perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI
DUKUNGAN SOSIAL PADA REMAJA TUNARUNGU YANG
DIBESARKAN DALAM LINGKUNGAN ASRAMA
SLB-B DI KOTA WONOSOBO
Skripsi
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh:
Ratna Widyastutik
G 0107078
Pembimbing:
1. Dra. Suci Murti Karini, M.Si.
2. Rin Widya Agustin, M.Psi.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi
ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ini, maka saya
bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, 5 Agustus 2011
Penulis
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
Berhasil adalah berhasil. Gagal adalah gagal.
Kita berhasil bila kita melakukan sesuatu yang luar biasa.
Kita gagal bila menyerah terlalu cepat.
Kita berhasil bila menjadi yang terbaik di dunia atas apa yang kita
lakukan.
Kita gagal bila kita terganggu oleh berbagai tugas yang tak pernah bisa
kita hentikan karena kita tidak memiliki nyali untuk melakukannya.
~Seth Godin~
Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda
tidak bisa, Anda pun benar… Karena itu ketika seseorang berpikir tidak
bisa, maka sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi
bisa.
~Henry Ford~
Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi
mereka
~Eleanor Roosevelt~
Cara terbaik meramalkan masa depan Anda adalah dengan menciptakan
masa depan itu sendiri
~Peter F. Drucker~
Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan
kegagalan
~Bill Clinton~
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada:
1. Alm. Bapak dan Almh. Ibu yang semasa hidup telah
memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa.
2. Kakak-Kakakku dan Diego Arizona yang selalu
memberikan perhatian.
3. Seluruh staf dan dosen pengajar Program Studi Psikologi
UNS.
4. Sahabat-sahabat
5. Almamaterku
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial
pada Remaja Tunarungu yang Dibesarkan dalam Lingkungan Asrama SLBB di Kota Wonosobo” dengan baik dan lancar.
Penulis menyelesaikan skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta tahun 2011.
Dalam proses penyusunan Skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifintadnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas
Kedokteran Universitas
Sebelas Maret
Surakarta,
yang
memberikan kebijakan kepada peneliti untuk menyelesaikan studi.
2. Drs. H. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian skripsi.
3. Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan,
bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
ini.
4. Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku Koordinator Skripsi sekaligus dosen
pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dengan sabar memberikan
bimbingan, masukan, dan ilmu yang bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
ini, serta terimakasih untuk semangat dan motivasi yang telah ibu berikan
selama proses penyusunan skripsi.
5. Dra. Salmah Lilik, M.Si. yang telah berkenan menjadi dosen penguji I dan
memberikan masukan serta semangat bagi penyelesaian skripsi ini.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si. yang telah berkenan menjadi dosen
penguji II dan memberi masukan yang bermanfaat bagi penyelesaian
skripsi ini.
7. H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M., selaku pembimbing akademik, yang
telah memberikan motivasi dan arahan selama penulis menempuh studi di
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
8. Br. Marcellinus, S.Pd. selaku Kepala Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Chatarina Mariyah, S.Pd. selaku
Kepala
LPATR
Dena
Upakara
yang
telah
memberi
izin
dan
mempermudah Peneliti dalam melaksanakan penelitian.
9. Adik-adik Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco
dan Dena Upakara yang dengan senang hati membantu penulis dalam
pengambilan data.
10. Bapakku tersayang di surga, Alm. Sukarno, yang selalu mengingatkan
penulis akan arti kehidupan, sehingga dapat bersemangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Ibuku tersayang di surga, Almh. Suparni, yang begitu melekat dalam hati
penulis, menjadi semangat penulis untuk selalu maju. Pesan-pesan beliau
sungguh menguatkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Kakak-kakakku, Toto Sutomo, Toto Sarjono, Dyana Widyasri, dan Yuni
Endah yang telah memberikan bantuan moral dan material dalam
penyusunan skripsi ini.
13. Spesial ucapan terima kasih untuk Diego Arizona tersayang yang telah
memberikan kasih sayang, semangat, nasihat, perhatian, dan doa untuk
keberhasilan penulis, serta selalu berada di samping penulis sehingga lebih
kuat menjalani kehidupan.
14. Teman-temanku tersayang, Adhisty Anindita Ferani, Artika Kumala Dewi,
Ayu Yulita, Farah Rizkiana Novianti, Ihdiati Kuswidyas Rini, Jessica
Sebayang, Ratna Herlinda Sekarfitri, Retno Dewi Utami, Rifa Kurnia, dan
Ullum Intivade yang selalu sabar dan setia dalam memberi segala
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bantuannya serta menerima penulis dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
15. Teman seperjuangan penulis angkatan 2007 Psikologi UNS, terima kasih
untuk dukungan, bantuan dan kebersamaan selama ini. Semoga sukses
untuk semuanya.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan karena adanya
keterbatasan. Semoga Allah SWT memberikan karunia yang melimpah
kepada kita semua. Amin
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan Skripsi ini. Namun, penulis telah berusaha secara maksimal. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan pendidikan.
Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini berguna bagi penulis
maupun semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI
DUKUNGAN SOSIAL PADA REMAJA TUNARUNGU YANG
DIBESARKAN DALAM LINGKUNGAN ASRAMA
SLB-B DI KOTA WONOSOBO
Ratna Widyastutik
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Berbagai kesulitan karena keterbatasan pendengaran maupun kesulitankesulitan masa remaja dihadapi remaja tunarungu mengarahkan pada kondisi
ketertekanan. Dukungan sosial sangat membantu remaja tunarungu untuk
menghadapi kesulitan tersebut dan membangun kondisi psychological well-being.
Melihat adanya korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being,
maka tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bentuk dukungan sosial yang
efektif untuk membangun psychological well-being pada remaja tunarungu.
Perbedaan bentuk dukungan yang paling banyak diterima oleh remaja tunarungu
akan mengarahkan pada psychological well-being yang berbeda pula.
Populasi penelitian ini ialah remaja tunarungu Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu Don Bosco dan Dena Upakara, Wonosobo, masing-masing sebanyak
62 dan 58 siswa. Sampel diambil dengan kriteria Remaja dengan usia 13-18
tahun, laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan baca dan tulis, serta
memiliki kecerdasan normal atau di atas rata-rata. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Seluruh populasi masuk ke dalam kriteria yang
dibutuhkan oleh peneliti. Pengumpulan data menggunakan skala psychological
well-being dan skala dukungan sosial. Teknik analisis data yang digunakan ialah
analisis varians klasifikasi satu arah (One Way Anova).
Hasil analisis dengan menggunakan teknik One Way Anava diperoleh F
hitung (11,478 ) > F tabel (2,725) serta taraf sigifikansi 0,000 < 0,05. Dari hasil
analisis tersebut, maka dapat dikemukakan ada perbedaan yang sangat signifikan
psychological well-being ditinjau dari bentuk dukungan sosial pada remaja
runarungu. Selain itu, hasil analisis deskriptif menunjukkan adanya perbedaan
rata-rata psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial. Rata-rata
psychological well-being tertinggi berada pada bentuk dukungan emosional dan
terendah berada pada bentuk dukungan instrumental.
Kata kunci: psychological well-being, dukungan sosial, remaja tunarungu
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
THE DIFFERENCE OF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING VIEWED
FROM THE SOCIAL SUPPORT ON DEAF ADOLESCENT GROWN IN
SLB-B BOARDING SCHOOL IN WONOSOBO
Ratna Widyastutik
Psychology of Medical Faculty of Sebelas Maret University
Deaf adolescent deals with many kinds of difficulties in their lifetime. All
the disabilities suffered by the deaf adolescent are caused by less hearing power
and the difficulties faced along the process of development. Sosial support
strongly helps deaf adolescent deal with all those difficulties and builds up the
condition of psychological well being. Regarding the relationship between social
support and psychological well being, the purpose of this research is to find out
the effective type of social support to build up psychological well being on deaf
adolescent. Different type of support mostly accepted by deaf adolescent will lead
to the different “psychological well being” as well.
The population of this research is deaf adolescents in Lembaga Pendidikan
Anak Tunarungu Don Bosco and Dena Upakara, Wonosobo, each of them is 62
and 58 students. The sample is taken and characterized by the adolescent with the
range of age from 13 up to 18 years old, male and female, having capability of
reading and writing, and having normal intelligence or above the average.
Purposive sampling is used in this research. All populations include in the
criterion needed by the researcer. Psychological well being and sosial support
scale are used for data collecting. One Way Anova is used for data analysis
technique.
Analysis result with One Way Anava technique resulted F count (11.478)
> F table (2.725) and the significance level is 0.000 < 0.05. The analysis result
indicates that there is a very significant difference of psychological well being
observed from the type of social support on deaf adolescent. Moreover, the
descriptive analysis result indicates the difference in average of psychological
well being viewed from the social support. In average, emotional support is the
highest degree of psychological well being, while instrumental support is lowest
the one.
Key words: psychological well-being, social support, deaf adolescent
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
vi
KATA PENGANTAR.................................................................................
vii
ABSTRAK...................................................................................................
x
ABSTRACT..................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.........................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
8
C. Tujuan Penelitian...................................................................
9
D. Manfaat Penelitian .................................................................
9
LANDASAN TEORI
A. Psychological Well-Being ......................................................
11
1. Pengertian Psychological Well-Being ..............................
11
2. Aspek-Aspek Psychological Well-Being..........................
13
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological
Well-Being ......................................................................
17
B. Dukungan Sosial....................................................................
21
1. Pengertian Dukungan Sosial............................................
21
2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial.....................................
23
3. Fungsi Dukungan Sosial..................................................
27
4. Sumber-Sumber Dukungan Sosial ...................................
28
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Remaja Tunarungu.................................................................
30
1. Pengertian Tunarungu .....................................................
30
2. Klasifikasi Tunarungu .....................................................
31
3. Perkembangan Remaja Tunarungu ..................................
33
4. Masalah-Masalah dan Dampak Ketunarunguan ...............
38
D. Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan
BAB III
BAB III
Sosial pada Remaja Tunarungu ..............................................
42
E. Kerangka Pemikiran ..............................................................
46
F. Hipotesis................................................................................
46
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ..............................................
47
B. Definisi operasional Variabel Penelitian ................................
47
C. Populasi, Sampel, dan Sampling ............................................
49
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
50
1. Sumber Data ...................................................................
50
2. Metode Pengumpulan Data..............................................
51
E. Validitas dan Reliabilitas........................................................
55
1. Uji Validitas dan Daya Beda Aitem.................................
55
2. Uji Reliabilitas ................................................................
55
F. Teknik Analisis Data..............................................................
56
METODE PENELITIAN
A.
Persiapan Penelitian .........................................................
57
1. Orientasi Kancah Penelitian ............................................
57
2. Persiapan Alat Ukur ........................................................
63
3. Pelaksanaan Uji Coba......................................................
64
4. Analisis Daya Beda Aitem dan Reliabilitas......................
65
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian dengan
B.
Nomor Urut Baru ............................................................
69
Pelaksanaan Penelitian .....................................................
71
1. Penentuan Subjek Penelitian............................................
71
2. Pengumpulan Data ..........................................................
71
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
C.
D.
BAB V
digilib.uns.ac.id
3. Pelaksanaan Skoring .......................................................
72
Analisis Data....................................................................
72
1. Uji Asumsi ......................................................................
72
2. Hasil Uji Hipotesis ..........................................................
75
3. Hasil Analisis Deskriptif .................................................
76
Pembahasan .....................................................................
78
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan......................................................................
85
B.
Saran................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
88
LAMPIRAN ................................................................................................
91
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Penilaian Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada
Skala Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial..................
51
Tabel 2.
Blue-print Skala Psychological Well-Being....................................
53
Tabel 3.
Blue-print Skala Dukungan Sosial..................................................
54
Tabel 4.
Jumlah Siswa, Guru, dan Pengasuh Lembaga Pendidikan
Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara
Tahun Ajaran 2010/2011................................................................
Tabel 5.
Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological
Well-Being Setelah Uji Coba..........................................................
Tabel 6.
69
Distribusi Butir Aitem Skala Psychological Well-Being
Setelah Uji Coba.............................................................................
Tabel 8.
66
Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Dukungan Sosial
Setelah Uji Coba.............................................................................
Tabel 7.
62
70
Distribusi Butir Aitem Skala Dukungan Sosial
Setelah Uji Coba.............................................................................
71
Tabel 9.
Hasil Uji Normalitas.......................................................................
73
Tabel 10.
Hasil Uji Homogenitas....................................................................
74
Tabel 11.
Hasil Uji Hipotesis..........................................................................
75
Tabel 12.
Statistik Deskriptif Psychological Well-Being
Ditinjau dari Dukungan Sosial........................................................
76
Tabel 13. Kategori Skala Psychological Well-Being pada Bentuk
Dukungan Sosial..............................................................................
commit to user
xv
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau
dari Dukungan Sosial.........................................................................
46
Gambar 2. Diagram Mean Skor Psychological Well-Being Berdasarkan
Dukungan Sosial................................................................................
commit to user
xvi
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Alat Ukur Penelitian
1. Skala Psychological Well-Being......................................
92
2. Skala Dukungan Sosial.....................................................
93
Lampiran B Data Diri Siswa Peserta Uji Coba Skala
1. Siswa LPATR Don Bosco................................................
97
2. Siswa LPATR Dena Upakara...........................................
98
Lampiran C Uji Validitas Dan Reliabilitas Aitem
1. Skala Psychological Well-Being......................................
99
2. Skala Dukungan Sosial.....................................................
101
Lampiran D Data Diri Siswa Peserta Penelitian
1. Siswa LPATR Don Bosco................................................
105
2. Siswa LPATR Dena Upakara...........................................
106
Lampiran E Analisis Data Penelitian
1. Uji Normalitas..................................................................
108
2. Uji Homogenitas .............................................................
108
3. Uji Hipotesis ANOVA.....................................................
108
4. Hasil Analisis Deskriptif .................................................
109
Lampiran F Surat Izin Penelitian dan Surat Bukti Penelitian .................
110
Lampiran G Dokumentasi Penelitian .......................................................
114
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu mendambakan dirinya dapat memanfaatkan berbagai
potensi yang dimiliki dan sarana yang tersedia, sehingga mampu memahami
dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri, serta dapat
merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Berbeda dengan mereka yang mengalami cacat, baik fisik, psikologis, kognitif,
atau sosial, terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan
potensinya secara maksimal (Mangunsong, 1998). Begitu pula dengan anak
tunarungu, mereka mengalami hambatan dalam melakukan tugas perkembangan,
seperti dalam berinteraksi dengan teman sebayanya baik di lingkungan sekolah
ataupun di lingkungan masyarakat.
Kesulitan dalam berinteraksi menjadi gangguan yang bermakna, mendasar,
dan besar pada remaja tunarungu. Gejolak jiwa yang tidak menentu dalam
mencari identitas dirinya membuat mereka mengalami krisis yang lebih kompleks
dibanding dengan remaja normal lainnya. Kemiskinan bahasa membuat mereka
tidak mampu menjalin hubungan sosial, sehingga pemenuhan kebutuhan sosial
yang besar untuk mendapatkan perhatian dan dukungan orang di sekitarnya
menjadi terhambat. Kurangnya hubungan positif dengan orang tua menyebabkan
kesulitan dalam pengungkapan perasaan positif dan negatif, yang menghambat
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
perkembangan kompetensi sosial. Begitu pula hubungan dengan teman sebaya,
penolakan atau pengabaian dari teman sebaya menyebabkan munculnya perasaan
kesepian atau permusuhan (Desmita, 2007).
Remaja normal maupun remaja tunarungu dengan segala keterbatasannya,
sama-sama memiliki potensi atau kekuatan yang dapat dikembangkan untuk
mencapai suatu keseimbangan, keserasian dalam menempuh hidup untuk
berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan di rumah, sekolah maupun
masyarakat. Potensi-potensi yang dimiliki dapat dikembangkan seoptimal
mungkin dalam rangka mempersiapkan hidupnya di masa mendatang dengan
penuh ketenangan dan kebahagiaan (Jon, 2010).
Kondisi di atas sering dikenal dengan istilah psychological well-being
yang berarti pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang, dimana individu
tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya,
menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada di sekitarnya, memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi
untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk
melalui tahapan perkembangan dalam kehidupannya (Ryff, 1989).
Pencapaian psychological well-being tersebut berhubungan dengan
pemberian dukungan sosial. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ekasofia (2009) pada orang dengan HIV/AIDS, hasil analisis data penelitian
diperoleh nilai korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being
sebesar 0,819 dan probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000. Selain itu juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Citra (2010) pada siswa Sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Menengah Atas Diponegoro Tulungagung. Hasil analisis dari data penelitian
diperoleh nilai korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being
sebesar 0,868 dengan p 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi
positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan psychological well being.
Artinya, bila seseorang mendapatkan dukungan sosial yang cukup, maka akan
meningkatkan pula psychological well being.
Hal di atas senada dengan apa yang dialami oleh siswi tunarungu di
Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara, Wonosobo.
Keterbatasan fisik bukan halangan untuk berkreasi. Mereka menggelar
pertunjukkan sendratari Ramayana dalam Pesta 70 Tahun Dena Upakara di aula
sekolah setempat. Siswa yang tidak memiliki pendengaran normal itu mampu
menari sesuai alur cerita secara apik (Lis, 2008). Berkat dukungan orang di
sekitarnya mereka mampu menampilkan sesuatu yang mengagumkan,
menjadikan kekurangan sebagai kelebihan yang dapat dikembangkan, dan
mampu mengaktualisasikan dirinya.
Remaja tunarungu membutuhkan banyak dukungan, bimbingan, dan
bantuan dari orang yang ada di sekitarnya, terutama bagi orang tuanya. Orang tua
tentunya menjadi pihak yang berperan utama dalam menentukan perkembangan
fisik, mental, intelektual, dan emosional remaja tunarungu. Pemberian cinta dan
kasih sayang, stimulasi perkembangan, dan pemenuhan kebutuhan dasar pangan,
sandang, papan, dan kesehatan merupakan fondasi kehidupan bagi remaja
tunarungu dan menjadi modal utama rasa aman, terlebih ketika mereka
mengeksplor dunianya (Purnamawati, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Pada kenyataanya tidak semua orang tua dapat memahami apa yang harus
dilakukan terhadap anaknya yang memiliki kebutuhan khusus dan seringkali
banyak yang tidak menginginkan keadaan mereka, sehingga orang tua banyak
yang menitipkan ke dalam lembaga yang berkompeten dalam menangani
kebutuhan anak khusus. Hal tersebut memperkuat pernyataan Susi (2010), guru
SLB-B Surakarta sekaligus ibu asrama yang membina anak didiknya. Menurutnya
banyak orang tua lebih percaya dengan menitipkan anaknya di asrama sekolah,
karena mereka beranggapan remaja tunarungu dapat berkembang lebih baik secara
psikis maupun fisiknya. Orang tua seringkali merasa kurang memiliki
pengetahuan dalam mengasuh anak, sehingga mereka terkesan pasrah dan
seutuhnya percaya menyerahkan pada pihak sekolah.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 32 ayat (1), yang berbunyi: “Pendidikan Khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Pendidikan pada SLB-B telah
dirancang khusus untuk remaja-remaja tunarungu. Remaja tunarungu harus tetap
mengenyam pendidikan dengan segala keterbatasannya tersebut. Tujuannya agar
remaja-remaja tersebut mampu mengembangkan pengetahuan sikap dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup
mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Pendidikan di SLB-B selain menyediakan pendidikan formal yaitu sekolah
seperti halnya TK, SD, SMP, dan SMA di sekolah umum, juga menyediakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
pendidikan nonformal, yakni fasilitas asrama (Nurkolis, dalam Diajie, 2009).
