asuhan keperawatan pada tn. j dengan gangguan sistem pencernaan

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN : DIARE DI RUANG KENANGA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
TANGGAL 15 S.D 19 JUNI 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Pendidikan Program Studi DIII Keperawatan
di STIKes Muhammadiyah Ciamis
Disusun Oleh :
INDRA HIDAYAT
NIM. 13DP277030
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN : DIARE
DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS
TANGGAL 15 S.D 19 JUNI 2016.1
Indra Hidayat2 Asep Gunawan. S.Kep., Ners., M.Pd.3
ABSTRAK
Berdasarkan dari rekapitulasi data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD
Ciamis periode Januari-Mei 2016 di Ruang Kenanga diperoleh hasil data
yang menunjukan untuk masalah penyakit Diare berada pada urutan ke 4
dari 10 besar penyakit yang ada di Ruang Kenanga. Asuhan keperawatan
yang diberikan pada klien Tn. J dengan gangguan sistem pencernaan : Diare
adalah dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan studi
kasus dengan cara observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi
kepustakaan. Waktu pelaksanaan Asuhan keperawatan yang dilakukan
mulai tanggal 15 s.d 19 Juni 2016. Adapun tujuan dari asuhan keperawatan
yakni Mampu melaksanakan Asuhan keperawatan yang diberikan secara
langsung dan komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan
spiritual dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan
evaluasi. Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dengan kandungan
air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan biasa kandungan
air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja (Diyono, 2013). Setelah
dilakukan pengkajian, muncul masalah yang ditemukan yaitu : nyeri
epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa usus, gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan
anoreksia, gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan
lingkungan yang kurang nyaman, defisit perawatan diri berhubungan dengan
keterbatasan klien melakukan Aktivity Daily Living (ADL) untuk merawat diri,
dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan
tentang penyakit. Dalam pelaksanaan tidak semua dilakukan sesuai teori,
namun prinsipnya semua dapat berjalan dengan lancar. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan penulis mengadakan kerjasama dengan
perawat ruangan, klien dan keluarga klien. Penulis menggali data seoptimal
mungkin sehingga masalah dapat ditemukan dan dibuat perencanaan dalam
mengatasi masalah tersebut. Sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan
keperawatan yang optimal.
Kata kunci
Kepustakaan
:Diare, Asuhan Keperawatan, Sistem Pencernaan
:11 buku (2006– 2013) 8 Website
1. Judul Karya Tulis Ilmiah
2. Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah
Ciamis
3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis.
v
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan WHO diare sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan tidak saja di negara berkembang tapi juga di
negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu
yang singkat. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan
kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap
tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan, memperkirakan ada
sekitar 4 miliar diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta per
tahun. (Slideshare, 2009).
Di
Indonesia,
menurut
Riskesdas
2013,
insiden
diare
berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan
insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%10,2%). Sedangkan period prevalence diare
sebesar 7%.
berdasarkan gejala
Untuk lebih jelasnya lagi, berikut adalah grafik
mengenai period prevalance
semua provinsi
berdasarkan gejala pada penyakit diare.
1
di Indonesia
2
Period Prevalance Diare Menurut Gejala,
Riskesdas 2013
Gambar 1.1
Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Provinsi, 8
kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7
orang (CFR 1,08%).
3
Sedangkan cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa
Barat sejak tahun 2007 hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding
tahun 2011 maka Cakupan Penemuan Kasus Diare tahun 2012
mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun menjadi
62.2 tahun 2012. Tingkat kematian akibat kasus diare ( CFR) dari
waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan adanya penurunan
yaitu dari 0,003% pada tahun 2007 menurun hingga 0,004% pada
tahun 2012. (http://www.diskes.jabarprov.go.id).
Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dengan
kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan
biasa kandungan air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja
(Diyono, 2013).
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6
golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau
infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi,
dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di
lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Dimana diare tersebut merupakan gangguan pada
sistem pencernaan. (Kemenkes, 2011).
4
Sistem pencernaan adalah suatu sistem yang dapat memecah
makanan menjadi substansi yang dapat diabsorpsi dan dikonsumsi
oleh jaringan agar dapat menjalankan fungsi yang sesuai. (John
Wiley & Sons, 2009).
Organ pencernaan telah didesain dengan canggih sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Pada kenyataannya, organ
pencernaan tidak selamanya dapat berfungsi dengan baik. Penyakit
yang
menyerang
organ
pencernaan
dapat
menyebabkan
ketidaknyamanan, rasa sakit, bahkan keadaan yang lebih buruk,
yaitu kematian. Gangguan organ pencernaan sangat bervariasi
bentuknya, dan beberapa gangguanpun disebabkan oleh hal yang
berbeda. Gangguan yang paling menjadi perhatian beberapa praktisi
kesehatan karena memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi adalah
diare. (http://www.biomedcentral.com).
Penyakit diare bisa disebabkan oleh adanya infeksi. Salah satu
indikator Infeksi pada penyakit diare yaitu terletak pada faktor
kebersihan, baik kebersihan lingkungan maupun kebersihan dari
makanan. Islam memiliki beberapa konsep dalam mencegah
penyakit diare akibat infeksi yang disebabkan oleh faktor kebersihan
pada lingkungan maupun makanan. Al-quran dan sunnah sebagai
dua pusaka yang ditinggalkan Rasulullah untuk ummatnya telah
menjabarkan berbagai cara untuk menghindari penyakit diare.
5
Pencegahan
diare
juga
dapat
dilakukan
melalui
perbaikan
kebersihan lingkungan dan dari faktor kebersihan makanan.
Sebagaimana hadist Rasullah mengenai kebersihan lingkungan
dan makanan sebagai berikut :
Artinya :
“Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari
Rasulullah saw. : Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai
hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia
Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang
menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu”
(HR. Tirmizi)”.
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya setan itu selalu hadir di sisi seseorang, bahkan
ketika seseorang makan, setanpun hadir di situ. Apabila sebagian
makananmu jatuh, maka buanglah bagian yang kotor dan makanlah
bagian yang tidak kotor, serta janganlah kau biarkan makananmu
untuk setan. Apabila kamu selesaikan makan, kulumlah jari-jarimu,
karena kamu tidak tahu bagian mana makananmu yang ada
berkahnya (H.R. Muslim).”
Hadits tersebut
menegaskan konsep bersih dari aspek
lingkungan/ tempat tinggal dan makanan. Lingkungan yang tidak
terjaga kebersihannya dan makanan yang jatuh itu kotor dan sangat
rentan dihinggapi patogen, seperti bakteri dan virus. Perintah untuk
menjaga kebersihan lingkungan dan membuang makanan yang sudah
6
kotor tersebut merupakan salah satu pencegahan diare yang
berkaitan dengan sanitasi buruk, baik sanitasi lingkungan yang
berkaitan dengan sandang, papan, maupun pangan. (http://smartfkuii.blogspot.co.id).
Meskipun
dengan
upaya
pencegahan
tersebut,
tanpa
dipungkiri penyakit diare merupakan angka kesakitan yang tinggi yang
terjadi di rumah sakit. Rumah sakit umum kabupaten Ciamis sebagai
tempat rujukan dari semua tempat pelayanan kesehatan, menjadi
tulang punggung tercapainya pelayanan kesehatan, terhadap semua
jenis penyakit yang terjadi pada seluruh sistem tubuh, diantaranya
adalah penyakit sistem pencernaan Diare.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD
Ciamis bulan januari – mei
tahun 2016, Ruang Kenanga, jumlah
pasien yang dirawat akibat Diare adalah sebanyak 64 orang dari 697
kasus dan menduduki peringkat ke-4 dari 10 besar penyakit, hal ini
bisa
terjadi
karena
masyarakat
yang
kurang
memperhatikan
kebersihan lingkungan dan makanan yang tidak sehat baik dari
pengolahan dan pengonsumsiannya, untuk lebih jelasnya bisa di lihat
pada tabel berikut :
7
Tabel 1.1
Penyakit di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Ciamis 10 besar Periode Januari – Mei 2016
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis Penyakit
Thypus abdominalis
Gastritis
CHF
Diare
CKD
PPOK
Pnemonia
DM
Hepatitis
Dispepsia
Total
Jumlah
126
125
112
64
60
38
34
34
32
30
697
(Sumber: Rekam Medik RSUD Ciamis bulan januari-mei, 2016)
Melihat tingginya angka kejadian dari penyakit diare tersebut,
maka perlu diwaspadai dan perlu tindakan preventif, dimana diare
mempunyai dampak yang mengancam kesehatan yaitu: suhu tubuh
