SEBAB-SEBAB

advertisement
SEBAB-SEBAB
KEGONCANGAN PASAR MODAL
MENURUT
HUKUM ISLAM
Pustaka
Thariqul ‘Izzah
April 1998
Judul Asli :
‫ه ّزات األسواق المالٌة‬
‫أسبابها‬
‫وحكم الشرع فى هذه األسباب‬
Dikeluarkan dan disebarluaskan oleh
Hizbut Tahrir,
Rajab 1418 H/Nop. 1997 M
Penerjemah :
Muhammad Shiddiq Al Jawi
Penyunting :
Ahmad Saifullah
Penata Letak :
Abu Azka
Pustaka
Thariqul Izzah, April 1998
Daftar Isi
Pengantar
(halaman. 1 - 29)
Sarana dan Cara Imperalisme Barat
di Bidang ekonomi
(Terjemahan dari Majalah Al Wa’i edisi 128)
Globalisasi :
Skenario Mutakhir Kapitalisme
Oleh : Ahmad AL Khatib
(Terjemahan dari majalah Al Wa’i edisi 128)
Sebab-Sebab Kegondangan Pasar Modal
Menurut Hukum Islam
(halaman 30 - 66)
SARANA DAN CARA
IMPERALISME BARAT
DI BIDANG EKONOMI
Segala puji bagi Allah yang telah memberi nikmat kepa- da kita dengan ideologi Islam dan
menjadikan kita sebagai se- baik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia. Kita telah
mengemban risalah kebaikan untuk seluruh manusia itu sehing- ga kita dapat menempati puncak
kemuliaan dan kejayaan sela- ma berabad-abad. Negara Khilafah telah menempati posisi negara
adidaya nomor satu di dunia selama hampir 14 abad. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada Sayyidina Muhammad SAW, para shahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti jejaknya
serta meneladani jalan hidupnya sampai Hari Kiamat nanti.
Saat ini kita tengah mendambakan kembalinya kehidupan Islam, dengan berdirinya negara
Khilafah dan terlepasnya kita dari segala bentuk penjajahan, dominasi, dan keterbelakangan. Kita
berharap agar kaum muslimin menempati posisi sumber kebijakan bagi berbagai umat.
Supaya kita dapat mewujudkan semua tujuan ini, kita harus mempersenjatai diri dengan
kesadaran terhadap ide-ide Islam, kesadaran politik terhadap konstelasi politik inter- nasional, dan
kesadaran tentang strategi negara-negara kapitalis yang selalu diperbaharui dan berubah-ubah
bentuk. Semua kesadaran ini harus kita miliki agar kita dapat membeberkan strategi tersebut
kepada umat dan memperingatkan umat akan bahayanya. Dengan demikian, kita akan dapat
menjaga kesela- matan pemikiran dan perasaan umat dengan penuh amanah, serta mengawasi
mereka agar dapat terus melangkah kembali menuju puncak kejayaannya.
Sesungguhnya, harta adalah urat nadi kehidupan dan eko- nomi adalah salah satu faktor
kekuatan negara. Kedudukan ekonomi setara dengan kekuatan ideologi dan militer. Kekuat- an
militer suatu negara tak ada artinya tanpa kekuatan ideologi. Sementara kekuatan militer negara
tanpa kekuatan ekonomi juga tak ada artinya. Karena itulah, negara-negara adidaya selalu
memberi perhatian besar pada ide-ide ekonomi dan me- rancang pelbagai strategi dan taktik untuk
memperkuat per- ekonomiannya. Tujuannya adalah untuk menguasai bahan- bahan mentah
utama, di samping membuka pasar-pasar bagi produk-produk mereka.
Kita akan membahas sarana-sarana penjajahan ekonomi oleh Amerika dan Eropa dalam
upaya mereka memperluas dominasi dan hegemoni terhadap ekonomi dunia, khususnya di negerinegeri Islam, karena negeri-negeri Islam memang mem- punyai kekayaan alam yang paling
melimpah, seperti minyak bumi, bijih besi, fosfat, gas alam, uranium, dan sebagainya. Cukup
kiranya diketahui bahwa negara-negara Teluk saja, ditambah dengan Libya dan Aljazair,
menguasai 50 % produk minyak bumi dunia.
Pembahasan ini terutama bertujuan untuk membongkar kedok sang penipu yang bernama
"Peradaban Barat", yang terwujud dalam bentuk sistem kehidupan Kapitalisme; sebuah sistem
yang telah dikesankan indah oleh mereka yang terkecoh dan termakan propagandanya. Merekalah
yang selalu mempro- pagandakan sistem ini.
Dengan pembahasan tersebut, kami akan membuktikan keliaran, kebuasan, kezhaliman, dan
keserakahan eksploitasi dalam sistem kehidupan Kapitalisme tersebut, sehingga tak ada lagi
alasan bagi siapa pun untuk menyebarkan atau menganut ide-ide kapitalis di bidang politik dan
ekonomi.
Sebagai contohnya, Clinton pernah mengatakan, "Se- sungguhnya blok-blok perdagangan
itu lebih penting daripada blok-blok militer. Saat ini posisi ekonomi di dunia telah
menggantikan posisi politik. Oleh karena itu, Amerika membentuk Dewan Ekonomi Nasional
yang serupa dengan Dewan Keamanan Nasional."
Penasihat Clinton untuk keamanan nasional dalam se- buah ceramahnya tanggal 21
September 1993 mengatakan, "Kita harus menyebarkan demokrasi dan ekonomi pasar bebas,
karena hal ini akan dapat menjaga kepentingan- kepentingan kita, memelihara keamanan
kita, dan seka- ligus mendemonstrasikan nilai-nilai anutan kita; nilai- nilai Amerika yang
luhur."
Sesungguhnya sarana-sarana yang dimanfaatkan Amerika dan Eropa untuk melakukan
dominasi dan hegemoni beraneka macam dan selalu terus menerus diperbaharui. Terkadang
sarana-sarana itu sangat halus dan tidak kentara, kecuali bagi mereka yang berkesadaran tinggi.
Dan karena kebahagiaan dalam pandangan hidup Barat adalah mencari kenikmatan badani dan
materi, maka adanya kompetisi, kebuasan, dan pertarungan pasti akan terjadi di antara negaranegara kapitalis dalam hal produksi dan perdagangan barang dan jasa serta dalam penguasaan
bahan-bahan mentah.
Sarana-sarana negara-negara kapitalis untuk melakukan imperialisme ekonomi antara lain :
1. Menyebarkan Ide Yang Berkaitan Dengan Politik dan Ekonomi
Ini adalah sarana utama yang dimanfaatkan Amerika tatkala Amerika berupaya membentuk
opini umum internasio- nal untuk melawan penjajahan militer. Tujuannya untuk adalah
menghalangi Inggris, Perancis, dan negara-negara lain yang bermaksud menguasai harta,
kekayaan alam, dan pasar di negara-negara jajahan mereka di Syam, negara-negara Teluk, Asia
Timur, serta negara-negara Afrika. Rencana ini dijalankan Amerika dengan sukses.
Di antara ide-ide ekonomi tersebut, adalah ide pem- bangunan ekonomi dan keadilan sosial,
agar negara-negara yang baru saja lepas dari penjajahan militer dapat segera masuk ke
perangkap penjajahan ekonomi Amerika. Sebab, pelaksa- naan ide-ide itu jelas membutuhkan
banyak dana. Maka dari itu, tertipulah negara-negara tersebut untuk segera mencari hutang luar
negeri dan terjerumuslah mereka menjadi negara dengan hutang bertumpuk. Sebagai contoh,
seluruh hutang negara-negara Amerika Latin, telah mencapai 380 milyar dolar AS. Sementara
hutang negara-negara Afrika adalah 200 milyar dolar AS. Brazil, misalnya, mempunyai hutang
pokok sebesar 39 milyar dolar AS, ditambah bunga yang besarnya 120 milyar dolar AS. Kalau
hutang ini kita bagi dengan jumlah penduduk Brazil yang besarnya 130 juta jiwa, berarti hutang
setiap orang Brazil adalah 923 dolar AS. Keamiran Timur (?) misalnya, berhutang sebesar 1 milyar
dolar AS, sementara jumlah pendu- duknya 220 ribu jiwa. Maka hutang setiap individunya sebesar
4545 dolar AS.
Untuk memahami bahaya hutang ini dari segi pengaruh- nya terhadap produk nasional, dapat
ditunjuk fakta bahwa telah terdapat 33 negara Afrika yang pertumbuhannya paling rendah dengan
jumlah orang miskin paling banyak di dunia. Hutang negara-negara ini adalah 127 milyar dolar AS,
dan meng- habiskan 76 % produk nasionalnya setiap tahun. Sementara pendapatan per kapitanya
--karena adanya hutang di 33 negara tersebut-- besarnya hanya 218 dolar AS/tahun.
2. Mengubah Sistem Mata Uang Dunia
2.1. Pada awal Revolusi Industri, karena adanya kebutuhan yang mendesak untuk menjamin
perluasan industri, Inggris mendirikan sebuah bank yang berwenang mengedarkan uang yang
ditopang jaminan emas. Setelah Perang Dunia I, AS menguasai 70 % cadangan emas dunia.
Kemudian pada tahun 1929 terjadilah depresi dan kemerosotan yang parah di pasar- pasar modal,
karena adanya permainan nilai mata uang oleh negara-negara industri untuk bersaing dalam
ekspor.
Pada tahun 1934, AS dan negara-negara Eropa mengada- kan pertemuan dan menyepakati
pembatasan transfer antar bank dan antar negara hanya dalam mata uang dolar AS dan
poundsterling Inggris, sebagai ganti dari emas.
2.2. Pada tahun 1944, delegasi 44 negara mengadakan perte- muan di Bretton Woods, dan
menyepakati penerimaan dolar sebagai asas untuk menilai mata uang yang berbeda-beda. Prinsipprinsip IMF mulai diterapkan, yaitu penetapan margin tidak lebih dari 1 % untuk pengubahan nilai
berbagai mata uang. Jika terjadi ketidakseimbangan dalam neraca perdagang- an, maka akan
dilakukan penaikan atau penurunan nilai mata uang, sebagai hasil perundingan internasional
melalui IMF. AS telah menyetujui untuk mengikat dolar dengan standar emas pada batas 35 dolar
AS untuk 1 ounce emas.
Dengan demikian, dolar AS telah mendominasi sistem mata uang dan ekonomi dunia.
2.3. Disebabkan beban biaya yang besar sebagai konsekuensi peran AS secara internasional,
berkecamuknya Perang Viet- nam, adanya biaya pangkalan-pangkalan militer dan perlomba- an
senjata, maka neraca perdagangan AS mengalami defisit. Maka dari itu, cadangan emas AS pun
semakin berkurang hingga tinggal 50 trilyun dolar AS pada tahun 1970. AS tidak mampu lagi
mengkonversi dolar menjadi emas bila ada per- mintaan. Maka Inggris segera menurunkan nilai
mata uangnya untuk memukul dolar, mengingat Inggris adalah saingan AS dalam cadangan emas.
Akibatnya, Presiden Nixon pada tahun 1971 menghapuskan keterkaitan dolar dengan emas,
sehingga dolar tak dapat dikonversi lagi menjadi emas. Maka dolar pun menguasai sistem mata
uang dunia dan memaksa Jepang dan Jerman mendukung dolar, karena kedua negara tersebut
mem- punyai cadangan emas sangat besar di dunia, di samping keme- rosotan dolar yang drastis
tentu akan mengurangi pendapatan kedua negara tersebut hingga 30 %. Jepang mempunyai
surplus neraca perdagangan dengan AS sebesar 15 milyar dolar AS/ tahun, sedang Jerman 11
milyar dolar AS/tahun.
Defisit yang terus menerus pada neraca perdagangan AS tersebut mengakibatkan jatuhnya
harga dolar, tanpa ada inter- vensi dari AS. Maka pada tahun 1987 anjloklah dolar secara dramatis
ketika AS menurunkan harga dolar, sebagai reaksi dari tindakan Jerman menaikkan suku bunga;
suatu tindakan yang menyalahi perjanjian Louvre di antara negara-negara G-7. Para pedagang
saham segera beramai-ramai menjual saham mereka dan terjadilah kerugian internasional yang
mencapai lebih dari 200 dolar milyar dolar AS dalam beberapa jam saja.
3. Membentuk Lembaga-Lembaga Ekonomi Internasional
Sejalan dengan ide-ide AS yang menyatakan bahwa po- litik polarisasi dan blok-blok
internasional akan dapat menyulut perang-perang dunia, maka AS bertekad memantapkan prinsipprinsip Tata Dunia Baru yang didasarkan pada pembentukan lembaga-lembaga internasional di
bidang politik, ekonomi, kesehatan, peradilan, dan pendidikan. Maka lalu berperanlah PBB, Dewan
Keamanan, IMF, Bank Dunia, Mahkamah Internasional, dan lembaga-lembaga dunia lainnya.
Penting di sini kita bahas peran IMF dan WTO dalam upaya AS menguasai ekonomi dunia.
3.1. Peran IMF (International Monetery Fund) :
IMF berdiri tahun 1944 sesuai perjanjian Bretton Woods, yang menetapkan pembentukan
sistem mata uang internasional. IMF menjalankan 3 (tiga) tugas pokok : (1) Menjaga nilai tukar
(kurs) mata uang, (2) Mengawasi neraca perdagangan, (3) Mengontrol cadangan mata uang
berbagai negara.