Program pendidikan di asrama ini antara lain pembinaan diri dan pribadi, yang
menyangkut keterampilan bergaul atau berinteraksi dengan orang lain,
pengembangan
sosioemosional,
sampai
dengan
pembinaan
kemandirian,
penerimaan individu terhadap diri, dan penguasaan terhadap lingkungan sekitar.
Bagi remaja asrama, lingkungan asrama merupakan lingkungan utama
yang dikenalnya, sehingga merupakan sumber dukungan sosial yang utama bagi
remaja. Dukungan sosial tersebut remaja tunarungu dapatkan dari pengasuh dan
teman-teman sesama penghuni asrama. Remaja tunarungu yang tinggal di asrama
berkembang dengan bimbingan dan perhatian pengasuh yang berfungsi sebagai
pengganti orang tua. Hurlock (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial dari
teman sebaya, berupa perasaan senasib menjadikan adanya hubungan saling
mengerti dan memahami masalah masing-masing, saling memberi nasihat,
simpati, yang tidak didapat dari orang tuanya sekalipun.
Dukungan sosial kurang bisa secara maksimal diberikan pada remaja
asrama disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah rasio jumlah remaja
asuh dengan pengasuh sangat tidak seimbang, remaja tunarungu yang jumlahnya
sangat banyak tentu menghambat pemberian dukungan sosial secara individu.
Padahal pada kenyataannya menurut Rutter (dalam Mussen, dkk., 1989) bahwa
remaja yang tumbuh di lingkungan asrama lebih tergantung, lebih banyak
membutuhkan perhatian dari orang dewasa dan lebih mengganggu di sekolah
dibandingkan remaja yang dirawat di rumah. Perbandingan antara jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
pengasuh dan remaja asuh yang tidak seimbang menyebabkan remaja kurang
merasakan perhatian, kasih sayang dan bimbingan.
Selain dukungan sosial yang berasal dari pengasuh, Mussen, dkk. (1989)
menambahkan bahwa remaja di asrama juga mendapat dukungan sosial dari
teman-temannya sesama penghuni asrama. Dukungan sosial dari teman-teman di
asrama juga terbentur oleh beberapa hal. Teman-teman yang berada di lingkungan
asrama kurang bisa saling memberi dukungan sosial disebabkan karena samasama membutuhkan perhatian lebih, sehingga sulit sekali untuk bisa saling
memberi bimbingan positif.
Dukungan sosial yang diterima oleh individu sangat beragam dan
tergantung pada keadaannya (Smet, 1994). Dukungan emosional lebih terasa dan
dibutuhkan jika diberikan pada orang yang sedang mengalami musibah atau
kesulitan. Sama halnya dengan remaja tunarungu di asrama yang mengalami
kesulitan dalam menjalin relasi dengan orang lain di lingkungannya. Dukungan
dari orang-orang terdekat berupa kesediaan untuk mendengarkan keluhan remaja
akan membawa efek positif yaitu sebagai pelepasan emosi dan mengurangi
kecemasan. Dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat bagi remaja untuk
tetap maju dan mengembangkan diri agar tidak selalu menyesali keadaannya.
Misalnya, memberi pujian bila remaja melakukan sesuatu yang baik. Dukungan
ini mengembangkan harga diri pada yang menerimanya. Dukungan instrumental
bagi remaja di asrama dapat berupa penyediaan sarana dan pelayanan yang dapat
memperlancar dan memudahkan perilaku remaja dalam segala aktivitasnya.
Dukungan informasi membuat remaja merasa mendapat nasihat, petunjuk atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
umpan balik agar dapat membatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar
untuk memecahkan masalahnya (Smet, 1994).
Seperti yang dialami oleh seorang siswa Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Don Bosco yang bernama Dian Arifin. Dia memenangi
juara I lomba tenis meja pada Porseni siswa berkebutuhan khusus se-Eks
Karesidenan Kedu di Wonosobo (Muharno, 2010). Dukungan instrumental
berupa sarana olah raga yang tersedia di sekolah dan asrama merupakan hal
penting yang membuatnya mampu meraih prestasi dibandingkan dengan
dukungan yang lain.
Lain halnya dengan siswi bernama Ida Okta yang tinggal di asrama
Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara Wonosobo, yang
mengaku kesepian karena jarang dikunjungi oleh orang tuanya. Dukungan
emosional dari pengasuh dan teman sebaya berupa kesediaan mendengarkan keluh
kesah, memberikan perhatian, dan empati terhadapnya menjadi sesuatu yang
bermakna dibanding dengan dukungan yang lain dalam mencapai kebahagiaan
dalam hidupnya.
Melihat adanya korelasi antara dukungan sosial dengan psychological
well-being (Cohen dan Syme, dalam Calhoun dan Accocella, 1990), maka tiap
bentuk dukungan sosial pun juga berkaitan dengan psychological well-being.
Menurut Smet (1994), bentuk dukungan yang diterima dan lebih diperlukan
remaja tunarungu tergantung pada situasi-situasi yang dihadapi individu tersebut.
Oleh karena itu, remaja tunarungu satu dengan yang lain berbeda dalam menerima
bentuk dukungan sosial dalam mencapai psychological well-being-nya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Melalui penelitian ini, lebih lanjut penulis ingin mengetahui bentuk
dukungan sosial yang efektif untuk membangun psychological well-being pada
remaja tunarungu, sebab pada hakikatnya dukungan berupa emosional,
penghargaan, instrumental, dan informasi sama-sama menjadi cara yang efektif
dalam membangun psychological well-being. Perbedaan bentuk dukungan yang
paling banyak diterima oleh remaja tunarungu akan mengarahkan pada
psychological well-being yang berbeda pula.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengadakan penelitian berjudul
“Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial pada
Remaja Tunarungu yang Dibesarkan dalam Lingkungan Asrama SLB-B di Kota
Wonosobo.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
“Apakah terdapat perbedaan psychological well-being ditinjau dari
dukungan sosial yang meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dan dukungan informatif pada remaja tunarungu yang
dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo?”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
bertujuan
untuk
mengetahui
perbedaan
psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial yang meliputi dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan
informatif pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama
SLB-B di kota Wonosobo.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini terbagi menjadi dua,
yaitu:
1.
Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan ilmiah dalam bidang-bidang psikologi, khususnya Psikologi
Pendidikan dan Psikologis Sosial, yakni memberikan sumbangan tentang
pentingnya pemberian dukungan sosial yang akan membangun psychological
well-being pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama.
2.
Manfaat Praktis
a) Bagi remaja tunarungu, diharapkan dapat saling memberikan dukungan
dengan orang-orang di sekolah dan asrama, sehingga akan tercipta suatu
keseimbangan, keserasian dalam menempuh hidup untuk berinteraksi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
dengan lingkungan, baik lingkungan di rumah, sekolah maupun
masyarakat.
b) Bagi pihak yang terkait dengan remaja tunarungu, diharapkan mampu
memberikan dukungan sosial kepada remaja tunarungu sesuai situasi dan
kondisi. Dukungan sosial yang diterima remaja tunarungu dapat menjadi
salah satu upaya mempersiapkan hidupnya di masa mendatang dengan
penuh ketenangan dan kebahagiaan.
c) Bagi sekolah yang bersangkutan, dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam menyusun program pendidikan, khususnya di asrama, berkaitan
dengan dukungan sosial yang dapat membangun psychological wellbeing pada remaja tunarungu.
d) Bagi peneliti yang lain, dapat digunakan sebagai referensi untuk meneliti
hal yang sama terkait dengan dukungan sosial yang dapat membangun
psychological well-being pada remaja tunarungu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Psychological Well-Being
1.
Pengertian Psychological Well-Being
Menurut Ryff (1989), psychological well-being merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu
berdasarkan
pemenuhan
kriteria
fungsi
psikologi
positif
(positive
psychological functioning). Ryff (1989) menjelaskan bahwa psychological
well-being sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang,
dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada
pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada di
sekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan mandiri,
mampu dan berkompetensi untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan
hidup, dan merasa mampu untuk melalui tahapan perkembangan dalam
kehidupannya.
Ryff dan Singer (1996) menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan
psikologis yang tinggi menunjukkan individu memiliki hubungan yang baik
dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat
membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan
menunjukkan bahwa individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam
pekerjaannnya. Menurut Warr (dalam Suryawidjaja,1998), psychological
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
well-being adalah suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan
individu mengenai aktivitas-aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Psychological well-being berhubungan dengan kepuasan pribadi,
engagement, harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan
terhadap diri sendiri, harga diri, kegembiraan, kepuasan dan optimisme,
termasuk juga mengenali kekuatan dan mengembangkan bakat dan minat
yang dimiliki. Psychological well-being memimpin individu untuk menjadi
kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya (Bartram dan Boniwell,
2007).
Hurlock (1994) menyebutkan kebahagiaan adalah keadaan sejahtera
(well being) dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang
timbul bila kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Alston dan Dudley
(dalam Hurlock, 1994) menambahkan bahwa kepuasan hidup merupakan
kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya, yang
disertai tingkat kegembiraan.
Dari beberapa pengertian psychological well-being yang dikemukakan
oleh beberapa tokoh di atas, simpulan psychological well-being dalam
penelitian ini mengacu pada pendapat Ryff (1989) yang berarti mengarah
pada kondisi individu yang mampu menghadapi berbagai hal yang dapat
memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit
dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya
dan menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga
individu tersebut merasakan adanya kesejahteraan batin dalam hidupnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
2.
Aspek-Aspek Psychological Well-Being
Menurut Ryff (1989), pondasi untuk diperolehnya psychological wellbeing adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif
(positive psychological functioning). Komponen individu yang mempunyai
fungsi psikologis yang positif yaitu:
a. Penerimaan diri (self-acceptance)
Aspek ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga
sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan
kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan
menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan
seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang
dijalani. Hal tersebut menurut Ryff (1989) menandakan psychological
well-being yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri
yang baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri,
mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik
positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa
lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat
penerimaan diri yang kurang baik yang memunculkan perasaan tidak
puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu,
dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.
b. Hubungan positif dengan sesama (positive relations with others)
Aspek ini berulangkali ditekankan sebagai aspek yang penting
dalam konsep psychological well-being. Ryff menekankan pentingnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Aspek
ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu
komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang
lain. Individu yang tinggi atau baik dalam aspek ini ditandai dengan
adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan
orang lain. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat.
Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan
orang lain, sulit bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan
dengan orang lain, menandakan bahwa ia kurang baik dalam aspek ini.
c. Otonomi (autonomy)
Aspek otonomi menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan
untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah
laku. Seseorang yang mampu untuk menolak tekanan sosial, berpikir dan
bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri
sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa ia baik dalam
aspek ini. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam aspek otonomi
akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat
keputusan berdasarkan penilaian orang lain, dan cenderung bersikap
konformis.
d. Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery)
Individu dengan psychological well-being yang baik memiliki
kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai
dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian di luar dirinya. Hal
inilah yang dimaksud dalam aspek ini mampu memanipulasi keadaan
sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya
dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas
fisik maupun mental. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam aspek
ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan
sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
e. Tujuan hidup (purpose in life)
Aspek ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk
mencapai tujuan dalam hidup. Seseorang yang mempunyai rasa
keterarahan dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini
dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang
memberikan tujuan hidup, dan mempunyai target yang ingin dicapai
dalam hidup, maka ia dapat dikatakan mempunyai aspek tujuan hidup
yang baik. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam aspek ini
mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam
hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan
tidak mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti.
f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Aspek pertumbuhan pribadi menjelaskan mengenai kemampuan
individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang
sebagai seorang manusia. Aspek ini dibutuhkan oleh individu agar dapat
optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
aspek ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri,
misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang baik
dalam aspek ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat
diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang
terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri
dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang
kurang baik dalam aspek ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk
mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan
bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan, dan tidak tertarik dengan
kehidupan yang dijalani.
Hurlock (1994) menjelaskan bahwa ada beberapa esensi mengenai
kebahagiaan atau keadaan sejahtera (well being), kenikmatan atau kepuasan,
antara lain:
a.
Sikap menerima (acceptance)
Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri
yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang
baik. Shaver dan Freedman (dalam Hurlock, 1994) lebih lanjut
menjelaskan bahwa kebahagiaan banyak bergantung pada sikap
menerima dan menikmati keadaan orang lain dan apa yang dimilikinya.
b. Kasih sayang (affection)
Cinta atau kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap
diterima oleh orang lain. Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin
banyak diharapkan cinta yang dapat diperoleh dari orang lain. Kurangnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
cinta atau kasih sayang memiliki pengaruh yang besar terhadap
kebahagiaan seseorang.
c. Prestasi (achievement)
Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang.
Apabila tujuan ini secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul
kegagalan dan yang bersangkutan akan merasa tidak puas dan tidak
bahagia.
Aspek-aspek psychological well-being yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Ryff (1989), yang
meliputi penerimaan diri, hubungan positif terhadap sesama, otonomi,
penguasaan terhadap lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being
Menurut Ryff dan Singer (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan psikologis (psychological well-being), antara lain:
a.
Usia
Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang
dilakukan Ryff (1989; Ryff & Keyes 1995; Ryff & Singer 1996),
penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukkan peningkatan
seiring perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74). Tujuan
hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan
seiring bertambahnya usia. Skor aspek penerimaan diri, hubungan positif
dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
b.
Jenis kelamin
Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang
dilakukan Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), faktor jenis
kelamin menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek hubungan
positif dengan orang lain dan aspek pertumbuhan pribadi. Dari
keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74),
wanita menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada pria. Sementara
aspek psychological well-being yang lain yaitu penerimaan diri,
kemandirian, penguasaan lingkungan, dan pertumbuhan pribadi tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan.
c.
Tingkat pendidikan dan pekerjaan
Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya tingkat pendidikan
seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengaman
(uang, ilmu, keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah,
tekanan, dan tantangan (Ryff dan Singer, 1996). Hal ini dapat terkait
dengan kesulitan ekonomi, dimana kesulitan ekonomi menyebabkan
sulitnya individu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga
menyebabkan menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing).
d.
Latar belakang budaya
Menurut Sugianto (2000), perbedaan budaya Barat dan Timur
juga memberikan pengaruh yang berbeda. Aspek yang lebih berorientasi
pada diri (seperti aspek penerimaan diri dan kemandirian) lebih menonjol
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
dalam konteks budaya Barat, sedangkan aspek yang berorientasi pada
orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol
pada budaya Timur.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Schmutte dan Ryff (1997)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
psikologis (psychological well-being), antara lain:
a.
Kepribadian
Apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifatsifat negatif seperti mudah marah, mudah stres, mudah terpengaruh dan
cenderung labil akan menyebabkan terbentuknya keadaan psychological
well-being yang rendah. Sebaliknya, apabila individu memiliki
kepribadian yang baik, maka individu akan lebih bahagia dan sejahtera
karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya.
b.
Pekerjaan
Pekerjaan yang sifatnya rentan terhadap korupsi, iklim organisasi
yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan
menyebabkan terbentuknya keadaan psychological well-being yang
rendah, begitu pula sebaliknya.
c.
Kesehatan dan fungsi fisik
Individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik
yang tidak optimal atau terganggu dapat menyebabkan rendahnya
psychological well-being individu tersebut. Sebaliknya, apabila individu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
memiliki kesehatan dan fungsi fisik yang baik, akan memiliki
psychological well-being yang tinggi.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi psychological well-being
antara lain sebagai berikut:
a. Religiusitas
Penelitian Ellison (dalam Taylor, 1995) menyebutkan bahwa
agama mampu meningkatkan psychological well-being dalam diri
seseorang. Hasil penelitian Ellison menunjukkan bahwa individu yang
memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat, dilaporkan memiliki
kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih
tinggi, serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
kepercayaan terhadap agama yang kuat. Penilitian yang dilakukan
Amawidyati dan Utami (2007) mendukung penelitian Ellison, dimana
hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan
antara religiusitas dan psychological well-being.
b. Dukungan sosial
Cohen dan Syme (dalam Calhoun dan Accocella, 1990)
menyebutkan bahwa dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan
psychological well-being. Dukungan sosial diperoleh dari orang-orang
yang berinteraksi dan dekat secara emosional dengan individu. Orang
yang memberikan dukungan sosial ini disebut sebagai sumber dukungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
sosial. Bagaimana sumber dukungan sosial ini penting, karena akan
mempengaruhi psychological well-being seseorang.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi psychological well being meliputi usia, jenis kelamin,
kelas sosial (terkait pekerjaan, jenis kerja, status kerja dan tingkat
pendidikan), latar belakang budaya, kepribadian, kesehatan dan fungsi fisik,
religiusitas serta dukungan sosial.
B. Dukungan Sosial
1.
Pengertian Dukungan Sosial
Menurut Effendi dan Tjahjono (1999) dukungan sosial merupakan
transaksi interpersonal yang ditujukan dengan memberi bantuan kepada
individu lain dan bantuan itu diperoleh dari orang yang berarti bagi individu
yang bersangkutan. Dukungan sosial berperan penting dalam memelihara
keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan, sehingga menimbulkan
pengaruh positif yang dapat mengurangi gangguan psikologis.
Dukungan sosial bukan sekedar pemberian bantuan, tetapi yang
penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan
tersebut. Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang
diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat
bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Taylor (1995) mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya
informasi dari orang lain, bahwa seseorang dicintai, dijaga, dan dihargai, ia
adalah bagian dari suatu jaringan sosial tertentu dan terlibat di dalamnya.
Menurut Safarino (1990) sesuatu dikatakan sebagai dukungan sosial ketika
seseorang memiliki persepsi yang positif atas dukungan itu dan merasa
nyaman atas segala bentuk perhatian, penghargaan, dan bantuan yang
diterimanya.
Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Gottlieb (dalam
Armstrong, dkk., 2005) bahwa dukungan sosial dipandang sebagai
ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan
benda (materi), ataupun tindakan yang dilakukan oleh pasangan sosial yang
mana ketersediaan tersebut mampu memberikan dampak yang positif
terhadap penerimanya, baik perubahan secara emosi ataupun perubahan
perilaku penerima dukungan tersebut.
Seseorang yang memiliki dukungan sosial percaya bahwa mereka
dicintai dan diperhatikan, dihargai dan bernilai, mereka adalah bagian dari
jaringan sosial tertentu, sebagai anggota dari suatu komunitas atau jaringan
tertentu, bahwa ia memiliki seseorang yang dapat menyediakan bantuan,
pelayanan, dan mempertahankan dirinya ketika ia membutuhkan atau pada
saat-saat yang berbahaya (Cobb, dalam Safarino, 1990).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
adalah bentuk pertolongan yang berupa ketersediaan informasi atau nasihat,
baik verbal maupun non-verbal, bantuan benda (materi), ataupun tindakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
yang dilakukan oleh pasangan sosial atau orang yang dicintai oleh individu
yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan
individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan,
dihargai dan dicintai.
2.
Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
House (dalam Smet, 1994) membedakan empat bentuk atau tipe dari
dukungan sosial, yaitu :
a. Dukungan emosional
Bentuk ini menekankan pada dukungan yang bersifat afektif,
mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap
individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan
diperhatikan (Taylor, 1995). Seseorang yang sedang mengalami stres
sering mengalami gangguan psikologis, seperti depresi, kesedihan,
kecemasan, dan penurunan self-esteem. Kehangatan dan kasih sayang
dapat membantu seseorang melewati masa-masa stres dengan lebih
percaya diri.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat positif
untuk orang tersebut, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan
gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang tersebut
dengan orang lain. Pemberian dukungan ini membantu individu untuk
melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya dibandingkan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
keadaan orang lain yang berfungsi untuk menambah penghargaan diri,
membentuk kepercayaan diri dan kemampuan serta merasa dihargai dan
berguna saat individu mengalami tekanan. Dukungan ini mampu
meningkatkan kompetensi sehingga seseorang dapat menilai kemampuan
dirinya dalam menghadapi stres (Taylor, 1995).
c. Dukungan instrumental
Bentuk ini mengacu pada bantuan nyata yang berupa materi,
seperti misalnya uang, benda, pelayanan, ataupun bantuan fisik yang lain.
Dukingan instrumental adalah dukungan yang diberikan secara langsung,
seperti ketika seseorang memberikan pinjaman uang kepada orang yang
membutuhkan, atau membantu orang tersebut dengan memberikan
pekerjaan (Smet, 1994).
d. Dukungan informatif
Dukungan informatif menekankan pada dukungan yang bersifat
informatif, yaitu berupa informasi mengenai stresor (Taylor, 1995).
Dukungan ini dapat berupa pemberian saran, nasihat, bimbingan, ataupun
pengarahan atas apa yang akan dilakukan seseorang. Dukungan informasi
dapat membantu seseorang memahami situasi dengan lebih baik, seperti
seberapa berbahayanya suatu permasalahan, sehingga seseorang mampu
menganalisa dan mencari alternatif strategi penyelesaian masalah yang
paling baik (Taylor, 1995).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Selain itu, Sarafino (1997) menyampaikan lima bentuk dukungan
sosial, antara lain:
a. Dukungan emosional
Dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional
merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan
didengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan keluhan seseorang akan
memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi
kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan,
serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan yang
positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan
individu lain, seperti misalnya perbandingan dengan orang-orang yang
kurang mampu atau lebih buruk keadaannya. Hal seperti ini dapat
menambah penghargaan diri. Melalui interaksi dengan orang lain,
individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinannya
dengan membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan perilaku orang
lain.
c. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini mencakup bantuan langsung, dapat berupa
jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
pemberian pekerjaan saat individu mengalami stres. Dukungan ini
membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.
d. Dukungan informatif
Dukungan informatif mencakup pemberian nasihat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi, atau umpan balik. Dukungan ini
membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas
wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi.
Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan
memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga
membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme
penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk.
e. Dukungan jaringan sosial
Dukungan ini mencakup perasaan keanggotaan dalam kelompok.
Dukungan jaringan sosial merupakan perasaan keanggotaan dalam suatu
kelompok, saling berbagi kesenangan dan aktivitas sosial.
Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah disampaikan
oleh beberapa ahli di atas, maka yang akan digunakan dalam pengukuran
dukungan sosial adalah bentuk dukungan sosial menurut House (dalam Smet,
1994), yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dan dukungan informatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
3.
Fungsi Dukungan Sosial
Menurut Maquire (dalam Proctor, dkk., 1990) dukungan sosial
mampu menyediakan lima fungsi, yaitu:
a. Dukungan sosial mampu membangun sense of self. Identitas seseorang
dibentuk dan diperkuat oleh orang-orang yang berhubungan dengannya,
yaitu mengenai bagaimana posisinya dalam suatu jaringan sosial
sehingga seseorang mampu bertindak sesuai perannya.
b. Dukungan sosial mampu memberikan feedback yang positif, sehingga
mampu meningkatkan self-esteem. Feedback yang positif mampu
membuat seseorang mempersepsi adanya harapan yang positif atas
penyelesaian suatu permasalahan.
c. Dukungan sosial mampu melindungi seseorang dari stres. Seseorang
dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi akan lebih mampu mengatasi
stres daripada seseorang yang memiliki dukungan sosial yang rendah.
Adanya perasaan bahwa seseorang didukung dan dipedulikan mampu
menurunkan dampak negatif stresor.
d. Dukungan sosial mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
memberikan bantuan material. Dukungan sosial mampu membuat
seseorang memahami suatu permasalahan secara lebih objektif,
membantu mencarikan jalan keluar yang tepat atas permasalahan,
melindungi seseorang dari stres, dan meningkatkan efektivitas intervensi
ahli.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
e. Dukungan sosial memberikan kesempatan pada seseorang untuk lebih
bersosialisasi dan mengembangkan keterampilan sosial yang lain, seperti
komunikasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
memiliki beberapa fungsi atau manfaat yang dapat membantu individu
menghadapi berbagai permasalahan ataupun untuk mengembangkan potensipotensi positif dalam diri individu. Fungsi-fungsi dukungan sosial tersebut
antara lain dukungan sosial mampu membentuk identitas diri, memberikan
feedback yang positif terhadap individu, melindungi diri dari stres,
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan membantu secara materi serta
mengembangkan keterampilan seseorang.
4.
Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Menurut Taylor (1995) dan Safarino (1990) dukungan sosial dapat
berasal dari banyak sumber, antara lain dari orang tua, pasangan hidup atau
seseorang yang dicintai, keluarga, teman, rekan kerja, ahli profesi seperti
dokter, komunitas atau instansi tertentu seperti sekolah, gereja atau rumah
sakit, dan bahkan hewan peliharaan.
Thoiths (1995) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan
sumber coping utama ketika seseorang menghadapi stres, yaitu ketika
seseorang menerima sesuatu dari significant others-nya (seperti keluarga,
teman sejawat, dan lain-lain) untuk mereduksi stressor ataupun untuk
meregulasi dampak negatif yang diakibatkan stressor tersebut. Menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
House dan Khan (1989), para significant others tersebut dapat menyediakan
bantuan instrumental, informasi, atau bantuan emosi.
Seseorang yang memiliki pasangan hidup, keluarga, ataupun teman
yang mampu memberikan dukungan sosial terbukti memiliki kualitas
kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada orang-orang yang tidak
mendapatkan dukungan sosial (Cohen dan Syme, 1985). Dukungan yang
diberikan oleh pasangan, teman, dan ahli profesional mampu mempengaruhi
dampak dari perilaku abnormal remaja terhadap stres yang dialami ibu yang
memiliki remaja autis, Down Syndrome, Cerebral Palsy dan berbagai
abnormalitas yang lain (Plant dan Sanders, 2007).
Orang yang menikah memiliki tingkat kepuasan hidup yang baik
daripada orang yang lajang (Lachman dan Weaver, 1997). Pernikahan dan
kehidupan keluarga merupakan sumber terkuat kebahagiaan, diikuti oleh
persahabatan, walaupun hal tersebut berbeda pada tiap tahapan usia. Pada
usia remaja, persahabatan merupakan sumber terkuat kebahagiaan yang
kemudian diikuti oleh hubungan keluarga. Dengan adanya teman, seseorang
menikmati aktivitas yang disukai bersama-sama. Selain itu, hubungan ini
dapat berkembang menjadi supportif relationship. Dukungan yang diberikan
oleh pasangan mempengaruhi kualitas pengasuhan ibu dan adaptasi keluarga,
baik pada keluarga yang memiliki remaja normal maupun remaja yang
memiliki abnormalitas (Bristol, 1988).
Berdasarkan uraian di atas, maka dukungan sosial yang diterima
individu dapat diperoleh dari anggota keluarga, pasangan hidup, teman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
sebaya dan organisasi kemasyarakatan yang diikuti. Dalam penelitian ini,
sumber-sumber dukungan sosial bagi remaja di asrama dapat diperoleh dari
pengasuh dan teman sebaya di asrama.
C. Remaja Tunarungu
1.
Pengertian Tunarungu
Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati, 2007) mengemukakan
bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf)
dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang indera
pendengarannya
mengalami
kerusakan
dalam
taraf
berat,
sehingga
pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah
mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih
dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan
alat bantu dengar (hearing aids).
Selain itu, Mufti Salim (dalam Sutjihati, 2007) menyimpulkan bahwa
remaja tunarungu adalah remaja yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian
(hard
of
hearing)
maupun
seluruhnya
(deaf)
yang
menyebabkan
pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan seharihari.
2.
Klasifikasi Tunarungu
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati, 2007), terdapat
beberapa pembagian ketunarunguan, yaitu:
a. Klasifikasi secara etiologis
Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini
penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu:
1.
Pada saat sebelum dilahirkan
a.
Salah satu atau kedua orang tua remaja menderita tuarungu atau
mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya
dominant genes, recesive gen, dan lain-lain.
b.
Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu
penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat
kehamilan tri-semester pertama yaitu pada saat pembentukan
ruang telinga. Penyakit itu adalah rubella, moribili, dan lainlain.
c.
Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu
meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran remajanya,
sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan
dapat
menyebabkan
ketunarunguan
pada
remaja
yang
dilahirkan.
2.
Pada saat kelahiran
a.
Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga
persalinan dibantu dengan penyedotan (tang).
b.
3.
Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
Pada saat setelah kelahiran (post-natal)
a.
Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak
(meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lainlain.
b.
Pemakaian obat-obatan ototoksi pada remaja-remaja.
c.
Karena
kecelakaan
yang
mengakibatkan
kerusakan
alat
pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
b. Klasifikasi menurut tarafnya
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes
audiometris.
Untuk
kepentingan
pendidikan
ketunarunguan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati, 2007) mengemukakan:
1.
Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54
dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan
mendengar secara khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
2.
Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69
dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah
secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan
berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
3.
Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89
dB.
4.
Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian.
Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara,
mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan secara
khusus. Remaja yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III
dan IV pada hakikatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3.
Perkembangan Remaja Tunarungu
Remaja atau adolescene berasal dari bahasa Latin adolescere yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2006). Santrock
(2003) mengartikan remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan
transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, serta sosial-emosional yang terjadi berkisar dari
perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada
kemandirian. Masa peralihan itu banyak menimbulkan kesulitan-kesulitan
dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosial. Hal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
ini dikarenakan remaja merasa bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum
dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa (Hurlock, 1994).
Usia remaja biasanya disebut juga dengan usia belasan. Remaja adalah
mereka yang berumur 13-16 tahun (remaja awal), 17-18 tahun (remaja akhir)
(Hurlock, 2006). Usia belasan tahun lebih populer dalam mengelompokkan
usia remaja, namun sebenarnya remaja yang lebih tua yaitu sampai usia 21
tahun masih dianggap usia belasan tahun atau remaja (Hurlock, 2006). Monks
dkk. (2004) menambahkan masa remaja secara global berlangsung antara
umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja
awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah
masa remaja akhir.
Di bawah ini, ada beberapa perkembangan remaja tunarungu yang
dipengaruhi oleh kekurangan pendengaran yang dimiliki (Sutjihati, 2007).
a. Pengaruh Pendengaran pada Perkembangan Bicara dan Bahasa
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Akibatnya terbatasnya ketajaman pendengaran, remaja
tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada
remaja tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa
meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual.
Selanjutnya, dalam perkembangan bicara dan bahasa, remaja tunarungu
memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan
kemampuan dan taraf ketunarunguannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi remaja
tunarungu terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin
untuk sampai pada penguasaan bahasa melalui pendengarannya,
melainkan harus melalui penglihatannya dan memanfaatkan sisa
pendengarannya. Oleh sebab itu, komunikasi bagi remaja tunarungu
mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya.
Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan
sebagai berikut:
1) Bagi remaja tunarungu yang mampu bicara, tetap menggunakan
bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana
penerimaan dari pihak remaja tunarungu.
2) Menggunakan
media
tulisan
dan
membaca
sebagai
sarana
penerimaannya.
3) Menggunakan isyarat sebagai media.
b. Perkembangan Kognitif Remaja Tunarungu
Pada umunya, inteligensi remaja tunarungu secara potensial sama
dengan remaja normal, tetapi secara fungsional perkembangannya
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan
informasi, dan daya abstraksi remaja. Akibatnya ketunarunguan
menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan
demikian perkembangan inteligensi secara fungsional terhambat.
Perkembangan kognitif remaja tunarungu sangat dipengaruhi oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
perkembangan
bahasa,
sehingga
hambatan
pada
bahasa
akan
menghambat perkembangan inteligensi pada remaja tunarungu.
Kerendahan inteligensi remaja tunarungu bukan berasal dari
hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena
inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Pemberian
bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan berbahasa akan dapat
membantu perkembangan inteligensi remaja tunarungu. Tidak semua
aspek inteligensi remaja tunarungu terhambat. Aspek inteligensi yang
terhambat perkembangannya ialah yang bersifat verbal, misalnya
merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan, dan
meramalkan kejadian.
Aspek inteligensi yang bersumber dari penglihatan dan yang
berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan tetapi justru
berkembang lebih cepat Cruickshank yang dikutip oleh Yuke R. Siregar
(dalam Sutjihati, 2007) mengemukakan bahwa remaja-remaja tunarungu
sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang
tampak terbelakang. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh derajat
gangguan pendengaran yang dialami remaja, tetapi juga tergantung pada
potensi kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta dorongan dari
lingkungan luar yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk
mengembangkan kecerdasan itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
c. Perkembangan Emosi Remaja Tunarungu
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali
menyebabkan remaja tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau
salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada
emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan
menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya
menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan.
Emosi remaja tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena
kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang
diterimanya. Remaja tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak
dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.
d. Perkembangan Sosial Remaja Tunarungu
Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas,
yaitu lingkungan hidup di mana remaja berinteraksi yaitu interaksi antara
individu dengan individu, dengan kelompok , keluarga, dan masyarakat.
Untuk kepentingan remaja tunarungu, seluruh anggota keluarga, guru,
dan masyarakat di sekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan
memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat
perkembangan kepribadian yang negatif pada diri remaja tunarungu.
Remaja
tunarungu
banyak
dihinggapi
kecemasan
karena
menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal ini
akan membingungkan remaja tunarungu. Remaja tunarungu sering
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia
sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam.
Hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara
seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak dapat dihindari.
Namun bagi remaja tunarungu tidaklah demikian karena remaja ini
mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia
tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya,
orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya.
e. Perkembangan Perilaku Remaja Tunarungu
Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan
antara remaja dan orang tua terutama ibunya. Lebih-lebih pada masa
awal perkembangannya. Perkembangan kepribadian terjadi dalam
pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan pada
faktor remaja sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri remaja
tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran,
kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan inteligensi
dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat
perkembangan kepribadiannya.
4.
Masalah-Masalah dan Dampak Ketunarunguan
Menurut Sutjihati (2007), terdapat beberapa masalah yang akan
dihadapi dan dampak yang akan diterima oleh remaja tunarungu karena
keterbatasan dalam pendengarannya, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
a.
Bagi Remaja Tunarungu Sendiri
Sehubungan dengan karakteristik remaja tunarungu yaitu miskin
dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan
kata-kata yang mengandung kiasan, adanya gangguan bicara, maka halhal itu merupakan sumber masalah pokok bagi remaja tersebut.
b. Bagi Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan faktor yang mempunyai
pengaruh penting dan kuat terhadap perkembangan remaja terutama
remaja luar biasa. Remaja ini mengalami hambatan, sehingga mereka
akan sulit menerima norma lingkungannya. Berhasil tidaknya remaja
tunarungu melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada bimbingan dan
pengaruh keluarga. Tidaklah mudah bagi orang tua untuk menerima
kenyataan bahwa remajanya menderita kelainan atau cacat. Reaksi
pertama saat orang tua mengetahui bahwa remajanya menderita
tunarungu adalah merasa terpukul dan bingung. Reaksi-reaksi yang
tampak biasanya dapat dibedakan atas bermacam-macam pola, yaitu:
1) Timbulnya rasa bersalah atau berdosa.
2) Orang tua menghadapi cacat anaknya dengan perasaan kecewa
karena tidak memenuhi harapannya.
3) Orang tua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dari
anak-anak lain.
4) Orang tua menerima anaknya berserta keadaannya sebagaimana
mestinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Sikap orang tua sangat tergantung pada reaksinya terhadap
kelainan remajanya itu. Sebagai reaksi dari orang tua atas sikap-sikapnya
itu, maka:
1) Orang tua ingin menembus dosa dengan jalan mencurahkan kasih
sayangnya secara berlebih-lebihan pada anaknya.
2) Orang tua biasanya menolak kehadiran anaknya.
3) Orang tua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di
rumah.
4) Orang tua bersikap realistis terhadap anaknya.
Sikap-sikap orang tua ini mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan kepribadian remaja. Sikap-sikap yang kurang
mendukung keadaan itu tentu saja akan menghambat perkembangan
remaja, misalnya dengan melindunginya atau dengan mengabaikannya.
c.
Bagi Masyarakat
Pada umumnya orang masih berpendapat bahwa remaja
tunarungu tidak dapat berbuat apapun. Pandangan yang semacan ini
sangat merugikan remaja tunarungu. Karena adanya pandangan ini
biasanya dapat kita lihat sulitnya remaja tunarungu untuk memperoleh
lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena ketidakmampuannya
tadi, ia sulit untuk bersaing dengan orang normal.
