peringatan - Perpustakaan UNISBA

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
REPRESENTASI MOD SEBAGAI GAYA HIDUP DI KOMUNITAS
“BEAT BOYS” BANDUNG
Penelitian Culture Studies dengan Pendekatan Interaksionisme Simbolik
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Fakultas Ilmu Komunikasi
Oleh :
Gita Khalida
10080006041
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
BIDANG KAJIAN JURNALISTIK
2010
LEMBAR PENGESAHAN
REPRESENTASI MOD SEBAGAI GAYA HIDUP DI KOMUNITAS
“BEAT BOYS” BANDUNG
Studi Kualitatif Analisis Interaksi Simbolik dengan Pendekatan Culture Studies
Disusun Oleh:
Gita Khalida
10080006041
Bidang Kajian Ilmu Jurnalistik
Menyetujui
Pembimbing
Ferry Darmawan, S. Sos., M.Ds
Mengetahui
Ketua Bidang Kajian Jurnalistik
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
Ema Khotimah Dra., S.Pd., M.Si.
Arahkanlah wawasanm
mu lurus-lurus dengan bertobat kepadaNya. Berrtakwalah
kepadaNya, kerjakannlah shalat dan janganlah kamu menjadi golongaan orangorang yang muusyrik! Yaitu golongan orang-orang yang memeccah belah
agamanya menjadi beeberapa aliran, tiap-tiap golongan merasa banggga dengan
aliran yang ada pada mereka.Ar-Ru
um:31-32
ABSTRAK
Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan antara satu pihak dan
pihak lainnya, yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana, dimulai dengan
sejumlah ide-ide yang abstrak dalam otak seseorang untuk mencari data atau
menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk pesan untuk
kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak langsung menggunakan bahasa
berbentuk kode visual, kode suara, atau kode tulisan.
Fenomena-fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda budaya
tampaknya semakin rumit sejalan dengan semakin beraneka ragamnya konsep diri,
minat, kepentingan, gaya hidup, kelompok rujukan, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai
yang berkembang. Gaya hidup yang berasal dari luar negeri misalnya, dapat dianut oleh
orang-orang di Indonesia seperti gaya hidup Mod.
Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah
laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana
dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan
bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang
disandangnya (sumber). Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol
status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Gaya hidup yang dilakoni anak muda di Bandung pun ada beberapa macam, seperti
gaya hidup Mod yang dilakoni oleh komunitas “Beat Boys”. Mod adalah (diambil dari
kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda dikalangan working class yang
berkembang pada akhir 1950-an di Inggris dengan obsesi terhadap fashion musik dan
skuter. Komunitas “Beat Boys” adalah komunitas yang melakoni Mod sebagai gaya
hidup yang terbentuk tanggal 29 Maret 2008.
Penelitian ini memfokuskan diri pada gaya hidup komunitas “Beat Boys”,
penulis melihat dari sudut pandang gaya hidup komunitas “Beat Boys” yang memiliki
banyak makna dan kode didalamnya dan terpacu untuk melakukan sebuah penelitian
mengenai kehadiran gaya hidup Mod dalam komunitas “Beat Boys”.
Berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, formasi permasalahan yang
diajukan penulis pada penelitian ini adalah “Representasi Mod sebagai Gaya Hidup di
Komunitas “Beat Boys” Bandung”, sedangkan tujuan penelitian yang ingin diketahui
adalah bagaimana gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung, bagaimana pola
komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas “Beat Boys” Bandung, dan
bagaimana pesan simbolik yang dipergunakan oleh anggota komunitas “Beat Boys”
Bandung dalam mengaplikasikan gaya hidup mereka.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan interaksi simbolik. Key informan, sebagai kunci untuk mendapatkan jawaban
dari pertanyaan penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi
kepustakaan sebagai penguat data lapangan yang berkaitan dengan representasi gaya
hidup Mod komunitas “Beat Boys”.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunitas “Beat
Boys” mempunyai tiga elemen utama dalam melakoni gaya hidup Mod, yaitu fashion,
musik, dan skuter. Komunitas “Beat Boys” mempunyai kualitas komunikasi dalam dan
meluas, dalam artian menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menampakan
perilaku dalam suasana privat sekalipun. Pesan simbolik yang ingin disampaikan dengan
menggunakan atribut Mod adalah perlawanan simbolik terhadap tatanan kelas yang
berkuasa. Presentasi-diri yang ingin diperlihatkan dari penggunaan ketiga atribut Mod
tersebut menandai satu sama lainnya siapa dan apa mereka dan situasi-situasi yang
mereka masuki, dan perilaku-perilaku berlangsung dalam konteks identitas sosial,
makna, dan definisi situasi.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Syukur alhamdullilah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya karena berkat pertolongan-Nya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai syarat akhir untuk memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Bandung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit bantuan moral maupun
materiil yang telah penulis terima, yang sangat besar artinya dan merupakan
bantuan yang tak ternilai harganya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan dorongan dari pihak lain, penulisan skripsi ini tidaklah mungkin
dapat dengan cepat terwujud.
Sungguh sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata sebagai ucapan
terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dorongan hingga selesainya penulisan skripsi ini, namun pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1.
Allah SWT yang telah mengijinkan dan meridhoi penulis dalam
menyelesaikan penelitian skripsi mengenai gaya hidup.
2. DR. O. Hasbiansyah Drs., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
selama ini bagi penulis.
3. Ferry Darmawan, S. Sos., M.Ds., selaku Dosen Pembimbing atas segala
bantuan, bimbingan dan waktu yang diberikan, serta koreksi yang tak
terhingga nilainya yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi selama ini.
4. Ema Khotimah Dra., S.Pd., M.Si., selaku Ketua Bidang Kajian Jurnalistik,
yang telah banyak memberikan gambaran dan arahan bagaimana ruang
lingkup kerja kajian Jurnalistik.
5. Hj. Kiki Zakiah Dra,.M.Si selaku selaku Dosen Wali yang telah memberikan
bimbingan, masukan serta dorongan selama masa perkuliahan pada penulis.
6.
Para dosen penguji pada pelaksanaan sidang komprehensif dan sidang skripsi
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan kelancaran pada
penulis pada saat jalannya sidang, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
7. Seluruh Pimpinan Fakultas Ilmu Komunikasi beserta segenap staff pengajar
dan staff administrasi yang telah banyak membantu penulis selama
menempuh pendidikan di Bidang Kajian Jurnalistik Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Bandung.
8. A Uki, A Wino, A Uge, A Daud, dan Kumbang yang telah mengijinkan
penulis melakukan aplikasi dan riset tentang gaya hidup Mod dan segenap
crew “Beat Boys” lainnya.
9. Pa. Gustaff yang telah membantu penulis menamabah referensi tentang gaya
hidup.
10. My beloved parents Mamam Ike dan Babap Benny yang telah memberikan
doanya, kasih sayangnya juga dorongan yang tak ternilai kepada penulis.
11. My two funny fairy Taci dan Tasa yang selalu membuatku tertawa dan mau
mendengarkan kisahku.
12. Keluarga besar Soedarbo dan Goembira atas segala do’a dan dukungannya.
13. Culin, Osiie, Upiw yang selalu menemani, membantu, berbagi semuanya
disetiap harinya.
14. Geng Ceriwis Kikiw, Momon, Lili, Dindut, Ade, Ebhel, Donna, Ateh, Adut
yang telah menemaniku semenjak Taaruf sampai sidang skrpsi tak lupa Vira
dan Tweety yang sekarang menghilang entah kemana.
15. Untuk teman-teman kuliah yang lain semenjak semester pertama hingga
sekarang, juga Sarah yang telah bersama-sama menempuh seminar,
wawancara, dan sidang UP bersama.
16. Untuk semua orang yang aku sayang dan sayang aku.
17. Lagu-lagu, laptop dan USB yang membantu pengerjaan skripsiku.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis selama mendapat balasan dari Allah SWT..Amien..
Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam
penulisan selanjutnya dapat lebih baik.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan
sumbangan
ilmiah
bagi
yang
memerlukan
membutuhkan…amiien.
Wassalammu’alaikum
Bandung, Juli 2010
Penulis,
Gita Khalida
dan
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………iv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………11
1.3 Identifikasi Masalah…………………………………………………11
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………12
1.5 Kegunaan Penelitian………………………………………………...12
1.6 Alasan Pemilihan Masalah…………………………………………..13
1.7 Pengertian Istilah…………………………………………………… 14
1.8 Kerangka Pemikiran………………………………………………... 16
1.9 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………. 22
1.10 Waktu Penelitian……………………………………………….. 23
1.11 Validitas dan Realibilitas………………………………………. 24
BAB II : KAJIAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Komunikasi ……………………………………………... 25
2.1.1 Hakikat Komunikasi………………………………………25
2.1.2 Definisi Komunikasi…………………………………….. 26
2.1.3 Fungsi Komunikasi……………………………………… 29
2.1.4 Konteks-konteks Komunikasi…………………………… 31
2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok………………………… 33
2.2.1 Definisi Komunikasi kelompok………………………….. 33
2.2.2 Kelompok Primer dan Sekunder……………………..….. 35
2.2.3
Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi................ 36
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
.......................................................................................... 37
2.2.5 Karakteristik Komunikasi Kelompok.............................. 37
2.2.6 Komunitas........................................................................ 38
2.3 Tinjauan Gaya Hidup....................................................................... 39
2.3.1 Hakikat Tentang Gaya Hidup…………………………….…. 39
2.3.2 Definisi Gaya Hidup…………………………………...…… 41
2.3.3 Teori Gaya Hidup Menurut Adler........................................... 43
2.4 Teori Interaksionisme Simbolik....................................................... 46
2.5 Komunikasi Verbal……………………………………………….…….54
2.6 Komunikasi Non Verbal.................................................................. 59
2.6.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Nonverbal………..…..60
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN DAN OBJEK PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian……………………………………………………61
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif…………………………………..64
3.2 Cultural Studies…………………………………………………………..67
3.3 Metodologi Interaksionis Simbolik………………………………………72
3.4 Objek Penelitian………………………………………………………….73
3.4.1 Sejarah Mod……………………………………………………73
3.4.2 Gaya Hidup Komunitas Mod………………………………….74
3.4.3 Komunitas “Beat Boys”………………………..……………. 80
BAB IV: PEMBAHASAN
4.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”………………………………..….86
4.1.1 Tiga Elemen Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”….……....90
4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys”………………………………95
4.3 Pesan Simbolik Komunitas “Beat Boys”……………………………..…99
4.4 Validitas dan Realibilitas………………………………………………...103
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………..106
5.1.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”…………………….…106
5.1.2 Pola Komunikasi yang Dibangun Komunitas “Beat Boys”..106
5.1.3 Pesan Simbolik yang digunakan Komunitas “Beat Boys”....107
5.2 Saran………………………………………………………………….....107
5.2.1 Saran bagi Penulis Lain……………………………………...107
5.2.2 Saran bagi Komunitas “Beat Boys”……………………..…..108
DAFTAR BAGAN………………………………………………………….…..vi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….…ix
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….…x
LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN
•
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran (data penulis)
DAFTAR GAMBAR
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Gambar 1.1 Lambang Mod (sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%29)
Gambar 3.1 Visualisasi Gaya Hidup komunitas Mod di Inggris 1960-an
(http://theinvisibleagent.wordpress.com/2009/05/03/1960s-vintagevespa/)
Gambar 3.2 Lambang Mod (sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%29)
Gambar 3.3 Beberapa Anggota Komunitas “Beat Boys”
(http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
Gambar 4.1 Visualisasi Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys” (sumber:
http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
Gambar 4.2 Ciri Khas Busana komunitas “Beat Boys” (sumber:
http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
Gambar 4.3 Gig’s Sunny Sunday Afternoon (sumber: dokumentasi
pribadi)
Gambar 4.4 Kegiatan Komunitas “Beat Boys”
(http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
foto 4.5.1 Lucky Airlangga, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi)
foto 4.5.2 Daud Fallahien, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi
(foto 4.5.3 Erwino Sakti, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi)
foto 4.5.4 Geri Gilban Rizali, pelaku Mod Beat Boys, dokumentasi
pribadi
foto 4.5.6 Gustaff H. Iskandar, pengamat gaya hidup, salah satu penulis
buku “resisensi Gaya Hidup, teori dan realitas, dokumentasi pribadi)
(gambar 4.5.7 buku yang salah satu isinya ditulis oleh Gustaff H.
Iskandar, http://www.belbuk.com/images )
DAFTAR TABEL
•
•
•
•
•
•
3.1 Perbandingan antara Perspektif Objektif dan Perspektif Subjektif
dalam Mulyana, 2008: 147)
Tabel 4.1 Gaya Hidup Komunitas Beat Boys dianalisis dengan
Pendekatan Culture Studies (data penulis)
Tabel 4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys” dengan analisis
Komunikasi Kelompok (data penulis)
Tabel 4.3 Bahasa “Slank” yang sering digunakan Komunitas “Beat Boys”
(data penulis)
Tabel 4.4 Pesan Simbolik Komunitas “Beat Boys” Dianalisis
Menggunakan Pendekatan Interaksi Simbolik (data penulis)
Tabel 4.5 tabel Validitas dan Realibilitas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia semakin cepat berubah, dalam dua dasawarsa terakhir, perkembangan
teknologi sudah sedemikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh
segala aspek kehidupan manusia. Salah satu hal yang berkembang pesat dan
menjadi pemicu dari perkembangan yang ada adalah komunikasi. Dalam
perkembangan terakhir, dimana dunia informasi menjadi sangat penting bagi
aspek kehidupan, maka komunikasi pun akhirnya tidak dapat ditawar lagi dan
menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Metode, fasilitas dan perangkanya pun sudah berkembang maju sedemikian
modernya, sehingga sekarang dunia seakan tidak ada batasan lagi, manusia dapat
berhubungan satu sama lain dengan begitu mudah dan cepatnya.
Fenomena-fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda
budaya tampaknya semakin rumit sejalan dengan semakin beraneka ragamnya
konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup, kelompok rujukan, sistem
kepercayaan, dan nilai-nilai yang berkembang. Gaya hidup yang berasal dari luar
negeri misalnya, dapat dianut oleh orang-orang di Indonesia seperti gaya hidup
Mod.
Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan antara satu
pihak dan pihak lainnya, yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana,
dimulai dengan sejumlah ide-ide yang abstrak dalam otak seseorang untuk
mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi
sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak
langsung menggunakan bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau kode
tulisan.
(http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/distorsi-pesan-dalam-
sebuah-komunikasi/)
Melalui komunkasi, gaya hidup akan mudah digeneralisasikan. Mod sebagai
gaya hidup, misalnya. Gaya hidup yang berasal dari Inggris ini biasa diterapkan
di Indonesia salah satunya adalah karena faktor komunikasi. Mod (diambil dari
kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda dikalangan working
class 1yang berkembang pada akhir 1950-an dengan obsesi terhadap fashion,
musik, dan skuter. Mod terbentuk setelah golongan Teddy boys 2yang hilang
ditelan jaman. Sebagai subkultur yang terus berkembang hingga kini, Mod terus
bergerak. Gelombang pertama Mod pada tahun 1958 ditandai oleh fenomena para
remaja yang menyadari keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok modern.
Kultur Mod pada gelombang ini dimulai dengan penolakan sikap kampungan dan
kasar dari selera tahun 50-an peninggalan Teddy Boys.
Kata Mod adalah istilah yang meliputi beberapa sub-adegan yang berbeda.
Terry Rawlings mengatakan sejarah subkultur Mod sulit untuk ditentukan, ia
mengatakan subkultur sebagai “semi-rahasia misterius dunia”, manager The
Who3, Peter Maeden 4meringkas dengan menggunakan istilah “Clean Living,
Under Difficult Circumstances” (hidup bersih dalam keadaan sulit). Seiring
!
"#
$
The Who adalah grup musik rock Inggris yang dibentuk pada tahun 1964
%
Terry Rawlings (lahir di London Inggris pada tahun 1933) dia adalah seorang editor film dan
musik dengan beberapa nominasi BAFTA dan satu nominasi Academy Award.
berjalannya waktu, kapasitas definisi Mod melebar hingga menyentuh elemenelemen lifestyle, fashion, musik, bahkan kendaraan yang dipakai.
Mod sebagai gaya hidup mempunyai simbol-simbol yang dapat disampaikan.
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana
penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan
pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya( Lull, 1998; lampiran) .
Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam
bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu.
Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya
hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang
lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan
image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan
dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Kode visual yang direpresentasikan seseorang akan dapat dianalisis dengan
menggunakan interaksi simbolik, interaksi simbolik adalah interaksi yang
memunculkan makna khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran.
Simbolik berasal dari kata ’simbol’ yakni tanda yang muncul dari hasil
kesepakatan bersama. Bagaimana suatu hal menjadi perspektif bersama,
bagaimana suatu tindakan memberi makna-makna khusus yang hanya dipahami
oleh orang-orang yang melakukannya, bagaimana tindakan dan perspektif
tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi subyek, semua dikaji oleh para
interaksionis simbolik. interaksi simbolik bertumpu pada penafsiran atas
pemaknaan subyektif (simbolik) yang muncul dari hasil interaksi. Interaksi
merupakan proses dan tepat makna, peran, peraturan, serta nilai budaya yang
dijalankan.
