perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL PADA REMAJA TUNARUNGU YANG DIBESARKAN DALAM LINGKUNGAN ASRAMA SLB-B DI KOTA WONOSOBO Skripsi Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi Oleh: Ratna Widyastutik G 0107078 Pembimbing: 1. Dra. Suci Murti Karini, M.Si. 2. Rin Widya Agustin, M.Psi. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut. Surakarta, 5 Agustus 2011 Penulis commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN MOTTO Berhasil adalah berhasil. Gagal adalah gagal. Kita berhasil bila kita melakukan sesuatu yang luar biasa. Kita gagal bila menyerah terlalu cepat. Kita berhasil bila menjadi yang terbaik di dunia atas apa yang kita lakukan. Kita gagal bila kita terganggu oleh berbagai tugas yang tak pernah bisa kita hentikan karena kita tidak memiliki nyali untuk melakukannya. ~Seth Godin~ Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak bisa, Anda pun benar… Karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa. ~Henry Ford~ Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka ~Eleanor Roosevelt~ Cara terbaik meramalkan masa depan Anda adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri ~Peter F. Drucker~ Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan ~Bill Clinton~ commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini kepada: 1. Alm. Bapak dan Almh. Ibu yang semasa hidup telah memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa. 2. Kakak-Kakakku dan Diego Arizona yang selalu memberikan perhatian. 3. Seluruh staf dan dosen pengajar Program Studi Psikologi UNS. 4. Sahabat-sahabat 5. Almamaterku commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial pada Remaja Tunarungu yang Dibesarkan dalam Lingkungan Asrama SLBB di Kota Wonosobo” dengan baik dan lancar. Penulis menyelesaikan skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2011. Dalam proses penyusunan Skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifintadnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang memberikan kebijakan kepada peneliti untuk menyelesaikan studi. 2. Drs. H. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian skripsi. 3. Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini. 4. Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku Koordinator Skripsi sekaligus dosen pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, dan ilmu yang bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini, serta terimakasih untuk semangat dan motivasi yang telah ibu berikan selama proses penyusunan skripsi. 5. Dra. Salmah Lilik, M.Si. yang telah berkenan menjadi dosen penguji I dan memberikan masukan serta semangat bagi penyelesaian skripsi ini. commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si. yang telah berkenan menjadi dosen penguji II dan memberi masukan yang bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini. 7. H. Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M., selaku pembimbing akademik, yang telah memberikan motivasi dan arahan selama penulis menempuh studi di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Br. Marcellinus, S.Pd. selaku Kepala Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Chatarina Mariyah, S.Pd. selaku Kepala LPATR Dena Upakara yang telah memberi izin dan mempermudah Peneliti dalam melaksanakan penelitian. 9. Adik-adik Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara yang dengan senang hati membantu penulis dalam pengambilan data. 10. Bapakku tersayang di surga, Alm. Sukarno, yang selalu mengingatkan penulis akan arti kehidupan, sehingga dapat bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Ibuku tersayang di surga, Almh. Suparni, yang begitu melekat dalam hati penulis, menjadi semangat penulis untuk selalu maju. Pesan-pesan beliau sungguh menguatkan dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Kakak-kakakku, Toto Sutomo, Toto Sarjono, Dyana Widyasri, dan Yuni Endah yang telah memberikan bantuan moral dan material dalam penyusunan skripsi ini. 13. Spesial ucapan terima kasih untuk Diego Arizona tersayang yang telah memberikan kasih sayang, semangat, nasihat, perhatian, dan doa untuk keberhasilan penulis, serta selalu berada di samping penulis sehingga lebih kuat menjalani kehidupan. 14. Teman-temanku tersayang, Adhisty Anindita Ferani, Artika Kumala Dewi, Ayu Yulita, Farah Rizkiana Novianti, Ihdiati Kuswidyas Rini, Jessica Sebayang, Ratna Herlinda Sekarfitri, Retno Dewi Utami, Rifa Kurnia, dan Ullum Intivade yang selalu sabar dan setia dalam memberi segala commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bantuannya serta menerima penulis dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 15. Teman seperjuangan penulis angkatan 2007 Psikologi UNS, terima kasih untuk dukungan, bantuan dan kebersamaan selama ini. Semoga sukses untuk semuanya. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan karena adanya keterbatasan. Semoga Allah SWT memberikan karunia yang melimpah kepada kita semua. Amin Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan Skripsi ini. Namun, penulis telah berusaha secara maksimal. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan pendidikan. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini berguna bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Penulis commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL PADA REMAJA TUNARUNGU YANG DIBESARKAN DALAM LINGKUNGAN ASRAMA SLB-B DI KOTA WONOSOBO Ratna Widyastutik Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Berbagai kesulitan karena keterbatasan pendengaran maupun kesulitankesulitan masa remaja dihadapi remaja tunarungu mengarahkan pada kondisi ketertekanan. Dukungan sosial sangat membantu remaja tunarungu untuk menghadapi kesulitan tersebut dan membangun kondisi psychological well-being. Melihat adanya korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being, maka tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bentuk dukungan sosial yang efektif untuk membangun psychological well-being pada remaja tunarungu. Perbedaan bentuk dukungan yang paling banyak diterima oleh remaja tunarungu akan mengarahkan pada psychological well-being yang berbeda pula. Populasi penelitian ini ialah remaja tunarungu Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Don Bosco dan Dena Upakara, Wonosobo, masing-masing sebanyak 62 dan 58 siswa. Sampel diambil dengan kriteria Remaja dengan usia 13-18 tahun, laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan baca dan tulis, serta memiliki kecerdasan normal atau di atas rata-rata. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Seluruh populasi masuk ke dalam kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti. Pengumpulan data menggunakan skala psychological well-being dan skala dukungan sosial. Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis varians klasifikasi satu arah (One Way Anova). Hasil analisis dengan menggunakan teknik One Way Anava diperoleh F hitung (11,478 ) > F tabel (2,725) serta taraf sigifikansi 0,000 < 0,05. Dari hasil analisis tersebut, maka dapat dikemukakan ada perbedaan yang sangat signifikan psychological well-being ditinjau dari bentuk dukungan sosial pada remaja runarungu. Selain itu, hasil analisis deskriptif menunjukkan adanya perbedaan rata-rata psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial. Rata-rata psychological well-being tertinggi berada pada bentuk dukungan emosional dan terendah berada pada bentuk dukungan instrumental. Kata kunci: psychological well-being, dukungan sosial, remaja tunarungu commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT THE DIFFERENCE OF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING VIEWED FROM THE SOCIAL SUPPORT ON DEAF ADOLESCENT GROWN IN SLB-B BOARDING SCHOOL IN WONOSOBO Ratna Widyastutik Psychology of Medical Faculty of Sebelas Maret University Deaf adolescent deals with many kinds of difficulties in their lifetime. All the disabilities suffered by the deaf adolescent are caused by less hearing power and the difficulties faced along the process of development. Sosial support strongly helps deaf adolescent deal with all those difficulties and builds up the condition of psychological well being. Regarding the relationship between social support and psychological well being, the purpose of this research is to find out the effective type of social support to build up psychological well being on deaf adolescent. Different type of support mostly accepted by deaf adolescent will lead to the different “psychological well being” as well. The population of this research is deaf adolescents in Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Don Bosco and Dena Upakara, Wonosobo, each of them is 62 and 58 students. The sample is taken and characterized by the adolescent with the range of age from 13 up to 18 years old, male and female, having capability of reading and writing, and having normal intelligence or above the average. Purposive sampling is used in this research. All populations include in the criterion needed by the researcer. Psychological well being and sosial support scale are used for data collecting. One Way Anova is used for data analysis technique. Analysis result with One Way Anava technique resulted F count (11.478) > F table (2.725) and the significance level is 0.000 < 0.05. The analysis result indicates that there is a very significant difference of psychological well being observed from the type of social support on deaf adolescent. Moreover, the descriptive analysis result indicates the difference in average of psychological well being viewed from the social support. In average, emotional support is the highest degree of psychological well being, while instrumental support is lowest the one. Key words: psychological well-being, social support, deaf adolescent commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi KATA PENGANTAR................................................................................. vii ABSTRAK................................................................................................... x ABSTRACT.................................................................................................. xi DAFTAR ISI ............................................................................................... xii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 8 C. Tujuan Penelitian................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ................................................................. 9 LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being ...................................................... 11 1. Pengertian Psychological Well-Being .............................. 11 2. Aspek-Aspek Psychological Well-Being.......................... 13 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being ...................................................................... 17 B. Dukungan Sosial.................................................................... 21 1. Pengertian Dukungan Sosial............................................ 21 2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial..................................... 23 3. Fungsi Dukungan Sosial.................................................. 27 4. Sumber-Sumber Dukungan Sosial ................................... 28 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Remaja Tunarungu................................................................. 30 1. Pengertian Tunarungu ..................................................... 30 2. Klasifikasi Tunarungu ..................................................... 31 3. Perkembangan Remaja Tunarungu .................................. 33 4. Masalah-Masalah dan Dampak Ketunarunguan ............... 38 D. Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan BAB III BAB III Sosial pada Remaja Tunarungu .............................................. 42 E. Kerangka Pemikiran .............................................................. 46 F. Hipotesis................................................................................ 46 METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................. 47 B. Definisi operasional Variabel Penelitian ................................ 47 C. Populasi, Sampel, dan Sampling ............................................ 49 D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 50 1. Sumber Data ................................................................... 50 2. Metode Pengumpulan Data.............................................. 51 E. Validitas dan Reliabilitas........................................................ 55 1. Uji Validitas dan Daya Beda Aitem................................. 55 2. Uji Reliabilitas ................................................................ 55 F. Teknik Analisis Data.............................................................. 56 METODE PENELITIAN A. Persiapan Penelitian ......................................................... 57 1. Orientasi Kancah Penelitian ............................................ 57 2. Persiapan Alat Ukur ........................................................ 63 3. Pelaksanaan Uji Coba...................................................... 64 4. Analisis Daya Beda Aitem dan Reliabilitas...................... 65 5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian dengan B. Nomor Urut Baru ............................................................ 69 Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 71 1. Penentuan Subjek Penelitian............................................ 71 2. Pengumpulan Data .......................................................... 71 commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id C. D. BAB V digilib.uns.ac.id 3. Pelaksanaan Skoring ....................................................... 72 Analisis Data.................................................................... 72 1. Uji Asumsi ...................................................................... 72 2. Hasil Uji Hipotesis .......................................................... 75 3. Hasil Analisis Deskriptif ................................................. 76 Pembahasan ..................................................................... 78 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...................................................................... 85 B. Saran................................................................................ 86 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 88 LAMPIRAN ................................................................................................ 91 commit to user xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Skala Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial.................. 51 Tabel 2. Blue-print Skala Psychological Well-Being.................................... 53 Tabel 3. Blue-print Skala Dukungan Sosial.................................................. 54 Tabel 4. Jumlah Siswa, Guru, dan Pengasuh Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara Tahun Ajaran 2010/2011................................................................ Tabel 5. Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological Well-Being Setelah Uji Coba.......................................................... Tabel 6. 69 Distribusi Butir Aitem Skala Psychological Well-Being Setelah Uji Coba............................................................................. Tabel 8. 66 Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba............................................................................. Tabel 7. 62 70 Distribusi Butir Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba............................................................................. 71 Tabel 9. Hasil Uji Normalitas....................................................................... 73 Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas.................................................................... 74 Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis.......................................................................... 75 Tabel 12. Statistik Deskriptif Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial........................................................ 76 Tabel 13. Kategori Skala Psychological Well-Being pada Bentuk Dukungan Sosial.............................................................................. commit to user xv 77 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial......................................................................... 46 Gambar 2. Diagram Mean Skor Psychological Well-Being Berdasarkan Dukungan Sosial................................................................................ commit to user xvi 79 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Alat Ukur Penelitian 1. Skala Psychological Well-Being...................................... 92 2. Skala Dukungan Sosial..................................................... 93 Lampiran B Data Diri Siswa Peserta Uji Coba Skala 1. Siswa LPATR Don Bosco................................................ 97 2. Siswa LPATR Dena Upakara........................................... 98 Lampiran C Uji Validitas Dan Reliabilitas Aitem 1. Skala Psychological Well-Being...................................... 99 2. Skala Dukungan Sosial..................................................... 101 Lampiran D Data Diri Siswa Peserta Penelitian 1. Siswa LPATR Don Bosco................................................ 105 2. Siswa LPATR Dena Upakara........................................... 106 Lampiran E Analisis Data Penelitian 1. Uji Normalitas.................................................................. 108 2. Uji Homogenitas ............................................................. 108 3. Uji Hipotesis ANOVA..................................................... 108 4. Hasil Analisis Deskriptif ................................................. 109 Lampiran F Surat Izin Penelitian dan Surat Bukti Penelitian ................. 110 Lampiran G Dokumentasi Penelitian ....................................................... 