Kesulitan memperoleh pekerjaan di masyarakat mengakibatkan
timbulnya kecemasan, baik dari remaja itu sendiri maupun dari
keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap tidak dapat berbuat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
sesuatu karena remaja tidak dapat bekerja sebagaimana biasanya. Oleh
karena itu, masyarakat hendaknya dapat memperhatikan kemampuan
yang dimiliki remaja tunarungu walaupun hanya merupakan sebagian
kecil dari pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh orang normal.
d. Bagi Penyelenggara Pendidikan
Perhatian akan kebutuhan pendidikan bagi remaja tunarungu
tidaklah dapat dikatakan kurang karena terbukti bahwa remaja tunarungu
telah banyak mengikuti pendidikan sepanjang lembaga pendidikan itu
dapat dijangkaunya.
Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika remaja
tunarungu tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus (SLB) adalah
jika remaja-remaja tunarungu itu tempat tinggalnya jauh dari SLB, maka
tentu saja mereka tidak akan dapat bersekolah. Usaha lain muncul dengan
didirikannya asrama disamping sekolah khusus itu. Rupanya usaha itu
tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya cara untuk menyekolahkan
mereka.
Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong remaja
tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti
pendidikan pada sekolah normal/biasa dan disediakan program-program
khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti
remaja normal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
D. Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari
Dukungan Sosial pada Remaja Tunarungu
Setiap
remaja
tunarungu
pada
umumnya
mengharapkan
agar
keberadaannya dapat diterima dengan baik dalam lingkungan masyarakatnya.
Remaja yang menderita tunarungu biasanya mengalami hambatan di dalam
melakukan tugas perkembangannya (Mangunsong, 1998), misalnya berinteraksi
dengan teman sebaya, memainkan peran sosial dalam masyarakat, menerima
keadaan fisik yang tidak sempurna dibanding orang yang normal, dan
mempersiapkan perkawinan dengan lawan jenis dalam membentuk sebuah
keluarga serta berusaha mencapai kemandirian emosional menjadi orang tua dan
dewasa lainnya. Remaja yang tunarungu akan merasa sangat malu, berkecil hati,
merasa tidak memiliki tujuan hidup yang secara otomatis akan mempengaruhi
pada keadaan psikologisnya.
Remaja tunarungu juga menginginkan suatu harapan untuk berhasil akan
masa depannya seperti orang normal lainnya yang mempunyai kesempatan untuk
berhasil. Kekurangan neurologis tidaklah menjadi hambatan jika remaja
tunarungu mempunyai sikap yang berorientasi ke depan. Ketika individu memiliki
tujuan hidup dan semangat yang tinggi secara nyata mereka dapat meraih masa
depan yang diinginkan (Hurlock, 1994).
Kondisi individu yang mampu menghadapi berbagai hal yang dapat
memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam
kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu
tersebut merasakan adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam hidupnya
sering dikenal dengan istilah psychological well-being (Ryff, 1989).
Kondisi psychological well-being dapat ditandai dengan kemampuan
menerima diri apa adanya. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2006) salah satu
tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja adalah
menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif. Hal inilah yang
dapat menjadi hambatan bagi remaja tunarungu dan harus dicapai agar mampu
berkembang secara positif. Ryff (1989) juga menekankan pentingnya menjalin
hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Remaja tunarungu yang
baik dalam hubungan dengan orang lain, termasuk terhadap pengasuh maupun
teman sebaya, ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan
saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang
kuat. Begitu pula dengan remaja tunarungu yang mampu untuk menolak tekanan
sosial dari lingkungan di sekitarnya, berpikir dan bertingkah laku dengan caracara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri, menandakan bahwa ia baik
dalam kemandirian atau otonomi.
Selain di atas, remaja tunarungu yang mampu untuk memanipulasi
keadaan, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya
dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif menandakan dirinya
mampu menguasai lingkungan secara baik. Sejalan dengan remaja tunarungu yang
mempunyai tujuan hidup yang baik ditandai dengan adanya rasa keterarahan
dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup,
dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup. Remaja tunarungu yang
baik dalam pertumbuhan pribadi mempunyai perasaan untuk terus berkembang,
melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang
terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah
laku dari waktu ke waktu (Ryff, 1989).
Cohen dan Syme (dalam Calhoun dan Accocella, 1990) menyebutkan
bahwa dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan psychological well-being.
Menurut Sarafino (2006), dukungan emosional melibatkan ekspresi empati,
perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan
emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan nyaman dan
mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia dipuji, dihormati, dan dicintai, dan
bahwa orang lain bersedia untuk memberikan perhatian dan rasa aman. Banyak
para ahli yang berpendapat bahwa dukungan emosional ini merupakan bentuk
dukungan yang paling penting terhadap kesejahteraan maupun kesehatan individu.
Dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat bagi remaja untuk tetap
maju, menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dan bersikap positif
terhadap diri serta lingkungannya (Smet, 1994). Misalnya, memberi pujian bila
remaja melakukan sesuatu yang baik. Dukungan ini mengembangkan harga diri
pada yang menerimanya. Bagi remaja tunarungu yang berprestasi, dukungan
penghargaan ini penting untuk meningkatkan rasa optimis di dalam kompetisi.
Dukungan instrumental berperan dalam menghadapi situasi stress, dapat
membantu meringankan beban individu sehingga mereka dapat memenuhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
tanggung jawab atas perannya sehari-hari tanpa selalu membutuhkan bantuan
orang lain atau mandiri (Sarafino, 2006). Bagi remaja di panti asuhan dapat
berupa penyediaan sarana dan pelayanan yang dapat memperlancar dan
memudahkan perilaku remaja dalam segala aktivitasnya, seperti fasilitas
perpustakaan yang menunjang kesenangannya membaca buku.
Menurut Orford (1992), dukungan informasi diberikan dalam bentuk
saran, nasihat, dan umpan balik mengenai cara menghadapi atau memecahkan
masalah yang ada, sehingga membuat remaja merasa memiliki kemampuan untuk
menghadapi permasalahan hidup dan menjalani kehidupannya dengan baik
meskipun memiliki keterbatasan dalam pendengaran. Informasi mendalam tentang
kondisi di sekitar membuat remaja tunarungu lebih siap menghadapi masa depan
dan mencapai tujuan hidupnya.
Bentuk dukungan sosial ini diterima oleh remaja tunarungu dalam porsi
yang berbeda-beda tergantung pada situasi-situasi yang dihadapi remaja
tunarungu (Smet, 1994). Melihat adanya hubungan dukungan sosial dengan
psychological well-being, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk dukungan
sosial yang paling sering diterima akan mengarahkan pada kondisi atau tingkat
psychological well-being tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
E. Kerangka Pemikiran
Dukungan
Emosional
Dukungan
Penghargaan
Dukungan Sosial
Perbedaan
Psychological
Dukungan
Instrumental
Well-Being
Dukungan
Informasi
Gambar 1.
Kerangka Pikir Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari
Dukungan Sosial
Perbedaan bentuk dukungan sosial yang
diterima dimungkinkan
mengarahkan pada kondisi psychological well-being yang berbeda pula.
F. Hipotesis
Berdasarkan pada uraian landasan teori di atas, dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut:
“Terdapat perbedaan psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial,
yang
meliputi
dukungan
emosional,
dukungan
penghargaan,
dukungan
instrumental, dan dukungan informatif pada remaja tunarungu yang dibesarkan
dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Variabel tergantung
: Psychological Well-Being
2.
Variabel bebas
: Dukungan Sosial
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1.
Psychological Well-Being
Psychological well-being merupakan kondisi individu yang mampu
menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam
kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan
mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi
psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut
merasakan adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam hidupnya.
Psychological well-being diukur dengan Skala Psychological WellBeing yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dinyatakan oleh Ryff
(dalam Keyes, 1995), terdiri dari enam aspek, yang meliputi aspek
penerimaan individu terhadap dirinya, merupakan aspek yang berkaitan
dengan kemampuan menerima diri apa adanya; aspek hubungan positif
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
dengan sesama, menunjukkan kemampuan untuk mencintai orang lain; aspek
kemampuan untuk bersifat otonom, menjelaskan mengenai kemampuan untuk
menentukan diri sendiri; aspek kemampuan individu untuk menguasai
lingkungan, ditandai dengan kemampuan untuk memilih dan menciptakan
lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya; aspek tujuan individu
dalam hidup, ditunjukkan dengan
kemampuan individu untuk mencapai
tujuan dalam hidup; dan aspek pertumbuhan pribadi, aspek ini ditandai
dengan adanya kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam
diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Semakin tinggi skor yang
didapatkan skala psychological well-being, maka semakin tinggi pula
psychological well-being seseorang, begitu pula sebaliknya.
2.
Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bentuk pertolongan yang berupa
ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan
benda (materi), ataupun tindakan yang dilakukan oleh pasangan sosial atau
orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau
pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah
merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai.
Dukungan sosial diukur dengan Skala Dukungan Sosial yang disusun
berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh House
(dalam Smet, 1994), yaitu bentuk dukungan emosional, menekankan pada
dukungan yang bersifat afektif, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
perhatian terhadap individu; bentuk dukungan penghargaan, bentuk ini terjadi
lewat ungkapan hormat positif untuk orang tersebut, dorongan untuk maju
atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan
positif orang tersebut dengan orang lain; bentuk dukungan instrumental,
mengacu pada bantuan nyata yang berupa materi, seperti misalnya uang,
benda, pelayanan, ataupun bantuan fisik yang lain; dan bentuk dukungan
informatif, bentuk ini dapat berupa pemberian saran, nasihat, bimbingan,
ataupun pengarahan atas apa yang akan dilakukan seseorang. Rata-rata atau
mean tertinggi pada salah satu bentuk dukungan sosial menunjukkan bentuk
dukungan sosial yang lebih banyak diterima oleh seseorang.
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah remaja tunarungu yang
dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di Kota Wonosobo, yaitu di
Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dengan jumlah
remaja tunarungu sebanyak 62 orang dan LPATR Dena Upakara dengan jumlah
remaja tunarungu sebanyak 58 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja tunarungu yang dibesarkan
dalam lingkungan asrama SLB-B di Kota Wonosobo yang dipilih berdasarkan
pertimbangan peneliti yang menganggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki
telah ada dalam subjek. Subjek penelitian diambil dengan karakter sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
1.
Remaja, dengan batasan usia 13 sampai 18 tahun
2.
Pria dan wanita
3.
Memiliki kemampuan baca dan tulis
4.
Memiliki taraf inteligensi normal atau di atas rata-rata
Teknik pengambilan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, yang memiliki pengertian bahwa sampel ditentukan melalui
pertimbangan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti terhadap
subjek yang sesuai dengan tujuan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
1.
Sumber Data
Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk memperoleh
sebuah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data,
yakni berupa:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian dan data utama dalam penelitian. Data penelitian ini diperoleh
langsung dari remaja-remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan
asrama SLB-B di kota Wonosobo yang menjadi sampel penelitian. Data
tersebut berupa respons atau tanggapan atas pertanyaan yang diajukan
peneliti dalam skala penelitian, baik skala psychological well-being dan
dukungan sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari
tempat penelitian, yakni berupa dokumentasi ketika pengumpulan data dan
informasi tentang profil sekolah, biodata siswa, termasuk data inteligensi.
2.
Metode Pengumpulan Data
Skala psychological well-being dan dukungan sosial yang digunakan
dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh penulis dan diberikan secara langsung
kepada remaja tunarungu.
Penyusunan aitem-aitem dalam skala psychological well-being dan
dukungan sosial dikelompokkan menjadi aitem favorable dan unfavorable
yang menggunakan tipe pilihan, yaitu subyek diminta untuk memilih salah
satu dari empat alternatif jawaban yang sudah disediakan, yaitu sangat sesuai
(SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).
Berikut adalah cara penyekoran skala psychological well-being dan
dukungan sosial.
Tabel 1.
Penilaian Pernyataan Favorable dan Unfavorable
pada Skala Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial
Kategori Jawaban
Sangat sesuai
Sesuai
Tidak sesuai
Sangat Tidak sesuai
Favorable
Unfavorable
4
3
2
1
1
2
3
4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka pada
penelitian ini digunakan dua macam skala yaitu :
1.
Skala Psychological Well-Being
Skala psychological well-being disusun berdasarkan aspek-aspek
psychological well-being yang dinyatakan oleh Ryff (dalam Keyes,
1995), terdiri dari aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan
sesama, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan dalam hidup, dan
pertumbuhan pribadi.
Skala psychological well-being berjumlah 42 aitem yang terdiri
dari dua kelompok aitem yang berbentuk favorabel dan unfavorabel.
Tinggi rendahnya psychological well-being ditentukan oleh skor yang
diperoleh. Berikut adalah susunan aitem skala psychological well-being.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Tabel 2.
Blue-print Skala Psychological Well-Being
Konsep
No
Kondisi dimana
individu mampu
menghadapi berbagai
hal yang dapat
memicu
permasalahan dalam
kehidupannya,
mampu melalui
periode sulit dalam
kehidupan dengan
mengandalkan
kemampuan yang ada
dalam dirinya dan
menjalankan fungsi
psikologi positif yang
ada dalam dirinya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
AspekAspek
Indikator
Penerimaan
diri
1. Bersikap positif terhadap
diri sendiri
2. Mengakui dan menerima
kekurangan
3. Berinteraksi dengan orang
lain dan menerima kritikan
secara objektif
Hubungan
1. Saling percaya dengan
positif
orang lain
dengan
2. Mempunyai rasa
sesama
afeksi/kasih sayang
3. Ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain
Otonomi
1. Tidak bergantung pada
orang lain
2. Membuat keputusan
berdasarkan pemikiran
sendiri
3. Mengevaluasi diri sendiri
Penguasaan 1. Mampu melakukan
terhadap
pekerjaan dengan baik
lingkungan 2. Mampu bersikap terbuka
dengan lingkungan
3. Mampu mengembangkan
kondisi yang baik
Tujuan
1. Mempunyai rasa
dalam hidup
keterarahan dalam hidup
2. Mempunyai target dalam
hidup
Pertumbuhan 1. Mempunyai perasaan terus
pribadi
berkembang
2. Menyadari potensi di dalam
diri
3. Melakukan peningkatan
dalam diri dan tingkah laku
Total
Nomor Aitem
F
U
1
7
13
19
25, 37
31
2, 14
8
26
20
38
32
3, 15
`9
27
21
39
33
4
10
16, 28
22
40
34
5, 17
11, 23
29
35, 41
6
12
18, 30
24
42
36
23
19
Jumlah
7
7
7
7
7
7
42
Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial terdiri atas aitem-aitem yang mencakup
bentuk-bentuk dukungan sosial, seperti yang dinyatakan oleh House
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
(dalam Smet, 1994) yaitu: bentuk dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi.
Jumlah aitem dalam skala dukungan sosial sebanyak 60 butir,
terdiri atas 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable, dengan
rincian masing-masing 15 aitem pada tiap jenis dukungan sosial.
Bentuk dukungan sosial yang lebih banyak diterima subjek
ditentukan
oleh
mean
terbesar
dari
tiap-tiap
komponen,
dan
dikategorisasikan menjadi dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dan dukungan informasi.
Berikut adalah susunan aitem skala dukungan sosial.
Tabel 3.
Blue-print Skala Dukungan Sosial
Konsep
Bentuk pertolongan
yang berupa
ketersediaan
informasi atau
nasihat, baik verbal
maupun non-verbal,
bantuan benda
(materi), ataupun
tindakan yang
dilakukan oleh
pasangan sosial atau
orang yang dicintai
oleh individu yang
bersangkutan
No
1.
Bentuk-Bentuk
Dukungan
emosional
Indikator
1. Empati
2. Kepedulian
dan perhatian
2.
Dukungan
penghargaan
1. Penilaian
positif
2. Dorongan
untuk maju
3.
Dukungan
instrumental
Bantuan nyata
dan langsung
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
4.
Dukungan
informasi
Pemberian
nasihat,
petunjuk, dan
saran
Total
commit to user
F
U
Nomor Aitem
1, 5, 9, 13
3, 7, 11
2, 6, 10, 14
4, 8, 12, 15
16, 20, 24
18, 22, 26, 29
17, 21, 25, 28
19, 23, 27, 30
31, 33, 35, 37,
39, 41, 43, 45
32, 34, 36, 38,
40, 42, 44
46, 48, 50, 52,
54, 56, 58
47, 49, 51, 53,
55, 57, 59, 60
Jumlah
15
15
15
15
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
E. Validitas dan Reliabilitas
1.
Uji Validitas dan Daya Beda Aitem
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah review
professional judgment, yaitu uji terhadap validitas isi melalui review langsung
secara profesional oleh pembimbing. Skala dalam penelitian ini akan diuji
daya beda aitemnya dengan menggunakan korelasi Product Moment dengan
bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS)
versi 16.0. Pemilihan aitem pada skala dukungan sosial dilakukan analisis
aitem pada setiap komponen dengan membandingkan indeks daya
diskriminasinya
terhadap
masing-masing
komponen,
bukan
secara
keseluruhan.
2.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan
menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dari tiap-tiap instrument suatu
variabel. Perhitungan uji reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan
program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi
16.0. Khususnya, pada skala dukungan sosial akan digunakan atribut
komposit dalam uji reliabilitasnya karena skala dibuat untuk beberapa
komponen yang mengungkap subdomain yang berbeda satu dengan yang lain.
Skor akhir pada tes merupakan skor komposit (gabungan) yang merupakan
penjumlahan dari skor setiap komponen dengan memperhitungkan besarnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
bobot masing-masing. Terlebih dahulu dilakukan komputasi koefisien
reliabilitas bagi masing-masing komponen, baru kemudian dihitung
reliabilitas secara keseluruhan yang dikenal formula komputasi koefisien
reliabilitas skor komposit (Azwar, 2010).
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
varians klasifikasi satu arah (One Way Anova) karena penelitian ini bertujuan
untuk menguji variabel terikat dengan cara membandingkannya pada kelompokkelompok sampel independen (bebas) yang diamati, yaitu untuk mengetahui
perbedaan psychological well-being berdasarkan dukungan sosial yang lebih
banyak diterima oleh remaja tunarungu, yaitu dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi di lingkungan
asrama. Guna mempermudah perhitungan, digunakan bantuan program komputer
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Sebelumnya dilakukan
pula uji asumsi homogenitas dan uji normalitas sebaran data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian mengenai perbedaan psychological well-being ditinjau dari
dukungan sosial pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan
asrama SLB-B di kota Wonosobo dilaksanakan di Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Don Bosco yang beralamatkan di Jl. Sambek No. 33,
Wonosobo 56311 dan LPATR Dena upakara di Jl. Mangli No. 5, Wonosobo
56311. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei awal
untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan subjek.