Individu bukan hanya memiliki pikiran (mind), namun juga diri (self) yang
bukan sebuah entitas psikologis, namun sebuah aspek dari proses sosial yang
muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan
proses interaksi tersebut bersifat simbolik, di mana makna-makna dibentuk oleh
akal budi manusia. Semua interaksi antarindividu manusia melibatkan suatu
pertukaran simbol (komunikasi), dengan kata lain, melalui interaksi, kita
membangun sebuah pemahaman yang fleksibel tentang diri sendiri-siapakah anda
sebgai seseorang.(sumber : http//:[email protected])
Ketika seseorang mengidentifikasi dirinya dengan pertanyaan “siapakah
saya?”, hal itu berkaitan erat dengan identitas diri, identitas sering kali didapatkan
bukan melalui usaha perorangan, tetapi melalui usaha koletif kelompok dan
timbal balik antara manusia. Kelompok adalah sekumpulan orang yang
mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai
bagian dari kelompok tersebut (Metodologi Penelitian Kualitatif, Deddy
Mulyana, 2005: halaman). Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Adapun menurut Michael Burgoon
(dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi
secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah
diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang
mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota
yang lain secara tepat
Sementara komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara
seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua
orang. Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak.
Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu
kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil; jika
jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi
kelompok besar.
Untuk meneliti apa itu Mod, penulis menganalisis menggunakan pendekatan
cultural studies. Cultural studies mencoba menjelaskan tentang fenomena
masyarakat
kontemporer,
dalam
pengertian
masyarakat
informasi
atau
masyarakat kapitalisme lanjut. Misalkan beberapa tema yang dikaji adalah
lifestyle, fashion, subculture, atau kelompok-kelompok monoritas. Asumsi yang
digunakan dalam hal ini adalah adanya konflik ideologi atau identitas di
masyarakat.
Dalam
situs
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewArticle/17678
Perhatian Cultural Studies mengenai budaya populer berkaitan dengan hal-hal
sebagai berikut :
Pertama, narasi Cultural Studies berupaya untuk mengeksplorasi bagaimana dan
mengapa bentuk-bentuk budaya tertentu berkembang dan diterima dalam
hubungan sosial kontemporer Kedua, narasi Cultural Studies berusaha
mengeksplorasi bagaimana hegemoni kelompok dominan, posisi dan fungsinya
dalam dunia produksi berkembang dan bergerak (Gramsci, 1971:12). Ketiga,
asumsi tentang betapa perlunya untuk menyingkap bagaimana hubungan
hegemoni yang baru bisa dipraktekkan di masa yang akan datang, bagaimana
kelompok dan kelas subordinat bisa menjadi bagian dominan dan integral dari
hegemoni yang baru. Keempat, sebagai konsekuensi tiga poin di atas adalah
adanya kecenderungan Cultural Studies untuk memberikan perhatian pada
persoalan politik praktis yang seringkali mengambil tindakan simpatik terhadap
praktisi budaya yang dapat diidentifikasikan sebagai bentuk resistensi terhadap
hubungan dominasi dan kepemimpinan yang ada.
Komunitas Mod mempunyai gaya berpakaian mereka sendiri yang
diistilahkan sebagai neoitalian style5. Sebuah gaya berpakaian rapi dilengkapi
dengan tatanan rambut rapi, klimis ataupun cepak. Meskipun gaya berpakaian
tiap generasi di berbagai jaman selalu berbeda-beda, satu hal pasti yang menjadi
pegangan bagi kaum mod adalah memperhatikan fashion secara stylish. Idealisme
fashion ini kemudian bertahan hingga saat ini dengan berbagai penambahan dan
penyesuaian sesuai selera tiap generasi.
Seperti halnya gaya hidup lain, Mod mempunyai cara berpakaian sendiri.
Pelaku Mod berpakaian sangat rapi dan necis dengan setelan jas buatan italia,
sepasang sepatu brogues6, parka (semacam mantel untuk berkendaraan),
Harrington dan menggunakan skuter (biasanya bermerk Lambretta dan Vespa).
Mereka biasanya menghabiskan waktu luang di cafe-cafe seputaran London,
sambil mendengarkan musik beraliran northern soul, RnB, mods dan ska.7 Karena
gaya hidup Mod sangat-sangat mengajar fesyen terutama merek-merek tertentu
seperti kemeja jaytex, fredperry, adidas, Ben Shermen, Baracuta, Merc London
dsb. Kesemua merk tersebut diidentikan dengan gaya hidup mod, karena merk
tersebut berkembang seiring dengan perkembangan gaya hidup Mod. Ide dasar
dari Mod adalah bagaimana caranya untuk terlihat bergaya seperti kaum borjuis.
Dari sekadar penggemar dan pengcover lagu–lagu R&B, mod meledak
menjadi semacam identitas nasional kaum muda Inggris ketika mereka mampu
mengeksplorasi dan mendefinisikan kembali R&B ke dalam bentuk yang lebih
&
'(
)
*
+
,-.&/*
0* 1223
liar dan maksimal serta melahirkan band–band seperti The Kinks8, The Small
Faces9, dan terutama setelah The Who mengeluarkan poster–poster bergambar
target peluru berjargon “Maximum R&B” dan merilis singel pertama “Can’t
Explain” disusul oleh singel “Anyway, Anyhow, Anywhere” serta album My
Generation yang memuat tembang dahsyat “My Generation”, semuanya di tahun
1965.
The Who dianggap sebagai pahlawan kaum mod, karena band yang
diotaki oleh Pete Townshend pada gitar, John Entwistle (meninggal pada 2002)
pada bass, Keith Moon (meninggal pada 1978) sebagai powerful drummer dan
sang
vokalis
karismatik
Roger
Daltrey
selain
mampu
meramu
dan
mantransformasikan kembali akar musik R&B ke dalam bentuk yang lebih segar
dan megah juga berjasa memperkenalkan berbagai atribut kaum mod kepada
dunia. Misalnya, memakai skuter lengkap dengan empat spion atas dan bawah
dalam cover album mereka (Quadrophenia) dls.
Kemampuan mod untuk menjadi sebuah subkultur dan terus bertahan dalam
tiap pergantian masa generasi, karena mod tidak melulu mendasarkan diri pada
genre musik melainkan juga mampu mewariskan berbagai elemen yang penting
bagi perkembangan life style, terutama bagi kalangan muda.
Mod dikenal karena memperkenalkan penggunaan skuter seperti vespa
atau Lambretta (salah satu kaum mod kemudian mengmabil merek ini sebagai
nama band mereka, The Lambrettas) sebagai alat transportasi mereka. Pada
4
(567
388.)%
.
9(7:
.)&.).:
,37 --1
.)&
awalnya pilihan atas alat transportasi ini karena pada zaman itu di Inggris alat
transportasi umum seperti bus hanya ada sampai sore, yang membuat para kaum
muda yang harus keluar rumah membutuhkan transportasi yang lebih murah dari
mobil, juga karena kebanyakan komunitas Mod berasal dari kalangan kelas
pekerja yang hanya bisa hang out pada malam harinya. Pilihan atas skuter ini
juga didasarkan atas pertimbangan fashion, karena skuter dapat dimodifikasi
sedemikian rupa, hingga terlihat stylish. Era 60-an pemerintah Inggris
mewajibkan setiap motor untuk dilengkapi dengan minimal 1 (satu) buah kaca
spion, kaum mod justru menjawabnya dengan memasang 4, 6 bahkan 32 kaca
spion atas dasar tuntutan pemiliknya. Hal ini juga yang membuat perbedaan
mendasar dengan kaum rockers
besar
sebagai
10
yang lebih memilih motor sport atau motor
alat
transportasi
mereka.
Selain itu, Mod juga dikenal karena identik dengan lambang lingkaran
(target) berwarna biru, merah dan putih. Lambang ini sebenarnya diambil dari
emblem identitas Royal Air Force (RAF), Angkatan Udara Inggris. Secara
historis, lambang ini pun tidak sepenuhnya berasal dari RAF, melainkan justru
terinspirasi dari bendera Prancis (perhatikan saja pilihan warna lingkaran
tersebut). Berawal dari Perang Dunia I, di mana lambang Union Jack
11
Inggris
yang terdapat pada sisi pesawat mereka sekilas tampak sama dengan lambang
salib Jerman, musuh mereka. Sehingga dipandang perlu untuk memakai lambang
lain untuk menghindari insiden salah tembak.
/
3
0-
(
Lambang ini kem
mudian menjelma menjadi bagian dari pop artt
12
ketika
pelukis Jasper Jhons menngangkatnya sebagai tema lukisan. Lukisan targget inilah
yang kemudian dipakai oleh The Who dalam berbagai tema fashionn mereka,
sehingga kemudian dibaaptis sebagai salah satu lambang identitas kauum mod.
Penggunaan lambang ini oleh The Who salah satunya lebih dikarenakann strategi
untuk mengangkat rasa bbangga sebagai warga negara Inggris. Oleh kkarena itu
lambang ini pun sering diigunakan bersama–sama dengan bendera Union Jack.
Gambar 1.1
Lambang Mod
(Gambar 1.1, Lambang Mod,
sum
mber : http://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%29)
Komunitas Beatbboys sendiri berdiri tepatnya 29 Maret 2008. Kendati
begitu, kebiasaan kumpu
ul-kumpul pengguna Vespa dan Lambretta13 inni, sudah
berlangsung sejak lima tahun sebelumnya. Awalnya berangkat dari hhobi yang
sama pada Vespa dan Lambretta, tetapi kemudian bersepakat meembentuk
komunitas.
Eksistensi BeatB
Boys adalah untuk meluruskan kultur skutter yang
melenceng. Di Indonesia, khususnya Bandung, komunitas Mod suudah ada
!
;;
<
;;
5)/*
1
37
=>
3
(
$
7
?(
semenjak tahun 90-an akhir. Pertama kali muncul di Jakarta. Lalu sekitar tahun
2003, kemunculannya di Bandung berawal dari komunitas soul scooter yang
sering berkumpul di toko Emperor14. Beat Boys mempunyai arti “hentakan anak
muda”.
Meski komunitas ini mengadopsi konsep dan gaya hidup kaum Mod, tidak
otomatis meninggalkan tradisi Indonesia. Di satu sisi, mereka mengambil spirit
kaum Mod, tak lain kaum muda yang penampilan dan dandanannya selalu rapi.
Di sisi lain, spirit itu mencoba diadaptasikan dalam keindonesiaan. Misalnya,
kaum Mod cenderung menolak komunitas lain dari kalangan hedonis Inggris.
Akan tetapi, Beatboys tetap mencoba adaptif dengan komunitas lain walau tidak
harus menanggalkan sikap dan filosofi yang mereka pegang.
Pesan yang ingin disampaikan dari gaya hidup Mod adalah mereka
menganggap Mod sebagai cara hidup atau way of life. Mod adalah sebuah kultur
yang berpikir modern, dapat menerima pemikiran-pemikiran atau kultur baru dari
mana saja, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mempunyai semangat
penampilan dan dandanan yang selalu rapi, serta tidak lupa penyamarataan kelas,
dalam artian penyeragaman kelas, tidak membeda-bedakan status sosial.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana Komunitas “Beat Boys” Bandung merepresentasikan Mod sebagai
gaya hidup?
%
5
7
1
1.3 Identifikasi Masalah
Selanjutnya, rumusan masalah diatas dapat dibuat pernyataan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung?
2. Bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas
“Beat Boys” Bandung?
3. Bagaimana pesan simbolik yang dipergunakan oleh anggota komunitas
“Beat Boys” Bandung dalam mengaplikasikan gaya hidup mereka?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gaya hidup komunitas “Beat Boys” Bandung
2. Untuk mengetahui pola komunikasi yang dibangun oleh anggota
komunitas “Beat Boys” Bandung
3. Untuk mengetahui pesan simbolik yang dipergunakan oleh anggota
komunitas “Beat Boys” Bandung dalam mengaplikasikan gaya hidupnya.
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Teoritis
•
Penulis berharap penelitian ini nantinya dapat berguna bagi ilmu
komunikasi secara khusus dan ilmu sosial secara umum, terutama
dengan menggunakan teori interaksi simbolik melalui pendekatan
culture studies
•
Mengembangkan ilmu komunikasi khususnya pada teori interaksi
simbolik dalam perspektif budaya komunitas “Beat Boys”, karena
komunitas “Beat Boys” adalah sebuah komunitas yang diadaptasi
dari komunitas Mod yang tumbuh pertama kalinya di masyarakat
Inggris, serta mengimplementasikan teori ke dalam realitas.
•
Memberikan gambaran bagaimana gaya hidup dapat menjadi salah
satu sarana komunikasi
•
Memberikan
pemahaman
mempresentasikan
ide-idenya
bagaimana
berdasarkan
seorang
atas
penulis
fenomena
disekitarnya
1.5.2 Kegunaan Praktis
Penulis harapkan hasil analisis interaksi simbolik dengan
pendekatan culture studies dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca
bahwa gaya hidup Mod dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda
serta mudah-mudahan pembaca mendapatkan pelajaran dari uraian yang
penulis buat, agar bisa diambil maknanya, baik dan buruknya, juga
memperkaya wawasan kita khususnya dalam wacana gaya hidup.
1.6 Alasan Pemilihan Masalah
Penulis memiliki beberapa alasan dalam memilih masalah, sebagai berikut :
1. Pada saat ini gaya hidup semakin berkembang sehingga sangat menarik
untuk diamati dan dianalisis bagaimana suatu gaya hidup dapat muncul
dan diminati. Mod merupakan gaya hidup yang tersegmentasi yang
menarik untuk diteliti.
2. Gaya hidup adalah suatu hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Mod
sebagai gaya hidup merupakan sesuatu yang sangat penting mengingat
bahwa penerapan suatu gaya hidup akan memberikan akibat baik atau
buruk bagi orang yang bersangkutan.
3. Menerapkan Mod sebagai gaya hidup merupakan pilihan bagi orangorang atau komunitas tertentu sehingga perlu untuk dianalisis.
1.7 Pengertian istilah
1. Mod adalah (diambil dari kata modernist) merupakan sebuah subkultur
anak muda dikalangan working class yang berkembang pada akhir 1950an engan obsesi terhadap fashion, musik dan skuter. Mod terbentuk
setelah golongan teddy boys yang hilang ditelan jaman. Sebagai subkultur
yang terus berkembang hingga kini, Mod terus bergerak. Gelombang
pertama Mod pada tahun 1958 ditandai oleh fenomena para remaja yang
menyadari keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok modern. Kultur
Mod pada gelombang ini dimulai dengan penolakan sikap kampungan dan
kasar dari selera tahun 50-an peninggalan Teddy Boys.
2. Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari
bagaimana penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya
lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia
sekelilingnya. .(James Lull, 1998; lampiran)
3. Culture Studies mencoba menjelaskan tentang fenomena masyarakat
kontemporer, dalam pengertian masyarakat informasi atau masyarakat
kapitalisme lanjut. Misalkan beberapa tema yang dikaji adalah lifestyle,
fashion, subculture, atau kelompok-kelompok monoritas. Asumsi yang
digunakan dalam hal ini adalah adanya konflik ideologi atau identitas di
masyarakat.(John Storey, 13;2008)
4. Identitas adalah istilah ini, dari sudut budaya, mengacu pada rasa
memiliki, rasa aman, rasa diakui, dan rasa berarti yang dapat dirasakan
oleh seseorang sebagai anggota suatu kelompok yang terikat bersama oleh
nilai dan gaya hidup yang sama.(James Lull, 1998; lampiran)
5. Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam
komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki
maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan
sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin
communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari
communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau
banyak.(James Lull, 1998; lampiran)
6. Subkultur adalah sekelompok orang yang mempunyai nilai dan gaya
hidup berbeda dari budaya dominan atau yang merupakan arus utama, dan
dengan cara demikian menyatukan kelompok itu dan menciptakan
identitas bagi para anggotanya. Subkultur dapat melingkupi seluruh atau
sebagian cara hidup, dapat bertentangan dengan budaya arus utama atau
hidup berdampingan dengannya sebagai sebuah alternative yang
melengkapi, tidak-menentang. .(James Lull, 1998; lampiran)
7. Interaksi Simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus
dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. (Deddy Mulyana, 2008:68)
1.8 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran yang menjadi dasar acuan dan
titik tolak penulis sebelum melakukan penelitian. Untuk itu, kegunaan kerangka
pemikiran dalam sebuah penelitian sangatlah penting. Pada penelitian ini penulis
mencoba meneliti mengenai interaksi simbolis gaya hidup komunitas “Beat
Boys” Bandung.