Tugas-tugas tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi AS di muka, yakni adanya
ketidakstabilan nilai tukar dan defisit dalam neraca perdagangan AS, yang disebabkan oleh peran
internasional AS, gaya hidup orang Amerika yang sangat rakus dan konsumtif, dan terjadinya
krisis-krisis keuangan. Krisis yang terjadi antara lain adanya inflasi yang terus menerus, dalam arti
jumlah uang yang beredar tidak sama dengan barang dan jasa yang ada, atau sebaliknya,
pertambahan uang yang beredar akan menaikkan harga-harga.
Peran IMF untuk mendominasi negara-negara berkem- bang dan negara-negara miskin,
antara lain ditempuh dengan cara memberikan bantuan dan merekayasa krisis yang menyebabkan kebutuhan akan hutang. Jika kondisi ini terwujud, IMF akan datang untuk memanfaatkan
semua pengendalian eko- nomi, dengan tujuan menghancurkan sisa-sisa kedaulatan dari banyak
negara. Tujuan ini dapat disimpulkan dari pertemuan yang diadakan IMF di Helifax (Kanada), yang
menetapkan prinsip-prinsip untuk memaksakan pengontrolan terhadap perekonomian berbagai
negara di dunia, dan memaksakan syarat-syarat reformasi ekonomi kepada berbagai negara agar
kondisi ekonominya disesuaikan dengan kehendak IMF, sebagai imbalan dari penjadwalan
kembali hutang-hutangnya. Syarat-syarat itu adalah :
(1) Kebebasan dalam perdagangaan dan penukaran mata uang.
(2) Menurunkan nilai mata uang.
(3) Melaksanakan program penghematan, yang meliputi :
(a)Menetapkan syarat-syarat untuk peminjaman lokal dengan menaikkan suku bunga, yang
akan mengakibat- kan kegagalan kegiatan ekonomi.
(b)Mengurangi belanja negara dengan meningkatkan pajak dan tarif jasa-jasa, menghentikan
subsidi untuk barang-barang konsumtif, dan tidak menaikkan gaji pegawai negeri.
(c) Menarik modal asing untuk investasi dengan memberi- kan kemudahan-kemudahan dalam
tata aturannya.
(d)Mengambil sejumlah kebijakan untuk mengesahkan undang-undang guna mendukung ide
swastanisasi, yang menurut IMF, berguna untuk menggairahkan kegiatan ekonomi.
Swastanisasi ini dilakukan dengan mengubah sektor publik menjadi sektor swasta, untuk
mengurangi peran negara dan beban biaya sejumlah besar sektor jasa, seperti komunikasi,
transportasi, listrik, air, pendidikan, dan kesehatan. Dengan swastanisasi, penanganan sektorsektor tersebut beralih ke pihak swasta. Ini akan melahirkan dominasi orang-orang kaya untuk
menangani sektor-sektor jasa yang sangat vital itu, yang seharusnya diberikan oleh negara tanpa
mengambil keun- tungan. Seharusnya rakyat mendapatkan layanan jasa dengan harga rendah.
Tetapi jika kebijakannya demikian, orang-orang kaya itu akan dapat menetapkan harga sesuai
kepentingan mereka. Maka yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Belum lagi
adanya kenaikan jumlah pengangguran sebagai akibat pengurangan tenaga kerja ketika terjadi
perubahan sektor publik menjadi sektor swasta. Ini ditambah lagi dengan pemaksaan ide
"globalisasi" yang menjadi sarana bagi modal asing dan perusahaan asing untuk mengendalikan
berbagai peraturan perundang-undangan, yang bertujuan melin- dungi perdagangan bebas,
investasi, dan pembukaan pasar- pasar modal untuk bersaing melawan modal asing.
Kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi yang dipaksakan IMF tersebut, sesungguhnya telah
melahirkan ancaman serius bagi kedaulatan dan kemandirian berbagai negara. Sebagai contoh,
dengan kebijakan pencabutan subsidi bagi barang-barang kebutuhan pokok dan tidak adanya
kenaikan gaji atau upah, maka yang akan menderita adalah masyarakat banyak. Lalu terjadilah
banyak kekacauan, demonstrasi, dan kerusuhan. Pada saat itulah, negara-negara kapitalis akan
menuntut penerapan ide-ide demokrasi dan kebebasan, sebagaimana yang pernah terjadi di
Yordania dan Maroko, dan juga di negeri-negeri lain.
Berikut ini akan kami sajikan sebuah contoh kebijakan IMF, untuk membuktikan betapa
kebijakan-kebijakan IMF sebenarnya tidaklah untuk meningkatkan pertumbuhan ekono- mi.
Bahkan kebijakan-kebijakan ini pada hakikatnya telah menjerumuskan berbagai negara ke jurang
kemelaratan, kesengsaraan, dan kehancuran. Maroko, sebagai contoh, telah mengadakan
reformasi sistem pertanian dengan target ekspor jeruk nipis dan buah-buahan lain dengan cara
memperbaharui jaringan irigasi. Tapi reformasi ini justru dimanfaatkan oleh para pengusaha besar
yang berkemampuan membeli sarana- sarana pertanian secara kredit. Sementara itu rakyat yang
harus memikul beban hutang berikut bunganya. Jelas ini bukan investasi yang produktif. Hutang
Maroko sendiri pada tahun 1970 adalah 18 % dari produk nasionalnya. Kemudian pada tahun
1984, hutangnya telah menjadi 110 % dari produk nasionalnya. Dengan kata lain, telah terjadi
penurunan 10 % dari seluruh produk nasional. Bahkan dalam dua tahun saja harga-harga telah
naik 86 %, dan Maroko pun yang semula negara pengekspor gandum ke Perancis, berubah
menjadi negara pengimpor gandum sebesar 3 juta ton/tahun.
3.2. Peran WTO (World Trade Organization) :
Semenjak kelahirannya, WTO senantiasa merancang berbagai strategi ekonomi dan
mempublikasikan kajian-kajian yang berhubungan dengan perdagangan bebas dan investasi
ekonomi untuk menghapuskan hambatan tarif dan membuka pasar-pasar internasional. Ide-ide
ekonomi ini memang dapat meningkatkan aktivitas perdagangan dan pertumbuhan ekono- mi di
Barat, karena mereka memang mempunyai daya saing dalam hal produk-produk industri dan
teknologi. Tetapi, negara-negara berkembang sayangnya tak mempunyai daya saing seperti ini.
Maka dapatlah dimengerti, tujuan ide-ide WTO tersebut sebenarnya adalah untuk merampas
bahan- bahan mentah dengan harga murah dari negara-negara ber- kembang. Selanjutnya laba
yang diperoleh negara berkembang dari minyak dan bahan mentah lainnya digunakan untuk membeli berbagai alat/sarana teknologi ataupun militer dari negara maju. Dengan kata lain, keuntungan
penjualan bahan mentah tersebut tidak diinvestasikan untuk membangun landasan bagi teknologi
dan industri berat di negara-negara berkembang.
4. Membentuk Blok-Blok Ekonomi, Seperti NAFTA dan APEC
Blok-blok tersebut antara lain terdiri dari AS, Meksiko, Kanada, Australia, New Zealand,
Jepang, Korea, dan Indo- nesia. Sementara itu di sisi lain ada pula Pasar Bersama Eropa yang
beranggotakan negara-negara Eropa. Peran blok-blok ini untuk bersaing dalam hal dominasi dan
perampasan ekonomi tak perlu dibuktikan lagi.
Di samping blok-blok itu, telah diselenggarakan pula berbagai konferensi internasional dan
regional untuk mengo- kohkan dominasi Barat dan memaksakan format-format ekonomi Barat.
Konferensi-konferensi seperti ini antara lain adalah kesepakatan GATT, yang berkaitan dengan tarif
(bea masuk) dan tuntutan untuk menghapus segala tarif ini pada konferensi di Napoli (Italia) pada
tahun 1994.
Termasuk juga dalam hal ini strategi Clinton mengenai liberalisasi perdagangan, dan
konferensi Barcelona yang mem- bicarakan keikutsertaan negara-negara Eropa Tengah untuk
memodernisasi sistem ekonomi-sosialnya, seperti perwujudan sektor swasta dan penumbuhan
lingkungan yang kondusif untuk menggalakkan investasi. Selin itu ada pula Konferensi Gedung
Putih (1994), Konferensi Oman (1995), Konferensi Kairo (1996), dan Konferensi Qatar (1997)
untuk menerapkan kebijakan-kebijakan ekonomi bagi apa yang disebut "Pasar Timur Tengah
Baru", atau untuk membentuk Organisasi Kerja- sama Timur Tengah, mengikuti bentuk Organisasi
Keamanan dan Kerjasama Eropa. Sebenarnya konferensi Qatar ini meru- pakan upaya untuk
memperkuat pencangkokan organ asing yang ditolak oleh kaum muslimin --yakni negara Israel-- ke
dalam tubuh kaum muslimin, melalui perjanjian-perjanjian ekonomi, keamanan, dan berbagai
proyek sektor produksi dan jasa, seperti proyek komunikasi, transportasi, pelayaran, dan
pariwisata. Inilah penafsiran terhadap adanya upaya Israel dalam konferensi tersebut untuk
mengajukan 162 proyek senilai 25 juta milyar dolar AS.
5. Merekayasa Berbagai Perang, Krisis, Kekacauan, dan Kerusuhan
Berbagai perang dan kerusuhan sengaja disulut oleh Barat di negeri-negeri Islam, seperti
Perang Teluk I (perang Irak-Iran) dan Perang Teluk II yang dimaksudkan untuk menguasai minyak
dan mencampuri urusan negeri lain dengan cara membangun pangkalan-pangkalan militer dan
zona-zona kemananan di wilayah Irak Utara dan Selatan.
Negara-negara kapitalis juga mensponsori gerakan- gerakan separatis --seperti gerakan
separatis Kurdi dan Sudan Selatan-- dan perang saudara di Afghanistan. Tujuannya adalah untuk
menyiksa bangsa-bangsa tersebut, merampok harta kekayaannya, dan memeratakan kemelaratan
dan kerusakan.
Demikianlah penampilan Peradaban Barat yang sebenar- nya, berikut persepsi-persepsinya di
bidang ekonomi. Ini baru sekelumit saja dari cara-cara imperialisme Barat gaya baru, yang diberi
kedok "stabilitas", "keamanan", "hak asasi manusia", dan "pertumbuhan ekonomi". Harga untuk
slogan- slogan itu harus dibayar oleh rakyat yang ditekan dalam segala aspek hidupnya serta hidup
tertindas di bawah penguasa- penguasa upahan yang menjadi agen-agen Barat. Harga untuk
kebijakan-kebijakan itu harus dibayar oleh rakyat dengan darah, harta, dan jiwa anak-anak mereka,
hingga jumlah orang miskin di dunia kini mencapai 1 milyar jiwa. Sebagian dari mereka sebanyak
38 juta di negara-negara Amerika dan 20 juta di Afrika tengah terancam maut. Ini di luar orangorang melarat yang jumlahnya berjuta-juta.
Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka kaum muslimin wajib berupaya mencegah
pelaksanaan segala cara dan sarana imperialisme tersebut dan menentang siapa pun yang
hendak menjalankannya. Kaum muslimin wajib pula mencegah upaya negara-negara kapitalis
untuk menghancurkan dan merampas segala potensi dan kekayaan alam kaum musli- min
sebelum terlambat; yaitu sebelum cara dan sarana impe- rialisme itu menjadi undang-undang
internasional yang menge- sahkan intervensi militer secara langsung terhadap negara yang
menyalahi undang-undang tersebut atas nama kezhaliman internasional.
Dan pada hakikatnya, kaum muslimin tak akan pernah mampu menghadapi penghinaan dan
penindasan ini, kecuali dengan berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam, dengan
berdirinya negara Khilafah Rasyidah dengan seizin Allah SWT semata. [ ]
GLOBALISASI :
SKENARIO MUTAKHIR KAPITALISME
(Ahmad Al Khatib)
Globalisasi bukan sekedar slogan ekonomi kapitalis dan bukan pula salah satu fenomena
dalam ideologi kapitalisme yang beraneka ragam. Globalisasi adalah sebuah pemikiran ideologi
Kapitalisme yang komprehensif dan meliputi segenap aspek kehidupan, kendatipun yang menonjol
adalah aspek ekonomi. Globalisasi merupakan serangan total peradaban kapitalis yang melanda
seluruh pelosok dunia --termasuk dunia Islam-- dan merupakan serangan yang sangat ganas dan
mema- tikan dengan senjata modal --yang memang sangat vital bagi roda kehidupan-- untuk
melumpuhkan seluruh bangsa di dunia, termasuk kaum muslimin.
Hampir tak ada perlawanan apa pun terhadap ide globa- lisasi ini dari para penguasa kaum
muslimin dan kawan-kawan dekat mereka yang oportunis, yang telah bersekutu dengan kaum kafir
dalam penjajahan gaya baru mereka. Para penguasa dan sekutu mereka malah mempromosikan
penjajahan tersebut kepada rakyat mereka dan menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat
membanggakan.
Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah, universal. Jadi globalisasi
maksudnya adalah universali- sasi ideologi kapitalisme, atau menjadikan kapitalisme sebagai satusatunya ideologi dan peradaban dunia. Monopoli kata "universal" di sini yang dikhususkan hanya
untuk ideologi kapi- talisme, sesungguhnya adalah suatu keangkuhan dan kesom- bongan, serta
merupakan hinaan terhadap ideologi lain yang bersifat universal. Hal ini mencerminkan sikap tidak
mau ter- hadap eksistensi ideologi lain tersebut. Sikap ini sama halnya dengan monopoli kata
"demokrasi" hanya untuk kapitalisme. Padahal demokrasi secara bersamaan dianut pula oleh
ideologi atau filsafat non-kapitalisme.