yang meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir dan darah serta
menyebabkan dehidrasi atau masalah keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Dalam upaya penanganan kasus diare tersebut bisa dicapai
melalui
proses
keperawatan.
Proses
keperawatan
merupakan
metodologis pada praktik keperawatan. Proses keperawatan terkait
dengan bagaimana seorang perawat memberikan asuhan perawatan
yang tepat dan sesuai dengan kondisi klien, sehingga klien mampu
8
kembali ke kondisi yang sebagaimana diharapkan berdasarkan
tahapan dan konsep yang pada dasarnya ditujukan untuk klien itu
sendiri.
Langkah awal yang dilakukan pada asuhan keparawatan
adalah dengan
melakukan
pengkajian.
Pada saat
dilakukan
pengkajian 15 juni 2016 pada Tn. J di Ruang Kenanga RSUD
Ciamis,
terhadap
klien
dengan
Diare
ditemukan
masalah
kepoerawatan diantaranya: Nyeri berhubungan dengan keruksakan
pada mukosa usus, Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
anorexia
dan
mual,
Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri, dan
defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan klien
melakukan ADL untuk merawat diri.
Dengan melihat data diatas menunjukan bahwa penyakit diare
dapat mengancam kesehatan hidup manusia. Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut, penulis tertarik mengangkat permasalahan
tersebut
untuk
mengetahui kasus
ini
lebih
jauh dan
ingin
menerapkan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam bentuk
karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.J
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Diare di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tanggal 15 s.d
19 juni 2016.”
9
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Memperoleh
pengalaman
secara
nyata
dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
Diare Akut serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan
secara komprehensif
meliputi aspek bio-psiko-sosio dan
spiritual dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
2.
Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif
pada klien Diare secara bio-psiko-sosial-spiritual.
b. Mampu
menegakkan
diagnosa
keperawatan
serta
menentukan prioritas masalah dengan klien Diare.
c. Mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan yang
tepat dan sesuai dengan prioritas pada klien dengan Diare.
d. Mampu
melaksanakan
tindakan
keperawatan
sesuai
rencana yang telah ditetapkan pada klien dengan Diare.
e. Mampu mengevaluasi hasil dari tindakan keperawatan yang
telah ditetapkan pada klien dengan Diare.
f. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan
pada klien dengan Diare.
10
C.
Metode Telaahan
Metode telaahan yang digunakan penulis adalah metode
deskriptif dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses
keperawatan yang komprehensif dengan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1.
Observasi yaitu mengamati perilaku dan keadaan untuk
memperoleh data tentang tingkat kesehatan klien.
2.
Wawancara yaitu pengumpulan data dengan mengadakan
wawancara langsung terhadap klien, perawat dan keluarga
untuk memperoleh data yang lengkap dari tim kesehatan yang
terkait dalam memberikan asuhan keperawatan.
3.
Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan
mempelajari catatan-catatan medik yang ada dirumah sakit.
4.
Partisipasi Aktif yaitu kerjasama yang baik antara perawat,
klien, penulis dan keluarga klien yang sangat menunjang dalam
pengumpulan data.
5.
Study Kepustakaan yaitu penulis mempelajari buku-buku yang
berhubungan dengan diare melalui buku kepustakaan maupun
materi perkuliahan yang didapat selama pendidikan.
11
D.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan karya tulis ini terdiri dari empat
bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini meliputi : latar belakang, tujuan penulisan, metode
telaahan dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Bab ini meliputi : konsep dasar meliputi pengertian,
anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manajemen medik
umum, dan dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar
manusia serta tinjauan teoritis asuhan keperawatan pada
diare.
BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Memaparkan tentang pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
pembahasan dari seluruh proses keperawatan yang
meliputi kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan
tinjauan kasus.
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan
keperawatan dan formulasi rekomendasi atau saran yang
operasional untuk meningkatkan mutu pelayanan pada
klien di ruangan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Diare adalah salah satu tanda gejala dari penyakit gastroenteritis.
Diare merupakan istilah lain dari gastroenteritis. Diare adalah buang air
besar berkali-kali (lebih dari 4 kali), bentuk feses cair, dan dapat disertai
dengan darah atau dengan lendir (Suratun Dan Lusinah, 2010).
Diare adalah buang air besar yang encer atau cair lebih dari 3 kali
sehari (WHO, 2012).
Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dengan
kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan
biasa kandungan air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja
(Diyono, 2013).
Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada daerah lambung dan
intestinal yang disebabkan oleh bermacam-macam bakteri, virus, dan
parasit yang patogen. (Whaley Dan Wong, 2012).
Diare adalah sebagai buang air besar (defekasi) dengan jumlah
tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml/jam tinja),
berbentuk cairan disertai frekuensi defekasi (buang air besar) yang
meningkat (Mansjoer, et, al. 2012)
12
13
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa
darah atau lendir dalam tinja yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak
toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin sehingga
menyebabkan hiperperistaltik yang mengakibatkan reabsorsi air dalam
usus besar terganggu dan akhirnya menyebabkan frekuensi buang air
besar melebihi normal.
2. Anatomi Sistem Pencernaan
Anatomi Sistem Pencernaan
Gambar 2.1
(Sumber : Evelin C. Verace, 2011)
14
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Pencernaan
mulut dibantu oleh ptyalin, yaitu enzim yang dikeluarkan oleh
saliva untuk membasahi proses metabolisme makanan. Organ
kelengkapan mulut yaitu bibir, pipi, gigi (gigi susu, dan gigi
tetap), lidah dan kelenjar ludah. Mulut terdiri atas dua bagian,
yaitu :
1) Bagian luar yang sempit (Vestibula), yaitu ruang diantara
gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut
yang sisi-sisinya dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum,
dan mandibularis, serta disebelah belakang bersambung
dengan faring
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga
mulut dengan kerongkongan (esofagus) yang panjangnya 12
cm. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (Amandel), yaitu
kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan
merupakan
pertahanan
terhadap
infeksi.
Disini,
terletak
persimpangan antara jalan nafas dan jalan makan yang
letaknya di belakang rongga mulut dan hidung, didepan ruas
tulang belakang, makanan melewati epiglotis lateral melalui
resuspiriformis,
kemudian
masuk
ke
esopaghus
tanpa
15
membahayakan jalan udara. Pada waktu yang sama, jalan
udara akan ditutup sementara. Pada proses permulaan
menelan, otot mulut dan lidah berkontraksi secara bersamaan.
Pada saat terjadi proses menelan, faring melakukan gerakan
untuk mencegah masuknya makanan ke jalan pernapasan
dengan cara menutup sementara katup ke saluran napas
selama beberapa detik, sambil mendorong makanan masuk ke
dalam
esopaghus
agar
tidak
membahayakan
jalannya
pernapasan. Dalam hal ini terjadi persilangan antara jalan
makanan dengan pernapasan. Jalan makanan masuk ke
belakang, sementara jalan pernapasan melewati epiglotis
lateral
melalui
filiformis
sebelum
kemudian
masuk
ke
esopaghus.
c. Esopaghus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung dan panjangnya ± 25 cm, dimulai dari faring sampai
pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari
dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan sub
mukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot
memanjang longitudinal. Esopaghus terletak dibelakangtrakea
dan
didepan
tulang
punggung
setelah
melalui
thorak
menembus diafragma masuk ke dalam abdomen, menyambung
dengan lambung.
16
Sekresi esopaghus bersifat
mukoid,
yaitu memberi
pelumas untuk pergerakan makanan melalui esopaghus. Pada
permulaan esopaghus terdapat kelenjar mukosa komposita.
Bagian utamanya dibatasi oleh banyak kelenjar mukosa
simplek yang berfungsi untuk mencegah sekresi mukosa oleh
makanan yang baru masuk. Kelenjar komposita yang terletak
pada perbatasan esopaghus dengan lambung berfungsi untuk
melindungi dinding esopaghus dari pencernaan getah lambung.
Pada
peralihan
sfingterkardiak
yang
esopaghus
ke
lambung
terdapat
dibentuk oleh lapisan otot sirkuler
esopaghus. Sfingter ini terbuka secara reflek pada akhir proses
menelan. Tunikamukosa esopaghus mempunyai epitel gepeng
berlapis
yang
mengandung
kelenjar-kelenjar
(landulaesopaghus).
d. Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang, terutama pada daerah epigaster. Bagian atas
fundusuteri
berhubungan
dengan
esopaghus
melalui
orifisiumfilorik. Organ ini terletak dibawah diafragma, didepan
pankreas dan limfa, serta menempaldisebelah kiri fundusuteri.
Pencernaan didalam lambung dibantu oleh pepsinogen untuk
