ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DIARE DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 15 S.D 19 JUNI 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi DIII Keperawatan di STIKes Muhammadiyah Ciamis Disusun Oleh : INDRA HIDAYAT NIM. 13DP277030 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DIARE DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAMIS TANGGAL 15 S.D 19 JUNI 2016.1 Indra Hidayat2 Asep Gunawan. S.Kep., Ners., M.Pd.3 ABSTRAK Berdasarkan dari rekapitulasi data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD Ciamis periode Januari-Mei 2016 di Ruang Kenanga diperoleh hasil data yang menunjukan untuk masalah penyakit Diare berada pada urutan ke 4 dari 10 besar penyakit yang ada di Ruang Kenanga. Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien Tn. J dengan gangguan sistem pencernaan : Diare adalah dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan studi kasus dengan cara observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Waktu pelaksanaan Asuhan keperawatan yang dilakukan mulai tanggal 15 s.d 19 Juni 2016. Adapun tujuan dari asuhan keperawatan yakni Mampu melaksanakan Asuhan keperawatan yang diberikan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan biasa kandungan air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja (Diyono, 2013). Setelah dilakukan pengkajian, muncul masalah yang ditemukan yaitu : nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa usus, gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan anoreksia, gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan lingkungan yang kurang nyaman, defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan klien melakukan Aktivity Daily Living (ADL) untuk merawat diri, dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan tentang penyakit. Dalam pelaksanaan tidak semua dilakukan sesuai teori, namun prinsipnya semua dapat berjalan dengan lancar. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan penulis mengadakan kerjasama dengan perawat ruangan, klien dan keluarga klien. Penulis menggali data seoptimal mungkin sehingga masalah dapat ditemukan dan dibuat perencanaan dalam mengatasi masalah tersebut. Sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang optimal. Kata kunci Kepustakaan :Diare, Asuhan Keperawatan, Sistem Pencernaan :11 buku (2006– 2013) 8 Website 1. Judul Karya Tulis Ilmiah 2. Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis 3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis. v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan WHO diare sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan tidak saja di negara berkembang tapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan, memperkirakan ada sekitar 4 miliar diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta per tahun. (Slideshare, 2009). Di Indonesia, menurut Riskesdas 2013, insiden diare berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%10,2%). Sedangkan period prevalence diare sebesar 7%. berdasarkan gejala Untuk lebih jelasnya lagi, berikut adalah grafik mengenai period prevalance semua provinsi berdasarkan gejala pada penyakit diare. 1 di Indonesia 2 Period Prevalance Diare Menurut Gejala, Riskesdas 2013 Gambar 1.1 Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Provinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang (CFR 1,08%). 3 Sedangkan cakupan penemuan kasus Diare di Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007 hingga 2012 berkisar 61%-81%. Dibanding tahun 2011 maka Cakupan Penemuan Kasus Diare tahun 2012 mengalami penurunan. Yaitu dari 80.2 % tahun 2011 turun menjadi 62.2 tahun 2012. Tingkat kematian akibat kasus diare ( CFR) dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan adanya penurunan yaitu dari 0,003% pada tahun 2007 menurun hingga 0,004% pada tahun 2012. (http://www.diskes.jabarprov.go.id). Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan biasa kandungan air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja (Diyono, 2013). Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Dimana diare tersebut merupakan gangguan pada sistem pencernaan. (Kemenkes, 2011). 4 Sistem pencernaan adalah suatu sistem yang dapat memecah makanan menjadi substansi yang dapat diabsorpsi dan dikonsumsi oleh jaringan agar dapat menjalankan fungsi yang sesuai. (John Wiley & Sons, 2009). Organ pencernaan telah didesain dengan canggih sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pada kenyataannya, organ pencernaan tidak selamanya dapat berfungsi dengan baik. Penyakit yang menyerang organ pencernaan dapat menyebabkan ketidaknyamanan, rasa sakit, bahkan keadaan yang lebih buruk, yaitu kematian. Gangguan organ pencernaan sangat bervariasi bentuknya, dan beberapa gangguanpun disebabkan oleh hal yang berbeda. Gangguan yang paling menjadi perhatian beberapa praktisi kesehatan karena memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi adalah diare. (http://www.biomedcentral.com). Penyakit diare bisa disebabkan oleh adanya infeksi. Salah satu indikator Infeksi pada penyakit diare yaitu terletak pada faktor kebersihan, baik kebersihan lingkungan maupun kebersihan dari makanan. Islam memiliki beberapa konsep dalam mencegah penyakit diare akibat infeksi yang disebabkan oleh faktor kebersihan pada lingkungan maupun makanan. Al-quran dan sunnah sebagai dua pusaka yang ditinggalkan Rasulullah untuk ummatnya telah menjabarkan berbagai cara untuk menghindari penyakit diare. 5 Pencegahan diare juga dapat dilakukan melalui perbaikan kebersihan lingkungan dan dari faktor kebersihan makanan. Sebagaimana hadist Rasullah mengenai kebersihan lingkungan dan makanan sebagai berikut : Artinya : “Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah saw. : Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu” (HR. Tirmizi)”. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setan itu selalu hadir di sisi seseorang, bahkan ketika seseorang makan, setanpun hadir di situ. Apabila sebagian makananmu jatuh, maka buanglah bagian yang kotor dan makanlah bagian yang tidak kotor, serta janganlah kau biarkan makananmu untuk setan. Apabila kamu selesaikan makan, kulumlah jari-jarimu, karena kamu tidak tahu bagian mana makananmu yang ada berkahnya (H.R. Muslim).” Hadits tersebut menegaskan konsep bersih dari aspek lingkungan/ tempat tinggal dan makanan. Lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya dan makanan yang jatuh itu kotor dan sangat rentan dihinggapi patogen, seperti bakteri dan virus. Perintah untuk menjaga kebersihan lingkungan dan membuang makanan yang sudah 6 kotor tersebut merupakan salah satu pencegahan diare yang berkaitan dengan sanitasi buruk, baik sanitasi lingkungan yang berkaitan dengan sandang, papan, maupun pangan. (http://smartfkuii.blogspot.co.id). Meskipun dengan upaya pencegahan tersebut, tanpa dipungkiri penyakit diare merupakan angka kesakitan yang tinggi yang terjadi di rumah sakit. Rumah sakit umum kabupaten Ciamis sebagai tempat rujukan dari semua tempat pelayanan kesehatan, menjadi tulang punggung tercapainya pelayanan kesehatan, terhadap semua jenis penyakit yang terjadi pada seluruh sistem tubuh, diantaranya adalah penyakit sistem pencernaan Diare. Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Ciamis bulan januari – mei tahun 2016, Ruang Kenanga, jumlah pasien yang dirawat akibat Diare adalah sebanyak 64 orang dari 697 kasus dan menduduki peringkat ke-4 dari 10 besar penyakit, hal ini bisa terjadi karena masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan makanan yang tidak sehat baik dari pengolahan dan pengonsumsiannya, untuk lebih jelasnya bisa di lihat pada tabel berikut : 7 Tabel 1.1 Penyakit di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis 10 besar Periode Januari – Mei 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jenis Penyakit Thypus abdominalis Gastritis CHF Diare CKD PPOK Pnemonia DM Hepatitis Dispepsia Total Jumlah 126 125 112 64 60 38 34 34 32 30 697 (Sumber: Rekam Medik RSUD Ciamis bulan januari-mei, 2016) Melihat tingginya angka kejadian dari penyakit diare tersebut, maka perlu diwaspadai dan perlu tindakan preventif, dimana diare mempunyai dampak yang mengancam kesehatan yaitu: suhu tubuh yang meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir dan darah serta menyebabkan dehidrasi atau masalah keseimbangan cairan dan elektrolit. Dalam upaya penanganan kasus diare tersebut bisa dicapai melalui proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan metodologis pada praktik keperawatan. Proses keperawatan terkait dengan bagaimana seorang perawat memberikan asuhan perawatan yang tepat dan sesuai dengan kondisi klien, sehingga klien mampu 8 kembali ke kondisi yang sebagaimana diharapkan berdasarkan tahapan dan konsep yang pada dasarnya ditujukan untuk klien itu sendiri. Langkah awal yang dilakukan pada asuhan keparawatan adalah dengan melakukan pengkajian. Pada saat dilakukan pengkajian 15 juni 2016 pada Tn. J di Ruang Kenanga RSUD Ciamis, terhadap klien dengan Diare ditemukan masalah kepoerawatan diantaranya: Nyeri berhubungan dengan keruksakan pada mukosa usus, Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia dan mual, Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri, dan defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan klien melakukan ADL untuk merawat diri. Dengan melihat data diatas menunjukan bahwa penyakit diare dapat mengancam kesehatan hidup manusia. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut untuk mengetahui kasus ini lebih jauh dan ingin menerapkan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Diare di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tanggal 15 s.d 19 juni 2016.” 9 B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Diare Akut serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif pada klien Diare secara bio-psiko-sosial-spiritual. b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan serta menentukan prioritas masalah dengan klien Diare. c. Mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan prioritas pada klien dengan Diare. d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan pada klien dengan Diare. e. Mampu mengevaluasi hasil dari tindakan keperawatan yang telah ditetapkan pada klien dengan Diare. f. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada klien dengan Diare. 10 C. Metode Telaahan Metode telaahan yang digunakan penulis adalah metode deskriptif dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi yaitu mengamati perilaku dan keadaan untuk memperoleh data tentang tingkat kesehatan klien. 2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung terhadap klien, perawat dan keluarga untuk memperoleh data yang lengkap dari tim kesehatan yang terkait dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari catatan-catatan medik yang ada dirumah sakit. 4. Partisipasi Aktif yaitu kerjasama yang baik antara perawat, klien, penulis dan keluarga klien yang sangat menunjang dalam pengumpulan data. 5. Study Kepustakaan yaitu penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan diare melalui buku kepustakaan maupun materi perkuliahan yang didapat selama pendidikan. 11 D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan karya tulis ini terdiri dari empat bab yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini meliputi : latar belakang, tujuan penulisan, metode telaahan dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS Bab ini meliputi : konsep dasar meliputi pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manajemen medik umum, dan dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar manusia serta tinjauan teoritis asuhan keperawatan pada diare. BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN Memaparkan tentang pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pembahasan dari seluruh proses keperawatan yang meliputi kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan formulasi rekomendasi atau saran yang operasional untuk meningkatkan mutu pelayanan pada klien di ruangan. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Diare adalah salah satu tanda gejala dari penyakit gastroenteritis. Diare merupakan istilah lain dari gastroenteritis. Diare adalah buang air besar berkali-kali (lebih dari 4 kali), bentuk feses cair, dan dapat disertai dengan darah atau dengan lendir (Suratun Dan Lusinah, 2010). Diare adalah buang air besar yang encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (WHO, 2012). Diare diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan biasa kandungan air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja (Diyono, 2013). Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bermacam-macam bakteri, virus, dan parasit yang patogen. (Whaley Dan Wong, 2012). Diare adalah sebagai buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml/jam tinja), berbentuk cairan disertai frekuensi defekasi (buang air besar) yang meningkat (Mansjoer, et, al. 2012) 12 13 Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin sehingga menyebabkan hiperperistaltik yang mengakibatkan reabsorsi air dalam usus besar terganggu dan akhirnya menyebabkan frekuensi buang air besar melebihi normal. 2. Anatomi Sistem Pencernaan Anatomi Sistem Pencernaan Gambar 2.1 (Sumber : Evelin C. Verace, 2011) 14 a. Mulut Mulut adalah permulaan saluran pencernaan. Pencernaan mulut dibantu oleh ptyalin, yaitu enzim yang dikeluarkan oleh saliva untuk membasahi proses metabolisme makanan. Organ kelengkapan mulut yaitu bibir, pipi, gigi (gigi susu, dan gigi tetap), lidah dan kelenjar ludah. Mulut terdiri atas dua bagian, yaitu : 1) Bagian luar yang sempit (Vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi. 2) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang sisi-sisinya dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis, serta disebelah belakang bersambung dengan faring b. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus) yang panjangnya 12 cm. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (Amandel), yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini, terletak persimpangan antara jalan nafas dan jalan makan yang letaknya di belakang rongga mulut dan hidung, didepan ruas tulang belakang, makanan melewati epiglotis lateral melalui resuspiriformis, kemudian masuk ke esopaghus tanpa 15 membahayakan jalan udara. Pada waktu yang sama, jalan udara akan ditutup sementara. Pada proses permulaan menelan, otot mulut dan lidah berkontraksi secara bersamaan. Pada saat terjadi proses menelan, faring melakukan gerakan untuk mencegah masuknya makanan ke jalan pernapasan dengan cara menutup sementara katup ke saluran napas selama beberapa detik, sambil mendorong makanan masuk ke dalam esopaghus agar tidak membahayakan jalannya pernapasan. Dalam hal ini terjadi persilangan antara jalan makanan dengan pernapasan. Jalan makanan masuk ke belakang, sementara jalan pernapasan melewati epiglotis lateral melalui filiformis sebelum kemudian masuk ke esopaghus. c. Esopaghus Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung dan panjangnya ± 25 cm, dimulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan sub mukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esopaghus terletak dibelakangtrakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen, menyambung dengan lambung. 16 Sekresi esopaghus bersifat mukoid, yaitu memberi pelumas untuk pergerakan makanan melalui esopaghus. Pada permulaan esopaghus terdapat kelenjar mukosa komposita. Bagian utamanya dibatasi oleh banyak kelenjar mukosa simplek yang berfungsi untuk mencegah sekresi mukosa oleh makanan yang baru masuk. Kelenjar komposita yang terletak pada perbatasan esopaghus dengan lambung berfungsi untuk melindungi dinding esopaghus dari pencernaan getah lambung. Pada peralihan sfingterkardiak yang esopaghus ke lambung terdapat dibentuk oleh lapisan otot sirkuler esopaghus. Sfingter ini terbuka secara reflek pada akhir proses menelan. Tunikamukosa esopaghus mempunyai epitel gepeng berlapis yang mengandung kelenjar-kelenjar (landulaesopaghus). d. Lambung Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang, terutama pada daerah epigaster. Bagian atas fundusuteri berhubungan dengan esopaghus melalui orifisiumfilorik. Organ ini terletak dibawah diafragma, didepan pankreas dan limfa, serta menempaldisebelah kiri fundusuteri. Pencernaan didalam lambung dibantu oleh pepsinogen untuk mencerna protein, lemak dan asam garam. 17 Lambung berdistensi untuk menampung makanan yang masuk. Awalnya filorus tetap tertutup. Namun, karena efek dari gelombang peristaltik lambung kemudian mencampur makanan sekaligus memaparkannya dengan cairan lambung. Kemudian sfingterfilorusrelaksasi dan membiarkan sejumlah kecil makanan melewatinya setiap waktu. Fungsi lambung adalah menampung, menghancurkan dan menghaluskan makanan melalui mekanisme gerak peristaltik lambung dan getah lambung. Getah cerna yang dihasilkan oleh lambung adalah : 1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). 2) Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan sebagai antiseptik dan desinfektan, serta menyebabkan kondisi asam pada pepsinogen untuk kemudian diubah menjadi pepsin. 3) Renin, fungsinya sebagi ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu). 4) Lapisan lambung, ada dalam jumlah yang sedikit dan fungsinya untuk memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. 18 Sekresi getah lambung mulai terjadi pada saat orang mulai makan. Ketika kita melihat dan mencium bau makanan, pada saat itu pula sekresi lambung akan terpicu. Rasa makanan dapat merangsang sekresi lambung karena kerja saraf, sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Produksi getah lambung ini dapat dihalangi oleh sistem saraf simpatis, yang dapat juga muncul saat terjadi gangguan emosi, seperti marah dan rasa takut . Pengosongan lambung membutuhkan waktu lima jam, atau lebih apabila makanan banyak mengandung lemak. Fungsi pilorus sebagai pengendali pintu keluar-masuk lambung menjadi terbatas, karena proses pengosongan berjalan normal walaupun pilorus tetap terbuka. Kontraksi atrium akan diikuti oleh kontraksi pilorus yang berlangsung sedikit lebih lama dari kontraksi duodenum. Pengaturan gerakan dalam proses pengosongan lambung merupakan kontraksi gerak peristaltik lambung yang dikoordinasikan oleh gelombang depolarisasigastrik (SlowWave). Ini merupakan gerak sel otot polos yang dimulai dari otot sirkulasi fundus menuju ke pilorius setiap 20 detik. Ritme ini disebut Basic Elektrik Ritme (BER). 19 Peristaltik slowwave mempunyai peran penting dalam pengendalian pengosongan lambung. e. Usus Halus (Intestinum Minor) Proses pencernaan makan selanjutnya dilakukan didalamusu halus dengan bantuan aksi getah usus. Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum dengan panjang ± 6 cm. Usus halus ini merupakan saluran paling panjang yang digunakan sebagai tempat proses pencernaan dan absorsi hasil pencernaan. Usus halus terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (muskulo.sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulo longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). 1) Anatomi usus halus Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum, yeyunum, dan ileum. Duodenum juga sering disebut usus dua belas jari. Organ ini panjangnya sekitar 25 cm, berbentuk menyerupai sepatu kuda yang melengkung ke kiri. Organ pankreas terdapat pada lengkungan ini. Sedangkan, pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir menyerupai bukit yang disebut papilaveteri. Pada papilaveteri ini bermuara ke saluran ampedu 20 (duktuskoledokus) dan saluran pankreas (duktuspankreatikus). Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktuskoledokus, fungsinya adalah mengemulsi lemak dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase (yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida) dan tripsin (yang befungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida). Dinding duodenummempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar bruner dan berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. Sementara itu, yeyunum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. dua per lima bagian atas adalah yeyunum dan tiga per lima sisanya adalah ileum. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyunum dan ileum tidak mempunyai batas tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum melalui perantaraan lubang yang bernama 21 orifisiumileoseikalis. sfingterileoseikalis. Orifisium Pada ini bagian ini diperkuat oleh terdapat katup valvulaseikalis atau valvulabaukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens agar tidak masuk kembali ke dalam ileum. 2) Fungsi usus halus a) Menerima zat-zat makanan yangsudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluransaluran limfe. b) Menyerap protein dalam bentuk asam amino. c) Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida. 3) Kelenjar dalam usus halus Didalam usus menghasilkan getah halus usus terdapat yang kelenjar yang menyempurnakan makanan, yakni : a) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik b) Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino. c) Laktase, mengubah laktase menjadi monosakarida d) Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakarida e) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida 4) Kontraksi di usus halus Kontraksi di usus halus terbagi menjadi 6 bagian, yaitu : 22 a) Segmentasi Jenis gerakan yang paling sering dan frekuensinya sesuai dengan slowwave (gerakan lambat) b) Peristaltik Kontraksi otot sirkuler secara berurutan dalam jarak pendek dengan kecepatan 2-3 cm/detik untuk mendorong chymus ke usus besar. c) Kontraksi muskularis mukosa Kontraksinya tidak teratur tiga kali per menit. Kontraksi ini mengubah pola lekukan dan lipatan mukosa, mencampur isi lumen, dan mendekatkan chymus dengan permukaan mukosa yang dirangsang oleh saraf simpatis d) Kontraksi vilus Kontraksinya tidak teratur, terutama di bagian proksimal usus. Kontraksi ini membantu mengosongkan pembuluh lacteal sentral dan meningkatkan aliran limfe. e) Sfingterileosekalis Sfingterilieoseikalis melemas bila gerakan peristaltik ileum sampai di sfingter dan sejumlah kecil chymus masuk ke dalam sekum (usus buntu). 