PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA REPRESENTASI MOD SEBAGAI GAYA HIDUP DI KOMUNITAS “BEAT BOYS” BANDUNG Penelitian Culture Studies dengan Pendekatan Interaksionisme Simbolik SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Ilmu Komunikasi Oleh : Gita Khalida 10080006041 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG KAJIAN JURNALISTIK 2010 LEMBAR PENGESAHAN REPRESENTASI MOD SEBAGAI GAYA HIDUP DI KOMUNITAS “BEAT BOYS” BANDUNG Studi Kualitatif Analisis Interaksi Simbolik dengan Pendekatan Culture Studies Disusun Oleh: Gita Khalida 10080006041 Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik Menyetujui Pembimbing Ferry Darmawan, S. Sos., M.Ds Mengetahui Ketua Bidang Kajian Jurnalistik FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI Ema Khotimah Dra., S.Pd., M.Si. Arahkanlah wawasanm mu lurus-lurus dengan bertobat kepadaNya. Berrtakwalah kepadaNya, kerjakannlah shalat dan janganlah kamu menjadi golongaan orangorang yang muusyrik! Yaitu golongan orang-orang yang memeccah belah agamanya menjadi beeberapa aliran, tiap-tiap golongan merasa banggga dengan aliran yang ada pada mereka.Ar-Ru um:31-32 ABSTRAK Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan antara satu pihak dan pihak lainnya, yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana, dimulai dengan sejumlah ide-ide yang abstrak dalam otak seseorang untuk mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak langsung menggunakan bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau kode tulisan. Fenomena-fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda budaya tampaknya semakin rumit sejalan dengan semakin beraneka ragamnya konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup, kelompok rujukan, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang berkembang. Gaya hidup yang berasal dari luar negeri misalnya, dapat dianut oleh orang-orang di Indonesia seperti gaya hidup Mod. Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya (sumber). Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Gaya hidup yang dilakoni anak muda di Bandung pun ada beberapa macam, seperti gaya hidup Mod yang dilakoni oleh komunitas “Beat Boys”. Mod adalah (diambil dari kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda dikalangan working class yang berkembang pada akhir 1950-an di Inggris dengan obsesi terhadap fashion musik dan skuter. Komunitas “Beat Boys” adalah komunitas yang melakoni Mod sebagai gaya hidup yang terbentuk tanggal 29 Maret 2008. Penelitian ini memfokuskan diri pada gaya hidup komunitas “Beat Boys”, penulis melihat dari sudut pandang gaya hidup komunitas “Beat Boys” yang memiliki banyak makna dan kode didalamnya dan terpacu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai kehadiran gaya hidup Mod dalam komunitas “Beat Boys”. Berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, formasi permasalahan yang diajukan penulis pada penelitian ini adalah “Representasi Mod sebagai Gaya Hidup di Komunitas “Beat Boys” Bandung”, sedangkan tujuan penelitian yang ingin diketahui adalah bagaimana gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung, bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung, dan bagaimana pesan simbolik yang dipergunakan oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung dalam mengaplikasikan gaya hidup mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interaksi simbolik. Key informan, sebagai kunci untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi kepustakaan sebagai penguat data lapangan yang berkaitan dengan representasi gaya hidup Mod komunitas “Beat Boys”. Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunitas “Beat Boys” mempunyai tiga elemen utama dalam melakoni gaya hidup Mod, yaitu fashion, musik, dan skuter. Komunitas “Beat Boys” mempunyai kualitas komunikasi dalam dan meluas, dalam artian menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menampakan perilaku dalam suasana privat sekalipun. Pesan simbolik yang ingin disampaikan dengan menggunakan atribut Mod adalah perlawanan simbolik terhadap tatanan kelas yang berkuasa. Presentasi-diri yang ingin diperlihatkan dari penggunaan ketiga atribut Mod tersebut menandai satu sama lainnya siapa dan apa mereka dan situasi-situasi yang mereka masuki, dan perilaku-perilaku berlangsung dalam konteks identitas sosial, makna, dan definisi situasi. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim, Syukur alhamdullilah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya karena berkat pertolongan-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai syarat akhir untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Bandung. Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit bantuan moral maupun materiil yang telah penulis terima, yang sangat besar artinya dan merupakan bantuan yang tak ternilai harganya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dorongan dari pihak lain, penulisan skripsi ini tidaklah mungkin dapat dengan cepat terwujud. Sungguh sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata sebagai ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan hingga selesainya penulisan skripsi ini, namun pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Allah SWT yang telah mengijinkan dan meridhoi penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi mengenai gaya hidup. 2. DR. O. Hasbiansyah Drs., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama ini bagi penulis. 3. Ferry Darmawan, S. Sos., M.Ds., selaku Dosen Pembimbing atas segala bantuan, bimbingan dan waktu yang diberikan, serta koreksi yang tak terhingga nilainya yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi selama ini. 4. Ema Khotimah Dra., S.Pd., M.Si., selaku Ketua Bidang Kajian Jurnalistik, yang telah banyak memberikan gambaran dan arahan bagaimana ruang lingkup kerja kajian Jurnalistik. 5. Hj. Kiki Zakiah Dra,.M.Si selaku selaku Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan, masukan serta dorongan selama masa perkuliahan pada penulis. 6. Para dosen penguji pada pelaksanaan sidang komprehensif dan sidang skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan kelancaran pada penulis pada saat jalannya sidang, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 7. Seluruh Pimpinan Fakultas Ilmu Komunikasi beserta segenap staff pengajar dan staff administrasi yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan di Bidang Kajian Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung. 8. A Uki, A Wino, A Uge, A Daud, dan Kumbang yang telah mengijinkan penulis melakukan aplikasi dan riset tentang gaya hidup Mod dan segenap crew “Beat Boys” lainnya. 9. Pa. Gustaff yang telah membantu penulis menamabah referensi tentang gaya hidup. 10. My beloved parents Mamam Ike dan Babap Benny yang telah memberikan doanya, kasih sayangnya juga dorongan yang tak ternilai kepada penulis. 11. My two funny fairy Taci dan Tasa yang selalu membuatku tertawa dan mau mendengarkan kisahku. 12. Keluarga besar Soedarbo dan Goembira atas segala do’a dan dukungannya. 13. Culin, Osiie, Upiw yang selalu menemani, membantu, berbagi semuanya disetiap harinya. 14. Geng Ceriwis Kikiw, Momon, Lili, Dindut, Ade, Ebhel, Donna, Ateh, Adut yang telah menemaniku semenjak Taaruf sampai sidang skrpsi tak lupa Vira dan Tweety yang sekarang menghilang entah kemana. 15. Untuk teman-teman kuliah yang lain semenjak semester pertama hingga sekarang, juga Sarah yang telah bersama-sama menempuh seminar, wawancara, dan sidang UP bersama. 16. Untuk semua orang yang aku sayang dan sayang aku. 17. Lagu-lagu, laptop dan USB yang membantu pengerjaan skripsiku. Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama mendapat balasan dari Allah SWT..Amien.. Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam penulisan selanjutnya dapat lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmiah bagi yang memerlukan membutuhkan…amiien. Wassalammu’alaikum Bandung, Juli 2010 Penulis, Gita Khalida dan DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN MOTTO ABSTRAKSI KATA PENGANTAR …………………………………………………………i DAFTAR ISI……………………………………………………………………iv BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………11 1.3 Identifikasi Masalah…………………………………………………11 1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………12 1.5 Kegunaan Penelitian………………………………………………...12 1.6 Alasan Pemilihan Masalah…………………………………………..13 1.7 Pengertian Istilah…………………………………………………… 14 1.8 Kerangka Pemikiran………………………………………………... 16 1.9 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………. 22 1.10 Waktu Penelitian……………………………………………….. 23 1.11 Validitas dan Realibilitas………………………………………. 24 BAB II : KAJIAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Komunikasi ……………………………………………... 25 2.1.1 Hakikat Komunikasi………………………………………25 2.1.2 Definisi Komunikasi…………………………………….. 26 2.1.3 Fungsi Komunikasi……………………………………… 29 2.1.4 Konteks-konteks Komunikasi…………………………… 31 2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok………………………… 33 2.2.1 Definisi Komunikasi kelompok………………………….. 33 2.2.2 Kelompok Primer dan Sekunder……………………..….. 35 2.2.3 Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi................ 36 2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok .......................................................................................... 37 2.2.5 Karakteristik Komunikasi Kelompok.............................. 37 2.2.6 Komunitas........................................................................ 38 2.3 Tinjauan Gaya Hidup....................................................................... 39 2.3.1 Hakikat Tentang Gaya Hidup…………………………….…. 39 2.3.2 Definisi Gaya Hidup…………………………………...…… 41 2.3.3 Teori Gaya Hidup Menurut Adler........................................... 43 2.4 Teori Interaksionisme Simbolik....................................................... 46 2.5 Komunikasi Verbal……………………………………………….…….54 2.6 Komunikasi Non Verbal.................................................................. 59 2.6.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Nonverbal………..…..60 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN DAN OBJEK PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian……………………………………………………61 3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif…………………………………..64 3.2 Cultural Studies…………………………………………………………..67 3.3 Metodologi Interaksionis Simbolik………………………………………72 3.4 Objek Penelitian………………………………………………………….73 3.4.1 Sejarah Mod……………………………………………………73 3.4.2 Gaya Hidup Komunitas Mod………………………………….74 3.4.3 Komunitas “Beat Boys”………………………..……………. 80 BAB IV: PEMBAHASAN 4.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”………………………………..….86 4.1.1 Tiga Elemen Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”….……....90 4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys”………………………………95 4.3 Pesan Simbolik Komunitas “Beat Boys”……………………………..…99 4.4 Validitas dan Realibilitas………………………………………………...103 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……………………………………………………………..106 5.1.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”…………………….…106 5.1.2 Pola Komunikasi yang Dibangun Komunitas “Beat Boys”..106 5.1.3 Pesan Simbolik yang digunakan Komunitas “Beat Boys”....107 5.2 Saran………………………………………………………………….....107 5.2.1 Saran bagi Penulis Lain……………………………………...107 5.2.2 Saran bagi Komunitas “Beat Boys”……………………..…..108 DAFTAR BAGAN………………………………………………………….…..vi DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………vii DAFTAR TABEL…………………………………………………………….…ix DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….…x LAMPIRAN DAFTAR BAGAN • Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran (data penulis) DAFTAR GAMBAR • • • • • • • • • • • • • • Gambar 1.1 Lambang Mod (sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%29) Gambar 3.1 Visualisasi Gaya Hidup komunitas Mod di Inggris 1960-an (http://theinvisibleagent.wordpress.com/2009/05/03/1960s-vintagevespa/) Gambar 3.2 Lambang Mod (sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%29) Gambar 3.3 Beberapa Anggota Komunitas “Beat Boys” (http://www.facebook/beatboysindonesia.com) Gambar 4.1 Visualisasi Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys” (sumber: http://www.facebook/beatboysindonesia.com) Gambar 4.2 Ciri Khas Busana komunitas “Beat Boys” (sumber: http://www.facebook/beatboysindonesia.com) Gambar 4.3 Gig’s Sunny Sunday Afternoon (sumber: dokumentasi pribadi) Gambar 4.4 Kegiatan Komunitas “Beat Boys” (http://www.facebook/beatboysindonesia.com) foto 4.5.1 Lucky Airlangga, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) foto 4.5.2 Daud Fallahien, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi (foto 4.5.3 Erwino Sakti, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) foto 4.5.4 Geri Gilban Rizali, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi foto 4.5.6 Gustaff H. Iskandar, pengamat gaya hidup, salah satu penulis buku “resisensi Gaya Hidup, teori dan realitas, dokumentasi pribadi) (gambar 4.5.7 buku yang salah satu isinya ditulis oleh Gustaff H. Iskandar, http://www.belbuk.com/images ) DAFTAR TABEL • • • • • • 3.1 Perbandingan antara Perspektif Objektif dan Perspektif Subjektif dalam Mulyana, 2008: 147) Tabel 4.1 Gaya Hidup Komunitas Beat Boys dianalisis dengan Pendekatan Culture Studies (data penulis) Tabel 4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys” dengan analisis Komunikasi Kelompok (data penulis) Tabel 4.3 Bahasa “Slank” yang sering digunakan Komunitas “Beat Boys” (data penulis) Tabel 4.4 Pesan Simbolik Komunitas “Beat Boys” Dianalisis Menggunakan Pendekatan Interaksi Simbolik (data penulis) Tabel 4.5 tabel Validitas dan Realibilitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia semakin cepat berubah, dalam dua dasawarsa terakhir, perkembangan teknologi sudah sedemikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Salah satu hal yang berkembang pesat dan menjadi pemicu dari perkembangan yang ada adalah komunikasi. Dalam perkembangan terakhir, dimana dunia informasi menjadi sangat penting bagi aspek kehidupan, maka komunikasi pun akhirnya tidak dapat ditawar lagi dan menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Metode, fasilitas dan perangkanya pun sudah berkembang maju sedemikian modernya, sehingga sekarang dunia seakan tidak ada batasan lagi, manusia dapat berhubungan satu sama lain dengan begitu mudah dan cepatnya. Fenomena-fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda budaya tampaknya semakin rumit sejalan dengan semakin beraneka ragamnya konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup, kelompok rujukan, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang berkembang. Gaya hidup yang berasal dari luar negeri misalnya, dapat dianut oleh orang-orang di Indonesia seperti gaya hidup Mod. Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan antara satu pihak dan pihak lainnya, yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana, dimulai dengan sejumlah ide-ide yang abstrak dalam otak seseorang untuk mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak langsung menggunakan bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau kode tulisan. (http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/distorsi-pesan-dalam- sebuah-komunikasi/) Melalui komunkasi, gaya hidup akan mudah digeneralisasikan. Mod sebagai gaya hidup, misalnya. Gaya hidup yang berasal dari Inggris ini biasa diterapkan di Indonesia salah satunya adalah karena faktor komunikasi. Mod (diambil dari kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda dikalangan working class 1yang berkembang pada akhir 1950-an dengan obsesi terhadap fashion, musik, dan skuter. Mod terbentuk setelah golongan Teddy boys 2yang hilang ditelan jaman. Sebagai subkultur yang terus berkembang hingga kini, Mod terus bergerak. Gelombang pertama Mod pada tahun 1958 ditandai oleh fenomena para remaja yang menyadari keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok modern. Kultur Mod pada gelombang ini dimulai dengan penolakan sikap kampungan dan kasar dari selera tahun 50-an peninggalan Teddy Boys. Kata Mod adalah istilah yang meliputi beberapa sub-adegan yang berbeda. Terry Rawlings mengatakan sejarah subkultur Mod sulit untuk ditentukan, ia mengatakan subkultur sebagai “semi-rahasia misterius dunia”, manager The Who3, Peter Maeden 4meringkas dengan menggunakan istilah “Clean Living, Under Difficult Circumstances” (hidup bersih dalam keadaan sulit). Seiring ! "# $ The Who adalah grup musik rock Inggris yang dibentuk pada tahun 1964 % Terry Rawlings (lahir di London Inggris pada tahun 1933) dia adalah seorang editor film dan musik dengan beberapa nominasi BAFTA dan satu nominasi Academy Award. berjalannya waktu, kapasitas definisi Mod melebar hingga menyentuh elemenelemen lifestyle, fashion, musik, bahkan kendaraan yang dipakai. Mod sebagai gaya hidup mempunyai simbol-simbol yang dapat disampaikan. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya( Lull, 1998; lampiran) . Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Kode visual yang direpresentasikan seseorang akan dapat dianalisis dengan menggunakan interaksi simbolik, interaksi simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Simbolik berasal dari kata ’simbol’ yakni tanda yang muncul dari hasil kesepakatan bersama. Bagaimana suatu hal menjadi perspektif bersama, bagaimana suatu tindakan memberi makna-makna khusus yang hanya dipahami oleh orang-orang yang melakukannya, bagaimana tindakan dan perspektif tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi subyek, semua dikaji oleh para interaksionis simbolik. interaksi simbolik bertumpu pada penafsiran atas pemaknaan subyektif (simbolik) yang muncul dari hasil interaksi. Interaksi merupakan proses dan tepat makna, peran, peraturan, serta nilai budaya yang dijalankan. Individu bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self) yang bukan sebuah entitas psikologis, namun sebuah aspek dari proses sosial yang muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan proses interaksi tersebut bersifat simbolik, di mana makna-makna dibentuk oleh akal budi manusia. Semua interaksi antarindividu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol (komunikasi), dengan kata lain, melalui interaksi, kita membangun sebuah pemahaman yang fleksibel tentang diri sendiri-siapakah anda sebgai seseorang.(sumber : http//:[email protected]) Ketika seseorang mengidentifikasi dirinya dengan pertanyaan “siapakah saya?”, hal itu berkaitan erat dengan identitas diri, identitas sering kali didapatkan bukan melalui usaha perorangan, tetapi melalui usaha koletif kelompok dan timbal balik antara manusia. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Metodologi Penelitian Kualitatif, Deddy Mulyana, 2005: halaman). Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Adapun menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat Sementara komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil; jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar. Untuk meneliti apa itu Mod, penulis menganalisis menggunakan pendekatan cultural studies. Cultural studies mencoba menjelaskan tentang fenomena masyarakat kontemporer, dalam pengertian masyarakat informasi atau masyarakat kapitalisme lanjut. Misalkan beberapa tema yang dikaji adalah lifestyle, fashion, subculture, atau kelompok-kelompok monoritas. Asumsi yang digunakan dalam hal ini adalah adanya konflik ideologi atau identitas di masyarakat. Dalam situs http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewArticle/17678 Perhatian Cultural Studies mengenai budaya populer berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : Pertama, narasi Cultural Studies berupaya untuk mengeksplorasi bagaimana dan mengapa bentuk-bentuk budaya tertentu berkembang dan diterima dalam hubungan sosial kontemporer Kedua, narasi Cultural Studies berusaha mengeksplorasi bagaimana hegemoni kelompok dominan, posisi dan fungsinya dalam dunia produksi berkembang dan bergerak (Gramsci, 1971:12). Ketiga, asumsi tentang betapa perlunya untuk menyingkap bagaimana hubungan hegemoni yang baru bisa dipraktekkan di masa yang akan datang, bagaimana kelompok dan kelas subordinat bisa menjadi bagian dominan dan integral dari hegemoni yang baru. Keempat, sebagai konsekuensi tiga poin di atas adalah adanya kecenderungan Cultural Studies untuk memberikan perhatian pada persoalan politik praktis yang seringkali mengambil tindakan simpatik terhadap praktisi budaya yang dapat diidentifikasikan sebagai bentuk resistensi terhadap hubungan dominasi dan kepemimpinan yang ada. Komunitas Mod mempunyai gaya berpakaian mereka sendiri yang diistilahkan sebagai neoitalian style5. Sebuah gaya berpakaian rapi dilengkapi dengan tatanan rambut rapi, klimis ataupun cepak. Meskipun gaya berpakaian tiap generasi di berbagai jaman selalu berbeda-beda, satu hal pasti yang menjadi pegangan bagi kaum mod adalah memperhatikan fashion secara stylish. Idealisme fashion ini kemudian bertahan hingga saat ini dengan berbagai penambahan dan penyesuaian sesuai selera tiap generasi. Seperti halnya gaya hidup lain, Mod mempunyai cara berpakaian sendiri. Pelaku Mod berpakaian sangat rapi dan necis dengan setelan jas buatan italia, sepasang sepatu brogues6, parka (semacam mantel untuk berkendaraan), Harrington dan menggunakan skuter (biasanya bermerk Lambretta dan Vespa). Mereka biasanya menghabiskan waktu luang di cafe-cafe seputaran London, sambil mendengarkan musik beraliran northern soul, RnB, mods dan ska.7 Karena gaya hidup Mod sangat-sangat mengajar fesyen terutama merek-merek tertentu seperti kemeja jaytex, fredperry, adidas, Ben Shermen, Baracuta, Merc London dsb. Kesemua merk tersebut diidentikan dengan gaya hidup mod, karena merk tersebut berkembang seiring dengan perkembangan gaya hidup Mod. Ide dasar dari Mod adalah bagaimana caranya untuk terlihat bergaya seperti kaum borjuis. Dari sekadar penggemar dan pengcover lagu–lagu R&B, mod meledak menjadi semacam identitas nasional kaum muda Inggris ketika mereka mampu mengeksplorasi dan mendefinisikan kembali R&B ke dalam bentuk yang lebih & '( ) * + ,-.&/* 0* 1223 liar dan maksimal serta melahirkan band–band seperti The Kinks8, The Small Faces9, dan terutama setelah The Who mengeluarkan poster–poster bergambar target peluru berjargon “Maximum R&B” dan merilis singel pertama “Can’t Explain” disusul oleh singel “Anyway, Anyhow, Anywhere” serta album My Generation yang memuat tembang dahsyat “My Generation”, semuanya di tahun 1965. The Who dianggap sebagai pahlawan kaum mod, karena band yang diotaki oleh Pete Townshend pada gitar, John Entwistle (meninggal pada 2002) pada bass, Keith Moon (meninggal pada 1978) sebagai powerful drummer dan sang vokalis karismatik Roger Daltrey selain mampu meramu dan mantransformasikan kembali akar musik R&B ke dalam bentuk yang lebih segar dan megah juga berjasa memperkenalkan berbagai atribut kaum mod kepada dunia. Misalnya, memakai skuter lengkap dengan empat spion atas dan bawah dalam cover album mereka (Quadrophenia) dls. Kemampuan mod untuk menjadi sebuah subkultur dan terus bertahan dalam tiap pergantian masa generasi, karena mod tidak melulu mendasarkan diri pada genre musik melainkan juga mampu mewariskan berbagai elemen yang penting bagi perkembangan life style, terutama bagi kalangan muda. Mod dikenal karena memperkenalkan penggunaan skuter seperti vespa atau Lambretta (salah satu kaum mod kemudian mengmabil merek ini sebagai nama band mereka, The Lambrettas) sebagai alat transportasi mereka. Pada 4 (567 388.)% . 9(7: .)&.).: ,37 --1 .)& awalnya pilihan atas alat transportasi ini karena pada zaman itu di Inggris alat transportasi umum seperti bus hanya ada sampai sore, yang membuat para kaum muda yang harus keluar rumah membutuhkan transportasi yang lebih murah dari mobil, juga karena kebanyakan komunitas Mod berasal dari kalangan kelas pekerja yang hanya bisa hang out pada malam harinya. Pilihan atas skuter ini juga didasarkan atas pertimbangan fashion, karena skuter dapat dimodifikasi sedemikian rupa, hingga terlihat stylish. Era 60-an pemerintah Inggris mewajibkan setiap motor untuk dilengkapi dengan minimal 1 (satu) buah kaca spion, kaum mod justru menjawabnya dengan memasang 4, 6 bahkan 32 kaca spion atas dasar tuntutan pemiliknya. Hal ini juga yang membuat perbedaan mendasar dengan kaum rockers besar sebagai 10 yang lebih memilih motor sport atau motor alat transportasi mereka. Selain itu, Mod juga dikenal karena identik dengan lambang lingkaran (target) berwarna biru, merah dan putih. Lambang ini sebenarnya diambil dari emblem identitas Royal Air Force (RAF), Angkatan Udara Inggris. Secara historis, lambang ini pun tidak sepenuhnya berasal dari RAF, melainkan justru terinspirasi dari bendera Prancis (perhatikan saja pilihan warna lingkaran tersebut). Berawal dari Perang Dunia I, di mana lambang Union Jack 11 Inggris yang terdapat pada sisi pesawat mereka sekilas tampak sama dengan lambang salib Jerman, musuh mereka. Sehingga dipandang perlu untuk memakai lambang lain untuk menghindari insiden salah tembak. / 3 0- ( Lambang ini kem mudian menjelma menjadi bagian dari pop artt 12 ketika pelukis Jasper Jhons menngangkatnya sebagai tema lukisan. Lukisan targget inilah yang kemudian dipakai oleh The Who dalam berbagai tema fashionn mereka, sehingga kemudian dibaaptis sebagai salah satu lambang identitas kauum mod. Penggunaan lambang ini oleh The Who salah satunya lebih dikarenakann strategi untuk mengangkat rasa bbangga sebagai warga negara Inggris. Oleh kkarena itu lambang ini pun sering diigunakan bersama–sama dengan bendera Union Jack. Gambar 1.1 Lambang Mod (Gambar 1.1, Lambang Mod, sum mber : http://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%29) Komunitas Beatbboys sendiri berdiri tepatnya 29 Maret 2008. Kendati begitu, kebiasaan kumpu ul-kumpul pengguna Vespa dan Lambretta13 inni, sudah berlangsung sejak lima tahun sebelumnya. Awalnya berangkat dari hhobi yang sama pada Vespa dan Lambretta, tetapi kemudian bersepakat meembentuk komunitas. Eksistensi BeatB Boys adalah untuk meluruskan kultur skutter yang melenceng. Di Indonesia, khususnya Bandung, komunitas Mod suudah ada ! ;; < ;; 5)/* 1 37 => 3 ( $ 7 ?( semenjak tahun 90-an akhir. Pertama kali muncul di Jakarta. Lalu sekitar tahun 2003, kemunculannya di Bandung berawal dari komunitas soul scooter yang sering berkumpul di toko Emperor14. Beat Boys mempunyai arti “hentakan anak muda”. Meski komunitas ini mengadopsi konsep dan gaya hidup kaum Mod, tidak otomatis meninggalkan tradisi Indonesia. Di satu sisi, mereka mengambil spirit kaum Mod, tak lain kaum muda yang penampilan dan dandanannya selalu rapi. Di sisi lain, spirit itu mencoba diadaptasikan dalam keindonesiaan. Misalnya, kaum Mod cenderung menolak komunitas lain dari kalangan hedonis Inggris. Akan tetapi, Beatboys tetap mencoba adaptif dengan komunitas lain walau tidak harus menanggalkan sikap dan filosofi yang mereka pegang. Pesan yang ingin disampaikan dari gaya hidup Mod adalah mereka menganggap Mod sebagai cara hidup atau way of life. Mod adalah sebuah kultur yang berpikir modern, dapat menerima pemikiran-pemikiran atau kultur baru dari mana saja, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mempunyai semangat penampilan dan dandanan yang selalu rapi, serta tidak lupa penyamarataan kelas, dalam artian penyeragaman kelas, tidak membeda-bedakan status sosial. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana Komunitas “Beat Boys” Bandung merepresentasikan Mod sebagai gaya hidup? % 5 7 1 1.3 Identifikasi Masalah Selanjutnya, rumusan masalah diatas dapat dibuat pernyataan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung? 2. Bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung? 3. Bagaimana pesan simbolik yang dipergunakan oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung dalam mengaplikasikan gaya hidup mereka? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung 2. Untuk mengetahui pola komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung 3. Untuk mengetahui pesan simbolik yang dipergunakan oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung dalam mengaplikasikan gaya hidupnya. 1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Teoritis • Penulis berharap penelitian ini nantinya dapat berguna bagi ilmu komunikasi secara khusus dan ilmu sosial secara umum, terutama dengan menggunakan teori interaksi simbolik melalui pendekatan culture studies • Mengembangkan ilmu komunikasi khususnya pada teori interaksi simbolik dalam perspektif budaya komunitas “Beat Boys”, karena komunitas “Beat Boys” adalah sebuah komunitas yang diadaptasi dari komunitas Mod yang tumbuh pertama kalinya di masyarakat Inggris, serta mengimplementasikan teori ke dalam realitas. • Memberikan gambaran bagaimana gaya hidup dapat menjadi salah satu sarana komunikasi • Memberikan pemahaman mempresentasikan ide-idenya bagaimana berdasarkan seorang atas penulis fenomena disekitarnya 1.5.2 Kegunaan Praktis Penulis harapkan hasil analisis interaksi simbolik dengan pendekatan culture studies dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca bahwa gaya hidup Mod dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda serta mudah-mudahan pembaca mendapatkan pelajaran dari uraian yang penulis buat, agar bisa diambil maknanya, baik dan buruknya, juga memperkaya wawasan kita khususnya dalam wacana gaya hidup. 1.6 Alasan Pemilihan Masalah Penulis memiliki beberapa alasan dalam memilih masalah, sebagai berikut : 1. Pada saat ini gaya hidup semakin berkembang sehingga sangat menarik untuk diamati dan dianalisis bagaimana suatu gaya hidup dapat muncul dan diminati. Mod merupakan gaya hidup yang tersegmentasi yang menarik untuk diteliti. 2. Gaya hidup adalah suatu hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Mod sebagai gaya hidup merupakan sesuatu yang sangat penting mengingat bahwa penerapan suatu gaya hidup akan memberikan akibat baik atau buruk bagi orang yang bersangkutan. 3. Menerapkan Mod sebagai gaya hidup merupakan pilihan bagi orangorang atau komunitas tertentu sehingga perlu untuk dianalisis. 1.7 Pengertian istilah 1. Mod adalah (diambil dari kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda dikalangan working class yang berkembang pada akhir 1950an engan obsesi terhadap fashion, musik dan skuter. Mod terbentuk setelah golongan teddy boys yang hilang ditelan jaman. Sebagai subkultur yang terus berkembang hingga kini, Mod terus bergerak. Gelombang pertama Mod pada tahun 1958 ditandai oleh fenomena para remaja yang menyadari keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok modern. Kultur Mod pada gelombang ini dimulai dengan penolakan sikap kampungan dan kasar dari selera tahun 50-an peninggalan Teddy Boys. 2. Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya. .(James Lull, 1998; lampiran) 3. Culture Studies mencoba menjelaskan tentang fenomena masyarakat kontemporer, dalam pengertian masyarakat informasi atau masyarakat kapitalisme lanjut. Misalkan beberapa tema yang dikaji adalah lifestyle, fashion, subculture, atau kelompok-kelompok monoritas. Asumsi yang digunakan dalam hal ini adalah adanya konflik ideologi atau identitas di masyarakat.(John Storey, 13;2008) 4. Identitas adalah istilah ini, dari sudut budaya, mengacu pada rasa memiliki, rasa aman, rasa diakui, dan rasa berarti yang dapat dirasakan oleh seseorang sebagai anggota suatu kelompok yang terikat bersama oleh nilai dan gaya hidup yang sama.(James Lull, 1998; lampiran) 5. Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak.(James Lull, 1998; lampiran) 6. Subkultur adalah sekelompok orang yang mempunyai nilai dan gaya hidup berbeda dari budaya dominan atau yang merupakan arus utama, dan dengan cara demikian menyatukan kelompok itu dan menciptakan identitas bagi para anggotanya. Subkultur dapat melingkupi seluruh atau sebagian cara hidup, dapat bertentangan dengan budaya arus utama atau hidup berdampingan dengannya sebagai sebuah alternative yang melengkapi, tidak-menentang. .(James Lull, 1998; lampiran) 7. Interaksi Simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. (Deddy Mulyana, 2008:68) 1.8 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran yang menjadi dasar acuan dan titik tolak penulis sebelum melakukan penelitian. Untuk itu, kegunaan kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian sangatlah penting. Pada penelitian ini penulis mencoba meneliti mengenai interaksi simbolis gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung. Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran (data penulis) Dari sekian banyak pengertian komunikasi yang ada, ada beberapa pengertian komunikasi yang dirasa sesuai dengan penelitian penulis. Diantara sekian banyak pengertian komunikasi, pengertian komunikasi yang dirasa sesuai adalah pengertian komunikasi dari Tubbs dan Moss, dalam pengertiannya mendefinisikan komunikasi sebagai : “proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih.” Sedangkan Gudy Kunst dan Kim mendefinisikan komunikasi sebagai “proses transaksional, simbolik yang melibatkan pemberian makna antara orangorang.” (Mulyana, 2005: 59). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa objek penelitian ini adalah interaksi simbolik gaya hidup komunitas “Beat Boys”, jadi penulis melihat gaya hidup komunitas Mod “Beat Boys” lewat perspektif interaksi simbolik. Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya. (James Lull, 1998; lampiran) lingkungan tempat seseorang berinteraksi dengan yang lainnya karena mempunyai kesamaan gaya hidup. Gaya hidup seseorang berlangsung dalam sebuah komunitas, individuindividu sebagai bagian dari struktur sosial (kelompok) cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain. Salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat dapat berhubungan, adalah dengan menjalin komunikasi secara terbuka (mempunyai ketertaikan yang sama terhadap suatu hal). Menurut Weber, tindakan bermakna sosial sejauh, berdasarkan makna subjektifnya yang diberikan oleh individu atau individu-individu, tindakan itu mempertimbangkan perilaku yang lain dan karenanya diorintasikan dalam penampilannya. (dalam Mulyana, 2008: 61) Dalam suatu kelompok, pasti ada interaksi yang terjadi, jadi dapat dipastikan pula ada komunikasi yang terjadi di dalamnya. Adapun menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama, sedangkan kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Manusia adalah makhluk sosial. Hampir semua yang kita lakukan dalam kehidupan kita berkaitan dengan orang lain. Ketimbang memandang perilaku sosial sebagai produk interaksi, teori sosial memusatkan perhatian pada kualitas alamiah yang terkandung dalam individu manusia. Teori sosial mempunyai sub teori, yaitu teori tindakan, teori tindakan menekankan pentingnya kebutuhan untuk memusatkan perhatian pada kehidupan sosial tingkat mikro, cara individu berinteraksi satu sama lain dalam kondisi sosial secara individual, bukan tingkat makro yakni cara seluruh struktur masyarakat memengaruhi perilaku individu. Para ahli dalam teori tindakan berpendapat bahwa kita sebagai tidak boleh berpikir tentang masyarakat sebagai struktur-struktur yang sudah ada, yang tidak tergantung pada interaksi individual. Bagi teori tindakan, masyarakat adalah hasil akhir dari interaksi manusia, bukan penyebab. (dalam Jones, 2009: 24). Teori tindakan menekankan bahwa kita memutuskan apa yang kita lakukan sesuai dengan interpretasi kita mengenai dunia di sekeliling. Lebih banyak hal yang dibicarakan tentang tindakan sosial daripada interpretasi terhadap tindakan. Dalam kehidupan, ketika kita berinteraksi dengan orang lain, mereka ingin kita mencapai interpretasi tertentu dari tindakan mereka – mereka ingin kita berpikir satu hal tentang mereka bukan hal yang lain. Simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna. Interaksi simbolik merupakan suatu faham yang menyatakan bahwa setiap hakekat terjadinya interaksi sosial antara individu dan antar individu dengan kelompok, kemudian kelompok dengan kelompok dalam masyarakat, ialah karena komunikasi, suatu kesatuan pemikiran di mana sebelumnya peda diri masing-masing yang terlibat berlangsung internalisasi.