Secara lebih jelas akan dirinci mengenai sejarah dan profil Lembaga
Pendidikan Anak Tunarungu Don Bosco dan Dena Upakara.
a. Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco
1) Sejarah Berdirinya LPATR Don Bosco
Pada tahun 1936 para Suster Putri Maria dan Yosef (Suster
PMY) telah membuka sekolah LPATR Dena Upakara di Jl. Mangli,
Wonosobo. Pada awalnya mereka mengajak baik putra maupun
putri. Baru berjalan selama 2 tahun, usaha mulia itu terganggu
Perang Dunia II dengan segala akibatnya. Setelah situasi kembali
lebih kondusif, para suster kembali membuka pintu sekolah dan
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
tentunya mengulang ajakan untuk bekerja sama, agar para Bruder
Karitas mau mendirikan sekolah untuk anak tunarungu karena sangat
dibutuhkan tenaga untuk putra.
Setelah semua disiapkan pada tanggal 8 Januari 1956, tiga
puluh anak putra pindah dari LPATR Dena Upakara ke LPATR Don
Bosco. Satu hari kemudian, Senin, 9 Januari 1956 pintu-pintu
sekolah dibuka untuk pertama kali dan kegiatan belajar mengajar
dimulai. Pada permulaan jumlah guru hanya 3 orang, maka jelaslah
jumlah itu terus bertambah dan sekarang menjadi 28 orang yang
berkarya di sekolah.
2) Visi dan Misi LPATR Don Bosco
Visi:
Melalui pengasuhan, pendidikan, dan pengajaran, LPATR
Don Bosco SLB-B Karya Bakti melaksanakan kegiatan untuk
memuliakan Tuhan, yang dengan kasih dan ramah membantu anakanak tunarungu, sakit, lemah, dan miskin.
Misi:
Bersama warga Gereja, Pemerintah, dan Masyarakat, LPATR
Don
Bosco
SLB-B
Karya
Bakti
melaksanakan
kegiatan
pemberdayaan dan pembebasan anak tunarungu, sakit, lemah, dan
miskin Indonesia dari kemiskinan bahasa dan kebodohan, baik dalam
aspek fisik, psikis, maupun mental-spiritual. Perwujudan visi dan
misi tersebut adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
1.
Menerima dan mengasuh anak-anak tunarungu wicara lebih
kurang lima (5) tahun dari semua lapisan masyarakat di seluruh
wilayah Indonesia.
2.
Merawat dan merehabilitasi kesehatan anak-anak tunarungu
wicara tersebut.
3.
Mendidik, mengajar, dan melatih mereka dengan tujuan
memberdayakan segala potensi yang dimiliki anak tunarungu
wicara, sehingga mereka mampu berbahasa dan bekomunikasi
serta bergaul secara wajar dengan masyarakatnya, dan
selanjutnya dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk
menuntut ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi bagi
masa depan mereka.
4.
Membekali mereka dengan keterampilan/keahlian kejuruan
untuk kerja, sehingga secara khusus mereka dapat mandiri, baik
memasuki lapangan kerja maupun menciptakan lapangan kerja
sendiri, dan secara umum dapat ikut serta dalam pembangunan
masyarakat, bangsa, dan negara.
b. Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara
1) Sejarah Berdirinya LPATR Dena Upakara
Pada tanggal 13 Februari 1938, ke 5 pionir tiba di Indonesia
sampai akhir Februari mereka tinggal di Biara Ursulin, Bandung.
Baru tanggal 28 Februari 1938 kelima suster perintis berangkat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
menuju “rumah sendiri”, rumah sewa yang lengkap di Jl. Pakuwojo
(Sumberan) Wonosobo.
Setelah mempersiapkan serta merundingkan segala sesuatu
maka tanpa menunda lagi diputuskan untuk segera membuka
sekolah, dimulai dengan 2 murid penduduk asli Wonosobo pada
tanggal 5 Maret 1938, yaitu Erlin Martodarmodjo (5 tahun) dan
Soerip Karso (8 tahun), Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu
Dena-Upakara telah memulai karya di Indonesia.
2) Visi dan Misi LPATR Dea Upakara
Visi :
Bersama Yesus Kristus dan dijiwai oleh
semangat-
Nya,asrama Dena Upakara mengaktualisasikan kerajaan Allah dalam
pelayanan
cinta
kasih
kepada
sesama yang
miskin
dan
lemah,khususnya kepada yang tuli dan kurang mendengar.
Misi :
1. Asrama Dena Upakara siap sedia menanggapi kebutuhan actual
gereja dan masyarakat dalam pelayanan pendidikan bagi anak
tunarungu secara professional dan dalam suasana kekeluargaan.
2. Meningkatkan martabat anak tunarungu seperti manusia lain,
sehingga mampu berkembang.
3. Meningkatkan dan mengembangkan komunikasi secara formal
dan informal dengan semua pihak terkait untuk mendukung
penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak tunarungu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Pengelolaan kedua lembaga ini berdiri sendiri-sendiri. Mereka hanya
bekerja sama dalam bidang pendidikan, misalnya dalam hal metodik,
penataran guru dan lain lain yang semacam itu.
a. Metode Pengajaran
Metode pengajaran yang dipakai oleh Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Dena Upakara dan Don Bosco, Wonosobo
berdasarkan percakapan (oral). Metode pengajaran yang dikembangkan
dan dipertahankan sampai sekarang adalah metode oral. Metode oral
melatih anak tunarungu untuk berbahasa lisan dan bicara murni tanpa
isyarat. Metode ini mengutamakan cara, keaktifan, dan kemampuan anak
untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan dengan bahasa.
b. Jenjang Pendidikan
Anak-anak tunarungu menempuh pendidikan di Lembaga
Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara dan Don Bosco,
Wonosobo lewat jenjang pendidikan:
1) Prasekolah: Play group, Persiapan I, Persiapan II, Persiapan III
2) Sekolah Dasar: Kelas I, Kelas II, Kelas III, Kelas IV, Kelas V, Kelas
VI
3) Kejuruan: Kelas I, Kelas II, Kelas III
Tingkat kejuruan ini terdiri dari: Tata Boga, Tata Busana, Tata Rias :
Rias Wajah dan Tata Rambut, dan Keterampilan komputer untuk
LPATR Dena Upakara. Sedangkan pada LPATR Don Bosco terdiri
dari Kejuruan Besi, Kejuruan Jahit, dan Kejuruan Kayu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
c. Syarat Penerimaan Siswa
1) Tingkat Prasekolah
a) Anak yang kurang mendengar, sehingga tidak dapat mengikuti
pelajaran di sekolah umum.
b) Berumur 5 tahun belum mencapai 6 tahun.
c) Kecerdasan normal.
2) Tingkat Dasar
Anak yang sedang mengikuti pelajaran di SLB-B lain dan mau
pindah sekolah dengan catatan sebagai berikut:
Apakah di SLB-B Don Bosco ada lowongan tempat, baik di sekolah
maupun di asrama.
3) Tingkat Kejuruan
a) Anak yang telah lulus dari SLB-B lain.
b) Berumur lima belas tahun/enam belas tahun.
c) Dapat bergaul secara lisan dan dapat membaca ujaran.
Berikut jumlah siswa, guru dan pengasuh Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara tahun ajaran 2010/2011.
Tabel 4.
Jumlah Siswa, Guru dan Pengasuh Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu
(LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara Tahun Ajaran 2010/2011
Jumlah
Siswa
Guru
Pengasuh
a. Umur < 13 tahun
b. Umur 13-18 tahun
c. Umur > 18 tahun
LPATR Don
Bosco
54
62
31
35
18
commit to user
LPATR Dena
Upakara
57
58
15
33
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
2. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian
ini adalah skala psychological well-being dan skala dukungan sosial. Skala
psychological well-being digunakan untuk mengungkap seberapa besar skor
psychological well-being yang dimiliki oleh remaja tunarungu. Penyusunan
skala psychological well-being berdasarkan aspek-aspek psychological wellbeing yang dinyatakan oleh Ryff (dalam Keyes, 1995), terdiri dari aspek
penerimaan diri, hubungan positif dengan sesama, otonomi, penguasaan
lingkungan,
tujuan
dalam
hidup,
dan
pertumbuhan
pribadi.
Skala
psychological well-being berjumlah 42 aitem yang terdiri dari dua kelompok
aitem yang berbentuk 23 aitem favorabel dan 19 aitem unfavorabel.
Distribusi skala sebelum uji coba dapat dilihat di bab tiga.
Penyusunan skala dukungan sosial berdasar bentuk-bentuk dukungan
sosial, seperti yang dinyatakan oleh House (dalam Smet, 1994) yaitu: bentuk
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan
dukungan informasi. Skala dukungan sosial digunakan untuk menunjukkan
bentuk dukungan sosial mana yang lebih banyak diterima oleh remaja
tunarungu. Jumlah aitem dalam skala dukungan sosial sebanyak 60 aitem,
terdiri atas 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable, dengan rincian
masing-masing 15 aitem pada tiap jenis dukungan sosial. Distribusi skala
sebelum uji coba dapat dilihat di bab tiga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
3. Pelaksanaan Uji Coba
Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada sampel
penelitian, skala psychological well-being dan skala dukungan sosial yang
telah disusun dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing.
Setelah dikoreksi kemudian direvisi dan mendapat persetujuan, maka langkah
selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melaksanakan uji coba. Tujuan
dilakukan uji coba untuk mengetahui indeks daya beda aitem dan reliabilitas
dari skala tersebut.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara
purposive sampling. Setelah mengumpulkan data di lapangan, ternyata
seluruh subjek memenuhi kriteria, yaitu remaja, dengan batasan usia 13
sampai 18 tahun, pria dan wanita, memiliki kemampuan baca dan tulis, serta
memiliki taraf inteligensi normal atau di atas rata-rata. Data mengenai taraf
inteligensi tidak didapat dari pihak sekolah karena dipastikan siswa-siswinya
memiliki inteligensi normal atau di atas rata-rata berdasarkan rujukan dari
psikolog yang telah bekerja sama dengan pihak sekolah. Seluruh sampel
berjumlah 40 siswa, yang terdiri dari 21 siswa Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan 19 siswi LPATR Dena Upakara. Uji
coba penelitian yang dilakukan pada tanggal 11 Juli 2011 dengan lama waktu
2 jam 15 menit (10.00-12.15 WIB) di Aula Lembaga Pendidikan Anak
Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan 1 jam 45 menit (19.30-21.15 WIB) di
Ruang Perpustakaan LPATR Dena Upakara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Pengisian skala dibantu oleh arahan dari pengasuh asrama. Setiap
aitem
pada
skala
psychological
well-being
dan
dukungan
sosial
diterjemahkan sesuai dengan pemahaman dari remaja tunarungu. Setelah
skala terkumpul dilakukan skoring, kemudian dilakukan analisis daya beda
dan reliabilitasnya.
4. Analisis Daya Beda Aitem dan Reliabilitas
Data yang diperoleh setelah uji coba ditabulasikan dan dianalisis
untuk mengetahui daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur. Hasil uji daya
beda dan reliabilitas tiap-tiap skala tersebut adalah sebagai berikut:
a. Skala Psychological Well-Being
Skala psychological well-being diujicobakan pada 40 siswa. Seluruh skala
memenuhi syarat untuk dianalisis. Perhitungan hasil uji daya beda skala
psychological well-being dapat diketahui dari 42 aitem yang diujicobakan,
diperoleh indeks korelasi aitem berkisar antara -0,214 sampai dengan
0,567. Berdasarkan ada tidaknya tanda bintang pada perhitungan daya
beda dengan menggunakan progam SPSS, 8 aitem dinyatakan tidak valid.
Berdasarkan perhitungan diperoleh 34 aitem sahih dengan indeks korelasi
aitem berkisar antara 0,240 sampai dengan 0,574. Reliabilitas skala yang
ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,888. Dengan demikian,
skala psychological well-being ini dianggap andal sebagai alat ukur
penelitian. Adapun perincian aitem yang gugur dan sahih dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Tabel 5.
Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur
Skala Psychological Well-Being Setelah Uji Coba
No
1.
AspekAspek
Penerimaan
diri
Nomor Aitem
Indikator
1. Bersikap positif terhadap diri
sendiri
2. Mengakui dan menerima
kekurangan
2.
Hubungan
positif
dengan
sesama
3. Berinteraksi dengan orang lain
dan menerima kritikan secara
objektif
1. Saling percaya dengan orang
lain
2. Mempunyai rasa afeksi/kasih
sayang
3. Ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain
3.
Otonomi
1. Tidak bergantung pada orang
lain
2. Membuat keputusan
berdasarkan pemikiran sendiri
3. Mengevaluasi diri sendiri
4.
5.
Penguasaan
terhadap
lingkungan
1. Mampu melakukan pekerjaan
dengan baik
2. Mampu bersikap terbuka
dengan lingkungan
3. Mampu mengembangkan
kondisi yang baik
Tujuan
1. Mempunyai rasa keterarahan
dalam hidup
dalam hidup
2. Mempunyai target dalam hidup
6.
Pertumbuhan 1. Mempunyai perasaan terus
pribadi
berkembang
2. Menyadari potensi di dalam
diri
3. Melakukan peningkatan dalam
diri dan tingkah laku
Total (42)
Jumlah
Valid
Gugur
F
1
-
U
7
F
U
13
19
F
37
U
31
F
2
U
F
U
F
U
8
26
20
38
32
F
15
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
9
27
21
39
33
4
10
28
22
40
34
5
11
29
41
6
12
18
24
42
36
commit to user
Valid
Gugur
6
1
6
1
6
1
16
6
1
17
23
4
3
6
1
34
8
25
14
3
35
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
b. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial sebanyak 60 aitem diujicobakan pada 40
siswa. Seluruh dapat memenuhi syarat untuk dianalisis. Pemilihan aitem
pada skala dukungan sosial dilakukan analisis aitem pada setiap komponen
dengan membandingkan indeks daya diskriminasinya terhadap masingmasing komponen, bukan secara keseluruhan. Berdasarkan ada tidaknya
tanda bintang pada perhitungan daya beda pada komponen dukungan
emosional dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan
menggunakan progam SPSS, 2 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan
perhitungan diperoleh 13 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem
berkisar antara 0,139 sampai dengan 0,609. Reliabilitas skala yang
ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,696.
Perhitungan daya beda pada komponen dukungan penghargaan
dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan menggunakan
progam SPSS, 2 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan
diperoleh 13 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara
0,189 sampai dengan 0,498. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan
koefisien Alpha sebesar 0,722.
Pada perhitungan daya beda komponen dukungan instrumental
dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan menggunakan
progam SPSS, 2 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan
diperoleh 13 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
0,161 sampai dengan 0,543. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan
koefisien Alpha sebesar 0,696.
Sedangkan perhitungan daya beda pada komponen dukungan
informasi dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan
menggunakan progam SPSS, 3 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan
perhitungan diperoleh 12 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem
berkisar antara 0,162 sampai dengan 0,527. Reliabilitas skala yang
ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,691.
Skor akhir merupakan skor komposit (gabungan) yang merupakan
penjumlahan dari skor setiap komponen dengan memperhitungkan
besarnya bobot masing-masing. Bobot pada tiap bentuk dukungan sosial
ini diasumsikan setara karena dianggap sama-sama efektif dalam
membangun psychological well-being. Setelah dilakukan komputasi
koefisien reliabilitas bagi masing-masing komponen di atas, baru
kemudian dihitung reliabilitas secara keseluruhan (formula komputasi
koefisien reliabilitas skor komposit). Berdasarkan perhitungan dari 51
aitem sahih yang terbagi menjadi empat bentuk dukungan sosial didapat
koefisien reliabilitas skor komposit sebesar 0,855. Dengan demikian, skala
dukungan sosial ini dianggap andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun
perincian aitem yang gugur dan sahih dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Tabel 6.
Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur
Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba
No
1.
BentukBentuk
Dukungan
emosional
1. Empati
2. Kepedulian dan
perhatian
2.
Dukungan
penghargaan
1. Penilaian positif
2. Dorongan untuk
maju
3.
Nomor Aitem
Indikator
Dukungan
instrumental
Bantuan nyata dan
langsung
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
4.
Dukungan
informasi
Pemberian nasihat,
petunjuk, dan saran
F
U
Valid
1, 5, 9, 13
3, 7, 11
2, 6, 14
8, 12, 15
16, 20, 24
18, 22, 26, 29
17, 21, 25
23, 27, 30
31, 33, 35, 37, 39,
41, 43
32, 36, 38, 40,
42, 44
46, 48, 50, 52, 54,
56, 58
47, 49, 53, 55, 59, 60
Total (60)
5.
Jumlah
Gugur
10
4
28
19
Valid
Gugur
13
2
13
2
13
2
12
3
51
9
45
34
50
51, 57
Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian dengan Nomor Urut Baru
Setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka langkah
selanjutnya adalah menyusun alat ukur untuk penelitian. Aitem yang telah gugur
tidak digunakan lagi dalam alat ukur untuk penelitian dan aitem yang sahih
disusun kembali dengan nomor urut yang baru, kemudian digunakan untuk
pelaksanaan penelitian. Susunan aitem setelah uji coba dapat dilihat pada tabel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Tabel 7.
Distribusi Butir Aitem Skala Psychological Well-Being
Setelah Uji Coba
Konsep
Kondisi dimana
individu mampu
menghadapi berbagai
hal yang dapat
memicu
permasalahan dalam
kehidupannya,
mampu melalui
periode sulit dalam
kehidupan dengan
mengandalkan
kemampuan yang ada
dalam dirinya dan
menjalankan fungsi
psikologi positif yang
ada dalam dirinya
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
AspekAspek
Indikator
Penerimaan
diri
1. Bersikap positif terhadap
diri sendiri
2. Mengakui dan menerima
kekurangan
3. Berinteraksi dengan orang
lain dan menerima kritikan
secara objektif
Hubungan
1. Saling percaya dengan
positif
orang lain
dengan
2. Mempunyai rasa
sesama
afeksi/kasih sayang
3. Ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain
Otonomi
1. Tidak bergantung pada
orang lain
2. Membuat keputusan
berdasarkan pemikiran
sendiri
3. Mengevaluasi diri sendiri
Penguasaan 1. Mampu melakukan
terhadap
pekerjaan dengan baik
lingkungan 2. Mampu bersikap terbuka
dengan lingkungan
3. Mampu mengembangkan
kondisi yang baik
Tujuan
1. Mempunyai rasa
dalam hidup
keterarahan dalam hidup
2. Mempunyai target dalam
hidup
Pertumbuhan 1. Mempunyai perasaan terus
pribadi
berkembang
2. Menyadari potensi di dalam
diri
3. Melakukan peningkatan
dalam diri dan tingkah laku
Total
commit to user
Nomor Aitem
F
U
1
7
13
19
25
30
2
8
14
20
26
31
3
9
15
21
27
32
4
10
16
22
28
33
5
11
17
23
6
12
18
24
29
34
17
17
Jumlah
6
6
6
6
4
6
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Tabel 8.