Bagan 1.1
Bagan Kerangka Pemikiran
(data penulis)
Dari sekian banyak pengertian komunikasi yang ada, ada beberapa pengertian
komunikasi yang dirasa sesuai dengan penelitian penulis. Diantara sekian banyak
pengertian komunikasi, pengertian komunikasi yang dirasa sesuai adalah
pengertian
komunikasi
dari
Tubbs
dan
Moss,
dalam
pengertiannya
mendefinisikan komunikasi sebagai : “proses penciptaan makna antara dua orang
atau lebih.” Sedangkan Gudy Kunst dan Kim mendefinisikan komunikasi sebagai
“proses transaksional, simbolik yang melibatkan pemberian makna antara orangorang.” (Mulyana, 2005: 59).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa objek penelitian ini adalah
interaksi simbolik gaya hidup komunitas “Beat Boys”, jadi penulis melihat gaya
hidup komunitas Mod “Beat Boys” lewat perspektif interaksi simbolik. Gaya
Hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari bagaimana
penggunaan waktu (aktivitas); minat tentang pentingnya lingkungannya; dan
pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya. (James Lull, 1998;
lampiran) lingkungan tempat seseorang berinteraksi dengan yang lainnya karena
mempunyai kesamaan gaya hidup.
Gaya hidup seseorang berlangsung dalam sebuah komunitas, individuindividu sebagai bagian dari struktur sosial (kelompok) cenderung untuk menjalin
hubungan satu sama lain. Salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat dapat
berhubungan, adalah dengan menjalin komunikasi secara terbuka (mempunyai
ketertaikan yang sama terhadap suatu hal). Menurut Weber, tindakan bermakna
sosial sejauh, berdasarkan makna subjektifnya yang diberikan oleh individu atau
individu-individu, tindakan itu mempertimbangkan perilaku yang lain dan
karenanya diorintasikan dalam penampilannya. (dalam Mulyana, 2008: 61)
Dalam suatu kelompok, pasti ada interaksi yang terjadi, jadi dapat dipastikan
pula ada komunikasi yang terjadi di dalamnya. Adapun menurut Michael
Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai
interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah
diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang
mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota
yang lain secara tepat.
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama, sedangkan
kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy
Mulyana, 2005).
Manusia adalah makhluk sosial. Hampir semua yang kita lakukan dalam
kehidupan kita berkaitan dengan orang lain. Ketimbang memandang perilaku
sosial sebagai produk interaksi, teori sosial memusatkan perhatian pada kualitas
alamiah yang terkandung dalam individu manusia.
Teori sosial mempunyai sub teori, yaitu teori tindakan, teori tindakan
menekankan pentingnya kebutuhan untuk memusatkan perhatian pada kehidupan
sosial tingkat mikro, cara individu berinteraksi satu sama lain dalam kondisi
sosial secara individual, bukan tingkat makro yakni cara seluruh struktur
masyarakat memengaruhi perilaku individu. Para ahli dalam teori tindakan
berpendapat bahwa kita sebagai tidak boleh berpikir tentang masyarakat sebagai
struktur-struktur yang sudah ada, yang tidak tergantung pada interaksi individual.
Bagi teori tindakan, masyarakat adalah hasil akhir dari interaksi manusia, bukan
penyebab. (dalam Jones, 2009: 24). Teori tindakan menekankan bahwa kita
memutuskan apa yang kita lakukan sesuai dengan interpretasi kita mengenai
dunia di sekeliling.
Lebih banyak hal yang dibicarakan tentang tindakan sosial daripada
interpretasi terhadap tindakan. Dalam kehidupan, ketika kita berinteraksi dengan
orang lain, mereka ingin kita mencapai interpretasi tertentu dari tindakan mereka
– mereka ingin kita berpikir satu hal tentang mereka bukan hal yang lain.
Simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat
mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain
secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama
lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna.
Interaksi simbolik merupakan suatu faham yang menyatakan bahwa setiap
hakekat terjadinya interaksi sosial antara individu dan antar individu dengan
kelompok, kemudian kelompok dengan kelompok dalam masyarakat, ialah
karena komunikasi, suatu kesatuan pemikiran di mana sebelumnya peda diri
masing-masing yang terlibat berlangsung internalisasi.(Effendy : 1989,352).
Pengaruh interaksionisme yang paling umum adalah pandangan bahwa
kita mengguankaan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita pikir siapa kita”
(konstruksi citra diri). Berarti, citra diri – kesadaran identitas kita – adalah produk
dari cara orang lain berpikir tentang kita. Kita bertemu dengan banyak orang,
semua menanggapi kelakuan kita sesuai dengan simbolisasi yang kita bangun.
Mereka menginterpretasikan perilaku kita sesuai dengan bukti yang tersedia bagi
mereka, kemudian mereka bertindak kepada kita berdasarkan interpretasi tersebut
( Jones, 2009:142 ).
Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis
berikut :
Pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Mereka merespons
lingkungan, termasuk objek fisik dan objek sosial berdasarkan makna yang
dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua,
makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek,
melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Apa saja bisa dijadikan
simbol, dan karena itu hubungan logis antara nama atau simbol dengan objek
yang dirujuknya. Melalui penggunaan simbol itulah, manusia dapat berbagi
pengalaman
dan
pengetahuan
tentang
dunia.
Ketiga,
makna
yang
diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan
perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. (dalam Mulyana, 2008:
71-72)
George Ritzer (dalam Mulyana, 2008:73) meringkaskan teori interaksi
simbolik ke dalam prinsip-prinsip, sebagai berikut :
1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan
berfikir.
2. Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh interaksi sosial.
3. Dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang
memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai
manusia, yang berfikir.
4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan
interaksi yang khas manusia.
5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang
mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi
mereka atas situasi.
6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara
lain, kamampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang
memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai
keuntungan dan kerugian relative, dan kemudian memilih salah satunya.
7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk
kelompok dan masyarakat.
Interaksionisme simbolik adalah salah satu model penelitian budaya yang
berusaha mengungkap realitas perilaku manusia. Falsafah dasar interaksionisme
simbolik adalah fenomenologi. Namun, dibanding penelitian naturalistik dan
etnografi yang juga memanfaatkan fenomenologi, interaksonisme simbolik
memiliki paradigma penelitian tersendiri. Model penelitian ini pun mulai
bergeser dari awalnya, jika semula lebih mendasarkan pada interaksi kulturl antar
personal, sekarang telah berhubungan dengan aspek masyarakat dan atau
kelompok.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. (dalam
Mulyana, 2008: 68).
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus
dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan pandangan orang lain sebagai orang
yang sama-sama berinteraksi. Perilaku seseorang yang berinteraksi dapat dilihat
dari bagaimana mereka mendefinisikan orang lain, situasi, objek, dan
mendefinisikan diri mereka sendiri.
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya
adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”, perilaku
manusia pada dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di
sekeliling mereka.
Gaya hidup Mod, komunitas “Beat Boys” Bandung terjadi, karena para
anggotanya mempunyai ketertarikan yang sama pada suatu hal, seperti musik,
fashion, dan kendaraan. Karena dalam sebuah komunitas terdapat interaksi yang
terjadi, pasti ada komunikasi yang berlangsung didalamnya. Komunikasi yang
terjadi disinilah yang dapat dianalisis dengan perspektif interaksi simbolik,
Perspektif
interaksi simbolik berusaha memahami budaya lewat perilaku
manusia yang terpantul dalam komunikasi.
Bahasa nonverbal yang sangat berkaitan dengan teori interaksi simbolik yang
lebih menekankan pada makna mempunyai padanan dengan bahasa verbal.
Dalam sebuah komunitas, karena kedekatan dan intensitas pertemuan yang
mempunyai kuantitas, sering terdapat bahasa-bahasa verbal yang hanya
kelompok tersebut mengerti yang menandakan kedekatan.
1.10 Teknik Pengumpulan Data
a. Studi kepustakaan : menggunakan buku-buku dan referensi lainnya
yang relevan sebagai penunjang penelitian, mengumpulkan beritaberita dari media massa, seperti surat kabar, majalah, tabloid, sampai
situs-itus di Internet.
b. Wawancara : dalam penelitian ini diperlukan untuk mencari
informasi seputar Mod sebagai gaya hidup dengan berbagai pihak
yang berkaitan dengan penelitian, dengan mengajukan pertanyaan
secara lisan dan tidak menutup kemungkinan secara tulisan.
Wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang
tidak mungkin diperoleh lewat observasi.Disini penulis melakukan
wawancara kepada beberapa narasumber (key informan) yang
mengetahui seluk beluk Mod juga paham tentang Mod Sebagai Gaya
Hidup Komunitas Beat Boys Bandung. Maka, narasumber dalam
wawancara yaitu:
1. Lucky Airlangga sebagai anggota Beat Boys Bandung.
2. Erwino Sakti sebagai anggota Beat Boys Bandung.
3. Daud Fallahien sebagai anggota Beat Boys Bandung
4. Gerry Gilban Rizali sebagai anggota Beat Boys Bandung
5. Roni Anwar sebagai anggota Beat Boys Bandung
6. Gustaf H. Iskandar sebagai Pengamat Life Style
Penulis memilih narasumber No.1-5 karena kelimanya adalah
anggota dari komunitas “Beat Boys ” Bandung, sedangkan
narasumber No. 6 adalah pengamat gaya hidup, serta telah
membuat karya tulis yang telah dibukukan yang berjudul
“Resistensi Gaya Hidup, Teori dan Realitas”.
c. Observasi : penulis akan melihat pemahaman yang tidak terucapkan,
bagaimana teori digunakan langsung, dan sudut pandang responden
yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara atau survey.
Observasi ini diperlukan jika informan tidak bersedia atau tidak
mungkin diwawancarai.
1.11 Waktu Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis bersifat observasi langsung, untuk
mengetahui apa saja yang dilakukan, kebiasaan, dan makna yang terjandung
didalamnya. Penelitian ini berlangsung sekitar lima bulan, mulai tanggal 5 Maret
2010- 27 Juli 2010.
1.12 Validitas dan Reliabilitas
Reliabilitas dalam riset kualitatif adalah istrumen utama nya. Adapun
untuk
reliabilitas
terhadap
data
yang
penulis
peroleh.
Penulis
akan
menyajikannya sebagaimana yang dicantumkan oleh Cristine Daymon, sebagai
Audit Trail, yang berarti melakukan dokumentasi terperinci selama riset
berlangsung, melakukan dokumentasi terhadap semua bahan yang di dapat,
seperti dokumentasi mengenai gaya hidup dari berbagai sumber (litelatur,
internet, dan majalah/tabloid), dokumentasi wawancara dengan Lucky, Daud,
Erwino, Uge, dan Kumbang sebagai pelaku Mod komunitas ”Beat Boys” dan
dokumentasi hasil wawancara dengan Gustaff Harriman Iskandar sebagai
pengamat gaya hidup dan salah satu penulis dalam buku ”Resistensi Gaya Hidup,
Teori dan Realitas”.
Jika data-data tersebut benar-benar memenuhi kriteria realibilitas,
selanjutnya adalah validitas. Validitas internal adalah sejauh mana temuantemuan riset memang ”benar” dan apakah benar-benar mencerminkan tujuan riset
dan realitas sosial dari semua pihak yang berpartisipasi.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Komunikasi
2.1.1 Hakikat Komunikasi
Di manapun kita tinggal dan apapun pekerjaan kita, kita selalu
membutuhkan komunikasi dengan orang lain. Komunikasi adalah suatu topik
yang amat sering dierbincangkan di berbagai kalangan.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Ingris berasal dari
bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis) adalah istilah yang paling disebut sebagai asal-usul kata komunikasi,
yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara
sama.
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar
ataupun yang salah. Seperti juga model ataupun teori, definisi harus dilihat dari
kemanfaatannya
mengevaluasinya.
untuk
menjelaskan
Beberapa
definisi
fenomena
yang
mungkin
terlalu
didefinisikan
sempit,
dan
misalnya
“Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik” atau terlalu
luas, misalnya “ Komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau
lebih”1.
Dance menemukan tiga dimensi konseptual penting yang mendasari
definisi-definisi komunikasi. Definisi pertama adalah tingkat observasi (level of
816( ,
!//&33 %*%!
observation), atau derajat keabstrakannya. Dimensi kedua adalah kesengajaan
(intentionality). Sebagian definisi mencakup hanya pengiriman dan penerimaan
pesan yang disengaja; sedangkan sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat
ini. Dimensi ketiga adalah penilaian normatif. Sebagian definisi, meskipun secara
implicit, menyertakan keberhasilan atau kecermatan; sebagian lainnya tidak
seperti itu.
Sebagaimana dikemukakan John R. Wenburgh dan William W. Wilmot
juga Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga kerangka
pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah,
komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.
2.1.2 Definisi Komunikasi
Lewat komunikasi orang berusaha mendefinisikan sesuatu, termasuk
istilah “komunikasi” itu sendiri. Hingga kini, terdapat ratusan definisi komunikasi
yang telah dikemukakan para ahli. Seringkali suatu definisi komuniksi berbeda
atau bahkan bertentangan dengan definisi lainnya. Tahun 1976 saja Fank Dance
dan Carl Larson telah mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan.
Sekarang jumlah definisi yang telah dikemukakan para ahli tentu jauh lebih
banyak lagi.
Agar dapat mempermudah pemahaman tentang definisi komunikasi, para
ahli mengelompokan definisi komunikasi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah :
Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael
Burgoon (dalam Mulyana, 2005: 61) disebut sebagai “definisi
berorientasi sumber”. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi
sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang
untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator.
•
Definisi komunikasi menurut Bernard Berelson dan Gary A.
Steiner
“transmisi, informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan
sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata,
gambar, figure, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses
transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi”. Apabila
dilihat dari pembahasan, pengertian tersebut berkaitan dengan
atribut gaya hidup Mod yang dipakai seperti cara berpakaian,
dan
penggunaan
skuter
yang
mengidentifikasikan
keanggotaanya sebagai komunitas “Beat Boys”.
•
Defrinisi komunikasi menurut Theodore M. Newcomb
”setiap
tindakan
komunikasi
dipandang
sebagai
suatu
transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif,
dari sumber kepada penerimanya”
b. Komunikasi sebagai interaksi
Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebabakibat, yang arahnya bergantian. Komunikasi sebagai interaksi
dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan
satu arah. Namun, pandangan kedua ini masih membedakan para
peserta sebagai pengirim dan penerima pesan, karena itu masih tetap
berorintasi sumber, meskipun kedua peran itu dianggap bergantian.
Salah satu unsur yang dapat ditambahkan dalam konseptualisasi
kedua ini adalah umpan balik (feedback), yakni apa yang disampaikan
penerima pesan kepada sumber pesan sebagai petunjuk mengenai
efektivitas pesan yang ia sampaikan sebelumnya.
c. Komunikasi sebagai transaksi
Dalam konteks ini komunikasi adalah suatu proses personal karena
makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat
pribadi. Penafsiran anda atas perilaku verbal dan nonverbal orang lain
yang anda kemukakan kepadanya juga mengubah penafsiran orang
lain tersebut atas pesan-pesan anda, dan pada gilirannya, mengubah
penafsiran anda atas pesan-pesannya, begitu seterusnya.
Komunikasi terjadi apakah para pelakunya menyengaja atau tidak,
dan bahkan menghasilkan respon yang tidak dapat diamati. Dalam
komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah menafsirkan
perilaku
orang
lain,
baik
perilaku
verbal
ataupun
perilaku
nonverbalnya.
•
Definisi komunikasi menurut John R. Wenburg dan William
W. Wilmot :
“komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna”
•
Definisi komunikasi menurut Judy C. Persons dan Paul E.
Nelsons :
‘komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna”2
seperti inti dari interaksi simbolik, pertukaran simbol yang
diberi makna.
2.1.3 Fungsi Komunikasi
William I. Gorden (dalam Mulyana, 2005: 5) membagi komunikasi
menjadi empat fungsi, yaitu :
a. Komunikasi Sosial
Komunikasi yang melibatkan individu denagn lingkungan sosialnya.
Komunikasilah yang memungkinkan individu membngun suatu
kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk
menafsirkan sitausi apapun dia hadapi. Fungsi komunikasi sebagai
komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu
untuk membangun konsep diri kita.
Dengan
melakukan
komunikasi
berarti
telah
melakukan
pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan diri kita
mengenai siapa diri kita. George Herbert Mead (dalam Mulyana,
2005: 10) mengatakan setiap manusia mengambangkan konsep
dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu
dilakukan melalui komunikasi. Teori Mead tentang konsep diri ini
berlaku pula bagi pembentukan identitas etnik dalam arti bahwa
konsep diri diletakkan dalam konteks keetnikan, sehingga diri
dipandang spesifik secara budaya dan berlandaskan keetnikan.
!
816( ,
!//&33 )*).
Selain itu dengan melakukan komunikasi berarti telah menyatakan
eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkkan dirinya, hal
ini disebut dengan aktualisasi diri. Ketika kita berbicara dengan orang
lain, berarti kita telah menunjukan eksistensi kita. Dengan
komunikasi,
seseorang
berarti
berusaha
untuk
menunjukkan
aktualisasinya pada orang lain.
