris, kelainan kolumna vertebra -.
P : Krepitasi -, massa -, fremitus lapang paru kiri=kanan.
P : Sonor pada seluruh lapang paru.
A : Bunyi napas pokok vesikuler +/+, bunyi napas tambahan -.
Abdomen
: I : Abdomen datar, caput medusa -, sikatriks -, venektasi -.
P : Dinding abdomen supel, nyeri tekan + regio epigastrium, nyeri tekan
McBurney -, hepar dan lien tidak teraba, ballotement -/-, nyeri ketok
CVA -/-.
P : Ascites -.
A : Bising usus +, 6 kali per menit.
Anus
: Tonus sfingter ani baik, ampula tidak kolaps, nyeri -, massa -, pada sarung
tangan terdapat feses hitam +, lendir -, darah -.
Ekstremitas : CRT <2”, clubbing finger +, edema pretibia -/-, refleks patella +2/+2,
sianosis perifer -, eritema palmar +/+.
D. Daftar Masalah
 Melena e.c. suspek gastritis erosif dd ruptur varises esofagus
 Anemia e.c. perdarahan saluran cerna
 Penyakit jantung anemia
 Ikterus e.c. sirosis hepar dd hepatitis B kronik aktif
E. Pengkajian
1. Melena e.c. suspek gastritis erosif dd ruptur varises esofagus
Dipikirkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan buang air besar berwarna
hitam sejak 10 bulan SMRS, dengan konsistensi lunak kental. Hal ini dikonfirmasi
dengan hasil pemeriksaan rectal toucher, di mana didapatkan tinja berwarna hitam
pada sarung tangan. Pasien memiliki keluhan nyeri ulu hati yang dikonfirmasi dengan
adanya nyeri epigastrium pada palpasi abdomen. Terdapat keluhan lemas dan
penurunan berat badan selama periode sakit, yang tidak disertai mual, muntah, dan
penurunan nafsu makan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kuning dan tidak
memiliki faktor-faktor risiko berupa IVDU atau promiskuitas. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan
sklera
yang
ikterik
dan
eritema
palmar
yang
tidak
disertai
hepatosplenomegali. Temuan-temuan klinis tersebut mengarahkan pemikiran akan
adanya perdarahan saluran cerna berupa melena yang disebabkan oleh gastritis erosif,
atau ruptur varises esofagus.
Untuk mengetahui etiologi dibutuhkan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan yang
dilakukan dapat berupa:
 Aspirasi isi lambung dengan pipa nasogastrik untuk mengetahui lokasi perdarahan
secara kasar. Hasil dapat negatif palsu apabila perdarahan sudah berhenti atau
perdarahan bersumber di duodenum.
 Endoskopi saluran cerna atas, untuk memvisualisasikan situs perdarahan. Terutama
dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya varises esofagus.
2. Anemia e.c. perdarahan saluran cerna
Dipikirkan atas dasar pada anamnesis didapatkan keluhan lemas dalam jangka waktu
panjang (10 bulan). Keluhan lemas tidak disertai keluhan sesak napas, pusing, dan
pandangan berkunang-kunang. Pada anamnesis juga didapatkan adanya keluhan buang
air besar berwarna hitam selama 10 bulan yang mengarah ke perdarahan saluran cerna.
Asupan makanan pasien dikatakan baik. Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya
konjungtiva yang pucat, clubbing finger, dan tanda perdarahan saluran cerna pada
pemeriksaan rectal roucher, tanpa disertai takikardia dan tanda-tanda sianosis perifer.
Temuan klinis tersebut mengarahkan pemikiran akan adanya anemia yang disebabkan
oleh perdarahan. Lebih lanjut perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa:
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, mencakup kadar hemoglobin, MCV, MCH,
MCHC, hitung leukosit, dan trombosit.
3. Penyakit jantung anemia
Dipikirkan atas dasar pada anamnesis tidak terdapat keluhan sesak napas namun pada
pemeriksaan fisis didapatkan adanya murmur sistolik pada seluruh katup dan clubbing
fingers tanpa disertai peningkatan frekuensi napas, peningkatan JVP, ascites, atau
edema pretibia. Lebih lanjut pada anamnesis dan pemeriksaan fisis sesuai poin di atas
didapatkan adanya masalah berupa anemia kronik. Temuan klinis tersebut
mengarahkan pemikiran akan adany penyakit jantung anemia. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa:
 Elektrokardiografi.
