proposal kasus longitudinal

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Berat lahir rendah didefinisikan sebagai berat lahir kurang dari 2500 gram.
Berat lahir rendah dapat terjadi karena kurang bulan, IUGR (intrauterine growth
restriction) atau keduanya. Bayi KMK didefinisikan sebagai bayi dengan berat
lahir kurang dari persentil ke-10 untuk usia kehamilan. Bayi KMK dapat terjadi
karena adanya faktor predisposisi genetik, malnutrisi dan infeksi sewaktu
kehamilan (Katz et al., 2013).
Kejadian bayi KMK cukup sering, terutama di negara berkembang. Di
Amerika latin, antara tahun 1994-2004 dilaporkan sekitar 3,6% dari 14.274 bayi
lahir di RS Central Militer Hospital Colombia adalah bayi KMK. Jumlah tersebut
sangat dipengaruhioleh status sosio-ekonomi dan presentase malnutrisi yang ada
di Amerika Latin. Di Mexico prevalensi KMK antara tahun 2000-2002 tercatat
sebesar 6% dari 31.209 bayi yang dilahirkan (Boguszewski et al., 2011). Pada
penelitian di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571
KMK dari 14.702 persalinan (4,40%). Kejadian KMKpaling sedikit di RS Dr.
Soetomo Surabaya (2,08%) dan paling banyak di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
(6,44%) (Soefeowan et al., 2011).
Bayi KMK memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi baik pada masa
perinatal ataupun setelahnya. Pada masa perinatal, komplikasi yang dapat terjadi
berupa hipoglikemia, hipotermia, enterokolitis nekrotikan (EKN) dan bahkan
1
kematian. Morbiditas bayi KMK lebih tinggi dibandingkan bayi sesuai masa
kehamilan (SMK). Penelitian klinis mengenai luaran bayi KMK sudah banyak
dilakukan. Penelitian yang dilakukan Granovsky (2005) didapatkan kejadian
Retinopathy of prematurity(ROP) lebih tinggi pada bayi KMK dengan usia
kehamilan 26-31 minggu. Retinopathy of prematurity merupakan penyebab
kebutaan tersering pada masa anak-anak. Selain ROP, bayi KMK juga berisiko
tinggi
terjadi
EKN,
bronchopulmonary
displasia(BPD),
pendarahan
intraventrikuler (PIV), leukomalasia periventrikuler, penyakit paru kronik dan
mempunyai waktu rawat inap yang lebih lama dibandingkan bayi SMK yang
kurang bulan.
Penelitian yang dilakukan Sharma (2004) melaporkan bahwa bayi KMK
yang kurang bulan mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi meninggal dibandingkan
bayi SMK. Adapun penyebab kematian pada bayi KMK tersebut adalah
pendarahan paru, asfiksia berat, sepsis, pendarahan intraventrikuler, sindrom
distres respirasi dan pneumothorax. Penelitian lainnya menunjukkan bayi KMK
berisiko 5 kali lebih tinggi meninggal pada periode neonatus dan 4,7 kali dalam 1
tahun kehidupan dibandingkan dengan SMK (Gaskin et al., 2010).
Sistem skoring guna memprediksi kematian pada neonatus telah banyak
dikembangkan dan dilakukan validasi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Empat sistem skoring yang sering digunakan dalam memprediksi kematian pada
neonatus adalah skor The Clinical Risk Index for Babies (CRIB), CRIB II, Score
for Neonatal Acute PhysiologyII (SNAP II) dan Score for Neonatal Acute
Physiology Perinatal ExtensionII (SNAPPE II). Parameter skorCRIB meliputi
2
pemeriksaan klinis dan laboratorium. Variabel klinis bayi terdiri dari berat lahir,
usia kehamilan dan kelainan kongenital mayor. Pemeriksaan laboratorium yang
digunakan pada skor ini adalah analisis gas darah untuk melihat BE (base excess)
(Sarquis et al ., 2002)
Penggunaan skor CRIB dan CRIB II terbatas untuk bayi dengan berat lahir
<1500 gram dan usia kehamilan <32 mingggu. Pemeriksaan laboratoium pada
skor CRIB harus dikerjakan dalam 12 jam pertama kehidupan agar jumlah skor
diperoleh valid. Skor SNAP II dan SNAPPE II merupakan penyederhanan dari
skor Score for Neonatal Acute Physiology (SNAP). Skor SNAP terdiri dari
variabel klinis dan laboratorium yang harus diperiksa dalam 24 jam setelah
neonatus dirawat. Variabel klinis terdiri dari tekanan darah, laju pernafasan,
denyur nadi, kejang dan suhu tubuh. Pemeriksaan laboratorium terdiri dari
pemeriksaan darah rutin, nilai analisis gas darah (pH serum, nilai bikarbonat, rasio
PO2/FiO2,PO2,PCO2), elektrolit (Natrium, kalium, kalsium total dan kalsium
terionisasi, fungsi ginjal, bilirubin indirek dan direk, gula darah sewaktu dan feses
guaiac (Dorling et al., 2005).