Dengan komunikasi juga, berarti kita memupuk hubungan dengan
orang lain. Komunikasi dengan bentuk apapun, adalah bentuk dasar
adaptasi terhadap lingkungan. Melalui komunikasi pula dapat
memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan
mental kita. Melalui komunikasi dengan orang lain, kita dapat
memeuhi kebutuhan emosional dan intelektual kita.
b. Komunikasi Ekspresif
Komunikasi ekspresif ini dapat dilakukan baik sendirian ataupun
dalam kelompok. Komunikasi ekspresif dilakukan untuk menjadi
instrument dalam menyampaikan perasaan-perasaan seseorang. Emosi
ini disampaikan terutama dengan pesan-pesan nonverbal. Komunikasi
ekspresif berguna untuk menunjang komunikasi verbal.
c. Komunikasi Ritual
Komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif.
Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif. Komunikasi
ritual ini contohnya apabila sedang diadakan upacara bendera, pda
salah satu sesinya para peserta menyayikan lagu Indonesia Raya.
Komunikasi ritual ini sering bersifat ekspresif, menyatakan perasaan
terdalam seseorang.
d. Komunikasi Instrumental
Komunikasi
instrumental
diantaranya
ialah
menginformasikan,
mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakina dan mengubah
perilaku, atau juga menghibur. Komunikasi instrumental mengandung
tujuan untuk persuasive atau rujukan. Komunikasi instrumental ini
terdiri dari tujuan jangka panjang (pujian, kesan baik, simpati),
sedangkan tujuan jangka pendek yang harus diaraih dengan
kemampuan berkomunikasi (bernegosiasi, pidato, keahlian menulis).
Tujuannya adalah untuk mengubah sikap, pandangan, perilaku, atau
bahkan keyakinan.
2.1.4 Konteks-konteks Komunikasi
Kategorisasi berdasarkan tingkat paling lazim digunakan untuk melihat
konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta
komunikasi paling sedikit hingga komunikasi komunikasi yang melibatkan
jumlah peserta paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang
disepakati banyak pakar. (dalam Mulyana, 2005: 69-77)
Komunikasi intra pribadi, adalah komunikasi dengan diri sendiri, baik kita
sadari atau tidak. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan
komunikasi antar pribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya.
Sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan
diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain).
Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan
komunikasi kita dengan diri sendiri.
Komunikasi antar pribadi, adalah komunikasi antara orang-orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Bentuk khusus dari
komunikasi antar pribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua
orang, cirri-cirinya sebagai berikut : pihak-pihak yang berkomunikasi berada
dalam jarak yang sangat dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan
menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun
nonverbal. Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau
membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indra untuk
mempertinggi daya bujuk pesan yang dikomunikasikan.
Komunikasi publik, adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan
sejumlah besar orang, yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi
demikian sering disebut juga pidato, ceramah, atau kuliah umum. Komunikasi
public biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit daripada komunikasi
antar pribadi, karena komunikasi public menuntut persiapan yang cermat,
mempersiapkan untuk bertemu banyak orang.
Komunikasi organisasi, adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu
organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam jaringan
yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi formal adalah
komunikasi menurut struktur organisasi, sedangkan komunikasi informal tidak
bergantung pada struktur organisasi.
Komunikasi massa, adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik
cetak maupun elektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang
dilembagakan, yang ditujukan pada sejumlah orang yang tersebar di banyak
tempat, anonim dan heterogen.
Komunikasi kelompok, adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan
bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut. Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi
yang dilakukan kelompok kecil tersebut. Komunikasi kelompok dengan
sendirinya melibatkan komunikasi antar pribadi.
2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Kelompok
2.2.1 Definisi Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan
bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah
keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite
yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi
kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori
komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Adapun
menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi
kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih,
dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan
masalah,
yang
mana
anggota-anggotanya
dapat
mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Telah banyak
klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam
kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.
Adapun pengertian komunikasi kelompok menurut Alvin A. Goldberg adalah
suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu
berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana
seharusnya komunikasi terjadi serta bukan pula sejumlah nasehat tentang caracara bagaimana yang harus ditempuh. Sebab, bagaimanapun juga dari sudut
pandang komunikasi kelompok sudah dapat dibayangkan bahwa dalam jangka
panjang pemusatan perhatian pada deskripsi dan analisa mungkin akan berguna
dalam menguatkan proses diskusi kelompok daripada seperangkat aturan yang
paling baik sekalipun.(dalam Goldberg, 1985: 8)
Sedangkan
menurut
Michael
Burgoon
(dalam
Wiryanto,
2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara
tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya
dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.
Sementara komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara
seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua
orang. Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak.
Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu
kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil; jika
jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi
kelompok besar.
2.2.2 Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994)
mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-
anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati
kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik
komunikasinya, sebagai berikut: Kualitas komunikasi pada kelompok primer
bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang
paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita
tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala
yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder
komunikasi bersifat dangkal dan terbatas. Perbedaan antara kelompok primer dan
sekunder :
1. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.
2. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
3. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
2.2.3 Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi
•
Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)
kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan.
Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan
sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan
melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi
ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam
kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekanrekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh
anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga.
•
Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan
kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok.
Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah.
Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggapmenimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini
terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang
menggairahkan
kita.
Energi
yang
meningkat
akan
mempertingi
kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan
adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah
yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah
yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah,
respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, penelitipeneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
•
Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila
sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak
mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi
mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota
kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan
menentang lebih keras.
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.
melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance)
tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok
dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka
keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh
anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya
dalam kegiatan kelompok.
Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik
kelompok, yaitu:
a. ukuran kelompok.
b. jaringan komunikasi.
c. kohesi kelompok.
2.2.5 Karakteristik Komunikasi Kelompok
Ada dua karakteristik yang melekat pada suatu kelompok, yaitu norma
dan peran. Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orangorang dalam suatu kelompok berprilaku satu dengan yang lainnya. Kadangkadang norma yang disebut oleh para sosiolog dengan nama “hukum” (law)
ataupun “aturan” (rule), yaitu prilaku-prilaku apa saja yang pantas dan tidak
pantas untuk dilakukan untuk suatu kelompok.
Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat diterima,
maka peran (role) merupakan pola-pola prilaku yang diharapkan dari setiap
anggota kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi
tugas dan fungsi pemeliharaan
2.2.6 Komunitas
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam
komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud,
kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah
kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas
yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang
berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak". (James Lull, 1998;
lampiran)
Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community)
yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk
pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk
mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa
komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunitas bergantung pada
pengalaman dan emosi bersama dan komunikasi berperan dan menjelaskan
kebersamaan itu. Oleh karena itu, komunitas juga berbagi bentuk-bentuk
komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama, dan bahasa, dan masingmasing bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap,
perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunitas
tersebut.
2.3 Tinjauan Gaya Hidup
2.3.1 Hakikat Tentang Gaya Hidup
Gaya hidup dipahami sebagai adaptasi aktif individu terhadap
kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan
bersosialisasi dengan orang lain. Cara berpakaian, konsumsi makanan termasuk
penggunaan zat-zat adiktif, cara kerja, dan bagaimana individu mengisi
kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk gaya hidup. Kepribadian
dianggap sebagai penentu gaya hidup, dan oleh karena kepribadian setiap
manusia unik, gaya hidup pun unik. Gaya hidup dipahami sebagai tata cara hidup
yang mencerminkan sikap-sikap dan nilai dari seseorang (Hujatnikajenong, 2006:
36).
Ketika satu gaya hidup menyebar kepada banyak orang dan menjadi mode
yang diikuti, pemahaman terhadap gaya hidup sebagai suatu keunikan tidak
memadai lagi digunakan. Gaya hidup bukan lagi semata tata cara atau kebiasaan
pribadi dan unik dari individu, tetapi menjadi sesuatu yang diadopsi oleh
sekelompok orang. Sebuah gaya hidup bisa menjadi populer dan diikuti oleh
banyak orang. Sifat unik dari gaya hidup tidak lagi dipertahankan. Orang tak
segan-segan mengikuti gaya hidup yang dianggap baik oleh banyak orang.
Beberapa kritikus memandang pengadopsian gaya hidup tertentu oleh banyak
orang sebagai indikasi dari masifikasi, pemassalan yang disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka menemukan jati dirinya. Seiring dengan perkembangan
gejala gaya hidup itu, kajian tentangnya tak lagi menggunakan sudut pandang
psikologi individual. Kajian gaya hidup perlu melibatkan sudut pandang ilmu
sosial yang menempatkan manusia sebagai individu dalam masyarakat dan
dipengaruhi oleh kehidupan bersama. Pengertian gaya hidup pun bergeser
menjadi tata cara hidup yang mencerminkan sikap-sikap, nilai, dan norma
kelompok sosial tertentu. (Hujatnikajenong, 2006: 37)
Istilah gaya hidup, baik dari sudut pandang individual maupun kolektif,
mengandung pengertian bahwa gaya hidup sebagai cara hidup mencakup
sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan pola-pola respons terhadap hidup, serta
terutama perlengkapan untuk hidup (Hujatnikajenong, 2006:37). Cara bukan
sesuatu yang alamiah, melainkan hal yang ditemukan, diadopsi atau diciptakan,
dikembangkan, dan digunakan untuk menampilkan tindakan agar mencapai
tujuan tertentu. Untuk dapat dikuasai, sebuah cara harus diketahui, digunakan,
dan dibiasakan. Selain itu, sebuah cara bisa melibatkan penggunaan alat-alat
tertentu.
2.3.2 Definisi Gaya Hidup
Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang yang diidentifikasikan dari
bagaimana
penggunaan
waktu
(aktivitas);
minat
tentang
pentingnya
lingkungannya; dan pendapat tentang dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya.
(James Lull, 1998; lampiran)
Life style atau dalam bahasa Indonesia gaya hidup adalah perilaku seseorang
yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan
dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan
frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan
konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia
ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan
bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status
sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbolsimbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku
konsumsinya.
Pola-pola kehidupan sosial yang khusus seringkali disederhanakan dengan
istilah budaya. Memang budaya dapat didefinisikan sebagai: “keseluruhan gaya
hidup suatu masyarakat – kebiasaan/adat-istiadat, sikap dan nilai-nilai mereka,
serta pemahaman yang sama yang menyatukan mereka sebagai suatu
masyarakat” (Kepart, 1982:93). Gaya hidup adalah seperangkat praktik dan sikap
yang masuk akal dalam konteks tertentu.
Masyarakat mengadopsi gaya hidup, dari proses belajar yang mereka
dapatkan dari berbagai media seperti majalah, Koran, buku, internet, televisi,
radio, dll. Dari proses inilah masyarakat memilih mana yang paling cocok dengan
kepribadiannya, sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan
gaya hidup yang mereka pilih.
Pada saat ini sistem globalisasi telah menghilangkan batas-batas budaya
lokal, nasional, maupun regional, sehingga arus gelombang gaya hidup global
dengan mudahnya berpindah-pindah tempat dengan perantara media massa. Akan
tetapi, gaya hidup yang berkembang saat ini lebih beragam, mengambang dan
tidak hanya dimiliki oleh satu masyarakat khusus, bahkan para konsumer pun
dapat memilih dan membeli gaya hidupnya sendiri. Bahkan menurut Alvin
Toffler saat ini terjadi kekacauan nilai yang diakibatkan oleh runtuhnya sistem
nilai tradisional yang mapan sehingga yang ada hanyalah nilai-nilai terbatas
seperti kotak-kotak nilai. Gaya hidup memang menawarkan rasa identitas dan
sekaligus alat untuk menghindari kebingungan karena begitu banyak pilihan.
(dalam Skripsi Tubagus Anugerah 10080002065, 2008: 28)
Manusia bergerak dalam tanda-tanda yang berkemampuan meletakkan
pada dirinya suatu diskursus tertentu yang mampu meminjaminya sebuah
identitas. Pada tataran kehidupan tertentu, diskursus ini menjadi gaya hidup
ketika diambil dan diangkat dalam kesadaran berperilaku. Gaya hidup, dengan
demikian manifestasinya selalu berada dalam ranah kesadaran. Meski dorongan
untuk bergaya bisa jadi memang berasal dari ranah ketidaksadaran. Karena
berada pada ranah kesadaran, maka gaya hidup selalu pula berada pada ranah
kemasukakalan bagi orang yang memanifestasikannya.
2.3.3 Teori Gaya Hidup Menurut Adler
Menurut Adler, masalah dalam kehidupan selalu bersifat sosial. Fungsi
yang sehat bukan hanya mencintai dan bekerja, melainkan merasakan
kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesehjateraan mereka.
Beberapa prinsip penting dalam teori Adler adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang berjuang untuk mencapai superioritas atau kompetensi
personal
2. Setiap orang mengembangkan gaya hidup dan rencana hidup yang sebagian
disadar atau direncanakan dan sebagian tidak disadari.
a. Gaya hidup seseorang mengindikasikan pendekatan yang konsisten pada
banyak situasi
b.
Rencana hidup dikembangkan berdasarkan pilihan seseorang dan
mengarah pada tujuan yang diperjuangkan seseorang untuk dicapai
3. Kualitas kepribadian yang sehat adalah kapasitas untuk mencapai “fellow
feeling” atau Gemeinschaftgefuhli, yang fokus pada kesehjateraan orang lain.
Adler menyebunya minat sosial.
4. Ego merupakan bagian dari jiwa yang kreatif. Menciptakan realitas baru
melalui proses menyusun tujuan dan membawanya pada suatu hasil, disebut
dengan fictional goals.
•
Inferioriy dan Superiority
Manusia dimotivasi oleh adanya dorongan utama, yaitu mengatasi perasaan
inferior dan menjadi superior. Dengan demikian perilaku kita dijelaskan
berdasarkan tujuan dan ekspentasi akan masa depan. Inferioritas berarti
merasa lemah dan tidak memiliki keterampilan untuk menghadapi tugas atau
keadaan yang harus diselesaikan. Hal itu tidak berarti rendah diri terhadap
orang
lain
dalam
pengertian
yang
umum,
meskipun
ada
unsur
membandingkan kemampuan diri dengan kemampuan orang lain yang lebih
matang dan berpengalaman. Sedangkan superiority bukan berarti lebih baik
dibandingkan dengan orang lain, melainkan secara berkelanjutan mencoba
untuk menjadi lebih baik, untuk menjadi semakin dekat dengan tujuan ideal
seseorang.
Beberapa keadaan khusus seperti dimanja dan ditolak, mungkin dapat
membuat seseorang mengembangkan inferiority complex atau superiority
complex. Dua kompleks tersebut berhubungan erat. Superiority complex
selalu menyembunyikan atau bentuk kompensasi dari inferior. Sedangkan
inferiority complex menyembunyikan perasaan superior. Adler meyakini
bahwa motif utama setiap orang adalah untuk menjadi kuat, kompeten,
berprestasi dan kreatif.
•
Social Interest
Social interest merupakan bentuk kepedulian atas kesehjateraan orang lain
yang berkelanjutan sepanjang kehidupan untuk mengarahkan perilaku
seseorang. Meskipun minat sosial dilahirkan, tetapi menurut Adler terlalu
lemah atau kecil untuk dapat berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu
menjadi tugas Ibu, yang menjadi orang pertama dalam pengalaman seorang
anak, untuk mengembangkan potensi tersebut. Apabila ibu tidak dapat
membantu anak untuk memperluas minat sosialnya, maka anak akan
cenderung tidak memiliki kesiapan ketika menghadapi masalah dalam
lingkungan sosialnya.
Minat sosial memungkinkan seseorang untuk berjuang mencapai
superior dengan cara yang sehat dan kurangnya minat sosial tersebut dapat
mengarahkan pada fungsi yang maladaptif. Semua kegagalan seperti neurotik,
psikotik, pemabuk, anak yang bermasalah dan lainnya disebabkan kurangnya
memiliki minat sosial mereka mengatasi masalah pekerjaan, persahabatan dan
seks tanpa memiliki keyakinan bahwa hal tersebut dapat diselesaikan dengan
cara kerja sama. Makna yang diberikan pada kehidupan lebih bernilai pribadi.
Tidak ada orang lain yang mendapatkan keuntungan dengan tercapainya
tujuan mereka. Tujuan keberhasilan merupakan merasakan superioritas
personal dan hanya berarti untuk diri mereka sendiri. sebagai manusia yang
sehat, maka pada waktu yang bersamaan ia akan berjuang mencapai superior
dengan membantu orang lain mencapai tujuan mereka.
•
Style of Life
Melalui konsep gaya hidup, Adler menjelaskan keunikan manusia. Setiap
manusia memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan
dapat mewarnai atau tidak mewarnai usaha mencapai superioritasnya itu
dengan minat sosial. Akan tetapi, setiap manusia melakukannya dengan cara
yang berbeda. Gaya hidup merupakan cara unik dari setiap orang dalam
mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan dalam lingkungan hidup
tertentu, di tempat orang tersebut berada. Gaya hidup berdasarkan atas makna
yang seseorang berikan mengenai kehidupannya atau interpretasi unik
seseorang
mengenai
inferioritasnya,
setiap
orang
akan
mengatur
kehidupannya masing-masing unuk mencapai tujuan akhirnya dan mereka
berjuang untuk mencapai hal tersebut.