Distribusi Butir Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba
Konsep
Bentuk pertolongan
yang berupa
ketersediaan
informasi atau
nasihat, baik verbal
maupun non-verbal,
bantuan benda
(materi), ataupun
tindakan yang
dilakukan oleh
pasangan sosial atau
orang yang dicintai
oleh individu yang
bersangkutan
No
1.
Bentuk-Bentuk
Dukungan
emosional
Indikator
1. Empati
2. Kepedulian dan
perhatian
2.
Dukungan
penghargaan
1. Penilaian positif
2. Dorongan untuk
maju
3.
4.
Dukungan
instrumental
Dukungan
informasi
Bantuan nyata dan
langsung
Pemberian nasihat,
petunjuk, dan saran
F
U
F
U
F
U
F
U
F
U
F
Nomor Aitem
1, 5, 9, 13
3, 7, 11
2, 6, 10
4, 8, 12
14, 18, 22
16, 20, 24, 26
15, 19, 23
17, 21, 25
27, 29, 31, 33, 35, 37, 39
28, 30, 32, 34, 36, 38,
40, 42, 44, 46, 48, 50
U
41, 43, 45, 47, 49, 51
Total
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sampel yang diperoleh dengan purposive
sampling yaitu 41 siswa Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR)
Don Bosco dan 39 siswi LPATR Dena Upakara, Wonosobo.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 19 Juli 2011 dengan
menggunakan alat ukur berupa skala psychological well-being dan skala
dukungan sosial. Skala psychological well-being terdiri atas 34 aitem
pernyataan, sedangkan skala dukungan sosial terdiri atas 51 aitem pernyataan.
Pembagian dan pengisian skala dilakukan secara klasikal dengan lama waktu
1 jam 25 menit di Aula Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don
Bosco dan 1 jam 10 menit di Ruang Perpustakaan LPATR Dena Upakara.
commit to user
Jumlah
13
13
13
12
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
Instruksi pengisian skala serta penjelasan maksud dari tiap aitem skala
diberikan oleh pengasuh asrama agar didapat data yang sesuai dengan
keadaan diri remaja tunarungu dan dikumpulkan kembali setelah selesai diisi.
3. Pelaksanaan Skoring
Skala yang telah terkumpul, kemudian diberikan skor pada hasil
pengisian skala untuk keperluan analisis data. Skor untuk masing-masing
skala bergerak dari 1-4 dengan memperhatikan sifat aitem favorable
(mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Skala psychological wellbeing dan dukungan sosial skor aitem favorable adalah 4 untuk pilihan
jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk sesuai (S), 2 untuk tidak sesuai (TS), 1
untuk sangat tidak sesuai (STS). Demikian pula untuk aitem-aitem
unfavorable untuk jawaban 4 untuk pilihan jawaban sangat tidak sesuai
(STS), 3 untuk tidak sesuai (TS), 2 untuk sesuai (S), 1 untuk sangat sesuai
(SS). Skor yang diperoleh dari sampel penelitian kemudian dijumlah. Total
skor skala yang diperoleh akan dipakai dalam analisis data.
C. Analisis Data
1. Uji Asumsi
a. Uji normalitas
Penelitian ini menggunakan uji nomalitas data dan varians
menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
digunakan disini
adalah uji
normalitas menggunakan faktor. Uji ini
dilakukan pada suatu variabel yang memiliki dua atau lebih kelompok data.
Jadi pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing
kelompok data berasal dari populasi normal atau tidak (Priyatno, 2008).
Hasil uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program
komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9.
Hasil Uji Normalitas
Psychological Well-Being
a
Dukungan Sosial
Emosional Penghargaan Instrumental Informasi
KolmogorovStatistic
.102
.138
.164
.147
Smirnov
df
31
21
11
17
*
*
*
Sig.
.200
.200
. 200
.200*
Shapiro-Wilk
Statistic
.979
.931
.943
.927
df
31
21
11
17
Sig.
.783
.141
.559
.196
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Hasil
uji
normalitas
Kolmogorov-Smirnov
pada
variabel
psychological well-being untuk dukungan emosional menunjukkan p-value
yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga
menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,783>0,05). Hasil uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel psychological well-being
untuk dukungan penghargaan menunjukkan p-value yang lebih besar dari
0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukkan p-value
yang lebih besar dari 0,05 (0,141>0,05). Hasil uji normalitas Kolmogorov-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Smirnov
pada
variabel
psychological
well-being untuk
dukungan
instrumental menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05).
Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukkan p-value yang lebih besar dari
0,05 (0,559>0,05). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel
psychological well-being untuk dukungan informasi menunjukkan p-value
yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga
menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,196>0,05). Berdasarkan
hasil uji normalitas tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa data
berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians
populasi sama atau tidak. Uji ini merupakan syarat penggunaan uji anova,
jika varians populasi tidak sama maka uji anova tidak dapat digunakan
sebagai alat analisis. Hasil uji homogenitas dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 10.
Hasil Uji Homogenitas
Levene Statistic
2.081
df1
3
df2
76
Sig.
.110
Berdasar data di atas dapat diketahui bahwa sampel memiliki taraf
signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,110>0,05). Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa sampel dukungan sosial emosional, penghargaan,
instrumental, dan informasi diambil dari populasi dukungan sosial yang
mempunyai varians psychological well-being yang sama (homogen).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
2. Hasil Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis anava satu arah
atau One Way Anova. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan teknik One Way
Anova dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 sebagai berikut:
Tabel 11.
Hasil Uji Hipotesis ANOVA
Psychological Well-Being
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
1448.036
3195.951
4643.987
Df
Mean Square
F
Sig.
3
76
79
482.679
42.052
11.478
.000
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa F hitung (11,478) > F
tabel (2,725). Nilai signifikansi 0,000<0,05. Karena F hitung > F tabel dengan
taraf signifikansi 0,000<0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil uji One
Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata psychological wellbeing ditinjau dari dukungan sosial yang berbeda. Dukungan emosional,
penghargaan, instrumental, dan informasi mempunyai pengaruh terhadap
psychological well-being.
3. Hasil Analisis Deskriptif
Dari skor kasar Skala Psychological Well-Being dan Skala Dukungan
Sosial diperoleh hasil statistik deskriptif subjek penelitian. Statistik deskriptif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
menggambarkan tentang ringkasan data penelitian. Hasil statistik deskriptif
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 12.
Statistik Deskriptif Psychological Well-Being Ditinjau
dari
Dukungan Sosial
Std.
N
Mean
Devia
tion
Dukungan
Emosional
Dukungan
Penghargaan
Dukungan
Instrumental
Dukungan
Informasi
Total
Mini
Maxim
mum
um
31
108.13
4.610
99
118
21
102.71
8.644
88
128
11
95.73
7.431
82
105
17
101.00
5.657
92
116
80
103.49
7.667
82
128
Berdasarkan tabel analisis deskriptif di atas dapat dilihat bahwa skor
minimum psychological well-being pada bentuk dukungan emosional ialah 99
dan skor maksimum 118. Bentuk dukungan penghargaan memberikan skor
minimum psychological well-being sebesar 88 dan skor maksimum 128.
Bentuk dukungan instrumental memiliki skor minimum psychological wellbeing 82 dan skor maksimum 105. Sedangkan bentuk dukungan informasi
memiliki skor minimum psychological well-being 92 dan skor maksimum 116.
Skor rata-rata psychological well-being yang paling rendah pada bentuk
dukungan instrumental sebesar 95,73. Sedangkan bentuk dukungan informasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
memiliki rata-rata skor psychological well-being sebesar 101,00. Bentuk
dukungan penghargaan memiliki rata-rata skor psychological well-being yang
agak tinggi yaitu 102,71. Skor rata-rata psychological well-being yang paling
tinggi ialah pada bentuk dukungan emosional sebesar 108,13.
Selanjutnya dapat dilakukan kategorisasi subjek secara normatif guna
memberi interpretasi pada skor skala. Kategorisasi yang digunakan ialah
kategorisasi jenjang yang berdasarkan model distribusi normal. Tujuan
kategorisasi ini adalah menempatkan subjek ke dalam kelompok-kelompok
yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang
diukur (Azwar, 2003). Beberapa tabulasi data skala psychological well-being
dalam penelitian ini diperoleh skor minimal subjek adalah 34×1=34 dan skor
maksimal yang dapat diperoleh subjek ialah 34×4=136. Maka jarak sebarannya
ialah 136-34=102 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 102:6=17,
sedangkan mean hipotetiknya adalah (1+4)34:2=85
Gambaran subjek berdasar empat bentuk dukungan sosial digolongkan
dalam tiga kategori, maka kategorisasi serta distribusi skor subjek ialah:
Tabel 13.
Kategori Skala Psychological Well-Being Pada Bentuk Dukungan Sosial
Kategorisasi
Komposisi
Kategori
Skor
Jumlah
Prosentase
Rendah
X<68
0
0
Sedang
68≤ X <102
3
9,68
Psychological
Tinggi
X≥102
28
90,32
Well-Being
Rendah
X<68
0
0
Sedang
68≤ X <102
10
47,62
Tinggi
X≥102
11
52,38
Dukungan Emosional
Dukungan Penghargaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Dukungan Instrumental
Dukungan Informasi
Rendah
X<68
0
0
Sedang
68≤ X <102
8
72,73
Tinggi
X≥102
3
27,27
Rendah
X<68
0
0
Sedang
68≤ X <102
11
64,71
Tinggi
X≥102
6
35,29
Berdasarkan tabel 13., kategori skala psychological well-being dalam
bentuk dukungan emosional ialah bahwa mean empirik (mean berdasarkan
perhitungan statistik) sebesar 108,13 dan skor berada pada rentang 99-118. Secara
umum subjek pada bentuk dukungan emosional memiliki psychological wellbeing yang tinggi. Kategori skala psychological well-being dalam bentuk
dukungan penghargaan ialah bahwa mean empirik sebesar 102,71 dan skor berada
pada rentang 88-128. Secara umum subjek pada bentuk dukungan penghargaan
memiliki psychological well-being yang tinggi. Kategori skala psychological wellbeing dalam bentuk dukungan instrumental ialah bahwa mean empirik sebesar
95,73 dan skor berada pada rentang 82-105. Secara umum subjek pada bentuk
dukungan instrumental memiliki psychological well-being yang sedang.
Sedangkan kategori skala psychological well-being dalam bentuk dukungan
informasi ialah bahwa mean empirik sebesar 101,00 dan skor berada pada rentang
92-116. Secara umum subjek pada bentuk dukungan informasi memiliki
psychological well-being yang sedang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan teknik One Way Anava
dinyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata psychological well-being yang
signifikan ditinjau dari bentuk dukungan sosial pada remaja runarungu yang
dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo. Hal ini
ditunjukkan oleh F hitung lebih besar dari F tabel (11,478 > 2,725) serta taraf
signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis
nol ditolak, berarti bentuk dukungan sosial dapat dijadikan variabel bebas untuk
memprediksi psychological well-being pada siswa remaja runarungu yang
dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo. Adanya
perbedaan kondisi psychological well-being remaja tunarungu tersebut dapat
disebabkan oleh adanya bentuk dukungan sosial yang berbeda-beda pada remaja
tunarungu.
Berikut diagram psychological well-being berdasarkan bentuk dukungan
sosial yang diterima oleh remaja tunarungu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Sedang
Gambar 2.
Diagram Mean Skor Psychological Well-Being Berdasarkan Bentuk
Dukungan Sosial
Berdasarkan diagram di atas, empat bentuk dukungan sosial tersebut
memiliki rata-rata psychological well-being yang berbeda. Bentuk dukungan
emosional rata-rata psychological well-being-nya sebesar 108,13. Bentuk
dukungan penghargaan menunjukkan rata-rata psychological well-being sebesar
102,71. Bentuk dukungan instrumental menunjukkan rata-rata psychological wellbeing sebesar 95,73. Bentuk dukungan informasi menunjukkan rata-rata
psychological well-being sebesar 101.
Rata-rata psychological well-being dari keempat bentuk dukungan sosial
di atas terbagi menjadi dua, yakni tinggi dan sedang. Bentuk dukungan sosial
yang memiliki rata-rata psychological well-being tinggi ialah dukungan emosional
dan penghargaan. Sedangkan lainnya yaitu dukungan instrumental dan informasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
memiliki rata-rata psychological well-being sedang. Meskipun demikian jika
dilihat lebih lanjut, dari masing-masing bentuk dukungan sosial tersebut memiliki
tingkat rata-rata yang berbeda.
Melihat pada keterbatasan yang dialami oleh remaja tunarungu yang
memiliki kekurangan dalam pendengarannya dan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi pada masa perkembangan masa remaja, membuat mereka mengalami
krisis yang lebih kompleks dibanding dengan remaja normal lainnya.
Perkembangan bahasa dan kognitif tidak berkembang secara optimal, ditambah
dengan perkembangan emosi, seperti menampilkan sikap menutup diri, serta
perkembangan sosial yang disertai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia
sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Kesemuanya itu
akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian remaja tunarungu. Tentunya
untuk menghadapi kesulitan tersebut, remaja tunarungu membutuhkan dukungan
sosial dari orang-orang di sekitarnya, terutama dukungan emosional dan
penghargaan untuk membangun psychological well-being.
Bentuk dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan
ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan
untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai
sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa
nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan
dalam hidup mereka (Sarafino, 1997). Dukungan emosional yang didapatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
remaja tunarungu dari orang-orang di sekitarnya membawa mereka pada
psychological well-being yang tinggi.
Bentuk dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan yang
positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan individu lain (House,
dalam Smet, 1994). Penghargaan yang sering didapatkan remaja tunarungu dari
orang-orang di sekitarnya membuat mereka lebih dapat mengaktualisasikan
dirinya karena mereka menganggap dirinya memiliki kelebihan dan setara dengan
orang yang normal.
Bentuk dukungan instrumental merupakan bantuan nyata yang berupa
materi, seperti misalnya uang, benda, pelayanan, ataupun bantuan fisik yang lain.
Bentuk dukungan instrumental diberikan secara langsung kepada penerimanya
dan membantu individu dalam menjalankan aktivitasnya (Sarafino, 1997).
Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Don Bosco dan Dena Upakara telah
menyediakan secara lengkap apa yang dibutuhkan siswa didiknya dalam rangka
mengikuti proses belajar mengajar, sehingga siswa didiknya tidak perlu
memikirkan peralatan apa yang dibutuhkan si sekolah dan asrama. Hal inilah yang
dapat mengarahkan psychological well-being yang sedang karena remaja telah
merasa terpenuhi kebutuhan fisiknya.
Bentuk dukungan informasi mencakup pemberian nasihat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi, atau umpan balik. Dukungan ini membantu
individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman
individu terhadap masalah yang dihadapi (House, dalam Smet, 1994). Masa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
remaja menuntut individu untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin
sebagai bentuk bimbingan, informasi alternatif permasalahan, perencanaan masa
depan, dan sebagainya. Kesulitan dan keterbatasan remaja tunarungu dalam
memperoleh informasi akan mengganggu perkembangan diri. Dengan adanya
dukungan informasi yang optimal dari orang-orang di sekitarnya dan informasi
tersebut benar-benar memberikan suatu kejelasan bagi mereka, maka remaja
tunarungu dapat mengimplementasikan potensi dirinya sebagai individu yang utuh
di dalam masyarakat, sehingga merasa berharga berada di lingkungan masyarakat
serta dapat meningkatkan identitas dirinya.
Rata-rata psychological well-being yang paling tinggi berada pada bentuk
dukungan emosional. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Heller, dkk.,
(Emmons dan Colby, 1995) bahwa dukungan emosional mengarahkan seseorang
merasa diperhatikan dan dihargai, serta merupakan bentuk yang paling kuat untuk
mengurangi gangguan psikologis daripada bentuk dukungan sosial yang lain.
Pemenuhan kebutuhan dukungan ini tidak akan ada habisnya karena seseorang
akan terus membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di
sekitarnya. Bentuk dukungan penghargaan memiliki psychological well-being
yang tinggi, namun prosentasenya di bawah dukungan emosional. Seseorang
memang membutuhkan adanya penghargaan dari orang-orang di sekitarnya, tetapi
untuk meraih itu semua, remaja tunarungu membutuhkan dukungan emosional.
Bentuk dukungan instrumental memiliki psychological well-being yang
paling rendah. Pemenuhan yang telah cukup pada dukungan ini menyebabkan
seorang individu tidak terlalu mengkhawatirkan hidup maupun keadaan psikisnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Ketika semua kebutuhan fisik telah tercukupi, individu akan mengalihkan
kebutuhannya pada kebutuhan psikis.
Secara keseluruhan psychological well-being subjek penelitian berada
pada kondisi sedang, namun kurang optimal. Hal ini dimungkinkan karena
dukungan dari orang-orang di asrama pada remaja tunarungu kurang maksimal
yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain rasio jumlah remaja asuh
dengan pengasuh tidak seimbang dan teman-teman yang berada di lingkungan
asrama kurang bisa saling memberi dukungan sosial disebabkan mereka samasama membutuhkan perhatian. Semua bentuk dukungan sosial yang diberikan
kepada remaja tunarungu sama-sama menjadi cara yang efektif untuk membangun
psychological well-being yang memuaskan, sehingga harus tetap dioptimalkan.
Penelitian ini memiliki keunggulan, yaitu masih jarangnya penelitian dari
bidang Psikologi yang meneliti di SLB-B atau sekolah yang menangani anak
berkebutuhan khusus, namun hasil penelitian hanya dapat digeneralisasikan secara
terbatas pada populasi penelitian saja, sedangkan penerapan penelitian untuk
populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda, memerlukan
penelitian lebih lanjut, seperti penambahan jumlah sampel dan diharapkan untuk
memperhatikan variabel-variabel lain yang belum disertakan ataupun dengan
memperluas ruang lingkup penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Ada perbedaan yang sangat signifikan psychological well-being pada remaja
tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama ditinjau dari dukungan
sosial yang diterima.
2.
Berdasarkan hasil analisis skala psychological well-being dan dukungan
sosial, diketahui bahwa remaja tunarungu yang lebih banyak mendapat
dukungan emosional memiliki psychological well-being yang paling tinggi
dibandingkan dengan dukungan yang lain. Remaja tunarungu yang mendapat
lebih banyak dukungan penghargaan memiliki psychological well-being yang
tinggi, namun masih berada di bawah dukungan emosional. Sedangkan untuk
bentuk dukungan instrumental dan informasi memiliki psychological wellbeing yang tergolong sedang.
3.
Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan sosial yang paling efektif
dalam membangun psychological well-being.
commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi remaja tunarungu
a.
Diharapkan dapat menjalin hubungan yang hangat dan kuat dengan orang
lain, sehingga diperoleh dukungan emosional dan penghargaan untuk
membangun psychological well-being dengan baik dan memuaskan.
b.