(Effendy : 1989,352). Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa kita mengguankaan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita pikir siapa kita” (konstruksi citra diri). Berarti, citra diri – kesadaran identitas kita – adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Kita bertemu dengan banyak orang, semua menanggapi kelakuan kita sesuai dengan simbolisasi yang kita bangun. Mereka menginterpretasikan perilaku kita sesuai dengan bukti yang tersedia bagi mereka, kemudian mereka bertindak kepada kita berdasarkan interpretasi tersebut ( Jones, 2009:142 ). Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut : Pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Mereka merespons lingkungan, termasuk objek fisik dan objek sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Apa saja bisa dijadikan simbol, dan karena itu hubungan logis antara nama atau simbol dengan objek yang dirujuknya. Melalui penggunaan simbol itulah, manusia dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia. Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. (dalam Mulyana, 2008: 71-72) George Ritzer (dalam Mulyana, 2008:73) meringkaskan teori interaksi simbolik ke dalam prinsip-prinsip, sebagai berikut : 1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berfikir. 2. Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh interaksi sosial. 3. Dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yang berfikir. 4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia. 5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi. 6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain, kamampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relative, dan kemudian memilih salah satunya. 7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk kelompok dan masyarakat. Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme simbolik adalah fenomenologi. Namun, dibanding penelitian naturalistik dan etnografi yang juga memanfaatkan fenomenologi, interaksonisme simbolik memiliki paradigma penelitian tersendiri. Model penelitian ini pun mulai bergeser dari awalnya, jika semula lebih mendasarkan pada interaksi kulturl antar personal, sekarang telah berhubungan dengan aspek masyarakat dan atau kelompok. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. (dalam Mulyana, 2008: 68). Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan pandangan orang lain sebagai orang yang sama-sama berinteraksi. Perilaku seseorang yang berinteraksi dapat dilihat dari bagaimana mereka mendefinisikan orang lain, situasi, objek, dan mendefinisikan diri mereka sendiri. Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka. Gaya hidup Mod, komunitas “Beat Boys” Bandung terjadi, karena para anggotanya mempunyai ketertarikan yang sama pada suatu hal, seperti musik, fashion, dan kendaraan. Karena dalam sebuah komunitas terdapat interaksi yang terjadi, pasti ada komunikasi yang berlangsung didalamnya. Komunikasi yang terjadi disinilah yang dapat dianalisis dengan perspektif interaksi simbolik, Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku manusia yang terpantul dalam komunikasi. Bahasa nonverbal yang sangat berkaitan dengan teori interaksi simbolik yang lebih menekankan pada makna mempunyai padanan dengan bahasa verbal. Dalam sebuah komunitas, karena kedekatan dan intensitas pertemuan yang mempunyai kuantitas, sering terdapat bahasa-bahasa verbal yang hanya kelompok tersebut mengerti yang menandakan kedekatan. 1.10 Teknik Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan : menggunakan buku-buku dan referensi lainnya yang relevan sebagai penunjang penelitian, mengumpulkan beritaberita dari media massa, seperti surat kabar, majalah, tabloid, sampai situs-itus di Internet. b. Wawancara : dalam penelitian ini diperlukan untuk mencari informasi seputar Mod sebagai gaya hidup dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian, dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan tidak menutup kemungkinan secara tulisan. Wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi.Disini penulis melakukan wawancara kepada beberapa narasumber (key informan) yang mengetahui seluk beluk Mod juga paham tentang Mod Sebagai Gaya Hidup Komunitas Beat Boys Bandung. Maka, narasumber dalam wawancara yaitu: 1. Lucky Airlangga sebagai anggota Beat Boys Bandung. 2. Erwino Sakti sebagai anggota Beat Boys Bandung. 3. Daud Fallahien sebagai anggota Beat Boys Bandung 4. Gerry Gilban Rizali sebagai anggota Beat Boys Bandung 5. Roni Anwar sebagai anggota Beat Boys Bandung 6. Gustaf H. Iskandar sebagai Pengamat Life Style Penulis memilih narasumber No.1-5 karena kelimanya adalah anggota dari komunitas “Beat Boys ” Bandung, sedangkan narasumber No. 6 adalah pengamat gaya hidup, serta telah membuat karya tulis yang telah dibukukan yang berjudul “Resistensi Gaya Hidup, Teori dan Realitas”. c. Observasi : penulis akan melihat pemahaman yang tidak terucapkan, bagaimana teori digunakan langsung, dan sudut pandang responden yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara atau survey. Observasi ini diperlukan jika informan tidak bersedia atau tidak mungkin diwawancarai. 1.11 Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis bersifat observasi langsung, untuk mengetahui apa saja yang dilakukan, kebiasaan, dan makna yang terjandung didalamnya. Penelitian ini berlangsung sekitar lima bulan, mulai tanggal 5 Maret 2010- 27 Juli 2010. 1.12 Validitas dan Reliabilitas Reliabilitas dalam riset kualitatif adalah istrumen utama nya. Adapun untuk reliabilitas terhadap data yang penulis peroleh. Penulis akan menyajikannya sebagaimana yang dicantumkan oleh Cristine Daymon, sebagai Audit Trail, yang berarti melakukan dokumentasi terperinci selama riset berlangsung, melakukan dokumentasi terhadap semua bahan yang di dapat, seperti dokumentasi mengenai gaya hidup dari berbagai sumber (litelatur, internet, dan majalah/tabloid), dokumentasi wawancara dengan Lucky, Daud, Erwino, Uge, dan Kumbang sebagai pelaku Mod komunitas ”Beat Boys” dan dokumentasi hasil wawancara dengan Gustaff Harriman Iskandar sebagai pengamat gaya hidup dan salah satu penulis dalam buku ”Resistensi Gaya Hidup, Teori dan Realitas”. Jika data-data tersebut benar-benar memenuhi kriteria realibilitas, selanjutnya adalah validitas. Validitas internal adalah sejauh mana temuantemuan riset memang ”benar” dan apakah benar-benar mencerminkan tujuan riset dan realitas sosial dari semua pihak yang berpartisipasi. BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Komunikasi 2.1.1 Hakikat Komunikasi Di manapun kita tinggal dan apapun pekerjaan kita, kita selalu membutuhkan komunikasi dengan orang lain. Komunikasi adalah suatu topik yang amat sering dierbincangkan di berbagai kalangan. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Ingris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar ataupun yang salah. Seperti juga model ataupun teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya mengevaluasinya. untuk menjelaskan Beberapa definisi fenomena yang mungkin terlalu didefinisikan sempit, dan misalnya “Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik” atau terlalu luas, misalnya “ Komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih”1. Dance menemukan tiga dimensi konseptual penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi. Definisi pertama adalah tingkat observasi (level of 816( , !//&33 %*%! observation), atau derajat keabstrakannya. Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Sebagian definisi mencakup hanya pengiriman dan penerimaan pesan yang disengaja; sedangkan sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat ini. Dimensi ketiga adalah penilaian normatif. Sebagian definisi, meskipun secara implicit, menyertakan keberhasilan atau kecermatan; sebagian lainnya tidak seperti itu. Sebagaimana dikemukakan John R. Wenburgh dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. 2.1.2 Definisi Komunikasi Lewat komunikasi orang berusaha mendefinisikan sesuatu, termasuk istilah “komunikasi” itu sendiri. Hingga kini, terdapat ratusan definisi komunikasi yang telah dikemukakan para ahli. Seringkali suatu definisi komuniksi berbeda atau bahkan bertentangan dengan definisi lainnya. Tahun 1976 saja Fank Dance dan Carl Larson telah mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Sekarang jumlah definisi yang telah dikemukakan para ahli tentu jauh lebih banyak lagi. Agar dapat mempermudah pemahaman tentang definisi komunikasi, para ahli mengelompokan definisi komunikasi menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah : Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon (dalam Mulyana, 2005: 61) disebut sebagai “definisi berorientasi sumber”. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator. • Definisi komunikasi menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner “transmisi, informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi”. Apabila dilihat dari pembahasan, pengertian tersebut berkaitan dengan atribut gaya hidup Mod yang dipakai seperti cara berpakaian, dan penggunaan skuter yang mengidentifikasikan keanggotaanya sebagai komunitas “Beat Boys”. • Defrinisi komunikasi menurut Theodore M. Newcomb ”setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerimanya” b. Komunikasi sebagai interaksi Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebabakibat, yang arahnya bergantian. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Namun, pandangan kedua ini masih membedakan para peserta sebagai pengirim dan penerima pesan, karena itu masih tetap berorintasi sumber, meskipun kedua peran itu dianggap bergantian. Salah satu unsur yang dapat ditambahkan dalam konseptualisasi kedua ini adalah umpan balik (feedback), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang ia sampaikan sebelumnya. c. Komunikasi sebagai transaksi Dalam konteks ini komunikasi adalah suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Penafsiran anda atas perilaku verbal dan nonverbal orang lain yang anda kemukakan kepadanya juga mengubah penafsiran orang lain tersebut atas pesan-pesan anda, dan pada gilirannya, mengubah penafsiran anda atas pesan-pesannya, begitu seterusnya. Komunikasi terjadi apakah para pelakunya menyengaja atau tidak, dan bahkan menghasilkan respon yang tidak dapat diamati. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya. • Definisi komunikasi menurut John R. Wenburg dan William W. Wilmot : “komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna” • Definisi komunikasi menurut Judy C. Persons dan Paul E. Nelsons : ‘komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna”2 seperti inti dari interaksi simbolik, pertukaran simbol yang diberi makna. 2.1.3 Fungsi Komunikasi William I. Gorden (dalam Mulyana, 2005: 5) membagi komunikasi menjadi empat fungsi, yaitu : a. Komunikasi Sosial Komunikasi yang melibatkan individu denagn lingkungan sosialnya. Komunikasilah yang memungkinkan individu membngun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan sitausi apapun dia hadapi. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu untuk membangun konsep diri kita. Dengan melakukan komunikasi berarti telah melakukan pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan diri kita mengenai siapa diri kita. George Herbert Mead (dalam Mulyana, 2005: 10) mengatakan setiap manusia mengambangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan melalui komunikasi. Teori Mead tentang konsep diri ini berlaku pula bagi pembentukan identitas etnik dalam arti bahwa konsep diri diletakkan dalam konteks keetnikan, sehingga diri dipandang spesifik secara budaya dan berlandaskan keetnikan. ! 816( , !//&33 )*). Selain itu dengan melakukan komunikasi berarti telah menyatakan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkkan dirinya, hal ini disebut dengan aktualisasi diri. Ketika kita berbicara dengan orang lain, berarti kita telah menunjukan eksistensi kita. Dengan komunikasi, seseorang berarti berusaha untuk menunjukkan aktualisasinya pada orang lain. Dengan komunikasi juga, berarti kita memupuk hubungan dengan orang lain. Komunikasi dengan bentuk apapun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Melalui komunikasi pula dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Melalui komunikasi dengan orang lain, kita dapat memeuhi kebutuhan emosional dan intelektual kita. b. Komunikasi Ekspresif Komunikasi ekspresif ini dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif dilakukan untuk menjadi instrument dalam menyampaikan perasaan-perasaan seseorang. Emosi ini disampaikan terutama dengan pesan-pesan nonverbal. Komunikasi ekspresif berguna untuk menunjang komunikasi verbal. c. Komunikasi Ritual Komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif. Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif. Komunikasi ritual ini contohnya apabila sedang diadakan upacara bendera, pda salah satu sesinya para peserta menyayikan lagu Indonesia Raya. Komunikasi ritual ini sering bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang. d. Komunikasi Instrumental Komunikasi instrumental diantaranya ialah menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakina dan mengubah perilaku, atau juga menghibur. Komunikasi instrumental mengandung tujuan untuk persuasive atau rujukan. Komunikasi instrumental ini terdiri dari tujuan jangka panjang (pujian, kesan baik, simpati), sedangkan tujuan jangka pendek yang harus diaraih dengan kemampuan berkomunikasi (bernegosiasi, pidato, keahlian menulis). Tujuannya adalah untuk mengubah sikap, pandangan, perilaku, atau bahkan keyakinan. 2.1.4 Konteks-konteks Komunikasi Kategorisasi berdasarkan tingkat paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga komunikasi komunikasi yang melibatkan jumlah peserta paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati banyak pakar. (dalam Mulyana, 2005: 69-77) Komunikasi intra pribadi, adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antar pribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya. Sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain). Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri. Komunikasi antar pribadi, adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antar pribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, cirri-cirinya sebagai berikut : pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang sangat dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun nonverbal. Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indra untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang dikomunikasikan. Komunikasi publik, adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang, yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering disebut juga pidato, ceramah, atau kuliah umum. Komunikasi public biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit daripada komunikasi antar pribadi, karena komunikasi public menuntut persiapan yang cermat, mempersiapkan untuk bertemu banyak orang. Komunikasi organisasi, adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi. Komunikasi massa, adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan pada sejumlah orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. Komunikasi kelompok, adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut. Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan komunikasi antar pribadi. 2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Kelompok 2.2.1 Definisi Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Adapun menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok. Adapun pengertian komunikasi kelompok menurut Alvin A. Goldberg adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi serta bukan pula sejumlah nasehat tentang caracara bagaimana yang harus ditempuh. Sebab, bagaimanapun juga dari sudut pandang komunikasi kelompok sudah dapat dibayangkan bahwa dalam jangka panjang pemusatan perhatian pada deskripsi dan analisa mungkin akan berguna dalam menguatkan proses diskusi kelompok daripada seperangkat aturan yang paling baik sekalipun.(dalam Goldberg, 1985: 8) Sedangkan menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Sementara komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil; jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar. 2.2.2 Kelompok primer dan sekunder. Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota- anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut: Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas. Perbedaan antara kelompok primer dan sekunder : 1. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal. 2. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya. 3. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental. 4. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal. 2.2.3 Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi • Konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekanrekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga. • Fasilitasi sosial. Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggapmenimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, penelitipeneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu. • Polarisasi. Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras. 2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: a. ukuran kelompok. b. jaringan komunikasi. c. kohesi kelompok. 2.2.5 Karakteristik Komunikasi Kelompok Ada dua karakteristik yang melekat pada suatu kelompok, yaitu norma dan peran. Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orangorang dalam suatu kelompok berprilaku satu dengan yang lainnya. Kadangkadang norma yang disebut oleh para sosiolog dengan nama “hukum” (law) ataupun “aturan” (rule), yaitu prilaku-prilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan untuk suatu kelompok. Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat diterima, maka peran (role) merupakan pola-pola prilaku yang diharapkan dari setiap anggota kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan 2.2.6 Komunitas Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak". (James Lull, 1998; lampiran) Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu, komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama, dan bahasa, dan masingmasing bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunitas tersebut. 2.3 Tinjauan Gaya Hidup 2.3.1 Hakikat Tentang Gaya Hidup Gaya hidup dipahami sebagai adaptasi aktif individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain. Cara berpakaian, konsumsi makanan termasuk penggunaan zat-zat adiktif, cara kerja, dan bagaimana individu mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup. Kepribadian dianggap sebagai penentu gaya hidup, dan oleh karena kepribadian setiap manusia unik, gaya hidup pun unik. Gaya hidup dipahami sebagai tata cara hidup yang mencerminkan sikap-sikap dan nilai dari seseorang (Hujatnikajenong, 2006: 36). Ketika satu gaya hidup menyebar kepada banyak orang dan menjadi mode yang diikuti, pemahaman terhadap gaya hidup sebagai suatu keunikan tidak memadai lagi digunakan. Gaya hidup bukan lagi semata tata cara atau kebiasaan pribadi dan unik dari individu, tetapi menjadi sesuatu yang diadopsi oleh sekelompok orang. Sebuah gaya hidup bisa menjadi populer dan diikuti oleh banyak orang. Sifat unik dari gaya hidup tidak lagi dipertahankan. Orang tak segan-segan mengikuti gaya hidup yang dianggap baik oleh banyak orang. Beberapa kritikus memandang pengadopsian gaya hidup tertentu oleh banyak orang sebagai indikasi dari masifikasi, pemassalan yang disebabkan oleh ketidakmampuan mereka menemukan jati dirinya. Seiring dengan perkembangan gejala gaya hidup itu, kajian tentangnya tak lagi menggunakan sudut pandang psikologi individual. Kajian gaya hidup perlu melibatkan sudut pandang ilmu sosial yang menempatkan manusia sebagai individu dalam masyarakat dan dipengaruhi oleh kehidupan bersama. Pengertian gaya hidup pun bergeser menjadi tata cara hidup yang mencerminkan sikap-sikap, nilai, dan norma kelompok sosial tertentu. (Hujatnikajenong, 2006: 37) Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif, mengandung pengertian bahwa gaya hidup sebagai cara hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola-pola respons terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup (Hujatnikajenong, 2006:37). Cara bukan sesuatu yang alamiah, melainkan hal yang ditemukan, diadopsi atau diciptakan, dikembangkan, dan digunakan untuk menampilkan tindakan agar mencapai tujuan tertentu. Untuk dapat dikuasai, sebuah cara harus diketahui, digunakan, dan dibiasakan. Selain itu, sebuah cara bisa melibatkan penggunaan alat-alat tertentu. 2.3.2 Definisi Gaya Hidup Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya. (James Lull, 1998; lampiran) Life style atau dalam bahasa Indonesia gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbolsimbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan istilah budaya. Memang budaya dapat didefinisikan sebagai: “keseluruhan gaya hidup suatu masyarakat – kebiasaan/adat-istiadat, sikap dan nilai-nilai mereka, serta pemahaman yang sama yang menyatukan mereka sebagai suatu masyarakat” (Kepart, 1982:93). Gaya hidup adalah seperangkat praktik dan sikap yang masuk akal dalam konteks tertentu. Masyarakat mengadopsi gaya hidup, dari proses belajar yang mereka dapatkan dari berbagai media seperti majalah, Koran, buku, internet, televisi, radio, dll. Dari proses inilah masyarakat memilih mana yang paling cocok dengan kepribadiannya, sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan gaya hidup yang mereka pilih. Pada saat ini sistem globalisasi telah menghilangkan batas-batas budaya lokal, nasional, maupun regional, sehingga arus gelombang gaya hidup global dengan mudahnya berpindah-pindah tempat dengan perantara media massa. Akan tetapi, gaya hidup yang berkembang saat ini lebih beragam, mengambang dan tidak hanya dimiliki oleh satu masyarakat khusus, bahkan para konsumer pun dapat memilih dan membeli gaya hidupnya sendiri. Bahkan menurut Alvin Toffler saat ini terjadi kekacauan nilai yang diakibatkan oleh runtuhnya sistem nilai tradisional yang mapan sehingga yang ada hanyalah nilai-nilai terbatas seperti kotak-kotak nilai. Gaya hidup memang menawarkan rasa identitas dan sekaligus alat untuk menghindari kebingungan karena begitu banyak pilihan. (dalam Skripsi Tubagus Anugerah 10080002065, 2008: 28) Manusia bergerak dalam tanda-tanda yang berkemampuan meletakkan pada dirinya suatu diskursus tertentu yang mampu meminjaminya sebuah identitas. Pada tataran kehidupan tertentu, diskursus ini menjadi gaya hidup ketika diambil dan diangkat dalam kesadaran berperilaku. Gaya hidup, dengan demikian manifestasinya selalu berada dalam ranah kesadaran. Meski dorongan untuk bergaya bisa jadi memang berasal dari ranah ketidaksadaran. Karena berada pada ranah kesadaran, maka gaya hidup selalu pula berada pada ranah kemasukakalan bagi orang yang memanifestasikannya. 2.3.3 Teori Gaya Hidup Menurut Adler Menurut Adler, masalah dalam kehidupan selalu bersifat sosial. Fungsi yang sehat bukan hanya mencintai dan bekerja, melainkan merasakan kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesehjateraan mereka. Beberapa prinsip penting dalam teori Adler adalah sebagai berikut: 1. Setiap orang berjuang untuk mencapai superioritas atau kompetensi personal 2. Setiap orang mengembangkan gaya hidup dan rencana hidup yang sebagian disadar atau direncanakan dan sebagian tidak disadari. a. Gaya hidup seseorang mengindikasikan pendekatan yang konsisten pada banyak situasi b. Rencana hidup dikembangkan berdasarkan pilihan seseorang dan mengarah pada tujuan yang diperjuangkan seseorang untuk dicapai 3. Kualitas kepribadian yang sehat adalah kapasitas untuk mencapai “fellow feeling” atau Gemeinschaftgefuhli, yang fokus pada kesehjateraan orang lain. Adler menyebunya minat sosial. 4. Ego merupakan bagian dari jiwa yang kreatif. Menciptakan realitas baru melalui proses menyusun tujuan dan membawanya pada suatu hasil, disebut dengan fictional goals. • Inferioriy dan Superiority Manusia dimotivasi oleh adanya dorongan utama, yaitu mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Dengan demikian perilaku kita dijelaskan berdasarkan tujuan dan ekspentasi akan masa depan. Inferioritas berarti merasa lemah dan tidak memiliki keterampilan untuk menghadapi tugas atau keadaan yang harus diselesaikan. Hal itu tidak berarti rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, meskipun ada unsur membandingkan kemampuan diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Sedangkan superiority bukan berarti lebih baik dibandingkan dengan orang lain, melainkan secara berkelanjutan mencoba untuk menjadi lebih baik, untuk menjadi semakin dekat dengan tujuan ideal seseorang. Beberapa keadaan khusus seperti dimanja dan ditolak, mungkin dapat membuat seseorang mengembangkan inferiority complex atau superiority complex. Dua kompleks tersebut berhubungan erat. Superiority complex selalu menyembunyikan atau bentuk kompensasi dari inferior. Sedangkan inferiority complex menyembunyikan perasaan superior. Adler meyakini bahwa motif utama setiap orang adalah untuk menjadi kuat, kompeten, berprestasi dan kreatif. • Social Interest Social interest merupakan bentuk kepedulian atas kesehjateraan orang lain yang berkelanjutan sepanjang kehidupan untuk mengarahkan perilaku seseorang. Meskipun minat sosial dilahirkan, tetapi menurut Adler terlalu lemah atau kecil untuk dapat berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu menjadi tugas Ibu, yang menjadi orang pertama dalam pengalaman seorang anak, untuk mengembangkan potensi tersebut. Apabila ibu tidak dapat membantu anak untuk memperluas minat sosialnya, maka anak akan cenderung tidak memiliki kesiapan ketika menghadapi masalah dalam lingkungan sosialnya. Minat sosial memungkinkan seseorang untuk berjuang mencapai superior dengan cara yang sehat dan kurangnya minat sosial tersebut dapat mengarahkan pada fungsi yang maladaptif. Semua kegagalan seperti neurotik, psikotik, pemabuk, anak yang bermasalah dan lainnya disebabkan kurangnya memiliki minat sosial mereka mengatasi masalah pekerjaan, persahabatan dan seks tanpa memiliki keyakinan bahwa hal tersebut dapat diselesaikan dengan cara kerja sama. Makna yang diberikan pada kehidupan lebih bernilai pribadi. Tidak ada orang lain yang mendapatkan keuntungan dengan tercapainya tujuan mereka. Tujuan keberhasilan merupakan merasakan superioritas personal dan hanya berarti untuk diri mereka sendiri. sebagai manusia yang sehat, maka pada waktu yang bersamaan ia akan berjuang mencapai superior dengan membantu orang lain mencapai tujuan mereka. • Style of Life Melalui konsep gaya hidup, Adler menjelaskan keunikan manusia. Setiap manusia memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha mencapai superioritasnya itu dengan minat sosial. Akan tetapi, setiap manusia melakukannya dengan cara yang berbeda. Gaya hidup merupakan cara unik dari setiap orang dalam mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan dalam lingkungan hidup tertentu, di tempat orang tersebut berada. Gaya hidup berdasarkan atas makna yang seseorang berikan mengenai kehidupannya atau interpretasi unik seseorang mengenai inferioritasnya, setiap orang akan mengatur kehidupannya masing-masing unuk mencapai tujuan akhirnya dan mereka berjuang untuk mencapai hal tersebut. Gaya hidup terbentuk pada usia 4-5 tahun dan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif, melainkan dibentuk oleh persepsi dan interpretasinya mengenai kedua hal tersebut. Seorang anak tidak memandang suatu situasi sebagaimana adanya, melainkan dipengaruhi oleh prasangka dan minatnya dirinya. 2.4 Teori Interaksionisme Simbolik Teori sosial mempunyai sub teori, yaitu teori tindakan, teori tindakan menekankan pentingnya kebutuhan untuk memusatkan perhatian pada kehidupan sosial tingkat mikro, cara individu berinteraksi satu sama lain dalam kondisi sosial secara individual, bukan tingkat makro yakni cara seluruh struktur masyarakat memengaruhi perilaku individu. Mereka berpendapat bahwa kita tidak boleh berpikir tentang masyarakat sebagai struktur-struktur yang sudah ada, yang tidak tergantung pada interaksi individual. Bagi teori tindakan, masyarakat adalah hasil akhir dari interaksi manusia, bukan penyebab. (dalam Jones, 2009: 24) Teori tindakan menekankan bahwa kita memutuskan apa yang kita lakukan sesuai dengan interpretasi kita mengenai dunia di sekeliling. Lebih banyak hal yang dibicarakan tentang tindakan sosial daripada interpretasi terhadap tindakan. Dalam kehidupan, ketika kita berinteraksi dengan orang lain, mereka ingin kita mencapai interpretasi tertentu dari tindakan mereka – mereka ingin kita berpikir satu hal tentang mereka bukan hal yang lain. Simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna. Perspektif interaksi simbolik memunculkan bahwa makna dan tindakan itu sesungguhnya saling mempengaruhi dan proses interpretif yang terjadi di dalamnya melibatkan pertukaran makna, suatu transaksi dimana sebab dan akibat tidak dapat dibedakan. Manusia bertindak dengan mempertimbangkan segala hal yang diamati dan mengarahkan perilakunya pada suatu perbuatan sebagaimana yang ia interpretasikan. (Mulyana, 2007: 29) Menurut pandangan interaksi simbolik, manusi dipandang sebagai pelaku, pelaksana, pencipta, dan pengarah bagi dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa dan semangat bebas dilihat dari kualitas manusia yang tercipta secara sosial. Tindakan tidak selalu diarahkan pada diri sendiri, namun juga ada alternative-alternatif lain, seperti emosi, luapan perasaan, dan kebiasaankebiasaan lain. Hal ini membawa kita pada respons yang dilakukan tanpa berpikir, tanpa pemecahan masalah, tanpa mempertimbangkan masa lalu dan masa depan, dan tanpa pengambilan peran yang ditetapkan secara baku. Interaksi Simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran3.Sementra menurut Mead, esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. (Mulyana, 2008:68). Menurut Bluumer (Spardley, 1997:7, dalam Suwardi Endraswara, UGM Press) ada beberapa premis interaksionisme simbolik yang perlu dipahami peneliti budaya, yaitu sebagai berikut : Pertama, manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal itu kepada mereka. Kedua, dasar interasionisme simbolik adalah “makna berbagai hal itu berasal dari, atau muncul dari interasi sosial seorang dengan orang lain.” Kebudayaan $ (dalam http//:[email protected]) sebagai suatu sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki, dipertahankan, dan didefinisikan dalam konteks orang yang berinteraksi. Ketiga, dari interaksionisme simbolik bahwa makna ditangani atau dimodifikasi melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh orang dalam kaitannya dengan berbagi hal yang dia hadapi. Di samping tiga premis tersebut, Muhadjir ( 2000: 184-185, dalam Suwardi Endraswara, UGM Press) menambahkan tujuh proposisi, yakni : Pertama, perilaku manusia itu mempunyai makna di balik yang menggejala. Kedua, pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumbernya ke dalam interaksi sosial. Ketiga, komunitas manusia itu merupakan proses yang berkembang holistik, tak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga. Keempat, pemaknaan berlaku menurut penafsiran fenomenologi, yaitu sejalan dengan tujuan, maksud dan bukan berdasarkan mekanik. Kelima, konsep mental manusia berkembang secara dialektik. Keenam, perilaku manusia itu, wajar, konstruktif, dan kreatif, bukan elementer-reaktif. Ketujuh, perlu menggunakan metode introspeksi simpatetik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna. Melalui premis dan proposisi di atas, muncul tujuh prinsip interaksionisme simbolik dalam Muhadjir ( 2000: 184-185, dalam Suwardi Endraswara, UGM Press) yaitu : 1. Simbol dan interaksi menyatu. Karena itu, tidak cukup seorang peneliti hanya merekam fakta, melaikan harus sampai pada konteks. 2. Karena simbol juga bersifat personal, diperlukan pemahaman tentang jati diri pribadi subyek penelitian. 3. Peneliti sekaligus mengaitkan antara simbol pribadi dengan komunitas budaya yang mengintarinya. 4. Perlu direkam situasi yang melukiskan simbol. 5. Metode perlu merefleksikan bentuk perilaku dan prosesnya. 6. Perlu menangkap makna dibalik fenomena. 7. Ketika memasuki lapangan, sekedar mengarahkan pemikiran subyek, akan lebih baik. Dalam setiap gerak, perilaku budaya akan berinteraksi dengan yang lain. Pada saat itu, mereka secaa langsung maupun tidak langsung telah memberikan stock of culture yang luar biasa banyaknya. Menurut pandangan model interaksionisme simbolik, perilaku budaya akan berusaha menegakkan aturan-aturan, hukum, dan norma yang berlaku bagi komunitasnya. Jadi, bukan sebaliknya interaksi mereka dibingkai oleh aturanaturan mati, melainkan melalui interaksi simboik akan muncul aturan-aturan yang disepakati secara kolektif. Makna budaya akan tergantung proses interaksi perilaku. Makna biasanya muncul dalam satuan interaksi yang kompleks, dan kadang-kadang juga dalam interkasi kecil antar individu. Interaksi selalu berorientasi ke masa depan, kepada apa yang akan dilakukan oleh orang lain, dan satu-satunya cara bagi seseorang untuk menduga masa depan adalah dengan cara saling mengambil peranan. Dalam deskripsi Mead, proses “pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi berarti bahwa peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan demikian, mereka mencoba mencari arti maksud yang oleh pihak lain diberikan kepada aksinya, sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Jadi, interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. (dalam Sobur, 2009:195) Intraksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik. Masing-masing hal tersebut mengidentifikasikan sebuah konsep sentral mengenai tradisi yang dimaksud (Littlejohn, 1996:159-160 dalam Mulyana, 2008:196) : 1. Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol. 2. Berbagai makna dipelajari melalaui interaksi di antara orang-orang. Makna muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompokkelompok sosial. 3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang. 4. Tingkal laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian masa lampau saja, namun juga dilakukan secara sengaja. 