114 commit to user xvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu mendambakan dirinya dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang tersedia, sehingga mampu memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri, serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup. Berbeda dengan mereka yang mengalami cacat, baik fisik, psikologis, kognitif, atau sosial, terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal (Mangunsong, 1998). Begitu pula dengan anak tunarungu, mereka mengalami hambatan dalam melakukan tugas perkembangan, seperti dalam berinteraksi dengan teman sebayanya baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Kesulitan dalam berinteraksi menjadi gangguan yang bermakna, mendasar, dan besar pada remaja tunarungu. Gejolak jiwa yang tidak menentu dalam mencari identitas dirinya membuat mereka mengalami krisis yang lebih kompleks dibanding dengan remaja normal lainnya. Kemiskinan bahasa membuat mereka tidak mampu menjalin hubungan sosial, sehingga pemenuhan kebutuhan sosial yang besar untuk mendapatkan perhatian dan dukungan orang di sekitarnya menjadi terhambat. Kurangnya hubungan positif dengan orang tua menyebabkan kesulitan dalam pengungkapan perasaan positif dan negatif, yang menghambat commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 perkembangan kompetensi sosial. Begitu pula hubungan dengan teman sebaya, penolakan atau pengabaian dari teman sebaya menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan (Desmita, 2007). Remaja normal maupun remaja tunarungu dengan segala keterbatasannya, sama-sama memiliki potensi atau kekuatan yang dapat dikembangkan untuk mencapai suatu keseimbangan, keserasian dalam menempuh hidup untuk berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan di rumah, sekolah maupun masyarakat. Potensi-potensi yang dimiliki dapat dikembangkan seoptimal mungkin dalam rangka mempersiapkan hidupnya di masa mendatang dengan penuh ketenangan dan kebahagiaan (Jon, 2010). Kondisi di atas sering dikenal dengan istilah psychological well-being yang berarti pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada di sekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup dan merasa mampu untuk melalui tahapan perkembangan dalam kehidupannya (Ryff, 1989). Pencapaian psychological well-being tersebut berhubungan dengan pemberian dukungan sosial. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekasofia (2009) pada orang dengan HIV/AIDS, hasil analisis data penelitian diperoleh nilai korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being sebesar 0,819 dan probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000. Selain itu juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Citra (2010) pada siswa Sekolah commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 Menengah Atas Diponegoro Tulungagung. Hasil analisis dari data penelitian diperoleh nilai korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being sebesar 0,868 dengan p 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan psychological well being. Artinya, bila seseorang mendapatkan dukungan sosial yang cukup, maka akan meningkatkan pula psychological well being. Hal di atas senada dengan apa yang dialami oleh siswi tunarungu di Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara, Wonosobo. Keterbatasan fisik bukan halangan untuk berkreasi. Mereka menggelar pertunjukkan sendratari Ramayana dalam Pesta 70 Tahun Dena Upakara di aula sekolah setempat. Siswa yang tidak memiliki pendengaran normal itu mampu menari sesuai alur cerita secara apik (Lis, 2008). Berkat dukungan orang di sekitarnya mereka mampu menampilkan sesuatu yang mengagumkan, menjadikan kekurangan sebagai kelebihan yang dapat dikembangkan, dan mampu mengaktualisasikan dirinya. Remaja tunarungu membutuhkan banyak dukungan, bimbingan, dan bantuan dari orang yang ada di sekitarnya, terutama bagi orang tuanya. Orang tua tentunya menjadi pihak yang berperan utama dalam menentukan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan emosional remaja tunarungu. Pemberian cinta dan kasih sayang, stimulasi perkembangan, dan pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, papan, dan kesehatan merupakan fondasi kehidupan bagi remaja tunarungu dan menjadi modal utama rasa aman, terlebih ketika mereka mengeksplor dunianya (Purnamawati, 2008). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 Pada kenyataanya tidak semua orang tua dapat memahami apa yang harus dilakukan terhadap anaknya yang memiliki kebutuhan khusus dan seringkali banyak yang tidak menginginkan keadaan mereka, sehingga orang tua banyak yang menitipkan ke dalam lembaga yang berkompeten dalam menangani kebutuhan anak khusus. Hal tersebut memperkuat pernyataan Susi (2010), guru SLB-B Surakarta sekaligus ibu asrama yang membina anak didiknya. Menurutnya banyak orang tua lebih percaya dengan menitipkan anaknya di asrama sekolah, karena mereka beranggapan remaja tunarungu dapat berkembang lebih baik secara psikis maupun fisiknya. Orang tua seringkali merasa kurang memiliki pengetahuan dalam mengasuh anak, sehingga mereka terkesan pasrah dan seutuhnya percaya menyerahkan pada pihak sekolah. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat (1), yang berbunyi: “Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” Pendidikan pada SLB-B telah dirancang khusus untuk remaja-remaja tunarungu. Remaja tunarungu harus tetap mengenyam pendidikan dengan segala keterbatasannya tersebut. Tujuannya agar remaja-remaja tersebut mampu mengembangkan pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Pendidikan di SLB-B selain menyediakan pendidikan formal yaitu sekolah seperti halnya TK, SD, SMP, dan SMA di sekolah umum, juga menyediakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 pendidikan nonformal, yakni fasilitas asrama (Nurkolis, dalam Diajie, 2009). Program pendidikan di asrama ini antara lain pembinaan diri dan pribadi, yang menyangkut keterampilan bergaul atau berinteraksi dengan orang lain, pengembangan sosioemosional, sampai dengan pembinaan kemandirian, penerimaan individu terhadap diri, dan penguasaan terhadap lingkungan sekitar. Bagi remaja asrama, lingkungan asrama merupakan lingkungan utama yang dikenalnya, sehingga merupakan sumber dukungan sosial yang utama bagi remaja. Dukungan sosial tersebut remaja tunarungu dapatkan dari pengasuh dan teman-teman sesama penghuni asrama. Remaja tunarungu yang tinggal di asrama berkembang dengan bimbingan dan perhatian pengasuh yang berfungsi sebagai pengganti orang tua. Hurlock (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial dari teman sebaya, berupa perasaan senasib menjadikan adanya hubungan saling mengerti dan memahami masalah masing-masing, saling memberi nasihat, simpati, yang tidak didapat dari orang tuanya sekalipun. Dukungan sosial kurang bisa secara maksimal diberikan pada remaja asrama disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah rasio jumlah remaja asuh dengan pengasuh sangat tidak seimbang, remaja tunarungu yang jumlahnya sangat banyak tentu menghambat pemberian dukungan sosial secara individu. Padahal pada kenyataannya menurut Rutter (dalam Mussen, dkk., 1989) bahwa remaja yang tumbuh di lingkungan asrama lebih tergantung, lebih banyak membutuhkan perhatian dari orang dewasa dan lebih mengganggu di sekolah dibandingkan remaja yang dirawat di rumah. Perbandingan antara jumlah commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 pengasuh dan remaja asuh yang tidak seimbang menyebabkan remaja kurang merasakan perhatian, kasih sayang dan bimbingan. Selain dukungan sosial yang berasal dari pengasuh, Mussen, dkk. (1989) menambahkan bahwa remaja di asrama juga mendapat dukungan sosial dari teman-temannya sesama penghuni asrama. Dukungan sosial dari teman-teman di asrama juga terbentur oleh beberapa hal. Teman-teman yang berada di lingkungan asrama kurang bisa saling memberi dukungan sosial disebabkan karena samasama membutuhkan perhatian lebih, sehingga sulit sekali untuk bisa saling memberi bimbingan positif. Dukungan sosial yang diterima oleh individu sangat beragam dan tergantung pada keadaannya (Smet, 1994). Dukungan emosional lebih terasa dan dibutuhkan jika diberikan pada orang yang sedang mengalami musibah atau kesulitan. Sama halnya dengan remaja tunarungu di asrama yang mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dengan orang lain di lingkungannya. Dukungan dari orang-orang terdekat berupa kesediaan untuk mendengarkan keluhan remaja akan membawa efek positif yaitu sebagai pelepasan emosi dan mengurangi kecemasan. Dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat bagi remaja untuk tetap maju dan mengembangkan diri agar tidak selalu menyesali keadaannya. Misalnya, memberi pujian bila remaja melakukan sesuatu yang baik. Dukungan ini mengembangkan harga diri pada yang menerimanya. Dukungan instrumental bagi remaja di asrama dapat berupa penyediaan sarana dan pelayanan yang dapat memperlancar dan memudahkan perilaku remaja dalam segala aktivitasnya. Dukungan informasi membuat remaja merasa mendapat nasihat, petunjuk atau commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 umpan balik agar dapat membatasi masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya (Smet, 1994). Seperti yang dialami oleh seorang siswa Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco yang bernama Dian Arifin. Dia memenangi juara I lomba tenis meja pada Porseni siswa berkebutuhan khusus se-Eks Karesidenan Kedu di Wonosobo (Muharno, 2010). Dukungan instrumental berupa sarana olah raga yang tersedia di sekolah dan asrama merupakan hal penting yang membuatnya mampu meraih prestasi dibandingkan dengan dukungan yang lain. Lain halnya dengan siswi bernama Ida Okta yang tinggal di asrama Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara Wonosobo, yang mengaku kesepian karena jarang dikunjungi oleh orang tuanya. Dukungan emosional dari pengasuh dan teman sebaya berupa kesediaan mendengarkan keluh kesah, memberikan perhatian, dan empati terhadapnya menjadi sesuatu yang bermakna dibanding dengan dukungan yang lain dalam mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Melihat adanya korelasi antara dukungan sosial dengan psychological well-being (Cohen dan Syme, dalam Calhoun dan Accocella, 1990), maka tiap bentuk dukungan sosial pun juga berkaitan dengan psychological well-being. Menurut Smet (1994), bentuk dukungan yang diterima dan lebih diperlukan remaja tunarungu tergantung pada situasi-situasi yang dihadapi individu tersebut. Oleh karena itu, remaja tunarungu satu dengan yang lain berbeda dalam menerima bentuk dukungan sosial dalam mencapai psychological well-being-nya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 Melalui penelitian ini, lebih lanjut penulis ingin mengetahui bentuk dukungan sosial yang efektif untuk membangun psychological well-being pada remaja tunarungu, sebab pada hakikatnya dukungan berupa emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi sama-sama menjadi cara yang efektif dalam membangun psychological well-being. Perbedaan bentuk dukungan yang paling banyak diterima oleh remaja tunarungu akan mengarahkan pada psychological well-being yang berbeda pula. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengadakan penelitian berjudul “Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial pada Remaja Tunarungu yang Dibesarkan dalam Lingkungan Asrama SLB-B di Kota Wonosobo.” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Apakah terdapat perbedaan psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial yang meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo?” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial yang meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang-bidang psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan dan Psikologis Sosial, yakni memberikan sumbangan tentang pentingnya pemberian dukungan sosial yang akan membangun psychological well-being pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama. 2. Manfaat Praktis a) Bagi remaja tunarungu, diharapkan dapat saling memberikan dukungan dengan orang-orang di sekolah dan asrama, sehingga akan tercipta suatu keseimbangan, keserasian dalam menempuh hidup untuk berinteraksi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 dengan lingkungan, baik lingkungan di rumah, sekolah maupun masyarakat. b) Bagi pihak yang terkait dengan remaja tunarungu, diharapkan mampu memberikan dukungan sosial kepada remaja tunarungu sesuai situasi dan kondisi. Dukungan sosial yang diterima remaja tunarungu dapat menjadi salah satu upaya mempersiapkan hidupnya di masa mendatang dengan penuh ketenangan dan kebahagiaan. c) Bagi sekolah yang bersangkutan, dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun program pendidikan, khususnya di asrama, berkaitan dengan dukungan sosial yang dapat membangun psychological wellbeing pada remaja tunarungu. d) Bagi peneliti yang lain, dapat digunakan sebagai referensi untuk meneliti hal yang sama terkait dengan dukungan sosial yang dapat membangun psychological well-being pada remaja tunarungu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Menurut Ryff (1989), psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif (positive psychological functioning). Ryff (1989) menjelaskan bahwa psychological well-being sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang ada di sekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan mandiri, mampu dan berkompetensi untuk mengatur lingkungan, memiliki tujuan hidup, dan merasa mampu untuk melalui tahapan perkembangan dalam kehidupannya. Ryff dan Singer (1996) menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi menunjukkan individu memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan menunjukkan bahwa individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam pekerjaannnya. Menurut Warr (dalam Suryawidjaja,1998), psychological commit to user 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 well-being adalah suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas-aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Psychological well-being berhubungan dengan kepuasan pribadi, engagement, harapan, rasa syukur, stabilitas suasana hati, pemaknaan terhadap diri sendiri, harga diri, kegembiraan, kepuasan dan optimisme, termasuk juga mengenali kekuatan dan mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki. Psychological well-being memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya (Bartram dan Boniwell, 2007). Hurlock (1994) menyebutkan kebahagiaan adalah keadaan sejahtera (well being) dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Alston dan Dudley (dalam Hurlock, 1994) menambahkan bahwa kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya, yang disertai tingkat kegembiraan. Dari beberapa pengertian psychological well-being yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, simpulan psychological well-being dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Ryff (1989) yang berarti mengarah pada kondisi individu yang mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut merasakan adanya kesejahteraan batin dalam hidupnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 2. Aspek-Aspek Psychological Well-Being Menurut Ryff (1989), pondasi untuk diperolehnya psychological wellbeing adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (positive psychological functioning). Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu: a. Penerimaan diri (self-acceptance) Aspek ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani. Hal tersebut menurut Ryff (1989) menandakan psychological well-being yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik yang memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini. b. Hubungan positif dengan sesama (positive relations with others) Aspek ini berulangkali ditekankan sebagai aspek yang penting dalam konsep psychological well-being. Ryff menekankan pentingnya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Aspek ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang tinggi atau baik dalam aspek ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain, sulit bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain, menandakan bahwa ia kurang baik dalam aspek ini. c. Otonomi (autonomy) Aspek otonomi menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Seseorang yang mampu untuk menolak tekanan sosial, berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa ia baik dalam aspek ini. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam aspek otonomi akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain, dan cenderung bersikap konformis. d. Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery) Individu dengan psychological well-being yang baik memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, ia mempunyai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian di luar dirinya. Hal inilah yang dimaksud dalam aspek ini mampu memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam aspek ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar. e. Tujuan hidup (purpose in life) Aspek ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam hidup. Seseorang yang mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup, maka ia dapat dikatakan mempunyai aspek tujuan hidup yang baik. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam aspek ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti. f. Pertumbuhan pribadi (personal growth) Aspek pertumbuhan pribadi menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Aspek ini dibutuhkan oleh individu agar dapat optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 aspek ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang baik dalam aspek ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam aspek ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan, dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalani. Hurlock (1994) menjelaskan bahwa ada beberapa esensi mengenai kebahagiaan atau keadaan sejahtera (well being), kenikmatan atau kepuasan, antara lain: a. Sikap menerima (acceptance) Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik. Shaver dan Freedman (dalam Hurlock, 1994) lebih lanjut menjelaskan bahwa kebahagiaan banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaan orang lain dan apa yang dimilikinya. b. Kasih sayang (affection) Cinta atau kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain. Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin banyak diharapkan cinta yang dapat diperoleh dari orang lain. Kurangnya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 cinta atau kasih sayang memiliki pengaruh yang besar terhadap kebahagiaan seseorang. c. Prestasi (achievement) Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang. Apabila tujuan ini secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul kegagalan dan yang bersangkutan akan merasa tidak puas dan tidak bahagia. Aspek-aspek psychological well-being yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Ryff (1989), yang meliputi penerimaan diri, hubungan positif terhadap sesama, otonomi, penguasaan terhadap lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being Menurut Ryff dan Singer (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being), antara lain: a. Usia Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang dilakukan Ryff (1989; Ryff & Keyes 1995; Ryff & Singer 1996), penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukkan peningkatan seiring perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74). Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan seiring bertambahnya usia. Skor aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 b. Jenis kelamin Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang dilakukan Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), faktor jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang signifikan pada aspek hubungan positif dengan orang lain dan aspek pertumbuhan pribadi. Dari keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74), wanita menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada pria. Sementara aspek psychological well-being yang lain yaitu penerimaan diri, kemandirian, penguasaan lingkungan, dan pertumbuhan pribadi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. c. Tingkat pendidikan dan pekerjaan Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya tingkat pendidikan seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengaman (uang, ilmu, keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah, tekanan, dan tantangan (Ryff dan Singer, 1996). Hal ini dapat terkait dengan kesulitan ekonomi, dimana kesulitan ekonomi menyebabkan sulitnya individu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga menyebabkan menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing). d. Latar belakang budaya Menurut Sugianto (2000), perbedaan budaya Barat dan Timur juga memberikan pengaruh yang berbeda. Aspek yang lebih berorientasi pada diri (seperti aspek penerimaan diri dan kemandirian) lebih menonjol commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 dalam konteks budaya Barat, sedangkan aspek yang berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol pada budaya Timur. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Schmutte dan Ryff (1997) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being), antara lain: a. Kepribadian Apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifatsifat negatif seperti mudah marah, mudah stres, mudah terpengaruh dan cenderung labil akan menyebabkan terbentuknya keadaan psychological well-being yang rendah. Sebaliknya, apabila individu memiliki kepribadian yang baik, maka individu akan lebih bahagia dan sejahtera karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya. b. Pekerjaan Pekerjaan yang sifatnya rentan terhadap korupsi, iklim organisasi yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan menyebabkan terbentuknya keadaan psychological well-being yang rendah, begitu pula sebaliknya. c. Kesehatan dan fungsi fisik Individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik yang tidak optimal atau terganggu dapat menyebabkan rendahnya psychological well-being individu tersebut. Sebaliknya, apabila individu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 memiliki kesehatan dan fungsi fisik yang baik, akan memiliki psychological well-being yang tinggi. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi psychological well-being antara lain sebagai berikut: a. Religiusitas Penelitian Ellison (dalam Taylor, 1995) menyebutkan bahwa agama mampu meningkatkan psychological well-being dalam diri seseorang. Hasil penelitian Ellison menunjukkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat, dilaporkan memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi, serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat. Penilitian yang dilakukan Amawidyati dan Utami (2007) mendukung penelitian Ellison, dimana hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara religiusitas dan psychological well-being. b. Dukungan sosial Cohen dan Syme (dalam Calhoun dan Accocella, 1990) menyebutkan bahwa dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan psychological well-being. Dukungan sosial diperoleh dari orang-orang yang berinteraksi dan dekat secara emosional dengan individu. Orang yang memberikan dukungan sosial ini disebut sebagai sumber dukungan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 sosial. Bagaimana sumber dukungan sosial ini penting, karena akan mempengaruhi psychological well-being seseorang. Dari beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being meliputi usia, jenis kelamin, kelas sosial (terkait pekerjaan, jenis kerja, status kerja dan tingkat pendidikan), latar belakang budaya, kepribadian, kesehatan dan fungsi fisik, religiusitas serta dukungan sosial. B. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial Menurut Effendi dan Tjahjono (1999) dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang ditujukan dengan memberi bantuan kepada individu lain dan bantuan itu diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial berperan penting dalam memelihara keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan, sehingga menimbulkan pengaruh positif yang dapat mengurangi gangguan psikologis. Dukungan sosial bukan sekedar pemberian bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut. Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 Taylor (1995) mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya informasi dari orang lain, bahwa seseorang dicintai, dijaga, dan dihargai, ia adalah bagian dari suatu jaringan sosial tertentu dan terlibat di dalamnya. Menurut Safarino (1990) sesuatu dikatakan sebagai dukungan sosial ketika seseorang memiliki persepsi yang positif atas dukungan itu dan merasa nyaman atas segala bentuk perhatian, penghargaan, dan bantuan yang diterimanya. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Gottlieb (dalam Armstrong, dkk., 2005) bahwa dukungan sosial dipandang sebagai ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan benda (materi), ataupun tindakan yang dilakukan oleh pasangan sosial yang mana ketersediaan tersebut mampu memberikan dampak yang positif terhadap penerimanya, baik perubahan secara emosi ataupun perubahan perilaku penerima dukungan tersebut. Seseorang yang memiliki dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai dan diperhatikan, dihargai dan bernilai, mereka adalah bagian dari jaringan sosial tertentu, sebagai anggota dari suatu komunitas atau jaringan tertentu, bahwa ia memiliki seseorang yang dapat menyediakan bantuan, pelayanan, dan mempertahankan dirinya ketika ia membutuhkan atau pada saat-saat yang berbahaya (Cobb, dalam Safarino, 1990). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bentuk pertolongan yang berupa ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan benda (materi), ataupun tindakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 yang dilakukan oleh pasangan sosial atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai. 2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial House (dalam Smet, 1994) membedakan empat bentuk atau tipe dari dukungan sosial, yaitu : a. Dukungan emosional Bentuk ini menekankan pada dukungan yang bersifat afektif, mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan (Taylor, 1995). Seseorang yang sedang mengalami stres sering mengalami gangguan psikologis, seperti depresi, kesedihan, kecemasan, dan penurunan self-esteem. Kehangatan dan kasih sayang dapat membantu seseorang melewati masa-masa stres dengan lebih percaya diri. b. Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat positif untuk orang tersebut, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang lain. Pemberian dukungan ini membantu individu untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya dibandingkan dengan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 keadaan orang lain yang berfungsi untuk menambah penghargaan diri, membentuk kepercayaan diri dan kemampuan serta merasa dihargai dan berguna saat individu mengalami tekanan. Dukungan ini mampu meningkatkan kompetensi sehingga seseorang dapat menilai kemampuan dirinya dalam menghadapi stres (Taylor, 1995). c. Dukungan instrumental Bentuk ini mengacu pada bantuan nyata yang berupa materi, seperti misalnya uang, benda, pelayanan, ataupun bantuan fisik yang lain. Dukingan instrumental adalah dukungan yang diberikan secara langsung, seperti ketika seseorang memberikan pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan, atau membantu orang tersebut dengan memberikan pekerjaan (Smet, 1994). d. Dukungan informatif Dukungan informatif menekankan pada dukungan yang bersifat informatif, yaitu berupa informasi mengenai stresor (Taylor, 1995). Dukungan ini dapat berupa pemberian saran, nasihat, bimbingan, ataupun pengarahan atas apa yang akan dilakukan seseorang. Dukungan informasi dapat membantu seseorang memahami situasi dengan lebih baik, seperti seberapa berbahayanya suatu permasalahan, sehingga seseorang mampu menganalisa dan mencari alternatif strategi penyelesaian masalah yang paling baik (Taylor, 1995). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 Selain itu, Sarafino (1997) menyampaikan lima bentuk dukungan sosial, antara lain: a. Dukungan emosional Dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka. b. Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan individu lain, seperti misalnya perbandingan dengan orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya. Hal seperti ini dapat menambah penghargaan diri. Melalui interaksi dengan orang lain, individu akan dapat mengevaluasi dan mempertegas keyakinannya dengan membandingkan pendapat, sikap, keyakinan, dan perilaku orang lain. c. Dukungan instrumental Bentuk dukungan ini mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 pemberian pekerjaan saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya. d. Dukungan informatif Dukungan informatif mencakup pemberian nasihat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi, atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk. e. Dukungan jaringan sosial Dukungan ini mencakup perasaan keanggotaan dalam kelompok. Dukungan jaringan sosial merupakan perasaan keanggotaan dalam suatu kelompok, saling berbagi kesenangan dan aktivitas sosial. Berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang telah disampaikan oleh beberapa ahli di atas, maka yang akan digunakan dalam pengukuran dukungan sosial adalah bentuk dukungan sosial menurut House (dalam Smet, 1994), yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 3. Fungsi Dukungan Sosial Menurut Maquire (dalam Proctor, dkk., 1990) dukungan sosial mampu menyediakan lima fungsi, yaitu: a. Dukungan sosial mampu membangun sense of self. Identitas seseorang dibentuk dan diperkuat oleh orang-orang yang berhubungan dengannya, yaitu mengenai bagaimana posisinya dalam suatu jaringan sosial sehingga seseorang mampu bertindak sesuai perannya. b. Dukungan sosial mampu memberikan feedback yang positif, sehingga mampu meningkatkan self-esteem. Feedback yang positif mampu membuat seseorang mempersepsi adanya harapan yang positif atas penyelesaian suatu permasalahan. c. Dukungan sosial mampu melindungi seseorang dari stres. Seseorang dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi akan lebih mampu mengatasi stres daripada seseorang yang memiliki dukungan sosial yang rendah. Adanya perasaan bahwa seseorang didukung dan dipedulikan mampu menurunkan dampak negatif stresor. d. Dukungan sosial mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan memberikan bantuan material. Dukungan sosial mampu membuat seseorang memahami suatu permasalahan secara lebih objektif, membantu mencarikan jalan keluar yang tepat atas permasalahan, melindungi seseorang dari stres, dan meningkatkan efektivitas intervensi ahli. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 e. Dukungan sosial memberikan kesempatan pada seseorang untuk lebih bersosialisasi dan mengembangkan keterampilan sosial yang lain, seperti komunikasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki beberapa fungsi atau manfaat yang dapat membantu individu menghadapi berbagai permasalahan ataupun untuk mengembangkan potensipotensi positif dalam diri individu. Fungsi-fungsi dukungan sosial tersebut antara lain dukungan sosial mampu membentuk identitas diri, memberikan feedback yang positif terhadap individu, melindungi diri dari stres, meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan membantu secara materi serta mengembangkan keterampilan seseorang. 4. Sumber-Sumber Dukungan Sosial Menurut Taylor (1995) dan Safarino (1990) dukungan sosial dapat berasal dari banyak sumber, antara lain dari orang tua, pasangan hidup atau seseorang yang dicintai, keluarga, teman, rekan kerja, ahli profesi seperti dokter, komunitas atau instansi tertentu seperti sekolah, gereja atau rumah sakit, dan bahkan hewan peliharaan. Thoiths (1995) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan sumber coping utama ketika seseorang menghadapi stres, yaitu ketika seseorang menerima sesuatu dari significant others-nya (seperti keluarga, teman sejawat, dan lain-lain) untuk mereduksi stressor ataupun untuk meregulasi dampak negatif yang diakibatkan stressor tersebut. Menurut commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 House dan Khan (1989), para significant others tersebut dapat menyediakan bantuan instrumental, informasi, atau bantuan emosi. Seseorang yang memiliki pasangan hidup, keluarga, ataupun teman yang mampu memberikan dukungan sosial terbukti memiliki kualitas kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada orang-orang yang tidak mendapatkan dukungan sosial (Cohen dan Syme, 1985). Dukungan yang diberikan oleh pasangan, teman, dan ahli profesional mampu mempengaruhi dampak dari perilaku abnormal remaja terhadap stres yang dialami ibu yang memiliki remaja autis, Down Syndrome, Cerebral Palsy dan berbagai abnormalitas yang lain (Plant dan Sanders, 2007). Orang yang menikah memiliki tingkat kepuasan hidup yang baik daripada orang yang lajang (Lachman dan Weaver, 1997). Pernikahan dan kehidupan keluarga merupakan sumber terkuat kebahagiaan, diikuti oleh persahabatan, walaupun hal tersebut berbeda pada tiap tahapan usia. Pada usia remaja, persahabatan merupakan sumber terkuat kebahagiaan yang kemudian diikuti oleh hubungan keluarga. Dengan adanya teman, seseorang menikmati aktivitas yang disukai bersama-sama. Selain itu, hubungan ini dapat berkembang menjadi supportif relationship. Dukungan yang diberikan oleh pasangan mempengaruhi kualitas pengasuhan ibu dan adaptasi keluarga, baik pada keluarga yang memiliki remaja normal maupun remaja yang memiliki abnormalitas (Bristol, 1988). Berdasarkan uraian di atas, maka dukungan sosial yang diterima individu dapat diperoleh dari anggota keluarga, pasangan hidup, teman commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 sebaya dan organisasi kemasyarakatan yang diikuti. Dalam penelitian ini, sumber-sumber dukungan sosial bagi remaja di asrama dapat diperoleh dari pengasuh dan teman sebaya di asrama. C. Remaja Tunarungu 1. Pengertian Tunarungu Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati, 2007) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat, sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Selain itu, Mufti Salim (dalam Sutjihati, 2007) menyimpulkan bahwa remaja tunarungu adalah remaja yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan seharihari. 2. Klasifikasi Tunarungu Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati, 2007), terdapat beberapa pembagian ketunarunguan, yaitu: a. Klasifikasi secara etiologis Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu: 1. Pada saat sebelum dilahirkan a. Salah satu atau kedua orang tua remaja menderita tuarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominant genes, recesive gen, dan lain-lain. b. Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri-semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu adalah rubella, moribili, dan lainlain. c. Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran remajanya, sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada remaja yang dilahirkan. 2. Pada saat kelahiran a. Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang). b. 3. Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. Pada saat setelah kelahiran (post-natal) a. Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lainlain. b. Pemakaian obat-obatan ototoksi pada remaja-remaja. c. Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh. b. Klasifikasi menurut tarafnya Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut: Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati, 2007) mengemukakan: 1. Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 2. Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. 3. Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. 4. Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Remaja yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada hakikatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 3. Perkembangan Remaja Tunarungu Remaja atau adolescene berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2006). Santrock (2003) mengartikan remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, serta sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Masa peralihan itu banyak menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosial. Hal commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 ini dikarenakan remaja merasa bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa (Hurlock, 1994). Usia remaja biasanya disebut juga dengan usia belasan. Remaja adalah mereka yang berumur 13-16 tahun (remaja awal), 17-18 tahun (remaja akhir) (Hurlock, 2006). Usia belasan tahun lebih populer dalam mengelompokkan usia remaja, namun sebenarnya remaja yang lebih tua yaitu sampai usia 21 tahun masih dianggap usia belasan tahun atau remaja (Hurlock, 2006). Monks dkk. (2004) menambahkan masa remaja secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Di bawah ini, ada beberapa perkembangan remaja tunarungu yang dipengaruhi oleh kekurangan pendengaran yang dimiliki (Sutjihati, 2007). a. Pengaruh Pendengaran pada Perkembangan Bicara dan Bahasa Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibatnya terbatasnya ketajaman pendengaran, remaja tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada remaja tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Selanjutnya, dalam perkembangan bicara dan bahasa, remaja tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan kemampuan dan taraf ketunarunguannya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi remaja tunarungu terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui penglihatannya dan memanfaatkan sisa pendengarannya. Oleh sebab itu, komunikasi bagi remaja tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya. Adapun berbagai media komunikasi yang dapat digunakan sebagai berikut: 1) Bagi remaja tunarungu yang mampu bicara, tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak remaja tunarungu. 