Globalisasi adalah suatu ungkapan yang berarti penya- tuan (integrasi) dan penundukan
perekonomian lokal ke dalam perekonomian dunia, dengan cara memaksakan penerapan format
ekonomi swasta ke dalam struktur perekonomian dunia, serta menjadikan ekspor setiap negara
ditujukan untuk pasar dunia, selain untuk pasar regional.
Semua ini mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal,
barang, dan jasa. Jadi pasar dan perekonomian dunia itu tentu bukanlah perekonomian yang
tertutup atau terproteksi, melainkan perekonomian ter- buka, atau apa yang disebut dengan pasar
yang terbuka terha- dap segala kekuatan ekonomi.
Istilah globalisasi pertama kali mengemuka pada bulan Nopember 1992 di majalah Criminal
Politics Magazine terbitan Amerika di bawah rubrik Globalology.
Majalah terse- but
mempublikasikan sebuah artikel berjudul The Carrol Qui- gley-Clinton Connection (Hubungan
Presiden Clinton deng- an Profesor Carrol Quigley). Profesor ini dulu adalah dosen Clinton di
Universitas Georgetown, yang mengasuh beberapa mata kuliah mengenai ekonomi-strategis pada
salah satu pro- gram pasca sarjana universitas. Tulisan itu menyebutkan, Profesor Quigley pernah
mengizinkan Clinton untuk "mengin- tip" kebijakan-kebijakan yang bersifat rahasia, serta meminta
Clinton untuk mempelajarinya dan ikut serta mempersiapkan kajan-kajian yang dapat
menguntungkan pemerintah Amerika. Clinton terus melakukan kajian dan persiapannya selama 20
tahun, dan akhirnya berhasil menelorkan ide-ide ekonomi yang berhubungan dengan Tata Dunia
Baru. Sejak awal dia telah meletakkan asas-asas kajian dan penelitiannya. Hal ini dibukti- kan
dengan pernyataannya,"Tidaklah mudah menciptakan tata aturan dunia yang didasarkan pada
dominasi perekonomian internasional sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu, bank-bank sentral di
berbagai negara harus dimanfaatkan sesuai dengan perjanjian-perjanjian rahasia yang ditetapkan
dalam berbagai pertemuan, perundingan, dan konferensi."
Ide-ide tersebut terkristalisasi dengan sempurna dan mulai muncul ke permukaan pada awal
dasawarsa 90-an. Ide- ide tersebut semakin matang dengan runtuhnya Uni Soviet, berakhirnya
masa komunisme, dan keluarnya sosialisme dari medan internasional. Ini mengharuskan adanya
introduksi dan perencanaan strategi ekonomi dalam skala luas untuk mele- mahkan dan kemudian
menghancurkan sisa-sisa sosialisme secara total, untuk kemudian digantikan dengan persepsi-persepsi kapitalis, termasuk ide globalisasi, ekonomi pasar, dan perdagangan bebas, sebagai ide-ide
yang diklaim paling aktual dan paling relevan dengan abad ke-21.
Semua ini membutuhkan perwujudan ide globalisasi dan perekrutan tokoh-tokohnya. Maka,
muncullah istilah globali- sasi, dan Clinton-lah yang menjadi perintisnya mengingat isti- lah ini
muncul berbarengan dengan awal masa pemerinta- hannya.
Tapi karena kapitalisme merupakan kumpulan dari ber- aneka macam madzhab dan aliran
pemikiran, maka dilaku- kanlah seleksi untuk mencari aliran pemikiran terunggul yang akan
diadopsi Amerika. Pada masa sebelumnya, telah ada kapitalisme Adam Smith dan David Ricardo
yang memberikan otoritas besar pada hak milik pribadi dan memperkokoh feo- dalisme dan
monopoli raksasa, sehingga menimbulkan ber- bagai kecaman dan revolusi terhadap kapitalisme,
karena ma- syarakat sangat marah dan jengkel menghadapi dominasi individu-individu secara
sewenang-wenang terhadap rakyat kecil yang hidup serba susah.
Kondisi ini akhirnya membidani lahirnya ide-ide sosia- lisme dan komunisme serta ide tentang
hak milik umum. Kapi- talisme mau tak mau meluruskan kekeliruannya tentang ide hak milik
pribadi, memasukkan revisi-revisi ke dalam ideologi kapitalisme, dan beradaptasi sesuai dengan
kenyataan baru yang ada. Ini sesungguhnya merupakan koreksi terhadap kapitalisme, sebab dia
telah mentolerir masuknya ide-ide sosia- lisme ke dalam kerangka ideologi kapitalisme. Inilah awal
munculnya ide sosialisme negara dan ide pemberian peran yang besar kepada sektor publik (hak
milik umum), untuk meringankan kezhaliman yang ditimbulkan oleh hak milik pribadi (swasta).
Namun setelah sosialisme redup dan komunisme runtuh, ada semacam keharusan untuk
kembali kepada kapitalisme yang asli, serta menutupinya dengan baju baru supaya tidak menjadi
bahan cacian untuk kedua kalinya dan supaya tidak ada revolusi-revolusi lagi untuk menentang
kapitalisme. Maka kemudian dicanangkanlah dengan seksama ide globalisasi yang mengubah
kembali sektor publik menjadi sektor swasta, sehingga negara dapat berlepas diri dari tanggung
jawabnya. Padahal kebijakan ini terkadang menimbulkan akibat-akibat yang destruktif.
Di samping itu Amerika memang mempunyai keunggu- lan internasional di bidang ekonomi
dan menguasai komoditas- komoditas produk yang terpenting --terutama peralatan militer- serta
memonopoli beberapa komoditas strategis seperti kom- puter dan informasi. Amerika juga jauh dari
berbagai per- golakan dan perang yang direkayasanya di Eropa untuk saling membenturkan
kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada, yang pada gilirannya akan melemahkan dan
menghilangkan kesatu- an Eropa.
Faktor-faktor tersebut membuat Amerika menjadi satu- satunya negara yang mampu
melestarikan ideologi kapitalisme yang tidak dipengaruhi oleh ide-ide sosialisme, baik yang lama
maupun yang baru. Inilah yang membuat sebagian besar nega- ra-negara di dunia merasa bahwa
sistem ekonomi Amerika merupakan bentuk ideal yang wajib dijadikan teladan.
Amerika kemudian mendapatkan kesempatan emas pada awal dekade 90-an, setelah adanya
perubahan konstelasi politik internasional dan pelontaran ide globalisasi yang termasuk dalam
paket ide Tata Dunia Baru, untuk menghancurkan sisa- sisa ide sosialisme, proteksi ekonomi, dan
sektor publik, yang masih diterapkan di berbagai negara di dunia, terutama di negara-negara
Eropa.
Agar globalisasi dapat terwujud sebagai realitas univer- sal, Amerika segera melancarkan
tekanan kepada berbagai negara di dunia khususnya negara-negara kuat Eropa untuk mengubah
GATT --yang tugasnya hanya membahas masalah tarif-- menjadi lembaga internasional yang
berhak memaksakan undang-undang globalisasi atas Dunia. Maka lenyaplah kemu- dian
hambatan-hambatan, pajak-pajak, dan bea-bea masuk, serta hilang pula ketentuan-ketentuan
mengenai proteksi dan monopoli perekonomian negara. Semua ini membuka peluang bagi
masuknya modal dan produk Amerika yang besar ke pasar-pasar yang sebelumnya terproteksi
dan tertutup, seperti pasar negara-negara persemakmuran (commonwealth) Inggris, negaranegara francophone (yang berbahasa Perancis), dan negara-negara bekas Uni Soviet, dengan
cara memaksakan penerapan undang-undang internasional tersebut.
Amerika juga melakukan upaya untuk membentuk blok- blok ekonomi yang lemah, kemudian
dia ikut serta di dalamnya dan sekaligus memaanfaatkannya untuk berkompetisi dengan blok
kesatuan Eropa. Amerika menghimpun negara-negara Atlantik Utara dalam kelompok NAFTA dan
negara-negara Asia Pasifik ke dalam APEC. Amerika sebelumnya juga telah menghimpun negaranegara Asia Tenggara ke dalam ASEAN. Selain itu, Amerika juga berupaya untuk memasukkan
Rusia ke dalam kelompok APEC dan mengikat China dalam suatu ben- tuk hubungan khusus
dengan Amerika. Dengan demikian, tak ada satu negara atau perkumpulan apa pun yang mampu
menyaingi Amerika. Bahkan negara-negara Uni Eropa pun tak mampu menyaingi Amerika setelah
Amerika berhasil meng- himpun sebagian besar negara di dunia di bawah kendalinya.
Untuk mensukseskan ide globalisasi tersebut, Amerika menggunakan elemen-elemen utama
sebagai berikut :
1. Swastanisasi
Swastanisasi adalah pengubahan sektor publik menjadi sektor sektor pribadi (swasta). Alasan
untuk menjustifikasi swastanisasi ialah kurang efisiennya sektor publik, produktivi- tasnya yang
rendah, dan kinerja pengelolanya yang payah.
2. Korporatisme
Korporatisme adalah pandangan bahwa negara merupa- kan sekumpulan lembaga
(korporasi/institusi/badan) dan peme- rintah tiada lain adalah satu lembaga ekonomi kecil, kalau
pun bukan yang terkecil. Pemerintah merupakan lembaga yang tugasnya hanya melaksanakan
kegiatan diplomasi, dengan angkatan bersenjata yang kecil serta beberapa lembaga keama- nan
dan dewan penasihat, yang semuanya bergerak untuk mela- yani kepentingan sektor swasta. Jika
pemerintah hendak menjalankan suatu usaha bisnis, maka dia wajib diperlakukan sama dengan
lembaga mana pun yang lain. Jadi pemerintah diperlakukan sama dengan swasta. Contoh tentang
hal ini, adalah lembaga Forum yang dikelola oleh 40 ribu ahli yang menyusun program dan
memperhitungkan segala potensi Amerika, yang diperkirakan akan melampaui negara mana pun.
Dari sinilah, maka segala sesuatunya harus disesuaikan dengan paham korporatisme, yaitu
bahwa pemerintah adalah salah satu lembaga negara yang khusus dan tugas utamanya adalah
menjalankan kekuasaan. Pemerintah menjalankan kekuasaan tapi tidak menguasai/memiliki.
Sementara lembaga- lembaga lain menguasai tapi tidak menjalankan kekuasaan.
3. Perusahaan-Perusahaan
Perusahaan-perusahaan merupakan lembaga ekonomi utama yang menguasai ekonomi
secara nyata. Kini terdapat ribuan perusahaan di dunia --di antaranya ada 200 perusahaan
raksasa-- yang mendominasi sebagian besar perekonomian dunia. Dari jumlah itu ada 172
perusahaan yang dimiliki lima negara, yaitu Amerika, Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris.
Pemerintah masing-masing membantu perusahaan-perusahaan ini untuk menembus dan
menguasai perekonomian inter- nasional.
4. Bank-Bank
Bank merupakan penyokong perusahaan --terutama peru- sahaan raksasa-- dan merupakan
sekutu perusahaan untuk me- nguasai perekonomian negara-negara lemah. Di samping itu, bank
itu sendiri sebenarnya juga suatu perusahaan.
5. Pasar-Pasar Modal
Pasar-pasar modal ini berupa pasar-pasar saham, surat berharga, dan mata uang. Pasarpasar ini menjadi alat kriminal para investor raksasa untuk meraup keuntungan besar tanpa usaha
nyata dan tanpa investasi yang riil. Kegiatan perekono- miannya adalah sektor ekonomi non-riil,
yang bertumpu pada kompetisi tidak-seimbang yang mirip dengan perjudian, undian, dan
penipuan.
Pasar-pasar modal ini sangat penting untuk mengglobal- kan perekonomian regional. Buktibukti untuk hal ini antara lain pernyataan Clinton pada KTT Vancouver (Kanada) untuk negaranegara anggota APEC, "Sesungguhnya prioritas kita adalah memperkokoh pasar-pasar modal di
Asia."
Sementara itu Hashimoto, PM Jepang, menyifati peran Amerika tersebut sebagai
pengkerdilan Asia dan sekaligus promosi globalisasi. Mahathir Mohamad, PM Malaysia,
menyatakan, "Negeri mana pun yang mendapatkan bantuan IMF, dapat dipastikan akan membuka
pasar modalnya." Untuk membantu Korea Selatan mengatasi krisis-krisisnya belakangan ini, IMF
telah mensyarat- kan pembukaan pasar-pasar surat berharga terhadap persaingan pihak asing.
6. Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas merupakan salam satu asas ekonomi pasar dan salah satu landasan
globalisasi. Organisasi Perda- gangan Dunia (WTO) telah memaksakan syarat bagi negaranegara di dunia yang hendak menjadi anggota WTO, agar membuka pasar-pasarnya terhadap
barang-barang asing. Sejumlah 21 negara telah mengikuti KTT Vancouver (Kanada) mengenai
perdagangan bebas terhadap 9 jenis komoditas baru. Topik ini sudah dianggap wajar dalam KTT
itu, sehingga tak ada satu negara pun yang dapat menolaknya. Inilah yang membuat Amerika dan
negara-negara industri lainnya mampu mendominasi perdagangan internasional dan dapat
melemah- kan daya saing negara-negara yang kecil.