23 f) Reflekgastroileal Peningkatan fungsi sekresi dan motorik lambung saat makan meninggalkan molilitasileumterminalis, chymus masuk ke dalam sekum melalui reflek panjang. f. Usus Besar (Intestinum Mayor) Organ pencernaan ini terdiri atas kolon asenden, tranversum, desenden, sigmoid, serta rektum. Peristaltik dibagian ini sangat kuat dan mendorong feses cair dalam usus asenden dan tranversum, kemudian air diserap ke usus desenden. Bahan kotoran yang terdapat di dalam ujung usus sebagian besar berupa feses dan menggumpal didalam rektum akhirnya keluar melalui anus. Struktur usus besar terdiri oleh : 1) Sekum (usus buntu), yaitu kantong lebar yang terletak pada fosailiakadekstra. Pada bagian bawah dari organ ini adalah sekum apendiks vermiformis disebut umbai cacing, panjangnya sekitar 6-10 cm. Muara apendiks ditentukan oleh titik McBurney, yaitu daerah antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis penghubung. Kedua SpinaIliaka Anterior Superior (SIAS). 2) Kolon asenden, bagian yang memanjang dari sekum ke fosailiaka kanan sampai sebelah kanan abdomen. Panjang dari bagian ini ± 13 cm, terletak disebelah kanan dan bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung ini di sebut 24 fleksurahepatica (fleksurakolidekstra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum. 3) Kolon transversum, yang mempunyai panjang ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai kolon desenden. Organ ini berada di bawah abdomen sebelah kanan, tepat pada lekukan yang disebut fleksuralienalis (fleksurakolisinistra), dan mempunyai mesenterium yang melekat pada omentummayus. Kolon desenden, yang mempunyai panjang ± 25 cm dan terletak di bawah abdomen bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoideum dan dinding belakang peritoneum (retroperitoneal). 4) Kolon sigmoid, yang merupakan lanjutan kolon desenden, terletak miring dalam rongga pelvis. Bagian ini panjangnya ± 40 cm, dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S dengan ujung bawahnya berhubungan dengan mesenterium yang disebut mesokolonsigmoideum. g. Rektum Organ ini terletak dibawah kolon sigmoideum yang menghubungkan intestium mayor dengan anus. Posisinya berada di dalam rongga pelvis di depan Os sacrum dan Os koksigis. Rektum terdiri dari dua bagian, yaitu rektum propia dan rektum analis rekti. 25 1) Rektum propia, bagian yang melebar disebut ampula rekti, jika tersisa makanan akan timbul hasrat defekasi. 2) Rektum analis rekti, bagian sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (muskulussfingter ani internus dan muskulussfingterani ekternus). Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum banyak mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa, dan jaringan otot yang membentuk lipatan yang disebut kolumnarektalis. Di bagian bawah terdapat vena rektalis (hemoroidalis superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises, yang disebut wasir (Ambeien). h. Anus Anus adalah bagian saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar) dan terletak di dasar pelvis. Dinding anus diperkuat oleh tiga sfingter (otot cincin), yakni : Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. Sfingterlevator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. 26 3. Fisiologi Pencernaan a. Pencernaan dalam rongga mulut Rongga mulut mengandung saliva yang disekresikan oleh tiga pasang kelenjar saliva : kelenjar parotis, submaksilaris, dan sublingualis. Saliva berperan sebagai pelincin rongga mulut dan untuk menelan. Penambahan air kemakanan kering menyebabkan media dimana molekul makanan dapat larut dan hidrolase dapat memulai pencernaan. b. Pencernaan dalam lambung Dalam mukosa dinding lambung ditemukan dua jenis kelenjar sekresi : kelenjar yang memiliki satu lapis sel untuk sekresi dan kelenjar dengan sel-sel yang susunannya berlapislapis (sel parietal), yang mengeluarkan sekret langsung ke dalam lambung. Sekresi campuran ini dikenal sebagai getah lambung. Dalam lambung ada enzim-enzim pencernaan : Pepsin: Fungsi pencernaan utama lambung adalah mengawali pencernaan protein. Renin : Enzim ini menyebabkan koagulasi susu. Hal ini penting pada proses pencernaan bayi sebab aliran susu yang cepat dari lambung dicegah olehnya. Dengan adanya kalsium renin mengkonversikasein susu sebagai parakasein secara ireversible. Yang selanjutnya dipecahkan oleh pepsin. 27 Lipase : pada lambung adalah penting dalam mengencerkan lipid makanan emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik. c. Proses pencernaan berlanjut di dalam Usus Halus Isi lambung atau chymus(chyme) dimasukkan secara terputusputus melalui katup piloruskedalamduodenum selama proses pencernaan. Kandungan sekret pankreas dan bilaris yang alkalis menetralkan chymusyang asam dan mengubah nilai PH. Bahan ini menjadi alkalis, pergeseran PH tersebut diperlukan bagi kerja enzim yang terdapat di dalam getah pankreas dan usus, tetapi menghambat kerja pepsin lebih lanjut. d. Pencernaan dalam Usus Besar Usus besar atau kolon yang kira-kira setengah meter panjangnya adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik yaitu tempat sisa makanan lewat. Refleks gastrokolik terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar. Reflekini menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar. Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi makanan, bila isi usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi semakin padat karena air diabsorpsi dan ketika rektum dicapai maka feces bersifat padat-lunak. 28 4. Etiologi Menurut (Muhammad Ardiansyah, 2012) ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya gastroenteritis. Berikut diantaranya : a. Infeksi internal Infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara lain : 1) Stigella a) Musiman, puncaknya pada bulan Juli-September b) Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun c) Dapat dihubungkan dengan kejang demam d) Muntah yang tidak menonjol e) Sel polos dalam feses f) Sel batang dalam darah 2) Salmonella a) Menyerang semua umur, tetapi angka kejadian lebih tinggi pada bayi dibawah umur 1 tahun. b) Menembus dinding usus, feses berdarah, dan mukoid c) Mungkin ada peningkatan temperatur d) Muntah tidak menonjol e) Adanya kandungan sel polos dalam feses. f) Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari. g) Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulanbulan. 29 3) E. colli a) Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan enteroksin. b) Klien biasanya bayi terlihat sangat sakit. 4) Campylobacter a) Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus) pada bayi dapat menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinis yang lain. b) Kram abdomen yang hebat c) Muntah/ dehidrasi jarang terjadi. 