mencerna protein, lemak dan asam garam.
17
Lambung berdistensi untuk menampung makanan yang
masuk. Awalnya filorus tetap tertutup. Namun, karena efek dari
gelombang peristaltik lambung kemudian mencampur makanan
sekaligus memaparkannya dengan cairan lambung. Kemudian
sfingterfilorusrelaksasi
dan
membiarkan
sejumlah
kecil
makanan melewatinya setiap waktu.
Fungsi lambung adalah menampung, menghancurkan dan
menghaluskan makanan melalui mekanisme gerak peristaltik
lambung dan getah lambung. Getah cerna yang dihasilkan oleh
lambung adalah :
1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam
amino (albumin dan pepton).
2) Asam
garam
(HCl),
fungsinya
mengasamkan
makanan sebagai antiseptik dan desinfektan, serta
menyebabkan kondisi asam pada pepsinogen untuk
kemudian diubah menjadi pepsin.
3) Renin, fungsinya sebagi ragi yang membekukan susu
dan membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen
dan protein susu).
4) Lapisan lambung, ada dalam jumlah yang sedikit dan
fungsinya untuk memecah lemak menjadi asam lemak
yang merangsang sekresi getah lambung.
18
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada saat orang
mulai makan. Ketika kita melihat dan mencium bau makanan,
pada saat itu pula sekresi lambung akan terpicu. Rasa
makanan dapat merangsang sekresi lambung karena kerja
saraf,
sehingga
menimbulkan
rangsangan
kimiawi
yang
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang
disebut sekresi getah lambung. Produksi getah lambung ini
dapat dihalangi oleh sistem saraf simpatis, yang dapat juga
muncul saat terjadi gangguan emosi, seperti marah dan rasa
takut .
Pengosongan lambung membutuhkan waktu lima jam,
atau lebih apabila makanan banyak mengandung lemak.
Fungsi pilorus sebagai pengendali pintu keluar-masuk lambung
menjadi terbatas, karena proses pengosongan berjalan normal
walaupun pilorus tetap terbuka. Kontraksi atrium akan diikuti
oleh kontraksi pilorus yang berlangsung sedikit lebih lama dari
kontraksi duodenum. Pengaturan gerakan dalam proses
pengosongan lambung merupakan kontraksi gerak peristaltik
lambung
yang
dikoordinasikan
oleh
gelombang
depolarisasigastrik (SlowWave). Ini merupakan gerak sel otot
polos yang dimulai dari otot sirkulasi fundus menuju ke pilorius
setiap 20 detik. Ritme ini disebut Basic Elektrik Ritme (BER).
19
Peristaltik
slowwave
mempunyai
peran
penting
dalam
pengendalian pengosongan lambung.
e. Usus Halus (Intestinum Minor)
Proses
pencernaan
makan
selanjutnya
dilakukan
didalamusu halus dengan bantuan aksi getah usus. Usus halus
adalah bagian dari sistem pencernaan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada sekum dengan panjang ± 6 cm. Usus
halus ini merupakan saluran paling panjang yang digunakan
sebagai
tempat
proses
pencernaan
dan
absorsi
hasil
pencernaan. Usus halus terdiri dari beberapa lapisan, yaitu
lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(muskulo.sirkuler),
lapisan
otot
memanjang
(muskulo
longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar).
1)
Anatomi usus halus
Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum,
yeyunum, dan ileum. Duodenum juga sering disebut usus
dua belas jari. Organ ini panjangnya sekitar 25 cm,
berbentuk menyerupai sepatu kuda yang melengkung ke
kiri. Organ pankreas terdapat pada lengkungan ini.
Sedangkan, pada bagian kanan duodenum terdapat
selaput lendir menyerupai bukit yang disebut papilaveteri.
Pada papilaveteri ini bermuara ke saluran ampedu
20
(duktuskoledokus)
dan
saluran
pankreas
(duktuspankreatikus).
Empedu
dibuat
dihati
untuk
dikeluarkan
ke
duodenum melalui duktuskoledokus, fungsinya adalah
mengemulsi lemak dengan bantuan lipase. Pankreas juga
menghasilkan amilase (yang berfungsi mencerna hidrat
arang menjadi disakarida) dan tripsin (yang befungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida).
Dinding
duodenummempunyai
lapisan
mukosa yang banyak mengandung kelenjar bruner dan
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Sementara itu, yeyunum dan ileum mempunyai
panjang sekitar ± 6 meter. dua per lima bagian atas
adalah yeyunum dan tiga per lima sisanya adalah ileum.
Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior,
pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara dua lapisan
peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan
antara
yeyunum
dan
ileum
tidak
mempunyai batas tegas. Ujung bawah ileum berhubungan
dengan sekum melalui perantaraan lubang yang bernama
21
orifisiumileoseikalis.
sfingterileoseikalis.
Orifisium
Pada
ini
bagian
ini
diperkuat
oleh
terdapat
katup
valvulaseikalis atau valvulabaukhini yang berfungsi untuk
mencegah cairan dalam kolon asendens agar tidak masuk
kembali ke dalam ileum.
2) Fungsi usus halus
a) Menerima zat-zat makanan yangsudah dicerna untuk
diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluransaluran limfe.
b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
3) Kelenjar dalam usus halus
Didalam
usus
menghasilkan
getah
halus
usus
terdapat
yang
kelenjar
yang
menyempurnakan
makanan, yakni :
a) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
b) Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi
asam amino.
c) Laktase, mengubah laktase menjadi monosakarida
d) Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakarida
e) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida
4) Kontraksi di usus halus
Kontraksi di usus halus terbagi menjadi 6 bagian, yaitu :
22
a) Segmentasi
Jenis gerakan yang paling sering dan frekuensinya
sesuai dengan slowwave (gerakan lambat)
b) Peristaltik
Kontraksi otot sirkuler secara berurutan dalam jarak
pendek
dengan
kecepatan
2-3
cm/detik
untuk
mendorong chymus ke usus besar.
c) Kontraksi muskularis mukosa
Kontraksinya tidak teratur tiga kali per menit. Kontraksi
ini mengubah pola lekukan dan lipatan mukosa,
mencampur isi lumen, dan mendekatkan chymus
dengan permukaan mukosa yang dirangsang oleh saraf
simpatis
d) Kontraksi vilus
Kontraksinya tidak teratur, terutama di bagian proksimal
usus.
Kontraksi
ini
membantu
mengosongkan
pembuluh lacteal sentral dan meningkatkan aliran limfe.
e) Sfingterileosekalis
Sfingterilieoseikalis melemas bila gerakan peristaltik
ileum sampai di sfingter dan sejumlah kecil chymus
masuk ke dalam sekum (usus buntu).
23
f) Reflekgastroileal
Peningkatan fungsi sekresi dan motorik lambung saat
makan meninggalkan molilitasileumterminalis, chymus
masuk ke dalam sekum melalui reflek panjang.
f.
Usus Besar (Intestinum Mayor)
Organ pencernaan
ini terdiri atas kolon asenden,
tranversum, desenden, sigmoid, serta rektum. Peristaltik
dibagian ini sangat kuat dan mendorong feses cair dalam usus
asenden dan tranversum, kemudian air diserap ke usus
desenden. Bahan kotoran yang terdapat di dalam ujung usus
sebagian besar berupa feses dan menggumpal didalam rektum
akhirnya keluar melalui anus. Struktur usus besar terdiri oleh :
1) Sekum (usus buntu), yaitu kantong lebar yang terletak pada
fosailiakadekstra. Pada bagian bawah dari organ ini adalah
sekum
apendiks
vermiformis
disebut
umbai
cacing,
panjangnya sekitar 6-10 cm. Muara apendiks ditentukan
oleh titik McBurney, yaitu daerah antara 1/3 bagian kanan
dan
1/3
bagian
tengah
garis
penghubung.
Kedua
SpinaIliaka Anterior Superior (SIAS).
2) Kolon asenden, bagian yang memanjang dari sekum ke
fosailiaka kanan sampai sebelah kanan abdomen. Panjang
dari bagian ini ± 13 cm, terletak disebelah kanan dan
bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung ini di sebut
24
fleksurahepatica
(fleksurakolidekstra)
dan
dilanjutkan
dengan kolon transversum.
3) Kolon transversum, yang mempunyai panjang ± 38 cm,
membujur dari kolon asendens sampai kolon desenden.
Organ ini berada di bawah abdomen sebelah kanan, tepat
pada
lekukan
yang
disebut
fleksuralienalis
(fleksurakolisinistra), dan mempunyai mesenterium yang
melekat pada omentummayus. Kolon desenden, yang
mempunyai panjang ± 25 cm dan terletak di bawah
abdomen bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan ileum
kiri, bersambung dengan sigmoideum dan dinding belakang
peritoneum (retroperitoneal).
4) Kolon sigmoid, yang merupakan lanjutan kolon desenden,
terletak miring dalam rongga pelvis. Bagian ini panjangnya
± 40 cm, dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf
S
dengan
ujung
bawahnya
berhubungan
dengan
mesenterium yang disebut mesokolonsigmoideum.
g. Rektum
Organ ini terletak dibawah kolon sigmoideum yang
menghubungkan intestium mayor dengan anus. Posisinya
berada di dalam rongga pelvis di depan Os sacrum dan Os
koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian, yaitu rektum propia
dan rektum analis rekti.
25
1) Rektum propia, bagian yang melebar disebut ampula rekti,
jika tersisa makanan akan timbul hasrat defekasi.
2) Rektum analis rekti, bagian sebelah bawah ditutupi oleh
serat-serat otot polos (muskulussfingter ani internus dan
muskulussfingterani ekternus).
Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika
mukosa rektum banyak mengandung pembuluh darah, jaringan
mukosa, dan jaringan otot yang membentuk lipatan yang
disebut kolumnarektalis. Di bagian bawah terdapat vena rektalis
(hemoroidalis superior dan inferior) yang sering mengalami
pelebaran atau varises, yang disebut wasir (Ambeien).
h. Anus
Anus
adalah
bagian
saluran
pencernaan
yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar) dan
terletak di dasar pelvis. Dinding anus diperkuat oleh tiga
sfingter (otot cincin), yakni :

Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut
kehendak.

Sfingterlevator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak

Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut
kehendak.
26
3. Fisiologi Pencernaan
a. Pencernaan dalam rongga mulut
Rongga mulut mengandung saliva yang disekresikan oleh
tiga pasang kelenjar saliva : kelenjar parotis, submaksilaris, dan
sublingualis. Saliva berperan sebagai pelincin rongga mulut dan
untuk menelan. Penambahan air kemakanan kering menyebabkan
media dimana molekul makanan dapat larut dan hidrolase dapat
memulai pencernaan.
b. Pencernaan dalam lambung
Dalam mukosa dinding lambung ditemukan dua jenis
kelenjar sekresi : kelenjar yang memiliki satu lapis sel untuk
sekresi dan kelenjar dengan sel-sel yang susunannya berlapislapis (sel parietal), yang mengeluarkan sekret langsung ke dalam
lambung. Sekresi campuran ini dikenal sebagai getah lambung.
Dalam lambung ada enzim-enzim pencernaan :
 Pepsin: Fungsi pencernaan utama lambung adalah mengawali
pencernaan protein.
 Renin : Enzim ini menyebabkan koagulasi susu. Hal ini
penting pada proses pencernaan bayi sebab aliran susu yang
cepat dari lambung dicegah olehnya. Dengan adanya kalsium
renin mengkonversikasein susu sebagai parakasein secara
ireversible. Yang selanjutnya dipecahkan oleh pepsin.
27
 Lipase : pada lambung adalah penting dalam mengencerkan
lipid makanan emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi
peristaltik.
c. Proses pencernaan berlanjut di dalam Usus Halus
Isi lambung atau chymus(chyme) dimasukkan secara terputusputus melalui katup piloruskedalamduodenum selama proses
pencernaan. Kandungan sekret pankreas dan bilaris yang alkalis
menetralkan chymusyang asam dan mengubah nilai PH. Bahan ini
menjadi alkalis, pergeseran PH tersebut diperlukan bagi kerja
enzim yang terdapat di dalam getah pankreas dan usus, tetapi
menghambat kerja pepsin lebih lanjut.
d. Pencernaan dalam Usus Besar
Usus besar atau kolon yang kira-kira setengah meter
panjangnya adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup
ileokolik yaitu tempat sisa makanan lewat. Refleks gastrokolik
terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik
di dalam usus besar. Reflekini menyebabkan defekasi atau
pembuangan air besar.
Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi
makanan, bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat
makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan di
dalam kolon isinya menjadi semakin padat karena air diabsorpsi
dan ketika rektum dicapai maka feces bersifat padat-lunak.
28
4. Etiologi
Menurut (Muhammad Ardiansyah, 2012) ada beberapa faktor yang
menjadi penyebab munculnya gastroenteritis. Berikut diantaranya :
a. Infeksi internal
Infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara lain :
1) Stigella
a) Musiman, puncaknya pada bulan Juli-September
b) Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
c) Dapat dihubungkan dengan kejang demam
d) Muntah yang tidak menonjol
e) Sel polos dalam feses
f) Sel batang dalam darah
2) Salmonella
a) Menyerang semua umur, tetapi angka kejadian lebih tinggi
pada bayi dibawah umur 1 tahun.
b) Menembus dinding usus, feses berdarah, dan mukoid
c) Mungkin ada peningkatan temperatur
d) Muntah tidak menonjol
e) Adanya kandungan sel polos dalam feses.
f) Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari.
g) Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulanbulan.
29
3) E. colli
a) Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang
menghasilkan enteroksin.
b) Klien biasanya bayi terlihat sangat sakit.
4) Campylobacter
a) Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur
mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa
manifestasi klinis yang lain.
b) Kram abdomen yang hebat
c) Muntah/ dehidrasi jarang terjadi.
5) Yesinienterecolitic
a) Feses mukosa
b) Sering didapatkan sel polos pada feses.
c) Diare selama 1-2 minggu.
d) Sering menyerupai usus buntu
b. Infeksi oleh virus
1. Retavirus

Merupakan penyebab yang paling sering dari diare akut
pada bayi, gejalanya sering muntah sering didahului atau
disertai dengan muntah.

Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin.

Dapat disertai dengan demam atau muntah

Didapat penurunan HCC
30
2. Enterovirus
Biasanya timbul pada musim panas.
3. Adenovirus
a) Timbul sepanjang tahun
b) Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernapasan
4. Norwalk
a) Sifatnya epidemik atau menular
b) Dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam).
c. Infeksi parasit
Biasanya disebabkan oleh cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongyloides),
protozoa
(entamobahistolica,
grandia,
lambia,
trichomonashominis), dan jamur (candidaalbicus).
d. Infeksi perenteral
Infeksi parenteral adalah infeksi yang terjadi diluar infeksi yang
terjadi di luar alat . makanan, seperti OMA (otitis media akut),
tonsilitis/tonsilofaringitis
(radang
amandel/radang
pangkal
tenggorokan), bronkopneumonia (peradangan paru), dan ensefalitis
(radang jaringan otak).
31
e. Penyebab lain
1) Diare juga bisa disebabkan oleh konsumsi obat-obatan yang
tidak cocok, seperti sulih hormon tiroid, laksatif (obat-obatan
untuk
mengatasi
sembelit),
antibiotik,
asetaminopen,
kemoterapi, dan obat golongan antasida.
2) Pemberian makanan melalui NGT dan gangguan molilitas
(gerak) usus.
3) Mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi
bakteri.
4) Bepergian ke negara endemis dengan sanitasi lingkungan dan
kebersihan air buruk.
5) Penggunaaan antibiotik dalam jangka panjang.
6) HIV positif atau AIDS.
7) Perubahan kualitas udara.
5. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit diare menurut (dr. Nursalam M.Nurs (Hons).
2011) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Osmotik
Terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi
32
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit
ke dalam rongga usus dan akhirnya timbul diare karena
terdapat peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan akhirnya diare timbul karena terdapat peningkatan
rongga usus.
c. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik
akan
mengakibatkan
berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare.
Sebaliknya
bila
peristaltik
usus
menurun
akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya
akan mengakibatkan diare pula.
33
Bagan 2.1
PATHWAY
Factormala
bsorsi
Keracunan
Faktor infeksi
Absorsi<
Melepas
enterotoksin
Penetrasi usus dan
kolon
Tek. Osmotik
meningkat
Inflamasi/peradangan
epitel usus
Nekrosis
Menyerang
mukosa
epitel
Merusak
villi usus
Ulserasi
Cairan pindah
ke usus
Peregangan
dinding usus
Molilitas
meningkat
Peningkatan
adenosin,
monofosfat,
siklik
Psikologis
Strres
Stimulasi
simpatik
Peningkatan
HCL
Absorsi<
Tek. Osmotik
meningkat
Cairan intra
sel ke ektra sel
Diare
 Perubahan pola eliminasi
 Kekurangan vol. Cairan dan elektrolit
 Nutrisi kurang dari kebutuhan
 Nyeri behubungan dengan distensi abdomen
 Intolerasi aktivitas behubungan dengan kelemahan
(Sumber : dr. Taufan Nugroho. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Bedah Dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika).
34
6. Manifestasi Klinis
a. Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh meningkat, demam, nafsu
makan berkurang, rasa lekas kenyang, mual (kadang-kadang
sampai muntah), badan terasa lemas
b. Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai mual dan muntah
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijuauan karena bercampur
dengan empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi, sementara
tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas
kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa
kering, serta disertai penurunan barat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, pasien
sangat lemas, dan kesadaran menurun (apatis, soporkomatus)
sebagai akibat hipovolemik
g. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
h. Bila terjadi asidosis metabolik, pasien akan tampak pucat dengan
pernapasan cepat dan dalam.
35
7. Komplikasi
a. Komplikasi cairan dan kelainan elektrolit, dan asidosis metabolik.
b. Anoreksia dan mengantuk
c. Tubular nekrosis akut dan gagal ginjal pada dehidrasi yang
berkepanjangan.
d. Arthritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah diare
karena campylobacter, shigella, salmonella, atau yersiniaspp.
e. Disritmia jantung berupa takikardia atrium dan ventrikel, fibrilasi
ventrikel, dan kontraksi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan kontraksi
ventrikel prematur akibat gangguan elektrolit terutama karena
hipovolemik
f. Renjatanhipovolemik
g. Kejang, malnutrisi, dan hipoglikemia
8. Penatalaksanaan Medis
a. Penggantian cairan dan elektolit
Rehidrasi oral dilakukan pada semua pasien diare akut yang
masih mampu minum. Rehidrasi oral terdiri dari 3,5 natrium klorida,
2,5 natrium bikarbonat, 1,5 kalium klorida, dan 20 g glukosa/liter.
Air cairan rehidrasi oral dapat dibuat sendiri oleh klien dengan
menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda,
dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua buah pisang atau satu
36
cangkir jus jeruk juga dapat diberikan untuk mengganti kalium.
Selain itu, minum cairan sebanyak mungkin atau berikan oralit.
Sedangkan, untuk kasus diare berat, berikan hidrasi
intravena. NaCl atau laktakringer juga harus diberikan sebagai
suplementasi kalium dan jangan lupa untuk selalu memonitor status
hidrasi, TTV, dan keluaran urine. Penggantian cairan dapat
menggunakan rumus metode (Pierce, 2013) berdasarkan keadaan
klinis, yaitu :

Untuk rehidrasi ringan dibutuhkan cairan 5% kali berat badan
(Kg)

Untuk rehidrasi sedang dibutuhkan cairan 8% kali berat badan
(Kg)

Dan rehidrasi berat dibutuhkan cairan 10% kali berat badan
(Kg).
Atau
kita
juga
dapat
menggunakan
formulasi
milik
(Goldbeger, 2010). Ia mengemukakan beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan tubuh.
1) Cara 1
Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis
dehidrasi lainnya, maka pasien telah kehilangan cairan
kira-kira 2% dari berat badan saat itu. Bila disertai mulut
kering dan oliguria, maka defisit cairan sekitar 6% dari
berat badan saat itu. Bila tanda-tanda tersebut disertai
37
dengan adanya kelemahan fisik jelas serta perubahan
mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan
sekitar 7% liter pada orang dewasa dengan berat badan
50 Kg.
2) Cara 2
Jika penderita dapat ditimbang setiap hari, maka
kehilangan berat badan 4 Kg pada masa akut sama
dengan defisit air sebanyak 4 liter.
3) Cara 3
Dengan menggunakan rumus :
Na2 x Bw2 = Na1 x Bw1
Dimana :
Na1 : kadar natrium plasma normal
Bw1 : volume air badan normal, biasanya 60% dari berat
badan untuk pria
dan 50% untuk wanita.
Na2 : kadar natrium sekarang
Bw2 : volume air badan sekarang
b. Diatetik
Terapi diatetika adalah pemberian makanan dan minuman
khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan,
serta menjaga kesehatan klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam tindakan adalah tetap memberikan ASI dan memberikan
38
bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein, mineral,
dan vitamin, serta makanan yang harus bersih.
c. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan yang dapat diberikan, diantaranya
obat antisekresi, obat antispasmolitik, dan obat antibiotik.
9.
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang menurut (Kartika Sari, 2013)
adalah sebagi berikut :
a) Natrium serum : biasanya pada saat pemeriksaan ini akan
menunjukan hasil dari keadaan normal, tinggi dan rendah.
b) Natrium urin : biasanya menurun (kurang dari 10 mEq/I bila
kehilangan karena penyebab eksternal, biasanya lebih besar dari
20 mEq/I bila penyebab adalah renal atau adrenal)
c) Jumlah darah lengkap : haemoglobin, hematokrit, dan sel darah
merah
biasanya
meningkat
(hemokonsentrasi).
menunjukanhemoragi.
d) Glukusa serum : normal atau meningkat
e) Protein serum : meningkat
f) Blood urea nitrogen : meningkat
g) Berat jenis urin : meningkat
Penurunan
39
10. Dampak dari Diare
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan banyak air, akibat output
cairan yang lebih besar dari pada pemasukan (input). Dehidrasi
karena kehilangan terlalu banyak cairan tubuh ini merupakan
penyebab terjadinya kematian diare. (Alimul Azis, 2008)
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik)
Hal ini terjadi karena klien kehilangan natrium bikarbonat
yang keluar bersama tinja. Akibatnya, metabolisme lemak
menjadi tidak sempurna, sehingga benda-benda kotor tertimbun
dalam tubuh, termasuk penimbunan asam laktat karena adanya
anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam pun
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, karena
terjadi oliguria (produksi urine yang sedikit) atau anuria (urine
tidak keluar sama sekali) dan terjadinya pemindahan ion natrium
dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
c. Hipoglikemi
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare,
namun frekuensinya lebih sering pada anak yang sebelumnya
telah menderita KKP (kekurangan kalori protein). Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
40
dalam hati dan adanya gangguan absorsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat
yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1) Asupan makanan sering dihentikan/terlalu dibatasi oleh
orang tua, karena takut anak akan menderita diare atau
muntah yang bertambah hebat.
2) Pemberian ASI secara tidak langsung (ASI dibiarkan
terlalu lama diudara terbuka sehingga encer)
3) Makan an yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorsi dengan baik, karena terjadinya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Diare dapat mengakibatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang kemudian menyebabkan perfusi jaringan berkurang dan
hipoksia,
asidosis
yang
bertambah
berat,
mengakibatkan
pendarahan otak, dan kesadaran menurun. Jika tidak ditangani
secara tetap, klien bisa meninggal.
41
11. Penggolongan diare menurut tingkat dehidrasi
a. Dehidrasi ringan (BB turun  5 %)