4. Ikterus e.c. sirosis hepar dd hepatitis B kronik aktif
Dipikirkan atas dasar pada anamnesis terdapat keluhan BAB berwarna hitam tanpa
disertai riwayat penyakit kuning dan faktor-faktor risiko hepatitis B. Akan tetapi pada
pemeriksaan fisis didapatkan sklera ikterik dan eritema palmar yang tidak disertai
hepatosplenomegali, edema pretibia, dan asites. Atas temuan klinis tersebut dipikirkan
adanya ikterus yang disebabkan oleh sirosis hepar. Pasien tidak memiliki kebiasaan
konsumsi alkohol dan faktor-faktor risiko hepatitis B. Walaupun demikian untuk
memastikan penyebab ikterus perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa:
 Pemeriksaan laboratorium darah berupa kadar SGOT/SGPT, kadar albumin dan
globulin, serologi hepatitis.
 Pemeriksaan USG hepar.
F. Tatalaksana
 IVFD NaCl 0,9% 500 ml/12 jam, triofusin 500 ml/12 jam
 Omeprazole 2x40 mg, IV
 Sukralfat 4x15 cc
 Lactulac 3xCI  laktulosa
 Transamin 3x500 mg, IV
 Vitamin K 3x10 mg, IV
 Transfusi PRC dengan target Hb 10 g/dl
BAB II
PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN FOLLOW UP
A. Hasil pemeriksaan penunjang
25/12/2010 Hb
9.1 g/dL
Ht
27.3%
Eritrosit
3.20 x 106/uL
MCV
85.3 fL
MCH
28.4 pg
MCHC
33.3 g/dL
Leukosit
6.76 x 103/uL
Trombosit
27 x 103/uL
Ureum darah
120 mg/dL
Kreatinin darah
2.10 mg/dL
Bersihan kreatinin
Kreatinin darah
2.10 mg/dL
Kreatinin urin 24 j
1.00 g/24 jam
Volume urin
2100 mL
Faktor
1.05
CCT
34.85 mL/menit
Asam urat
9.8 mg/dL
Protein urin kuantitatif
5544 mg/24 jam
Trigliserida
195 mg/dL
Kolesterol total
135 mg/dL
Kolesterol HDL
17 mg/dL
Kolesterol LDL
79 mg/dL
22/12/2010 Hb
Ht
6.4 g/dL
18
Leukosit
8000
Trombosit
21000
MCV
80
MCH
28
MCHC
35
Protrombin time
14.8“
APTT
32.1”
Urinalisis
Kuning
Warna
Kejernihan
Jernih
Sedimen
Sel epitel
+
Leukosit
1-2
Eritrosit
0-1
Silinder
-
Kristal
-
Bakteri
-
Berat jenis
1.025
pH
5.0
Kimia darah
Ureum darah
127
Kreatinin darah
2.4
SGOT
20
SGPT
31
GDS
114
Na
144
K
3.8
Cl
113
23/12/2010 HBsAg
453.500 reaktif
Anti HCV
0.100 non reaktif
Foto Toraks
Infiltrat (-/-), cardio thorax ratio >50%, elongasi aorta, hilus menebal.
B. Follow Up
28/12/2010
S: BAB (+) masih keras dan hitam semua.
O: T 110/70 mmHg
N 68x/min
S 36.4oC
P 14x/min
Kepala: deformitas (-), nyeri tekan (-), rambut tidak mudah dicabut,
alopesia (-).
Mata: konjungtiva anemic (+/+), sclera ikterik (+/+).
THT: Telinga  deformitas (-), nyeri tekan retro-/pre-aurikuler (-),
lapang, serumen (-), sekret (-), membrane timpani intak.
Hidung  deformitas (-), lapang (-), sekret (-).
Tenggorok  hiperemis (-), tonsil T1/T1, arkus faring simetris,
uvula di tengah.
Mulut: oral hygiene buruk, carries (+).
Leher: KGB tidak teraba, tiroid tidak membesar, JVP 5-2.
Paru: I  simetris statis/dinamis, retraksi iga (-), AP : lateral 2:3,
dinding dada normal.