7. Pemaksaan Ide-Ide dan Nilai-Nilai Peradaban Kapita- lisme Kepada Seluruh Dunia
Pemaksaan ini terjadi tatkala negara-negara Barat mensyaratkan penerimaan demokrasi
terhadap negara-negara di dunia baik secara total maupun tidak. Tetapi akhir-akhir ini Amerika
telah mulai memaksakan pengambilan sekumpulan ide-ide tertentu sebagai syarat mendasar untuk
memasuki era globalisasi. Ide-ide tersebut antara lain adalah sekularisme, rasionalisme,
kesepahaman/perdamaian antar bangsa, kebebas- an, pembatasan kelahiran, pluralisme,
supremasi hukum, pengembangan masyarakat sipil (civil society), perubahan kuri- kulum
pendidikan, penyelesaian pengangguran dan inflasi dengan cara tertentu, dan sebagainya. Semua
ide ini tak lain adalah nilai dan gaya hidup peradaban Barat yang dianggap sebagai budaya/kultur
luhur yang baru, serta dipandang lebih unggul daripada semua ideologi dan peradaban. Inilah
penafsi- ran terhadap beberapa pernyataan para penguasa di banyak negara-negara lemah -seperti Dunia Islam-- yang berfokus pada ide-ide tersebut dan propaganda-propagandanya. Yang
terakhir adalah pernyataan Presiden Iran Khatami mengenai kehidupan harmonis antar bangsa
dan persahabatan antara Iran dan Amerika, serta mengenai pemantapan supremasi hukum dan
penumbuhan masyarakat sipil (civil society).
8. Pemantapan Ide-Ide Separatisme dan Pemecah- Belahan Negara
Hal ini nampak tatkala Amerika berupaya menyelesaikan masalah-masalah separatisme dan
melakukan campur tangan untuk memecah-belah sebuah negara menjadi dua negara atau lebih
jika memungkinkan, seperti yang sudah terjadi di Bosnia, Irak, Sudan, Afghanistan, dan lain-lain.
Tujuannya adalah untuk membuat kekacauan nasional, pertentangan antar suku, dan kelumpuhan
kawasan, yang semuanya merupakan alasan- alasan kuat untuk menerima globalisasi Amerika
sebagai suatu kekuatan yang tak dapat ditolak lagi. Globalisasi akhirnya dianggap sebagai kereta
api cepat untuk memasuki abad men- datang. Barang siapa yang tidak menaikinya, maka dia akan
terisolir, terpinggirkan, atau akan menjadi hina dina dan meng- alami kehancuran.
Dengan demikian, nyatalah bahwa globalisasi adalah anak panah beracun yang telah
diluncurkan kapitalisme ke arah kita. Globalisasi adalah senjata mematikan yang telah dihunus oleh
Amerika di hadapan wajah-wajah kita. Seharusnya kita menghadapi dan menantang semua ini
dengan segala kekuatan yang miliki. Tetapi sayang, para penguasa kita --dan kawan-kawan
dekatnya yang telah cenderung kepada Amerika-- serta banyak orang bodoh malah
mempropagandakan globalisasi seolah-olah globalisasi adalah vonis yang sudah mutlak atas
mereka dan tak dapat diganggu gugat lagi. Mereka berupaya untuk menyesuaikan segala
sesuatunya agar sejalan dengan wabah globalisasi ini, yang menurut mereka harus disambut
sebaik-baiknya seakan-akan wabah itu merupakan obat yang manjur untuk mengobati luka-luka
rakyat mereka.
Banyak ahli ekonomi --termasuk yang di Barat sendiri-- telah memahami bahaya globalisasi
atas dunia dan telah menyimpulkan satu hal yang mereka sepakati, yaitu penerapan globalisasi
akan semakin memperlebar jurang pemisah antara yang miskin dengan yang kaya. Abid Al Jabiri -seorang ahli ekonomi Maroko-- pada salah satu konferensi tentang globa- lisasi menyatakan
bahwa globalisasi mempunyai tiga segi negatif :
1. Semakin lebarnya kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin secara berlebihan,
sehingga kehidupan modern di setiap negeri akan diwarnai dengan dikotomi miskin-kaya dan
ketidak-solidan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Semakin lebarnya jurang pemisah antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang
miskin, yang akan melahir- kan generasi yang terbelah menjadi dua golongan dengan dunianya
sendiri-sendiri.
3. Merintangi dan melenyapkan kreativitas manusia dalam kegiatan perdagangan dan usaha, serta
mengokohkan prinsip menghalalkan segala cara.
Akibat-akibat ini --dan akibat lainnya-- merupakan kon- sekuensi logis dari ide-ide kufur yang
telah diskenariokan oleh kapitalisme. Hakikatnya, globalisasi adalah bencana masa depan yang
akan terus menerus membayangi dunia. Bila tidak ada kekuatan yang bisa menghadapinya, maka
seluruh dunia akan terjerumus ke dalam penderitaan yang mengerikan dan kesengsaraan yang
tiada taranya.
Tidak akan ada yang mampu menghentikan globalisasi ini, kecuali dengan berdirinya Khilafah
Islamiyah sebagai satu-satunya kekuatan yang akan menyetop globalisasi yang hanya didasarkan
pada kekuasaan modal dan harta benda --tak mengenal kekuasaan lainnya-- serta tak mengenal
pertim- bangan akal, diskusi, dan perdebatan. Khilafah Islamiyah-lah satu-satunya kekuatan yang
akan mampu menyelamatkan umat manusia dari bahaya-bahaya kelaparan, kebinasaan, dan
kehan- curan yang dihasilkan oleh skenario-skenario kapitalisme yang kafir.[]
KEGONCANGAN PASAR MODAL
DI BARAT
Pada minggu terakhir Oktober 1997 lalu, harga-harga saham di pasar-pasar modal (bursa
efek) utama telah jatuh secara drastis. Fenomena ini bermula dari Hongkong, lalu merembet ke
Jepang, terus ke Eropa, dan akhirnya sampai ke Amerika. Anjloknya harga saham tersebut terjadi
secara ber- turutan dari satu negeri ke negeri lain, mengikuti letak terbitnya matahari di masingmasing negeri tersebut.
Krisis tersebut disertai satu trauma di tengah masyarakat, bahwa apa yang terjadi merupakan
ulangan dari peristiwa seru- pa pada Oktober 1987, tatkala indeks harga saham di New York turun
22 % dalam sehari. Atau sebagai ulangan dari peris- tiwa yang lebih gawat lagi, yang terjadi pada
tahun 1929 ketika jatuhnya nilai saham di Amerika telah menimbulkan depresi ekonomi yang
sangat parah. Buku-buku sejarah senantiasa menyebut peristiwa itu sebagai "Depresi Besar"
(The Great Depression) yang telah menyebabkan terus berlanjutnya keme- laratan, kelaparan,
dan kesengsaraan. Krisis ini tidak teratasi, kecuali setelah keluarnya keputusan Presiden Roosevelt
untuk menerjunkan Amerika ke dalam kancah Perang Dunia II dan membangkitkan perekonomian
Amerika dengan cara mempro- duksi kebutuhan-kebutuhan perang yang sangat besar.
Krisis yang belakangan ini melanda Eropa dan Amerika tersebut, didahului beberapa peristiwa
yang terjadi sepanjang musim kemarau ini, yaitu jatuhnya nilai tukar (kurs) mata uang di negaranegara Asia Tenggara, anjloknya harga saham peru- sahaan-perusahaannya, serta sekaratnya
bank-bank dan perusa- haan-perusahaannya. Krisis-krisis ini bertolak dari Thailand, lalu ke Filipina,
Malaysia, dan Indonesia, kemudian menular bagaikan wabah ke Korea Selatan, Taiwan, dan
negara-negara Asia Utara. Wabah menular ini pada akhir Oktober 1997 telah melanda Hongkong,
yang merupakan basis investasi Barat yang besar di kawasan Asia. Pada saat itulah, pasar-pasar
modal di Barat sadar bahwa wabah yang melanda ternyata sangat berbahaya. Maka terjadilah
berbagai krisis di pasar- pasar modal Eropa dan Amerika, terutama New York.
Dua krisis tersebut --di Asia dan di Barat-- disebabkan adanya sifat-sifat khas yang melekat
pada sistem ekonomi kapitalis itu sendiri, meskipun kedua krisis tersebut tidak dapat dikatakan
sama persis dan tidak dapat pula dinilai dengan tolok ukur yang sama.
Pasar-pasar modal di Asia Tenggara sesungguhnya sangat lemah dan rapuh. Orang-orang
yang memperdagangkan sahamnya di sana hanya beberapa gelintir saja dan boleh di- katakan
belum berpengalaman. Yang banyak memanfaatkan pasar-pasar modal itu justru para
penguasanya yang korup, seperti penguasa Thailand dan Indonesia. Para penguasa inilah yang
terus mempromosikan pasar-pasar modal tersebut, serta mengizinkan para investor Barat untuk
berdagang saham di sana dan memantapkan posisinya dengan cepat di pasar-pasar modal yang
ada.
Sebenarnya, Amerikalah yang telah mendorong para pe- nguasa itu --dan juga banyak
penguasa di negara lain-- untuk mengambil kebijakan tersebut. Tujuannya, agar penguasa tersebut membuka pasar-pasar modal mereka dengan mengikuti pola Barat, sehingga terbukalah
kesempatan kepada para inves- tor Barat untuk berdagang saham di pasar modal dan memasukkan atau menarik modalnya ke/dari negeri-negeri tersebut dengan mudah kapan saja mereka
suka. Amerika berdalih, semua ini akan dapat menggalakkan penanaman modal asing di negerinegeri tersebut, di samping merupakan salah satu tuntu- tan globalisasi ekonomi masa kini.
Tetapi, investasi yang ada sebenarnya bukanlah inves- tasi riil dari Barat di negeri-negeri lain,
meskipun memang disebut sebagai "investasi tak langsung". Sebab, investasi yang riil adalah
seperti yang pernah dilakukan Amerika pasca Perang Dunia II, tatkala mereka menguasasi banyak
pabrik dan perusa- haan baik di Eropa maupun di negeri-negeri lain, lalu menge- lolanya secara
langsung dan menggabungkannya dengan peru- sahaan-perusahaan induk mereka di Amerika.
Inilah investasi yang langsung dan riil itu.
Sedang investasi tak langsung, ditempuh dengan cara membeli sejumlah saham perusahaanperusahaan lokal yang dikelola oleh negara atau oleh pemiliknya yang usahanya ber- skala lokal.
Sebagian dari saham perusahaan tersebut beredar di pasar modal lokal. Para investor lalu
membeli saham-saham tersebut di pasar modal yang ada. Namun mereka tidak ber- tujuan untuk
memiliki atau mengelola perusahaan, dan tidak pula bertujuan untuk ikut memperoleh laba
perusahaan dengan menunggu dividen yang dibagikan pertahun. Tujuan mereka adalah
memperoleh laba (capital gain) yang besar secara cepat, karena adanya lonjakan harga-harga
saham yang telah mereka beli.
Para investor itu merekayasa pasar modal sedemikian rupa untuk tujuan mereka tersebut,
dengan cara mempenga- ruhi harga-harga saham di negara-negara yang disebut negara- negara
berkembang. Pasar-pasar modal di negara-negara ber- kembang ini kecil saja, sehingga
merekayasa harga-harga sahamnya adalah hal yang mudah bagi para investor asing itu.
Sementara orang-orang lokal yang berdagang saham di pasar modal tersebut juga sedikit, yang
dapat ditaklukkan oleh iming- iming harta benda, trik-trik pasar, serta gertakan-gertakan yang
dilakukan oleh para investor Barat.
Ketika investor Barat datang --yang umumnya mempu- nyai dana investasi ratusan juta bahkan
ratusan milyar US dolar, yang berasal dari modal pengusaha raksasa Barat atau pinjaman dari
bank-- lalu membeli saham lokal, maka dia tidak akan menunggu begitu saja naiknya harga saham
sebagaimana lazimnya seorang penonton. Dia akan menggunakan berbagai trik yang sengaja
direkayasanya untuk melariskan saham yang dibelinya. Misalnya dengan membocorkan berita ke
media massa bahwa dia telah menginvestasikan modalnya yang besar pada saham tertentu, atau
bahwa studi yang dilakukannya memprediksikan bahwa perusahaan tempat dia membeli saham
mempunyai masa depan yang cerah, dan trik-trik lainnya yang tidak disadari hakikatnya oleh orangorang Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Akibatnya, penduduk di negeri-negeri itu ber-lombalomba membeli saham tersebut, sehingga harga saham pun cepat atau lambat akan melonjak.
Dan investor Barat yang telah menginvestasikan modalnya itu umumnya tidak perlu menunggu
terlalu lama. Harga-harga saham pun segera melon- jak menurut prediksi yang dibuatnya,
kemudian dia menjual saham-sahamnya kepada penduduk negeri-negeri tersebut di pasar modal
setempat, atau pasar modal internasional. Dia lalu mengambil modal pokoknya berikut laba yang
diperolehnya dengan kilat, untuk kemudian mencari saham-saham perusaha- an lain, baik di negeri
yang sama maupun di negeri lainnya. Semua ini berlangsung sebelum penduduk negeri-negeri tersebut sadar akan apa yang telah terjadi dan menimpa mereka.
Kadang-kadang beberapa investor Barat beraksi seakan- akan sebagai satu grup, sebab
target dan aktivitas mereka memang serupa. Oleh karena itu, kadang-kadang terjadi keme- rosotan
harga yang merata di pasar modal ketika para investor menarik modalnya dari pasar sekaligus.
Akibatnya, jatuhlah nilai mata uang negeri setempat, dan terancamlah bank-bank lokal yang
meminjamkan modalnya untuk diikutsertakan dalam pasar modal.
