Veterina Medika Vol. 9, No. 3, Nopember 2016 Pengaruh Pemberian Kombinasi Vitamin E dan Vitamin C sebagai Tindakan Preventif terhadap Jumlah Sel Leydig Mencit (Mus musculus) yang dipapar Boraks Effect of Vitamin E and Vitamin C Combination as Preventive Measure on The Leydig Cell Number in Mice (Mus musculus) Treated With Borax Citra Ayu Pramesti1, Arimbi2, Pudji Srianto2 Mahasiswa PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga 2 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga 1 Kampus C Unair, Jalan Mulyorejo, Surabaya-60115 Telp. 031-5992785, Fax. 031-5993015 Email: [email protected] Abstract The aim of this research was to investigate the effect of vitamin E and C combination as preventive measure on Leydig cells number in mice (Mus musculus) treated with borax. Twenty five male micesof BALB/c strain divided into five groups; P1 (vitamin control) was given 28 mg/Kg /day of vitamin C solution combinated 105 mg/ Kg/day of vitamin E solution, P2 (borax control) was given 260 mg/Kg/day of borax, P3 was given combination of 28 mg/Kg/day vitamin C and 105 mg/Kg/day vitamin E solutions and 260 mg/Kg/ day of boraks, P4 was given combination of 56 mg/Kg /day of vitamin C and 210 mg/Kg/day of vitamin E solutions and 260 mg/Kg/day of borax, P5 was given combination of 112 mg/Kg/day of vitamin C and 420 mg/Kg/day of vitamin E solutions and 260 mg/Kg/day of borax. Borax solution on P3, P4 and P5 groups treated in an hour after each groups treated with combination of vitamin C and E solutions. The treatment were given by oral gavage for 14 days. The result indicated there was a significant difference (P< 0.05) between P1 (vitamin control) and P2 (boraks control) group. Significant difference also shown on P2 (boraks control) with P3, P4, P5 groups. There was indicated that combination of vitamin C and vitamin E increased the number of normal Leydig cell of mice (Mus musculus) treated with borax. Keywords: Vitamin E, Vitamin C, Leydig cell, mice, borax Pendahuluan Boraks merupakan salah satu bahan kimia yang meresahkan kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan oleh BPOM telah dibuktikan bahwa sejumlah produk pangan mengandung boraks yang banyak beredar di sejumlah pasar tradisional dan supermarket serta diperjual belikan secara bebas (Adinugroho, 2013). Pada tahun 2011, didapatkan 94 sampel produk pangan jajanan anak sekolah yang mengandung boraks (Utami, 2015). Padahal, Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tahun 1988, boraks merupakan bahan tambahan makanan yang berbahaya dan bersifat racun 7 Citra Ayu Pramesti, Arimbi, Pudji Srianto. Pengaruh Pemberian Kombinasi Vitamin E.... bagi tubuh, sehingga merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang. Asam borat yang terkandung dalam boraks mampu menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi. Asam borat mampu menembus testes blood barrier dan brain blood barrier, sehingga menyebabkan gangguan pada fungsi testis dan hipothalamus (Chapin and Ku, 1994). Boraks juga dapat mempengaruhi metabolisme Reactive Oxygen Species (ROS) yang berhubungan dengan stres oksidatif dalam tubuh melalui gugus aktifnya, yaitu B=O yang mampu berikatan dengan lipid tak jenuh pada membran sel dan membentuk peroksidasi lipid (Adinugroho, 2013). Paparan tingkat rendah boraks mampu menyebabkan degenerasi epitel spermatogenik, menghambat pembentukan DNA dalam sel spermatozoa serta mengurangi kesuburan dan menyebabkan sterilitas (Cox and Kamprath, 2004). Menurut Rohmawati (2014) paparan boraks dosis 37 mg/ ekor/ hari pada tikus putih selama 14 hari dapat menyebabkan penurunan jumlah sel Leydig, nekrosis, kongesti dan oedema pada jaringan interstitiak testis. Sel Leydig merupakan sel yang berfungsi sebagai penghasil hormon testosteron yang berfungsi untuk proses spermatogenesis dalam tubulus seminiferus (Soenardirahardjo, dkk., 2006). Kerusakan pada sel Leydig dapat emngganggu proses