5) Yesinienterecolitic a) Feses mukosa b) Sering didapatkan sel polos pada feses. c) Diare selama 1-2 minggu. d) Sering menyerupai usus buntu b. Infeksi oleh virus 1. Retavirus Merupakan penyebab yang paling sering dari diare akut pada bayi, gejalanya sering muntah sering didahului atau disertai dengan muntah. Timbul sepanjang tahun, tetapi biasanya pada musim dingin. Dapat disertai dengan demam atau muntah Didapat penurunan HCC 30 2. Enterovirus Biasanya timbul pada musim panas. 3. Adenovirus a) Timbul sepanjang tahun b) Menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/pernapasan 4. Norwalk a) Sifatnya epidemik atau menular b) Dapat sembuh sendiri (dalam 24-48 jam). c. Infeksi parasit Biasanya disebabkan oleh cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides), protozoa (entamobahistolica, grandia, lambia, trichomonashominis), dan jamur (candidaalbicus). d. Infeksi perenteral Infeksi parenteral adalah infeksi yang terjadi diluar infeksi yang terjadi di luar alat . makanan, seperti OMA (otitis media akut), tonsilitis/tonsilofaringitis (radang amandel/radang pangkal tenggorokan), bronkopneumonia (peradangan paru), dan ensefalitis (radang jaringan otak). 31 e. Penyebab lain 1) Diare juga bisa disebabkan oleh konsumsi obat-obatan yang tidak cocok, seperti sulih hormon tiroid, laksatif (obat-obatan untuk mengatasi sembelit), antibiotik, asetaminopen, kemoterapi, dan obat golongan antasida. 2) Pemberian makanan melalui NGT dan gangguan molilitas (gerak) usus. 3) Mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri. 4) Bepergian ke negara endemis dengan sanitasi lingkungan dan kebersihan air buruk. 5) Penggunaaan antibiotik dalam jangka panjang. 6) HIV positif atau AIDS. 7) Perubahan kualitas udara. 5. Patofisiologi Patofisiologi penyakit diare menurut (dr. Nursalam M.Nurs (Hons). 2011) adalah sebagai berikut : a. Gangguan Osmotik Terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi 32 sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b. Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan akhirnya timbul diare karena terdapat peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan akhirnya diare timbul karena terdapat peningkatan rongga usus. c. Gangguan Motilitas Usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan mengakibatkan diare pula. 33 Bagan 2.1 PATHWAY Factormala bsorsi Keracunan Faktor infeksi Absorsi< Melepas enterotoksin Penetrasi usus dan kolon Tek. Osmotik meningkat Inflamasi/peradangan epitel usus Nekrosis Menyerang mukosa epitel Merusak villi usus Ulserasi Cairan pindah ke usus Peregangan dinding usus Molilitas meningkat Peningkatan adenosin, monofosfat, siklik Psikologis Strres Stimulasi simpatik Peningkatan HCL Absorsi< Tek. Osmotik meningkat Cairan intra sel ke ektra sel Diare Perubahan pola eliminasi Kekurangan vol. Cairan dan elektrolit Nutrisi kurang dari kebutuhan Nyeri behubungan dengan distensi abdomen Intolerasi aktivitas behubungan dengan kelemahan (Sumber : dr. Taufan Nugroho. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Bedah Dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika). 34 6. Manifestasi Klinis a. Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh meningkat, demam, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, mual (kadang-kadang sampai muntah), badan terasa lemas b. Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai mual dan muntah c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijuauan karena bercampur dengan empedu. d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi, sementara tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat. e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering, serta disertai penurunan barat badan. f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, pasien sangat lemas, dan kesadaran menurun (apatis, soporkomatus) sebagai akibat hipovolemik g. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria) h. Bila terjadi asidosis metabolik, pasien akan tampak pucat dengan pernapasan cepat dan dalam. 35 7. Komplikasi a. Komplikasi cairan dan kelainan elektrolit, dan asidosis metabolik. b. Anoreksia dan mengantuk c. Tubular nekrosis akut dan gagal ginjal pada dehidrasi yang berkepanjangan. d. Arthritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah diare karena campylobacter, shigella, salmonella, atau yersiniaspp. e. Disritmia jantung berupa takikardia atrium dan ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan kontraksi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan kontraksi ventrikel prematur akibat gangguan elektrolit terutama karena hipovolemik f. Renjatanhipovolemik g. Kejang, malnutrisi, dan hipoglikemia 8. Penatalaksanaan Medis a. Penggantian cairan dan elektolit Rehidrasi oral dilakukan pada semua pasien diare akut yang masih mampu minum. Rehidrasi oral terdiri dari 3,5 natrium klorida, 2,5 natrium bikarbonat, 1,5 kalium klorida, dan 20 g glukosa/liter. Air cairan rehidrasi oral dapat dibuat sendiri oleh klien dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua buah pisang atau satu 36 cangkir jus jeruk juga dapat diberikan untuk mengganti kalium. Selain itu, minum cairan sebanyak mungkin atau berikan oralit. Sedangkan, untuk kasus diare berat, berikan hidrasi intravena. NaCl atau laktakringer juga harus diberikan sebagai suplementasi kalium dan jangan lupa untuk selalu memonitor status hidrasi, TTV, dan keluaran urine. Penggantian cairan dapat menggunakan rumus metode (Pierce, 2013) berdasarkan keadaan klinis, yaitu : Untuk rehidrasi ringan dibutuhkan cairan 5% kali berat badan (Kg) Untuk rehidrasi sedang dibutuhkan cairan 8% kali berat badan (Kg) Dan rehidrasi berat dibutuhkan cairan 10% kali berat badan (Kg). Atau kita juga dapat menggunakan formulasi milik (Goldbeger, 2010). Ia mengemukakan beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan tubuh. 1) Cara 1 Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka pasien telah kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan saat itu. Bila disertai mulut kering dan oliguria, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu. Bila tanda-tanda tersebut disertai 37 dengan adanya kelemahan fisik jelas serta perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7% liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg. 2) Cara 2 Jika penderita dapat ditimbang setiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada masa akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter. 3) Cara 3 Dengan menggunakan rumus : Na2 x Bw2 = Na1 x Bw1 Dimana : Na1 : kadar natrium plasma normal Bw1 : volume air badan normal, biasanya 60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita. Na2 : kadar natrium sekarang Bw2 : volume air badan sekarang b. Diatetik Terapi diatetika adalah pemberian makanan dan minuman khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan, serta menjaga kesehatan klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan adalah tetap memberikan ASI dan memberikan 38 bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein, mineral, dan vitamin, serta makanan yang harus bersih. c. Obat-obatan Beberapa obat-obatan yang dapat diberikan, diantaranya obat antisekresi, obat antispasmolitik, dan obat antibiotik. 9. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang menurut (Kartika Sari, 2013) adalah sebagi berikut : a) Natrium serum : biasanya pada saat pemeriksaan ini akan menunjukan hasil dari keadaan normal, tinggi dan rendah. b) Natrium urin : biasanya menurun (kurang dari 10 mEq/I bila kehilangan karena penyebab eksternal, biasanya lebih besar dari 20 mEq/I bila penyebab adalah renal atau adrenal) c) Jumlah darah lengkap : haemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah biasanya meningkat (hemokonsentrasi). menunjukanhemoragi. d) Glukusa serum : normal atau meningkat e) Protein serum : meningkat f) Blood urea nitrogen : meningkat g) Berat jenis urin : meningkat Penurunan 39 10. Dampak dari Diare a. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan banyak air, akibat output cairan yang lebih besar dari pada pemasukan (input). Dehidrasi karena kehilangan terlalu banyak cairan tubuh ini merupakan penyebab terjadinya kematian diare. (Alimul Azis, 2008) b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik) Hal ini terjadi karena klien kehilangan natrium bikarbonat yang keluar bersama tinja. Akibatnya, metabolisme lemak menjadi tidak sempurna, sehingga benda-benda kotor tertimbun dalam tubuh, termasuk penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam pun meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, karena terjadi oliguria (produksi urine yang sedikit) atau anuria (urine tidak keluar sama sekali) dan terjadinya pemindahan ion natrium dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. c. Hipoglikemi Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, namun frekuensinya lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP (kekurangan kalori protein). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen 40 dalam hati dan adanya gangguan absorsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. d. Gangguan gizi Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut : 1) Asupan makanan sering dihentikan/terlalu dibatasi oleh orang tua, karena takut anak akan menderita diare atau muntah yang bertambah hebat. 2) Pemberian ASI secara tidak langsung (ASI dibiarkan terlalu lama diudara terbuka sehingga encer) 3) Makan an yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorsi dengan baik, karena terjadinya hiperperistaltik. e. Gangguan sirkulasi Diare dapat mengakibatkan renjatan (syok hipovolemik) yang kemudian menyebabkan perfusi jaringan berkurang dan hipoksia, asidosis yang bertambah berat, mengakibatkan pendarahan otak, dan kesadaran menurun. Jika tidak ditangani secara tetap, klien bisa meninggal. 41 11. Penggolongan diare menurut tingkat dehidrasi a. Dehidrasi ringan (BB turun 5 %) Turgor kulit kurang elastis, pucat Membran mukosa kering Nadi normal/meningkat Diare 4x/hari b. Dehidrasi sedang (BB turun 5 - 10 %) Turgor jelek Membran mukosa kering/menurun Takikardia Ektremitas dingin Mata cekung Diare 4-10x/hari Hipertermi c. Dehidrasi berat (BB turun 10 -15 %) Cyanosis Anuria Kelopak mata cekung Takikardia Tekanan darah menurun Turgor kulit sangat jelek Hipertermi Gangguan asam basa 42 12. Penggolongan diare menurut tingkat keparahannya. a. Diare akut Diare yang serangannya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut ini biasanya diakibatkan oleh infeksi dan dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi 2 yaitu : 1) Diare noninflamasi 2) Diare inflamasi b. Diare kronis Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Mekanisme terjadi diare akut maupun kronis dapat dibagi menjadi 4, yaitu : 1) Diare sekresi 2) Diare osmotik 3) Diare eksudat 4) Dan diare kelompok lain B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diare Proses keperawatan merupakan metodologi penyelesaian masalah kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan pengetahuan ilmiah serta menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2008). Langkah-langkah proses keperawatan terdiri dari 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2008). 43 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008) Menurut Kozierdalam (Buku Ajar Fundamental Keperawatan, 2010) pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan. a. Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses keperawatan berlangsung. 1) Identitas Identitas yang mencakup identitas klien dan penanggung jawab. a) Identitas klien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, pengkajian, no. register, diagnosa medis, alamat. b) Identitas penanggung jawab Meliputi : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien. 44 2) Riwayat Kesehatan Merupakan proses dalam mengkaji status atau masalah kesehatan sekarang dan dahulu serta keluarga, kemudian dapat menggunakan pola PQRST dalam mengumpulkan data yang lebih lengkap tentang setiap keluhan pasien. (Robert Priharjo, 2006). a) Keluhan utama Merupakan suatu keluhan yang dirasakan oleh klien sangat mengganggu dari keluhan lain. Atau alasan klien masuk rumah sakit dengan cara ditulis singkat dan jelas. b) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang terdiri dari Paliativ (P) yaitu faktor penyebab, Quality (Q) seberapa berat nyeri yang dirasakan, Region (R) seberapa luas nyeri yang dirasakan, Savety atau skala nyeri (S) seberapa tinggi tingkat nyeri yang dirasakan, Time (T) seberapa lama serangan itu terjadi. c) Riwayat kesehatan yang dahulu Menerangkan medikasi yang telah dilakukan dan hospitalisasi sebelumnya atau pemberian therapy yang sudah dilakukan. 45 d) Riwayat kesehatan keluarga Menerangkan keadaan keluarga apakah ditemukan ada penyakit keturunan kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit menular akibat kontak langsung maupun tidak langsung antar anggota keluarga (Rohmah, 2009). 3) Pemeriksaan Fisik a) Status kesehatan umum (1) Keadaan/penampilan umum : lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel. (2) Kesadaran : dapat diisi dengan tingkat kesadaran secara kualitatif atau kuantitatif yang dipilih sesuai dengan kondisi klien. Secara kuantitatif dapat dilakukan dengan pengukuran GlasglowComaScale (GCS), sedangkan secara kualitatif tingkat kesadaran dimulai dari composmentis, apatis, somnolen, sopor dan koma. (3) Berat Badan/Tinggi Badan (4) Tanda-tanda vital yang terdiri dari : - Tensi : tekanan sistole / tekanan distolemmHg - Nadi : frekuensi per menit, denyut kuat / tidak, reguler/ ireguler - Suhu : ……0C 46 - Frekuensi pernafasan : frekuensi per menit, reguler / irreguler. b) Integumen secara umum Diisi dengan warna dan perubahan pada kulit. c) Kepala - Rambut : warna, distribusi, kebersihan, kutu, ketombe - Muka : raut muka, warna, kebersihan, jerawat, luka - Mata : kelopak mata, konjungtiva, pupil, sklera, lapang pandang, bola mata, dan ketajaman penglihatan. - Hidung : kebersihan, sekresi dan pernafasan cuping hidung - Mulut : Bibir, mukosa mulut, lidah dan tonsil - Gigi : jumlah karies, gusi dan kebersihan - Telinga : kebersihan, sekresi dan pemeriksaan pendengaran (Rohmah, 2009). 47 d) Leher - Pembesaran kelenjar limfe, tyroid - Posisi trachea - Distensi vena juguralis - Kaku kuduk e) Dada - Inspeksi : diameter anteroposterior dalam proporsi terhadap diameter lateral (bentuk dada), ekspansi dada, gerakan dada (frekuensi, irama, kedalaman), ictuscordis, penggunaan otot bantu pernafasan. - Palpasi : masa otot dan tulang torak meliputi bengkak, nyeri, massa, pultasi, krepitasi, ekspansi, dinding dada, premitus raba, impuls apical, getaran thrill - Perkusi : perhatikan intensitas, nada, kualitas, bunyi dan vibrasi yang dihasilkan. - Auskultasi : suara nafas, suara nafas tambahan dan suara jantung. f) Abdomen Dalam pemeriksaan fisik abdomen, rongga abdomen terdiri dari 4 kuadran dan 9 region. Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana. Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal 48 dan vertikal) melalui umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah, berikut tabel tentang organ yang terdapat pada kuadran-kuadran : (1) Kuadran kanan atas : Hati, kantung empedu, paru esofagus (2) Kuadran kiri atas : Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas, limfa, lambung (3) Kuadran kanan bawah : Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus kecil, kandung kemih, rektum, testis, anus (4) Kuadran kiri bawah : Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil, usus besar Dalam bentuk regio, berbeda dari kuadran,Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik. Berikut adalah pembagaian regio abdomen: (1) Regio Hypochondrica Dextra (2) Regio Epigrastica (3) Regio Hypochondrica Sinistra (4) Regio Lateralis Dextra (5) Regio Umbilikalis (6) Regio Lateralis Sinistra (7) Regio Inguinalis Dextra (8) Regio Pubica (9) Regio Inguinalis Sinistra 49 - Inspeksi : warna, stirae, jaringan perut, lesi, kemerahan, umbilicus, garis bentuk abdomen. - Auskultasi : frekuensi, nada dan intensitas bising usus - Palpasi : rasakan adanya spasme otot, nyeri tekan dan adanya massa - Perkusi : dengarkan bunyi yang dihasilkan (Rohmah, 2009). Adapun skala nyeri dalam pemeriksaan fisik: 1= Tidak nyeri 2= Nyeri sedang 3= Nyeri berat 4= Nyeri sangat berat 5= Nyeri hebat (Rohmah, 2009). g) Ekstremitas Kekuatan otot : 0 1 Kenormalan kekuatan (100%) 0 10 2 25 3 50 4 75 5 10 Skala Ciri-ciri Paralisis total Tidak ada gerakan, teraba / terlihat adanya kontraksi Gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan Gerakan normal menentang gravitasi Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahan Gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan penahanan penuh. 50 - Range of motion - Perabaan akral - Perubahan bentuk tulang - CRT (normal < 3 detik) - Edemapitting dengan derajat kedalaman (+1=2mm, +2=4mm, +3=6mm, +4=8mm) h) Anus genitalia - Kebersihan - Sesuai prioritas, pengkajian i) Neurologis GlasglowComaScale (1) Membuka mata (a) 1= Dengan rangsang nyeri tidak membuka mata (b) 2=Membuka dengan rangsang nyeri, tekan pada (c) supraorbita / kuku jari 3=Membuka mata dengan rangsang suara (menyuruh pasien membuka mata) (d) (2) 4= Spontan Respons verbal / bicara (a) 1=Tidak ada respon dengan rangsang nyeri (b) 2= Mengerang tidak ada kata-kata 51 (c) 3=Dapat mengucapkan kata-kata tapi tidak berupa kalimat dan tidak tepat (d) 4=Dapat bicara dalam kalimat, tetapi terdapat disorientasi waktu dan tempat (e) 5 = Baik, dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu siapa ia, dimana ia berada dan kapan. (3) Respons motorik / gerakan (a) 1 =Tidak terdapat respons dengan rangsang nyeri (b) 2 = Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan ekstensi (c) 3 = Dengan rangsang nyeri terdapat gerakan flexi (d) 4 = Dapat menghindar dari rangsangan nyeri (e) 5 = Mengetahui lokasi nyeri (f) 6 = Menuruti perintah (Rohmah, 2009). 4) Data Aspek Biologi atau Pola Aktivitas Data aspek biologi biasanya nutrisi terganggu, klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas, istirahat dan tidur terganggu. 52 5) Data Aspek Psikologi Data aspek psikologi biasanya ada faktor stress. Terdapat gangguan pada konsep diri meliputi bodyimage, harga diri, ideal diri, peran, interaksi sosial, yaitu perasaan tak berdaya, perubahan kepribadian (Rohmah, 2009). b. Analisis Data Analisis data merupakan tahap penting yang kita lakukan setelah data klien terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien (Robert Priharjo, 2006). 2. Diagnosa keperawatan Penilaian klinis tentang respons individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil di mana perawat bertanggung jawab. (Rohmah, 2009). Adapun Diagnosa Yang Mungkin Muncul pada penyakit diare menurut (Muhammad Ardiansyah,2012) a. Gangguan pola eliminasi (BAB) karena diare yang berkaitan dengan inflamasi, iritasi, dan malabsorsi usus. b. Kurang volume cairan berkaitan dengan keluarnya cairan melalui rute normal (diare berat, muntah) serta status hipermetabolik dan pemasukan cairan yang terbatas c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berkaitan dengan gangguan absosri nutrisi, status metabolik. d. Nyeri yang berkaitan dengan faktor psikologis atau rangsangan simpatis (proses inflamasi), ancaman konsep diri, serta ancaman terhadap perubahan status kesehatan dan status sosial ekonomi. 53 e. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan 3. Intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa a. Gangguan pola eliminasi (BAB) karena diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, malabsorsi usus adanya toksin dan karena penyempitan segmental usus Tujuan Diare dapat teratasi setelah dilakukan implementasi keperawatan Kriteria hasil klien akan melaporkan penurunan frekuensi defekasi dan konsistensi kembali normal pasien mampu mengidentifikasi dan menghindari faktorfaktor pemberat diare. 54 Tabel 2.1 Intervensi Dan Rasional Dp A Intervensi 1. observasi dan catat frekuensi defekasi, jumlah dan warna feses. 2. Tingkatkan tirah baring dan siapkan alat-alat disamping tempat tidur 3. Identifikasi makanan atau caiaran yang mencetuskan diare 4. Kolaborasi dalam pemberian terapi anti kolinergik sesuai program medis 5. Berikan terapi antibiotik Rasional Untuk mengidentifikasi beratnya diare dan untuk menentukan intervensi selanjutnya Istirahat menurunkan molilitas usus dan laju metabolisme Menghindari bahan iritan dan meningkatkan istirahat usus Menurunkan totalitas atau peristaltik GI dan menuruknan sekresi digesti untuk menghilangkan diare Mengobati infeksi supuratif lokal (Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press) b. Defisit volume cairan berhubungan dengan output (keluaran) cairan melalui rute normal (diare berat atau muntah), status hipermetabolik, dan pemasukan caiaran yang terbatas Tujuan Defisit volume cairan teratasi Kriteria hasil Asupan (intake) seimbang dengan output Tanda tanda vital dalam batas normal Membran mukosa kulit lembab CRT< 2 detik BB seimbang 55 Tabel 2.2 Intervensi Dan Rasional Dp B Intervensi Rasional 1. Monitor dan catat masukan dan Memberikan informasi tentang pengeluaran cairan, yakni urine keseimbangan cairan dan feses (jumlah, konsistensi, dan merupakan pedoman untuk warna) mengganti caiaran 2. Observasi TTV Hipotensi, takikardia, dan demam dapat menunjukanrespon terhadap kehilangan cairan 3. Observasi adanya kulit kering dan Menunjukan kehilangan cairan membran mukosa, penurunan berlebih/ dehidrasi turgor kulit, dan pengisian kapiler yang lambat 4. Ukur berat badan setiap hari Indikator cairan dan status nutrisi 5. Pertahankan pembatasan per oral, Untuk mengistirahatkan kolon tirah baring, dan hindari beraktivitas dengan tujuan untuk proses penyembuhan dan menurunkan kehilangan cairan usus. (Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press) c. Jumlah nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan absorsi nutrisi, status hipermetabolik Tujuan : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi Kriteria hasil BB stabil atau naik Makan habis 1 porsi Rasa mual dapat berkurang 56 Tabel 2.3 Intervensi Dan Rasional Dp C Intervensi 1. Timbang BB setiap hari 2. Dorong tirah baring dan pembatasan aktivitas selama sakit 3. Anjurkan pasien untuk istirahat sebelum makan. 4. Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet untuk menentukan diet rendah serat 5. Berikan terapi vitamin B12 sesuai dengan program medis Rasional Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/kefektifan terapi Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori Menurunkan gerak peristaltik usus dan meningkatkan energi untuk makan Protein diperlukan untuk penyembuhan integritas jaringan. Makanan yang rendah serat akan berkontribusi menurunkan gerak peristaltik usus terhadap makanan Meningkatkan produksi sel darah merah atau memperbaiki anemia. (Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. Medikal Bedah. Jogjakarta : Diva Press) d. Nyeri berhubungan dengan gerak hiperperistaltik usus, kerusakan mukosa usus, diare dalam jangka waktu lama, dan iritasi kulit/jaringan. Tujuan : Rasa nyeri dapat hilang atau terkontrol Kriteria hasil Ekspresi wajah rileks Skala nyeri 0-2 Tanda-tanda vital dalam batas normal 57 Tabel 2.4 Intervensi Dan Rasional Dp D Intervensi Rasional 1. Dorong klien untuk melaporkan Untuk mengetahui derajat nyeri nyeri yang dialami 2. Observasi laporan kram abdomen Perubahan pada karakteristik nyeri atau nyeri, catat lokasi, lamanya, menunjukan penyebaran penyakit intensitas (skala 0-5), serta selidiki atau terjadi komplikasi dan laporkan perubahan karakteristik nyeri 3. Observasi adanya responnonverbal Bahasa tubuh atau responnonverbal dapat digunakan untuk mengetahui dan perubahannya besarnya nyeri yang dialami pasien mengetahui faktor-faktor 4. Kaji ulang faktor-faktor pencetus Untuk pencetus nyeri nyeri relaksasi, 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam Meningkatkan memfokuskan kembali perhatian, pemberian obat analgetik dan meningkatakan kemampuan copping (Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press) e. Anxietas (kecemasan) yang berhubungan dengan faktor psikologis/rangsangan simpatis (proses inflamasi/peradangan), ancaman konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, status sosial ekonomi. Tujuan Kecemasan yang berlebih dapat teratasi Kriteria hasil Pasien rileks Kecemasan pasien berkurang Pasien dapat beristirahat cukup 58 Tabel 2.5 Intervensi Dan Rasional Dp E Intervensi Rasional 1. Amati perilaku pasien (gelisah, Indikasi derajat kecemasan atau stres. peka rangsangan, menolak, atau Hal ini dapat terjadi akibat gejala fisik kurang kontak mata) 2. Bantu pasien untuk mengeksplorasi Menciptakan hubungan terapeutik, perasaan dan berikan umpan balik membantu pasien dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres 3. Berikan lingkungan yang tenang Meningkatkan relaksasi dan membantu dan tingkatakan istirahat. menurunkan cemas. 4. Berikan informasi nyata/akurat Keterlibatan pasien dalam tentang apa yang dilakukan perencanaan perawatan, memberikan misalnya peroral, dan prosedur rasa kontrol, dan membantu perawatan menurunkan kecemasan. 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam Untuk menurunkan anxietas dan pemberiaan obat sedatif sesuai memudahkan istirahat. indikasi (Sumber : Muhammad, Ardiansyah. 2012. MedikalBedah. Jogjakarta : Diva Press) 4. Implementasi Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada Nursing Order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008). 59 5. Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2008). Hasil evaluasi dapat dibentuk : a. Tujuan tercapai, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. b. Tujuan tercapai sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan. c. Tujuan tidak tercapai, jika klien tidak menunjukkan perubahan sama sekali bahkan timbul masalah baru. d. Jenis evaluasi 1) Evaluasi formatif Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. 2) Evaluasi sumatif Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan dan rekapitulasi dan kesimpulan status 60 kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan. Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER. Yang dimaksud dengan SOAPIER adalah: S: Data Subyektif Yaitu informasi yang didapat dari pasien, setelah dilakukan tindakan keperawatan O: Data Obyektif Yaitu informasi yang didapat berdasarkan hasil pengukuran atau observasi secara langsung kepada klien. A : Assesment/Analisis Yaitu Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. P : Planning Yaitu perencanaan dihentikan, perawatan yang akan dilanjutkan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. I : Impelementasi Yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan. 61 E : Evaluasi Yaitu respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. R : Reassesment Yaitu pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan. (Rohmah dan Walid, 2009). 5. Dokumentasi Dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien secara individu. Dokumentasi ini merupakan persyaratan legal dalam setiap lingkungan pelayanan kesehatan. Catatan perkembangan mencerminkan implementasi rencana tindakan dengan mencatatkan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan (Nursalam, 2008). DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, Muhamad. (2012). Medikal Bedah. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Diva Press Depkes, R.I. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2013. [internet] (diunduh tanggal 22 juni 2016) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Diunduh 21 juni 2016, dari (http://www.diskes.jabarprov.go.id). Diyono dan Mulyanti S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Edisi 1. Jakarta. Kencana Kementrian Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar, 2013. [internet] (diunduh tanggal 23 juni 2016) Kementrian Kesehatan, Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. [internet] (diunduh tanggal 23 juni 2016) Mansjoer, et, al. (2012). Asuhan Keperawatan Sistem Gastrointestinal. Jogjakarta : Medika Pustaka Nursallam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktek. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medica. Nursallam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dan Bayi. Jakarta : Salemba Medica. Price, Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume I (EdisiKeenam).Jakarta : EGC. Robert, Prihardjo. (2006). Pengkajian Fisik Keperawatan (EdisiKedua).Jakarta : EGC. Rohmah dan Walid S,. (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. RSUD Ciamis. (2016). Laporan 10 Besar Penyakit di Ruang kenanga Bulan Januari- Mei 2016. RSUD Ciamis. Suratun dan Lusinah. (2010). Penatalaksanaan Penyakit Diare. Solo : Deris Pustaka Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and phisology. Hobboken John Wiley dan John. (2009). Diakses dari URL : (http://smartfkuii.blogspot.co.id). (diunduh tanggal 21 juni 2016) Whaley dan Wong. (2012). Proses Keperawatan Medikal Bedah Dalam. Bandung : Darwin Sanjaya Wijayaningsih, Kartikasari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : CV.Trans Info Media (http://www.biomedcentral.com). [internet] (diunduh tanggal 22 juni 2016) (http://inekehr.blogspot.com). [internet] (diunduh tanggal 21 juni 2016)