Itulah investasi tak langsung yang senantiasa dipropa- gandakan oleh Amerika dan
dipaksakannya atas "negara- negara berkembang" setelah Uni Soviet runtuh, sehingga Amerika
menjadi satu-satunya kekuatan yang dapat memaksa- kan hegemoninya dalam kancah politik dan
ekonomi inter- nasional.
Fakta investasi ini --yang ternyata menjadi lebih besar dan lebih berbahaya daripada investasi
langsung-- sesungguh- nya adalah perampasan terhadap harta kekayaan dan sumber
perekonomian negara-negara dunia ketiga. Investasi tersebut juga merupakan sebab utama dari
krisis moneter dan krisis ekonomi yang menjadi konsekuensinya, serta telah memelarat- kan
penduduk negara dunia ketiga secara hina, baik di Amerika Latin seperti Meksiko, Brazil, Argentina,
maupun di Timur Tengah seperti Mesir dan Yordania. Dan investasi itu pulalah yang menjadi sebab
munculnya krisis yang telah dan sedang terjadi di pasar-pasar modal di Asia Tenggara, seperti
Indo- nesia dan Malaysia.
Adapun pasar-pasar modal di Eropa dan Amerika, sangatlah berbeda dengan pasar-pasar
modal di negara-negara berkembang tadi. Pasar-pasar modal di sana sudah sangat mengakar dan
telah eksis selama dua abad atau lebih. Mereka yang berdagang saham pada sebagian pasar
modal jumlahnya mencapai ratusan ribu orang, sedang pada pasar modal terbesar --yakni di
London dan New York-- mencapai jutaan orang. Modal yang diinvestasikan dalam saham-saham
dan surat-surat berharga jumlahnya pun sangat besar. Ada yang menyebutkan bahwa jumlahnya
melebihi nilai riil dari aset (kekayaan) yang ada di Eropa dan Amerika, seperti aset yang berbentuk
tanah, toko, pabrik, dan berbagai komoditas perdagangan. Dikatakan pula bahwa aktivitas pasar
modal dan surat berharga --yaitu nilai barang-barang yang dibeli dan dijual dari pasar modal itu-melebihi nilai riil seluruh barang dan jasa yang ada. Ini berarti, bahwa faktor banyaknya pedagang
saham di pasar-pasar modal itu, cukupnya modal mereka, dan kerasnya kompetisi di antara
mereka, telah menghalangi siapa pun dari mereka untuk men- dominasi pasar --atau bagian
tertentu dari pasar-- secara tunggal guna mencari keuntungan dengan cepat dari para investor lainnya yang mempunyai modal besar.
Meskipun demikian, ternyata banyak juga pedagang saham di pasar-pasar modal tersebut
yang berhasil meraup ke- untungan yang sangat besar dari pasar-pasar tersebut, dan
menghabiskan waktunya untuk memperdagangkan saham di sana. Mereka telah menemukan
berbagai strategi, taktik, dan transaksi yang mengikat, guna mempengaruhi waktu penjualan atau
pembelian saham termasuk harga-harganya. Padahal cara- cara itu tidak berhubungan langsung
dengan kegiatan perusaha- an yang memperjualbelikan sahamnya. Tidak berkaitan pula dengan
pasar yang menyediakan barang dan jasa atau dengan penetapan labanya. Berbagai strategi
pemasaran saham ini, berikut trik-triknya, dan transaksi-transaksi yang cepat di pasar modal, telah
menjadi topik studi di kebanyakan perguruan tinggi.
Hanya saja, semua pasar modal yang memperdagangkan saham perusahaan (perseroan
terbatas publik) tersebut, dan pasar yang seperti itu --yakni pasar yang memperdagangkan surat
utang (obligasi) dari kas negara dan surat utang perusa- haan-- sesungguhnya lebih rapuh
daripada sarang laba-laba. Sebab, kesediaan masyarakat untuk memperdagangkan saham- nya di
pasar-pasar tersebut sebenarnya didasarkan pada suatu "kepercayaan" bahwa harga berbagai
saham dan surat berharga itu akan terus menerus naik. Selain itu didasarkan juga pada ketamakan
untuk mendapatkan laba yang mudah diperoleh dari kenaikan harga saham. Sikap tamak mereka
ini --khususnya di Barat-- nampaknya tidak pernah mengenal batas, dan akan tetap ada selama
matahari masih terbit dari timur.
Oleh sebab itulah, mereka bersedia membeli surat-surat berharga karena mengharapkan
adanya laba. "Kepercayaan" dan ketamakan ini pula yang dipromosikan oleh para pialang saham
(broker) di pasar-pasar modal tersebut. Mereka melaku- kan jual beli saham atau surat berharga
sebagai perantara/wakil dari masyarakat umum, dan mengambil komisi yang besar untuk
aktivitasnya ini.
Akan tetapi, "kepercayaan" tersebut suatu saat dapat goyah karena sebab-sebab yang telah
diramalkan ataupun yang tidak diramalkan. Pasar menjadi goncang dan banyak pemilik saham
yang pada waktu bersamaan ingin cepat-cepat menjual sahamnya dan meraup laba yang telah
mereka perkirakan dari kenaikan harga saham. Semua pemilik saham ingin menjual secepat
mungkin, sehingga akhirnya jatuhlah harga saham. Ini semakin memperbanyak jumlah orang yang
hendak menjual sahamnya, sehingga akibatnya harga saham terus menerus merosot sampai ke
titik terendah. Inilah peristiwa yang pernah terjadi pada tahun 1929, atau yang hampir terjadi tahun
1987, atau yang terus dikhawatirkan akan terjadi pada akhir tahun 1997 ini.
Seorang muslim yang sadar tentu tak perlu prihatin ter- hadap krisis-krisis yang menimpa Barat
dan sistem kehidupan- nya yang kapitalistis itu. Namun dia tentu akan sangat prihatin melihat
bencana yang menimpa kaum muslimin --seperti Indonesia dan Malaysia-- yang telah mengekor
Barat dan mengambil sistem kehidupannya serta terkecoh dengan pasar modalnya yang rapuh
bak sarang laba-laba itu. Dia tentu priha- tin pula menyaksikan kaum muslimin telah membenarkan
propaganda Barat, bahwa tak ada jalan lain untuk meraih ke- majuan ekonomi kecuali dengan
mengikuti "sistem pasar ter- buka", yakni liberalisasi ekonomi yang absolut --termasuk bersedia
berkompetisi melawan investasi Barat baik yang langsung maupun tak langsung-- serta terjun
dalam "ekonomi global", yakni bersedia membangun pabrik-pabrik milik perusahaan-perusahaan
Barat di negeri-negeri Islam, dengan memanfaatkan jutaan tenaga kerjanya yang murah-meriah
untuk memproduksi barang-barang konsumtif bagi pasar mereka.
Seorang muslim yang sadar juga akan sangat prihatin tatkala menyaksikan ide-ide Barat yang
kapitalistis --termasuk yang berkaitan dengan pasar modal-- ternyata dapat diterima oleh kaum
muslimin, karena adanya serangan media massa yang sangat intensif yang terus menerus
dilancarkan Amerika setelah hancurnya Komunisme. Serangan tersebut bertujuan menyebarkan
ilusi kosong kepada dunia bahwa dunia tak punya alternatif lain, kecuali mengikuti ideologi
Kapitalisme. Begitu pula terus mereka propagandakan bahwa dewasa ini adalah masa keemasan
ideologi Kapitalisme.
Padahal, goncangan dahsyat pada pasar-pasar modal raksasa di Barat itu sebenarnya telah
menunjukkan kerapuhan pasar modal --yang bagaikan sarang laba-laba itu-- dan telah
menampakkan cacat-cela sistem ekonomi kapitalis. Terbong- kar juga bahwa kemilaunya
kehidupan mereka itu bukanlah kemilau emas yang sejati, melainkan hanyalah kemilau tipuan.
Sebab, ide ekonomi kapitalis pada hakikatnya adalah ide yang bersandar pada kemaslahatan
belaka. Ide tersebut terbukti telah memerosotkan manusia ke derajat yang paling nista, karena ide
itu bertumpu pada dorongan-dorongan naluriah paling rendah pada manusia. Fakta berbagai
masyarakat yang menerapkan ide tersebut menunjukkan, bahwa mereka adalah komunitas yang
selalu rakus dalam hidup, tidak pernah puas terhadap produk- produk yang mereka hasilkan, serta
tak pernah puas pula ter- hadap perilaku konsumtif mereka. Mereka tidak pernah meng- hiraukan
nilai-nilai kehidupan apa pun selain nilai kehidupan yang materialistis. Di Barat, golongan minoritas
dari kalangan pemilik modallah yang menguasai mayoritas masyarakat yang harus bekerja dengan
susah payah dan
hidup dalam keresahan. Banyak dari mereka ini adalah orang-orang
gelandangan mela- rat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan primernya.
Kendatipun demikian, kaum muslimin tidak boleh hanya menunggu datangnya goncangan
ekonomi yang besar di pasar- pasar modal di Barat, agar mereka menyadari kondisi mereka yang
telah terkecoh dengan ide-ide kapitalis dan pasar modal yang hakikatnya memang benar-benar
bagaikan sarang laba- laba. Haruslah sekarang juga dijelaskan kepada mereka hakikat ide pasar
modal, termasuk penjelasan mengenai kerusakannya dan penjelasan bahwa ajaran Islam yang
lurus telah meng- haramkan dan tidak memperbolehkan keberadaannya.
***
Pasar-pasar modal di Barat tak akan benar-benar eksis, hidup, dan berkembang, kecuali
dengan adanya tiga sistem pokok dalam sistem perekonomian kapitalis :
1. Sistem Perseroan Terbatas.
2. Sistem Perbankan Ribawi.
3. Sistem Uang Kertas Inkonvertibel (flat money).
Ketiga sistem tersebut bekerja secara sinergis untuk membagi perekonomian kapitalis menjadi
dua sektor, yaitu : (1) sektor riil, yang di dalamnya terdapat aspek produksi serta pemasaran barang
dan jasa riil, (2) sektor ekonomi modal/kapi- tal, yang oleh sementara orang disebut sektor non-riil.
Di dalamnya terdapat aspek penerbitan dan jual-beli surat-surat berharga yang beraneka ragam.
Surat-surat berharga ini haki- katnya adalah transaksi-transaksi yang bersifat mengikat, atau akteakte dan sertifikat-sertifikat, yang mewakili hak-hak yang dapat dialihkan secara sepihak, dengan
cara menjual atau mem- belinya, yang berkenaan dengan kepemilikan perusahaan, utang
perusahaan atau utang pemerintah, atau mengenai harta-harta tak bergerak, dan banyak "hakhak" lain yang telah ditetapkan oleh surat-surat berharga yang diedarkan. Hak-hak lain ini misalnya
adanya pilihan sementara untuk membeli atau men- jual hak orang lain dengan harga tertentu yang
berbeda dengan harga yang sedang berlaku. Semua ini termasuk hal-hal yang tidak berhubungan
langsung dengan sektor ekonomi riil. Per- kembangan sektor non-riil ini telah sedemikian jauhnya,
sampai-sampai nilai muamalah pada sektor tersebut besarnya berlipat ganda dari nilai sektor riil.
Mengenai sistem perseroan terbatas (public limited com- pany/PT Publik), pada awalnya
sistem ini muncul agar para pemilik modal dan pengelola perusahaan dapat melindungi aset
mereka yang besar dari orang-orang yang meminjamkan modalnya (kreditor) dan pemilik hak
lainnya dalam usaha- usaha mereka, seandainya perusahaan mengalami kegagalan. Sistem ini
juga dibuat agar para pemodal dan pengelola perusa- haan dapat menguasai dana masyarakat
dalam usaha-usaha mereka.
Sistemnya memang demikian, karena ada sifat yang unik pada perusahaan terbatas, yaitu
tanggung jawab yang terbatas. Jadi kalau misalnya usahanya gagal dan merugi, maka para pemilik
hak pada perusahaan itu tidak dapat mengajukan klaim apa pun kepada para peseronya
(pemegang saham), berapa pun jumlah modal yang mereka setorkan. Mereka tidak berhak
mendapatkan apa pun kecuali aset perusahaan yang tersisa.
Menurut kebiasaan yang berlaku di Barat, perusahaan dimunculkan dan diumumkan oleh
pemerintah, bukan oleh para pendirinya. Jadi pemerintahlah yang mengeluarkan akte
pendiriannya, menentukan tujuan-tujuannya dan jumlah saham yang boleh diedarkan, serta
mempublikasikan anggaran dasar- nya. Oleh karena itu, perusahaan merupakan suatu badan
hukum yang berdiri sendiri secara penuh dan terlepas dari para peseronya. Konsekuensinya,
pemilik hak hanya dapat meng- ajukan tuntutan kepada perusahaan dan tidak dapat menuntut
para peseronya sedikit pun. Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan hanya terbatas pada
aset perusahaan yang tersisa, bukan pada aset yang dimiliki oleh para peseronya.