Pada skor SNAPPE II dan SNAP II disebutkan bahwa bayi KMK
berkontribusi dalam meningkatkan risiko kematian, tetapi seberapa besar risiko
kematian pada bayi KMK masih belum diketahui. Sistem skor yang sudah ada
hanya dapat diaplikasikan pada RS yang memiliki fasilitas untuk pemeriksaan
laboratorium seperti nilai AGD, feses guaiac dan elektrolit, sehingga sistem
skoring tersebut tidak dapat digunakan di fasilitas kesehatan atau RS dengan
fasilitas terbatas.
3
Sejauh ini jumlah NICU di negara berkembang seperti Indonesia masih
sangat terbatas dan hanya terdapat di rumah sakit-rumah sakit besar, sehingga
penggunaaan sarana ini diharapkan efektif dan efisien. Salah satu cara
meningkatkan keefektifan dan efisiensi penggunaan fasilitas NICU adalah dengan
memilih bayi-bayi yang memang memiliki prognosis untuk hidup lebih besar
sehingga dapat menekan kematian bayi.Penggunaan sistem skoring dengan
menggunakan parameter yang sederhana dan mudah diterapkan dapat membantu
memprediksi bayi-bayi KMK yang mempunyai prognosis buruk.Penelitian ini
bermaksud untuk menyusun skor prediksi kematian pada bayi KMK sehingga
diharapkan dapat membantu dalam manajemen bayi KMK dan menurunkan angka
kematian bayi KMK.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun skor prediksi kematian pada
bayi KMK.
1.3 Manfaat
1.
Bidang Pendidikan
Menambah informasi dan pengetahuan mengenai penyusunan skor
prediksi kematian pada bayi KMK.
2.
Penelitian
Sebagai salah satu dasar penelitian dan pengembangan penelitian
tentang bayi KMK secara umum dan tentang tata laksana serta luaran bayi
KMK pada khususnya.
4
3.
Pelayanan Masyarakat
Skor prediksi yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat
membantu meningkatkan tata laksana bayi KMK dan memperbaiki luaran
bayi KMK.
1.4 Keaslian penelitian
Penelitian-penelitian terkait faktor prediksi kematian pada bayi KMK dan
sistem skoring guna memprediksi kematian pada neonatus telah banyak
dilakukan.
Tabel 1.1. Penelitian-penelitian tentang faktor prediksi kematian pada bayi
KMK.
No
1.
Peneliti dan lokasi
Katz et al., 2014
Desain penelitian
Kohort
retrospektif
46 referensi populasi dari
negara dengan pendapatan
tinggi, sedang dan rendah.
Deskriptif dengan
berbasis
rumah
sakit
(Hospital
based descriptive
study)
Kohort
retrospektif
Data bayi 722 KMK
(januari 2009-Desember
2010)
mengenai
cara
persalinan, usia ibu, berat
lahir dan usia kehamian
415
bayi
BBLER
dilakukan
subgrup
berdasarkan
usia
kehamilan dan persentil
berat badan
Bayi kurang bulan (<32
minggu, 32-34 minggu,
<37 minggu, bayi KMK
(kurang dari persentil ke10) dan bayi KMK dan
kurang bulan
Amerika serikat
2.
Bano et al., 2013
Boston dan Pakistan
4.
Yu Joon et al., 2011
Seoul, Korea
5.
Katz et al., 2013
Asia,
Afrika
Amerika Latin
Systematic review
dan
Subyek
Hasil
Prevalensi bayi KMK di Nepal sebesar
10,5%-72,5% dan di India 12%-78,4%.
Bayi KMK perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki.
Kematian bayi KMK yang kurang bulan lebih
tinggi dibandingkan dengan bayi cukup bulan
dan SMK.
Insidensi bayi KMK meningkat pada tahun
2010 dibandingkan 2009 (13,13% vs 10,76%)
Jumlah kelahiran bayi KMK lebih tinggi di
Pakistan dibandingkan negara di barat
Angka kematian bayi KMK yang sangat kecil
(VSGA) lebih tinggi dibandingkan bayi KMK dan
SMK (P=0.020 dan P=0.012)
Risiko kematian pada bayi kurang bulan
sebesar 6,82 (95%CI 3,56-13,07) pada periode
neonatus dan 2,5 (95%CI 1,48-4,22) pada
periode setelah neonatus.
Risiko kematian pada bayi KMK sebesar 1,83
(95%CI 1,34-2,50) pada periode neonatus dan
1,9 (95%CI 1,32-2,73) pada periode setelah
neonatus.
Risiko kematian pada bayi yang kurang bulan
dan KMK lebih tinggi dibandingkan
kelompok keduanya RR 15,42 (95%CI 9,1126,12)
5
6.