Gaya hidup terbentuk pada usia 4-5 tahun dan tidak hanya ditentukan
oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif, melainkan
dibentuk oleh persepsi dan interpretasinya mengenai kedua hal tersebut.
Seorang anak tidak memandang suatu situasi sebagaimana adanya, melainkan
dipengaruhi oleh prasangka dan minatnya dirinya.
2.4 Teori Interaksionisme Simbolik
Teori sosial mempunyai sub teori, yaitu teori tindakan, teori tindakan
menekankan pentingnya kebutuhan untuk memusatkan perhatian pada kehidupan
sosial tingkat mikro, cara individu berinteraksi satu sama lain dalam kondisi
sosial secara individual, bukan tingkat makro yakni cara seluruh struktur
masyarakat memengaruhi perilaku individu. Mereka berpendapat bahwa kita
tidak boleh berpikir tentang masyarakat sebagai struktur-struktur yang sudah ada,
yang tidak tergantung pada interaksi individual. Bagi teori tindakan, masyarakat
adalah hasil akhir dari interaksi manusia, bukan penyebab. (dalam Jones, 2009:
24)
Teori tindakan menekankan bahwa kita memutuskan apa yang kita lakukan
sesuai dengan interpretasi kita mengenai dunia di sekeliling.
Lebih banyak hal yang dibicarakan tentang tindakan sosial daripada
interpretasi terhadap tindakan. Dalam kehidupan, ketika kita berinteraksi dengan
orang lain, mereka ingin kita mencapai interpretasi tertentu dari tindakan mereka
– mereka ingin kita berpikir satu hal tentang mereka bukan hal yang lain.
Simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat
mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain
secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama
lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna.
Perspektif interaksi simbolik memunculkan bahwa makna dan tindakan itu
sesungguhnya saling mempengaruhi dan proses interpretif yang terjadi di
dalamnya melibatkan pertukaran makna, suatu transaksi dimana sebab dan akibat
tidak dapat dibedakan. Manusia bertindak dengan mempertimbangkan segala hal
yang diamati dan mengarahkan perilakunya pada suatu perbuatan sebagaimana
yang ia interpretasikan. (Mulyana, 2007: 29)
Menurut pandangan interaksi simbolik, manusi dipandang sebagai pelaku,
pelaksana, pencipta, dan pengarah bagi dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk
yang memiliki jiwa dan semangat bebas dilihat dari kualitas manusia yang
tercipta secara sosial. Tindakan tidak selalu diarahkan pada diri sendiri, namun
juga ada alternative-alternatif lain, seperti emosi, luapan perasaan, dan kebiasaankebiasaan lain. Hal ini membawa kita pada respons yang dilakukan tanpa
berpikir, tanpa pemecahan masalah, tanpa mempertimbangkan masa lalu dan
masa depan, dan tanpa pengambilan peran yang ditetapkan secara baku.
Interaksi Simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus dan
menimbulkan interpretasi atau penafsiran3.Sementra menurut Mead, esensi
interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia,
yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. (Mulyana,
2008:68).
Menurut Bluumer (Spardley, 1997:7, dalam Suwardi Endraswara, UGM
Press) ada beberapa premis interaksionisme simbolik yang perlu dipahami
peneliti budaya, yaitu sebagai berikut :
Pertama, manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh
berbagai hal itu kepada mereka.
Kedua, dasar interasionisme simbolik adalah “makna berbagai hal itu berasal
dari, atau muncul dari interasi sosial seorang dengan orang lain.” Kebudayaan
$
(dalam
http//:[email protected])
sebagai suatu sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki,
dipertahankan, dan didefinisikan dalam konteks orang yang berinteraksi.
Ketiga, dari interaksionisme simbolik bahwa makna ditangani atau dimodifikasi
melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh orang dalam kaitannya
dengan berbagi hal yang dia hadapi.
Di samping tiga premis tersebut, Muhadjir ( 2000: 184-185, dalam
Suwardi Endraswara, UGM Press) menambahkan tujuh proposisi, yakni :
Pertama, perilaku manusia itu mempunyai makna di balik yang menggejala.
Kedua, pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumbernya ke dalam interaksi
sosial. Ketiga, komunitas manusia itu merupakan proses yang berkembang
holistik, tak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga. Keempat, pemaknaan
berlaku menurut penafsiran fenomenologi, yaitu sejalan dengan tujuan, maksud
dan bukan berdasarkan mekanik. Kelima, konsep mental manusia berkembang
secara dialektik. Keenam, perilaku manusia itu, wajar, konstruktif, dan kreatif,
bukan elementer-reaktif. Ketujuh, perlu menggunakan metode introspeksi
simpatetik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna.
Melalui
premis
dan
proposisi
di
atas,
muncul
tujuh
prinsip
interaksionisme simbolik dalam Muhadjir ( 2000: 184-185, dalam Suwardi
Endraswara, UGM Press) yaitu :
1. Simbol dan interaksi menyatu. Karena itu, tidak cukup seorang
peneliti hanya merekam fakta, melaikan harus sampai pada konteks.
2. Karena simbol juga bersifat personal, diperlukan pemahaman tentang
jati diri pribadi subyek penelitian.
3. Peneliti sekaligus mengaitkan antara simbol pribadi dengan komunitas
budaya yang mengintarinya.
4. Perlu direkam situasi yang melukiskan simbol.
5. Metode perlu merefleksikan bentuk perilaku dan prosesnya.
6. Perlu menangkap makna dibalik fenomena.
7. Ketika memasuki lapangan, sekedar mengarahkan pemikiran subyek,
akan lebih baik.
Dalam setiap gerak, perilaku budaya akan berinteraksi dengan yang lain.
Pada saat itu, mereka secaa langsung maupun tidak langsung telah memberikan
stock of culture yang luar biasa banyaknya.
Menurut pandangan model interaksionisme simbolik, perilaku budaya
akan berusaha menegakkan aturan-aturan, hukum, dan norma yang berlaku bagi
komunitasnya. Jadi, bukan sebaliknya interaksi mereka dibingkai oleh aturanaturan mati, melainkan melalui interaksi simboik akan muncul aturan-aturan yang
disepakati secara kolektif. Makna budaya akan tergantung proses interaksi
perilaku. Makna biasanya muncul dalam satuan interaksi yang kompleks, dan
kadang-kadang juga dalam interkasi kecil antar individu.
Interaksi selalu berorientasi ke masa depan, kepada apa yang akan
dilakukan oleh orang lain, dan satu-satunya cara bagi seseorang untuk menduga
masa depan adalah dengan cara saling mengambil peranan.
Dalam deskripsi Mead, proses “pengambilan peran” menduduki tempat
penting. Interaksi berarti bahwa peserta masing-masing memindahkan diri
mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan demikian, mereka
mencoba mencari arti maksud yang oleh pihak lain diberikan kepada aksinya,
sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Jadi, interaksi tidak hanya
berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol
yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. (dalam Sobur, 2009:195)
Intraksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang
komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan
tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme
simbolik. Masing-masing hal tersebut mengidentifikasikan sebuah konsep sentral
mengenai tradisi yang dimaksud (Littlejohn, 1996:159-160 dalam Mulyana,
2008:196) :
1. Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman.
Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol.
2. Berbagai makna dipelajari melalaui interaksi di antara orang-orang.
Makna muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompokkelompok sosial.
3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di
antara orang-orang.
4. Tingkal laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian
masa lampau saja, namun juga dilakukan secara sengaja.
5. Pikiran terdiri atas sebuah percakapan internal, yang merefleksikan
interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama
proses interaksi.
7. Kita tidak bisa memahami pengalaman seorang individu dengan
mengamati tingkah lakunya saja. Pemahaman dan pengertian seseorang
akan berbagai hal harus diketahui.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus
dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi
mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan pada orang lain, situasi,
objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka.
Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls,
tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya berdasarkan
definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka.
Dalam pandangan interaksi simbolik, proses sosial dalam kehidupan
kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan aturanaturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok.
Penggunaan simbol yang dapat menunjukan sebuah makna tertentu,
bukanlah sebuah proses interpretasi yang diadakan melalui sebuah persetujuan
resmi, melainkan hasil dari proses interasi sosial.
Makna adalah produk interasi sosial, karena itu makna tidak melekat pada
objek, melainkan dinegosiasikan dalam penggunaan bahasa. Negosiasi itu
dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya
objek fisik, tindakan atau peristiwa, bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan
atau peristiwa itu. (Arnold M Rose 1974:143 dalam Deddy Mulyana 2001:72)
Terbentuknya makna dari sebuah simbol tak lepas karena peranan
individu yang melakukan respon terhadap simbol tersebut. Individu dalam
kehidupan sosial selalu merespon lingkungan termasuk objek fisik (benda) dan
objek sosial (perilaku manusia) yang kemudian memunculkan sebuah
pemaknaan. Respon yang mereka hasilkan bukan berasal dari faktor eksternal
ataupun didapat dari proses mekanis, namun lebih bergantung dari bagaimana
individu tersebut mendefinisikan apa yang mereka alami atau lihat. Jadi, peranan
individu sendirilah yang dapat memberikan pemaknaan dan melakukan respon
dalam kehidupan sosialnya.
Makna yang merupakan hasil interpretasi individu dapat berubah dari
waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan dari faktor-faktor yang berkaitan
dengan bentuk fisik (benda) ataupun tujuan (perilaku manusia) memungkinkan
adanya perubahan terhadap hasil interpretasi barunya. Dan hal tersebut didukung
pula dengan faktor bahwa individu mampu melakukan proses mental, yakni
berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Proses mental tersebut dapat berwujud
proses membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lalukan.
Individu dapat melakukan antisipasi terhadap reaksi orang lain, mencari dan
memikirkan alernatif kata yang akan ia ucapkan.
Menurut pandangan Mead, perilaku merupakan produk dari penafsiran
individu atas objek di sekitarnya. Makna yang mereka berikan kepada objek
berasal dari interaksi sosial dan dapat berubah selama interaksi itu berlangsung.
Konsep tentang “self” atau diri merupakan inti dari teori interaksi simbolik. Mead
menganggap konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial
individu dengan orang lain. (Deddy mulyana, 2001:73)
Diri sendiri (the self), dalam pandangan ahli interaksionisme simbolik
merupakan objek sosial dalam hubungan dengan orang lain dsebuah proses
interaksi. Dengan demikian individu melihat dirinya sendiri ketika ia berinteraksi
dengan orang lain4.
Interaksi selalu berorientasi ke masa depan, kepada apa yang akan
dilakukan oleh orang lain, dan satu-satunya cara bagi seseorang untuk menduga
masa depan adalah dengan cara saling mengambil peranan.
Dalam deskripsi Mead, proses “pengambilan peran” menduduki tempat
penting. Interaksi berarti bahwa peserta masing-masing memindahkan diri
mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan demikian, mereka
mencoba mencari arti maksud yang oleh pihak lain diberikan kepada aksinya,
sehingga komunikasi dan interaksi dimungkinkan. Jadi, interaksi tidak hanya
%
(dalam : http://wwisanggeni.blog.friendster.com)
berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol
yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. (dalam Sobur : 2009)
2.4.3 Komunikasi Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan
satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal
(Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol,
dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan
dan dipahami suatu komunitas.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan
formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama
untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa
hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok
sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua
kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa.
Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan
dirangkaikan supaya memberi arti.
Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi
merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan
pengetahuan
tentang
cara
pembentukan
kalimat.
Semantik
merupakan
pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga
fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan
objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat
dirujuk dalam komunikasi.
2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah
yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai
fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan
masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan
budaya dan tradisi kita.
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles,
Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya
bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
•
Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja
yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada
masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
•
Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul
dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka
untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan
lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
•
Untuk
menciptakan
koherensi
dalam
kehidupan
kita.
Bahasa
memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri
kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.
Keterbatasan Bahasa:
•
Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu:
orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata
tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas,
tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya
bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baikburuk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
•
Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi
dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang
sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna
yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat;
kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang
berat kepada mahasiswanya yang nyontek.
•
Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai
kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak
mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir
sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun
dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari
budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka
mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang
Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di
Palembang dan Malaysia) berarti kamu.
Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang
artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang
sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita
memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan
pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut
isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari
budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama,
ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal
pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.
•
Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian),
penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan
kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika
melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul
10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang
bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama,
apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk
mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan
pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang
bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen,
yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah
kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara
jam-jam kerjanya.
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam
bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian
(encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik
(lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam
berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana
menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan
kesalahpahaman.
2.4.4 Komunikasi Non Verbal
Dalam “bahasa” komunikasi, simbol sering kali diistilahkan sebagai
lamabang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk
sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Lambang meliputi
kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya
disepakati bersama.
Diam, sama kuatnya dengan pesan-pesan verbal yang diucapkan dalam
kata-kata. Dengan berdiam diri maka anda telah berkomunikasi secara nonverbal.
Terkadang mungkin tanpa suara, tanpa kata, atau mungkin dengan suara bernada
tinggi maupun rendah, dengan gerakan tubuh atau anggota tubuh, anda tetap
melakukan komunikasi nonverbal. Meskipun anda berdiam diri, namun
pernyataan wajah anda pun bisa menunjukan komunikasi antar pribadi dan
memberikan pesan dengan makna tertentu terhadap orang lain. Ingatlah ada
banyak pendapat yang menyatakan bahwa : diam itu emas. Satu gambar sama
nilainya dengan seribu kata.
Andapun dapat berkomunikasi melaui tanda-tanda, pakaian, melalui objek
lain (artefak) yang mengelilingimu. Demikian pula peradaban merupakan bagian
dari komunikasi nonverbal yang dapat dilakukan beurlang-ualng kali (bergantung
pada siapa anda raba) dalam situasi, konteks, budaya mana rabaan itu dilakukan.
Waktu dan ruang/jarak juga menggambarkan pesan nonverbal antar
pribadi. Prosemik adalah bahasa jarak, yang merupakan studi tentang jarak fisik
ketika orang berkomunikasi yang mamp memperlihatkan mertapa jarang maupun
akrabnya dua orang.
Komunikasi nonverbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan
perasaan, emosi. Jika pesan yang anda terima melalui sistem verbal, tidak
menunjukan kekuatan pesan, maka anda dapat menerima tanda-tanda nonverbal
lainnya sebagai pendukung.
2.4.1.1 Karakteristik dan Fungsi Komunikasi Nonverbal
karakterisik komunikasi nonverbal sebagai berikut :
1. Prinsip umum komunikasi antar pribadi adalah manusia tidak dapat
menghindari komunikasi
Demikian pun anda tidak mungkin tidak menggunakan pesan nonverbal.
Itulah prinsip pertama. Diam juga adalah komunikasi.
2. Pernyataan pesan dan emosi.
Komunikasi nonverbal adalah model utama, bagaimana anda menyatakan
perasaan dan emosi. Anda selalu mengkomunikasikan tentang isi dan
tugas melalui komunikasi verbal. Bahasa verbal biasanya mengacu pada
pernyataan informasi kognitif; sedangkan nonverbal mengacu pada
pertukaran perasaan, emosi dengan orang lain dalam proses human
relation.
3. Informasi tentang isi dan relasi.
Komunikasi nonverbal selalu meliputi informasi tentang isi dari pesan
verbal. Komunikasi nonverbal member saya suatu tanda bahwa anda
memerlukan penjelasan terhadap pesan verbal. Dengan tanda yang sama
anda dapat menunjukan keinginan mendapatkan relasi.
4. Reliabilitas dari pesan nonverbal
Pesan verbal ternyata dipandang lebih reliable daripada pesan nonverbal. Dalam
beberpa situasi antar pribadi pesan verbal ternyata tidak reliable sehingga perlu
komunikasi nonverbal.
BAB III
METODOLOGI DAN OBJEK PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mendekati jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi
adalah suatu pendekatan untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi
dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk
melakukan penelitian, sementara perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu
kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami
data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.