2) Menggunakan media tulisan dan membaca sebagai sarana penerimaannya. 3) Menggunakan isyarat sebagai media. b. Perkembangan Kognitif Remaja Tunarungu Pada umunya, inteligensi remaja tunarungu secara potensial sama dengan remaja normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan daya abstraksi remaja. Akibatnya ketunarunguan menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian perkembangan inteligensi secara fungsional terhambat. Perkembangan kognitif remaja tunarungu sangat dipengaruhi oleh commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan inteligensi pada remaja tunarungu. Kerendahan inteligensi remaja tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena inteligensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam kecakapan berbahasa akan dapat membantu perkembangan inteligensi remaja tunarungu. Tidak semua aspek inteligensi remaja tunarungu terhambat. Aspek inteligensi yang terhambat perkembangannya ialah yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. Aspek inteligensi yang bersumber dari penglihatan dan yang berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan tetapi justru berkembang lebih cepat Cruickshank yang dikutip oleh Yuke R. Siregar (dalam Sutjihati, 2007) mengemukakan bahwa remaja-remaja tunarungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang tampak terbelakang. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami remaja, tetapi juga tergantung pada potensi kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta dorongan dari lingkungan luar yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengembangkan kecerdasan itu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 c. Perkembangan Emosi Remaja Tunarungu Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan remaja tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. Emosi remaja tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Remaja tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah. d. Perkembangan Sosial Remaja Tunarungu Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu lingkungan hidup di mana remaja berinteraksi yaitu interaksi antara individu dengan individu, dengan kelompok , keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan remaja tunarungu, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarakat di sekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri remaja tunarungu. Remaja tunarungu banyak dihinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, hal ini akan membingungkan remaja tunarungu. Remaja tunarungu sering commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak dapat dihindari. Namun bagi remaja tunarungu tidaklah demikian karena remaja ini mengalami hambatan dalam berbicara. Kemiskinan bahasa membuat dia tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya. e. Perkembangan Perilaku Remaja Tunarungu Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara remaja dan orang tua terutama ibunya. Lebih-lebih pada masa awal perkembangannya. Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan pada faktor remaja sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri remaja tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan inteligensi dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya. 4. Masalah-Masalah dan Dampak Ketunarunguan Menurut Sutjihati (2007), terdapat beberapa masalah yang akan dihadapi dan dampak yang akan diterima oleh remaja tunarungu karena keterbatasan dalam pendengarannya, yaitu: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 a. Bagi Remaja Tunarungu Sendiri Sehubungan dengan karakteristik remaja tunarungu yaitu miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung kiasan, adanya gangguan bicara, maka halhal itu merupakan sumber masalah pokok bagi remaja tersebut. b. Bagi Keluarga Lingkungan keluarga merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat terhadap perkembangan remaja terutama remaja luar biasa. Remaja ini mengalami hambatan, sehingga mereka akan sulit menerima norma lingkungannya. Berhasil tidaknya remaja tunarungu melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada bimbingan dan pengaruh keluarga. Tidaklah mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa remajanya menderita kelainan atau cacat. Reaksi pertama saat orang tua mengetahui bahwa remajanya menderita tunarungu adalah merasa terpukul dan bingung. Reaksi-reaksi yang tampak biasanya dapat dibedakan atas bermacam-macam pola, yaitu: 1) Timbulnya rasa bersalah atau berdosa. 2) Orang tua menghadapi cacat anaknya dengan perasaan kecewa karena tidak memenuhi harapannya. 3) Orang tua malu menghadapi kenyataan bahwa anaknya berbeda dari anak-anak lain. 4) Orang tua menerima anaknya berserta keadaannya sebagaimana mestinya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 Sikap orang tua sangat tergantung pada reaksinya terhadap kelainan remajanya itu. Sebagai reaksi dari orang tua atas sikap-sikapnya itu, maka: 1) Orang tua ingin menembus dosa dengan jalan mencurahkan kasih sayangnya secara berlebih-lebihan pada anaknya. 2) Orang tua biasanya menolak kehadiran anaknya. 3) Orang tua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di rumah. 4) Orang tua bersikap realistis terhadap anaknya. Sikap-sikap orang tua ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kepribadian remaja. Sikap-sikap yang kurang mendukung keadaan itu tentu saja akan menghambat perkembangan remaja, misalnya dengan melindunginya atau dengan mengabaikannya. c. Bagi Masyarakat Pada umumnya orang masih berpendapat bahwa remaja tunarungu tidak dapat berbuat apapun. Pandangan yang semacan ini sangat merugikan remaja tunarungu. Karena adanya pandangan ini biasanya dapat kita lihat sulitnya remaja tunarungu untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena ketidakmampuannya tadi, ia sulit untuk bersaing dengan orang normal. Kesulitan memperoleh pekerjaan di masyarakat mengakibatkan timbulnya kecemasan, baik dari remaja itu sendiri maupun dari keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap tidak dapat berbuat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 sesuatu karena remaja tidak dapat bekerja sebagaimana biasanya. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya dapat memperhatikan kemampuan yang dimiliki remaja tunarungu walaupun hanya merupakan sebagian kecil dari pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh orang normal. d. Bagi Penyelenggara Pendidikan Perhatian akan kebutuhan pendidikan bagi remaja tunarungu tidaklah dapat dikatakan kurang karena terbukti bahwa remaja tunarungu telah banyak mengikuti pendidikan sepanjang lembaga pendidikan itu dapat dijangkaunya. Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika remaja tunarungu tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus (SLB) adalah jika remaja-remaja tunarungu itu tempat tinggalnya jauh dari SLB, maka tentu saja mereka tidak akan dapat bersekolah. Usaha lain muncul dengan didirikannya asrama disamping sekolah khusus itu. Rupanya usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya cara untuk menyekolahkan mereka. Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong remaja tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah normal/biasa dan disediakan program-program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti remaja normal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 D. Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial pada Remaja Tunarungu Setiap remaja tunarungu pada umumnya mengharapkan agar keberadaannya dapat diterima dengan baik dalam lingkungan masyarakatnya. Remaja yang menderita tunarungu biasanya mengalami hambatan di dalam melakukan tugas perkembangannya (Mangunsong, 1998), misalnya berinteraksi dengan teman sebaya, memainkan peran sosial dalam masyarakat, menerima keadaan fisik yang tidak sempurna dibanding orang yang normal, dan mempersiapkan perkawinan dengan lawan jenis dalam membentuk sebuah keluarga serta berusaha mencapai kemandirian emosional menjadi orang tua dan dewasa lainnya. Remaja yang tunarungu akan merasa sangat malu, berkecil hati, merasa tidak memiliki tujuan hidup yang secara otomatis akan mempengaruhi pada keadaan psikologisnya. Remaja tunarungu juga menginginkan suatu harapan untuk berhasil akan masa depannya seperti orang normal lainnya yang mempunyai kesempatan untuk berhasil. Kekurangan neurologis tidaklah menjadi hambatan jika remaja tunarungu mempunyai sikap yang berorientasi ke depan. Ketika individu memiliki tujuan hidup dan semangat yang tinggi secara nyata mereka dapat meraih masa depan yang diinginkan (Hurlock, 1994). Kondisi individu yang mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut merasakan adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam hidupnya sering dikenal dengan istilah psychological well-being (Ryff, 1989). Kondisi psychological well-being dapat ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2006) salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja adalah menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif. Hal inilah yang dapat menjadi hambatan bagi remaja tunarungu dan harus dicapai agar mampu berkembang secara positif. Ryff (1989) juga menekankan pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Remaja tunarungu yang baik dalam hubungan dengan orang lain, termasuk terhadap pengasuh maupun teman sebaya, ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat. Begitu pula dengan remaja tunarungu yang mampu untuk menolak tekanan sosial dari lingkungan di sekitarnya, berpikir dan bertingkah laku dengan caracara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri, menandakan bahwa ia baik dalam kemandirian atau otonomi. Selain di atas, remaja tunarungu yang mampu untuk memanipulasi keadaan, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif menandakan dirinya mampu menguasai lingkungan secara baik. Sejalan dengan remaja tunarungu yang mempunyai tujuan hidup yang baik ditandai dengan adanya rasa keterarahan dalam hidup, mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam hidup. Remaja tunarungu yang baik dalam pertumbuhan pribadi mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu (Ryff, 1989). Cohen dan Syme (dalam Calhoun dan Accocella, 1990) menyebutkan bahwa dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan psychological well-being. Menurut Sarafino (2006), dukungan emosional melibatkan ekspresi empati, perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia dipuji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk memberikan perhatian dan rasa aman. Banyak para ahli yang berpendapat bahwa dukungan emosional ini merupakan bentuk dukungan yang paling penting terhadap kesejahteraan maupun kesehatan individu. Dukungan penghargaan dapat dijadikan semangat bagi remaja untuk tetap maju, menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, dan bersikap positif terhadap diri serta lingkungannya (Smet, 1994). Misalnya, memberi pujian bila remaja melakukan sesuatu yang baik. Dukungan ini mengembangkan harga diri pada yang menerimanya. Bagi remaja tunarungu yang berprestasi, dukungan penghargaan ini penting untuk meningkatkan rasa optimis di dalam kompetisi. Dukungan instrumental berperan dalam menghadapi situasi stress, dapat membantu meringankan beban individu sehingga mereka dapat memenuhi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 tanggung jawab atas perannya sehari-hari tanpa selalu membutuhkan bantuan orang lain atau mandiri (Sarafino, 2006). Bagi remaja di panti asuhan dapat berupa penyediaan sarana dan pelayanan yang dapat memperlancar dan memudahkan perilaku remaja dalam segala aktivitasnya, seperti fasilitas perpustakaan yang menunjang kesenangannya membaca buku. Menurut Orford (1992), dukungan informasi diberikan dalam bentuk saran, nasihat, dan umpan balik mengenai cara menghadapi atau memecahkan masalah yang ada, sehingga membuat remaja merasa memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan hidup dan menjalani kehidupannya dengan baik meskipun memiliki keterbatasan dalam pendengaran. Informasi mendalam tentang kondisi di sekitar membuat remaja tunarungu lebih siap menghadapi masa depan dan mencapai tujuan hidupnya. Bentuk dukungan sosial ini diterima oleh remaja tunarungu dalam porsi yang berbeda-beda tergantung pada situasi-situasi yang dihadapi remaja tunarungu (Smet, 1994). Melihat adanya hubungan dukungan sosial dengan psychological well-being, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk dukungan sosial yang paling sering diterima akan mengarahkan pada kondisi atau tingkat psychological well-being tertentu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 E. Kerangka Pemikiran Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Sosial Perbedaan Psychological Dukungan Instrumental Well-Being Dukungan Informasi Gambar 1. Kerangka Pikir Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial Perbedaan bentuk dukungan sosial yang diterima dimungkinkan mengarahkan pada kondisi psychological well-being yang berbeda pula. F. Hipotesis Berdasarkan pada uraian landasan teori di atas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat perbedaan psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial, yang meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo.” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung : Psychological Well-Being 2. Variabel bebas : Dukungan Sosial B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan kondisi individu yang mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut merasakan adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam hidupnya. Psychological well-being diukur dengan Skala Psychological WellBeing yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dinyatakan oleh Ryff (dalam Keyes, 1995), terdiri dari enam aspek, yang meliputi aspek penerimaan individu terhadap dirinya, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan menerima diri apa adanya; aspek hubungan positif commit to user 47 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 dengan sesama, menunjukkan kemampuan untuk mencintai orang lain; aspek kemampuan untuk bersifat otonom, menjelaskan mengenai kemampuan untuk menentukan diri sendiri; aspek kemampuan individu untuk menguasai lingkungan, ditandai dengan kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya; aspek tujuan individu dalam hidup, ditunjukkan dengan kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam hidup; dan aspek pertumbuhan pribadi, aspek ini ditandai dengan adanya kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Semakin tinggi skor yang didapatkan skala psychological well-being, maka semakin tinggi pula psychological well-being seseorang, begitu pula sebaliknya. 2. Dukungan Sosial Dukungan sosial merupakan bentuk pertolongan yang berupa ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan benda (materi), ataupun tindakan yang dilakukan oleh pasangan sosial atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai. Dukungan sosial diukur dengan Skala Dukungan Sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh House (dalam Smet, 1994), yaitu bentuk dukungan emosional, menekankan pada dukungan yang bersifat afektif, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 perhatian terhadap individu; bentuk dukungan penghargaan, bentuk ini terjadi lewat ungkapan hormat positif untuk orang tersebut, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang lain; bentuk dukungan instrumental, mengacu pada bantuan nyata yang berupa materi, seperti misalnya uang, benda, pelayanan, ataupun bantuan fisik yang lain; dan bentuk dukungan informatif, bentuk ini dapat berupa pemberian saran, nasihat, bimbingan, ataupun pengarahan atas apa yang akan dilakukan seseorang. Rata-rata atau mean tertinggi pada salah satu bentuk dukungan sosial menunjukkan bentuk dukungan sosial yang lebih banyak diterima oleh seseorang. C. Populasi, Sampel, dan Sampling Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di Kota Wonosobo, yaitu di Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dengan jumlah remaja tunarungu sebanyak 62 orang dan LPATR Dena Upakara dengan jumlah remaja tunarungu sebanyak 58 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di Kota Wonosobo yang dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti yang menganggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam subjek. Subjek penelitian diambil dengan karakter sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 1. Remaja, dengan batasan usia 13 sampai 18 tahun 2. Pria dan wanita 3. Memiliki kemampuan baca dan tulis 4. Memiliki taraf inteligensi normal atau di atas rata-rata Teknik pengambilan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yang memiliki pengertian bahwa sampel ditentukan melalui pertimbangan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti terhadap subjek yang sesuai dengan tujuan penelitian. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk memperoleh sebuah data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data, yakni berupa: a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dan data utama dalam penelitian. Data penelitian ini diperoleh langsung dari remaja-remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo yang menjadi sampel penelitian. Data tersebut berupa respons atau tanggapan atas pertanyaan yang diajukan peneliti dalam skala penelitian, baik skala psychological well-being dan dukungan sosial. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 b. Data sekunder Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari tempat penelitian, yakni berupa dokumentasi ketika pengumpulan data dan informasi tentang profil sekolah, biodata siswa, termasuk data inteligensi. 