5. Pikiran terdiri atas sebuah percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain. 6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi. 7. Kita tidak bisa memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya saja. Pemahaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan pada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan aturanaturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Penggunaan simbol yang dapat menunjukan sebuah makna tertentu, bukanlah sebuah proses interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interasi sosial. Makna adalah produk interasi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan dalam penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa, bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu. (Arnold M Rose 1974:143 dalam Deddy Mulyana 2001:72) Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah pemaknaan. Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal ataupun didapat dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana individu tersebut mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi, peranan individu sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon dalam kehidupan sosialnya. Makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang berkaitan dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia) memungkinkan adanya perubahan terhadap hasil interpretasi barunya. Dan hal tersebut didukung pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut dapat berwujud proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lalukan. Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain, mencari dan memikirkan alernatif kata yang akan ia ucapkan. Menurut pandangan Mead, perilaku merupakan produk dari penafsiran individu atas objek di sekitarnya. Makna yang mereka berikan kepada objek berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung. Konsep tentang “self” atau diri merupakan inti dari teori interaksi simbolik. Mead menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain. (Deddy mulyana, 2001:73) Diri sendiri (the self), dalam pandangan ahli interaksionisme simbolik merupakan objek sosial dalam hubungan dengan orang lain dsebuah proses interaksi. Dengan demikian individu melihat dirinya sendiri ketika ia berinteraksi dengan orang lain4. Interaksi selalu berorientasi ke masa depan, kepada apa yang akan dilakukan oleh orang lain, dan satu-satunya cara bagi seseorang untuk menduga masa depan adalah dengan cara saling mengambil peranan. Dalam deskripsi Mead, proses “pengambilan peran” menduduki tempat penting. Interaksi berarti bahwa peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan demikian, mereka mencoba mencari arti maksud yang oleh pihak lain diberikan kepada aksinya, sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Jadi, interaksi tidak hanya % (dalam : http://wwisanggeni.blog.friendster.com) berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. (dalam Sobur : 2009) 2.4.3 Komunikasi Verbal Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata. Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. 1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. 2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. 3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita. Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu: • Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini. • Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita. • Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita. Keterbatasan Bahasa: • Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek. Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak. Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baikburuk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb. • Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual. Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek. • Kata-kata mengandung bias budaya. Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu. Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total. • Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian. Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya. Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman. 2.4.4 Komunikasi Non Verbal Dalam “bahasa” komunikasi, simbol sering kali diistilahkan sebagai lamabang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Diam, sama kuatnya dengan pesan-pesan verbal yang diucapkan dalam kata-kata. Dengan berdiam diri maka anda telah berkomunikasi secara nonverbal. Terkadang mungkin tanpa suara, tanpa kata, atau mungkin dengan suara bernada tinggi maupun rendah, dengan gerakan tubuh atau anggota tubuh, anda tetap melakukan komunikasi nonverbal. Meskipun anda berdiam diri, namun pernyataan wajah anda pun bisa menunjukan komunikasi antar pribadi dan memberikan pesan dengan makna tertentu terhadap orang lain. Ingatlah ada banyak pendapat yang menyatakan bahwa : diam itu emas. Satu gambar sama nilainya dengan seribu kata. Andapun dapat berkomunikasi melaui tanda-tanda, pakaian, melalui objek lain (artefak) yang mengelilingimu. Demikian pula peradaban merupakan bagian dari komunikasi nonverbal yang dapat dilakukan beurlang-ualng kali (bergantung pada siapa anda raba) dalam situasi, konteks, budaya mana rabaan itu dilakukan. Waktu dan ruang/jarak juga menggambarkan pesan nonverbal antar pribadi. Prosemik adalah bahasa jarak, yang merupakan studi tentang jarak fisik ketika orang berkomunikasi yang mamp memperlihatkan mertapa jarang maupun akrabnya dua orang. Komunikasi nonverbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal, tidak menunjukan kekuatan pesan, maka anda dapat menerima tanda-tanda nonverbal lainnya sebagai pendukung. 2.4.1.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Nonverbal karakterisik komunikasi nonverbal sebagai berikut : 1. Prinsip umum komunikasi antar pribadi adalah manusia tidak dapat menghindari komunikasi Demikian pun anda tidak mungkin tidak menggunakan pesan nonverbal. Itulah prinsip pertama. Diam juga adalah komunikasi. 2. Pernyataan pesan dan emosi. Komunikasi nonverbal adalah model utama, bagaimana anda menyatakan perasaan dan emosi. Anda selalu mengkomunikasikan tentang isi dan tugas melalui komunikasi verbal. Bahasa verbal biasanya mengacu pada pernyataan informasi kognitif; sedangkan nonverbal mengacu pada pertukaran perasaan, emosi dengan orang lain dalam proses human relation. 3. Informasi tentang isi dan relasi. Komunikasi nonverbal selalu meliputi informasi tentang isi dari pesan verbal. Komunikasi nonverbal member saya suatu tanda bahwa anda memerlukan penjelasan terhadap pesan verbal. Dengan tanda yang sama anda dapat menunjukan keinginan mendapatkan relasi. 4. Reliabilitas dari pesan nonverbal Pesan verbal ternyata dipandang lebih reliable daripada pesan nonverbal. Dalam beberpa situasi antar pribadi pesan verbal ternyata tidak reliable sehingga perlu komunikasi nonverbal. BAB III METODOLOGI DAN OBJEK PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mendekati jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain. Seperti juga teori, metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya, dan tidak bisa dinilai apakah suatu metode benar atau salah. Untuk menelaah penelitian secara benar, kita tidak cukup sekedar melihat apa yang ditemukan peneliti, tetapi juga bagaimana peneliti sampai pada temuannya berdasarkan kelebihan dan keterbatasan metode yang digunakannya. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam penelitian. Sebagian orang menganggap bahwa metode penelitian terdiri dari berbagai teknik penelitian, dan sebagian lagi menyamakan metode penelitian dengan teknik penelitian. Perbedaan perspektif subjektif dan objektif (dalam Mulyana, 2008: 147) : Tabel 3.1 Perbandingan antara Perspektif Objektif dan Perspektif Subjektif Prinsip Tentang Sifat realitas Perspektif Objektif Perspektif Subjektif (komunikasi) Realitas Realitas (komunikasi) diasumsikan tunggal, nyata bersifat ganda, rumit, semu, (objektif), eksternal, statis, dinamis (mudah berubah), dan dapat dipecah-pecah dan dikonstruksikan, dan holistik; hukum-hukum kebenaran diatur oleh yang berlaku tetap universal realitas bersifat dan relatif (meskipun kenyataannya bersifat probabilistik) Sifat Manusia Aktor (komunikator) bersifat Aktor (komunikator) bersifat (komunikator pasif dan reaktif; perilaku aktif, kreatif, dan memiliki dikendalikan kemampuan bebas; perilaku peserta (komunikasi) atau komunikasi) oleh situasi atau lingkungan (komunikasi) secara internal dikendalikan oleh individu. Sifat hubungan Terdapat hubungan sebab- Semua entitas secara simultan dan akibat dalam (sebab menganai realitas variabel (komunikasi) nyata yang sehingga bebas Hubungan antara Peneliti dengan penelitian mempengaruhi, peneliti tidak mendahului akibatnya atau mungkin membedakan sebab dari akibat. variabel terikat) penelitian atau saling pengamat sebagai Setaraf, bertindak yang empati, otonom, interaktif, timbal balik, saling subjek terpisah atau beranjak dari mempengaruhi, subjek penelitian, berjangka-pendek. akrab, dan berjangka lama. dan Tujuan Menangani hal-hal bersifat Menangani hal-hal bersifat penelitian umum, sempel khusus, bukan hanya perilaku dengan terbuka, tetapi juga proses besar/representative acak);menguji yang tak terucapkan, dengan (lazimnya teori; meramalkan peristiwa sampel kecil/ purposif, serupa pada saat mendatang memahami peristiwa yang (dus, komunikasi punya perilaku dapat makna karena menekankan diramalkan lingkungan); individu; pelaziman historis; perbedaan mengembangkan mencari generalisasi yang tak hipotesis (teori) yang terikat terikat oleh konteks dan oleh konteks dan menekankan membuat waktu; penelitian penilaian efek etis/estetis tentang waktu; atas fenomena (komunikasi) spesifik. komunikasi Metode Deskriptif (wawancara Deskriptif (wawancara tak penelitian berstruktur, pengamatan berstruktur/mendalam, survey pengamatan berperan serta), berstruktur), eksperimen; analisis (korelasional), tekanannya pada pencarian kasus, penjelasan mekanistik studi dan penafsiran kausal atas dokumen, studi historis-kritis; sangat ditekan fenomena alih-alih pengamatan objektif. komunikasi. Analisis Deduktif; dilakukan setelah Induktif; berkesinambungan data terkumpul; lazimnya sejak menggunakan statistik. awal hingga akhir; mencari model, pola, atau tema. Kriteria kualitas Objektivitas, reliabilitas, dan Otensitas, yakni sejauh mana penelitian validitas kesepakatan (menekankan temuan para peneliti, mencerminkan penelitian penghayatan kuantifikasi, dan replikasi subjek Nilai, diteliti (komunikator). penelitian) Peran nilai yang etika, dan pilihan Nilai, etika, dan pilihan moral moral peneliti tidak boleh peneliti melekat dalam proses proses penelitian (penelitian masalah mencampuri penelitian; penelitian yang penelitian, tujuan penelitian, bebas-nilai dijamin oleh paradigm, teori dan metode/ metodologi objektif yang teknik digunakan. analisis yang digunakan,dsb). 3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif merupakan metode yang secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskriptif. Sebagai bagian dari perkembangan ilmu sosial, kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sosial. Artinya, fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana ditafsirkan oleh subjek. Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. (dalam Moleong, 2004;4) Penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Peneliti kualitatif bukanlah mencari “kebenaran” mutlak. Peneliti kualitatif melihat dunia dari segi pandangannya atau dari pandangan respondenya, karena setiap manusia mempunyai cara pandang yang berbeda dalam melihat suatu hal. “kebenaran” bagi dunia kualitatif bergantung pada dunia realitas empirik dan konsensus dalam masyarakat ilmuan. Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik. Disebut naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, apa adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau tes. Penelitian kualitatif berdasarkan atas dasar positivisme. Positivisme berpendirian bahwa kebenaran hanya satu, sama bagi semua orang, dan dapat diperoleh adari lingkungan. Peneliti itu objektif, terpisah dari dunia yang diamatinya, serta bebas nilai. (dalam Moleong, 1989: 10-11) Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif, melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakan, yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif mempertahankan hakikat nilai-nilai. Oleh kerena itulah penelitian kualitatif dipertentangkan denagn penelitian kuantitatif yang bersifat bebas nilai. Ciri penting metode kualitatif: 1. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural. 2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah. 3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung di antaranya. 4. Desain dan kerangka penelitian besifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka. 5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing. Alasan penulis memilih metode ini didasarkan pada anggapan bahwa fenomena gaya hidup komunitas “Beat Boys” berisikan realitas fakta dan pesanpesan moral yang terkandung didalamnya sangat tepat diteliti secara mendalam. Karena itu, peneliti menganggap penelitian kualitatif dapat memenuhi kapasitas dari akar permasalahan yang penulis angkat. Penelitian ini menitikberatkan pada segi alamiah dan berdasar pada karekter komunitas “Beat Boys”. Arah penyusunan penelitian menitik beratkan kepada interaksi simbolik yang disampaikan oleh komunitas “Beat Boys”, dilihat dari gaya hidupnya. Seperti telah disinggung sebelumnya, penelitian tersebut dilihat dari sudut komunikasi, penelitian ini berupaya untuk meneliti pola interaksi simbolik berupa gaya hidup dari komunitas “Beat Boys” dan pesan moral yang terdapat dalam gaya hidupnya yang dapat memikat pola pikir masyarakat mengenai nilai yang terkandung. Dalam penelitian kualitatif ini, interaksi simbolis dan temuan yang ada pada gaya hidup komunitas “Beat Boys” akan dipaparkan secara deskriptif. Karena objek adalah sebuah komunitas yang menganut gaya hidup Mod, yang memunculkan interaksi simbolik maka penelitian diteliti dengan teori interaksi simbolik, disertakan juga pendekatan culture studies untuk menganalis budaya subkultur gaya hidup komunitas “Beat Boys” agar lebih terarah. 3.2 Cultural Studies Dalam buku How to Do Media and Cultural Studies karya Jane Stokes (2006: 19) menyebutkan : penelitian ke dalam media dan budaya dapat dibagi menjadi tiga wilayah besar, dengan masing-masing memiliki kecenderungan paradigma tertentu: teks, industri, dan khalayak. Di dalam masing-masing wilayah ini, secara teoritis dimungkinkan untuk menggunakan metode apapun yang digunakan dalam ilmu sosial atau humaniora. Namun dalam praktik maupun konvensi, masing-masing wilayah memiliki tatanan metode yang berbeda terkait dengan hal tersebut. Terkadang, penggunaan sebuah metode khusus mempelajari sebuah fenomena tertentu didasarkan pada prinsip-prinsip epistimologis yang tepat, tetapi kadang-kadang semua itu sekedar konvensi. Dalam meneliti fenomena representasi Mod sebagai gaya hidup komunitas “Beat Boys” tersebut masuk ke dalam wilayah khalayak, karena objek yang diteliti adalah sebuah komunitas. Komunitas yang memaknai sebuah budaya. Cultural studies adalah sebuah pilihan pemaknaan budaya. Jika dipandang dari aspek ontologis, cultural studies adalah upaya merefleksikan masalah- masalah yang muncul pada era transisi antara gejala modernisme dan postmodernisme (Panju, 2002:59, dalam dalam Suwardi Endraswara, UGM Press). Ciri pokok Cultural Studies adalah pemakaian pemahaman positivistik. Di dalamnya harus ada peninjauan unsur-unsur budaya dari sekian banyak kebudayaan pada suatu wilayah. Usaha perbandingan tersebut, tak lain sebagai arah mencari perampatan (generalisasi) dari suatu ciri, pengertian, keteraturan struktural yang diperoleh – secara induktif dari penelitian kebudayaan tertentu. Berbagai hal yang harus digali dalam cultural studies : 1. Persepsi, bagaimana tanggapan perilaku budaya satu dengan yang lain ketika menerima atau menolak budaya yang hadir. 2. Kognisi, yaitu membandingkan pola pemikiran pendukung budaya masing-masing. 