Seperti juga teori, metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya, dan
tidak bisa dinilai apakah suatu metode benar atau salah. Untuk menelaah
penelitian secara benar, kita tidak cukup sekedar melihat apa yang ditemukan
peneliti, tetapi juga bagaimana peneliti sampai pada temuannya berdasarkan
kelebihan dan keterbatasan metode yang digunakannya. Metode penelitian adalah
teknik-teknik spesifik dalam penelitian. Sebagian orang menganggap bahwa
metode penelitian terdiri dari berbagai teknik penelitian, dan sebagian lagi
menyamakan metode penelitian dengan teknik penelitian. Perbedaan perspektif
subjektif dan objektif (dalam Mulyana, 2008: 147) :
Tabel 3.1
Perbandingan antara Perspektif Objektif dan Perspektif Subjektif
Prinsip Tentang
Sifat realitas
Perspektif Objektif
Perspektif Subjektif
(komunikasi) Realitas
Realitas
(komunikasi)
diasumsikan tunggal, nyata bersifat ganda, rumit, semu,
(objektif), eksternal, statis, dinamis (mudah
berubah),
dan dapat dipecah-pecah dan dikonstruksikan, dan holistik;
hukum-hukum kebenaran
diatur
oleh
yang
berlaku
tetap
universal
realitas
bersifat
dan relatif
(meskipun
kenyataannya
bersifat
probabilistik)
Sifat Manusia
Aktor (komunikator) bersifat Aktor (komunikator) bersifat
(komunikator
pasif dan reaktif; perilaku aktif, kreatif, dan memiliki
dikendalikan kemampuan bebas; perilaku
peserta (komunikasi)
atau
komunikasi)
oleh situasi atau lingkungan
(komunikasi) secara internal
dikendalikan oleh individu.
Sifat
hubungan Terdapat hubungan sebab- Semua entitas secara simultan
dan akibat
dalam
(sebab
menganai realitas variabel
(komunikasi)
nyata
yang sehingga
bebas
Hubungan antara Peneliti
dengan
penelitian
mempengaruhi,
peneliti
tidak
mendahului akibatnya atau mungkin membedakan sebab
dari akibat.
variabel terikat)
penelitian
atau saling
pengamat
sebagai Setaraf,
bertindak
yang
empati,
otonom, interaktif, timbal balik, saling
subjek terpisah atau beranjak dari mempengaruhi,
subjek
penelitian,
berjangka-pendek.
akrab,
dan berjangka lama.
dan
Tujuan
Menangani hal-hal bersifat Menangani hal-hal bersifat
penelitian
umum,
sempel khusus, bukan hanya perilaku
dengan
terbuka, tetapi juga proses
besar/representative
acak);menguji yang tak terucapkan, dengan
(lazimnya
teori; meramalkan peristiwa sampel
kecil/
purposif,
serupa pada saat mendatang memahami peristiwa yang
(dus,
komunikasi punya
perilaku
dapat
makna
karena menekankan
diramalkan
lingkungan); individu;
pelaziman
historis;
perbedaan
mengembangkan
mencari generalisasi yang tak hipotesis (teori) yang terikat
terikat
oleh
konteks
dan oleh
konteks
dan
menekankan membuat
waktu;
penelitian
penilaian
efek etis/estetis
tentang
waktu;
atas
fenomena
(komunikasi) spesifik.
komunikasi
Metode
Deskriptif
(wawancara Deskriptif (wawancara tak
penelitian
berstruktur,
pengamatan berstruktur/mendalam,
survey pengamatan berperan serta),
berstruktur),
eksperimen; analisis
(korelasional),
tekanannya pada pencarian kasus,
penjelasan
mekanistik
studi
dan penafsiran
kausal
atas
dokumen,
studi
historis-kritis;
sangat
ditekan
fenomena alih-alih pengamatan objektif.
komunikasi.
Analisis
Deduktif; dilakukan setelah Induktif; berkesinambungan
data
terkumpul;
lazimnya sejak
menggunakan statistik.
awal
hingga
akhir;
mencari model, pola, atau
tema.
Kriteria kualitas Objektivitas, reliabilitas, dan Otensitas, yakni sejauh mana
penelitian
validitas
kesepakatan
(menekankan temuan
para
peneliti, mencerminkan
penelitian
penghayatan
kuantifikasi,
dan
replikasi subjek
Nilai,
diteliti
(komunikator).
penelitian)
Peran nilai
yang
etika,
dan
pilihan Nilai, etika, dan pilihan moral
moral peneliti tidak boleh peneliti melekat dalam proses
proses penelitian (penelitian masalah
mencampuri
penelitian; penelitian yang penelitian, tujuan penelitian,
bebas-nilai
dijamin
oleh paradigm, teori dan metode/
metodologi
objektif
yang teknik
digunakan.
analisis
yang
digunakan,dsb).
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan metode yang secara keseluruhan
memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk
deskriptif. Sebagai bagian dari perkembangan ilmu sosial, kualitas penafsiran
dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sosial.
Artinya, fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana ditafsirkan oleh subjek.
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain metodologi adalah
suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.
Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam
hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel
atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
(dalam Moleong, 2004;4)
Penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Peneliti kualitatif bukanlah mencari
“kebenaran” mutlak. Peneliti kualitatif melihat dunia dari segi pandangannya atau
dari pandangan respondenya, karena setiap manusia mempunyai cara pandang
yang berbeda dalam melihat suatu hal. “kebenaran” bagi dunia kualitatif
bergantung pada dunia realitas empirik dan konsensus dalam masyarakat ilmuan.
Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik. Disebut naturalistik,
karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, apa adanya, tanpa
dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau tes. Penelitian kualitatif berdasarkan
atas dasar positivisme. Positivisme berpendirian bahwa kebenaran hanya satu,
sama bagi semua orang, dan dapat diperoleh adari lingkungan. Peneliti itu
objektif, terpisah dari dunia yang diamatinya, serta bebas nilai. (dalam Moleong,
1989: 10-11)
Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif, melainkan
makna-makna yang terkandung di balik tindakan, yang justru mendorong
timbulnya gejala sosial tersebut. Sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif
mempertahankan hakikat nilai-nilai. Oleh kerena itulah penelitian kualitatif
dipertentangkan denagn penelitian kuantitatif yang bersifat bebas nilai. Ciri
penting metode kualitatif:
1. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan
hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.
2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian
sehingga makna selalu berubah.
3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek
peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung di
antaranya.
4. Desain dan kerangka penelitian besifat sementara sebab penelitian bersifat
terbuka.
5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya
masing-masing.
Alasan penulis memilih metode ini didasarkan pada anggapan bahwa
fenomena gaya hidup komunitas “Beat Boys” berisikan realitas fakta dan pesanpesan moral yang terkandung didalamnya sangat tepat diteliti secara mendalam.
Karena itu, peneliti menganggap penelitian kualitatif dapat memenuhi kapasitas
dari akar permasalahan yang penulis angkat. Penelitian ini menitikberatkan pada
segi alamiah dan berdasar pada
karekter komunitas “Beat Boys”. Arah
penyusunan penelitian menitik beratkan kepada interaksi simbolik yang
disampaikan oleh komunitas “Beat Boys”, dilihat dari gaya hidupnya.
Seperti telah disinggung sebelumnya, penelitian tersebut dilihat dari sudut
komunikasi, penelitian ini berupaya untuk meneliti pola interaksi simbolik berupa
gaya hidup dari komunitas “Beat Boys” dan pesan moral yang terdapat dalam
gaya hidupnya yang dapat memikat pola pikir masyarakat mengenai nilai yang
terkandung. Dalam penelitian kualitatif ini, interaksi simbolis dan temuan yang
ada pada gaya hidup komunitas “Beat Boys” akan dipaparkan secara deskriptif.
Karena objek adalah sebuah komunitas yang menganut gaya hidup Mod, yang
memunculkan interaksi simbolik maka penelitian diteliti dengan teori interaksi
simbolik, disertakan juga pendekatan culture studies untuk menganalis budaya
subkultur gaya hidup komunitas “Beat Boys” agar lebih terarah.
3.2 Cultural Studies
Dalam buku How to Do Media and Cultural Studies karya Jane Stokes
(2006: 19) menyebutkan : penelitian ke dalam media dan budaya dapat dibagi
menjadi tiga wilayah besar, dengan masing-masing memiliki kecenderungan
paradigma tertentu: teks, industri, dan khalayak. Di dalam masing-masing
wilayah ini, secara teoritis dimungkinkan untuk menggunakan metode apapun
yang digunakan dalam ilmu sosial atau humaniora. Namun dalam praktik maupun
konvensi, masing-masing wilayah memiliki tatanan metode yang berbeda terkait
dengan hal tersebut. Terkadang, penggunaan sebuah metode khusus mempelajari
sebuah fenomena tertentu didasarkan pada prinsip-prinsip epistimologis yang
tepat, tetapi kadang-kadang semua itu sekedar konvensi.
Dalam meneliti fenomena representasi Mod sebagai gaya hidup
komunitas “Beat Boys” tersebut masuk ke dalam wilayah khalayak, karena objek
yang diteliti adalah sebuah komunitas. Komunitas yang memaknai sebuah
budaya.
Cultural studies adalah sebuah pilihan pemaknaan budaya. Jika dipandang
dari aspek ontologis, cultural studies adalah upaya merefleksikan masalah-
masalah yang muncul pada era transisi antara gejala modernisme dan
postmodernisme (Panju, 2002:59, dalam dalam Suwardi Endraswara, UGM
Press).
Ciri pokok Cultural Studies adalah pemakaian pemahaman positivistik. Di
dalamnya harus ada peninjauan unsur-unsur budaya dari sekian banyak
kebudayaan pada suatu wilayah. Usaha perbandingan tersebut, tak lain sebagai
arah mencari perampatan (generalisasi) dari suatu ciri, pengertian, keteraturan
struktural yang diperoleh – secara induktif dari penelitian kebudayaan tertentu.
Berbagai hal yang harus digali dalam cultural studies :
1. Persepsi, bagaimana tanggapan perilaku budaya satu dengan yang lain
ketika menerima atau menolak budaya yang hadir.
2. Kognisi, yaitu membandingkan pola pemikiran pendukung budaya
masing-masing.
3. Kepribadian dan jati diri, yaitu membandingkan kepribadian dan jati diri
pemilik budaya masing-masing.
Hubungan tersebut akan membentuk varian-varian budaya satu sama lain,
sehingga dapat ditentukan mana budaya transformasi dan mana budaya asli.
Salah satu pondasi terpenting bagi pendekatan yang memandang budaya
sebagai kegiatan sehari-hari adalah pemahaman tentang konstruksi sosial atas
realita. Dalam perspektif ini, realitas dipahamai dan diabaikan, diperbincangkan
dan dilupakan, dihidupi atau dimatikan, dikelola atau dirusak, dimanfaatkan atau
dihindari, berdasarkan sistem konstruksi yang beredar di kalangan warga
masyarakat.
Tugas cultural studies adalah membongkar dan memaparkan unsur-unsur
penyusunan konstruk tersebut dengan cara kerjanya, agar manusia sebagai subjek
dapat melibatkan diri secara aktif dalam dunia konstruksi.
Perhatian cultural studies terutama diberikan kepada kelompok atau individu
pelaku budaya yang terpinggirkan, yang suaranya tidak didengarkan, yang
kehadirannya diabaikan. Berkaitan dengannya, beberpa konsep terpenting dalam
pendekatan konstruksi sosial atas realitas adalah hegemoni dan identitas.
Cultural studies memberi perhatian terhadap kelompok minoritas dan
memandang realitas terdiri atas banyak konflik yang masing-masing mewakili
identitasnya. Dan konflik yang dimaksud adalah konflik ideologi.
Cultural studies atau biasa disebut kajian budaya adalah bidang yang
majemuk, berisi sebagai perspektif yang saling bersaing, yang melalui produksi
teori, berusaha mengintervensi politik kebudayaan. Kajian budaya mempelajari
kebudayaan sebagai praktik-praktik pemaknaan dalam konteks kekuasaan sosial.
Kisah pertama kajian budaya adalah pergeseran dari pemahaman
kebudayaan sebagai seni menuju pandangan bahwa kebudayaan sebagai sifat
keseharian, yang mencakup “keseluruhan cara hidup”. Kisah kedua kajian budaya
adalah tentang kedudukan kebudayaan dalam suatu formasi sosial, atau hubungan
antara kebudayaan dan praktik-praktik sosial lainnya seperti praktik ekonomi dan
politik. Kajia budaya menolak gagasan mengenai kebudayaan sebagai sesuatu
yang
dideterminasi
oleh
kekautaan-kekuatan
ekonomi,
dan
memilih
memahaminya sebagai kumpulan makna dan praktik otonom yang punya
logikanya sendiri. Logika ini disejajarkan dengan transformasi konsep
kebudayaan yang semula adalah konsep pinggiran dalam ilmu-ilmu humaniora
dan sosial menjadi salah konsep utama dalam penelitiannya.
Cultural Studies sangat erat kaitannya dengan komunikasi, sebagaimana
kita ketahui, era penelitian komunikasi, area penelitian komunikasi sangatlah
luas, meliputi minat sejarahwan peradaban dan teorisi sosial, yang selalu
mengambil dari ide bahasa dan komunikasi sebagai elemen dasar dalam definisi
humanitas dan dalam konstruksi budaya. Gagasan komunikasi melibatkan
penggunaan dan penerapan sarana komunikasi, mulai dari penggunaan bahasa
hingga produksi dan reproduksi realitas sosial melalui media.
Simon During, dalam pengantar buku The Cultural Studies Reader
(1993), menunjukkan dua jalur genealogi cultural studies. Jalur pertama adalah
mereka yang melihat kebudayaan sebagai efek hegemoni. Dalam bingkai
hegemoni inilah kebudayaan terletak. Kebudayaan bukanlah ekspresi sistem nilai
suatu komunitas yang mencerminkan identitas kolektif, melainkan alat yang
memungkinkan hegemoni itu berfungsi dalam sistem dominasi. Perintis jalur ini
adalah Raymond Williams, Marxis dari Inggris, ketika ia mengkritik fenomena
terlepasnya "budaya" dari "masyarakat" dan terpisahnya "budaya tinggi" dari
"budaya sebagai cara hidup sehari-hari". Cultural studies jenis ini lebih
menekankan pembacaan budaya sebagai tindakan kontra hegemoni, resistensi
terhadap kuasa "dari atas", dan pembelaan terhadap subkultur.
Sedangkan cultural studies jalur kedua, yang mendapat banyak pengaruh dari
pemikiran poststrukturalisme Perancis, terutama Michel Foucault, menggeser
perhatiannya dari kontra hegemoni dan resistensi terhadap kuasa "dari atas"
menuju perayaan terhadap kemajemukan satuan-satuan kecil. Kebudayaan dilihat
sebagai wacana pendisiplinan dan normalisasi, yang tidak tepat dihadapi dengan
macro-politics karena relasi kuasa bukanlah melulu bersifat vertikal (negara
versus masyarakat). Bagi Foucault, kekuasaan bersifat menyebar dan merata
dalam setiap hubungan dalam masyarakat, dan karena itu hanya bisa dihadapi
dengan
semacam
micro-politics,
yang
pernah
dirumuskannya
sebagai
insurrection of the subjugated knowledges (membangkitkan pengetahuanpengetahuan yang tertekan).
Dalam
http://www.visi-bookstore.com/product/417/41/Teori-
Teori_Kebudayaan, ada tiga karakteristik yang menonjol pada cultural studies :
Pertama, penolakan terhadap esensialisme dalam kebudayaan. Melihat
kebudayaan sebagai efek hegemoni dengan sendirinya mengakui proses
konstruksi sosialnya. Budaya tidak terbentuk secara alamiah, given dan menyatu
dengan komunitas tertentu, melainkan selalu dikonstruksikan. Dan dalam proses
konstruksi, pertarungan memperebutkan pemaknaan pun terjadi.
Selain merupakan konstruksi sosial, budaya juga selalu bersifat hibrida. Tidak
ada yang tetap dan tegas dalam identitas budaya. Juga tidak ada yang murni dan
monolitik. Budaya merupakan situs bagi proses negosiasi yang tak putus-putus
yang dilakukan oleh para pelaku kebudayaan itu sebagai respons terhadap kondisi
kekiniannya. Dengan demikian, sebutan "Jawa", "Islam" atau "Barat" selalu
bersifat kompleks dan majemuk karena konteks mereka yang juga kompleks dan
majemuk.
Kedua, penghargaan terhadap budaya sehari-hari, terutama budaya pop dan
media. Cultural studies tidak sekadar mendekonstruksi kanon dalam budaya dan
melumerkan pemisahan antara "budaya tinggi" dan "budaya massa", tetapi juga
menyambut dan merayakan budaya massa ini. Mereka menolak pendapat yang
melihat budaya massa semata-mata sebagai komoditas kapitalisme yang selalu
berdampak homogenisasi, pengulangan, dan penyeragaman. Karena dalam
praktiknya, orang menerima dan menggunakan budaya massa tidak dengan sikap
pasif, melainkan aktif memaknainya dengan kepentingan dan tujuan yang
berbeda-beda. Penjual Warung Tegal menonton telenovela Amerika Latin di
televisi sekadar untuk selingan sembari melayani pembeli, ibu-ibu rumah tangga
menontonnya untuk bahan obrolan di pasar atau di meja makan, dan penyair
melihatnya untuk cari inspirasi atau bahan guyon. Penerimaan mereka terhadap
budaya massa tidak dengan sendirinya membuat mereka terkooptasi atau
teralienasi. Dengan kata lain, konsumen selalu punya kebebasan dalam proses
negosiasi untuk memaknai (decoding) citraan budaya massa, dengan cara
memiuhkannya dari maksud sang pemilik modal atau menjadikannya sebagai
kesenangan belaka.