steroidogenesis dan menyebabkan ketidakseimbangan sintesis hormon testosteron dan dapat mengganggu proses spermatogenesis, sehingga jika berlangsung lama akan menyebabkan infertilitas (Creasy, 2001). Sebagai usaha dalam mempertahankan sel dari paparan radikal bebas, maka dibutuhkan antioksidan yang dapat melawan pengaruh negatif dari radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh (Rohmatussholihat, 2009). Antioksidan 8 yang sering digunakan adalah vitamin E dan C. Vitamin E dapat menghentikan peroksidasi lipid pada membran sel (Rohmatussholihat) sedangkan vitamin C dapat mendonorkan elektronnya agar senyawa lain tidak teroksidasi atau bersifat sebagai reduktor (Padayatty et al., 2003). Vitamin C juga dapat mengikat vitamin E radikal yang terbentuk akibat pemutusan rantai radikal bebas menjadi vitamin E yang aktif dan berfungsi kembali (Sulistyowati, 2006). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaaruh kombinasi vitamin E dan vitamin C sebagai tindakan preventiv pada jumlah sel Leydig mencit (Mus musculus) yang dipapar boraks. Materi dan Metode Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksankan pa bulan Januari – Pebruari 2016 di Kandang Hewan Coba dan Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang telah digunakan adalah boraks (Na2B4O7.10H2O), vitamin E, vitamin C, mencit, aquadest steril untuk melarutkan boraks dan vitamin C, minyak untuk melarutkan vitamin E, pellet pakan ayam sebagai pakan mencit,air minum, sekam dan formlain 10%. Metode Penelitian Tahap Persiapan Hewan coba dalam penelitian ini, yaitu mencit (Mus musculus) jantan dewasa, sehat dengan berat tubuh kurang lebih 30 gram diadaptasikan dengan kondisi lingkungan, pakan dan minum secara ad libitum selama 7 hari. Tahap Perlakuan Mencit jantan dewasa berjumlah 25 Veterina Medika ekor dibagi secara acak menggunakan rumus Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam lima kelompok perlakuan dengan jumlah ulangan masing-masing perlakuan sebanyak 4 ekor mencit. Larutan vitamin E, vitamin C dan boraks diberikan secara oral menggunakan sonde lambung sehari sekali selama 14 hari. Larutan boraks diberikan satu jam setelah pemberian larutan kombinasi vitamin E dan vitamin C. Perincian mengenai masing-masing kelompok perlakuan adalah sebagai berikut : kontrol vitamin (P1) yaitu kelompok mencit yang hanya diberikan kombinasi vitamin C dosis 28 mg/kg BB/hari dan vitamin E dosis 105 mg/ kg BB/hari, kontrol boraks (P2) yaitu kelompok mencit yang hanya diberikan larutan boraks dosis 260 mg/kg bb/ hari, kelompok perlakuan 3 (P1) yaitu kelompok mencit yang diberikan larutan kombinasi vitamin C dosis 28 mg/kg BB/ hari dan vitamin E dosis 105 mg/kg BB/ hari serta larutan boraks dosis 260 mg/ kg BB/hari, kelompok perlakuan 4 (P4) yaitu kelompok mencit yang diberikan larutan kombinasi vitamin C dosis 56 mg/kg BB/ hari dan vitamin E dosis 210 mg/kg BB/ hari serta larutan boraks dosis 260 mg/kg BB/hari. Perlakuan 5 (P5) yaitu kelompok mencit yang diberikan laturan kombinasi vitamin C dosis 112 mg/kg BB/hari dan Vol. 9, No. 3, Nopember 2016 vitamin E dosis 420 mg/kg BB/hari serta larutan boraks dosis 260 mg/kg BB/hari. Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan 4 ekor ulangan dangan setiap perlakuan. Data yang diperoleh berupa datan kuantitatif jumlah sel Leydig mencit (Mus musculus) yang dianalisis dengan uji sidik ragam ANOVA, jika terdapat perbedaan nyata maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil dan Pembahasan Data yang didapat berupa rerata jumlah sel Leydig selanjutnya dianalisis varian dengan uji ANOVA atau uji F satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui adanya pengaruh atau perbedaan nyata pada setiap kelompok perlakuan. Hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan nyata, sehingga dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai pengaruh kombinasi vitamin E dan vitamin E sebagai tindakan preventiv terhadap jumlah sel Leydig mencit (Mus musculus) yang dipapar boraks dapat dilihat dalam Tabel 1 dan Gambar 1 berikut. Tabel 1. Rerata Jumlah Sel Leydig pada Setiap Kelompok Perlakuan Gambar 1. Diagram Batang Rerata Jumlah Hitung Sel Leydig pada Setiap Perlakuan. 