Pada saat pemerintah mengeluarkan akte pendirian peru- sahaan, pemerintah menetapkan
suatu dewan komisaris semen- tara dari kalangan pendirinya, yaitu orang-orang yang mengaju-kan
permohonan pendirian perusahaan. Kemudian, dewan komisaris tersebut mengangkat seorang
direktur perusahaan, dan mulailah perusahaan "menjual" saham-sahamnya, yakni sejumlah
dokumen yang merupakan sertifikat-sertifikat surat berharga yang dapat dialihkan. Pembawa
saham ini memiliki hak-hak tertentu dan terbatas, yaitu mendapat bagian tertentu dari laba yang
dibagikan oleh perusahaan (dividen), mendapat bagian tertentu dari harta perusahaan jika
perusahaan bubar (dilikuidasi), dan mempunyai hak suara sekali setahun untuk mengangkat
dewan komisaris yang baru. Akan tetapi seluruh hak-hak ini didasarkan pada saham, bukan pada
orang yang menjadi pesero. Pada saat pemungutan suara untuk memilih dewan komisaris,
misalnya, suara yang menentukan didasarkan pada jumlah saham, bukan pada jumlah orang. Jadi
kalau ada satu orang yang memiliki 51 % saham yang diedarkan, dan jumlah para pesero lainnya
yang memiliki saham sisanya mencapai 100 ribu orang, maka hakikatnya orang pertama tadi- lah
yang memilih dewan komisaris sendirian. Suara dari 100 ribu orang lainnya tidak ada nilainya.
Dalam banyak hal, para pemodal tidak perlu sampai memiliki 50 % saham suatu perusahaan
agar mereka dapat mengontrol perusahaan tersebut. Bahkan kadang-kadang cukup memiliki 5 %
atau 10 % saham saja, karena tersebarnya mayoritas pesero yang memiliki saham sedikit, atau
karena adanya kerjasama di antara sesama pesero besar yang minoritas untuk memilih dewan
komisaris, sehingga selanjutnya mereka dapat mengontrol semua modal para pesero dan
mengendali- kan semua kegiatan perusahaan.
Kenyataan tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat umum. Dengan adanya kenyataan ini,
maka mayoritas pesero tidak dapat lagi mengelola modalnya dalam perusahaan. Mereka hanya
dapat mengalihkan saham mereka --dengan menjual atau membelinya-- di pasar modal.
Akibatnya, mereka tidak lagi menjadi rekanan perusahaan, tetapi hanya sekedar pemegang suratsurat berharga perusahaan, yang dapat dijual dan dibeli pada pasar modal tanpa perlu izin kepada
perusa- haan atau para pesero.
Demikian pula, pasar modal memungkinkan para pesero besar untuk menjual saham mereka
kepada perusahaan yang mereka kontrol, tanpa perlu minta izin atau memberitahu siapa pun,
sehingga mereka dapat berlepas diri dari tanggung jawab apa pun mengenai kegiatan-kegiatan
perusahaan yang mereka kuasai dan mereka kendalikan. Begitu pula tatkala mereka ber- hasrat
untuk membeli saham lebih banyak lagi --baik saham perusahaan mereka sendiri maupun
perusahaan lainnya-- mereka pun tidak perlu minta izin kepada siapa pun. Motivasi yang
mendorong mereka untuk membeli atau menjual saham ini tiada lain ialah mendapatkan laba
dengan cepat. Jika harga saham perusahaan yang mereka kuasai naik, mereka menjual semua
atau sebagian saham mereka. Lalu jika harganya turun, mereka kembali membelinya.
Dengan demikian, mereka sebenarnya tidak punya loyali- tas sedikit pun terhadap
perusahaan, para pesero lainnya, kegia- tan perusahaan, dan para pegawai perusahaan. Bahkan
dapat dikatakan, keinginan para pemilik modal untuk mengendalikan suatu perusahaan --dengan
cara menguasai dewan komisaris- nya-- sebenarnya hanya ingin mempengaruhi kegiatan-kegiatan
perusahaan sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan kenaik- an harga sahamnya.
Semua ini mengakibatkan terpisahnya pasar modal (saham dan surat berharga/sekuritas
lainnya) dari sektor ekono- mi riil, yaitu fakta perusahaan yang memperdagangkan sahamsahamnya. Bukti lain untuk itu adalah adanya nilai PER (Price Earning Ratio) yang selalu dimonitor
oleh para pedagang saham di pasar modal, yang dianggap sebagai standar untuk mengukur tinggirendahnya harga saham perusahaan tertentu. Nilai PER tersebut adalah perbandingan antara
harga saham perusahaan saat sekarang, dengan besarnya dividen untuk satu saham yang
dibagikan perusahaan pertahun. Sebagai contoh, jika dividen untuk satu saham bernilai US $ 2
dolar, sedang harga saham di pasar modal sebesar US $ 40 dolar, berarti nilai PER-nya 20 %.
Dengan kata lain, laba perusahaan adalah 5 % dari harga sahamnya.
Koran-koran setiap hari mempublikasikan nilai-nilai PER seluruh perusahaan yang
memperdagangkan sahamnya. Dan dengan mempelajari nilai-nilai PER tersebut, nampak bahwa
dalam banyak kasus terdapat perbedaan sangat besar antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya. Kadang-kadang beberapa perusahaan nilainya mencapai 100 %, sedang
pada beberapa perusahaan lainnya hanya 5 %.
Kenyataan ini membuktikan terpisahnya hubungan antara pasar modal dengan sektor
ekonomi riil dan fakta perusahaan. Maka pasar modal pun akhirnya berubah menjadi kasino besar
untuk ajang perjudian. Artinya, spekulasi telah mendominasi pasar modal dan fluktuasi harga yang
sangat ekstrem dan ber- ulang telah menjadi watak dari pasar modal tersebut. Inilah fakta sistem
perseroan terbatas.
Adapun sistem perbankan ribawi (usurious banking system), sebenarnya merupakan biang
bencana dalam sistem ekonomi kapitalis. Sebab, bank telah diberi hak untuk meng- himpun dana
dari masyarakat (yang disebut simpanan), menge- lola simpanan tersebut seolah-olah merupakan
milik bank sendiri dan bukan milik para penyimpan, serta mendistribusi- kan dana tersebut dengan
cara mengkreditkannya kepada para investor dan pengusaha --termasuk para pedagang saham di
pasar modal serta para penyimpan sendiri-- dengan memungut riba yang telah diperhitungkan
untuk setiap kredit (pinjaman).
Namun pendistribusian dana masyarakat tersebut sesung-guhnya tidak bersifat netral. Sebab
para pemilik bank --mayo- ritasnya adalah para investor dan grup perusahaan mereka sen- diri-mendapat prioritas utama untuk memperoleh kredit bank dengan suku bunga rendah, dan baru
kemudian menyusul para investor dan pengusaha lainnya. Alasan bank melakukan hal ini, karena
pengembalian utang mereka ini tidak mengandung resiko. Prioritas berikutnya adalah para
pengusaha kecil, lalu menyusul para konsumen dari kalangan masyarakat umum.
Bukti paling nyata adanya pembeda-bedaan dalam pem- berian kredit ini adalah adanya
perbedaan suku bunga, yang kini di Amerika berselang antara 8,5 % --pada kredit bagi para
investor dan perusahaan raksasa-- sampai dengan 20 % pada kredit untuk pembelian sebuah
mobil.
Ringkasnya, sistem ribawi ini secara alamiah akan mem- buat dana masyarakat hanya
berputar pada kalangan terbatas yang sedikit jumlahnya.
Peran bank dalam pasar modal lebih berbahaya daripada perannya dalam sektor riil, sebab
bank meminjami para peda- gang saham dana yang besarnya berlipat ganda dari dana yang
dimilikinya sendiri. Misalnya, sebuah saham dengan harga US $ 100 dolar di pasar modal, dapat
dibeli dengan dana US $ 5 dolar dari pembeli saham dan US $ 95 dolar dari pinjaman bank, atau
dari para pialang saham, yang pada gilirannya juga meminjam dari bank. Ini berarti, pedagang
saham tersebut dapat membeli saham di pasar modal yang jumlahnya menca- pai dua puluh kali
lipat dari jumlah yang dapat dia beli dengan dananya sendiri. Akan tetapi bank tidak akan
meminjamkan dana berlipat ganda itu kecuali kepada para investor besar. Artinya, para invetor
besar sajalah yang mampu melipatganda- kan kekuatan mereka di pasar modal karena bantuan
bank. Hanya merekalah yang dapat melipatgandakan kemampuan mereka untuk mempengaruhi
dan merekayasa pasar untuk menaikkan atau menurunkan harga saham. Akhirnya hanya
merekalah yang dapat mengembangkan harta kekayaan dengan mengorbankan masyarakat
umum, para penabung, dan para pedagang saham lainnya.
Dan mengingat sebagian besar saham yang dibeli adalah dana utang dalam jumlah besar,
maka jatuhnya harga saham dalam banyak kasus akan semakin memerosotkan harga saham
tersebut. Misalnya, sebuah bank bersedia meminjami seorang pedagang saham 90 % dari nilai
saham yang hendak dia beli. Lalu orang itu membeli saham seharga 1 juta dolar. Berarti utangnya
dari bank sebesar 900 ribu dolar. Kemudian katakan- lah harga-harga saham turun 20 %. Maka
nilai sahamnya men- jadi 800 ribu dolar, dan pinjaman yang diizinkan baginya men- jadi 90 % dari
800 ribu dolar tadi, atau sebesar 720 ribu dolar. Jadi dia harus segera mengembalikan ke bank
sebesar 180 ribu dolar dari pinjamannya, agar persentase pinjamannya tetap 90 % dari nilai
sahamnya. Jika dia cukup mempunyai dana untuk melunasi pinjamannya itu, maka dia tak perlu
menjual saham- nya. Tapi jika dia tak cukup mempunyai dana, dia akan ter- paksa menjual
sahamnya dengan segera untuk melunasi pinja- mannya kepada bank. Tindakan ini akan
meningkatkan pena- waran saham, sehingga akan semakin memerosotkan harga saham. Jika
sejumlah pedagang saham berada dalam kondisi seperti ini, maka akan terjadi kemerosotan harga
saham yang beruntun dan boleh jadi akan mengakibatkan kegoncangan pasar.
Atas dasar itu, peran sistem bank ribawi di pasar modal sebenarnya bergantian antara
menaikkan dengan menurunkan volume perdagangan dan harga saham. Dalam kondisi meningkatnya harga saham-saham tertentu, bank menyediakan dana besar sebagai pinjaman kepada
para pedagang saham, yang akan melipatgandakan dana yang mereka miliki sendiri. Mere- ka
akan membeli lebih banyak saham, sehingga akan semakin melonjakkan harga saham secara
tajam. Akan tetapi kadang- kadang kondisi ini dapat berubah dengan cepat, sehingga harga saham
tertentu akan turun karena satu alasan tertentu, seperti adanya isu dan kegagalan suatu proyek.
Bank kemudian akan mengurangi pinjamannya untuk menurunkan nilai saham yang dijamin atas
pinjamannya, sehingga para pedagang saham akan menjual sebagian atau seluruh sahamnya. Ini
akan memper- cepat anjoknya harga saham secara drastis, yang pada giliran- nya akan membuat
bank makin mengurangi pinjaman-pinja- mannya, agar turunnya harga saham dapat terus
berlanjut.
Lalu dari mana bank-bank memperoleh semua dana ini dan kemana saja dana itu pergi ketika
bank mengurangi pin- jamannya ? Jawabnya, dana-dana itu mula-mula berasal dari para
penyimpan. Sebab bank dalam sistem bank ribawi ber- sandar pada satu harapan bahwa
masyarakat akan menyimpan sebagian besar dananya di bank. Bank-bank juga bersandar pada
harapan bahwa sebagian besar dana yang ditarik dari satu rekening di bank, akan dapat ditalangi
oleh rekening lain di bank itu sendiri atau di bank lain. Dengan demikian, sebagian besar dana
tetap tersimpan di bank. Dana yang dipinjamkan oleh bank itu sebenarnya tidak berasal dari kas
bank itu sendiri, melainkan dari rekening yang telah dibuat bank, dengan cara membuka dua
rekening untuk pihak peminjam : satu untuk pinjaman yang harus dia lunasi (utang), dan satu lagi
berupa rekening simpanan dengan jumlah dana yang dihasilkan dari utangnya tersebut, agar
peminjam dapat menarik berapa saja dananya dari rekening ini. Tapi kalau misalnya sebagian
besar penyimpan dan peminjam menarik simpanan mereka secara tunai dalam waktu bersamaan,
niscaya bank tidak akan mampu menyediakan dana. Sebab, sebagian besar simpanan tersebut
telah berubah menjadi pinjaman-pinjaman, yang mungkin saja macet atau ada di bank lain
sehingga tidak mungkin tersedia dalam waktu singkat. Dalam keadaan seperti ini, pada umum- nya
bank akan dilikuidasi dan mengakhiri usahanya.
Sistem bank ribawi sesungguhnya didasarkan pada "kepercayaan" terhadap bank dan
"kepercayaan" bahwa simpa- nan masyarakat di bank berada dalam keadaan aman. Artinya
masyarakat dimungkinkan untuk menarik semua simpanan mereka kapan saja. Padahal, semua
kepercayaan itu hanyalah tipu daya yang tidak sesuai dengan kenyataan bank sesungguh- nya.
Tipu daya ini seringkali terbongkar di Barat --dan di bagian dunia lainnya-- tatkala para penyimpan
gagal memper- oleh simpanannya dan kehilangan sebagian besar hartanya pada saat bank ditutup
atau dinyatakan bangkrut. Karenanya, Barat lalu membuat sistem uang kertas yang
inkonvertibel/tak dapat ditukarkan (inconvertible paper money), dan menetapkan pengawasannya
di bawah sebuah bank sentral untuk seluruh bank di suatu negara.
Semua ini adalah usaha untuk menutup-nutupi cacat sistem bank ribawi yang didasarkan pada
tipu daya, serta untuk mencegah keruntuhan bank dan menjaga "kepercayaan" ma- syarakat
terhadap sistem ekonomi kapitalis.