3. Kepribadian dan jati diri, yaitu membandingkan kepribadian dan jati diri pemilik budaya masing-masing. Hubungan tersebut akan membentuk varian-varian budaya satu sama lain, sehingga dapat ditentukan mana budaya transformasi dan mana budaya asli. Salah satu pondasi terpenting bagi pendekatan yang memandang budaya sebagai kegiatan sehari-hari adalah pemahaman tentang konstruksi sosial atas realita. Dalam perspektif ini, realitas dipahamai dan diabaikan, diperbincangkan dan dilupakan, dihidupi atau dimatikan, dikelola atau dirusak, dimanfaatkan atau dihindari, berdasarkan sistem konstruksi yang beredar di kalangan warga masyarakat. Tugas cultural studies adalah membongkar dan memaparkan unsur-unsur penyusunan konstruk tersebut dengan cara kerjanya, agar manusia sebagai subjek dapat melibatkan diri secara aktif dalam dunia konstruksi. Perhatian cultural studies terutama diberikan kepada kelompok atau individu pelaku budaya yang terpinggirkan, yang suaranya tidak didengarkan, yang kehadirannya diabaikan. Berkaitan dengannya, beberpa konsep terpenting dalam pendekatan konstruksi sosial atas realitas adalah hegemoni dan identitas. Cultural studies memberi perhatian terhadap kelompok minoritas dan memandang realitas terdiri atas banyak konflik yang masing-masing mewakili identitasnya. Dan konflik yang dimaksud adalah konflik ideologi. Cultural studies atau biasa disebut kajian budaya adalah bidang yang majemuk, berisi sebagai perspektif yang saling bersaing, yang melalui produksi teori, berusaha mengintervensi politik kebudayaan. Kajian budaya mempelajari kebudayaan sebagai praktik-praktik pemaknaan dalam konteks kekuasaan sosial. Kisah pertama kajian budaya adalah pergeseran dari pemahaman kebudayaan sebagai seni menuju pandangan bahwa kebudayaan sebagai sifat keseharian, yang mencakup “keseluruhan cara hidup”. Kisah kedua kajian budaya adalah tentang kedudukan kebudayaan dalam suatu formasi sosial, atau hubungan antara kebudayaan dan praktik-praktik sosial lainnya seperti praktik ekonomi dan politik. Kajia budaya menolak gagasan mengenai kebudayaan sebagai sesuatu yang dideterminasi oleh kekautaan-kekuatan ekonomi, dan memilih memahaminya sebagai kumpulan makna dan praktik otonom yang punya logikanya sendiri. Logika ini disejajarkan dengan transformasi konsep kebudayaan yang semula adalah konsep pinggiran dalam ilmu-ilmu humaniora dan sosial menjadi salah konsep utama dalam penelitiannya. Cultural Studies sangat erat kaitannya dengan komunikasi, sebagaimana kita ketahui, era penelitian komunikasi, area penelitian komunikasi sangatlah luas, meliputi minat sejarahwan peradaban dan teorisi sosial, yang selalu mengambil dari ide bahasa dan komunikasi sebagai elemen dasar dalam definisi humanitas dan dalam konstruksi budaya. Gagasan komunikasi melibatkan penggunaan dan penerapan sarana komunikasi, mulai dari penggunaan bahasa hingga produksi dan reproduksi realitas sosial melalui media. Simon During, dalam pengantar buku The Cultural Studies Reader (1993), menunjukkan dua jalur genealogi cultural studies. Jalur pertama adalah mereka yang melihat kebudayaan sebagai efek hegemoni. Dalam bingkai hegemoni inilah kebudayaan terletak. Kebudayaan bukanlah ekspresi sistem nilai suatu komunitas yang mencerminkan identitas kolektif, melainkan alat yang memungkinkan hegemoni itu berfungsi dalam sistem dominasi. Perintis jalur ini adalah Raymond Williams, Marxis dari Inggris, ketika ia mengkritik fenomena terlepasnya "budaya" dari "masyarakat" dan terpisahnya "budaya tinggi" dari "budaya sebagai cara hidup sehari-hari". Cultural studies jenis ini lebih menekankan pembacaan budaya sebagai tindakan kontra hegemoni, resistensi terhadap kuasa "dari atas", dan pembelaan terhadap subkultur. Sedangkan cultural studies jalur kedua, yang mendapat banyak pengaruh dari pemikiran poststrukturalisme Perancis, terutama Michel Foucault, menggeser perhatiannya dari kontra hegemoni dan resistensi terhadap kuasa "dari atas" menuju perayaan terhadap kemajemukan satuan-satuan kecil. Kebudayaan dilihat sebagai wacana pendisiplinan dan normalisasi, yang tidak tepat dihadapi dengan macro-politics karena relasi kuasa bukanlah melulu bersifat vertikal (negara versus masyarakat). Bagi Foucault, kekuasaan bersifat menyebar dan merata dalam setiap hubungan dalam masyarakat, dan karena itu hanya bisa dihadapi dengan semacam micro-politics, yang pernah dirumuskannya sebagai insurrection of the subjugated knowledges (membangkitkan pengetahuanpengetahuan yang tertekan). Dalam http://www.visi-bookstore.com/product/417/41/Teori- Teori_Kebudayaan, ada tiga karakteristik yang menonjol pada cultural studies : Pertama, penolakan terhadap esensialisme dalam kebudayaan. Melihat kebudayaan sebagai efek hegemoni dengan sendirinya mengakui proses konstruksi sosialnya. Budaya tidak terbentuk secara alamiah, given dan menyatu dengan komunitas tertentu, melainkan selalu dikonstruksikan. Dan dalam proses konstruksi, pertarungan memperebutkan pemaknaan pun terjadi. Selain merupakan konstruksi sosial, budaya juga selalu bersifat hibrida. Tidak ada yang tetap dan tegas dalam identitas budaya. Juga tidak ada yang murni dan monolitik. Budaya merupakan situs bagi proses negosiasi yang tak putus-putus yang dilakukan oleh para pelaku kebudayaan itu sebagai respons terhadap kondisi kekiniannya. Dengan demikian, sebutan "Jawa", "Islam" atau "Barat" selalu bersifat kompleks dan majemuk karena konteks mereka yang juga kompleks dan majemuk. Kedua, penghargaan terhadap budaya sehari-hari, terutama budaya pop dan media. Cultural studies tidak sekadar mendekonstruksi kanon dalam budaya dan melumerkan pemisahan antara "budaya tinggi" dan "budaya massa", tetapi juga menyambut dan merayakan budaya massa ini. Mereka menolak pendapat yang melihat budaya massa semata-mata sebagai komoditas kapitalisme yang selalu berdampak homogenisasi, pengulangan, dan penyeragaman. Karena dalam praktiknya, orang menerima dan menggunakan budaya massa tidak dengan sikap pasif, melainkan aktif memaknainya dengan kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda. Penjual Warung Tegal menonton telenovela Amerika Latin di televisi sekadar untuk selingan sembari melayani pembeli, ibu-ibu rumah tangga menontonnya untuk bahan obrolan di pasar atau di meja makan, dan penyair melihatnya untuk cari inspirasi atau bahan guyon. Penerimaan mereka terhadap budaya massa tidak dengan sendirinya membuat mereka terkooptasi atau teralienasi. Dengan kata lain, konsumen selalu punya kebebasan dalam proses negosiasi untuk memaknai (decoding) citraan budaya massa, dengan cara memiuhkannya dari maksud sang pemilik modal atau menjadikannya sebagai kesenangan belaka. Sesungguhnya, naiknya pamor budaya sehari-hari di mata cultural studies ini tidak bisa dilepaskan dari semakin mendunianya gaya hidup yang dijajakan media massa yang sekaligus mengubah nilai yang ada di dalamnya. Konsumerisme, misalnya, yang dulunya dikecam karena tidak berangkat dari kebutuhan riil sang konsumen tetapi berdasar kebutuhan yang diciptakan oleh citra media kini justru merupakan simbol dan ekspresi menjadi manusia kontemporer. Dalam konteks mendunianya budaya media yang ditopang dengan pasar global inilah cultural studies yang semula bertumbuh di dunia akademi Barat kini juga merambah ke seluruh dunia. Ketiga, kuatnya sikap politis. Cultural studies, baik dari jalur Gramsci maupun Foucault, adalah suatu agenda politik dalam dunia akademi. Perhatian mereka adalah penelanjangan terhadap hubungan kuasa yang timpang dalam kebudayaan, melalui pembacaan terhadap pelbagai dokumen sosial. 3.3 Metodologi Interaksionis Simbolik Intraksionisme simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah alih-alih lingkungan yang artificial seperti eksperimen. Denzin (dalam Mulyana, 2008: 149) mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu : • • • • • • Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yang bertindak (the acting other) dan memandang dunia dari sudut pandang subjek; namun dalam berbat demikian peneliti harus membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas tersebut Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek dengan hubungan sosial dan kelompok-kelompok yang memberikan konsepsi demikian Seting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubahan, juga bentuk perilaku yang statis Pelaksanaan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik • Pengunaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing) dan kemudian operasional; teori yang layak menjadi teori formal, bukan teori agung (grand theory) atau teori menengah (middle-range theory); dan proposisi yang dibangun menjadi interaksional dan universal Interaksionisme simbolik merupakan suatu perspektif teoritis, namun juga sekaligus orientasi metodologis. 3.4 Objek Penelitian 3.4.1 Sejarah Mod Mod adalah sebuah gaya hidup yang berasal dari negara Inggris. Mod (diambil dari kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda di kalangan working class yang berkembang pada akhir 1950an dengan obsesi terhadap fashion dan musik, pencampuran antara budaya working class Inggris dengan budaya yang dibawa imigran Jamaika. Mod merupakan sebuah fenomena, genre, atau jenis musik tertentu yang mempengaruhi kehidupan suatu generasi. Mod terbagi kedalam tiga elemen penting, yaitu musik, fashion, dan kendaraan (skuter). Mod adalah sebuah subkultur yang menjadi satu fenomena sosial yang kompleks, dimana para pemuda di London yang saat itu berada pada kondisi ekonomi yang kurang baik, tetapi mereka tetap ingin mempertahankan kesempurnaan dari gaya personal mereka, dikenal memiliki kesadaran yang tinggi akan fashion. Mereka terobsesi dengan American rhythm and blues dan Italian motor scooters. Puncak kejayaan era Mod ini terjadi dari tahun 1962 sampai akhir tahun 70an dan menyebar luas ke seluruh dunia dan sampai saat ini menjadi budaya dunia. Adalah mudah untuk menunjukkan penyebab sosial yang berkontribusi terhadap hal ini: penyebab paling jelas pastinya adalah tingkat pengangguran yang tinggi dan semakin meningkat (khususnya di daerah urban dan kalangan pemuda). Kebangkitan mode itu meliputi pakaian, musik, dan gaya hidup gerakan asal 1960-an: selera pakaian bergaya dan dapat dikenali dengan cepat; selera akan band orisinal yang diasosiasikan dengan Mod 1960-an (seperti The Who);dan tentunya, sepeda motor vespa skuter yang dimodifikasi dengan seksama. Sebagian besar kebangkitan Mod berfokus pada musik. Mod tidak hanya memiliki bandnya sendiri, tetapi juga tempat pelbagai peristiwa dan label independen. (Thwaites, 2009: 276-278) 3.4.2 Gaya Hidup Komunitas Mod Mod terbagi atas tiga elemen utama, yaitu fesyen, musik, dan kendaraan. Fesyen komunitas Mod mudah dikenali dari gaya busana yang rapi. Seperti halnya budaya anak muda lain, Mod mempunyai cara berpakaian sendiri. Para Mod berpakaian sangat rapi dan necis, setelan jas buatan italia, sepasang sepatu brogues, parka (semacam mantel untuk berkendaraan), dan yang terpenting dari semuanya, skuter (biasanya bermerk Lambretta dan Vespa). Mereka biasanya nongkrong di kafe-kafe seputaran London, sambil mendengarkan musik beraliran soul, RnB, dan ska. Satu hal yang paling penting diingat, bahwa Mod sangatsangat mengajar fesyen terutama merek-merek tertentu seperti kemeja jaytex, fredperry, adidas, Lonsdale, Paul Smith, Ben Shermen, Merc London, Baracuta, Doc. Martens, Levi’s dsb. Hal itu karena ide dasar dari Mod adalah bagaimana caranya untuk terlihat lebih cool dan bergaya dibanding orang-orang lain. Gambar 3.1 Gaya Hidup Komunitas Mod di Inggris tahun 1960-an (gambar 3.1 Gaya hidup komunitas Mod era ’60-an, http://theinvisibleagent.wordpress.com/2009/05/03/1960s-vintage-vespa/) Karena sebenarnya setelan italia tidak terjangkau oleh kantong kelas pekerja, jadi mereka bekerja keras mengumpulkan uang, untuk terlihat fashionable dibandingkan yang lain, mempunyai setelan yang sama dengan bos, agar mereka tidak dilecehkan. Kadangkala mereka harus mengumpulkan uang selama tiga bulan untuk mendapatkan setelan tersebut. Komunitas Mod mempunyai motto “clean living, under difficult circumstances”, yang berarti hidup bersih dalam keadaan sulit, yang mempunyai makna harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dimau, walaupun ada saja rintangan yang harus dihadapi, karena keinginan untuk hidup mapan tidak semudah membalikan telapak tangan, tidak diberikan begitu saja. Bisa dibilang kaum Mod adalah kelas pekerja yang menginginkan kemapanan. Komunitas Mod adalah mereka dari kalangan working class yang ingin dianggap, eksis, di era tahun 60-an yang berkuasa adalah kalangan bangsawan, mereka menginginkan persamaan kelas, mereka ingin diliat, mereka berusaha untuk tampil beda, dengan dandanan yang dandy, spionnnya yang banyak di skuter mereka adalah karena menentang kebijakan yang ada di inggris. Terjadinya krisis buruh di era 60-an, membuat mereka ingin membuat perlawanan dengan membuat perbedaan dengan orang lain. Perlawanan working class kepada bangsawan (budaya tanding). Bahkan ada istilah “I don’t need the boss, but the boss need us, f*** the boss.” Mod meledak menjadi semacam identitas nasional kaum muda Inggris ketika mereka mampu mengeksplorasi dan mendefinisikan kembali R&B ke dalam bentuk yang lebih liar dan maksimal serta melahirkan band–band seperti The Kinks, The Small Faces, dan terutama setelah The Who mengeluarkan poster– poster bergambar target peluru berjargon “Maximum R&B” dan merilis singel pertama “Can’t Explain” disusul oleh singel “Anyway, Anyhow, Anywhere” serta album My Generation yang memuat tembang dahsyat “My Generation”, semuanya di tahun 1965. The Who dianggap sebagai pahlawan kaum mod, karena band yang diotaki oleh Pete Townshend pada gitar, John Entwistle (meninggal pada 2002) pada bass, Keith Moon (meninggal pada 1978) sebagai powerful drummer dan sang vokalis karismatik Roger Daltrey selain mampu meramu dan mantransformasikan kembali akar musik R&B ke dalam bentuk yang lebih segar dan megah juga berjasa memperkenalkan berbagai atribut kaum mod kepada dunia. Misalnya, memakai skuter lengkap dengan empat spion atas dan bawah dalam cover album mereka (Quadrophenia). The Who juga dikenal karena ide mereka untuk menghadirkan opera rock ke dalam suatu double album, Tommy (1969) dan Quadrophenia (1973). Opera rock merupakan konsep baru, yaitu keseluruhan lagu pada album tersebut saling terkait satu sama lain dan memiliki tema dasar yang sama serta para personel pun memiliki personifikasi karakter masing masing seakan-akan sedang bermain sandiwara/opera. Mod juga dikenal karena memperkenalkan penggunaan skuter seperti Vespa atau Lambretta (salah satu kaum mod kemudian mengambil merek in sebagai nama band mereka, The Lambrettas) sebagai alat transportasi mereka. Pada awalnya pilihan atas alat transportasi ini karena pada zaman itu di Inggris alat transportasi umum seperti bus hanya ada sampai sore, kaum mod yang kebanyakan kelas pekerja hanya bisa hang out pada jam-jam tersebut, setelah menyelesaikan pekerjaan mereka, tetapi mereka membutuhkan transportasi yang lebih murah dari mobil. Pilihan atas skuter ini juga didasarkan atas pertimbangan fashion yang mengutamakan stylish. Skuter menjadi pilihan karena terasa lebih modis dan sangat terbuka untuk dimodifikasi dalam berbagai bentuk yang lebih stylish. Contohnya, ketika di era 60-an pemerintah Inggris mewajibkan setiap motor untuk dilengkapi dengan minimal 1 (satu) buah kaca spion, kaum mod justru menjawabnya dengan memasang 4, 6 bahkan 32 kaca spion atas dasar tuntutan. Kaum Mod juga ada yang disebut dengan “weekenders”, “weekenders” adalah sebutan bagi mereka yang senang pesta-pesta pada akhir pekan, mengingat status mereka sebagai kelas pekerja yang bekerja lima hari seminggu, dari Senin hingga Jum’at dan hanya mempunyai waktu lauang di akhir pekan. Pesta-pesta tersebut biasanya diadakan di café-café sambil memainkan musik dari band-band komunitas Mod ( mereka menyebutnya gig’s). Dalam gig’s tersebut para “weekenders” bersenang-senang menikmati musik sambil berjoget ala ska (biasa disebut pogo), minum-minum, melepas lelah, refreshing, setelah lima hari bekerja. Pada saat itu “weekenders” kebanyakan mengonsumsi “Jumping Pill’s” (zat psikotropika) agar lebih bersemangat. Acara musik tersebut juga menjadi ajang kumpul-kumpul memamerkan skuter mereka yang telah dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga skuternya terlihat lebih gaya dibandingkan dengan skuter lainnya. Selain itu, Mod juga dikenal karena identik dengan lambang lingkaran (target) berwarna biru, merah dan putih. Lambang ini sebenarnya diambil dari emblem identitas Royal Air Force (RAF), Angkatan Udara Inggris. Secara historis, lambang ini pun tidak sepenuhnya berasal dari RAF, melainkan justru terinspirasi dari bendera Prancis. Berawal dari Perang Dunia I, di mana lambang Union Jack 1 Inggris yang terdapat pada sisi pesawat mereka sekilas tampak sama dengan lambang salib Jerman, musuh mereka. Sehingga dipandang perlu untuk memakai lambang lain untuk menghindari insiden salah tembak. 0- ( Lambang ini kemudiaan menjelma menjadi bagian dari pop art 2ketikka pelukis Jasper Jhons mengangkaatnya sebagai tema lukisan. Lukisan target iniilah yang kemudian dipakai oleh The T Who dalam berbagai tema fashion mereka, sehingga kemudian dibaptis sebaggai salah satu lambang identitas kaum mod. Pennggunaan lambang ini oleh The Who salah satunya lebih dikarenakan strateegi untuk mengangkat rasa bangga sebagai warga negara Inggris. Oleh karena itu lambang ini pun sering digunakan bersama–sama dengan bendera Union Jack. Gambar 3.2 Lambang Mod %29) ( sumber : htttp://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture% Kemampuan modd untuk menjadi sebuah subkultur dan terus bertaahan dalam tiap pergantian maasa generasi, karena mod tidak melulu mendasarkkan diri pada genre musik melain nkan juga mampu mewariskan berbagai elemen yyang penting bagi perkembang gan life style, terutama bagi kalangan muda. Karena musik poopuler merupakan komoditas internasional yanng sangat laku dan semakin berkem mbang, pada penghujung 1970-an banyak muusik yang diasosiasikan dengan keebangkitan Mod Inggris urban telah berhasil maju ke ! ;; < ;; 5)/* => 3 ( 1 37 berbagai belahan dunia lainnya, dan telah mengambil kehidupan yang sangat jauh dari kondisi tempat kemunculannya, mereka mengambil dan mengolah ulang tanda dari budaya yang hampir satu generasi jauhnya. (Thwaites, 2009: 276-278) Mod revival, pada era tersebut band yang mendominasi adalah band-band yang beraliran ska seperti the special, Madness, dsb. Musik yang diusung kebanyakan pada era mod revival berpengaruh pada musik tahun ’80 ( era New Wave). Pertengahan ’90 banyak bermunculan band sak seperti mighty-mighty bostone, save veris era ini lebih dikenal dengan Ska revival ke 2 (kebangkitan band2 ska geneerasi ke 2) yang berbarengan dengan bermunculannya band-band ska di Indonesia, yang memperkenalkan budaya ska yang termasuk kedalam gaya hidup Mod. Saking booming pengaruh dari ska revival ini, mengakibatkan ekspose media. @ AB &/C @AB)/C @ 3AB+/C @'5 AB4/./C 3.4.3 Komunitas “Beat Boys” Mod adalah budaya dunia, dari negeri asalnya di Inggris sana menyebar ke seluruh dunia, Asia, bahkan sampai ke Indonesia budaya Mod sudah banyak dianut oleh sebagian orang. Pertama kali budaya Mod masuk ke Indonesia yaitu di Jakarta tahun 90-an, tetapi pada saat itu yang mengenal budaya Mod masih sangat sedkit. Orang-orang mengenal Mod lewat berbagai media, pada saat itu khususnya media cetak seperti majalah, buku, dsb, juga lewat film-film bertemakan Mod, karena pada saat itu internet belum teralu membudaya, hanya segelintir orang saja yang mengetahui adanya budaya Mod melalui akses internet, lalu dengan informasi dari mulut ke mulut, mengobrol, berdiskusi antar anggota komunitas, menyebarlah budaya Mod ke daerah lainnya yaitu Bandung. Pada awalnya komunitas Mod di Bandung sendiri masih terpecah-pecah, sekitar tahun 2003, kemunculannya berawal dari kebiasaan kumpul-kumpul pengguna Vespa dan Lambretta yang berangkat dari hobi yang sama. ” masing-masing pada waktu itu punya tempat tongkrongannya sendiri, Bandung kan kecil jadi kalo maen kemana-maen kemana masih pada kenal, temennya itu-itu lagi, tapi mempunyai selera yang sama akan hal kendaraan, musik, dan fashion yang ngebeat, saling share, akhirnya mengerucut-mengerucut dan bersepakat membentuk komunitas Mod, yaitu Beat Boys3” Atas dasar kesepkatan bersama, setelah bertukar pikiran dengaan crew lainnya, Bang John yang pada saat itu adalah manager The Rock Café menawarkan untuk launching “Beat Boys”, pada akhirnya terbentuklah “Beat Boys” pada tanggal 29 Maret 2008 di The Rock Café Bandung. Gambar 3.3 Beberapa Anggota Komunitas “Beat Boys” $ 5 < 54-!