2. Metode Pengumpulan Data Skala psychological well-being dan dukungan sosial yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh penulis dan diberikan secara langsung kepada remaja tunarungu. Penyusunan aitem-aitem dalam skala psychological well-being dan dukungan sosial dikelompokkan menjadi aitem favorable dan unfavorable yang menggunakan tipe pilihan, yaitu subyek diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang sudah disediakan, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Berikut adalah cara penyekoran skala psychological well-being dan dukungan sosial. Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favorable dan Unfavorable pada Skala Psychological Well-Being dan Dukungan Sosial Kategori Jawaban Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai Sangat Tidak sesuai Favorable Unfavorable 4 3 2 1 1 2 3 4 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka pada penelitian ini digunakan dua macam skala yaitu : 1. Skala Psychological Well-Being Skala psychological well-being disusun berdasarkan aspek-aspek psychological well-being yang dinyatakan oleh Ryff (dalam Keyes, 1995), terdiri dari aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan sesama, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan dalam hidup, dan pertumbuhan pribadi. Skala psychological well-being berjumlah 42 aitem yang terdiri dari dua kelompok aitem yang berbentuk favorabel dan unfavorabel. Tinggi rendahnya psychological well-being ditentukan oleh skor yang diperoleh. Berikut adalah susunan aitem skala psychological well-being. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 Tabel 2. Blue-print Skala Psychological Well-Being Konsep No Kondisi dimana individu mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 2. AspekAspek Indikator Penerimaan diri 1. Bersikap positif terhadap diri sendiri 2. Mengakui dan menerima kekurangan 3. Berinteraksi dengan orang lain dan menerima kritikan secara objektif Hubungan 1. Saling percaya dengan positif orang lain dengan 2. Mempunyai rasa sesama afeksi/kasih sayang 3. Ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain Otonomi 1. Tidak bergantung pada orang lain 2. Membuat keputusan berdasarkan pemikiran sendiri 3. Mengevaluasi diri sendiri Penguasaan 1. Mampu melakukan terhadap pekerjaan dengan baik lingkungan 2. Mampu bersikap terbuka dengan lingkungan 3. Mampu mengembangkan kondisi yang baik Tujuan 1. Mempunyai rasa dalam hidup keterarahan dalam hidup 2. Mempunyai target dalam hidup Pertumbuhan 1. Mempunyai perasaan terus pribadi berkembang 2. Menyadari potensi di dalam diri 3. Melakukan peningkatan dalam diri dan tingkah laku Total Nomor Aitem F U 1 7 13 19 25, 37 31 2, 14 8 26 20 38 32 3, 15 `9 27 21 39 33 4 10 16, 28 22 40 34 5, 17 11, 23 29 35, 41 6 12 18, 30 24 42 36 23 19 Jumlah 7 7 7 7 7 7 42 Skala Dukungan Sosial Skala dukungan sosial terdiri atas aitem-aitem yang mencakup bentuk-bentuk dukungan sosial, seperti yang dinyatakan oleh House commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 (dalam Smet, 1994) yaitu: bentuk dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. Jumlah aitem dalam skala dukungan sosial sebanyak 60 butir, terdiri atas 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable, dengan rincian masing-masing 15 aitem pada tiap jenis dukungan sosial. Bentuk dukungan sosial yang lebih banyak diterima subjek ditentukan oleh mean terbesar dari tiap-tiap komponen, dan dikategorisasikan menjadi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. Berikut adalah susunan aitem skala dukungan sosial. Tabel 3. Blue-print Skala Dukungan Sosial Konsep Bentuk pertolongan yang berupa ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan benda (materi), ataupun tindakan yang dilakukan oleh pasangan sosial atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan No 1. Bentuk-Bentuk Dukungan emosional Indikator 1. Empati 2. Kepedulian dan perhatian 2. Dukungan penghargaan 1. Penilaian positif 2. Dorongan untuk maju 3. Dukungan instrumental Bantuan nyata dan langsung F U F U F U F U F U 4. Dukungan informasi Pemberian nasihat, petunjuk, dan saran Total commit to user F U Nomor Aitem 1, 5, 9, 13 3, 7, 11 2, 6, 10, 14 4, 8, 12, 15 16, 20, 24 18, 22, 26, 29 17, 21, 25, 28 19, 23, 27, 30 31, 33, 35, 37, 39, 41, 43, 45 32, 34, 36, 38, 40, 42, 44 46, 48, 50, 52, 54, 56, 58 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 60 Jumlah 15 15 15 15 60 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 E. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas dan Daya Beda Aitem Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah review professional judgment, yaitu uji terhadap validitas isi melalui review langsung secara profesional oleh pembimbing. Skala dalam penelitian ini akan diuji daya beda aitemnya dengan menggunakan korelasi Product Moment dengan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Pemilihan aitem pada skala dukungan sosial dilakukan analisis aitem pada setiap komponen dengan membandingkan indeks daya diskriminasinya terhadap masing-masing komponen, bukan secara keseluruhan. 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dari tiap-tiap instrument suatu variabel. Perhitungan uji reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Khususnya, pada skala dukungan sosial akan digunakan atribut komposit dalam uji reliabilitasnya karena skala dibuat untuk beberapa komponen yang mengungkap subdomain yang berbeda satu dengan yang lain. Skor akhir pada tes merupakan skor komposit (gabungan) yang merupakan penjumlahan dari skor setiap komponen dengan memperhitungkan besarnya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 bobot masing-masing. Terlebih dahulu dilakukan komputasi koefisien reliabilitas bagi masing-masing komponen, baru kemudian dihitung reliabilitas secara keseluruhan yang dikenal formula komputasi koefisien reliabilitas skor komposit (Azwar, 2010). F. Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis varians klasifikasi satu arah (One Way Anova) karena penelitian ini bertujuan untuk menguji variabel terikat dengan cara membandingkannya pada kelompokkelompok sampel independen (bebas) yang diamati, yaitu untuk mengetahui perbedaan psychological well-being berdasarkan dukungan sosial yang lebih banyak diterima oleh remaja tunarungu, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi di lingkungan asrama. Guna mempermudah perhitungan, digunakan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Sebelumnya dilakukan pula uji asumsi homogenitas dan uji normalitas sebaran data. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian mengenai perbedaan psychological well-being ditinjau dari dukungan sosial pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo dilaksanakan di Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco yang beralamatkan di Jl. Sambek No. 33, Wonosobo 56311 dan LPATR Dena upakara di Jl. Mangli No. 5, Wonosobo 56311. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei awal untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan subjek. Secara lebih jelas akan dirinci mengenai sejarah dan profil Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Don Bosco dan Dena Upakara. a. Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco 1) Sejarah Berdirinya LPATR Don Bosco Pada tahun 1936 para Suster Putri Maria dan Yosef (Suster PMY) telah membuka sekolah LPATR Dena Upakara di Jl. Mangli, Wonosobo. Pada awalnya mereka mengajak baik putra maupun putri. Baru berjalan selama 2 tahun, usaha mulia itu terganggu Perang Dunia II dengan segala akibatnya. Setelah situasi kembali lebih kondusif, para suster kembali membuka pintu sekolah dan commit to user 57 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 tentunya mengulang ajakan untuk bekerja sama, agar para Bruder Karitas mau mendirikan sekolah untuk anak tunarungu karena sangat dibutuhkan tenaga untuk putra. Setelah semua disiapkan pada tanggal 8 Januari 1956, tiga puluh anak putra pindah dari LPATR Dena Upakara ke LPATR Don Bosco. Satu hari kemudian, Senin, 9 Januari 1956 pintu-pintu sekolah dibuka untuk pertama kali dan kegiatan belajar mengajar dimulai. Pada permulaan jumlah guru hanya 3 orang, maka jelaslah jumlah itu terus bertambah dan sekarang menjadi 28 orang yang berkarya di sekolah. 2) Visi dan Misi LPATR Don Bosco Visi: Melalui pengasuhan, pendidikan, dan pengajaran, LPATR Don Bosco SLB-B Karya Bakti melaksanakan kegiatan untuk memuliakan Tuhan, yang dengan kasih dan ramah membantu anakanak tunarungu, sakit, lemah, dan miskin. Misi: Bersama warga Gereja, Pemerintah, dan Masyarakat, LPATR Don Bosco SLB-B Karya Bakti melaksanakan kegiatan pemberdayaan dan pembebasan anak tunarungu, sakit, lemah, dan miskin Indonesia dari kemiskinan bahasa dan kebodohan, baik dalam aspek fisik, psikis, maupun mental-spiritual. Perwujudan visi dan misi tersebut adalah: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 1. Menerima dan mengasuh anak-anak tunarungu wicara lebih kurang lima (5) tahun dari semua lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. 2. Merawat dan merehabilitasi kesehatan anak-anak tunarungu wicara tersebut. 3. Mendidik, mengajar, dan melatih mereka dengan tujuan memberdayakan segala potensi yang dimiliki anak tunarungu wicara, sehingga mereka mampu berbahasa dan bekomunikasi serta bergaul secara wajar dengan masyarakatnya, dan selanjutnya dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk menuntut ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi bagi masa depan mereka. 4. Membekali mereka dengan keterampilan/keahlian kejuruan untuk kerja, sehingga secara khusus mereka dapat mandiri, baik memasuki lapangan kerja maupun menciptakan lapangan kerja sendiri, dan secara umum dapat ikut serta dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara. b. Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara 1) Sejarah Berdirinya LPATR Dena Upakara Pada tanggal 13 Februari 1938, ke 5 pionir tiba di Indonesia sampai akhir Februari mereka tinggal di Biara Ursulin, Bandung. Baru tanggal 28 Februari 1938 kelima suster perintis berangkat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 menuju “rumah sendiri”, rumah sewa yang lengkap di Jl. Pakuwojo (Sumberan) Wonosobo. Setelah mempersiapkan serta merundingkan segala sesuatu maka tanpa menunda lagi diputuskan untuk segera membuka sekolah, dimulai dengan 2 murid penduduk asli Wonosobo pada tanggal 5 Maret 1938, yaitu Erlin Martodarmodjo (5 tahun) dan Soerip Karso (8 tahun), Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Dena-Upakara telah memulai karya di Indonesia. 2) Visi dan Misi LPATR Dea Upakara Visi : Bersama Yesus Kristus dan dijiwai oleh semangat- Nya,asrama Dena Upakara mengaktualisasikan kerajaan Allah dalam pelayanan cinta kasih kepada sesama yang miskin dan lemah,khususnya kepada yang tuli dan kurang mendengar. Misi : 1. Asrama Dena Upakara siap sedia menanggapi kebutuhan actual gereja dan masyarakat dalam pelayanan pendidikan bagi anak tunarungu secara professional dan dalam suasana kekeluargaan. 2. Meningkatkan martabat anak tunarungu seperti manusia lain, sehingga mampu berkembang. 3. Meningkatkan dan mengembangkan komunikasi secara formal dan informal dengan semua pihak terkait untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak tunarungu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61 Pengelolaan kedua lembaga ini berdiri sendiri-sendiri. Mereka hanya bekerja sama dalam bidang pendidikan, misalnya dalam hal metodik, penataran guru dan lain lain yang semacam itu. a. Metode Pengajaran Metode pengajaran yang dipakai oleh Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara dan Don Bosco, Wonosobo berdasarkan percakapan (oral). Metode pengajaran yang dikembangkan dan dipertahankan sampai sekarang adalah metode oral. Metode oral melatih anak tunarungu untuk berbahasa lisan dan bicara murni tanpa isyarat. Metode ini mengutamakan cara, keaktifan, dan kemampuan anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan dengan bahasa. b. Jenjang Pendidikan Anak-anak tunarungu menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Dena Upakara dan Don Bosco, Wonosobo lewat jenjang pendidikan: 1) Prasekolah: Play group, Persiapan I, Persiapan II, Persiapan III 2) Sekolah Dasar: Kelas I, Kelas II, Kelas III, Kelas IV, Kelas V, Kelas VI 3) Kejuruan: Kelas I, Kelas II, Kelas III Tingkat kejuruan ini terdiri dari: Tata Boga, Tata Busana, Tata Rias : Rias Wajah dan Tata Rambut, dan Keterampilan komputer untuk LPATR Dena Upakara. Sedangkan pada LPATR Don Bosco terdiri dari Kejuruan Besi, Kejuruan Jahit, dan Kejuruan Kayu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 c. Syarat Penerimaan Siswa 1) Tingkat Prasekolah a) Anak yang kurang mendengar, sehingga tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah umum. b) Berumur 5 tahun belum mencapai 6 tahun. c) Kecerdasan normal. 2) Tingkat Dasar Anak yang sedang mengikuti pelajaran di SLB-B lain dan mau pindah sekolah dengan catatan sebagai berikut: Apakah di SLB-B Don Bosco ada lowongan tempat, baik di sekolah maupun di asrama. 3) Tingkat Kejuruan a) Anak yang telah lulus dari SLB-B lain. b) Berumur lima belas tahun/enam belas tahun. c) Dapat bergaul secara lisan dan dapat membaca ujaran. Berikut jumlah siswa, guru dan pengasuh Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara tahun ajaran 2010/2011. Tabel 4. Jumlah Siswa, Guru dan Pengasuh Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara Tahun Ajaran 2010/2011 Jumlah Siswa Guru Pengasuh a. Umur < 13 tahun b. Umur 13-18 tahun c. Umur > 18 tahun LPATR Don Bosco 54 62 31 35 18 commit to user LPATR Dena Upakara 57 58 15 33 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 2. Persiapan Alat Ukur Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah skala psychological well-being dan skala dukungan sosial. Skala psychological well-being digunakan untuk mengungkap seberapa besar skor psychological well-being yang dimiliki oleh remaja tunarungu. Penyusunan skala psychological well-being berdasarkan aspek-aspek psychological wellbeing yang dinyatakan oleh Ryff (dalam Keyes, 1995), terdiri dari aspek penerimaan diri, hubungan positif dengan sesama, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan dalam hidup, dan pertumbuhan pribadi. Skala psychological well-being berjumlah 42 aitem yang terdiri dari dua kelompok aitem yang berbentuk 23 aitem favorabel dan 19 aitem unfavorabel. Distribusi skala sebelum uji coba dapat dilihat di bab tiga. Penyusunan skala dukungan sosial berdasar bentuk-bentuk dukungan sosial, seperti yang dinyatakan oleh House (dalam Smet, 1994) yaitu: bentuk dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. Skala dukungan sosial digunakan untuk menunjukkan bentuk dukungan sosial mana yang lebih banyak diterima oleh remaja tunarungu. Jumlah aitem dalam skala dukungan sosial sebanyak 60 aitem, terdiri atas 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable, dengan rincian masing-masing 15 aitem pada tiap jenis dukungan sosial. Distribusi skala sebelum uji coba dapat dilihat di bab tiga. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 3. Pelaksanaan Uji Coba Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada sampel penelitian, skala psychological well-being dan skala dukungan sosial yang telah disusun dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing. Setelah dikoreksi kemudian direvisi dan mendapat persetujuan, maka langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melaksanakan uji coba. Tujuan dilakukan uji coba untuk mengetahui indeks daya beda aitem dan reliabilitas dari skala tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Setelah mengumpulkan data di lapangan, ternyata seluruh subjek memenuhi kriteria, yaitu remaja, dengan batasan usia 13 sampai 18 tahun, pria dan wanita, memiliki kemampuan baca dan tulis, serta memiliki taraf inteligensi normal atau di atas rata-rata. Data mengenai taraf inteligensi tidak didapat dari pihak sekolah karena dipastikan siswa-siswinya memiliki inteligensi normal atau di atas rata-rata berdasarkan rujukan dari psikolog yang telah bekerja sama dengan pihak sekolah. Seluruh sampel berjumlah 40 siswa, yang terdiri dari 21 siswa Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan 19 siswi LPATR Dena Upakara. Uji coba penelitian yang dilakukan pada tanggal 11 Juli 2011 dengan lama waktu 2 jam 15 menit (10.00-12.15 WIB) di Aula Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan 1 jam 45 menit (19.30-21.15 WIB) di Ruang Perpustakaan LPATR Dena Upakara. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 Pengisian skala dibantu oleh arahan dari pengasuh asrama. Setiap aitem pada skala psychological well-being dan dukungan sosial diterjemahkan sesuai dengan pemahaman dari remaja tunarungu. Setelah skala terkumpul dilakukan skoring, kemudian dilakukan analisis daya beda dan reliabilitasnya. 4. Analisis Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Data yang diperoleh setelah uji coba ditabulasikan dan dianalisis untuk mengetahui daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur. Hasil uji daya beda dan reliabilitas tiap-tiap skala tersebut adalah sebagai berikut: a. Skala Psychological Well-Being Skala psychological well-being diujicobakan pada 40 siswa. Seluruh skala memenuhi syarat untuk dianalisis. Perhitungan hasil uji daya beda skala psychological well-being dapat diketahui dari 42 aitem yang diujicobakan, diperoleh indeks korelasi aitem berkisar antara -0,214 sampai dengan 0,567. Berdasarkan ada tidaknya tanda bintang pada perhitungan daya beda dengan menggunakan progam SPSS, 8 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan diperoleh 34 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara 0,240 sampai dengan 0,574. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,888. Dengan demikian, skala psychological well-being ini dianggap andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang gugur dan sahih dapat dilihat pada tabel dibawah ini: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 Tabel 5. Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological Well-Being Setelah Uji Coba No 1. AspekAspek Penerimaan diri Nomor Aitem Indikator 1. Bersikap positif terhadap diri sendiri 2. Mengakui dan menerima kekurangan 2. Hubungan positif dengan sesama 3. Berinteraksi dengan orang lain dan menerima kritikan secara objektif 1. Saling percaya dengan orang lain 2. Mempunyai rasa afeksi/kasih sayang 3. Ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain 3. Otonomi 1. Tidak bergantung pada orang lain 2. Membuat keputusan berdasarkan pemikiran sendiri 3. Mengevaluasi diri sendiri 4. 5. Penguasaan terhadap lingkungan 1. Mampu melakukan pekerjaan dengan baik 2. Mampu bersikap terbuka dengan lingkungan 3. Mampu mengembangkan kondisi yang baik Tujuan 1. Mempunyai rasa keterarahan dalam hidup dalam hidup 2. Mempunyai target dalam hidup 6. Pertumbuhan 1. Mempunyai perasaan terus pribadi berkembang 2. Menyadari potensi di dalam diri 3. Melakukan peningkatan dalam diri dan tingkah laku Total (42) Jumlah Valid Gugur F 1 - U 7 F U 13 19 F 37 U 31 F 2 U F U F U 8 26 20 38 32 F 15 U F U F U F U F U F U F U F U F U F U F U 9 27 21 39 33 4 10 28 22 40 34 5 11 29 41 6 12 18 24 42 36 commit to user Valid Gugur 6 1 6 1 6 1 16 6 1 17 23 4 3 6 1 34 8 25 14 3 35 30 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 b. Skala Dukungan Sosial Skala dukungan sosial sebanyak 60 aitem diujicobakan pada 40 siswa. Seluruh dapat memenuhi syarat untuk dianalisis. Pemilihan aitem pada skala dukungan sosial dilakukan analisis aitem pada setiap komponen dengan membandingkan indeks daya diskriminasinya terhadap masingmasing komponen, bukan secara keseluruhan. Berdasarkan ada tidaknya tanda bintang pada perhitungan daya beda pada komponen dukungan emosional dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan menggunakan progam SPSS, 2 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan diperoleh 13 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara 0,139 sampai dengan 0,609. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,696. Perhitungan daya beda pada komponen dukungan penghargaan dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan menggunakan progam SPSS, 2 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan diperoleh 13 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara 0,189 sampai dengan 0,498. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,722. Pada perhitungan daya beda komponen dukungan instrumental dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan menggunakan progam SPSS, 2 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan diperoleh 13 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68 0,161 sampai dengan 0,543. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,696. Sedangkan perhitungan daya beda pada komponen dukungan informasi dapat diketahui dari 15 aitem yang diujicobakan dengan menggunakan progam SPSS, 3 aitem dinyatakan tidak valid. Berdasarkan perhitungan diperoleh 12 aitem sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara 0,162 sampai dengan 0,527. Reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,691. Skor akhir merupakan skor komposit (gabungan) yang merupakan penjumlahan dari skor setiap komponen dengan memperhitungkan besarnya bobot masing-masing. Bobot pada tiap bentuk dukungan sosial ini diasumsikan setara karena dianggap sama-sama efektif dalam membangun psychological well-being. Setelah dilakukan komputasi koefisien reliabilitas bagi masing-masing komponen di atas, baru kemudian dihitung reliabilitas secara keseluruhan (formula komputasi koefisien reliabilitas skor komposit). Berdasarkan perhitungan dari 51 aitem sahih yang terbagi menjadi empat bentuk dukungan sosial didapat koefisien reliabilitas skor komposit sebesar 0,855. Dengan demikian, skala dukungan sosial ini dianggap andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang gugur dan sahih dapat dilihat pada tabel dibawah ini: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 Tabel 6. Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba No 1. BentukBentuk Dukungan emosional 1. Empati 2. Kepedulian dan perhatian 2. Dukungan penghargaan 1. Penilaian positif 2. Dorongan untuk maju 3. Nomor Aitem Indikator Dukungan instrumental Bantuan nyata dan langsung F U F U F U F U F U 4. Dukungan informasi Pemberian nasihat, petunjuk, dan saran F U Valid 1, 5, 9, 13 3, 7, 11 2, 6, 14 8, 12, 15 16, 20, 24 18, 22, 26, 29 17, 21, 25 23, 27, 30 31, 33, 35, 37, 39, 41, 43 32, 36, 38, 40, 42, 44 46, 48, 50, 52, 54, 56, 58 47, 49, 53, 55, 59, 60 Total (60) 5. Jumlah Gugur 10 4 28 19 Valid Gugur 13 2 13 2 13 2 12 3 51 9 45 34 50 51, 57 Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian dengan Nomor Urut Baru Setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka langkah selanjutnya adalah menyusun alat ukur untuk penelitian. Aitem yang telah gugur tidak digunakan lagi dalam alat ukur untuk penelitian dan aitem yang sahih disusun kembali dengan nomor urut yang baru, kemudian digunakan untuk pelaksanaan penelitian. Susunan aitem setelah uji coba dapat dilihat pada tabel. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70 Tabel 7. Distribusi Butir Aitem Skala Psychological Well-Being Setelah Uji Coba Konsep Kondisi dimana individu mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. AspekAspek Indikator Penerimaan diri 1. Bersikap positif terhadap diri sendiri 2. Mengakui dan menerima kekurangan 3. Berinteraksi dengan orang lain dan menerima kritikan secara objektif Hubungan 1. Saling percaya dengan positif orang lain dengan 2. Mempunyai rasa sesama afeksi/kasih sayang 3. Ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain Otonomi 1. Tidak bergantung pada orang lain 2. Membuat keputusan berdasarkan pemikiran sendiri 3. Mengevaluasi diri sendiri Penguasaan 1. Mampu melakukan terhadap pekerjaan dengan baik lingkungan 2. Mampu bersikap terbuka dengan lingkungan 3. Mampu mengembangkan kondisi yang baik Tujuan 1. Mempunyai rasa dalam hidup keterarahan dalam hidup 2. Mempunyai target dalam hidup Pertumbuhan 1. Mempunyai perasaan terus pribadi berkembang 2. Menyadari potensi di dalam diri 3. Melakukan peningkatan dalam diri dan tingkah laku Total commit to user Nomor Aitem F U 1 7 13 19 25 30 2 8 14 20 26 31 3 9 15 21 27 32 4 10 16 22 28 33 5 11 17 23 6 12 18 24 29 34 17 17 Jumlah 6 6 6 6 4 6 34 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71 Tabel 8. Distribusi Butir Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba Konsep Bentuk pertolongan yang berupa ketersediaan informasi atau nasihat, baik verbal maupun non-verbal, bantuan benda (materi), ataupun tindakan yang dilakukan oleh pasangan sosial atau orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan No 1. Bentuk-Bentuk Dukungan emosional Indikator 1. Empati 2. Kepedulian dan perhatian 2. Dukungan penghargaan 1. Penilaian positif 2. Dorongan untuk maju 3. 4. Dukungan instrumental Dukungan informasi Bantuan nyata dan langsung Pemberian nasihat, petunjuk, dan saran F U F U F U F U F U F Nomor Aitem 1, 5, 9, 13 3, 7, 11 2, 6, 10 4, 8, 12 14, 18, 22 16, 20, 24, 26 15, 19, 23 17, 21, 25 27, 29, 31, 33, 35, 37, 39 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50 U 41, 43, 45, 47, 49, 51 Total B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan pada sampel yang diperoleh dengan purposive sampling yaitu 41 siswa Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan 39 siswi LPATR Dena Upakara, Wonosobo. 2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 19 Juli 2011 dengan menggunakan alat ukur berupa skala psychological well-being dan skala dukungan sosial. Skala psychological well-being terdiri atas 34 aitem pernyataan, sedangkan skala dukungan sosial terdiri atas 51 aitem pernyataan. Pembagian dan pengisian skala dilakukan secara klasikal dengan lama waktu 1 jam 25 menit di Aula Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan 1 jam 10 menit di Ruang Perpustakaan LPATR Dena Upakara. commit to user Jumlah 13 13 13 12 51 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72 Instruksi pengisian skala serta penjelasan maksud dari tiap aitem skala diberikan oleh pengasuh asrama agar didapat data yang sesuai dengan keadaan diri remaja tunarungu dan dikumpulkan kembali setelah selesai diisi. 3. Pelaksanaan Skoring Skala yang telah terkumpul, kemudian diberikan skor pada hasil pengisian skala untuk keperluan analisis data. Skor untuk masing-masing skala bergerak dari 1-4 dengan memperhatikan sifat aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Skala psychological wellbeing dan dukungan sosial skor aitem favorable adalah 4 untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk sesuai (S), 2 untuk tidak sesuai (TS), 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Demikian pula untuk aitem-aitem unfavorable untuk jawaban 4 untuk pilihan jawaban sangat tidak sesuai (STS), 3 untuk tidak sesuai (TS), 2 untuk sesuai (S), 1 untuk sangat sesuai (SS). Skor yang diperoleh dari sampel penelitian kemudian dijumlah. Total skor skala yang diperoleh akan dipakai dalam analisis data. C. Analisis Data 1. Uji Asumsi a. Uji normalitas Penelitian ini menggunakan uji nomalitas data dan varians menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73 digunakan disini adalah uji normalitas menggunakan faktor. Uji ini dilakukan pada suatu variabel yang memiliki dua atau lebih kelompok data. Jadi pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing kelompok data berasal dari populasi normal atau tidak (Priyatno, 2008). Hasil uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Psychological Well-Being a Dukungan Sosial Emosional Penghargaan Instrumental Informasi KolmogorovStatistic .102 .138 .164 .147 Smirnov df 31 21 11 17 * * * Sig. .200 .200 . 200 .200* Shapiro-Wilk Statistic .979 .931 .943 .927 df 31 21 11 17 Sig. .783 .141 .559 .196 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel psychological well-being untuk dukungan emosional menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,783>0,05). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel psychological well-being untuk dukungan penghargaan menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,141>0,05). Hasil uji normalitas Kolmogorov- commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74 Smirnov pada variabel psychological well-being untuk dukungan instrumental menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,559>0,05). Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov pada variabel psychological well-being untuk dukungan informasi menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,196>0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa data berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians populasi sama atau tidak. Uji ini merupakan syarat penggunaan uji anova, jika varians populasi tidak sama maka uji anova tidak dapat digunakan sebagai alat analisis. Hasil uji homogenitas dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Levene Statistic 2.081 df1 3 df2 76 Sig. .110 Berdasar data di atas dapat diketahui bahwa sampel memiliki taraf signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,110>0,05). Maka dapat diambil kesimpulan bahwa sampel dukungan sosial emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi diambil dari populasi dukungan sosial yang mempunyai varians psychological well-being yang sama (homogen). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75 2. Hasil Uji Hipotesis Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis anava satu arah atau One Way Anova. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan teknik One Way Anova dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 sebagai berikut: Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis ANOVA Psychological Well-Being Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 1448.036 3195.951 4643.987 Df Mean Square F Sig. 3 76 79 482.679 42.052 11.478 .000 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa F hitung (11,478) > F tabel (2,725). Nilai signifikansi 0,000<0,05. Karena F hitung > F tabel dengan taraf signifikansi 0,000<0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil uji One Way Anova menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata psychological wellbeing ditinjau dari dukungan sosial yang berbeda. Dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi mempunyai pengaruh terhadap psychological well-being. 3. Hasil Analisis Deskriptif Dari skor kasar Skala Psychological Well-Being dan Skala Dukungan Sosial diperoleh hasil statistik deskriptif subjek penelitian. Statistik deskriptif commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76 menggambarkan tentang ringkasan data penelitian. Hasil statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 12. Statistik Deskriptif Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial Std. N Mean Devia tion Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Instrumental Dukungan Informasi Total Mini Maxim mum um 31 108.13 4.610 99 118 21 102.71 8.644 88 128 11 95.73 7.431 82 105 17 101.00 5.657 92 116 80 103.49 7.667 82 128 Berdasarkan tabel analisis deskriptif di atas dapat dilihat bahwa skor minimum psychological well-being pada bentuk dukungan emosional ialah 99 dan skor maksimum 118. Bentuk dukungan penghargaan memberikan skor minimum psychological well-being sebesar 88 dan skor maksimum 128. Bentuk dukungan instrumental memiliki skor minimum psychological wellbeing 82 dan skor maksimum 105. Sedangkan bentuk dukungan informasi memiliki skor minimum psychological well-being 92 dan skor maksimum 116. Skor rata-rata psychological well-being yang paling rendah pada bentuk dukungan instrumental sebesar 95,73. Sedangkan bentuk dukungan informasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77 memiliki rata-rata skor psychological well-being sebesar 101,00. Bentuk dukungan penghargaan memiliki rata-rata skor psychological well-being yang agak tinggi yaitu 102,71. Skor rata-rata psychological well-being yang paling tinggi ialah pada bentuk dukungan emosional sebesar 108,13. Selanjutnya dapat dilakukan kategorisasi subjek secara normatif guna memberi interpretasi pada skor skala. Kategorisasi yang digunakan ialah kategorisasi jenjang yang berdasarkan model distribusi normal. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan subjek ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2003). Beberapa tabulasi data skala psychological well-being dalam penelitian ini diperoleh skor minimal subjek adalah 34×1=34 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek ialah 34×4=136. Maka jarak sebarannya ialah 136-34=102 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 102:6=17, sedangkan mean hipotetiknya adalah (1+4)34:2=85 Gambaran subjek berdasar empat bentuk dukungan sosial digolongkan dalam tiga kategori, maka kategorisasi serta distribusi skor subjek ialah: Tabel 13. Kategori Skala Psychological Well-Being Pada Bentuk Dukungan Sosial Kategorisasi Komposisi Kategori Skor Jumlah Prosentase Rendah X<68 0 0 Sedang 68≤ X <102 3 9,68 Psychological Tinggi X≥102 28 90,32 Well-Being Rendah X<68 0 0 Sedang 68≤ X <102 10 47,62 Tinggi X≥102 11 52,38 Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78 Dukungan Instrumental Dukungan Informasi Rendah X<68 0 0 Sedang 68≤ X <102 8 72,73 Tinggi X≥102 3 27,27 Rendah X<68 0 0 Sedang 68≤ X <102 11 64,71 Tinggi X≥102 6 35,29 Berdasarkan tabel 13., kategori skala psychological well-being dalam bentuk dukungan emosional ialah bahwa mean empirik (mean berdasarkan perhitungan statistik) sebesar 108,13 dan skor berada pada rentang 99-118. Secara umum subjek pada bentuk dukungan emosional memiliki psychological wellbeing yang tinggi. Kategori skala psychological well-being dalam bentuk dukungan penghargaan ialah bahwa mean empirik sebesar 102,71 dan skor berada pada rentang 88-128. Secara umum subjek pada bentuk dukungan penghargaan memiliki psychological well-being yang tinggi. Kategori skala psychological wellbeing dalam bentuk dukungan instrumental ialah bahwa mean empirik sebesar 95,73 dan skor berada pada rentang 82-105. Secara umum subjek pada bentuk dukungan instrumental memiliki psychological well-being yang sedang. Sedangkan kategori skala psychological well-being dalam bentuk dukungan informasi ialah bahwa mean empirik sebesar 101,00 dan skor berada pada rentang 92-116. Secara umum subjek pada bentuk dukungan informasi memiliki psychological well-being yang sedang. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79 D. Pembahasan Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan teknik One Way Anava dinyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata psychological well-being yang signifikan ditinjau dari bentuk dukungan sosial pada remaja runarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo. Hal ini ditunjukkan oleh F hitung lebih besar dari F tabel (11,478 > 2,725) serta taraf signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis nol ditolak, berarti bentuk dukungan sosial dapat dijadikan variabel bebas untuk memprediksi psychological well-being pada siswa remaja runarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama SLB-B di kota Wonosobo. Adanya perbedaan kondisi psychological well-being remaja tunarungu tersebut dapat disebabkan oleh adanya bentuk dukungan sosial yang berbeda-beda pada remaja tunarungu. Berikut diagram psychological well-being berdasarkan bentuk dukungan sosial yang diterima oleh remaja tunarungu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80 Sedang Gambar 2. Diagram Mean Skor Psychological Well-Being Berdasarkan Bentuk Dukungan Sosial Berdasarkan diagram di atas, empat bentuk dukungan sosial tersebut memiliki rata-rata psychological well-being yang berbeda. Bentuk dukungan emosional rata-rata psychological well-being-nya sebesar 108,13. Bentuk dukungan penghargaan menunjukkan rata-rata psychological well-being sebesar 102,71. Bentuk dukungan instrumental menunjukkan rata-rata psychological wellbeing sebesar 95,73. Bentuk dukungan informasi menunjukkan rata-rata psychological well-being sebesar 101. Rata-rata psychological well-being dari keempat bentuk dukungan sosial di atas terbagi menjadi dua, yakni tinggi dan sedang. Bentuk dukungan sosial yang memiliki rata-rata psychological well-being tinggi ialah dukungan emosional dan penghargaan. Sedangkan lainnya yaitu dukungan instrumental dan informasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81 memiliki rata-rata psychological well-being sedang. Meskipun demikian jika dilihat lebih lanjut, dari masing-masing bentuk dukungan sosial tersebut memiliki tingkat rata-rata yang berbeda. Melihat pada keterbatasan yang dialami oleh remaja tunarungu yang memiliki kekurangan dalam pendengarannya dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada masa perkembangan masa remaja, membuat mereka mengalami krisis yang lebih kompleks dibanding dengan remaja normal lainnya. Perkembangan bahasa dan kognitif tidak berkembang secara optimal, ditambah dengan perkembangan emosi, seperti menampilkan sikap menutup diri, serta perkembangan sosial yang disertai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Kesemuanya itu akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian remaja tunarungu. Tentunya untuk menghadapi kesulitan tersebut, remaja tunarungu membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, terutama dukungan emosional dan penghargaan untuk membangun psychological well-being. Bentuk dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengarkan keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka (Sarafino, 1997). Dukungan emosional yang didapatkan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82 remaja tunarungu dari orang-orang di sekitarnya membawa mereka pada psychological well-being yang tinggi. Bentuk dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan individu lain (House, dalam Smet, 1994). Penghargaan yang sering didapatkan remaja tunarungu dari orang-orang di sekitarnya membuat mereka lebih dapat mengaktualisasikan dirinya karena mereka menganggap dirinya memiliki kelebihan dan setara dengan orang yang normal. Bentuk dukungan instrumental merupakan bantuan nyata yang berupa materi, seperti misalnya uang, benda, pelayanan, ataupun bantuan fisik yang lain. Bentuk dukungan instrumental diberikan secara langsung kepada penerimanya dan membantu individu dalam menjalankan aktivitasnya (Sarafino, 1997). Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Don Bosco dan Dena Upakara telah menyediakan secara lengkap apa yang dibutuhkan siswa didiknya dalam rangka mengikuti proses belajar mengajar, sehingga siswa didiknya tidak perlu memikirkan peralatan apa yang dibutuhkan si sekolah dan asrama. Hal inilah yang dapat mengarahkan psychological well-being yang sedang karena remaja telah merasa terpenuhi kebutuhan fisiknya. Bentuk dukungan informasi mencakup pemberian nasihat, petunjukpetunjuk, saran-saran, informasi, atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi (House, dalam Smet, 1994). Masa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83 remaja menuntut individu untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin sebagai bentuk bimbingan, informasi alternatif permasalahan, perencanaan masa depan, dan sebagainya. Kesulitan dan keterbatasan remaja tunarungu dalam memperoleh informasi akan mengganggu perkembangan diri. Dengan adanya dukungan informasi yang optimal dari orang-orang di sekitarnya dan informasi tersebut benar-benar memberikan suatu kejelasan bagi mereka, maka remaja tunarungu dapat mengimplementasikan potensi dirinya sebagai individu yang utuh di dalam masyarakat, sehingga merasa berharga berada di lingkungan masyarakat serta dapat meningkatkan identitas dirinya. Rata-rata psychological well-being yang paling tinggi berada pada bentuk dukungan emosional. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Heller, dkk., (Emmons dan Colby, 1995) bahwa dukungan emosional mengarahkan seseorang merasa diperhatikan dan dihargai, serta merupakan bentuk yang paling kuat untuk mengurangi gangguan psikologis daripada bentuk dukungan sosial yang lain. Pemenuhan kebutuhan dukungan ini tidak akan ada habisnya karena seseorang akan terus membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Bentuk dukungan penghargaan memiliki psychological well-being yang tinggi, namun prosentasenya di bawah dukungan emosional. Seseorang memang membutuhkan adanya penghargaan dari orang-orang di sekitarnya, tetapi untuk meraih itu semua, remaja tunarungu membutuhkan dukungan emosional. Bentuk dukungan instrumental memiliki psychological well-being yang paling rendah. Pemenuhan yang telah cukup pada dukungan ini menyebabkan seorang individu tidak terlalu mengkhawatirkan hidup maupun keadaan psikisnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84 Ketika semua kebutuhan fisik telah tercukupi, individu akan mengalihkan kebutuhannya pada kebutuhan psikis. Secara keseluruhan psychological well-being subjek penelitian berada pada kondisi sedang, namun kurang optimal. Hal ini dimungkinkan karena dukungan dari orang-orang di asrama pada remaja tunarungu kurang maksimal yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain rasio jumlah remaja asuh dengan pengasuh tidak seimbang dan teman-teman yang berada di lingkungan asrama kurang bisa saling memberi dukungan sosial disebabkan mereka samasama membutuhkan perhatian. Semua bentuk dukungan sosial yang diberikan kepada remaja tunarungu sama-sama menjadi cara yang efektif untuk membangun psychological well-being yang memuaskan, sehingga harus tetap dioptimalkan. Penelitian ini memiliki keunggulan, yaitu masih jarangnya penelitian dari bidang Psikologi yang meneliti di SLB-B atau sekolah yang menangani anak berkebutuhan khusus, namun hasil penelitian hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja, sedangkan penerapan penelitian untuk populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda, memerlukan penelitian lebih lanjut, seperti penambahan jumlah sampel dan diharapkan untuk memperhatikan variabel-variabel lain yang belum disertakan ataupun dengan memperluas ruang lingkup penelitian. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan yang sangat signifikan psychological well-being pada remaja tunarungu yang dibesarkan dalam lingkungan asrama ditinjau dari dukungan sosial yang diterima. 2. Berdasarkan hasil analisis skala psychological well-being dan dukungan sosial, diketahui bahwa remaja tunarungu yang lebih banyak mendapat dukungan emosional memiliki psychological well-being yang paling tinggi dibandingkan dengan dukungan yang lain. Remaja tunarungu yang mendapat lebih banyak dukungan penghargaan memiliki psychological well-being yang tinggi, namun masih berada di bawah dukungan emosional. Sedangkan untuk bentuk dukungan instrumental dan informasi memiliki psychological wellbeing yang tergolong sedang. 3. Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan sosial yang paling efektif dalam membangun psychological well-being. commit to user 85 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi remaja tunarungu a. Diharapkan dapat menjalin hubungan yang hangat dan kuat dengan orang lain, sehingga diperoleh dukungan emosional dan penghargaan untuk membangun psychological well-being dengan baik dan memuaskan. b. Diharapkan dapat meningkatkan peran bantuan fisik atau fasilitas dan informasi yang telah diberikan pengasuh dan sekolah, sekaligus menjaga dan mengoptimalkan dorongan dan perhatian orang-orang di sekitarnya, sehingga akan membangun psychological well-being. c. Remaja tunarungu melakukan pendekatan kepada pengasuh, sehingga dukungan yang diberikan akan diterima secara lebih optimal dan meningkatkan psychological well-being. 2. Bagi pihak yang terkait dengan remaja tunarungu a. Orang tua, guru, pengasuh, dan teman sebaya diharapkan mampu memberikan dukungan sosial, baik berupa dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi kepada remaja tunarungu sesuai situasi dan kondisi. b. Pihak asrama juga dapat memberdayakan pengasuh, seperti mengikuti seminar anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat lebih peka terhadap commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87 kebutuhan remaja tunarungu dan dapat memberikan dukungan sosial yang efektif dalam membangun psychological well-being. c. Pengasuh hendaknya memberikan dukungan dan perhatian yang setara kepada anak asuhnya karena mereka sama-sama membutuhkan perhatian. 3. Bagi sekolah yang bersangkutan a. Diharapkan dapat membangun komunikasi terbuka dengan siswa didik, sehingga remaja tunarungu lebih dapat mencurahkan isi hati dan permasalahan yang sedang dihadapi, selanjutnya memberikan kenyamanan bagi remaja tunarungu dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. b. Diharapkan sekolah dapat memberikan dorongan untuk maju dan fasilitas, tidak hanya bagi mereka yang berprestasi, tetapi juga bagi mereka yang harus dikembangkan prestasinya. 4. Bagi peneliti selanjutnya Penulis menyarankan untuk meningkatkan kualitas penelitian lebih lanjut, misalnya dengan memperbanyak jumlah subjek, mengadakan penelitian secara kualitatif, membandingkan dengan remaja normal, dan mencermati faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi psychological well-being seperti kepribadian, kesehatan, dan religiusitas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Amawidyati, A. G. dan Utami, M, S. 2007. Religiusitas dan Psychological Well Being pada Korban Gempa. Jurnal Psikologi, Vol. 34. Armstrong, I. M., Lefcovitch, B. S., Ungar, T. M. 2005. Pathways Between Social Support, Familiy Well-Being, Quality of Parenting, and Child Resilience: What We Know. Journal of Child and Family Studies. Vol. 14, No. 2. Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Bartram, D., Boniwell, I. 2007. The Science of Happiness: Achieving Sustained Psychological Well-being. In Practice Vol. 29. Bristol, M. M., Gallagher, J. J. dan Schopler, E. 1988. Mothers and Fathers of Young Developmentally Disabled and Disabled Boys: Adaptation and Spousal Support. Journal of Developmental Psychology. Vol. 24. Calhoun, J. F. dan Acocella, J. R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship 3rd Edition. USA: McGraw Hill. Citra, A. K. S. 2010. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well Being Siswa di Sekolah Menengah Atas Diponegoro Tulungagung. Internet. lib.uin-malang.ac.id. Diakses tanggal 26 Februari 2011. Cohen, S. dan Syme, S. L. 1985. Social Support and Health. New York: Academic Press Inc. Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Diajie, A. T. 2009. Reformasi Kebijakan Pendidikan Luar Biasa. Internet. diajie.blogspot.com. Diakses tanggal 31 Maret 2011. Dudung dan Sugiarto. 1999. Pedoman Guru Pengajaran Wicara untuk Anak Tunarungu. Jakarta: Gramedia. Effendi dan Tjahjono. 1999. Hubungan Antara Perilaku Coping dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan pada Ibu Hamil Anak Pertama. Anima. Volume 14. No. 54. Ekasofia, S. 2009. Hubungan Dukungan Sosial dengan Psychological Well-Being pada Orang dengan HIV/AIDS. Internet. alumni.unair.ac.id. Diakses tanggal 15 Desember 2010. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Emmons, R. A., dan Colby, P. M. 1995. Emotional Conflict and Well-Being: Relation to Perceived Availability, Daily Utilization, and Observer Reports of Social Support. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 68. Hartini, N. 2001. Deskripsi Kebutuhan Psikologi Pada Anak Panti Asuhan. Insan Media Psikologi. Volume 3. No. 2. House, J. S., dan Khan, R. J. 1985. Measures and Concepts of Social Support. Social Support and Health. New York: Academic Press, Inc. Hurlock, E. B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. ____________. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Press. ____________. 2006. Psikologi Perkembangan Anak, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Jon, E. 2010. Bimbingan Sosial Psikologis pada Anak Tunarungu. Internet. jofipasi.wordpress.com. Diakses tanggal 26 Februari 2011. Lachman, M. E., dan Weaver, S. L. (1997). The Sense of Control as a Moderator of Social Class Differences in Health and Well-being. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 74. Lis, R. 2008. Ketika Siswa-Siswi Tunarungu Dena Upakara Pentaskan Sendratari Ramayana. Internet. psibkusd.wordpress.com. Diakses tanggal 11 Mei 2011. Luh, D. S. 2009. Mereka Merasa Diabaikan www.balebengong.net. Diakses tanggal 11 Mei 2011. Keluarga. Internet. Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. LPSP3. Jakarta: Universitas Indonesia. Monks, F. J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. 2004. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Muharno, Z. 2010. Dian Arifin, Jawara Tenis Meja. Internet. www.ewonosobo.com. Diakses tanggal 11 Mei 2011. Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J., Huston, A.C. 1989. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Alih Bahasa: Meitasari, T. Jakarta: Gramedia. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Orford, J. 1992. Community Psychology: Theory and PracticeI. New York: John Wiley and Sons, Ltd. Plant, K.M. dan Sanders, M. R. 2007. Predictors of Caregivers Stress in Family of Preschool-aged Children with Developmental Dissabilities. Journal of Intellectual Dissability Research. Vol. 51. No. 2. Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Proctor, C. D., Groza, V. K., dan Rosenthal, J. A. 1999. Social Support and Adoptive Families of Children with Special Needs. Mandel School of Applied Social Sciences. Purnamawati, S. P. 2008. Asah, Asih, dan Asuh, Pola Pembentuk Karakter. Internet. purnamawati.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Februari 2011. Ryff, C.D. 1989. Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 57. Ryff, C.D. dan Keyes, C.L.M. 1995. The Structure of Psychological Well-being revisited. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 69. Ryff, C. D. dan Singer, B. H. 1996. Psychological Well Being: Meaning, Measurement and Implications for Psychotherapy Research. Journal of Psychotheraphy Psychosomatics, Vol. 65. Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. New York: John Willey and Sons Inc. Schmutte, P. S. dan Ryff, C. D. 1997. Personality and Well Being: Reexamining Methodes and Meaning. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 73. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. Sugianto, I. R. 2000. Status Lajang dan Psychological Well Being pada Pria dan Wanita Lajang Usia 30-40 Tahun di Jakarta, Phronesis, 2, 67-77. Suryawidjaja, A. 1998. Hubungan antara pola perilaku tipe A-B pada karyawan tingkat penyelia PT. KOKUSAI GODO PENSO, Tangerang. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Skripsi. Tidak diterbitkan. Sutjihati, S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Taylor, E. S., 1995. Health Psychology. New York: Mc Graw Hill Inc. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Thoits, P. A. 1995. Stress, Coping and Social Support Processes: Where are We? What Next?. Journal of Health and Social Behaviour. Hal 53-79. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional & Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Cet. 2. Jakarta: Visimedia. 2007. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Salam hangat, Dalam rangka memenuhi tugas akhir kuliah, Saya, Ratna Widyastutik, mahasiswa Psikologi UNS semester VIII meminta bantuan Adik-adik dari Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu (LPATR) Don Bosco dan Dena Upakara di Wonosobo untuk berkenan mengisi pernyataan-pernyataan berikut. Petunjuk Pengisian Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Bagian A dan B. Adikadik diharapkan menjawab pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda check list (√) pada pilihan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan adik-adik. Dengan demikian, tidak ada jawaban yang salah. Semua jawaban benar bila sesuai dengan keadaan Adik-adik yang sebenarnya. Saya menjaga sepenuhnya kerahasiaan informasi yang diberikan. Periksalah kembali jawaban Adik-adik, jangan sampai ada nomor yang terlewati atau tidak terjawab. Adapun alternatif pilihan jawaban yang disediakan sebagai berikut: SS : Sangat Sesuai dengan diri Anda S : Sesuai dengan diri Anda TS : Tidak Sesuai dengan diri Anda STS : Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda Demikian yang dapat Saya sampaikan. Atas bantuan dan kerja sama Adik-adik untuk meluangkan waktu mengisi pernyataan-pernyataan ini, Saya mengucapkan terima kasih. Identitas Responden Nama : ............................................ Umur : ............................................. Jenis Kelamin : L/P (coret yang tidak perlu) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 1. Skala Psychological Well-Being No. Pernyataan SS 1. Saya mensyukuri apa yang saya miliki dalam hidup ini. 2. Teman-teman memilih saya untuk menceritakan masalah mereka. 3. Saya lebih suka melakukan aktivitas sendiri selagi mampu. 4. Orang di sekitar saya senang dengan hasil kerja saya. 5. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk meraih cita-cita. 6. Pengalaman membuat saya belajar untuk menjadi yang lebih baik. 7. Saya tidak akan mampu meraih apa yang saya inginkan. 8. Sulit bagi saya untuk mempercayai orang di sekitar saya. 9. Saya dapat menghadapi masalah hanya jika dibantu orang lain. 10. Apa yang saya lakukan membuat saya merasa bersalah. 11. Saya tidak tahu kemana hidup ini akan berjalan. 12. Saya berusaha melupakan pengalaman jelek. 13. Keadaan saya tidak membuat saya hilang semangat. 14. Saya menghibur teman lain yang sedang memiliki masalah. 15. Saya melakukan aktivitas yang menurut saya baik. 16. Saya dapat belajar dari pengalaman hidup orang lain. 17. Saya menyusun rencana-rencana untuk mencapai cita-cita. 18. Saya memiliki kelebihan selain kekurangan. 19. Saya menyesali keadaan diri saya saat ini. 20. Saya sering membuat kesal teman-teman di asrama. 21. Saya memilih kegiatan jika orang lain memilihkannya untuk saya. 22. Saya enggan mencoba kegiatan baru. 23. Saya tidak perlu punya cita-cita karena saya suka hidup berjalan apa adanya. 24. Kekurangan yang saya miliki membuat hidup saya semakin sulit. commit to user S TS STS perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 No. Pernyataan 25. Mendengarkan orang lain membuat saya belajar banyak hal. 26. Teman yang sedih akan merasa lebih baik setelah berbicara SS S TS STS SS S TS STS dengan saya. 27. Saya berusaha mencari sebab-sebab kegagalan yang saya alami agar tidak terulang kembali. 28. Kelebihan yang saya miliki dapat membuahkan prestasi yang memuaskan. 29. Saya selalu menjadi lebih baik dari kemarin. 30. Saya mengabaikan nasihat dari orang lain karena mereka tidak lebih baik dari saya. 31. Sulit bagi saya untuk memahami perasaan orang lain. 32. Saya tidak suka memperbaiki keadaan diri. 33. Komentar saya justru membuat ketegangan di antara temanteman. 34. Saya merasa tidak tahu apa yang lebih baik untuk hidup saya. 2. Skala Dukungan Sosial No. 1. Pernyataan Orang-orang sekitar membantu saya memahami perasaanperasaan yang muncul di benak saya. 2. Orang-orang di asrama dengan senang hati mendengarkan masalah-masalah saya. 3. Ketika ada masalah, orang-orang di asrama justru membuat saya kesal. 