Sesungguhnya, naiknya pamor budaya sehari-hari di mata cultural studies ini
tidak bisa dilepaskan dari semakin mendunianya gaya hidup yang dijajakan
media massa yang sekaligus mengubah nilai yang ada di dalamnya.
Konsumerisme, misalnya, yang dulunya dikecam karena tidak berangkat dari
kebutuhan riil sang konsumen tetapi berdasar kebutuhan yang diciptakan oleh
citra media kini justru merupakan simbol dan ekspresi menjadi manusia
kontemporer.
Dalam konteks mendunianya budaya media yang ditopang dengan pasar
global inilah cultural studies yang semula bertumbuh di dunia akademi Barat kini
juga merambah ke seluruh dunia.
Ketiga, kuatnya sikap politis. Cultural studies, baik dari jalur Gramsci
maupun Foucault, adalah suatu agenda politik dalam dunia akademi. Perhatian
mereka adalah penelanjangan terhadap hubungan kuasa yang timpang dalam
kebudayaan, melalui pembacaan terhadap pelbagai dokumen sosial.
3.3 Metodologi Interaksionis Simbolik
Intraksionisme simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah
tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus
dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah alih-alih lingkungan yang
artificial seperti eksperimen. Denzin (dalam Mulyana, 2008: 149)
mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi
simbolik, yaitu :
•
•
•
•
•
•
Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas
Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yang
bertindak (the acting other) dan memandang dunia dari sudut
pandang subjek; namun dalam berbat demikian peneliti harus
membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari
dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas tersebut
Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek dengan
hubungan sosial dan kelompok-kelompok yang memberikan
konsepsi demikian
Seting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah
harus dicatat
Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau
perubahan, juga bentuk perilaku yang statis
Pelaksanaan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu
tindakan interaksi simbolik
•
Pengunaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama
mengarahkan (sensitizing) dan kemudian operasional; teori yang
layak menjadi teori formal, bukan teori agung (grand theory) atau
teori menengah (middle-range theory); dan proposisi yang
dibangun menjadi interaksional dan universal
Interaksionisme simbolik merupakan suatu perspektif teoritis, namun juga
sekaligus orientasi metodologis.
3.4 Objek Penelitian
3.4.1 Sejarah Mod
Mod adalah sebuah gaya hidup yang berasal dari negara Inggris. Mod
(diambil dari kata modernist) merupakan sebuah subkultur anak muda di
kalangan working class yang berkembang pada akhir 1950an dengan obsesi
terhadap fashion dan musik, pencampuran antara budaya working class Inggris
dengan budaya yang dibawa imigran Jamaika. Mod merupakan sebuah fenomena,
genre, atau jenis musik tertentu yang mempengaruhi kehidupan suatu generasi.
Mod terbagi kedalam tiga elemen penting, yaitu musik, fashion, dan kendaraan
(skuter).
Mod adalah sebuah subkultur yang menjadi satu fenomena sosial yang
kompleks, dimana para pemuda di London yang saat itu berada pada kondisi
ekonomi yang kurang baik, tetapi mereka tetap ingin mempertahankan
kesempurnaan dari gaya personal mereka, dikenal memiliki kesadaran yang
tinggi akan fashion. Mereka terobsesi dengan American rhythm and blues dan
Italian motor scooters. Puncak kejayaan era Mod ini terjadi dari tahun 1962
sampai akhir tahun 70an dan menyebar luas ke seluruh dunia dan sampai saat ini
menjadi budaya dunia.
Adalah mudah untuk menunjukkan penyebab sosial yang berkontribusi
terhadap hal ini: penyebab paling jelas pastinya adalah tingkat pengangguran
yang tinggi dan semakin meningkat (khususnya di daerah urban dan kalangan
pemuda). Kebangkitan mode itu meliputi pakaian, musik, dan gaya hidup gerakan
asal 1960-an: selera pakaian bergaya dan dapat dikenali dengan cepat; selera akan
band orisinal yang diasosiasikan dengan Mod 1960-an (seperti The Who);dan
tentunya, sepeda motor vespa skuter yang dimodifikasi dengan seksama.
Sebagian besar kebangkitan Mod berfokus pada musik. Mod tidak hanya
memiliki bandnya sendiri, tetapi juga tempat pelbagai peristiwa dan label
independen. (Thwaites, 2009: 276-278)
3.4.2 Gaya Hidup Komunitas Mod
Mod terbagi atas tiga elemen utama, yaitu fesyen, musik, dan kendaraan.
Fesyen komunitas Mod mudah dikenali dari gaya busana yang rapi. Seperti
halnya budaya anak muda lain, Mod mempunyai cara berpakaian sendiri. Para
Mod berpakaian sangat rapi dan necis, setelan jas buatan italia, sepasang sepatu
brogues, parka (semacam mantel untuk berkendaraan), dan yang terpenting dari
semuanya, skuter (biasanya bermerk Lambretta dan Vespa). Mereka biasanya
nongkrong di kafe-kafe seputaran London, sambil mendengarkan musik beraliran
soul, RnB, dan ska. Satu hal yang paling penting diingat, bahwa Mod sangatsangat mengajar fesyen terutama merek-merek tertentu seperti kemeja jaytex,
fredperry, adidas, Lonsdale, Paul Smith, Ben Shermen, Merc London, Baracuta,
Doc. Martens, Levi’s dsb. Hal itu karena ide dasar dari Mod adalah bagaimana
caranya untuk terlihat lebih cool dan bergaya dibanding orang-orang lain.
Gambar 3.1
Gaya Hidup Komunitas Mod di Inggris tahun 1960-an
(gambar 3.1 Gaya hidup komunitas Mod era ’60-an,
http://theinvisibleagent.wordpress.com/2009/05/03/1960s-vintage-vespa/)
Karena sebenarnya setelan italia tidak terjangkau oleh kantong kelas
pekerja, jadi mereka bekerja keras mengumpulkan uang, untuk terlihat
fashionable dibandingkan yang lain, mempunyai setelan yang sama dengan bos,
agar mereka tidak dilecehkan. Kadangkala mereka harus mengumpulkan uang
selama tiga bulan untuk mendapatkan setelan tersebut. Komunitas Mod
mempunyai motto “clean living, under difficult circumstances”, yang berarti
hidup bersih dalam keadaan sulit, yang mempunyai makna harus bekerja keras
untuk mendapatkan apa yang dimau, walaupun ada saja rintangan yang harus
dihadapi, karena keinginan untuk hidup mapan tidak semudah membalikan
telapak tangan, tidak diberikan begitu saja. Bisa dibilang kaum Mod adalah kelas
pekerja yang menginginkan kemapanan.
Komunitas Mod adalah mereka dari kalangan working class yang ingin
dianggap, eksis, di era tahun 60-an yang berkuasa adalah kalangan bangsawan,
mereka menginginkan persamaan kelas, mereka ingin diliat, mereka berusaha
untuk tampil beda, dengan dandanan yang dandy, spionnnya yang banyak di
skuter mereka adalah karena menentang kebijakan yang ada di inggris.
Terjadinya krisis buruh di era 60-an, membuat mereka ingin membuat
perlawanan dengan membuat perbedaan dengan orang lain. Perlawanan working
class kepada bangsawan (budaya tanding). Bahkan ada istilah “I don’t need the
boss, but the boss need us, f*** the boss.”
Mod meledak menjadi semacam identitas nasional kaum muda Inggris ketika
mereka mampu mengeksplorasi dan mendefinisikan kembali R&B ke dalam
bentuk yang lebih liar dan maksimal serta melahirkan band–band seperti The
Kinks, The Small Faces, dan terutama setelah The Who mengeluarkan poster–
poster bergambar target peluru berjargon “Maximum R&B” dan merilis singel
pertama “Can’t Explain” disusul oleh singel “Anyway, Anyhow, Anywhere” serta
album My Generation yang memuat tembang dahsyat “My Generation”,
semuanya di tahun 1965.
The Who dianggap sebagai pahlawan kaum mod, karena band yang diotaki
oleh Pete Townshend pada gitar, John Entwistle (meninggal pada 2002) pada
bass, Keith Moon (meninggal pada 1978) sebagai powerful drummer dan sang
vokalis
karismatik
Roger
Daltrey
selain
mampu
meramu
dan
mantransformasikan kembali akar musik R&B ke dalam bentuk yang lebih segar
dan megah juga berjasa memperkenalkan berbagai atribut kaum mod kepada
dunia. Misalnya, memakai skuter lengkap dengan empat spion atas dan bawah
dalam cover album mereka (Quadrophenia).
The Who juga dikenal karena ide mereka untuk menghadirkan opera rock ke
dalam suatu double album, Tommy (1969) dan Quadrophenia (1973). Opera rock
merupakan konsep baru, yaitu keseluruhan lagu pada album tersebut saling
terkait satu sama lain dan memiliki tema dasar yang sama serta para personel pun
memiliki personifikasi karakter masing masing seakan-akan sedang bermain
sandiwara/opera.
Mod juga dikenal karena memperkenalkan penggunaan skuter seperti Vespa
atau Lambretta (salah satu kaum mod kemudian mengambil merek in sebagai
nama band mereka, The Lambrettas) sebagai alat transportasi mereka. Pada
awalnya pilihan atas alat transportasi ini karena pada zaman itu di Inggris alat
transportasi umum seperti bus hanya ada sampai sore, kaum mod yang
kebanyakan kelas pekerja hanya bisa hang out pada jam-jam tersebut, setelah
menyelesaikan pekerjaan mereka, tetapi mereka membutuhkan transportasi yang
lebih murah dari mobil. Pilihan atas skuter ini juga didasarkan atas pertimbangan
fashion yang mengutamakan stylish. Skuter menjadi pilihan karena terasa lebih
modis dan sangat terbuka untuk dimodifikasi dalam berbagai bentuk yang lebih
stylish. Contohnya, ketika di era 60-an pemerintah Inggris mewajibkan setiap
motor untuk dilengkapi dengan minimal 1 (satu) buah kaca spion, kaum mod
justru menjawabnya dengan memasang 4, 6 bahkan 32 kaca spion atas dasar
tuntutan.
Kaum Mod juga ada yang disebut dengan “weekenders”, “weekenders”
adalah sebutan bagi mereka yang senang pesta-pesta pada akhir pekan, mengingat
status mereka sebagai kelas pekerja yang bekerja lima hari seminggu, dari Senin
hingga Jum’at dan hanya mempunyai waktu lauang di akhir pekan. Pesta-pesta
tersebut biasanya diadakan di café-café sambil memainkan musik dari band-band
komunitas Mod ( mereka menyebutnya gig’s). Dalam gig’s tersebut para
“weekenders” bersenang-senang menikmati musik sambil berjoget ala ska (biasa
disebut pogo), minum-minum, melepas lelah, refreshing, setelah lima hari
bekerja. Pada saat itu “weekenders” kebanyakan mengonsumsi “Jumping Pill’s”
(zat psikotropika) agar lebih bersemangat. Acara musik tersebut juga menjadi
ajang kumpul-kumpul memamerkan skuter mereka yang telah dimodifikasi
sedemikian rupa, sehingga skuternya terlihat lebih gaya dibandingkan dengan
skuter lainnya.
Selain itu, Mod juga dikenal karena identik dengan lambang lingkaran (target)
berwarna biru, merah dan putih. Lambang ini sebenarnya diambil dari emblem
identitas Royal Air Force (RAF), Angkatan Udara Inggris. Secara historis,
lambang ini pun tidak sepenuhnya berasal dari RAF, melainkan justru terinspirasi
dari bendera Prancis. Berawal dari Perang Dunia I, di mana lambang Union Jack
1
Inggris yang terdapat pada sisi pesawat mereka sekilas tampak sama dengan
lambang salib Jerman, musuh mereka. Sehingga dipandang perlu untuk memakai
lambang lain untuk menghindari insiden salah tembak.
0-
(
Lambang ini kemudiaan menjelma menjadi bagian dari pop art 2ketikka pelukis
Jasper Jhons mengangkaatnya sebagai tema lukisan. Lukisan target iniilah yang
kemudian dipakai oleh The
T Who dalam berbagai tema fashion mereka, sehingga
kemudian dibaptis sebaggai salah satu lambang identitas kaum mod. Pennggunaan
lambang ini oleh The Who salah satunya lebih dikarenakan strateegi untuk
mengangkat rasa bangga sebagai warga negara Inggris. Oleh karena itu lambang
ini pun sering digunakan bersama–sama dengan bendera Union Jack.
Gambar 3.2
Lambang Mod
%29)
( sumber : htttp://en.wikipedia.org/wiki/Mod_%28subculture%
Kemampuan modd untuk menjadi sebuah subkultur dan terus bertaahan
dalam tiap pergantian maasa generasi, karena mod tidak melulu mendasarkkan diri
pada genre musik melain
nkan juga mampu mewariskan berbagai elemen yyang
penting bagi perkembang
gan life style, terutama bagi kalangan muda.
Karena musik poopuler merupakan komoditas internasional yanng sangat
laku dan semakin berkem
mbang, pada penghujung 1970-an banyak muusik yang
diasosiasikan dengan keebangkitan Mod Inggris urban telah berhasil maju ke
!
;;
<
;;
5)/*
=>
3
(
1
37
berbagai belahan dunia lainnya, dan telah mengambil kehidupan yang sangat jauh
dari kondisi tempat kemunculannya, mereka mengambil dan mengolah ulang
tanda dari budaya yang hampir satu generasi jauhnya. (Thwaites, 2009: 276-278)
Mod revival, pada era tersebut band yang mendominasi adalah band-band
yang beraliran ska seperti the
special, Madness, dsb. Musik yang diusung
kebanyakan pada era mod revival berpengaruh pada musik tahun ’80 ( era New
Wave). Pertengahan ’90 banyak bermunculan band sak seperti mighty-mighty
bostone, save veris era ini lebih dikenal dengan Ska revival ke 2 (kebangkitan
band2 ska geneerasi ke 2) yang berbarengan dengan bermunculannya band-band
ska di Indonesia, yang memperkenalkan budaya ska yang termasuk kedalam gaya
hidup Mod. Saking booming pengaruh dari ska revival ini, mengakibatkan
ekspose media.
@
AB
&/C @AB)/C @ 3AB+/C @'5
AB4/./C
3.4.3 Komunitas “Beat Boys”
Mod adalah budaya dunia, dari negeri asalnya di Inggris sana menyebar ke
seluruh dunia, Asia, bahkan sampai ke Indonesia budaya Mod sudah banyak
dianut oleh sebagian orang. Pertama kali budaya Mod masuk ke Indonesia yaitu
di Jakarta tahun 90-an, tetapi pada saat itu yang mengenal budaya Mod masih
sangat sedkit. Orang-orang mengenal Mod lewat berbagai media, pada saat itu
khususnya media cetak seperti majalah, buku, dsb, juga lewat film-film
bertemakan Mod, karena pada saat itu internet belum teralu membudaya, hanya
segelintir orang saja yang mengetahui adanya budaya Mod melalui akses internet,
lalu dengan informasi dari mulut ke mulut, mengobrol, berdiskusi antar anggota
komunitas, menyebarlah budaya Mod ke daerah lainnya yaitu Bandung.
Pada awalnya komunitas Mod di Bandung sendiri masih terpecah-pecah,
sekitar tahun 2003, kemunculannya berawal dari kebiasaan kumpul-kumpul
pengguna Vespa dan Lambretta yang berangkat dari hobi yang sama.
” masing-masing pada waktu itu punya tempat tongkrongannya sendiri,
Bandung kan kecil jadi kalo maen kemana-maen kemana masih pada kenal,
temennya itu-itu lagi, tapi mempunyai selera yang sama akan hal kendaraan,
musik, dan fashion yang ngebeat, saling share, akhirnya mengerucut-mengerucut
dan bersepakat membentuk komunitas Mod, yaitu Beat Boys3”
Atas dasar kesepkatan bersama, setelah bertukar pikiran dengaan crew
lainnya, Bang John yang pada saat itu adalah manager The Rock Café
menawarkan untuk launching “Beat Boys”, pada akhirnya terbentuklah “Beat
Boys” pada tanggal 29 Maret 2008 di The Rock Café Bandung.