// (http://www.facebook/beatboysindonesia.com) Komunitas “Beat Boys” ini awalnya sering berkumpul di Twank café, jalan Geusan Ulun (Sultan Agung), di café tersebut mereka sering bertemu untuk sekedar silaturahmi, sharing, atau membicarakan hobby mereka yaitu musik dan skuter, bahkan ada juga yang berbisnis. Di café tersebut juga kadangkala diadakan acara-acara musik, tentunya musik-musik yang mereka senangi, musikmusik beraliran brit-pop, r n’b, dan ska. Tetapi akhirnya karena satu dan lain hal, tempat berkumpul komunitas “Beat Boys” berpindah ke jalan Cihampelas, tepatnya di Cihampelas bawah, dekat bengkel knalpot. Tak hanya di Twank café, acara musik komunitas Mod, khususnya “Beat Boys” juga sering diadakan di café Envy, yang terletak diantara jalan Asia-afrika dengan Jalan Sunda, acara tersebut bertemekan “Sunny Sunday Afternoon”, dalam acara tersebut semua komunitas Mod, pecinta musik Rn’B, Ska, band-band era ’60-an dan Britpop berkumpul, bersenang-senang menikmati acara. Pengisi acaranya pun mayoritas dari crew “Beat Boys” karena kebanyakan dari mereka adalah musisi, mereka memainkan musik dub, reggae, rocksteady, dan Britpop. Musik-musik yang sering dibawakan idola mereka. Sekitar bulan April 2010, dengan kesamaan visi dan misi, “Beat Boys” menjadi komunitas yang terorganisir, walaupun pada awal mula komunitas ini terbentuk tidak ada struktur formal. Kebetulan Uge diberi kepercayaan menjadi kordinator, kumbang sebagai PR, Wino sebagai bendahara, dan Bayu sekertaris. “Disini bukan organisasi, tapi komunitas yang terorganisir. Alhamdulilah sekarang Beat Boys sudah lebih berkemabang, kita juga Insyaallah akhir bulan Juni atau Juli, bakalan buka cabang di Surabaya, perwakilan di Surabaya, kebetulan mereka juga sangat antusias dengan Beat Boys dan dinamakan Beat Boys Modernism Surabaya”. BAB IV PEMBAHASAN Dalam bab ini, penulis akan membahasa tentang Representasi Mod sebagai Gaya Hidup di Komunitas “Beat Boys” Bandung dengan menggunakan langkah-langkah pendekatan culture studies, komunikasi kelompok, dan interaksi simbolik. Adapun yang dibahas pada bab ini adalah gaya hidup, pola komunikasi, dan pesan simboik komunitas “Beat Boys”. Pembahasan akan dimulai secara satu persatu sesuai dengan identifikasi masalah. Pada bab ini akan mengikuti pola prosedur analisis sebagai berikut : Prosedur yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini dengan menggunakan penelitian intepretatif, alat bedah penelitian ini menggabungkan pendekatan culture studies, komunikasi kelompok, dan interaksi simbolik yang menjadi bahan analisis subjek penelitian. Objek yang dianalisis adalah komunitas “Beat Boys” yang melakoni gaya hidup Mod. Pertanyaan dalam penelitian ini berdasarkan pada gaya hidup yang direpresentasikan komunitas “Beat Boys”. Key informan, sebagai kunci untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi kepustakaan sebagai penguat data lapangan. Akhir dari kerangka tersebut akan menghasilkan suatu jawaban dari penelitian yang ditanyakan pada pertanyaan penelitian. Subkulutur adalah kultur – komunitas dengan sistem nilai dan perilaku tertentu – yang berada dalam suatu kultur dominan yang lebih besar dan berbeda dari kultur konvensional tersebut. Inti dari subkultur, yang membedakannya dari pengelompokan sosial lainnya di dalam suatu kultur dominan konvensional, adalah kesadarannya akan gaya dan perbedaannya dalam gaya – dalam cara berpakaian, pilihan musik, hobi, pola komunikasi, cara bicara, isi pembicaraan, bahkan hingga cara berpikir. Seseorang yang mempunyai ketertarikan yang sama pada suatua hal, biasanya membentuk suatu komunitas, mereka mempunyai kesadaran akan ikatan yang sama yang membentuk mereka. Anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok – ada sense of belonging – yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota, serta nasib anggota kelompok saling bergantung, sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain (Baron dan Byrne, 1979 : 5587, dalam Rakhmat, 2005: 142) Pada sebuah komunitas, setiap anggota kerap berkomunikasi mengenai hal-hal yang mereka senangi seperti gaya hidup. Gaya hidup yang berkembang saat ini lebih beragam dan tidak hanya dimiliki oleh satu masyarakat khusus. Gaya hidup menawarkan rasa identitas dan sekaligus alat untuk menghindari kebingungan karena begitu banyak pilihan. (dalam Hujatnikajenong, 2006: 38). Gaya hidup tertentu mempunyai kekhasan tertentu, seperti musik, fashion, dan kendaraan, ketiga hal tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan teori interaksi simbolik. interaksi simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Dalam interaksi simbolik, manusia secara aktif menciptakan citra diri, dalam hal ini citra diri komunitas “Beat Boys”. Manusia segera belajar bahwa orang lain akan menginterpretasi kita, kemampuan interpretif kita memungkinkan kita memanipulasi interpretasi ini sesuai dengan pandangan kita terhadap diri kita. (dalam Jones, 2009: 145) Kita memainkan peran kita dengan sedemikian rupa agar orang lain menginterpretaikan kita sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Dalam proses interaksi, melibatkan dua belah pihak, yaitu yang merepresentasikan dan yang mengostruksi, hal tersebut ada dalam sebuah kelompok, atau yang lebih ditekankan disini adalah komunitas. Kelompok atau komunitas adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Berikut ini adalah gambaran visual komunitas “Beat Boys” yang peneliti angkat dalam bentuk penelitian yang menjadi subjek penelitian. Gambar 4.1 Visualisasi Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys” (sumber: http://www.facebook/beatboysindonesia.com) Visualisasi gaya hidup tersebut akan dibahas dengan menggunakan pendekatan culture studies, teori komunikasi kelompok, dan teori interaksi simbolik. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan mendefinisikan objek analisis. Sebelum memulai, kita perlu memutuskan apa objek analisis kita. Idealnya, berhubungan dengan hipotesis, objek analisis haruslah sesuatu yang memungkinkan untuk kita menguji hipotesis. Ke-dua, mengumpulkan teks, memutuskan apa yang ingin diamati, serta mengaitkannya dengan teori. Ke-tiga, menerangkan isi teks secara terperinci. Keempat menafsirkan teks tersebut. Mendiskusikan makna dan implikasi tanda. Kelima, menjelaskan kode-kode kultural. Jenis pengetahuan kultural apa saja yang yang diperlukan untuk memahami objek penelitian. Ke-enam, membuat generalisasi. Apa yang dapat dikatakan mengenai bagaimana teks yang menjadi penelitian bisa menjadi bermakna. Langkah terakhir adalah dengan membuat kesimpulan dan menegaskan mengenai hasil dari penelitian tersebut. 4.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys” Tabel 4.1 Gaya Hidup Komunitas Beat Boys dianalisis dengan Pendekatan Culture Studies Objek Komunitas Beat Boys Satuan Analisis • Fashion • Musik • Skuter Komunitas Mod yang pada awal terbentuknya adalah sebagai perlawanan kepada kaum borjuis. Mereka melakukan perlawanan dengan menggunakan simbol-simbol berupa pakaian yang identik dengan kaum tersebut. Mereka ingin memperlihatkan bahwa kelas pekerja juga dapat berpenampilan rapi seperti para kaum borjuis, dari hasil keringat mereka sendiri. Gaya hidup perlawanan tersebut lama-kelamaan menjadi merambah ke ranah musik, dan kendaraan. Cultural Studies bertujuan meneliti/mengkaji berbagai kebudayaan dan praktik budaya serta kaitannya dengan kekuasaan. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan dimensi kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu mempengaruhi berbagai bentuk kebudayaan. Pokok soal sesungguhnya yang membedakan kajian budaya dengan displin lainnya, yaitu hubungan kajian budaya dengan soal-soal kekuasaan dan politik, dengan keinginan akan perubahan dan representasi dari dan ‘untuk’ kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan, terutama kelompok kelas, gender dan ras, tapi juga kelompok usia, kecacatan, kebangsaan, dan sebagainya. (http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewArticle/17678.) Gaya hidup komunitas Mod yang menginginkan penyamarataan kelas antara kaum borjuis dan kaum pekerja direpresentasikan dengan budaya perlawanan berupa penggunaan atribut yang sama dengan yang dikenakan kaum borjuis khususnya pakaian. Tetapi dengan begitu, membuat kaum Mod menjadi konsumtif, hal ini merupakan dampak yang disebabkan oleh faktor kekuasaan. Komunitas “Beat Boys” adalah komunitas yang para anggotanya melakoni gaya hidup Mod, mereka yang ingin dianggap, ingin eksis, mereka yang menginginkan persamaan kelas, mereka ingin diliat, dan mereka berusaha untuk tampil beda, dengan dandanan yang dandy.1 Mereka ingin membuat perlawanan dengan membuat perbedaan dengan orang lain. Mereka ingin memperlihatkan bahwa mereka dapat hidup mapan seperti para eksekutif dari hasil keringat sendiri yang bersumber dari hobby mereka (wirawasta). Eksistensi BeatBoys adalah untuk meluruskan kultur skuter yang melenceng. Di Indonesia orang-orang yang memakai vespa atau Lambretta sering diidentikan dengan orang tua atau gembel, karena ada salah satu komunitas pengguna skuter yang mendandani skuternya dengan barang-barang rongsokan, tengkorak, bahkan penampilan motor yang tidak terawat, padahal awalnya skuter di negeri asalnya digunakan oleh anak muda yang berpenampilan rapi, dan stylish. Komunitas ”Beat Boys” tidak mengadopsi atau mengaplikasikan budaya mod yang idealis, mereka tidak benar-benar mengadopsi mod jaman dulu, disesuaikan dengan kebudayaan yang ada di Indonesia. Karena jamanya saja sudah berbeda, dulu komunitas mod Inggris memilih skuter karena harganya yang murah, tetapi sekarang apalagi di Bandung harga skuter sudah termasuk mahal. Gaya hidup komunitas “Beat Boys” hampir sama dengan gaya hidup Mod dari negeri asalnya, terdiri atas tiga elemen penting, yaitu musik, fesyen, dan skuter, seperti yang sudah dibahas dalam bab sebelumnya, yang membedakannya adalah ideologinya, menurut Daud “komunitas kita adalah komunitas Mod Indonesia, mempunyai nilai-nilai keIndonesiaan dalam implementasinya, misalnya saja cara berpakaian kita tidak melulu mengenakan parka, liat iklim di Indonesia juga, lalu di luar kan mereka minum-minum sudah biasa, di komunitas 8 Beat Boys tidak semua anggotanya suka minum-minum, “ 2Perbedaan kultur budaya menyebabkan perbedaan pengadaptasian gaya hidup. Persamaan ideologi komunitas dari gaya hidup Mod yang mempunyai perbedaan generasi dan domisili ini adalah modern, modern disini diartikan sebagai kaum muda yang berpikir jauh kedepan, kreatif, dan visioner. Serta persamaan kelas, tidak membeda-bedakan status sosial. Dengan budaya konsumtif yang dilakoni kaum Mod, justru menjadi motivasi untuk komunitas ”Beat Boys”, dengan keinginan mendapatkan barangbarang yang identik dengan kaum Mod, yang merepresentasikan mereka adalah komunitas ”Beat Boys”, mereka menjadi lebih giat bekerja. Keadaan kesejahteraan sosial dan ekonomi dinilai sangat tidak adil. Kelompok yang merasa dirugikan, karena kondisi struktur cipataan sangat berperan menyebabkan kondisi ini, berusaha dengan keterbatasan yang ada tetap ingin dapat menikmati hidup dengan cara melakukan redefinisi budaya atau menjadi subkultur agar terasa lebih nyaman. Kaum muda yang sedang dalam masa transisi, mencari jati diri, biasanya hadir fase bersifat memberontak, juga pada masyarakat modern karena tingkat kompleksitas sangat tinggi. pengakuan atas penolakan. Cultural Studies mengisyaratkan bahwa konsep penolakan bukan merupakan soal kebenaran atau kesalahan, melainkan hal utilitas dan nilai. penolakan merupakan suatu sikap bertahan dari kelas pekerja terhadap kultur berkuasa, yang mana kelompok terkahir jauh lebih diuntungkan dalam ! 5 8!/1 !// dinamika ekspansi kapitalisme. Reaksi ini ditujukan pada ketidak seimbangan akan pembagian kekuasaan yang bermuara pada ketimpangan dalam kesejahteraan ekonomi – sosial. Pertahanan diperlukan agar dengan identitas tertentu eksisitensi hidup tetap berlangsung sesuai harapan. (Teguh Iman Prasetya, Subkultur Kaum Muda, http://[email protected]) 4.1.1 Tiga Elemen Gaya Hidup Komunitas ”Beat Boys” Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntunan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan perubahan cara berpakaian. Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religious, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah, kendaraan, dan perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakaianya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa kita mempunyai citra terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya. Kita memang cenderung mempersepsi dan memperakukan orang yang sama dengan cara berbeda bila ia mengenakan pakaian berbeda (dalam Mulyana, 2005: 347). Model busana manusia dan cara menggenakannya bergantung pada budaya masing-masing pemakainya. Busana adalah salah satu dari rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, yang dengannya orang menempatkan diri mereka terpisah dari yang lain, dan selanjutnya, diidentifikasi sebagai suatu kelompok tertentu ( Ibrahim, 2009 : x dalam Barnard ). Dalam pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pakaian juga dapat membedakan suatu kelompok dengan kelompok lainnya, seperti komunitas “Beat Boys” mempunyai ciri khas busana yang sering digunakan, selain menggunakam pakaian yang rapi, ada juga beberapa pakaian yang sering diidentikan dengan komunitas Mod, khususnya “Beat Boys”, yaitu : Polo shirt, jaket Harrington, Parka, kemeja, Sweater, Stapresst Jeans, Three Suit Button, kesemua pakaian tersebut pasti bermerek Fred Perry, Ben Shermen, Baracuta, dan Merc. London. Merek-merek tersebut merupakan merek-merek yang lahir dan berkembang dengan komunitas Mod. Gambar 4. 2 Ciri Khas Busana komunitas “Beat Boys” (http://www.facebook/beatboysindonesia.com) Selain pakaian, aksesoris juga menjadi salah satu hal yang penting, aksesoris yang sering digunakan komunitas Mod adalah swedian Shoes (Clarck), boot Doc. Marteen, watch, Pork Pie cap. Musik dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata. musik sebagai suatu bentuk estetika masuk ke dalam perasaan estetis dimana seorang akan senang apabila mendengar yang indah, merasa nyaman, merasa senang, merasa bahagia, sedih, dan lain-lain sebagai dasar memulai membentuk suatu ide sekaligus sebagai objek-nya. Musik merupkan salah satu bagian dari tiga elemen penting gaya hidup Mod. Musik komunitas Mod identik dengan The Who. The Who dianggap sebagai pahlawan kaum mod, begitu juga dengan komunitas “Beat Boys”, karena The Who berjasa memperkenalkan berbagai atribut kaum mod kepada dunia. Misalnya, memakai skuter lengkap dengan empat spion atas dan bawah dalam cover album mereka (Quadrophenia) dls. Musik kaum mod tidak harus selalu beraliran british pop, tetapi ada juga Genre seperti jamaican ska, rocksteady dan musik soul. Karena Mod merupakan budaya yang bercampur antara budaya Inggris dan Jamaika, seperti yang dikatakan Kumbang, anggota komunitas “Beat Boys”, “Mod itu budaya mix dari kultur jamaika dan inggris itu sendiri, mereka kebanyakan dari working class”. Kultur yang juga dibawa adalah kultur dari segi musik. Jadi, anggota komunitas “Beat Boys” selain menyukai musik-musik british pop seperti yang dibawakan The Who, The Kinks, The Lambretass dsb, mereka juga menyukai musik-musik seperti ska, rocksteady, 2tone, dan soul yang dibawakan oleh The specials, Long Shot Party, Save Verris ,dls. Komunitas “Beat Boys” sering mengadakan acara musik di café Envy, yang terletak diantara jalan Asia-afrika dengan Jalan Sunda, acara tersebut bertemekan “Sunny Sunday Afternoon”, dalam acara tersebut semua komunitas Mod, pecinta musik Rn’B, Ska, dan Britpop berkumpul. Pengisi acaranya pun mayoritas dari crew “Beat Boys” karena kebanyakan dari mereka adalah musisi, mereka memainkan musik-musik yang sering dibawakan idola mereka. Gambar 4.3 Gig’s Sunny Sunday Afternoon Kendaraan tidak kalah penting dari dua elemen lainnya, skuter seperti Vespa atau Lambretta sebagai pilihan alat transportasi komunitas “Beat Boys”, hampir semua anggotanya memakai skuter. Mereka mendandani skuternya agar terlihat berbeda dengan yang lain, mulai dari kaca spion, warna body skuter, aksesoris seperti bendera-bendera, sandaran jok belakang, bahkan joknya sendiri. Ciri khas, pembeda dari komunitas lain adalah “Mods Moven”, kegiatan yang berisi sosial, olahraga, gigs, event, undangan event, touring, bentuk kegiatan-kegiatan positif, tujuannya adalah untuk mempererat persaudaraan, tali silaturahmi antara crew Beat Boys 3 pada khususnya dan komunitas lain pada umumnya. Olahraga yang biasa dilakukan adalah jogging di Lembang, dan Futsal. Gambar 4.4 Kegiatan Komunitas “Beat Boys” (http://www.facebook/beatboysindonesia.com) $ 4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys” Tabel 4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys” dengan analisis Komunikasi Kelompok Objek Satuan Analisis Komunitas • Termasuk kedalam kelompok primer Beat Boys • Konformitas • Efek positif fasilitas sosial • Ukuran kelompok menyebabkan terjalinnya komunikasi yang baik • Hampir tidak ada aturan baku asalkan “Respect Each Other (saling menghargai) Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut 'pengalaman berbagi'. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam 'bahasa' yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Komunitas ini mempunyai tujuan yaitu sebagai eksistensi individu yang diakumulasikan dan direpresentasikan dibawah naungan komunitas ”Beat Boys”, komunitas yang berbagi konsep-konsep yang sama mengenai gaya hidup Mod. Dalam sebuah masyarakat maju, bagian terbesar dari tindakan kelompok terdiri atas pola-pola yang stabil dan selalu berulang yang memiliki makna yang umum dan tetap bagi anggota mereka. Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Komunitas “Beat Boys” mempunyai “bahasa slank-nya” sendiri, dengan hal itu mereka saling berkomunikasi, bahasa-bahasa seperti : Tabel 4.3 Bahasa “Slank” yang sering digunakan Komunitas “Beat Boys” Bahasa Artinya Mod sengklek Gila Quadro Mabuk Migo Santai ACAB Berjualan Going Steady Tidak mudah menyerah Keep moving Berjalan Smart Dress Rapi Ngebeat Dinamis Mojo Keren Skip Kikuk (sumber: data penulis) Fenomena tersebut, dinamakan pandangan retorika, dimana sebuah kelompok memandang sesuatu hal yang telah, sedang dan akan terjadi lewat sebuah pemaknaan realitas yang tercermin dari kesamaan pemaknaan realitas, hal tersebut didasarkan pada intensitas pertemuan dan segala hal yang telah mereka lalui bersama. Hal tersebut terjadi karena keakraban tingkat tinggi antar anggotanya. Komunitas “Beat Boys” mempunyai kualitas komunikasi dalam dan meluas, dalam artian menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menampakan perilaku dalam suasana privat sekalipun. Selain berbagi tentang hobby mereka, mereka juga terkdang menceritakan hal-hal pribadi mereka, seperti masalah pekerjaan, keluarga, bahkan wanita. Kendala dalam komunikasi diantara mereka bisa dibilang minim, karena mereka semenjak lama sudah mempelajari karakter masing-masing anggota, mereka sudah mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk saling berkomunikasi, apa yang disuka dan apa yang tidak suka. Komunitas ”Beat Boys” apabila dilihat dari fasilitasi, mempunyai dampak positif, karena dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu anggota kelompoknya, khususnya dalam bidang pekerjaan. Antar anggota saling mendukung dan menyemangati untuk terus bekerja keras agar mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Kecenderungan ke arah Polarisasi yang ekstrem tidak ada, masih dalam ambang batas wajar, tidak mengarah menjadi rasis atau idealis, tetap masih memegang nilai ketimuran. Anggota komunitas ”Beat Boys” karena kuantitas pertemuan yang sudah berlangsung cukup lama, dengan jumlah anggota yang tidak terlalu banyak, pola komunikasi yang terjalin antar anggota masih terawasi, sehingga masih dapat saling berbagi dan saling mendukung sehingga menimbulkan keakraban antar sesama anggota. Kehidupan kelompok terdiri atas perilaku-perilaku kooperatif anggotaanggotanya. Kerja sama manusia mengharuskan kita untuk memahami maksud orang lain yang juga mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Jadi, kerja sama terdiri dari membaca tindakan dan maksud orang lain serta menaggapinya dengan cara yang tepat. Dengan mengetahui pola komunikasi yang terjalin antar komunitas ”Beat Boys”, diharapkan dapat mengurangi gesekan-gesekan yang ada, dapat menyelesaikan masalah langsung dari akarnya karena mengetahui apa penyebab masalah yang timbul. Serta agar dapat saling mendukung ke arah yang lebih baik. 4.3 Pesan Simbolik yang Digunakan Komunitas “Beat Boys” Tabel 4.4 Pesan Simbolik Komunitas “Beat Boys” Dianalisis Menggunakan Pendekatan Interaksi Simbolik Objek Komunitas Beat Boys Satuan Analisis • Atribut gaya hidup Mod digunakan sebagai sarana untuk saling mengidentifikasi diri bahwa mereka adalah bagian dari komunitas “Beat Boys” Komunitas “Beat Boys” berkomunikasi melalui tindakan konsumsi. Seperti yang diungkapkan Hebdige 1978: 94-95, dalam Storey 2008: 151-152 : Subkultur-subkultur kaum muda adalah… beragam budaya konsumsi yang menyolok mata – bahkan ketika, sebagaimana pada komunitas skinhead dan punk, tipe konsumsi tertentu sangat ditolak mentah-mentah – dan melalui ritual khas konsumsilah, melalui gaya, subkultur ini sekaligus menguakkan identitas “rahasia”-nya dan mengkomunikasikan maknanya yang terlarang. Inilah pada dasarnya cara komoditas-komoditas digunakan di dalam subkultur yang memisahkan dari bentuk-bentuk kultural yang lebih ortodoks. Gaya hidup, tampak dari luar dapat dipersempit melalui unsur fashion yang digunakan manusia untuk menunjukan siapa dirinya diluar sana dengan menggunakan identitas yang lain. Dengan menggunakan atribut fashion gaya hidup Mod, komunitas “Beat Boys” ingin dilihat sebagai komunitas yang berpikir modern, modern dalam segala hal, misalnya dapat menerima budaya baru dan berbeda, walaupun tidak menelan mentah-mentah budaya tersebut,apapun yang terjadi segala sesuatu pasti ada baik dan buruknya, jadi harus pandai-pandai memilah-milah, tetapi setidaknya dengan terbuka akan hal-hal baru, akan memperkaya pengetahuan dan wawasan pelaku Mod tersebut. Subkultur kaum muda terlibat dalam bentuk-bentuk perlawanan simbolik terhadap budaya dominan maupun budaya orangtua. Menjadi anggota kelompok “Beat Boys” merupakan salah satu cara untuk menandai pembedaanya dari masyarakat lain, hal itu dimaksudkan untuk mendefinisikan, mengekspresikan, merefleksikan serta memperjelas pembedaan dan perbedaan kelompok. Hal itu digunakan untuk menilai dan dinilai orang lain. Gaya hidup yang dijalani seseorang, dengan demikian, melibatkan keseluruhan diri orang itu dan seperangkat peralatan tertentu. Gaya hidup merupakan hasil interaksi yang intens antara orang yang menjalankannya dan peralatan yang digunakan, hasil interaksi antara subjek dan objek. Interaksi subjek dan objek itu berlangsung didasari oleh serangkaian asumsi dan aturan tertentu. Dalam konteks masyarakat tertentu, rangkaian asumsi dan aturan itu adalah sikap, nilai, dan norma dari kelompok sosial tempat orang terlibat dalam kesehariannya. Sebagai kesatuan organik, gaya hidup merepresantasikan gagasan dan pemikiran-pemikirannya melalui sebuah media yaitu cara komunitas tertentu berpakaian, bermusik, dan kendaraan yang dipakai. Tanda mengartikan atau merepresentasikan (menggambarkan) konsep-konsep, gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seseorang ‘membaca’, men-kode ulang atau menginterpretasikan maknanya. Simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna. Para anggota komunitas “Beat Boys” saling mengidentifikasi dengan penggunaan simbol-simbol gaya hidup Mod. Pesan yang ingin disampaikan dari gaya hidup Mod oleh komunitas “Beat Boys” adalah mereka menganggap Mod sebagai cara hidup atau way of life. Mod adalah sebuah kultur yang berpikir modern, dapat menerima pemikiran-pemikiran atau kultur baru dari mana saja, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mempunyai semangat penampilan dan dandanan yang selalu rapi, pekerja keras. Serta tidak lupa penyamarataan kelas, dalam artian penyeragaman kelas, tidak membedabedakan status sosial. Selain itu juga menunjukan pola pikir yang lebih matang, karena dapat berbaur dengan segala komunitas. Mod dianggap sebagai ekspresi dari keprihatinan dan posisi-posisi struktural tersembunyi kelompok-kelompok muda. Simbol-simbol yang sebelumnya tidak terkait kemudian dipadukan untuk menciptakan makna-makna baru. Seperti komunitas Mod yang pada awalnya membuat perlawanan dengan menggunakan simbol-simbol berupa pakaian yang identik dengan kaum tersebut. Mereka ingin memperlihatkan bahwa kelas pekerja juga dapat berpenampilan rapi seperti para kaum borjuis dari hasil keringat mereka sendiri lama kelamaan merambah ke musik dan alat transportasi. Gaya tersebut merepresentasikan suatu brikolase simbol yang membentuk suatu ekspresi yang koheren dan bermakna. Intinya adalah perlawanan simbolik subkultur merupakan sikap terhadap pemaknaan ulang, sedang suatu proses redefinisi tersebut disebut brikolase, dan homologi yang merupakan relasi sinkronik yang tercipta antara kelompok particular terhadap dunia baru mereka redefiniskan.(http://www.teguh [email protected]/subkultur/dan/kaum/muda) yang telah di 4.3.Validitas dan Realibilitas Tabel 4.5 Tabel Validitas dan Realibilitas INSTRUMEN 1. Lucky Airlangga REALIBILITAS Pelaku Mod “Beat Boys” VALIDITAS (foto 4.5.1 Lucky Airlangga, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) 2. Daud Fallahien Pelaku Mod “Beat Boys” (foto 4.5.2 Daud Fallahien, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) 3. Erwino Sakti Pelaku Mod “Beat Boys” (foto 4.5.3 Erwino Sakti, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) 4. Geri Gilban Rizali Pelaku Mod “Beat Boys” (foto 4.5.4 Geri Gilban Rizali, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) 5. Roni Anwar Pelaku Mod “Beat Boys” (foto 4.5.5 Roni Anwar, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi) 6. Gustaff Harriman Iskandar Pengamat Gaya Hidup, salah satu penulis buku “Resistensi Gaya Hidup, Teori dan Realitas” (foto 4.5.6 Gustaff H. Iskandar, pengamat gaya hidup, salah satu penulis buku “resisensi Gaya Hidup, teori dan realitas, dokumentasi pribadi) 7. Sumber Litelatur (gambar 4.5.7 buku yang salah satu isinya ditulis oleh Gustaff H. Iskandar, http://www.belbuk.com/images ) Contoh salah satu pengertian kelompok dari buku Ilmu Komunikasi suatu pengantar: Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Mulyana, Deddy M.A., Ph.D., 2005, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. 8. Sumber Internet Contoh kutipan dari http//:www. internet: bambangkusumawijaya@ Semua interaksi wordpress.com antarindividu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol (komunikasi), dengan kata lain, melalui interaksi, kita membangun sebuah pemahaman yang fleksibel tentang diri sendiri-siapakah anda sebgai seseorang BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai representasi gaya hidup Mod di Komunitas “Beat Boys” Bandung, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 5.1.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys” Komunitas “Beat Boys” Bandung tidak mengadopsi mentah-mentah gaya hidup Mod dari negeri asalnya yaitu Inggris, mereka mengimplementasikan gaya hidup Mod keIndonesiaan. Gaya hidup komunitas “Beat Boys’ terbagi atas tiga elemen utama, yaitu fashion, musik, dan skuter. Ketiga atribut tersebut apabila dilihat dari kaca mata culture studies pada awalnya merupakan perlawanan simbolik terhadap tatanan kelas yang berkuasa, tetapi untuk saat ini, ketiga atribut tersebut merupakan pembeda dari gaya hidup lainnya 5.1.2. Pola komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung Pola komunikasi yang dikembangkan oleh komunitas “Beat Boys” adalah komunikasi kelompok, karena mereka mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut sehingga menimbulkan keakraban antar anggotanya. Komunitas “Beat Boys” mempunyai kualitas komunikasi dalam dan meluas, dalam artian menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menampakan perilaku dalam suasana privat sekalipun. Komunitas ”Beat Boys” apabila dilihat dari fasilitasi, mempunyai dampak positif, karena dianggapmenimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu anggota kelompoknya, khususnya dalam bidang pekerjaan. 5.1.3 Pesan Simbolik yang Digunakan Komunitas “Beat Boys” Awal mula komunitas “Beat Boys” terbentuk adalah para anggotanya yang mempunyai kesamaan minat akan skuter, mereka saling mengidentifikasikan simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna. Para anggota komunitas “Beat Boys” saling mengidentifikasi dengan penggunaan simbol-simbol gaya hidup Mod. Tujuan bersama yang ingin mereka capai adalah memberikan pesan kepada khalayak, bahwa komunitas “Beat Boys” adalah Pesan yang ingin disampaikan dari gaya hidup Mod oleh komunitas “Beat Boys” adalah mereka menganggap Mod sebagai cara hidup atau way of life. Mod adalah sebuah kultur yang berpikir modern, dapat menerima pemikiran-pemikiran atau kultur baru dari mana saja, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mempunyai semangat penampilan dan dandanan yang selalu rapi, pekerja keras. Serta tidak lupa penyamarataan kelas, dalam artian penyeragaman kelas, tidak membeda-bedakan status sosial. Selain itu juga menunjukan pola pikir yang lebih matang, karena dapat berbaur dengan segala komunitas. DAFTAR PUSTAKA Daymon, Christine dan Immy Holloway, 2008, Riset Kualitatif, PT. Bentang pustaka, Yogyakarta. Fiske, John, 2007, Cultural and Communication Studies, Jalasutra, Yogyakarta. Goldberg, Alvin A., Carl E. Larson, 1985, Komunikasi Kelompok, prosesproses diskusi dan penerapannya, penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hujatnikajennong, Agung, 2006, Resistensi Gaya Hidup, Teori dan Realitas, Jalasutra, Yogyakarta. Ibrahim, Idy Subandi, 2007, Budaya Populer Sebagai Komunikasi, Jalasutra, Yogyakarta. Liliweri, Alo DR. M.S., 1994, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. LittleJohn, Stephen W., Karen A. Foss, 2009, Teori Komunikasi, Theories of Human Communication, Salemba Humanika, Edisi 9, Jakarta Lull, James, 1998, Media Komunikasi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Moleong, Lexy J., Dr., 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Mulyana, Deddy Prof., M.A., P.Hd., dan Dr. Solatun M.Si., 2006, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Mulyana, Deddy DR. M.A. 2008, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Mulyana, Deddy M.A., Ph.D., 2005, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Rakhmat, Jalaluddin, 2005, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung Sobur, Alex Drs. M.Si., 2009, Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Soekanto, Soerjono Prof., Dr., S.H., M.H., 2005, Sosiologi suatu pengantar, PT. raja Grafindo Persada, cetrakan ketigapuluh delapan, Jakarta. Stokes, Jane, 2006, How to Do Media and Cultural Studies, PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta Storey, Jhon, 2008, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Jalasutra, Yogyakarta. Tubbs, Stuart L., dan Sylvia Moss, 2008, Human Communication, PrinsipPrinsip Dasar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. • Sumber lain: http://wwisanggeni.blog.friendster.com/2006/10/interaksi-simbolik/ http://indonesia.siutao.com/tetesan/komunikasi.php http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewArticle/17678. http://rinexzan.multiply.com/journal/item/1/dramaturgi LAMPIRAN TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN KOMUNITAS “BEAT BOYS” PERTANYAAN TENTANG MOD 1. Apa itu Mod? 2. Sejarah Mod? 3. Ideologi/filosofi Mod? 4. Awal mula Mod masuk ke Indonesia? 5. Apa yang menjadi syarat bagi seseorang agar bisa melakoni Mod? PERTANYAAN TENTANG KOMUNITAS “BEAT BOYS” 1. Awal mula terbentuk? 2. Pencetusnya? 3. Tujuan dibentuknya komunitas “Beat Boys”? 4. Kegiatan? 5. Apa yang membedakan komunitas “Beat Boys” dengan komunitas lain? PERTANYAAN TENTANG KONSEP DIRI KOMUNITAS “BEAT BOYS” 1. Apa saja objek yang khas dari komunitas “Beat Boys”? 2. Bagaimana konsep diri yang ingin ditampilkan oleh komunitas “Beat Boys”? 3. Bagaimana penerapan gaya hidup Mod di kehidupan sehari-hari? 4. Tujuan anda menjadi pelaku Mod? 5. Apa yang anda dapatkan dengan menjadi pelaku Mod komunitas “Beat Boys? TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN GUSTAFF H. ISKANDAR 1. Menurut anda, apa itu gaya hidup? 2. Menurut pengamatan anda selama ini, kenapa seseorang melakoni gaya hidup tertentu? 3. Apa yang ingin mereka representasikan? 4. Bagaimana perkembangan gaya hidup di Bandung selama ini? DATA NARASUMBER 1. Nama : Lucky Airlangga (Uky) Alamat : Komp. Cibaligo Permai No. 84 Hp : 022-93218482 Ttl : Balikpapan, 25 February 1982 2. Nama : Daud Fallahien (Daud) Alamat : Jl. Kendang No. 3 Bandung Hp : 085624347938 Ttl : Bandung, 20 February 3. Nama : Erwino Sakti (Wino) Alamat : jl. Cipaku Indah I no. 10 Hp : 08882000107 Ttl : Bandung, 24 Agustus 1976 4. Nama : Geri Gilban Rizali (Uge) Alamat : jl. Cihampelas 93A Hp : 022-93385937 Ttl : Bandung, 21 November 1976 5. Nama : Roni Anwar (Kumbang) Alamat : Jl. Phh. Mustopa gg. Sukapada No.1 Hp : 085720370669 Ttl : Bandung, 8 Agustus 1981 6. Nama : Gustaff Harriman Iskandar Alamat : Jl. Kyai Gede Utama No. 8 Hp : 0818890702 Ttl : 1974 DOKUMENTASI KEGIATAN KOMUNITAS “BEAT BOYS” Buku yang wajib dibaca oleh komunitas Mod