P  fremitus kanan/kiri simetris, expansi dada kanan/kiri
simetris.
P  sonor/sonor, batas paru-hepar ICS 5, batas paru-gaster ICS
6.
A  vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: I  ictus cordis di ICS 5 mid klavikula kiri
P  ictus cordis teraba di ICS 5 mid klavikula kiri
P  batas jantung kanan di ICS 4 sternal kanan, batas
jantung kiri di ICS 5 mid klavikula kiri, pinggang jantung di
ICS 2 parasternal kanan.
A  BJ I/II (+) reguler, murmur (+) sistolik di seluruh katup,
gallop (-).
Abdomen: I  datar, caput medusa (-), massa (-).
P  nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), ballottement
(-), hepar/lien tidak teraba.
P  tympanic, nyeri ketok (-), ascites (-).
A  bising usus (+) 7x/menit.
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”, ikterik, edema (-), clubbing finger
(+).
A: 1. Melena e.c. gastritis erosive dd/ ruptur varises esophagus e.c.
sirosis hepar
2. Anemia e.c. perdarahan saluran cerna
3. Penyakit jantung anemia
4. Trombositopenia
P: Tirah baring
Infus NaCl 0.9% 500 cc/12 jam + Tiofusin E 500 cc/12 jam
Transamin 3 x 1 amp
Sukralfat 3 x 1 gram
Vitamin K 3 x 1
Omeprazol 2 x 40 mg IV
Lactulosa 3 dd CI
Transfusi PRC + trombosit concentrate
Rdx/ periksa serologi hepatitis B
Endoskopi
Cek DPL
USG hepar dan ginjal
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Diagnosis dan Diagnosis Banding
Pada kasus perdarahan saluran cerna, perlu diketahui beberapa kondisi yang dapat terjadi
pada pasien, yakni hematemesis, melena, dan hematoskezia. Pada hematemesis terdapat
perdarahan yang berasal dari lesi di mukosa saluran cerna yang terletak di atas perbatasan
duodenojejunum. Penyebab utama dari hematemesis ada beberapa, yakni ulkus peptikum,
gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, dan varises esofagus. Pada 80-90% kasus, satu
dari keempat diagnosis tersebut dapat dijumpai pada pasien dengan keluhan utama
hematemesis. Diagnosis banding lain untuk hematemesis yang lebih jarang dijumpai
meliputi esofagitis, tumor regio gastroduodenum, diatesis hemoragik, hemobilia,
hemangioma, penyakit Osler, fistula aortointestinal, oklusi arteri mesenterika, dan
pseudoxantoma elastikum.1
Pada melena didapatkan adanya perdarahan berupa tinja berwarna hitam kental, seperti
tar, yang disebabkan oleh etiologi yang sama dengan hematemesis, yakni ulkus peptikum,
gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, varises esofagus, atau tumor. Hematemesis yang
berlangsung bersama-sama dengan melena mengindikasikan adanya perdarahan yang
bersumber proksimal dari jejunum. Walaupun demikian hematemesis dapat tidak
dijumpai pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Perlu dipertimbangkan pula
perdarahan saluran cerna yang disebabkan oleh terapi NSAID, kondisi stres pascabedah
dan luka bakar, dan efek dari terapi antikoagulan. Terdapat beberapa faktor yang terkait
dengan timbulnya melena, yakni volume perdarahan yang terjadi (>50 ml), waktu transit
usus (>8 jam), serta efek sekresi asam lambung dan flora normal usus terhadap
hemoglobin. Lebih lanjut perdarahan per rektal berwarna merah segar (hematoskezia)
mengindikasikan perdarahan yang bersumber dari kolon atau usus halus bagian distal
(karena tumor, divertikulum, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dan angiodisplasia).
Perdarahan masif dari saluran cerna atas yang disertai dengan pemendekan waktu transit
usus juga dapat menyebabkan terjadinya hematoskezia. Sebaliknya pada perdarahan dari
kolon proksimal yang disertai pemanjangan waktu transit usus dapat menyebabkan
melena. Perlu juga diperhatikan adanya beberapa kondisi yang dapat menyerupai melena,
yakni pada pemberian suplementasi besi, preparat arang, dan konsumsi makanan tertentu
(bit atau blueberry) dalam jumlah besar.1,2
Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan untuk
menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya dilakukan
esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika diperlukan.