9 Citra Ayu Pramesti, Arimbi, Pudji Srianto. Pengaruh Pemberian Kombinasi Vitamin E.... Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui adanya perbedaan nyata (p<0,05) antara kelompok P2 (kontrol boraks) dengan kelompok P1 (kontrol vitamin). Perbedaan nyata (p<0,05) juga terdapat di antara kelompok P2 dengan P3, P4 dan P5 serta antara kelompok P1, P3 dan P4 terhadap P5. Gambar 1 di atas juga menunjukkan bahwa rerata jumlah sel Leydig terkecil terdapat pada kelompok P2 (kontrol boraks) dan terjadi kenaikan rerata jumlah sel Leydig pada kelompok P3, P4 dan P5. Rerata jumlah sel Leydig tertinggi terdapat pada kelompok P5 jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lainnya. Jumlah sel Leydig Perlakuan (mean±SD) P1 18,76b ±1,757 P2 P3 P4 13,20a ± 2,926 19,40b ± 2,518 21,88b ± 5,486 P5 29,76c ± 3,044 a, b, c Superskrip yang berbeda pada kolom berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada kolom yang berbeda. Penurunan jumlah sel Leydig pada kelompok P2 diakibatkan karena adanya pengaruh boraks yang dapat menyebabkan kematian pada sel Leydig. Boraks yang mengandung bahan aktif asam borat menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel melalui peroksidasi lipid, yaitu terbentuknya ikatan antara lipid tak jenuh pada membran sel akibat dengan gugus aktif asam borat, yaitu B=O (Adinugroho, 2013). Gangguan permeabilitas membran sel menyebabkan influk berlebih ion Ca2+ ekstrasel ke sitoplasma dan keluarnya ion K+ intrasel dari sitoplasma sel. Influk ion Ca2+ pada sitoplasma sel menyebabkan dilepaskannya enzim ATPase yang diikuti dengan penurunan ATP, enzim phospolipase dan protease 10 yang menyebabkan penghancuran membran sel dan protein sitoskeletal dan enzim endonuklease yang menyebabkan kerusakan kromatin dalam inti sel (Arimbi, dkk., 2013). Asam borat dalam mitokondria sel leydig juga mampu bertindak sebagai inhibitor kompetitif enzim glyceraldehid3-phosphatase dehydrogenase yang mampu mengkatalisis glyseraldehid3-phosphatase dengan cara reoksidasi NADH menjadi NAD+ sehingga dapat membentuk asam piruvat. Inhibisi enzim gylceraldehid-3phosphate dehidrogenase dapat menyebabkan penurunan asam piruvat, sehingga memicu penurunan ATP. Penurunan ATP akan menstimulasi terjadinya glikolisis anaerob oleh mitokondriadan menyebabkanpenimbunan asam laktat sehingga bermanifestasi pada penurunan pH intraseluler. Penurunan pH intraseluler menyebabkan pemadatan kromatin inti sel (piknotis), jika terus berlanjut akan mengganggu sintesis RNA dan mengakibatkan kematian sel (Rohmawati, 2014). Kerusakan membran, struktural sel dan inti sel Leydig menyebabkan kematian sel Leydig dan penurunan jumlah sel Leydig pada kelompok P2 (kontrol boraks). Veterina Medika P1 Vol. 9, No. 3, Nopember 2016 P2 Gambar 2. Gambaran Perubahan Histopatologi Jaringan Interstitial Testis Mencit (Mus musculus) Kelompok P1 (Kontrol Vitamin) dan Kelompok P2 (Kontrol Boraks) (Perbesaran 1000 kali, Pewarnaan H.E.) Peningkatan rerata jumlah sel Leydig terdapat pada kelompok P3, P4 dan P5 jika dibandingkan dengan kelompok P2. Peningkatan rerata jumlah sel Leydig pada kelompok perlakuan tersebut menunjukkan bahwa kombinasi vitamin E dan vitamin C pada kelompok perlakuan tersebut efektif mempertahankan sel Leydig dari paparan boraks. Vitamin E yang diberikan pada kelompok P3, P4 dan P5 mampu menghindarkan membran sel Leydig dari reaksi peroksidasi lipid oleh gugus aktiv asam borat, yaitu B-O-B (B=O). Mekanisme penghambatan reaksi peroksidasi lipid pada membran sel Leydig dikarenakan vitamin E mampu menyumbangkan gugus hidroksil (-OH) pada struktur cincin rantai radikal bebas (Scott, 1997), dalam penelitian ini adalah radikal asam