Turgor kulit kurang elastis, pucat

Membran mukosa kering

Nadi normal/meningkat

Diare 4x/hari
b. Dehidrasi sedang (BB turun  5 - 10 %)

Turgor jelek

Membran mukosa kering/menurun

Takikardia

Ektremitas dingin

Mata cekung

Diare 4-10x/hari

Hipertermi
c. Dehidrasi berat (BB turun  10 -15 %)

Cyanosis

Anuria

Kelopak mata cekung

Takikardia

Tekanan darah menurun

Turgor kulit sangat jelek

Hipertermi

Gangguan asam basa
42
12. Penggolongan diare menurut tingkat keparahannya.
a. Diare akut
Diare yang serangannya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Diare akut ini biasanya diakibatkan oleh infeksi dan
dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi 2 yaitu :
1) Diare noninflamasi
2) Diare inflamasi
b. Diare kronis
Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Mekanisme terjadi
diare akut maupun kronis dapat dibagi menjadi 4, yaitu :
1) Diare sekresi
2) Diare osmotik
3) Diare eksudat
4) Dan diare kelompok lain
B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diare
Proses keperawatan merupakan metodologi penyelesaian masalah
kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan pengetahuan ilmiah serta
menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2008).
Langkah-langkah proses keperawatan terdiri dari 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi
(Nursalam, 2008).
43
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2008)
Menurut Kozierdalam (Buku Ajar Fundamental Keperawatan, 2010)
pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi
data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan.
a. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan
dilanjutkan secara terus menerus selama proses keperawatan
berlangsung.
1) Identitas
Identitas yang mencakup identitas klien dan penanggung
jawab.
a) Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama,
pendidikan,
pekerjaan,
tanggal
masuk,
pengkajian, no. register, diagnosa medis, alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien.
44
2) Riwayat Kesehatan
Merupakan proses dalam mengkaji status atau
masalah kesehatan sekarang dan dahulu serta keluarga,
kemudian
dapat
menggunakan
pola
PQRST
dalam
mengumpulkan data yang lebih lengkap tentang setiap
keluhan pasien. (Robert Priharjo, 2006).
a) Keluhan utama
Merupakan suatu keluhan yang dirasakan oleh klien
sangat mengganggu dari keluhan lain. Atau alasan klien
masuk rumah sakit dengan cara ditulis singkat dan jelas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang
terdiri dari Paliativ (P) yaitu faktor penyebab, Quality (Q)
seberapa berat nyeri yang dirasakan, Region (R)
seberapa luas nyeri yang dirasakan, Savety atau skala
nyeri (S) seberapa tinggi tingkat nyeri yang dirasakan,
Time (T) seberapa lama serangan itu terjadi.
c) Riwayat kesehatan yang dahulu
Menerangkan medikasi yang telah dilakukan dan
hospitalisasi sebelumnya atau pemberian therapy yang
sudah dilakukan.
45
d) Riwayat kesehatan keluarga
Menerangkan keadaan keluarga apakah ditemukan
ada penyakit keturunan kecenderungan alergi dalam
satu keluarga, penyakit menular akibat kontak langsung
maupun
tidak
langsung
antar
anggota
keluarga
(Rohmah, 2009).
3) Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum
(1) Keadaan/penampilan umum : lemah, sakit ringan,
sakit berat, gelisah, rewel.
(2) Kesadaran : dapat diisi dengan tingkat kesadaran
secara kualitatif atau kuantitatif yang dipilih sesuai
dengan
kondisi
klien.
Secara
kuantitatif
dapat
dilakukan dengan pengukuran GlasglowComaScale
(GCS), sedangkan secara kualitatif tingkat kesadaran
dimulai dari composmentis, apatis, somnolen, sopor
dan koma.
(3) Berat Badan/Tinggi Badan
(4) Tanda-tanda vital yang terdiri dari :
-
Tensi : tekanan sistole / tekanan distolemmHg
-
Nadi : frekuensi per menit, denyut kuat / tidak,
reguler/ ireguler
-
Suhu : ……0C
46
-
Frekuensi pernafasan : frekuensi per menit, reguler /
irreguler.
b) Integumen secara umum
Diisi dengan warna dan perubahan pada kulit.
c) Kepala
- Rambut
:
warna, distribusi, kebersihan, kutu, ketombe
- Muka
:
raut muka, warna, kebersihan, jerawat, luka
- Mata
:
kelopak mata, konjungtiva, pupil, sklera, lapang
pandang, bola mata, dan ketajaman penglihatan.
- Hidung
:
kebersihan, sekresi dan pernafasan cuping hidung
- Mulut
:
Bibir, mukosa mulut, lidah dan tonsil
- Gigi
:
jumlah karies, gusi dan kebersihan
- Telinga
:
kebersihan, sekresi dan pemeriksaan pendengaran
(Rohmah, 2009).
47
d) Leher
-
Pembesaran kelenjar limfe, tyroid
-
Posisi trachea
-
Distensi vena juguralis
-
Kaku kuduk
e) Dada
-
Inspeksi : diameter anteroposterior dalam proporsi
terhadap diameter lateral (bentuk dada), ekspansi
dada, gerakan dada (frekuensi, irama, kedalaman),
ictuscordis, penggunaan otot bantu pernafasan.
-
Palpasi : masa otot dan tulang torak meliputi
bengkak, nyeri, massa, pultasi, krepitasi, ekspansi,
dinding dada, premitus raba, impuls apical, getaran
thrill
-
Perkusi : perhatikan intensitas, nada, kualitas, bunyi
dan vibrasi yang dihasilkan.
-
Auskultasi : suara nafas, suara nafas tambahan dan
suara jantung.
f) Abdomen
Dalam pemeriksaan fisik abdomen, rongga abdomen
terdiri dari 4 kuadran dan 9 region.
Dalam bentuk
kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana.
Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal
48
dan vertikal) melalui umbilikus. Dengan cara ini dinding
abdomen terbagi atas 4 daerah, berikut tabel tentang
organ yang terdapat pada kuadran-kuadran :
(1) Kuadran kanan atas : Hati, kantung empedu, paru
esofagus
(2) Kuadran kiri atas : Hati, jantung, esofagus, paru,
pankreas, limfa, lambung
(3) Kuadran kanan bawah : Usus 12 jari (duo denum),
usus besar, usus kecil, kandung kemih, rektum,
testis, anus
(4) Kuadran kiri bawah : Anus, rektum, testis, ginjal,
usus kecil, usus besar
Dalam
bentuk
regio,
berbeda
dari
kuadran,Regio
digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih
spesifik. Berikut adalah pembagaian regio abdomen:
(1) Regio Hypochondrica Dextra
(2) Regio Epigrastica
(3) Regio Hypochondrica Sinistra
(4) Regio Lateralis Dextra
(5) Regio Umbilikalis
(6) Regio Lateralis Sinistra
(7) Regio Inguinalis Dextra
(8) Regio Pubica
(9) Regio Inguinalis Sinistra
49
-
Inspeksi
:
warna,
stirae,
jaringan
perut,
lesi,
kemerahan, umbilicus, garis bentuk abdomen.
-
Auskultasi : frekuensi, nada dan intensitas bising
usus
-
Palpasi : rasakan adanya spasme otot, nyeri tekan
dan adanya massa
-
Perkusi : dengarkan bunyi yang dihasilkan
(Rohmah, 2009).
Adapun skala nyeri dalam pemeriksaan fisik:
1=
Tidak nyeri
2=
Nyeri sedang
3=
Nyeri berat
4=
Nyeri sangat berat
5=
Nyeri hebat
(Rohmah, 2009).
g) Ekstremitas
Kekuatan otot :
0
1
Kenormalan
kekuatan
(100%)
0
10
2
25
3
50
4
75
5
10
Skala
Ciri-ciri
Paralisis total
Tidak ada gerakan, teraba / terlihat
adanya kontraksi
Gerakan otot penuh menentang
gravitasi dengan sokongan
Gerakan
normal
menentang
gravitasi
Gerakan normal penuh menentang
gravitasi dengan sedikit penahan
Gerakan normal penuh, menentang
gravitasi dengan penahanan penuh.
50
-
Range of motion
-
Perabaan akral
-
Perubahan bentuk tulang
-
CRT (normal < 3 detik)
-
Edemapitting dengan derajat kedalaman (+1=2mm,
+2=4mm, +3=6mm, +4=8mm)
h) Anus genitalia
- Kebersihan
- Sesuai prioritas, pengkajian
i)
Neurologis
GlasglowComaScale
(1)
Membuka mata
(a)
1= Dengan rangsang nyeri tidak membuka
mata
(b)
2=Membuka dengan rangsang nyeri, tekan
pada
(c)
supraorbita / kuku jari
3=Membuka mata dengan rangsang suara
(menyuruh pasien membuka mata)
(d)
(2)
4= Spontan
Respons verbal / bicara
(a)
1=Tidak ada respon dengan rangsang nyeri
(b)
2= Mengerang tidak ada kata-kata
51
(c)
3=Dapat mengucapkan kata-kata tapi tidak
berupa kalimat dan tidak tepat
(d)
4=Dapat
bicara
dalam
kalimat,
tetapi
terdapat disorientasi waktu dan tempat
(e)
5 = Baik, dapat menjawab dengan kalimat
yang baik dan tahu siapa ia, dimana ia
berada dan kapan.
(3)
Respons motorik / gerakan
(a)
1 =Tidak terdapat respons dengan rangsang
nyeri
(b)
2 = Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan
ekstensi
(c)
3 = Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan
flexi
(d)
4 = Dapat menghindar dari rangsangan nyeri
(e)
5 = Mengetahui lokasi nyeri
(f)
6 = Menuruti perintah
(Rohmah, 2009).
4) Data Aspek Biologi atau Pola Aktivitas
Data aspek biologi biasanya nutrisi terganggu, klien
mengalami keterbatasan dalam beraktivitas, istirahat dan tidur
terganggu.
52
5) Data Aspek Psikologi
Data aspek psikologi biasanya ada faktor stress.
Terdapat gangguan pada konsep diri meliputi bodyimage,
harga diri, ideal diri, peran, interaksi sosial, yaitu perasaan tak
berdaya, perubahan kepribadian (Rohmah, 2009).
b. Analisis Data
Analisis data merupakan tahap penting yang kita lakukan
setelah data klien terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan
masalah atau kebutuhan klien (Robert Priharjo, 2006).
2. Diagnosa keperawatan
Penilaian klinis tentang respons individu, keluarga atau komunitas
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual ataupun
potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil di mana perawat bertanggung jawab. (Rohmah, 2009).
Adapun Diagnosa Yang Mungkin Muncul pada penyakit diare
menurut (Muhammad Ardiansyah,2012)
a. Gangguan pola eliminasi (BAB) karena diare yang berkaitan
dengan inflamasi, iritasi, dan malabsorsi usus.
b. Kurang volume cairan berkaitan dengan keluarnya cairan
melalui rute normal (diare berat, muntah) serta status
hipermetabolik dan pemasukan cairan yang terbatas
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berkaitan
dengan gangguan absosri nutrisi, status metabolik.
d. Nyeri yang berkaitan dengan faktor psikologis atau rangsangan
simpatis (proses inflamasi), ancaman konsep diri, serta
ancaman terhadap perubahan status kesehatan dan status
sosial ekonomi.
53
e. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian,
penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau
perubahan kesehatan
3. Intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa
a. Gangguan pola eliminasi (BAB) karena diare berhubungan dengan
inflamasi, iritasi, malabsorsi usus adanya toksin dan karena
penyempitan segmental usus