Diharapkan dapat meningkatkan peran bantuan fisik atau fasilitas dan
informasi yang telah diberikan pengasuh dan sekolah, sekaligus menjaga
dan mengoptimalkan dorongan dan perhatian orang-orang di sekitarnya,
sehingga akan membangun psychological well-being.
c.
Remaja tunarungu melakukan pendekatan kepada pengasuh, sehingga
dukungan yang diberikan akan diterima secara lebih optimal dan
meningkatkan psychological well-being.
2. Bagi pihak yang terkait dengan remaja tunarungu
a. Orang tua, guru, pengasuh, dan teman sebaya diharapkan mampu
memberikan dukungan sosial, baik berupa dukungan emosional,
penghargaan, instrumental, dan informasi kepada remaja tunarungu sesuai
situasi dan kondisi.
b. Pihak asrama juga dapat memberdayakan pengasuh, seperti mengikuti
seminar anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat lebih peka terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
kebutuhan remaja tunarungu dan dapat memberikan dukungan sosial yang
efektif dalam membangun psychological well-being.
c. Pengasuh hendaknya memberikan dukungan dan perhatian yang setara
kepada anak asuhnya karena mereka sama-sama membutuhkan perhatian.
3. Bagi sekolah yang bersangkutan
a. Diharapkan dapat membangun komunikasi terbuka dengan siswa didik,
sehingga remaja tunarungu lebih dapat mencurahkan isi hati dan
permasalahan yang sedang dihadapi, selanjutnya memberikan kenyamanan
bagi remaja tunarungu dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
b. Diharapkan sekolah dapat memberikan dorongan untuk maju dan fasilitas,
tidak hanya bagi mereka yang berprestasi, tetapi juga bagi mereka yang
harus dikembangkan prestasinya.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penulis menyarankan untuk meningkatkan kualitas penelitian lebih
lanjut, misalnya dengan memperbanyak jumlah subjek, mengadakan penelitian
secara kualitatif, membandingkan dengan remaja normal, dan mencermati
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi psychological well-being seperti
kepribadian, kesehatan, dan religiusitas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Amawidyati, A. G. dan Utami, M, S. 2007. Religiusitas dan Psychological Well
Being pada Korban Gempa. Jurnal Psikologi, Vol. 34.
Armstrong, I. M., Lefcovitch, B. S., Ungar, T. M. 2005. Pathways Between Social
Support, Familiy Well-Being, Quality of Parenting, and Child Resilience:
What We Know. Journal of Child and Family Studies. Vol. 14, No. 2.
Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Bartram, D., Boniwell, I. 2007. The Science of Happiness: Achieving Sustained
Psychological Well-being. In Practice Vol. 29.
Bristol, M. M., Gallagher, J. J. dan Schopler, E. 1988. Mothers and Fathers of
Young Developmentally Disabled and Disabled Boys: Adaptation and
Spousal Support. Journal of Developmental Psychology. Vol. 24.
Calhoun, J. F. dan Acocella, J. R. 1990. Psychology of Adjustment and Human
Relationship 3rd Edition. USA: McGraw Hill.
Citra, A. K. S. 2010. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological
Well Being Siswa di Sekolah Menengah Atas Diponegoro Tulungagung.
Internet. lib.uin-malang.ac.id. Diakses tanggal 26 Februari 2011.
Cohen, S. dan Syme, S. L. 1985. Social Support and Health. New York:
Academic Press Inc.
Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Diajie, A. T. 2009. Reformasi Kebijakan Pendidikan Luar Biasa. Internet.
diajie.blogspot.com. Diakses tanggal 31 Maret 2011.
Dudung dan Sugiarto. 1999. Pedoman Guru Pengajaran Wicara untuk Anak
Tunarungu. Jakarta: Gramedia.
Effendi dan Tjahjono. 1999. Hubungan Antara Perilaku Coping dan Dukungan
Sosial dengan Kecemasan pada Ibu Hamil Anak Pertama. Anima. Volume 14.
No. 54.
Ekasofia, S. 2009. Hubungan Dukungan Sosial dengan Psychological Well-Being
pada Orang dengan HIV/AIDS. Internet. alumni.unair.ac.id. Diakses tanggal
15 Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Emmons, R. A., dan Colby, P. M. 1995. Emotional Conflict and Well-Being:
Relation to Perceived Availability, Daily Utilization, and Observer Reports of
Social Support. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 68.
Hartini, N. 2001. Deskripsi Kebutuhan Psikologi Pada Anak Panti Asuhan. Insan
Media Psikologi. Volume 3. No. 2.
House, J. S., dan Khan, R. J. 1985. Measures and Concepts of Social Support.
Social Support and Health. New York: Academic Press, Inc.
Hurlock, E. B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
____________. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Press.
____________. 2006. Psikologi Perkembangan Anak, Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Jon, E. 2010. Bimbingan Sosial Psikologis pada Anak Tunarungu. Internet.
jofipasi.wordpress.com. Diakses tanggal 26 Februari 2011.
Lachman, M. E., dan Weaver, S. L. (1997). The Sense of Control as a Moderator
of Social Class Differences in Health and Well-being. Journal of Personality
and Social Psychology, Vol. 74.
Lis, R. 2008. Ketika Siswa-Siswi Tunarungu Dena Upakara Pentaskan Sendratari
Ramayana. Internet. psibkusd.wordpress.com. Diakses tanggal 11 Mei 2011.
Luh, D. S. 2009. Mereka Merasa Diabaikan
www.balebengong.net. Diakses tanggal 11 Mei 2011.
Keluarga.
Internet.
Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. LPSP3.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Monks, F. J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. 2004. Psikologi Perkembangan
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Muharno, Z. 2010. Dian Arifin, Jawara Tenis Meja. Internet. www.ewonosobo.com. Diakses tanggal 11 Mei 2011.
Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J., Huston, A.C. 1989. Perkembangan dan
Kepribadian Anak. Alih Bahasa: Meitasari, T. Jakarta: Gramedia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Orford, J. 1992. Community Psychology: Theory and PracticeI. New York: John
Wiley and Sons, Ltd.
Plant, K.M. dan Sanders, M. R. 2007. Predictors of Caregivers Stress in Family of
Preschool-aged Children with Developmental Dissabilities. Journal of
Intellectual Dissability Research. Vol. 51. No. 2.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Proctor, C. D., Groza, V. K., dan Rosenthal, J. A. 1999. Social Support and
Adoptive Families of Children with Special Needs. Mandel School of Applied
Social Sciences.
Purnamawati, S. P. 2008. Asah, Asih, dan Asuh, Pola Pembentuk Karakter.
Internet. purnamawati.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Februari 2011.
Ryff, C.D. 1989. Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of
psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.
57.
Ryff, C.D. dan Keyes, C.L.M. 1995. The Structure of Psychological Well-being
revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69.
Ryff, C. D. dan Singer, B. H. 1996. Psychological Well Being: Meaning,
Measurement and Implications for Psychotherapy Research. Journal of
Psychotheraphy Psychosomatics, Vol. 65.
Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. New
York: John Willey and Sons Inc.
Schmutte, P. S. dan Ryff, C. D. 1997. Personality and Well Being: Reexamining
Methodes and Meaning. Journal of Personality and Social Psychology, Vol.
73.
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.
Sugianto, I. R. 2000. Status Lajang dan Psychological Well Being pada Pria dan
Wanita Lajang Usia 30-40 Tahun di Jakarta, Phronesis, 2, 67-77.
Suryawidjaja, A. 1998. Hubungan antara pola perilaku tipe A-B pada karyawan
tingkat penyelia PT. KOKUSAI GODO PENSO, Tangerang. Jakarta:
Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Sutjihati, S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Taylor, E. S., 1995. Health Psychology. New York: Mc Graw Hill Inc.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Thoits, P. A. 1995. Stress, Coping and Social Support Processes: Where are We?
What Next?. Journal of Health and Social Behaviour. Hal 53-79.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional & Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Cet. 2. Jakarta: Visimedia. 2007.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Salam hangat,
Dalam rangka memenuhi tugas akhir kuliah, Saya, Ratna Widyastutik, mahasiswa Psikologi UNS
semester VIII meminta bantuan Adik-adik dari Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco
dan Dena Upakara di Wonosobo untuk berkenan mengisi pernyataan-pernyataan berikut.
Petunjuk Pengisian
Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Bagian A dan B. Adikadik diharapkan menjawab pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda check list (√) pada pilihan
jawaban yang paling sesuai dengan keadaan adik-adik. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang salah.
Semua jawaban benar bila sesuai dengan keadaan Adik-adik yang sebenarnya. Saya menjaga sepenuhnya
kerahasiaan informasi yang diberikan. Periksalah kembali jawaban Adik-adik, jangan sampai ada nomor
yang terlewati atau tidak terjawab.
Adapun alternatif pilihan jawaban yang disediakan sebagai berikut:
SS
: Sangat Sesuai dengan diri Anda
S
: Sesuai dengan diri Anda
TS
: Tidak Sesuai dengan diri Anda
STS
: Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda
Demikian yang dapat Saya sampaikan. Atas bantuan dan kerja sama Adik-adik untuk meluangkan
waktu mengisi pernyataan-pernyataan ini, Saya mengucapkan terima kasih.
Identitas Responden
Nama
: ............................................
Umur
: .............................................
Jenis Kelamin : L/P (coret yang tidak perlu)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
1. Skala Psychological Well-Being
No.
Pernyataan
SS
1.
Saya mensyukuri apa yang saya miliki dalam hidup ini.
2.
Teman-teman memilih saya untuk menceritakan masalah
mereka.
3.
Saya lebih suka melakukan aktivitas sendiri selagi mampu.
4.
Orang di sekitar saya senang dengan hasil kerja saya.
5.
Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk meraih cita-cita.
6.
Pengalaman membuat saya belajar untuk menjadi yang lebih
baik.
7.
Saya tidak akan mampu meraih apa yang saya inginkan.
8.
Sulit bagi saya untuk mempercayai orang di sekitar saya.
9.
Saya dapat menghadapi masalah hanya jika dibantu orang
lain.
10.
Apa yang saya lakukan membuat saya merasa bersalah.
11.
Saya tidak tahu kemana hidup ini akan berjalan.
12.
Saya berusaha melupakan pengalaman jelek.
13.
Keadaan saya tidak membuat saya hilang semangat.
14.
Saya menghibur teman lain yang sedang memiliki masalah.
15.
Saya melakukan aktivitas yang menurut saya baik.
16.
Saya dapat belajar dari pengalaman hidup orang lain.
17.
Saya menyusun rencana-rencana untuk mencapai cita-cita.
18.
Saya memiliki kelebihan selain kekurangan.
19.
Saya menyesali keadaan diri saya saat ini.
20.
Saya sering membuat kesal teman-teman di asrama.
21.
Saya memilih kegiatan jika orang lain memilihkannya untuk
saya.
22.
Saya enggan mencoba kegiatan baru.
23.
Saya tidak perlu punya cita-cita karena saya suka hidup
berjalan apa adanya.
24.
Kekurangan yang saya miliki membuat hidup saya semakin
sulit.
commit to user
S
TS
STS
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
No.
Pernyataan
25.
Mendengarkan orang lain membuat saya belajar banyak hal.
26.
Teman yang sedih akan merasa lebih baik setelah berbicara
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
dengan saya.
27.
Saya berusaha mencari sebab-sebab kegagalan yang saya
alami agar tidak terulang kembali.
28.
Kelebihan yang saya miliki dapat membuahkan prestasi yang
memuaskan.
29.
Saya selalu menjadi lebih baik dari kemarin.
30.
Saya mengabaikan nasihat dari orang lain karena mereka tidak
lebih baik dari saya.
31.
Sulit bagi saya untuk memahami perasaan orang lain.
32.
Saya tidak suka memperbaiki keadaan diri.
33.
Komentar saya justru membuat ketegangan di antara temanteman.
34.
Saya merasa tidak tahu apa yang lebih baik untuk hidup saya.
2. Skala Dukungan Sosial
No.
1.
Pernyataan
Orang-orang sekitar membantu saya memahami perasaanperasaan yang muncul di benak saya.
2.
Orang-orang di asrama dengan senang hati mendengarkan
masalah-masalah saya.
3.
Ketika ada masalah, orang-orang di asrama justru membuat
saya kesal.
4.
Orang-orang di asrama suka mengabaikan pendapat saya.
5.
Orang-orang di asrama memahami permasalahan yang
sedang saya alami.
6.
Orang-orang sekitar memastikan keadaan saya baik-baik saja.
7.
Saat saya bersedih, apa yang dilakukan orang-orang sekitar
membuat saya resah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
No.
8.
Pernyataan
SS
Orang-orang sekitar membiarkan masalah saya tidak
menemui jalan keluar.
9.
Orang-orang sekitar menenangkan saya ketika bersedih.
10.
Orang-orang di asrama menanyakan keadaan saya bila
terlihat tidak seperti biasanya.
11.
Orang-orang di asrama semakin membuat saya gelisah saat
saya sedang menghadapi permasalahan.
12.
Saya perlu berpikir dua kali untuk menceritakan masalah
saya kepada orang lain.
13.
Saat saya bimbang, apa yang dilakukan orang-orang di
asrama membuat saya merasa lebih nyaman.
14.
Saya merasa dihargai atas kelebihan dan kekurangan yang
saya miliki.
15.
Orang-orang di asrama meyakinkan saya untuk berusaha
memperbaiki kesalahan.
16.
Orang-orang sekitar selalu menyalahkan perbuatan yang saya
lakukan.
17.
Saya dipersulit untuk menunjukkan kemampuan dan
mengembangkan keterampilan yang saya miliki.
18.
Bersama teman-teman membuat saya merasa bangga.
19.
Orang-orang sekitar mengajarkan saya agar tidak mudah
patah semangat.
20.
Orang-orang sekitar selalu mengejek kesalahan yang saya
lakukan.
21.
Apa yang dikatakan orang-orang di asrama membuat saya
kehilangan semangat.
22.
Orang-orang sekitar senang jika saya berperilaku baik.
23.
Saya dan orang-orang di asrama saling memberi semangat
untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
24.
Orang-orang di asrama menganggap usulan saya tidak
penting.
commit to user
S
TS
STS
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
No.
25.
Pernyataan
SS
Orang-orang sekitar masa bodoh dengan harapan yang saya
miliki.
26.
Kelemahan yang saya miliki sering menjadi bahan ejekan
teman di asrama.
27.
Sekolah menyediakan ruang untuk belajar yang cukup
nyaman.
28.
Orang-orang di asrama menolak ketika saya ingin meminjam
buku pelajaran.
29.
Sekolah menyediakan buku-buku pelajaran yang saya
perlukan.
30.
Orang-orang di asrama tidak mau meminjam alat tulisnya
kepada saya.
31.
Semua peralatan belajar tersedia di asrama.
32.
Sekolah menolak saat saya meminta alat tulis untuk
mengganti yang sudah habis.
33.
Teman-teman di asrama mau meminjamkan buku catatan saat
saya tidak masuk sekolah.
34.
Uang saku sekolah saya hanya cukup untuk biaya jajan saja.
35.
Sekolah menyediakan buku-buku bacaan di perpustakaan.
36.
Orang-orang sekitar tidak memberikan obat ketika
mengetahui saya sakit.
37.
Ketika saya kesulitan mengerjakan tugas, teman di asrama
meminjamkan buku pelajaran.
38.
Pengasuh jarang memberi uang untuk jajan.
39.
Di asrama tersedia tempat untuk olahraga yang saya
butuhkan.
40.
Orang-orang sekitar memberi nasihat agar saya menjadi
orang yang berguna.
41.
Saya jarang diberi kesempatan untuk bertanya.
42.
Orang-orang di asrama memperingatkan bila saya melakukan
kesalahan.
commit to user
S
TS
STS
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
No.
43.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
Orang-orang di asrama hanya diam ketika saya meminta
nasihat.
44.
Orang-orang sekitar selalu mengajarkan kebaikan pada saya.
45.
Saat saya bimbang, tidak ada orang di asrama yang
memberikan pengarahan.
46.
Saya mendapat nasihat dari orang-orang di asrama saat saya
bingung untuk menentukan suatu pilihan.
47.
Orang-orang sekitar membiarkan permasalahan yang terjadi
antarorang di asrama.
48.
Orang-orang di asrama menyarankan agar saya lebih bersabar
dalam menghadapi masalah.
49.
Orang-orang sekitar tidak mau memberikan penjelasan
tentang apa sedang yang terjadi.
50.
Orang-orang sekitar selalu menasihati agar tugas saya
berhasil dengan baik.
51.
Orang-orang di asrama jarang membantu saya memahami
hal-hal yang belum saya ketahui.
Terima Kasih 
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
1. Siswa LPATR Don Bosco
No.
Nama
Tanggal Lahir
Usia
1.
WF
29/10/1997
13 Tahun 8 Bulan 15 Hari
2.
BD
05/07/1998
13 Tahun 0 Bulan 8 Hari
3.
SG
24/12/1998
12 Tahun 6 Bulan 20 Hari
4.
HA
04/03/1998
13 Tahun 4 Bulan 9 Hari
5.
AV
14/01/1997
14 Tahun 5 Bulan 30 Hari
6.
SN
25/09/1997
13 Tahun 9 Bulan 19 Hari
7.
DB
02/05/1997
14 Tahun 2 Bulan 11 Hari
8.
KE
20/04/1997
14 Tahun 2 Bulan 24 Hari
9.
WD
06/06/1997
14 Tahun 1 Bulan 7 Hari
10.
NF
23/05/1998
13 Tahun 1 Bulan 21 Hari
11.
BH
03/07/1998
13 Tahun 0 Bulan 10 Hari
12.
AY
04/03/1997
14 Tahun 4 Bulan 9 Hari
13.
DK
07/09/1996
14 Tahun 10 Bulan 6 Hari
14.
RN
29/05/1996
15 Tahun 1 Bulan 15 Hari
15.
MA
07/09/1994
16 Tahun 10 Bulan 6 Hari
16.
DP
20/07/1997
13 Tahun 11 Bulan 24 Hari
17.
MW
02/05/1997
14 Tahun 2 Bulan 11 Hari
18.
DR
26/07/1995
15 Tahun 11 Bulan 18 Hari
19.
XY
27/09/1996
14 Tahun 9 Bulan 17 Hari
20.
TF
20/11/1996
14 Tahun 7 Bulan 24 Hari
21.
DF
03/12/1993
17 Tahun 7 Bulan 10 Hari
2. Siswa LPATR Dena Upakara
No.
Nama
1.
TR
Tanggal Lahir
Usia
11/11/1997
commit to user 13 Tahun 8 Bulan 2 Hari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
2.
DH
16/05/1998
13 Tahun 1 Bulan 28 Hari
3.
DG
22/10/1996
14 Tahun 8 Bulan 22 Hari
4.