Angiografi dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan saluran cerna, namun terbatas
pada kasus perdarahan terus-menerus dengan volume 0,5-2,0 ml/menit. Lesi di usus
halus, terutama lesi tumor, tergolong sulit untuk dideteksi. Pada kasus perdarahan
intestinal dengan hasil endoskopi negatif, perlu dipertimbangkan adanya tumor intestinal
(schwannoma, leiomioma, limfoma maligna, karsinoma). Modalitas pencitraan lain yang
dapat digunakan adalah radiografi dengan foto polos abdomen, CT scan, MRI, atau
endoskopi kapsul dan double balloon enteroscopy.1
Gambar 1. Diagnosis banding untuk perdarahan saluran cerna.2
1. Melena
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas
ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Pada
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) penting untuk dibedakan antara perdarahan
yang disebabkan oleh varises esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan
tatalaksana dan prognosis.3
Ruptur varises esofagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati kongestif, dan
sindroma Mallory-Weiss adalah penyebab perdarahan SCBA tersering. Perbedaan dalam
gejala dan tanda klinik pun bergantung pada lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah
yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Sering kali
pasien datang dengan keluhan anemia defisiensi besi akibat perdarahan yang telah
berlangsung lama dan tersembunyi, atau hematemesis dan/atau melena dengan/tanpa
anemia/gangguan hemodinamik.3
Cara singkat untuk membedakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas
(SCBA) dan bagian bawah (SCBB) adalah: (1) pada SCBA, manifestasi klinik pada
umumnya hematemesis dan/atau melena, pada SCBB terdapat hematokesia; (2) terlihat
adanya darah pada aspirasi nasogastrik pada pasien SCBA; (3) Rasio BUN/kreatinin
meningkat >35 pada SCBA, dan; (4) ditemukan bising usus yang meningkat pada
auskultasi di SCBA.3
Pada pasien ini, keluhan utama yang membawa pasien ke rumah sakit adalah anemia
(pasien sudah pernah mengalami hal yang sama sehingga sudah dapat mengenali tanda
dan gejala anemia). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar Hb 6 g/dL dan ini
sesuai dengan keluhan pasien dengan melena pada umumnya. Melena kemungkinan
disebabkan oleh hepatitis B yang kronik (dengan hasil lab HBsAg positif dan adanya
melena yang sudah satu tahun) yang menyebabkan sirosis hepar dan
portal vein
hypertension yang akhirnya menyebabkan pecahnya varises esofagus. Dengan demikian,
sesuai dengan definisi dan gejala dan tanda melena. Terapi yang diberikan sesuai dengan
tatalaksana pasien melena.3,4
2. Anemia e.c. perdarahan saluran cerna
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar sel darah merah dalam tubuh berkurang atau
jumlah hemoglobin yang berkurang dalam darah. Tiga penyebab utama anemia adalah
perdarahan yang berlebihan seperti perdarahan akut/kronik, hemolisis yang berlebihan,
atau hematopoiesis yang tidak efektif. Pada anemia yang kronik terdapat tanda
hiperdinamik sirkulasi, seperti takikardi, flow murmurs, dan pembesaran jantung.
Mungkin juga disertai tanda gagal jantung. Anemia kronik seringnya disebabkan oleh lesi
gastrointestinal, atau penyakit darah hemolitik. Biasanya anemia didiagnosa melalui
pengecekan darah perifer lengkap (Hb, eritrosit, MCV, MCH, MCHC). Rerata Hb pada
laki-laki adalah 13-16 g/dL.3
Pada pasien ini ditemukan Hb 6 g/dL ketika datang ke rumah sakit dan meningkat hingga
9 g/dL ketika di-follow up. Anemia ini diduga telah terjadi lama dan disangka menjadi
penyebab sirkulasi yang hiperdinamik (takikardi, flow murmurs, dan pembesaran
jantung). Transfusi darah packed red cells dan trombosit konsentrat diberikan untuk
mengembalikan kebutuhan darah dalam tubuh.