Tujuan
Diare
dapat
teratasi
setelah
dilakukan
implementasi
keperawatan

Kriteria hasil
 klien akan melaporkan penurunan frekuensi defekasi dan
konsistensi kembali normal
 pasien mampu mengidentifikasi dan menghindari faktorfaktor pemberat diare.
54
Tabel 2.1
Intervensi Dan Rasional Dp A
Intervensi
1. observasi dan catat frekuensi
defekasi, jumlah dan warna feses.
2. Tingkatkan tirah baring dan
siapkan
alat-alat
disamping
tempat tidur
3. Identifikasi makanan atau caiaran
yang mencetuskan diare
4. Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi anti kolinergik sesuai
program medis
5. Berikan terapi antibiotik
Rasional
 Untuk mengidentifikasi beratnya
diare dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya
 Istirahat menurunkan molilitas
usus dan laju metabolisme
 Menghindari bahan iritan dan
meningkatkan istirahat usus
 Menurunkan
totalitas
atau
peristaltik GI dan menuruknan
sekresi
digesti
untuk
menghilangkan diare
 Mengobati infeksi supuratif lokal
(Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press)
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan output (keluaran)
cairan melalui rute normal (diare berat atau muntah), status
hipermetabolik, dan pemasukan caiaran yang terbatas
 Tujuan
Defisit volume cairan teratasi
 Kriteria hasil
 Asupan (intake) seimbang dengan output
 Tanda tanda vital dalam batas normal
 Membran mukosa kulit lembab
 CRT< 2 detik
 BB seimbang
55
Tabel 2.2
Intervensi Dan Rasional Dp B
Intervensi
Rasional
1. Monitor dan catat masukan dan  Memberikan
informasi
tentang
pengeluaran cairan, yakni urine
keseimbangan
cairan
dan
feses (jumlah, konsistensi, dan
merupakan
pedoman
untuk
warna)
mengganti caiaran
2. Observasi TTV
 Hipotensi, takikardia, dan demam
dapat menunjukanrespon terhadap
kehilangan cairan
3. Observasi adanya kulit kering dan  Menunjukan
kehilangan
cairan
membran
mukosa,
penurunan
berlebih/ dehidrasi
turgor kulit, dan pengisian kapiler
yang lambat
4. Ukur berat badan setiap hari
 Indikator cairan dan status nutrisi
5. Pertahankan pembatasan per oral,  Untuk
mengistirahatkan
kolon
tirah baring, dan hindari beraktivitas
dengan
tujuan
untuk
proses
penyembuhan dan menurunkan
kehilangan cairan usus.
(Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press)
c. Jumlah nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan absorsi nutrisi, status hipermetabolik