Sistem uang kertas tersebut memberikan kewenangan kepada bank sentral untuk menerbitkan
uang yang akan diedar- kan di suatu negara dalam bentuk kertas tercetak yang tidak memiliki nilai
intrinsik sedikit pun. Sistem tersebut juga meng- haruskan rakyat di negara itu untuk menerima
uang tersebut dalam penunaian hak-haknya. Jika misalnya seseorang tidak mau menerima uang
tersebut untuk pelunasan utangnya, maka undang-undang dan peradilan yang ada akan
memaksanya untuk menerima, atau kalau tidak haknya akan terabaikan. Hal ini menunjukkan
bahwa bank sentral berhak untuk menerbitkan uang baru sesuai kehendaknya untuk
merealisasikan haluan politik negara. Misalnya, pada saat kas negara tidak lagi mem- punyai
persediaan dana dari pajak dan sumber-sumber lain, maka negara akan segera berpaling kepada
bank sentral dan "meminjam" dana darinya, yakni bank sentral akan mencacat utang atas nama
negara dan membuat satu rekening simpanan (untuk negara) yang darinya dapat ditarik dana
untuk mem- biayai kebutuhan negara. Ini dianggap sebagai uang baru. Begitu pula kalau misalnya
bank sentral memperkirakan bahwa masyarakat membutuhkan lebih banyak dana untuk pinjaman,
maka bank sentral akan membeli sejumlah surat utang kas negara atau surat utang perusahaanperusahaan, dan nilai surat- surat tersebut dicatat dalam rekening-rekening para penjualnya pada
bank sentral itu sendiri atau pada bank-bank niaga. Dan ini juga dianggap uang baru.
Contoh untuk itu adalah apa yang pernah terjadi pada Oktober 1987, ketika nilai-nilai saham di
New York anjlok sebesar 22 % dalam satu hari. Bank Sentral Amerika segera menerbitkan uang
baru yang dapat digunakan oleh bank-bank guna mengoreksi dampak-dampak kegoncangan
pasar. Bank Sentral Amerika membeli surat-surat utang senilai milyaran dolar dari perusahaan dan
pada umumnya dari pasar modal. Dengan demikian, harga surat-surat itu dapat dimanfaatkan oleh
bank, sehingga bank dapat meminjamkan kepada para pedagang saham dan meringankan beban
mereka. Terapi ini memang berhasil --walaupun sementara-- untuk menutup- nutupi cacat-cela
sistem bank ribawi, kendati telah tersebar isu bahwa bank terbesar di New York --yakni City Bank-hampir saja ditutup.
Akan tetapi, penerbitan uang baru --dengan cara men- cetak uang kertas dan mencatat
nilainya dalam rekening- rekening negara atau masyarakat-- membutuhkan biaya sangat mahal
yang mau tak mau harus dipikul masyarakat awam tanpa mereka ketahui mengapa hal itu terjadi.
Karena penerbitan uang oleh bank sentral artinya adalah memperbanyak jumlah uang yang
beredar, sehingga nilai uang akan turun. Karenanya, salah satu cacat cela sistem ini adalah
adanya fenomena ke- naikan harga barang dan jasa yang berlangsung terus menerus. Fakta
kenaikan harga ini --yang disebut sebagian orang sebagai inflasi-- nampak pada penurunan nilai
uang masyarakat dan penurunan nilai gaji/upah beserta kualitas hidup mereka.
Namun cacat paling prinsipil dalam sistem ini adalah, semua mekanismenya didasarkan pada
"permainan kepercaya- an", yaitu tipu daya bahwa uang kertas itu mempunyai nilai. Padahal uang
tersebut tidak mempunyai nilai intrinsik apa pun. Meskipun demikian, undang-undang negara tetap
memaksakan pemberlakuannya dan menganggapnya dapat digunakan untuk melunasi utang dan
membayar hak-hak (klaim) di depan pengadilan.
Berdasarkan hal itu, kita dapat melihat bahwa pada negara yang lemah --di mana stabilitas
politik dan kewibawaan- nya dapat digoncang dengan mudah-- uang kertasnya akan menjadi
sangat lemah, sehingga dalam banyak kasus para penguasanya akan mengurangi nilai mata
uangnya terhadap mata uang lain (devaluasi). Tujuannya adalah agar mereka dapat memulai lagi
"permainan kepercayaan" tadi dan berhasil menipu rakyat dalam hal nilai mata uang.
Inilah hakikat pasar modal di Barat dan di negeri-negeri lain yang mengekor dan bertaqlid
kepada Barat. Pasar modal sebenarnya hanya lahan subur bagi para investor saja, meng- ingat ia
tak menghasilkan komoditas apa pun yang berguna bagi masyarakat. Di samping itu para
pedagang saham di sana hakikatnya tak punya motif apa pun, selain meraup laba yang besar
dengan cepat dan mudah. Pasar modal lebih mirip kasino untuk ajang judi daripada aktivitas apa
pun. Dia bagaikan sarang laba-laba yang begitu ringkih dan begitu mudah untuk digoncang. Dia
adalah simbol keserakahan kapitalis akan nilai- nilai kehidupan yang materialistis. Seandainya saja
tidak ada sistem perseroan terbatas, sistem bank ribawi, dan sistem uang kertas inkonvertibel,
niscaya pasar parasit ini tak akan eksis dan bertahan hidup.
Inilah fakta pasar modal di Barat dan di negeri-negeri lain yang mengekor dan bertaqlid kepada
Barat.
***
Adapun hukum syara' untuk fakta pasar modal adalah sebagai berikut :
Sistem perseroan terbatas telah memberikan sifat unik kepada perusahaan, yaitu tanggung
jawab terbatas, sehingga sistem ini dapat melindungi para pemilik modal dan pengelola
perusahaan dari para kreditor dan pemilik hak lainnya dalam kegiatan perusahaan, jika bisnis
perusahaan gagal dan merugi. Para pemilik hak tak dapat menuntut para pesero perusahaan
sedikit pun, berapa pun modal yang telah mereka setorkan. Para pemilik hak hanya mendapatkan
aset perusahaan yang tersisa.
Sistem ini sangat bertentangan dengan hukum-hukum syara'. Sebab hukum syara' telah
mewajibkan penunaian hak secara penuh kepada para pemiliknya tanpa boleh dikurangi sedikit
pun. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :
. ُ‫ َو َمنْ أَ َخ َذ ٌ ُِر ٌْ ُد إِ ْتالَ َف َها أَ ْتلَ َف ُه هللا‬،ُ‫اس ٌ ُِرٌْد أَ َدا َءها َ أَ َدى هللا ُ َع ْنه‬
ِ ‫َمنْ أَ َخ َذ ِمنْ أَم َْو‬
ِ ‫ال ال َّن‬
"Siapa saja yang mengambil harta orang dan ber- maksud untuk melunasinya, maka
Allah akan meno- longnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta
orang dan bermaksud merusak- nya, maka Allah akan merusak orang itu."
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
‫القرناء ت ْنطِ ُح َها‬
‫الجما َ ِء م َِن‬
َ ‫لَ ُت َؤدنَّ ال ُحقُوقَ إِلَى أَهْ لِ َها ٌَ ْو َم ال ِق ٌَا َم ِة َح َتى ٌَ ْق َتصَّ لِل َشا ِة‬
ِ
"Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada Hari Kiamat
nanti, hingga seekor domba betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan
membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk."
Jelaslah, Rasulullah SAW sangat menekankan kewajiban menunaikan hak secara penuh di
dunia. Dan barang siapa tidak menunaikan hak tersebut, pasti dia akan menunaikannya pada Hari
Kiamat nanti. Ini merupakan peringatan kepada orang yang melalaikan hak-hak orang lain.
Rasulullah SAW juga menegaskan, bahwa tindakan orang kaya yang menunda-nunda
pelunasan utangnya adalah suatu kezhaliman. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA,
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
‫َم َط ُل ال َلنًِ ُ ْل ٌمم‬
"Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembaya- ran utangnya adalah suatu
kezhaliman."
Jika menunda-nunda pembayaran utang saja sudah meru- pakan kezhaliman, lalu bagaimana
pula kalau melalaikan hak dan tidak membayar utang ? Jelas kezhalimannya lebih besar dan
azabnya lebih keras.
Rasulullah SAW telah mengkhabarkan pula bahwa sebaik-baik manusia adalah yang terbaik
dalam menunaikan hak-hak orang lain. Imam Bukhari telah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda :
‫ َف ِنَّ َخٌ َْر ُك ْم أَحْ َس ُن ُك ْم َ َ ا ًءء‬...
"...sebaik-baik orang di antara kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak
(pembayaran utang, dan lain-lain)."
Atas dasar itu, haram hukumnya hanya memberikan aset perusahaan yang tersisa kepada
para pemilik hak setelah peru- sahaan merugi. Selain itu wajib hukumnya memberikan semua hak
mereka dan mengembalikan dana yang mereka pinjamkan secara penuh yang diambilkan dari
harta para pesero, tanpa boleh dikurangi sedikit pun.
Inilah hukum syara' yang berkaitan dengan sistem per- seroan terbatas dari segi pemberian
tanggung jawab terbatas kepada perusahaan.
Adapun mengenai perseroan terbatas itu sendiri, sesung- guhnya ia telah menyalahi hukum
Islam mengenai perusahaan (syarikah). Ini karena perseroan terbatas mempunyai definisi :
َ
َ َ ِ ‫ص‬
ْ‫ُوع ِمن‬
َ ‫ ِب َت ْق ِدٌ ِْم ح‬، ًٍِ‫ُوع َمال‬
َ ‫َع ْق ٌمد ِب ُم ْق َت َ اهُ ٌَ ْل َت ِز ُم َش ْخ‬
ٍ ‫ص ٍة ِمنْ َم‬
ٍ ‫ان أ ْو أ ْك َثرْ ِبأنْ ٌُ َسا ِه َم ُك ٌّل ِم ْن ُه ْم ِى َم ْشر‬
ِ ‫ال إل ْ ِت َس ِام َما َ ْد ٌَ ْن َشا ُ ِمنْ َهذاَ ال َم ْشر‬
. ‫ار ٍة‬
‫ْح‬
َ ‫أَو َخ َس‬
ٍ ‫ِرب‬
"Akad (transaksi) di antara dua orang atau lebih di mana mereka terikat untuk ikut andil
pada suatu kegiatan usaha (bisnis) dengan cara menyertakan sejumlah dana, dengan
tujuan berbagi hasil dari kegiatan usaha tersebut, baik berupa laba maupun kerugian."
Dari definisi ini, dan dari fakta pendirian perseroan ter- batas, akan nampak jelas bahwa
perseroan terbatas bukan merupakan akad antara dua orang atau lebih sebagaimana yang
ditetapkan oleh hukum syara'. Sebab, akad menurut syara' ada- lah ijab (penyerahan/penawaran)
dan kabul (penerimaan/pe- ngabulan) antara dua pihak. Artinya, harus ada dua pihak dalam
sebuah akad. Pihak pertama adalah yang menyampaikan ijab, yakni mengawali akad dengan
mengatakan, misalnya, "Saya menjadi rekanan Anda." Pihak kedua adalah yang menyatakan
kabul, misalnya dengan mengucapkan, "Saya terima," atau, "Saya bersedia." Jika dalam akad tidak
terdapat dua pihak ini --yakni penyampaian ijab dan pernyataan kabul-- maka akad tidak sah, dan
tidak dapat dikatakan sebagai akad yang sesuai dengan syara'.
Keikutsertaan atau andil dalam sebuah perseroan hanya dilakukan dengan cara membeli
saham dari perseroan itu sen- diri ataupun dari orang lain yang lebih dulu membeli saham. Dalam
proses keikutsertaan para pesero (pemegang saham) ini, tidak ada negosiasi atau perjanjian apa
pun, baik dengan pihak perseroan maupun dengan pihak pesero lainnya. Adalah peme- rintah,
yang pertama kali memunculkan sebuah perseroaan ter- batas, yakni yang membuatnya eksis dan
menjadi suatu badan hukum yang terlepas dari para peseronya. Untuk ini pemerintah
mengeluarkan izin pendirian perseroan.
Di antara para "pendiri" perseroan, tak terdapat kesepa- katan apa pun di antara mereka selain
kesepakatan mengajukan permohonan izin kepada pemerintah untuk mendirikan per- seroan. Jika
izin perseroan sudah keluar, maka perseroanlah yang kemudian bertindak sebagai pengelola
urusan-urusannya. Pada saat itulah perseroan menjual sahamnya kepada para pendiri perseroan
atau kepada pihak lain.
Dari penjelasan tersebut jelas bahwa dalam perseroan terbatas tak terdapat dua pihak yang
melangsungkan akad, dan tak ada pula ijab-kabul. Yang ada adalah pembelian saham oleh siapa
saja sehingga dengan itu dia dapat menjadi rekanan (syarik/partner). Jadi perseroan terbatas
bukanlah kesepakatan antara dua pihak, melainkan kehendak pribadi seseorang yang bersifat
sepihak untuk menjadi rekanan suatu perseroan. Dengan demikian, seseorang dapat menjadi
rekanan perseroan dengan hanya membeli sahamnya.
Para ahli hukum di Barat menafsirkan tindakan tersebut sebagai suatu komitmen terhadap
akad, walaupun hanya dari satu pihak. Tindakan ini menurut mereka termasuk salah satu
pengaturan
kehendak yang bersifat
sepihak,
di mana seseorang memegang suatu
komitmen/perjanjian tertentu terhadap orang lain atau masyarakat, tanpa melihat apakah orang lain
atau masyarakat itu setuju atau tidak.