3. Penyakit jantung anemia
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, anemia kronik dapat menyebabkan
perubahan pada sirkulasi jantung seperti takikardi, flow murmurs, dan pembesaran
jantung. Karena sedikitnya kadar Hb pada darah, load jantung berkurang dan
menyebabkan jantung untuk bekerja lebih keras lagi. Karena peningkatan ini, terjadi
ketidak seimbangan antara pre-load dan after load jantung yang akhirnya menyebabkan
flow murmur dan pembesaran jantung. Pada pasien ini ditemukan semua tanda-tanda
yang dijelaskan.
4. Trombositopenia
Pada umumnya darah mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/mL. Jika jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya
gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL. Keadaan
dimana kadar trombositkurang dari 150.000 mL disebut sebagai trombositopenia.
Trombositopenia dapat disebabkan oleh sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit
misalnya panemia aplastik/kelainan sumsum tulang; trombosit terperangkap dalam limpa
yang membesar; trombosit menjadi terlarut, misalnya pada penggantian darah yang masif
atau transfusi ganti; meningkatnya penggunaan atau penghancuran trombosit, dan;
keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah.
Selain penampakan perdarahan pada kulit, penurunan trombosit dapat menyebabkan
perdarahan pada gusi, di dalam tinja dan air kemih juga dapat ditemukan darah. Pada
penderita wanita, darah pada waktu menstruasi sangat banyak. Perdarahan akan semakin
memburuk jika jumlah trombosit semakin menurun Jumlah trombosit pada pasien ini
pada saat masuk rumah sakit adalah 21.000 trombosit/uL. Trombositopenia pada pasien
ini diperkirakan disebabkan karena adanya perdarahan saluran cerna yang telah terjadi
sejak lama. Untuk membantu meningkatkan kadar trombosit, dilakukan transfusi
trombosit konsentrat pada pasien ini.
B. Pembahasan Tatalaksana
Pada kasus perdarahan saluran cerna pertama-tama harus dilakukan resusitasi
hemodinamik dengan darah atau cairan yang diberikan secara intravena. Akses IV
dilakukan dengan pemasangan IV line 18G. Resusitasi dilakukan dengan melakukan
penambahan volume intravaskular dengan normosalin atau larutan Ringer laktat, transfusi
PRC setelah dilakukan crossmatching hingga dicapai kadar Hb target 10 g/dl pada kasus
ruptur varises dan 12 g/dl pada kasus non ruptur varises, serta koreksi koagulopati dengan
transfusi fresh frozen plasma atau konsentrat trombosit hingga kadar trombosit
>50.000/mm3. Apabila terdapat hematemesis juga dilakukan bilas lambung dengan NGT
sembari dilakukan intubasi untuk melindungi jalan napas apabila terjadi syok,
hematemesis masif, atau penurunan kesadaran.3
Setelah terapi akut dilakukan, terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan penyebab
terjadinya perdarahan saluran cerna. Pada kasus perdarahan saluran cerna atas yang
bermanifestasi sebagai melena, perlu diinvestigasi lebih dahulu etiologinya. Secara
umum apabila perdarahan disebabkan oleh ruptur varises esofagus, terapi melibatkan
penggunaan oktreotida dan antibiotik ditambah dengan endoskopi terapeutik (ligasi
varises esofagus). Pada perdarahan yang disebabkan oleh etiologi non ruptur varises,
secara umum dapat diberikan sitoprotektor berupa sukralfat atau teprenon, antasida, serta
injeksi vitamin K pada pasien dengan penyakit hepar kronik atau sirosis hepar. Secara
khusus apabila perdarahan disebabkan oleh penyakit ulkus peptikum, terapi farmakologik
dilakukan dengan pemberian inhibitor pompa proton (omeprazole) dan endoskopi