AL
30/09/1996
14 Tahun 9 Bulan 14 Hari
5.
IP
12/06/1997
14 Tahun 1 Bulan 1 Hari
6.
PD
19/01/1998
13 Tahun 5 Bulan 25 Hari
7.
MJ
06/08/1996
14 Tahun 11 Bulan 7 Hari
8.
DV
05/03/1998
13 Tahun 4 Bulan 8 Hari
9.
ZR
06/04/1998
13 Tahun 3 Bulan 7 Hari
10.
ET
01/12/1996
14 Tahun 7 Bulan 12 Hari
11.
AL
20/11/1996
14 Tahun 7 Bulan 24 Hari
12.
TU
02/03/1997
14 Tahun 4 Bulan 11 Hari
13.
EY
12/06/1997
14 Tahun 1 Bulan 1 Hari
14.
TU
26/04/1998
13 Tahun 2 Bulan 18 Hari
15.
IH
06/05/1998
13 Tahun 2 Bulan 7 Hari
16.
GK
26/06/1996
15 Tahun 0 Bulan 18 Hari
17.
DJ
31/12/1997
13 Tahun 6 Bulan 13 Hari
18.
FG
06/06/1995
16 Tahun 1 Bulan 7 Hari
19.
FG
03/12/1995
15 Tahun 7 Bulan 10 Hari
1. Skala Psychological Well-Being
Uji Validitas
Sig. (2-tailed)
Skortotal
Aitem1
Aitem2
Pearson Correlation
.378*
Sig. (2-tailed)
.016
N
40
Pearson Correlation
.610
Aitem3
Aitem4
**
commit to user
.000
N
40
Pearson Correlation
-.145
Sig. (2-tailed)
.372
N
40
Pearson Correlation
.358*
Sig. (2-tailed)
.023
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Aitem5
Aitem6
N
40
N
40
Pearson Correlation
.423**
Pearson Correlation
.636**
Sig. (2-tailed)
.007
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
N
40
Pearson Correlation
.428**
Pearson Correlation
.353*
Sig. (2-tailed)
.006
Sig. (2-tailed)
.026
N
40
N
40
Pearson Correlation
-.054
Sig. (2-tailed)
.740
N
40
Pearson Correlation
.480**
Sig. (2-tailed)
.002
N
40
Pearson Correlation
.115
Sig. (2-tailed)
.480
N
40
Pearson Correlation
.410**
Sig. (2-tailed)
.009
Pearson Correlation
Aitem7
Aitem8
.007
N
40
.378
Sig. (2-tailed)
.016
N
40
.001
N
40
Aitem10
Aitem11
Aitem12
Aitem13
Aitem14
Aitem15
Aitem16
Aitem17
Sig. (2-tailed)
Aitem19
Aitem20
Aitem25
**
.002
Aitem26
N
40
N
40
Pearson Correlation
.342*
Pearson Correlation
.423**
Sig. (2-tailed)
.031
Sig. (2-tailed)
.007
Aitem27
N
40
N
40
Pearson Correlation
.636**
Pearson Correlation
.423**
Sig. (2-tailed)
.000
Sig. (2-tailed)
.007
Aitem28
N
40
N
40
Pearson Correlation
.447**
Pearson Correlation
.411**
Sig. (2-tailed)
.004
Sig. (2-tailed)
.008
N
40
N
40
Pearson Correlation
.066
Pearson Correlation
.264
Sig. (2-tailed)
.686
Sig. (2-tailed)
.099
N
40
N
40
Pearson Correlation
.514**
Pearson Correlation
.636**
Sig. (2-tailed)
.001
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
N
40
Pearson Correlation
.276
Pearson Correlation
.378*
Sig. (2-tailed)
.084
Sig. (2-tailed)
.016
N
40
N
40
Pearson Correlation
-.145
Pearson Correlation
.378*
Sig. (2-tailed)
.372
Sig. (2-tailed)
.016
N
40
N
40
Pearson Correlation
.636**
Sig. (2-tailed)
.000
Pearson Correlation
Aitem18
.477
Aitem24
**
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
Aitem23
*
Pearson Correlation
.508
Aitem22
**
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
Aitem9
.423
Aitem21
Sig. (2-tailed)
.407
Aitem29
Aitem30
Aitem31
Aitem32
Aitem33
**
.009
Aitem34
N
40
N
40
Pearson Correlation
.378*
Pearson Correlation
.143
Sig. (2-tailed)
.016
Sig. (2-tailed)
.379
Aitem35
N
40
N
40
Pearson Correlation
.472**
Pearson Correlation
.497**
Sig. (2-tailed)
.002
Sig. (2-tailed)
.001
commit to user
Aitem36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Aitem37
Aitem38
Aitem39
Aitem40
N
40
Sig. (2-tailed)
.014
Pearson Correlation
.423**
N
40
Sig. (2-tailed)
.007
Pearson Correlation
1
N
40
Pearson Correlation
.513**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
Pearson Correlation
.358*
Sig. (2-tailed)
.023
N
40
Pearson Correlation
.373*
Sig. (2-tailed)
.018
N
40
Pearson Correlation
Aitem41
Aitem42
.430
Skortotal
N
.006
N
40
Pearson Correlation
.385*
40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
Uji Reliabilitas
**
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
Cronbach's Alpha
N of Items
.888
34
2. Skala Dukungan Sosial
a. Dukungan Emosional
Uji Validitas
Skortotal
Aitem1
Aitem2
Aitem3
Aitem4
commit to user
Pearson Correlation
.625**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.472**
Sig. (2-tailed)
.002
N
40
Pearson Correlation
.426**
Sig. (2-tailed)
.006
N
40
Pearson Correlation
.243
Sig. (2-tailed)
.130
N
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Aitem5
Aitem6
Aitem7
Aitem8
Aitem9
Aitem10
Pearson Correlation
.364*
Sig. (2-tailed)
.021
Aitem12
.389*
Sig. (2-tailed)
.013
N
40
N
40
Pearson Correlation
.476**
Pearson Correlation
.363*
Sig. (2-tailed)
.002
Sig. (2-tailed)
.021
Aitem14
N
40
N
40
Pearson Correlation
.600**
Pearson Correlation
.460**
Sig. (2-tailed)
.000
Sig. (2-tailed)
.003
N
40
N
40
Pearson Correlation
.583**
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.425**
Sig. (2-tailed)
.006
40
Pearson Correlation
.056
Sig. (2-tailed)
.729
N
40
.434
Aitem15
Skortotal
Sig. (2-tailed)
N
N
Pearson Correlation
Aitem11
Aitem13
Pearson Correlation
40
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
Uji Reliabilitas
**
Sig. (2-tailed)
.005
N
40
Cronbach's Alpha
N of Items
.696
13
*
Pearson Correlation
.358
Sig. (2-tailed)
.023
N
40
b. Dukungan Penghargaan
Uji Validitas
Aitem16
Aitem17
Sig. (2-tailed)
.024
Skortotal
N
40
Pearson Correlation
.512**
Pearson Correlation
.597**
Sig. (2-tailed)
.001
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.295
Sig. (2-tailed)
.064
N
40
Pearson Correlation
.356*
Aitem18
commit to user
Aitem19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Aitem20
Aitem21
Aitem22
N
40
Pearson Correlation
.493**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
N
40
Pearson Correlation
.379*
Pearson Correlation
.396*
Sig. (2-tailed)
.016
Sig. (2-tailed)
.012
N
40
N
40
Pearson Correlation
.547**
Pearson Correlation
.576**
Sig. (2-tailed)
.000
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
N
40
Pearson Correlation
1
Pearson Correlation
Aitem23
Aitem24
Aitem25
Aitem26
Aitem27
.542
**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.493**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
Pearson Correlation
.371*
Sig. (2-tailed)
.018
N
40
Pearson Correlation
.508**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
Pearson Correlation
.436**
Sig. (2-tailed)
.005
N
40
Aitem28
Aitem29
Aitem30
Skortotal
Pearson Correlation
.306
Sig. (2-tailed)
.055
Sig. (2-tailed)
N
40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
Uji Reliabilitas
Cronbach's Alpha
N of Items
.722
13
c. Dukungan Instrumental
Uji Validitas
Skortotal
Aitem31
Aitem32
*
Pearson Correlation
.342
Sig. (2-tailed)
.031
N
40
commit to user
Aitem33
Pearson Correlation
.423**
Sig. (2-tailed)
.006
N
40
Pearson Correlation
.519**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Aitem34
Aitem35
Aitem36
Aitem37
Aitem38
Aitem39
Aitem40
Pearson Correlation
.137
N
40
Sig. (2-tailed)
.399
Pearson Correlation
.409**
Sig. (2-tailed)
.009
N
40
Pearson Correlation
.447**
N
40
Sig. (2-tailed)
.004
Pearson Correlation
.581**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.110
Sig. (2-tailed)
.498
N
40
Pearson Correlation
1
N
40
Pearson Correlation
.337*
Sig. (2-tailed)
.033
N
40
Pearson Correlation
.521**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
Pearson Correlation
.343*
Sig. (2-tailed)
.030
Aitem42
Aitem44
Aitem45
Skortotal
N
40
Pearson Correlation
.406**
Sig. (2-tailed)
.009
N
40
Pearson Correlation
.638**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
Aitem41
Aitem43
.442
N
.004
N
40
Pearson Correlation
.556**
Sig. (2-tailed)
.000
40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
Uji Reliabilitas
Cronbach's Alpha
N of Items
.696
13
**
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
d. Dukungan Informasi
Uji Validitas
Skortotal
Aitem46
Pearson Correlation
.460**
Sig. (2-tailed)
.003
N
40
Aitem47
commit to user
Aitem48
Pearson Correlation
.413**
Sig. (2-tailed)
.008
N
40
Pearson Correlation
.562**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Aitem49
Aitem50
Aitem51
Aitem52
Aitem53
Aitem54
Aitem55
Aitem56
Aitem57
Aitem58
Aitem59
Aitem60
Skortotal
Pearson Correlation
.499**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
Pearson Correlation
.101
Sig. (2-tailed)
.534
N
40
Pearson Correlation
.272
Sig. (2-tailed)
.089
N
40
Pearson Correlation
.469**
Sig. (2-tailed)
.002
N
40
Pearson Correlation
.338*
Sig. (2-tailed)
.033
N
40
Pearson Correlation
.490**
Sig. (2-tailed)
.001
N
40
Pearson Correlation
.551**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.371*
Sig. (2-tailed)
.019
N
40
Pearson Correlation
.265
Sig. (2-tailed)
.099
N
40
Pearson Correlation
.607**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.546**
Sig. (2-tailed)
.000
N
40
Pearson Correlation
.333*
Sig. (2-tailed)
.036
N
40
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
N
40
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
Uji Reliabilitas
Cronbach's Alpha
N of Items
.691
12
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Reliabilitas Skor Komposit
Cronbach's Alpha
N of Items
.855
4
1. Siswa LPATR Don Bosco
No.
Nama
Tanggal Lahir
Usia
1.
AD
05/09/1996
14 Tahun 10 Bulan 8 Hari
2.
RT
30/07/1994
16 Tahun 11 Bulan 14 Hari
3.
FH
03/05/1995
16 Tahun 2 Bulan 10 Hari
4.
UT
14/08/1995
15 Tahun 10 Bulan 30 Hari
5.
YI
31/01/1996
15 Tahun 5 Bulan 13 Hari
6.
SJ
06/11/1996
14 Tahun 8 Bulan 7 Hari
7.
LF
17/02/1997
14 Tahun 4 Bulan 27 Hari
8.
SJ
17/01/1997
14 Tahun 5 Bulan 27 Hari
9.
DI
04/04/1996
15 Tahun 3 Bulan 9 Hari
10.
GI
20/11/1995
15 Tahun 7 Bulan 24 Hari
11.
GK
11/12/1995
15 Tahun 7 Bulan 2 Hari
12.
GK
26/06/1995
16 Tahun 0 Bulan 18 Hari
13.
OL
16/08/1993
17 Tahun 10 Bulan 28 Hari
14.
RT
15/12/1994
16 Tahun 6 Bulan 29 Hari
15.
SH
25/12/1993
17 Tahun 6 Bulan 19 Hari
16.
RT
05/07/1995
16 Tahun 0 Bulan 8 Hari
17.
DJ
22/02/1994
17 Tahun 4 Bulan 22 Hari
18.
TU
01/05/1993
18 Tahun 2 Bulan 12 Hari
19.
CN
24/09/1993
17 Tahun 9 Bulan 20 Hari
20.
FH
27/12/1993
17 Tahun 6 Bulan 17 Hari
21.
SF
29/08/1993
17 Tahun 10 Bulan 15 Hari
22.
ZC
28/11/1993
commit to user 17 Tahun 7 Bulan 16 Hari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23.
FK
28/11/1993
17 Tahun 7 Bulan 16 Hari
24.
GH
12/03/1993
18 Tahun 4 Bulan 1 Hari
25.
AS
04/05/1995
16 Tahun 2 Bulan 9 Hari
26.
QW
11/11/1995
15 Tahun 8 Bulan 2 Hari
27.
KL
15/02/1995
16 Tahun 4 Bulan 29 Hari
28.
NB
21/03/1993
18 Tahun 3 Bulan 23 Hari
29.
HG
05/07/1998
13 Tahun 0 Bulan 8 Hari
30.
UT
04/06/1996
15 Tahun 1 Bulan 9 Hari
31.
KJ
14/10/1993
17 Tahun 8 Bulan 30 Hari
32.
PO
15/03/1993
18 Tahun 3 Bulan 29 Hari
33.
LK
02/03/1996
15 Tahun 4 Bulan 11 Hari
34.
JH
03/09/1996
14 Tahun 10 Bulan 10 Hari
35.
UI
14/03/1998
13 Tahun 3 Bulan 30 Hari
36.
UP
12/04/1997
14 Tahun 3 Bulan 1 Hari
37.
HK
02/04/1998
13 Tahun 3 Bulan 11 Hari
38.
ER
10/02/1994
17 Tahun 5 Bulan 3 Hari
39.
RT
21/11/1995
15 Tahun 7 Bulan 23 Hari
40.
QW
27/08/1993
17 Tahun 10 Bulan 17 Hari
41.
ZX
09/05/1993
18 Tahun 2 Bulan 4 Hari
2. Siswa LPATR Dena Upakara
No.
Nama
Tanggal Lahir
Usia
1.
LO
04/04/1996
15 Tahun 3 Bulan 9 Hari
2.
GP
21/05/1997
14 Tahun 1 Bulan 23 Hari
3.
ZM
28/06/1994
17 Tahun 0 Bulan 16 Hari
4.
ER
19/07/1995
15 Tahun 11 Bulan 25 Hari
5.
DG
13/03/1994
17 Tahun 4 Bulan 0 Hari
6.
XF
07/08/1994
16 Tahun 11 Bulan 6 Hari
7.
DT
07/11/1994
16 Tahun 8 Bulan 6 Hari
8.
DG
04/07/1995
16 Tahun 0 Bulan 9 Hari
9.
CJ
02/11/1994
16 Tahun 8 Bulan 11 Hari
10.
GU
02/11/1994
16 Tahun 8 Bulan 11 Hari
11.
HU
06/01/1996
15 Tahun 6 Bulan 7 Hari
12.
JK
commit to user
04/02/1996
15 Tahun 5 Bulan 9 Hari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13.
ML
08/09/1994
16 Tahun 10 Bulan 5 Hari
14.
IP
30/09/1993
17 Tahun 9 Bulan 14 Hari
15.
KL
10/08/1994
16 Tahun 11 Bulan 3 Hari
16.
CF
11/03/1995
16 Tahun 4 Bulan 2 Hari
17.
BM
07/05/1995
16 Tahun 2 Bulan 6 Hari
18.
BU
02/09/1994
16 Tahun 10 Bulan 11 Hari
19.
LI
02/12/1993
17 Tahun 7 Bulan 11 Hari
20.
KI
21/06/1993
18 Tahun 0 Bulan 23 Hari
21.
GY
09/11/1994
16 Tahun 8 Bulan 4 Hari
22.
HU
21/10/1995
15 Tahun 8 Bulan 23 Hari
23.
KP
04/08/1993
17 Tahun 11 Bulan 9 Hari
24.
KJ
21/01/1993
18 Tahun 5 Bulan 23 Hari
25.
FY
14/11/1993
17 Tahun 7 Bulan 30 Hari
26.
SE
12/12/1993
17 Tahun 7 Bulan 1 Hari
27.
DF
26/04/1994
17 Tahun 2 Bulan 18 Hari
28.
NM
29/08/1993
17 Tahun 10 Bulan 15 Hari
29.
GK
01/07/1995
16 Tahun 0 Bulan 12 Hari
30.
CV
14/07/1993
17 Tahun 11 Bulan 30 Hari
31.
TY
11/07/1994
17 Tahun 0 Bulan 2 Hari
32.
FG
09/07/1993
18 Tahun 0 Bulan 4 Hari
33.
GH
29/10/1994
16 Tahun 8 Bulan 15 Hari
34.
KL
05/09/1993
17 Tahun 10 Bulan 8 Hari
35.
IP
27/08/1995
15 Tahun 10 Bulan 17 Hari
36.
YO
12/06/1995
16 Tahun 1 Bulan 1 Hari
37.
UI
30/07/1995
15 Tahun 11 Bulan 14 Hari
38.
ER
24/08/1994
16 Tahun 10 Bulan 20 Hari
39.
QE
07/06/1994
17 Tahun 1 Bulan 6 Hari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas
Emosional
KolmogorovStatistic
.102
Smirnov
Df
31
Sig.
.200*
Shapiro-Wilk
Statistic
.979
df
31
Sig.
.783
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Psychological Well-Being a
Dukungan Sosial
Penghargaan
Instrumental
.138
.164
21
11
*
.200
. 200*
.931
.943
21
11
.141
.559
Informasi
.147
17
.200*
.927
17
.196
2. Uji Homogenitas
Hasil Uji Homogenitas
Levene Statistic
2.081
df1
3
df2
76
Sig.
.110
3. Uji Hipotesis One Way Anova
Between Groups
Within Groups
Total
Hasil Uji Hipotesis ANOVA
Psychological Well-Being
Sum of
Df
Mean Square
Squares
1448.036
3
482.679
3195.951
76
42.052
4643.987
79
commit to user
F
Sig.
11.478
.000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Hasil Analisis Deskriptif
Statistik Deskriptif Psychological Well-Being
Ditinjau dari
Dukungan Sosial
Std.
N
Mean
Mini
Maxi
mum
mum
4.610
99
118
8.644
88
128
7.431
82
105
5.657
92
116
7.667
82
128
Devia
tion
Dukungan
Emosional
Dukungan
Penghargaan
Dukungan
Instrumental
Dukungan
Informasi
Total
31
21
11
17
80
108.1
3
102.7
1
95.73
101.0
0
103.4
9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Download