Melihat kenyataan tersebut, maka akad perseroan terbatas adalah akad yang batal menurut
syara', sebab akad menurut syara' adalah perikatan antara ijab dari salah satu pihak yang berakad,
dengan kabul dari pihak lain sedemikian rupa sehing-ga pengaruh akad itu terwujud dalam objek
akad (ma'qud 'alaih). Akad semacam ini tidak terdapat dalam akad perseroan terbatas.
Fakta perseroan ini menyalahi fakta perusahaan (syari- kah) dalam Islam, sebab definisi
perusahaan dalam Islam adalah:
‫الربْح‬
ِ ‫ْن أَو أَ ْك َثر ٌَ َّت ِف َق‬
ِ ٌ‫َع ْق ٌمد َبٌ َْن ْاث َن‬
ِ ‫ان ِف ٌْ ِه َعلَى القٌِا َ ِم ِب َع َم ٍل َمالًٍِّ ِب َقصْ ِد‬
"Akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk menjalankan suatu kegiatan
usaha (bisnis) dengan tujuan memperoleh keuntungan."
Perusahaan dalam Islam merupakan akad antara dua pihak atau lebih, sehingga tidak sah bila
dilakukan secara sepi- hak. Jadi harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini
akad wajib ditujukan untuk melakukan suatu kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh laba,
sehingga tidaklah sah bila akad ditujukan hanya untuk menyetorkan modal saja. Begitu pula tidak
dibenarkan bila tujuannya hanya sekedar andil dengan menjadi rekanan, sebab melakukan
kegiatan usaha adalah asas akad perusahaan dalam Islam. Kegiatan usaha bisa dilaksanakan
oleh semua pihak yang ber- akad, atau bisa juga oleh salah seorang atau sebagian pihak yang
berakad, sedang pihak lainnya menyerahkan modalnya. Melaksanakan kegiatan usaha oleh pihakpihak yang berakad --atau oleh seseorang dari mereka-- adalah suatu keharusan. Ini berarti, dalam
perusahaan minimal harus ada satu orang rekan- an pengelola perusahaan (syarikul
badan/physical partner) yang turut serta dalam akad. Dalam semua jenis perusahaan dalam Islam,
selalu disyaratkan adanya rekanan pengelola ini, yang keberadaannya merupakan unsur
mendasar untuk terwujudnya akad perusahaan. Jadi jika rekanan pengelola ini ada, maka akad
perusahaan dikatakan sah. Dan jika tidak ada, maka akad perusahaan tidak sah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa perseroan terbatas tidak memenuhi syarat-syarat yang
harus ada agar akad perusa- haan dapat terwujud, sebab orang-orang yang ada dalam per- seroan
hanyalah hanyalah rekanan dalam modal (syarikul mal) saja. Tidak ada rekanan pengelola
perusahaan di dalamnya. Padahal keberadaan rekanan pengelola perusahaan merupakan syarat
prinsip agar akad perusahaan dapat terwujud. Dalam perseroan terbatas, keikutsertaan dapat
terwujud dengan adanya rekanan dalam modal saja, bukan dengan yang lainnya. Kemudian
perseroan bekerja dan mengelola urusan-urusannya, tanpa adanya rekanan pengelola
perusahaan.
Selain itu, rekanan dalam modal saja dalam suatu peru- sahaan sesungguhnya tidak berhak
menjalankan perusahaan dan tidak berhak pula bertindak sebagai rekanan sama sekali. Yang
berhak mengelola perusahaan dan bekerja dalam peru- sahaan hanyalah rekanan pengelola
perusahaan saja, bukan pihak lainnya.
Perlu dicatat pula, keikutsertaan dalam perseroan terbatas adalah keikutsertaan modal, bukan
keikutsertaan orang. Maka barang siapa memiliki modal lebih banyak, berarti dia mem- punyai hak
suara lebih besar. Dan barang siapa mempunyai saham lebih sedikit, berarti dia mempunyai hak
suara lebih sedikit.
Kemudian, perseroan terbatas menurut kebiasaan mereka merupakan suatu badan hukum
yang berhak mengelola urusan- urusannya. Padahal pengelolaan urusan (tasharruf) menurut
syara' tidak dianggap sah kecuali jika dilakukan oleh seorang manusia yang berkecakapan
mengelola urusan. Dan setiap pengelolaan urusan yang tidak dilakukan menurut ketentuan
tersebut, adalah tidak sah dalam pandangan syara'. Maka menyerahkan pengelolaan urusan
kepada suatu badan hukum tidak dapat dibenarkan. Yang benar, pengelolaan urusan harus
diserahkan kepada manusia yang berkecakapan mengelola. Oleh karena itu, perseroan terbatas
menurut syara' tidak sah. Inilah penjelasan yang berkaitan dengan perseroan terbatas.
Mengenai saham-saham perseroan terbatas, sebenarnya saham-saham tersebut merupakan
surat-surat berharga yang mewakili sejumlah dana dalam perseroan, pada saat pembelian atau
penilaian saham. Saham tidak mewakili jumlah modal perseroan saat pendirian perseroan. Jadi,
saham sebenarnya merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah institusi per- seroan. Dengan
kata lain, saham sebetulnya bukan bagian dari modal perseroan. Dan nilai saham tidaklah tunggal
atau tidak bersifat tetap. Nilainya senantiasa berubah-ubah mengikuti laba ruginya perseroan.
Nilainya tidak bersifat tetap untuk setiap waktu, tetapi selalu berubah-ubah secara terus menerus.
Hukum bermuamalah dengan saham-saham tersebut dan juga surat-surat utang (obligasi) -baik menjualnya maupun membelinya-- adalah haram. Sebab, saham-saham itu adalah saham
dari perseroan terbatas yang batal menurut syara'. Saham-saham tersebut merupakan surat-surat
berharga yang mewakili sejumlah dana yang bercampur aduk antara modal yang halal dengan
laba yang haram, pada suatu akad yang batal dan muamalah yang batal. Setiap surat berharga
mewakili nilai dari bagian tertentu dari aset perseroan yang batal, di mana aset ini pun telah
tercampuri oleh muamalah batal yang dilarang oleh syara'. Maka, saham merupakan harta yang
haram, tidak dibenarkan memperjualbelikannya, dan tidak dibenarkan pula bermuamalah
dengannya.
Begitu pula dengan surat-surat utang (obligasi) --yang merupakan sarana investasi modal
dengan memperoleh imba- lan riba-- dan saham-saham bank serta yang dapat disamakan dengan
itu. Semuanya mewakili sejumlah dana yang haram. Karena itu, memperjualbelikannya adalah
haram, karena dana yang terwakili adalah dana haram.
Demikianlah penjelasan tentang perseroan terbatas, peraturannya, dan sahamnya. Sedang
mengenai riba itu sendiri --yang merupakan biang bencana dalam sistem ekonomi kapitalis dan
sistem lainnya-- maka Islam telah mengharamkan- nya secara mutlak, berapa pun persentasenya,
kecil atau besar. Harta riba pasti adalah harta haram. Tak ada hak bagi siapa pun untuk
memilikinya, dan wajib dikembalikan kepada pemilik- nya, jika orang-orangnya diketahui.
Dikarenakan kekejian riba inilah, Allah SWT menyifati para pemakan/pengambil riba sebagai
orang-orang yang kera- sukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Allah SWT ber- firman :
ُ ‫الَّ ِذٌ َْن ٌَاْ ُكل ُ ْو َن الرِّ َبا الَ ٌَقُوم ُْو َن إالَّ َك َما ٌَقُو ُم الَّذِي ٌَ َت َخب‬
ْ‫َّط ُه ال َش ٌْ َطانُ م َِن ْال َمسِّ َذل َِك ِبأ َ َّن ُه ْم َ الوُ ا إِ َّن َما ال َب ٌْ ُع م ِْث ُل الرِّ َبا َوأَ َح َّل هللاُ ْال َبٌ َْع َو َحرَّ َم الرِّ َبا َف َمن‬
َ َ ‫هللا َو َمنْ َعا َد فأولَ ِئ‬
. ‫ار ُه ْم فٌِ َها َخالِ ُد ْو َن‬
ِ ‫ف َوأَ ْم ُرهُ إلَى‬
َ َ‫َجا َءهُ َم ْوعِ َ ٌمة ِمنْ َر ِّب ِه فا ْن َت َهى َفلَ ُه َما َسل‬
ِ ‫ك أصْ َحابُ ال َّن‬
"Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang-orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat)
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhan- nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan) dan urusannya (ter- serah) kepada
Allah. Orang-orang yang meng- ulangi (mengambil riba) maka mereka itu adalah
penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalam- nya." (QS. Al Baqarah : 275)
Dan karena dahsyatnya keharaman riba inilah, maka Allah SWT mengumumkan perang
terhadap para pemakan riba. Allah SWT berfirman :
ُ‫هللا َو َرسُولِ ِه َوإِنْ ُت ْب ُت ْم َفلَ ُك ْم رُؤُ ْوس‬
ٍ ْ‫ َف ِنْ لَ ْم َت ْف َعلُوا َفأْ َذ ُنوا ِب َحر‬. ‫هللا َو َذرُوا َما َبق ًَِ م َِن الرّبا َ إِنْ ُك ْن ُت ْم م ُْؤ ِم ِنٌ َْن‬
ِ ‫ب م َِن‬
َ ‫ٌَا أَ ٌُّ َها الَّ ِذٌ َْن آ َم ُنوا ا َّتقُوا‬
. ‫أَم َْوالِ ُك ْم الَ َت ْ لم ُْون َوالَ ُت ْ لَم ُْو َن‬
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah ke- pada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kalian (memang) orang-orang yang beriman. Maka jika kalian
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagi
kalian pokok harta kalian. Kalian tidak meng- aniaya dan tidak pula dianiaya."
(QS. Al Baqarah : 278-279)
Mengenai sistem uang kertas inkorvetibel, penjelasannya sebagai berikut :
Uang adalah standar yang disepakati masyarakat sebagai harga bagi barang dan upah/gaji
bagi jasa. Uang dapat berupa logam ataupun bukan logam. Dengan uang itu masyarakat
menstandardisasi seluruh barang dan jasa.
Uang dengan standar logam mulia (emas dan perak) merupakan sistem yang digunakan
secara luas sebelum Islam. Ketika Islam datang, Rasulullah SAW membenarkan umatnya
bermuamalah dengan dinar dan dirham --yakni standar logam mulia-- dan menetapkannya sebagai
satu-satunya standar uang yang dipakai untuk menilai harga barang dan jasa.
Seluruh dunia terus menggunakan standar emas dan perak itu sebagai mata uang sampai
beberapa saat sebelum Perang Dunia I, ketika penggunaan standar tersebut dihentikan. Seusai
Perang Dunia I, standar emas dan perak kembali diberlakukan secara parsial. Kemudian
penggunaannya sema- kin berkurang dan pada tanggal 15 Juli 1971 standar tersebut secara resmi
dihapus, saat dibatalkannya sistem Bretton Woods yang menetapkan bahwa dolar harus ditopang
dengan jaminan emas dan mempunyai harga yang tetap. Dengan demikian, sistem uang yang
berlaku adalah sistem uang kertas inkon- vertibel, yang tidak ditopang jaminan emas dan perak,
tidak mewakili emas dan perak, dan tidak pula mempunyai nilai intrinsik. Nilai pada uang kertas
tersebut hanya bersumber dari undang-undang yang memaksakan penggunaannya sebagai alat
pembayaran yang sah.
Negara-negara penjajah telah memanfaatkan uang ter-sebut sebagai salah satu alat
penjajahan. Mereka mempermain- mainkan mata uang dunia sesuai dengan kepentingan-kepentingannya dan membangkitkan goncangan-goncangan moneter serta krisis-krisis ekonomi. Mereka
juga memperbanyak penerbitan uang kertas inkonvertibel tersebut, sehingga berkecamuklah inflasi
yang menggila, yang akhirnya menurun- kan daya beli pada uang tersebut. Inilah salah satu faktor
yang menimbulkan kegoncangan pasar modal.
Sesungguhnya terjadinya goncangan-goncangan pasar modal di Barat dan di bagian dunia
lain itu telah menelanjangi kebobrokan sistem ekonomi kapitalis, sistem perseroan ter- batas,
sistem bank ribawi, dan sistem uang kertas inkonvertibel. Goncangan-goncangan tersebut juga
menunjukan bahwa tidak ada jalan lain bagi dunia untuk keluar dari kerusakan sistem ekonomi
kapitalis dan goncangan pasar modal tersebut, selama sistem-sistem itu masih tetap ada.
Maka yang dapat membebaskan dunia dari kebusukan semua sistem tersebut adalah dengan
menghapus secara total sistem ekonomi kapitalis yang rusak, menghapus sistem per- seroan
terbatas (atau dengan cara mengubahnya menjadi peru- sahaan yang Islami), menghapus sistem
bank ribawi (termasuk menghapus riba itu sendiri), serta menghapus sistem uang kertas
inkonvertibel dan kembali kepada standar emas dan perak.
Jika semua langkah ini ditempuh, niscaya tak ada lagi inflasi moneter, kredit-kredit bank
dengan riba, dan spekulasi- spekulasi yang menyebabkan kegoncangan pasar modal. Akan lenyap
pula kebutuhan akan bank-bank ribawi.
Dengan demikian, stabilitas ekonomi dunia akan ter- wujud, krisis-krisis moneter akan lenyap,
dan tak ada lagi ala- san untuk menjustifikasi keberadaan pasar modal. Krisis-krisis ekonomi pun
akan berakhir.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Sayyidina Muhammad SAW,
keluarganya, para shahabatnya, dan siapa saja yang mengikutinya dengan baik hingga Hari
Kiamat nanti. [ ]
16 Rajab
1418 H
16 Nopember 1997M
Download