Granovsky et al.,
2012
Population-based
study,
Kohort
retrospektif
Israel
7.
Bardin et al., 1997
Kohort
retrospektif
Israel
8.
Sharma et al., 2004
Kohort
retrospektif
Amerika Serikat
Bayi BBLSR dari tahun
1995-2007 dengan usia
kehamilan 24-31 minggu,
dengan berat lahir
dikelompokkan menjadi 4
kelompok, yaitu <p3%,
antara p3% dan 10%,
antara p 10%-25% dan
antara p25%-50%
Bayi KMK dan SMK
dengan usia kehamian
antara 24 dan 26 6/7
minggu.
2487 bayi yang lahir tanpa
kelainan kongenital
dengan usia kehamilan ≤
36 minggu dan dirawat di
NICU RS John Dempsey
antara Januari 1992Desember 1999
Bayi dengan berat lahir antara p3-10% risiko
tinggi ROP grade 3 (OR=2,07:95% CI 1,542,78), BPD (OR=2,52:95% CI 2,03-3,12),
NEC (OR=1,32:95% CI 1,04-1,68) dan
bahkan kematian (OR=2,37:95% CI 1,942,90). Risiko makin meningkat pada bayi
dengan berat lahir <p3%.
Kejadian sindrom distres nafas sama pada
kedua kelompok
Bayi KMK lebih banyak mengalami penyakit
paru kronik (65% vs 32%), PDA (54% vs
12%), penggunaan oksigen daam jangka
waktu lama (65% vs 32%)dan lama perawatan
di rumah sakit dibandingkan pada kelompok
bayi SMK (94 hari vs 68 hari)
Bayi KMK juga lebih banyak menderita ROP
stage 3 dibandingkan bayi SMK (65% vs
12%)
Setelah dilakukan kontrol usia kehamilan,
didapatkan bayi KMK memiliki risiko
kematian yang lebih tinggi dibandingkan bayi
SMK (OR 3,1 dan P=0,02)
Bayi KMK juga berisiko terjadi penyakit paru
kronik (OR=2,2 dan P=0,01) dan memiliki
lama perawatan di RS yang lebih panjang.
Tabel 1.2. Penelitian-penelitian tentang skor prediksi kematian neonatus.
No
Peneliti dan lokasi
Desain penelitian
Subyek
1.
Sarquis et al., 2002
Kohort prospektif
100 bayi lahir dengan berat
lahir < 1500 gram dan usia
kehamilan < 31 minggu
dan dirawat di NICU di
Parana, Brazil antara 1 mei
1998-11 Juni 1999.
113 bayi kahir kurang
bulan yang dirawat di
NICU di Kairo
Brazil
2.
Ezz-Eldin
et
al.,
Kohort prospektif
Mohkan M et al.,
Kohort prospektif
Bayi yang dirawat di
NICU antara maret 2006Mei 2009
Kohort prospektif
Bayi yang dirawat di
NICU RSUP Hasan
Sadikin antara agustusNovember 2008
248 bayi yang lahir di
NICU dalam 48 jam
kelahiran.Antara tahun
Januari 2012- Juli 2013.
Dirawat di NICU
Bangalore, India.
2015
Kairo
3.
2010
Iran
4.
Thimoty et al., 2009
Indonesia
5.
Harsha
SS
dan
Archana BR, 2015
India
Kohort
retrospektif
Hasil
Skor CRIB memiliki luas area dibawah kurva
ROC yang lebih baik dalam memprediksi
kematian bayi yang dirawat di NICU
dibandingkan dengan berat lahir dan usia
kehamilan.
Skor CRIB II dapat digunakan dalam
memprediksi kematian pada bayi kurang
bulan dengan berat lahir rendah. Skor CRIB II
lebih baik dibandingkan dengan usia
kehamilan atau berat lahir dalam memprediksi
kematian pada bayi kurang bulan
CRIB, CRIB II, SNAP, SNAP II dan SNA-PE
dapat digunakan sebagai sistem skoring dalam
memprediksi kematian bayi yang dirawat di
NICU. Skor SNAP dapa memprediksi
kematian lebih baik dibandingkan skor
lainnya.
SNAPPE II dapat digunakan untuk
memprediksi kematian neonatus yang dirawat
di NICU di negara berkembang.
Skor SNAPPE II dapat digunakan untuk
memprediksi kematian neonatus yang dirawat
di NICU di India.
Skor SNAPPE II tidak dapat digunakan untuk
memprediksi morbiditas pada neonatus
6
Sistem skoring untuk memprediksi kematian pada bayi baru lahir telah
banyak dikembangkan dan dilakukan validasi, tetapi sistem skoring tersebut
memiliki keterbatasan pada berat lahir, usia kehamilan dan ketersediaan
pemeriksaan penunjang pada beberapa negara. Oleh karena itu, perlu dibuat
sistem skoring untuk memprediksi kematian pada bayi KMK dengan parameter
yang lebih sederhana.
7
Download