terapeutik (injeksi epinefrin, kauterisasi, dan penjepitan pembuluh darah). Pada kasus
perdarahan yang disebabkan gastritis erosif, terapi dilakukan dengan pemberian inhibitor
pompa proton atau antagonis H2.3,4
Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan saluran cerna yang bermanifestasi sebagai
melena. Secara klinis ditentukan sumber perdarahan diperkirakan berasal dari gastritis
erosif. Walaupun demikian masih terdapat kemungkinan ruptur varises esofagus. Maka
itu sembari menunggu dilakukannya endoskopi, dilakukan pemberian terapi empirik
seperti yang sudah dituliskan di atas. Terapi cairan untuk ekspansi volume intravaskular
dilakukan dengan pemberian normosalin NaCl 0,9% dan triofusin. Masing-masing
diberikan sebanyak 500 ml tiap 12 jam. Triofusin 500 ml mengandung fruktosa 60 g,
glukosa 33 g, dan xylitol 30 g. Pemberian triofusin ditujukan untuk memenuhi asupan
nutrisi yang diindikasikan pada pemberian nutrisi parenteral total atau parsial, terutama
pada kondisi katabolisme agresif. Cairan IV ini dikontraindikasikan pada kondisi
hiperglikemia, oliguria, intoleransi fruktosa atau sorbitol, dan hipokalemia. Untuk itu
perlu diketahui lebih dulu kadar glukosa darah pasien, kondisi ginjal, dan penanganan
asidosis metabolik sebelum cairan ini diberikan. NaCl 0,9% merupakan normosalin
kristaloid yang ditujukan untuk meningkatkan volume cairan intravaskular. Dalam kaitan
dengan pencegahan syok hipovolemik dan kondisi hipervolemia, pada pasien sebaiknya
dilakukan juga monitoring tanda-tanda vital, produksi urin (balans cairan), dan
pengukuran hematokrit serial apabila memungkinkan.3
Sembari memberikan terapi cairan inisial dilakukan pula pengukuran kadar Hb. Sesuai
dengan perdarahan yang terjadi, kondisi klinis pasien, serta kadar Hb pasien, dilakukan
pula transfusi darah hingga dicapai target Hb 10 g/dl pada kasus ruptur varises atau 12
g/dl pada kasus non ruptur varises. Pasca transfusi dilakukan kembali pengukuran kadar
Hb untuk menilai apakah perlu transfusi PRC lanjutan atau tidak. Dalam Harrison
disebutkan bahwa pemberian PRC dilakukan untuk menjaga hematokrit dalam rentang
25-30%. Pada kasus perdarahan dengan transfusi yang masif dapat terjadi
trombositopenia. Jika terjadi kondisi koagulopati tersebut dapat dilakukan pemberian FFP
atau TC. Pada pasien dengan sirosis hepar juga perlu ditambahkan vitamin K 10 mg
secara SC atau IV. Apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah (akibat transfusi masif
darah yang mengandung sitrat sebagai antikoagulan) dapat dilakukan pemberian kalsium
IV dengan sediaan kalsium glukonas 10% IV sebanyak 10-20 ml dalam 10-15 menit.4
Apabila endoskopi belum dilakukan terapi dapat dilakukan secara empirik, walaupun
dalam Harrison disebutkan bahwa pemberian antasida, penghambat reseptor H2, dan PPI
secara empirik belum terbukti bermanfaat. Algoritma terapi dalam Harrison menyebutkan
bahwa endoskopi dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai terapi agar terapi definitif
dapat dimulai segera. Oleh karena secara klinis masih dipikirkan bahwa perdarahan
saluran cerna berasal dari gastritis erosif (penyebab non varises), terapi yang diberikan
mencakup omeprazole (penghambat pompa proton), sukralfat (sitoprotektor), dan vitamin
K (pada pasien dengan penyakit hepar kronis atau sirosis hepar).4
Omeprazole tergolong dalam penghambat pompa proton. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet bersalut dan sediaan injeksi IV (dapat diberikan baik secara bolus maupun drip).