Tujuan :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi

Kriteria hasil
 BB stabil atau naik
 Makan habis 1 porsi
 Rasa mual dapat berkurang
56
Tabel 2.3
Intervensi Dan Rasional Dp C
Intervensi
1. Timbang BB setiap hari

2. Dorong
tirah
baring
dan 
pembatasan aktivitas selama sakit
3. Anjurkan pasien untuk istirahat 
sebelum makan.
4. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet 
untuk menentukan diet rendah serat
5. Berikan terapi vitamin B12 sesuai 
dengan program medis
Rasional
Memberikan
informasi
tentang
kebutuhan diet/kefektifan terapi
Menurunkan kebutuhan metabolik
untuk mencegah penurunan kalori
Menurunkan gerak peristaltik usus
dan meningkatkan energi untuk
makan
Protein
diperlukan
untuk
penyembuhan integritas jaringan.
Makanan yang rendah serat akan
berkontribusi menurunkan gerak
peristaltik usus terhadap makanan
Meningkatkan produksi sel darah
merah atau memperbaiki anemia.
(Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. Medikal Bedah. Jogjakarta : Diva Press)
d. Nyeri
berhubungan
dengan
gerak
hiperperistaltik
usus,
kerusakan mukosa usus, diare dalam jangka waktu lama, dan
iritasi kulit/jaringan.

Tujuan :
Rasa nyeri dapat hilang atau terkontrol

Kriteria hasil
 Ekspresi wajah rileks
 Skala nyeri 0-2
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
57
Tabel 2.4
Intervensi Dan Rasional Dp D
Intervensi
Rasional
1. Dorong klien untuk melaporkan  Untuk mengetahui derajat nyeri
nyeri yang dialami
2. Observasi laporan kram abdomen  Perubahan pada karakteristik nyeri
atau nyeri, catat lokasi, lamanya,
menunjukan penyebaran penyakit
intensitas (skala 0-5), serta selidiki
atau terjadi komplikasi
dan
laporkan
perubahan
karakteristik nyeri
3. Observasi adanya responnonverbal  Bahasa tubuh atau responnonverbal
dapat digunakan untuk mengetahui
dan perubahannya
besarnya nyeri yang dialami pasien
mengetahui
faktor-faktor
4. Kaji ulang faktor-faktor pencetus  Untuk
pencetus nyeri
nyeri
relaksasi,
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam  Meningkatkan
memfokuskan kembali perhatian,
pemberian obat analgetik
dan meningkatakan kemampuan
copping
(Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press)
e. Anxietas
(kecemasan)
yang
berhubungan
dengan
faktor
psikologis/rangsangan simpatis (proses inflamasi/peradangan),
ancaman konsep diri, ancaman terhadap perubahan status
kesehatan, status sosial ekonomi.

Tujuan
Kecemasan yang berlebih dapat teratasi

Kriteria hasil
 Pasien rileks
 Kecemasan pasien berkurang
 Pasien dapat beristirahat cukup
58
Tabel 2.5
Intervensi Dan Rasional Dp E
Intervensi
Rasional
1. Amati perilaku pasien (gelisah,  Indikasi derajat kecemasan atau stres.
peka rangsangan, menolak, atau
Hal ini dapat terjadi akibat gejala fisik
kurang kontak mata)
2. Bantu pasien untuk mengeksplorasi  Menciptakan hubungan terapeutik,
perasaan dan berikan umpan balik
membantu
pasien
dalam
mengidentifikasi
masalah
yang
menyebabkan stres
3. Berikan lingkungan yang tenang  Meningkatkan relaksasi dan membantu
dan tingkatakan istirahat.
menurunkan cemas.
4. Berikan
informasi
nyata/akurat  Keterlibatan
pasien
dalam
tentang
apa
yang
dilakukan
perencanaan perawatan, memberikan
misalnya peroral, dan prosedur
rasa
kontrol,
dan
membantu
perawatan
menurunkan kecemasan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam  Untuk menurunkan anxietas dan
pemberiaan obat sedatif sesuai
memudahkan istirahat.
indikasi
(Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press)
4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada Nursing Order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).
59
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,
2008).
Hasil evaluasi dapat dibentuk :
a. Tujuan tercapai, jika klien menunjukkan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, jika klien menunjukkan perubahan
sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai, jika klien tidak menunjukkan perubahan
sama sekali bahkan timbul masalah baru.
d. Jenis evaluasi
1) Evaluasi formatif
Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan,
berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus
menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2) Evaluasi sumatif
Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah
keperawatan,
menjelaskan
keberhasilan
atau
ketidakberhasilan dan rekapitulasi dan kesimpulan status
60
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan.
Untuk
memudahkan
perawat
mengevaluasi atau
memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
Yang dimaksud dengan SOAPIER adalah:
S: Data Subyektif
Yaitu informasi yang didapat dari pasien, setelah dilakukan
tindakan keperawatan
O: Data Obyektif
Yaitu informasi yang didapat berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi secara langsung kepada klien.
A : Assesment/Analisis
Yaitu Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif.
P : Planning
Yaitu
perencanaan
dihentikan,
perawatan
yang
akan
dilanjutkan,
dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
I : Impelementasi
Yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
intruksi yang
telah teridentifikasi dalam komponen P
(Perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam
pelaksanaan.
61
E : Evaluasi
Yaitu respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
R : Reassesment
Yaitu pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan
setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan
perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.
(Rohmah dan Walid, 2009).
5. Dokumentasi
Dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan proses
keperawatan untuk memberikan perawatan pasien secara individu.
Dokumentasi ini merupakan persyaratan legal dalam setiap lingkungan
pelayanan kesehatan.
Catatan perkembangan mencerminkan implementasi rencana
tindakan dengan mencatatkan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan
(Nursalam, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Muhamad. (2012). Medikal Bedah. Cetakan Pertama.
Yogyakarta : Diva Press
Depkes, R.I. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2013. [internet] (diunduh
tanggal 22 juni 2016)
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Diunduh 21 juni 2016, dari
(http://www.diskes.jabarprov.go.id).
Diyono dan Mulyanti S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan. Edisi 1. Jakarta. Kencana
Kementrian Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar, 2013. [internet] (diunduh
tanggal 23 juni 2016)
Kementrian Kesehatan, Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2011. [internet] (diunduh tanggal 23 juni 2016)
Mansjoer, et, al. (2012). Asuhan Keperawatan Sistem Gastrointestinal.
Jogjakarta : Medika Pustaka
Nursallam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan
Praktek. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medica.
Nursallam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dan Bayi. Jakarta :
Salemba Medica.
Price, Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume I (EdisiKeenam).Jakarta : EGC.
Robert,
Prihardjo.
(2006).
Pengkajian
Fisik
Keperawatan
(EdisiKedua).Jakarta : EGC.
Rohmah dan Walid S,. (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
RSUD Ciamis. (2016). Laporan 10 Besar Penyakit di Ruang kenanga
Bulan Januari- Mei 2016. RSUD Ciamis.
Suratun dan Lusinah. (2010). Penatalaksanaan Penyakit Diare. Solo :
Deris Pustaka
Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and phisology. Hobboken
John Wiley dan John. (2009). Diakses dari URL : (http://smartfkuii.blogspot.co.id). (diunduh tanggal 21 juni 2016)
Whaley dan Wong. (2012). Proses Keperawatan Medikal Bedah Dalam.
Bandung : Darwin Sanjaya
Wijayaningsih, Kartikasari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta
: CV.Trans Info Media
(http://www.biomedcentral.com). [internet] (diunduh tanggal 22 juni 2016)
(http://inekehr.blogspot.com). [internet] (diunduh tanggal 21 juni 2016)
Download