borat (B=O) dan berubah menjadi oksidan tokoferil yang kurang reaktif. Vitamin C yang diberikan pada kelompok P3, P4 dan P5 berfungsi membantu menstabilkan kembali struktur oksidan tokoferil menjadi tokoferol atau vitamin E yang berfungsi kembali dengan cara menyumbangkan elektronnya (Sulistyowati, 2006). Mekanisme tersebut mampu melindungi sel Leydig pada kelompok P3, P4 dan P5 dari kerusakan membran sel, struktural sel dan inti sel akibat paparan boraks, sehingga tidak terjadi kematian pada sel Leydig dan tidak terjadi penurunan jumlah sel Leydig pada kelompok perlakuan tersebut. Rerata jumlah sel Leydig tertinggi terdapat pada kelompok P5 yang diberikan larutan kombinasi vitamin E dosis 420 mg/kg BB/hari dan larutan vitamin C dosis 112 mg/kg BB/hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kombinasi vitamin E dan vitamin C dosis tersebut di atas merupakan dosis yyang paling efektif dalam menghambat kerusakan sel Leydig akibat paparan boraks. Hasil tersebut juga didukung dengan data peningkatan rerata jumlah sel Leydig pada kelompok P3 dengan P4 yang tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan kelompok P5 menunjukkan bahwa dosis kombinasi vitamin E dan vitamin C pada kelompok P3 dan P4 mampu meningkatkan jumlah sel Leydig akibat paparan boraks tetapi kurang efektif jika dibandingkan dengan kelompok P5. 11 Citra Ayu Pramesti, Arimbi, Pudji Srianto. Pengaruh Pemberian Kombinasi Vitamin E.... P4 P3 P3 P5 Gambar 3. Gambaran Perubahan Histopatologi Jaringan Interstitial Testis Mencit (Mus musculus) Kelompok P3, P4, dan P5 (Perbesaran 1000 kali, Pewarnaan H.E.) Kesimpulan Pemberian kombinasi vitamin E dan vitamin C dosis 28 mg/Kg BB/hari dan 105 mg/Kg BB/hari, 56 mg/Kg BB/hari dan 210 mg/Kg BB/hari serta 112 mg/Kg BB/hari dan 420 mg/Kg BB/hari mampu meningkatkan jumlah sel Leydig mencit (Mus musculus) yang dipapar boraks dosis 260 mg/Kg BB/hari. Daftar Pustaka Adinugroho, N. 2013. Pengaruh Pemberian Boraks Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Selama 28 Hari (Studi pada Tikus Wistar). Jurnal Media Medika Muda KTI. Universitas Diponegoro. 12 Arimbi, Ajik, A., Roesno, D., Hani, P., Thomas, V.W., Djoko, L. 2013. Buku Ajar Patologi Umum Veteriner. Surabaya: Airlangga University Press. Chapin, R.E and Ku, W.W. 1994. Mechanism of the Testicular Toxicity of Boric Acid in Rats: In Vivo and In Vitro Studies. 102(7): 89- 101. Cox, R.R., and Kamprath, E. J. 2004. Essential Micronutrient Soil Test. In Micronutrients in Agriculture. Eds. J J Mortvedt, P M Giordano and W L Lindsay. Pp 289-317. Soil Science Soc. Amer., Madison. Creasy, D.M. 2001. Pathogenesis of Male reproductive Toxicity. Toxicologic Pathology, Vol 29. 1:64-76. Veterina Medika Vol. 9, No. 3, Nopember 2016 Departemen Kesehatan RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/ Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Makanan Tambahan Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman. Dirjen POM Departemen Kesehatan RI. Padayatty, S.J., Arie, K., Yaohui, W., Peter, E., Oran, K., Je-Hyuk, L., Shenglin, C., Christopher, C., Anand, D., Sudhir, K.D. and Mark, L. 2003. Vitamin C as an Antioxidant: evaluation of its Role in Disease Prevention. Journal of the American College of Nutrition. Vol. 22, No. 1, 18-35. Rohmatussolihat. 2009. Antioksidan, Penyelamat Sel-Sel Tubuh Manusia. Bio Trends. 4(1): 7-8. Scott, G. 1997. Antooxidants in Science, Technology, Medicine and Nutrition. Chichester. Albion Publishing. Soenardirahardjo, B.P., Widjiati, Maslichah, M., Epy, M.L. 2011. Buku Ajar Embriologi. Surabaya: Airlangga University Press. Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh Pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley Hiperkolesterolemik [Tesis]. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Utami, D.K. 2015. Pengaruh Boraks Terhadap Sistem Reproduksi Pria. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Majority 4(8): 77-78. 13