Omeprazole menghambat produksi HCl dengan cara memblokade kerja pompa proton di
lambung. Pemberian omeprazole diindikasikan pada kasus penyakit ulkus gaster dan
peptik, sindroma dispepsia tanpa ulkus, dan untuk pencegahan perdarahan mukosa
saluran cerna yang disebabkan oleh stres. Perlu diperhatikan adanya efek omeprazole
terhadap obat lain. Meningkatnya pH lambung dapat menghambat penyerapan beberapa
obat, seperti ketokonazol, itrakonazol, digoxin, atau atazanavir.5
Sukralfat tergolong dalam agen pelindung mukosa saluran cerna. Sukralfat merupakan
garam sukrosa yang mengalami reaksi sulfasi dengan aluminium hidroksida. Dalam air
atau larutan asam sukralfat akan membentuk lapisan pasta kental yang akan berikatan
dengan ulkus selama 6 jam. Sebanyak 3% sukralfat akan mengalami absorbsi oleh
saluran cerna dan sisanya akan dibuang melalui tinja. Melalui ikatan antara muatan
negatif sukralfat dengan protein bermuatan positif pada ulkus atau erosi, sukralfat akan
membentuk sawar fisik yang menghambat jejas kaustik lain dan merangsang sekresi
bikarbonat dan prostaglandin mukosa. Sukralfat diberikan dalam dosis 1 g selama 4 kali
sehari dalam kondisi perut kosong (1 jam sebelum makan). Efek samping sukralfat
tergolong minimal karena absorpsi obat yang rendah, walaupun interaksi dengan obat lain
dapat terjadi karena adanya ikatan sukralfat dengan obat-obat lain.5
Lactulax merupakan nama dagang dari laktulosa. Laktulosa merupakan agen laksatif
osmotik, yang bekerja meningkatkan kadar air tinja dalam kolon karena peningkatan
kadar air feses. Laktulosa merupakan gula yang larut air namun tidak diserap oleh usus
yang dapat digunakan untuk terapi konstipasi. Gula ini dimetabolisme oleh bakteri kolon,
menyebabkan terjadinya flatus dan kram abdomen.5
C. Prognosis
Pada kasus perdarahan saluran cerna, prognosis yang buruk dapat dijumpai pada kasuskasus di mana usia pasien >60 tahun, terdapat penyakit penyerta lain, koagulopati dan
imunosupresi, presentasi dengan syok (instabilitas hemodinamik), adanya kebutuhan
transfusi, perdarahan yang berulang, perdarahan yang tetap terjadi walaupun pasien telah
dirawat di rumah sakit, perdarahan yang berasal dari ruptur varises, dan terbukti terdapat
perdarahan dalam waktu dekat melalui endoskopi (terlihat pembuluh darah di dasar
ulkus).3,4
Pada kasus ini, pasien berusia 52 tahun, datang dalam kondisi stabil, namun pasien sudah
pernah menjalani perawatan berulang di rumah sakit yang membutuhkan transfusi darah.
Hingga saat ini pasien belum menjalani pemeriksaan endoskopi sehingga belum diketahui
etiologi dari perdarahan saluran cerna. Setelah dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa
terdapat kondisi penyerta lain berupa trombositopenia, penyakit jantung anemia, dan
infeksi kronik hepatitis B. Tidak terdapatnya tanda-tanda syok atau instabilitas
hemodinamik mengarahkan pemikiran akan kondisi pasien yang lebih baik. Secara
fungsional aktivitas pasien dapat mengalami gangguan karena anemia yang dialami.
Lebih lanjut dipikirkan juga dapat terjadi kekambuhan pada kasus ini oleh karena pada
riwayat penyakit didapatkan adanya riwayat perdarahan yang berulang walaupun telah
dilakukan perawatan di rumah sakit sebelumnya. Maka dari itu perlu dilakukan eksplorasi
lebih lanjut untuk mencari etiologi sehingga dapat dilakukan terapi definitif. Oleh karena
itu disimpulkan prognosis pada pasien ini sebagai berikut:
 Quo ad vitam
: dubia ad bonam
 Quo ad functionam
: dubia
 Quo ad sanactionam : dubia ad malam
Daftar Pustaka
1. Moradpour D, Blum HE. Chronic or recurring abdominal pain. In: Siegenthaler W, ed.
Differential diagnosis in internal medicine, from symptom to diagnosis, 1st ed.
Thieme: New York; 2007: 273-99.
2. Bickley LS. The abdomen. In: Bickley LS, ed. Bates’ guide to physical examination
and history taking, 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins: New York; 2002: 317-66.
3. Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS, ed. Pocket
medicine, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia; 2008: 3.1-25.
4. Longo DL. Gastrointestinal bleeding. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al,
eds. Harrison’s manual of medicine, 17th ed. McGraw Hill: New York; 2009: 259-62.
5. Smyth EM. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In: Katzung BG,
Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic & clinical pharmacology, 11th ed. McGraw-Hill:
China; 2009: e-book.
Download