4. Orang-orang di asrama suka mengabaikan pendapat saya. 5. Orang-orang di asrama memahami permasalahan yang sedang saya alami. 6. Orang-orang sekitar memastikan keadaan saya baik-baik saja. 7. Saat saya bersedih, apa yang dilakukan orang-orang sekitar membuat saya resah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 No. 8. Pernyataan SS Orang-orang sekitar membiarkan masalah saya tidak menemui jalan keluar. 9. Orang-orang sekitar menenangkan saya ketika bersedih. 10. Orang-orang di asrama menanyakan keadaan saya bila terlihat tidak seperti biasanya. 11. Orang-orang di asrama semakin membuat saya gelisah saat saya sedang menghadapi permasalahan. 12. Saya perlu berpikir dua kali untuk menceritakan masalah saya kepada orang lain. 13. Saat saya bimbang, apa yang dilakukan orang-orang di asrama membuat saya merasa lebih nyaman. 14. Saya merasa dihargai atas kelebihan dan kekurangan yang saya miliki. 15. Orang-orang di asrama meyakinkan saya untuk berusaha memperbaiki kesalahan. 16. Orang-orang sekitar selalu menyalahkan perbuatan yang saya lakukan. 17. Saya dipersulit untuk menunjukkan kemampuan dan mengembangkan keterampilan yang saya miliki. 18. Bersama teman-teman membuat saya merasa bangga. 19. Orang-orang sekitar mengajarkan saya agar tidak mudah patah semangat. 20. Orang-orang sekitar selalu mengejek kesalahan yang saya lakukan. 21. Apa yang dikatakan orang-orang di asrama membuat saya kehilangan semangat. 22. Orang-orang sekitar senang jika saya berperilaku baik. 23. Saya dan orang-orang di asrama saling memberi semangat untuk mencapai masa depan yang lebih baik. 24. Orang-orang di asrama menganggap usulan saya tidak penting. commit to user S TS STS perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 No. 25. Pernyataan SS Orang-orang sekitar masa bodoh dengan harapan yang saya miliki. 26. Kelemahan yang saya miliki sering menjadi bahan ejekan teman di asrama. 27. Sekolah menyediakan ruang untuk belajar yang cukup nyaman. 28. Orang-orang di asrama menolak ketika saya ingin meminjam buku pelajaran. 29. Sekolah menyediakan buku-buku pelajaran yang saya perlukan. 30. Orang-orang di asrama tidak mau meminjam alat tulisnya kepada saya. 31. Semua peralatan belajar tersedia di asrama. 32. Sekolah menolak saat saya meminta alat tulis untuk mengganti yang sudah habis. 33. Teman-teman di asrama mau meminjamkan buku catatan saat saya tidak masuk sekolah. 34. Uang saku sekolah saya hanya cukup untuk biaya jajan saja. 35. Sekolah menyediakan buku-buku bacaan di perpustakaan. 36. Orang-orang sekitar tidak memberikan obat ketika mengetahui saya sakit. 37. Ketika saya kesulitan mengerjakan tugas, teman di asrama meminjamkan buku pelajaran. 38. Pengasuh jarang memberi uang untuk jajan. 39. Di asrama tersedia tempat untuk olahraga yang saya butuhkan. 40. Orang-orang sekitar memberi nasihat agar saya menjadi orang yang berguna. 41. Saya jarang diberi kesempatan untuk bertanya. 42. Orang-orang di asrama memperingatkan bila saya melakukan kesalahan. commit to user S TS STS perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 No. 43. Pernyataan SS S TS STS Orang-orang di asrama hanya diam ketika saya meminta nasihat. 44. Orang-orang sekitar selalu mengajarkan kebaikan pada saya. 45. Saat saya bimbang, tidak ada orang di asrama yang memberikan pengarahan. 46. Saya mendapat nasihat dari orang-orang di asrama saat saya bingung untuk menentukan suatu pilihan. 47. Orang-orang sekitar membiarkan permasalahan yang terjadi antarorang di asrama. 48. Orang-orang di asrama menyarankan agar saya lebih bersabar dalam menghadapi masalah. 49. Orang-orang sekitar tidak mau memberikan penjelasan tentang apa sedang yang terjadi. 50. Orang-orang sekitar selalu menasihati agar tugas saya berhasil dengan baik. 51. Orang-orang di asrama jarang membantu saya memahami hal-hal yang belum saya ketahui. Terima Kasih commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 1. Siswa LPATR Don Bosco No. Nama Tanggal Lahir Usia 1. WF 29/10/1997 13 Tahun 8 Bulan 15 Hari 2. BD 05/07/1998 13 Tahun 0 Bulan 8 Hari 3. SG 24/12/1998 12 Tahun 6 Bulan 20 Hari 4. HA 04/03/1998 13 Tahun 4 Bulan 9 Hari 5. AV 14/01/1997 14 Tahun 5 Bulan 30 Hari 6. SN 25/09/1997 13 Tahun 9 Bulan 19 Hari 7. DB 02/05/1997 14 Tahun 2 Bulan 11 Hari 8. KE 20/04/1997 14 Tahun 2 Bulan 24 Hari 9. WD 06/06/1997 14 Tahun 1 Bulan 7 Hari 10. NF 23/05/1998 13 Tahun 1 Bulan 21 Hari 11. BH 03/07/1998 13 Tahun 0 Bulan 10 Hari 12. AY 04/03/1997 14 Tahun 4 Bulan 9 Hari 13. DK 07/09/1996 14 Tahun 10 Bulan 6 Hari 14. RN 29/05/1996 15 Tahun 1 Bulan 15 Hari 15. MA 07/09/1994 16 Tahun 10 Bulan 6 Hari 16. DP 20/07/1997 13 Tahun 11 Bulan 24 Hari 17. MW 02/05/1997 14 Tahun 2 Bulan 11 Hari 18. DR 26/07/1995 15 Tahun 11 Bulan 18 Hari 19. XY 27/09/1996 14 Tahun 9 Bulan 17 Hari 20. TF 20/11/1996 14 Tahun 7 Bulan 24 Hari 21. DF 03/12/1993 17 Tahun 7 Bulan 10 Hari 2. Siswa LPATR Dena Upakara No. Nama 1. TR Tanggal Lahir Usia 11/11/1997 commit to user 13 Tahun 8 Bulan 2 Hari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 2. DH 16/05/1998 13 Tahun 1 Bulan 28 Hari 3. DG 22/10/1996 14 Tahun 8 Bulan 22 Hari 4. AL 30/09/1996 14 Tahun 9 Bulan 14 Hari 5. IP 12/06/1997 14 Tahun 1 Bulan 1 Hari 6. PD 19/01/1998 13 Tahun 5 Bulan 25 Hari 7. MJ 06/08/1996 14 Tahun 11 Bulan 7 Hari 8. DV 05/03/1998 13 Tahun 4 Bulan 8 Hari 9. ZR 06/04/1998 13 Tahun 3 Bulan 7 Hari 10. ET 01/12/1996 14 Tahun 7 Bulan 12 Hari 11. AL 20/11/1996 14 Tahun 7 Bulan 24 Hari 12. TU 02/03/1997 14 Tahun 4 Bulan 11 Hari 13. EY 12/06/1997 14 Tahun 1 Bulan 1 Hari 14. TU 26/04/1998 13 Tahun 2 Bulan 18 Hari 15. IH 06/05/1998 13 Tahun 2 Bulan 7 Hari 16. GK 26/06/1996 15 Tahun 0 Bulan 18 Hari 17. DJ 31/12/1997 13 Tahun 6 Bulan 13 Hari 18. FG 06/06/1995 16 Tahun 1 Bulan 7 Hari 19. FG 03/12/1995 15 Tahun 7 Bulan 10 Hari 1. Skala Psychological Well-Being Uji Validitas Sig. (2-tailed) Skortotal Aitem1 Aitem2 Pearson Correlation .378* Sig. (2-tailed) .016 N 40 Pearson Correlation .610 Aitem3 Aitem4 ** commit to user .000 N 40 Pearson Correlation -.145 Sig. (2-tailed) .372 N 40 Pearson Correlation .358* Sig. (2-tailed) .023 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Aitem5 Aitem6 N 40 N 40 Pearson Correlation .423** Pearson Correlation .636** Sig. (2-tailed) .007 Sig. (2-tailed) .000 N 40 N 40 Pearson Correlation .428** Pearson Correlation .353* Sig. (2-tailed) .006 Sig. (2-tailed) .026 N 40 N 40 Pearson Correlation -.054 Sig. (2-tailed) .740 N 40 Pearson Correlation .480** Sig. (2-tailed) .002 N 40 Pearson Correlation .115 Sig. (2-tailed) .480 N 40 Pearson Correlation .410** Sig. (2-tailed) .009 Pearson Correlation Aitem7 Aitem8 .007 N 40 .378 Sig. (2-tailed) .016 N 40 .001 N 40 Aitem10 Aitem11 Aitem12 Aitem13 Aitem14 Aitem15 Aitem16 Aitem17 Sig. (2-tailed) Aitem19 Aitem20 Aitem25 ** .002 Aitem26 N 40 N 40 Pearson Correlation .342* Pearson Correlation .423** Sig. (2-tailed) .031 Sig. (2-tailed) .007 Aitem27 N 40 N 40 Pearson Correlation .636** Pearson Correlation .423** Sig. (2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) .007 Aitem28 N 40 N 40 Pearson Correlation .447** Pearson Correlation .411** Sig. (2-tailed) .004 Sig. (2-tailed) .008 N 40 N 40 Pearson Correlation .066 Pearson Correlation .264 Sig. (2-tailed) .686 Sig. (2-tailed) .099 N 40 N 40 Pearson Correlation .514** Pearson Correlation .636** Sig. (2-tailed) .001 Sig. (2-tailed) .000 N 40 N 40 Pearson Correlation .276 Pearson Correlation .378* Sig. (2-tailed) .084 Sig. (2-tailed) .016 N 40 N 40 Pearson Correlation -.145 Pearson Correlation .378* Sig. (2-tailed) .372 Sig. (2-tailed) .016 N 40 N 40 Pearson Correlation .636** Sig. (2-tailed) .000 Pearson Correlation Aitem18 .477 Aitem24 ** Sig. (2-tailed) Pearson Correlation Aitem23 * Pearson Correlation .508 Aitem22 ** Sig. (2-tailed) Pearson Correlation Aitem9 .423 Aitem21 Sig. (2-tailed) .407 Aitem29 Aitem30 Aitem31 Aitem32 Aitem33 ** .009 Aitem34 N 40 N 40 Pearson Correlation .378* Pearson Correlation .143 Sig. (2-tailed) .016 Sig. (2-tailed) .379 Aitem35 N 40 N 40 Pearson Correlation .472** Pearson Correlation .497** Sig. (2-tailed) .002 Sig. (2-tailed) .001 commit to user Aitem36 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Aitem37 Aitem38 Aitem39 Aitem40 N 40 Sig. (2-tailed) .014 Pearson Correlation .423** N 40 Sig. (2-tailed) .007 Pearson Correlation 1 N 40 Pearson Correlation .513** Sig. (2-tailed) .001 N 40 Pearson Correlation .358* Sig. (2-tailed) .023 N 40 Pearson Correlation .373* Sig. (2-tailed) .018 N 40 Pearson Correlation Aitem41 Aitem42 .430 Skortotal N .006 N 40 Pearson Correlation .385* 40 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). Uji Reliabilitas ** Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) Cronbach's Alpha N of Items .888 34 2. Skala Dukungan Sosial a. Dukungan Emosional Uji Validitas Skortotal Aitem1 Aitem2 Aitem3 Aitem4 commit to user Pearson Correlation .625** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .472** Sig. (2-tailed) .002 N 40 Pearson Correlation .426** Sig. (2-tailed) .006 N 40 Pearson Correlation .243 Sig. (2-tailed) .130 N 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Aitem5 Aitem6 Aitem7 Aitem8 Aitem9 Aitem10 Pearson Correlation .364* Sig. (2-tailed) .021 Aitem12 .389* Sig. (2-tailed) .013 N 40 N 40 Pearson Correlation .476** Pearson Correlation .363* Sig. (2-tailed) .002 Sig. (2-tailed) .021 Aitem14 N 40 N 40 Pearson Correlation .600** Pearson Correlation .460** Sig. (2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) .003 N 40 N 40 Pearson Correlation .583** Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .425** Sig. (2-tailed) .006 40 Pearson Correlation .056 Sig. (2-tailed) .729 N 40 .434 Aitem15 Skortotal Sig. (2-tailed) N N Pearson Correlation Aitem11 Aitem13 Pearson Correlation 40 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). Uji Reliabilitas ** Sig. (2-tailed) .005 N 40 Cronbach's Alpha N of Items .696 13 * Pearson Correlation .358 Sig. (2-tailed) .023 N 40 b. Dukungan Penghargaan Uji Validitas Aitem16 Aitem17 Sig. (2-tailed) .024 Skortotal N 40 Pearson Correlation .512** Pearson Correlation .597** Sig. (2-tailed) .001 Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .295 Sig. (2-tailed) .064 N 40 Pearson Correlation .356* Aitem18 commit to user Aitem19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Aitem20 Aitem21 Aitem22 N 40 Pearson Correlation .493** Sig. (2-tailed) .001 N 40 N 40 Pearson Correlation .379* Pearson Correlation .396* Sig. (2-tailed) .016 Sig. (2-tailed) .012 N 40 N 40 Pearson Correlation .547** Pearson Correlation .576** Sig. (2-tailed) .000 Sig. (2-tailed) .000 N 40 N 40 Pearson Correlation 1 Pearson Correlation Aitem23 Aitem24 Aitem25 Aitem26 Aitem27 .542 ** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .493** Sig. (2-tailed) .001 N 40 Pearson Correlation .371* Sig. (2-tailed) .018 N 40 Pearson Correlation .508** Sig. (2-tailed) .001 N 40 Pearson Correlation .436** Sig. (2-tailed) .005 N 40 Aitem28 Aitem29 Aitem30 Skortotal Pearson Correlation .306 Sig. (2-tailed) .055 Sig. (2-tailed) N 40 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). Uji Reliabilitas Cronbach's Alpha N of Items .722 13 c. Dukungan Instrumental Uji Validitas Skortotal Aitem31 Aitem32 * Pearson Correlation .342 Sig. (2-tailed) .031 N 40 commit to user Aitem33 Pearson Correlation .423** Sig. (2-tailed) .006 N 40 Pearson Correlation .519** Sig. (2-tailed) .001 N 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Aitem34 Aitem35 Aitem36 Aitem37 Aitem38 Aitem39 Aitem40 Pearson Correlation .137 N 40 Sig. (2-tailed) .399 Pearson Correlation .409** Sig. (2-tailed) .009 N 40 Pearson Correlation .447** N 40 Sig. (2-tailed) .004 Pearson Correlation .581** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .110 Sig. (2-tailed) .498 N 40 Pearson Correlation 1 N 40 Pearson Correlation .337* Sig. (2-tailed) .033 N 40 Pearson Correlation .521** Sig. (2-tailed) .001 N 40 Pearson Correlation .343* Sig. (2-tailed) .030 Aitem42 Aitem44 Aitem45 Skortotal N 40 Pearson Correlation .406** Sig. (2-tailed) .009 N 40 Pearson Correlation .638** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation Aitem41 Aitem43 .442 N .004 N 40 Pearson Correlation .556** Sig. (2-tailed) .000 40 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). Uji Reliabilitas Cronbach's Alpha N of Items .696 13 ** Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) d. Dukungan Informasi Uji Validitas Skortotal Aitem46 Pearson Correlation .460** Sig. (2-tailed) .003 N 40 Aitem47 commit to user Aitem48 Pearson Correlation .413** Sig. (2-tailed) .008 N 40 Pearson Correlation .562** Sig. (2-tailed) .000 N 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 Aitem49 Aitem50 Aitem51 Aitem52 Aitem53 Aitem54 Aitem55 Aitem56 Aitem57 Aitem58 Aitem59 Aitem60 Skortotal Pearson Correlation .499** Sig. (2-tailed) .001 N 40 Pearson Correlation .101 Sig. (2-tailed) .534 N 40 Pearson Correlation .272 Sig. (2-tailed) .089 N 40 Pearson Correlation .469** Sig. (2-tailed) .002 N 40 Pearson Correlation .338* Sig. (2-tailed) .033 N 40 Pearson Correlation .490** Sig. (2-tailed) .001 N 40 Pearson Correlation .551** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .371* Sig. (2-tailed) .019 N 40 Pearson Correlation .265 Sig. (2-tailed) .099 N 40 Pearson Correlation .607** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .546** Sig. (2-tailed) .000 N 40 Pearson Correlation .333* Sig. (2-tailed) .036 N 40 Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 40 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). Uji Reliabilitas Cronbach's Alpha N of Items .691 12 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Reliabilitas Skor Komposit Cronbach's Alpha N of Items .855 4 1. Siswa LPATR Don Bosco No. Nama Tanggal Lahir Usia 1. AD 05/09/1996 14 Tahun 10 Bulan 8 Hari 2. RT 30/07/1994 16 Tahun 11 Bulan 14 Hari 3. FH 03/05/1995 16 Tahun 2 Bulan 10 Hari 4. UT 14/08/1995 15 Tahun 10 Bulan 30 Hari 5. YI 31/01/1996 15 Tahun 5 Bulan 13 Hari 6. SJ 06/11/1996 14 Tahun 8 Bulan 7 Hari 7. LF 17/02/1997 14 Tahun 4 Bulan 27 Hari 8. SJ 17/01/1997 14 Tahun 5 Bulan 27 Hari 9. DI 04/04/1996 15 Tahun 3 Bulan 9 Hari 10. GI 20/11/1995 15 Tahun 7 Bulan 24 Hari 11. GK 11/12/1995 15 Tahun 7 Bulan 2 Hari 12. GK 26/06/1995 16 Tahun 0 Bulan 18 Hari 13. OL 16/08/1993 17 Tahun 10 Bulan 28 Hari 14. RT 15/12/1994 16 Tahun 6 Bulan 29 Hari 15. SH 25/12/1993 17 Tahun 6 Bulan 19 Hari 16. RT 05/07/1995 16 Tahun 0 Bulan 8 Hari 17. DJ 22/02/1994 17 Tahun 4 Bulan 22 Hari 18. TU 01/05/1993 18 Tahun 2 Bulan 12 Hari 19. CN 24/09/1993 17 Tahun 9 Bulan 20 Hari 20. FH 27/12/1993 17 Tahun 6 Bulan 17 Hari 21. SF 29/08/1993 17 Tahun 10 Bulan 15 Hari 22. ZC 28/11/1993 commit to user 17 Tahun 7 Bulan 16 Hari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23. FK 28/11/1993 17 Tahun 7 Bulan 16 Hari 24. GH 12/03/1993 18 Tahun 4 Bulan 1 Hari 25. AS 04/05/1995 16 Tahun 2 Bulan 9 Hari 26. QW 11/11/1995 15 Tahun 8 Bulan 2 Hari 27. KL 15/02/1995 16 Tahun 4 Bulan 29 Hari 28. NB 21/03/1993 18 Tahun 3 Bulan 23 Hari 29. HG 05/07/1998 13 Tahun 0 Bulan 8 Hari 30. UT 04/06/1996 15 Tahun 1 Bulan 9 Hari 31. KJ 14/10/1993 17 Tahun 8 Bulan 30 Hari 32. PO 15/03/1993 18 Tahun 3 Bulan 29 Hari 33. LK 02/03/1996 15 Tahun 4 Bulan 11 Hari 34. JH 03/09/1996 14 Tahun 10 Bulan 10 Hari 35. UI 14/03/1998 13 Tahun 3 Bulan 30 Hari 36. UP 12/04/1997 14 Tahun 3 Bulan 1 Hari 37. HK 02/04/1998 13 Tahun 3 Bulan 11 Hari 38. ER 10/02/1994 17 Tahun 5 Bulan 3 Hari 39. RT 21/11/1995 15 Tahun 7 Bulan 23 Hari 40. QW 27/08/1993 17 Tahun 10 Bulan 17 Hari 41. ZX 09/05/1993 18 Tahun 2 Bulan 4 Hari 2. Siswa LPATR Dena Upakara No. Nama Tanggal Lahir Usia 1. LO 04/04/1996 15 Tahun 3 Bulan 9 Hari 2. GP 21/05/1997 14 Tahun 1 Bulan 23 Hari 3. ZM 28/06/1994 17 Tahun 0 Bulan 16 Hari 4. ER 19/07/1995 15 Tahun 11 Bulan 25 Hari 5. DG 13/03/1994 17 Tahun 4 Bulan 0 Hari 6. XF 07/08/1994 16 Tahun 11 Bulan 6 Hari 7. DT 07/11/1994 16 Tahun 8 Bulan 6 Hari 8. DG 04/07/1995 16 Tahun 0 Bulan 9 Hari 9. CJ 02/11/1994 16 Tahun 8 Bulan 11 Hari 10. GU 02/11/1994 16 Tahun 8 Bulan 11 Hari 11. HU 06/01/1996 15 Tahun 6 Bulan 7 Hari 12. JK commit to user 04/02/1996 15 Tahun 5 Bulan 9 Hari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13. ML 08/09/1994 16 Tahun 10 Bulan 5 Hari 14. IP 30/09/1993 17 Tahun 9 Bulan 14 Hari 15. KL 10/08/1994 16 Tahun 11 Bulan 3 Hari 16. CF 11/03/1995 16 Tahun 4 Bulan 2 Hari 17. BM 07/05/1995 16 Tahun 2 Bulan 6 Hari 18. BU 02/09/1994 16 Tahun 10 Bulan 11 Hari 19. LI 02/12/1993 17 Tahun 7 Bulan 11 Hari 20. KI 21/06/1993 18 Tahun 0 Bulan 23 Hari 21. GY 09/11/1994 16 Tahun 8 Bulan 4 Hari 22. HU 21/10/1995 15 Tahun 8 Bulan 23 Hari 23. KP 04/08/1993 17 Tahun 11 Bulan 9 Hari 24. KJ 21/01/1993 18 Tahun 5 Bulan 23 Hari 25. FY 14/11/1993 17 Tahun 7 Bulan 30 Hari 26. SE 12/12/1993 17 Tahun 7 Bulan 1 Hari 27. DF 26/04/1994 17 Tahun 2 Bulan 18 Hari 28. NM 29/08/1993 17 Tahun 10 Bulan 15 Hari 29. GK 01/07/1995 16 Tahun 0 Bulan 12 Hari 30. CV 14/07/1993 17 Tahun 11 Bulan 30 Hari 31. TY 11/07/1994 17 Tahun 0 Bulan 2 Hari 32. FG 09/07/1993 18 Tahun 0 Bulan 4 Hari 33. GH 29/10/1994 16 Tahun 8 Bulan 15 Hari 34. KL 05/09/1993 17 Tahun 10 Bulan 8 Hari 35. IP 27/08/1995 15 Tahun 10 Bulan 17 Hari 36. YO 12/06/1995 16 Tahun 1 Bulan 1 Hari 37. UI 30/07/1995 15 Tahun 11 Bulan 14 Hari 38. ER 24/08/1994 16 Tahun 10 Bulan 20 Hari 39. QE 07/06/1994 17 Tahun 1 Bulan 6 Hari commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1. Uji Normalitas Uji Normalitas Emosional KolmogorovStatistic .102 Smirnov Df 31 Sig. .200* Shapiro-Wilk Statistic .979 df 31 Sig. .783 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Psychological Well-Being a Dukungan Sosial Penghargaan Instrumental .138 .164 21 11 * .200 . 200* .931 .943 21 11 .141 .559 Informasi .147 17 .200* .927 17 .196 2. Uji Homogenitas Hasil Uji Homogenitas Levene Statistic 2.081 df1 3 df2 76 Sig. .110 3. Uji Hipotesis One Way Anova Between Groups Within Groups Total Hasil Uji Hipotesis ANOVA Psychological Well-Being Sum of Df Mean Square Squares 1448.036 3 482.679 3195.951 76 42.052 4643.987 79 commit to user F Sig. 11.478 .000 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Hasil Analisis Deskriptif Statistik Deskriptif Psychological Well-Being Ditinjau dari Dukungan Sosial Std. N Mean Mini Maxi mum mum 4.610 99 118 8.644 88 128 7.431 82 105 5.657 92 116 7.667 82 128 Devia tion Dukungan Emosional Dukungan Penghargaan Dukungan Instrumental Dukungan Informasi Total 31 21 11 17 80 108.1 3 102.7 1 95.73 101.0 0 103.4 9 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user