Gambar 3.3
Beberapa Anggota Komunitas “Beat Boys”
$
5
<
54-!//
(http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
Komunitas “Beat Boys” ini awalnya sering berkumpul di Twank café, jalan
Geusan Ulun (Sultan Agung), di café tersebut mereka sering bertemu untuk
sekedar silaturahmi, sharing, atau membicarakan hobby mereka yaitu musik dan
skuter, bahkan ada juga yang berbisnis. Di café tersebut juga kadangkala
diadakan acara-acara musik, tentunya musik-musik yang mereka senangi, musikmusik beraliran brit-pop, r n’b, dan ska. Tetapi akhirnya karena satu dan lain hal,
tempat berkumpul komunitas “Beat Boys” berpindah ke jalan Cihampelas,
tepatnya di Cihampelas bawah, dekat bengkel knalpot. Tak hanya di Twank café,
acara musik komunitas Mod, khususnya “Beat Boys” juga sering diadakan di café
Envy, yang terletak diantara jalan Asia-afrika dengan Jalan Sunda, acara tersebut
bertemekan “Sunny Sunday Afternoon”, dalam acara tersebut semua komunitas
Mod, pecinta musik Rn’B, Ska, band-band era ’60-an dan Britpop berkumpul,
bersenang-senang menikmati acara. Pengisi acaranya pun mayoritas dari crew
“Beat Boys” karena kebanyakan dari mereka adalah musisi, mereka memainkan
musik dub, reggae, rocksteady, dan Britpop. Musik-musik yang sering dibawakan
idola mereka.
Sekitar bulan April 2010, dengan kesamaan visi dan misi, “Beat Boys”
menjadi komunitas yang terorganisir, walaupun pada awal mula komunitas ini
terbentuk tidak ada struktur formal. Kebetulan Uge diberi kepercayaan menjadi
kordinator, kumbang sebagai PR, Wino sebagai bendahara, dan Bayu sekertaris.
“Disini bukan organisasi, tapi komunitas yang terorganisir. Alhamdulilah
sekarang Beat Boys sudah lebih berkemabang, kita juga Insyaallah akhir bulan
Juni atau Juli, bakalan buka cabang di Surabaya, perwakilan di Surabaya,
kebetulan mereka juga sangat antusias dengan Beat Boys dan dinamakan Beat
Boys Modernism Surabaya”.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan membahasa tentang Representasi Mod
sebagai Gaya Hidup di Komunitas “Beat Boys” Bandung dengan menggunakan
langkah-langkah pendekatan culture studies, komunikasi kelompok, dan interaksi
simbolik.
Adapun yang dibahas pada bab ini adalah gaya hidup, pola komunikasi,
dan pesan simboik komunitas “Beat Boys”. Pembahasan akan dimulai secara
satu persatu sesuai dengan identifikasi masalah. Pada bab ini akan mengikuti pola
prosedur analisis sebagai berikut :
Prosedur yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan penelitian intepretatif, alat bedah penelitian ini menggabungkan
pendekatan culture studies, komunikasi kelompok, dan interaksi simbolik yang
menjadi bahan analisis subjek penelitian. Objek yang dianalisis adalah komunitas
“Beat Boys” yang melakoni gaya hidup Mod. Pertanyaan dalam penelitian ini
berdasarkan pada gaya hidup yang direpresentasikan komunitas “Beat Boys”.
Key informan, sebagai kunci untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan
penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi
kepustakaan sebagai penguat data lapangan. Akhir dari kerangka tersebut akan
menghasilkan suatu jawaban dari penelitian yang ditanyakan pada pertanyaan
penelitian.
Subkulutur adalah kultur – komunitas dengan sistem nilai dan perilaku
tertentu – yang berada dalam suatu kultur dominan yang lebih besar dan berbeda
dari kultur konvensional tersebut. Inti dari subkultur, yang membedakannya dari
pengelompokan sosial lainnya di dalam suatu kultur dominan konvensional,
adalah kesadarannya akan gaya dan perbedaannya dalam gaya – dalam cara
berpakaian, pilihan musik, hobi, pola komunikasi, cara bicara, isi pembicaraan,
bahkan hingga cara berpikir.
Seseorang yang mempunyai ketertarikan yang sama pada suatua hal,
biasanya membentuk suatu komunitas, mereka mempunyai kesadaran akan ikatan
yang sama yang membentuk mereka. Anggota kelompok merasa terikat dengan
kelompok – ada sense of belonging – yang tidak dimiliki orang yang bukan
anggota, serta nasib anggota kelompok saling bergantung, sehingga hasil setiap
orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain (Baron dan Byrne, 1979 :
5587, dalam Rakhmat, 2005: 142)
Pada sebuah komunitas, setiap anggota kerap berkomunikasi mengenai
hal-hal yang mereka senangi seperti gaya hidup. Gaya hidup yang berkembang
saat ini lebih beragam dan tidak hanya dimiliki oleh satu masyarakat khusus.
Gaya hidup menawarkan rasa identitas dan sekaligus alat untuk menghindari
kebingungan karena begitu banyak pilihan. (dalam Hujatnikajenong, 2006: 38).
Gaya hidup tertentu mempunyai kekhasan tertentu, seperti musik, fashion,
dan kendaraan, ketiga hal tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan teori
interaksi simbolik. interaksi simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna
khusus dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran.
Dalam interaksi simbolik, manusia secara aktif menciptakan citra diri,
dalam hal ini citra diri komunitas “Beat Boys”. Manusia segera belajar bahwa
orang lain akan menginterpretasi kita, kemampuan interpretif kita memungkinkan
kita memanipulasi interpretasi ini sesuai dengan pandangan kita terhadap diri
kita. (dalam Jones, 2009: 145) Kita memainkan peran kita dengan sedemikian
rupa agar orang lain menginterpretaikan kita sesuai dengan apa yang kita
kehendaki.
Dalam proses interaksi, melibatkan dua belah pihak, yaitu yang
merepresentasikan dan yang mengostruksi, hal tersebut ada dalam sebuah
kelompok, atau yang lebih ditekankan disini adalah komunitas. Kelompok atau
komunitas adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy
Mulyana, 2005).
Berikut ini adalah gambaran visual komunitas “Beat Boys” yang peneliti
angkat dalam bentuk penelitian yang menjadi subjek penelitian.
Gambar 4.1
Visualisasi Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”
(sumber: http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
Visualisasi gaya hidup tersebut akan dibahas dengan menggunakan
pendekatan culture studies, teori komunikasi kelompok, dan teori interaksi
simbolik.
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan mendefinisikan
objek analisis. Sebelum memulai, kita perlu memutuskan apa objek analisis kita.
Idealnya, berhubungan dengan hipotesis, objek analisis haruslah sesuatu yang
memungkinkan untuk kita menguji hipotesis.
Ke-dua, mengumpulkan teks, memutuskan apa yang ingin diamati, serta
mengaitkannya dengan teori. Ke-tiga, menerangkan isi teks secara terperinci. Keempat menafsirkan teks tersebut. Mendiskusikan makna dan implikasi tanda. Kelima, menjelaskan kode-kode kultural. Jenis pengetahuan kultural apa saja yang
yang diperlukan untuk memahami objek penelitian. Ke-enam, membuat
generalisasi. Apa yang dapat dikatakan mengenai bagaimana teks yang menjadi
penelitian bisa menjadi bermakna. Langkah terakhir adalah dengan membuat
kesimpulan dan menegaskan mengenai hasil dari penelitian tersebut.
4.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”
Tabel 4.1
Gaya Hidup Komunitas Beat Boys dianalisis dengan Pendekatan Culture
Studies
Objek
Komunitas Beat Boys
Satuan Analisis
•
Fashion
•
Musik
•
Skuter
Komunitas Mod yang pada awal terbentuknya adalah sebagai perlawanan
kepada kaum borjuis. Mereka melakukan perlawanan dengan menggunakan
simbol-simbol berupa pakaian yang identik dengan kaum tersebut. Mereka ingin
memperlihatkan bahwa kelas pekerja juga dapat berpenampilan rapi seperti para
kaum borjuis, dari hasil keringat mereka sendiri. Gaya hidup perlawanan tersebut
lama-kelamaan menjadi merambah ke ranah musik, dan kendaraan.
Cultural Studies bertujuan meneliti/mengkaji berbagai kebudayaan dan
praktik budaya serta kaitannya dengan kekuasaan. Tujuannya adalah untuk
mengungkapkan dimensi kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu mempengaruhi
berbagai bentuk kebudayaan. Pokok soal sesungguhnya yang membedakan kajian
budaya dengan displin lainnya, yaitu hubungan kajian budaya dengan soal-soal
kekuasaan dan politik, dengan keinginan akan perubahan dan representasi dari
dan ‘untuk’ kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan, terutama kelompok
kelas, gender dan ras, tapi juga kelompok usia, kecacatan, kebangsaan, dan
sebagainya.
(http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewArticle/17678.)
Gaya hidup komunitas Mod yang menginginkan penyamarataan kelas
antara kaum borjuis dan kaum pekerja direpresentasikan dengan budaya
perlawanan berupa penggunaan atribut yang sama dengan yang dikenakan kaum
borjuis khususnya pakaian. Tetapi dengan begitu, membuat kaum Mod menjadi
konsumtif, hal ini merupakan dampak yang disebabkan oleh faktor kekuasaan.
Komunitas “Beat Boys” adalah komunitas yang para anggotanya
melakoni gaya hidup Mod, mereka yang ingin dianggap, ingin eksis, mereka
yang menginginkan persamaan kelas, mereka ingin diliat, dan mereka berusaha
untuk tampil beda, dengan dandanan yang dandy.1 Mereka ingin membuat
perlawanan dengan membuat perbedaan dengan orang lain. Mereka ingin
memperlihatkan bahwa mereka dapat hidup mapan seperti para eksekutif dari
hasil keringat sendiri yang bersumber dari hobby mereka (wirawasta).
Eksistensi BeatBoys adalah untuk meluruskan kultur skuter yang
melenceng. Di Indonesia orang-orang yang memakai vespa atau Lambretta sering
diidentikan dengan orang tua atau gembel, karena ada salah satu komunitas
pengguna skuter yang mendandani skuternya dengan barang-barang rongsokan,
tengkorak, bahkan penampilan motor yang tidak terawat, padahal awalnya skuter
di negeri asalnya digunakan oleh anak muda yang berpenampilan rapi, dan
stylish.
Komunitas ”Beat Boys” tidak mengadopsi atau mengaplikasikan budaya
mod yang idealis, mereka tidak benar-benar mengadopsi mod jaman dulu,
disesuaikan dengan kebudayaan yang ada di Indonesia. Karena jamanya saja
sudah berbeda, dulu komunitas mod Inggris memilih skuter karena harganya yang
murah, tetapi sekarang apalagi di Bandung harga skuter sudah termasuk mahal.
Gaya hidup komunitas “Beat Boys” hampir sama dengan gaya hidup Mod
dari negeri asalnya, terdiri atas tiga elemen penting, yaitu musik, fesyen, dan
skuter, seperti yang sudah dibahas dalam bab sebelumnya, yang membedakannya
adalah ideologinya, menurut Daud “komunitas kita adalah komunitas Mod
Indonesia, mempunyai nilai-nilai keIndonesiaan dalam implementasinya,
misalnya saja cara berpakaian kita tidak melulu mengenakan parka, liat iklim di
Indonesia juga, lalu di luar kan mereka minum-minum sudah biasa, di komunitas
8
Beat Boys tidak semua anggotanya suka minum-minum, “ 2Perbedaan kultur
budaya menyebabkan perbedaan pengadaptasian gaya hidup.
Persamaan ideologi komunitas dari gaya hidup Mod yang mempunyai
perbedaan generasi dan domisili ini adalah modern, modern disini diartikan
sebagai kaum muda yang berpikir jauh kedepan, kreatif, dan visioner. Serta
persamaan kelas, tidak membeda-bedakan status sosial.
Dengan budaya konsumtif yang dilakoni kaum Mod, justru menjadi
motivasi untuk komunitas ”Beat Boys”, dengan keinginan mendapatkan barangbarang yang identik dengan kaum Mod, yang merepresentasikan mereka adalah
komunitas ”Beat Boys”, mereka menjadi lebih giat bekerja.
Keadaan kesejahteraan sosial dan ekonomi dinilai sangat tidak adil.
Kelompok yang merasa dirugikan, karena kondisi struktur cipataan sangat
berperan menyebabkan kondisi ini, berusaha dengan keterbatasan yang ada tetap
ingin dapat menikmati hidup dengan cara melakukan redefinisi budaya atau
menjadi subkultur agar terasa lebih nyaman.
Kaum muda yang sedang dalam masa transisi, mencari jati diri, biasanya
hadir fase bersifat memberontak, juga pada masyarakat modern karena tingkat
kompleksitas sangat tinggi. pengakuan atas penolakan. Cultural Studies
mengisyaratkan bahwa konsep penolakan bukan merupakan soal kebenaran atau
kesalahan, melainkan hal utilitas dan nilai.
penolakan merupakan suatu sikap bertahan dari kelas pekerja terhadap
kultur berkuasa, yang mana kelompok terkahir jauh lebih diuntungkan dalam
!
5
8!/1
!//
dinamika ekspansi kapitalisme. Reaksi ini ditujukan pada ketidak seimbangan
akan
pembagian
kekuasaan
yang
bermuara
pada
ketimpangan
dalam
kesejahteraan ekonomi – sosial. Pertahanan diperlukan agar dengan identitas
tertentu eksisitensi hidup tetap berlangsung sesuai harapan. (Teguh Iman
Prasetya,
Subkultur
Kaum
Muda,
http://[email protected])
4.1.1 Tiga Elemen Gaya Hidup Komunitas ”Beat Boys”
Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntunan lingkungan (tertulis atau
tidak), nilai kenyamanan dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara
kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda
menandai perubahan musim itu dengan perubahan cara berpakaian.
Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai
simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Sebagian orang
berpandangan
bahwa
pilihan
seseorang
atas
pakaian
mencerminkan
kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religious, modern, atau
berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah,
kendaraan, dan perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang
diinginkan pemakaianya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa kita
mempunyai citra terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya.
Kita memang cenderung mempersepsi dan memperakukan orang yang
sama dengan cara berbeda bila ia mengenakan pakaian berbeda (dalam Mulyana,
2005: 347). Model busana manusia dan cara menggenakannya bergantung pada
budaya masing-masing pemakainya.
Busana adalah salah satu dari rentang penandaan yang paling jelas dari
penampilan luar, yang dengannya orang menempatkan diri mereka terpisah dari
yang lain, dan selanjutnya, diidentifikasi sebagai suatu kelompok tertentu (
Ibrahim, 2009 : x dalam Barnard ). Dalam pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pakaian juga dapat membedakan suatu kelompok dengan kelompok
lainnya, seperti komunitas “Beat Boys” mempunyai ciri khas busana yang sering
digunakan, selain menggunakam pakaian yang rapi, ada juga beberapa pakaian
yang sering diidentikan dengan komunitas Mod, khususnya “Beat Boys”, yaitu :
Polo shirt, jaket Harrington, Parka, kemeja, Sweater, Stapresst Jeans, Three Suit
Button, kesemua pakaian tersebut pasti bermerek Fred Perry, Ben Shermen,
Baracuta, dan Merc. London. Merek-merek tersebut merupakan merek-merek
yang lahir dan berkembang dengan komunitas Mod.
Gambar 4. 2
Ciri Khas Busana komunitas “Beat Boys”
(http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
Selain pakaian, aksesoris juga menjadi salah satu hal yang penting,
aksesoris yang sering digunakan komunitas Mod adalah swedian Shoes (Clarck),
boot Doc. Marteen, watch, Pork Pie cap.
Musik dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diekspresikan
dengan kata-kata. musik sebagai suatu bentuk estetika masuk ke dalam perasaan
estetis dimana seorang akan senang apabila mendengar yang indah, merasa
nyaman, merasa senang, merasa bahagia, sedih, dan lain-lain sebagai dasar
memulai membentuk suatu ide sekaligus sebagai objek-nya.
Musik merupkan salah satu bagian dari tiga elemen penting gaya hidup
Mod. Musik komunitas Mod identik dengan
The Who. The Who dianggap
sebagai pahlawan kaum mod, begitu juga dengan komunitas “Beat Boys”, karena
The Who berjasa memperkenalkan berbagai atribut kaum mod kepada dunia.
Misalnya, memakai skuter lengkap dengan empat spion atas dan bawah dalam
cover album mereka (Quadrophenia) dls.
Musik kaum mod tidak harus selalu beraliran british pop, tetapi ada juga
Genre seperti jamaican ska, rocksteady dan musik soul. Karena Mod merupakan
budaya yang bercampur antara budaya Inggris dan Jamaika, seperti yang
dikatakan Kumbang, anggota komunitas “Beat Boys”, “Mod itu budaya mix dari
kultur jamaika dan inggris itu sendiri, mereka kebanyakan dari working class”.
Kultur yang juga dibawa adalah kultur dari segi musik. Jadi, anggota komunitas
“Beat Boys” selain menyukai musik-musik british pop seperti yang dibawakan
The Who, The Kinks, The Lambretass dsb, mereka juga menyukai musik-musik
seperti ska, rocksteady, 2tone, dan soul yang dibawakan oleh The specials, Long
Shot Party, Save Verris ,dls.
Komunitas “Beat Boys” sering mengadakan acara musik di café Envy,
yang terletak diantara jalan Asia-afrika dengan Jalan Sunda, acara tersebut
bertemekan “Sunny Sunday Afternoon”, dalam acara tersebut semua komunitas
Mod, pecinta musik Rn’B, Ska, dan Britpop berkumpul. Pengisi acaranya pun
mayoritas dari crew “Beat Boys” karena kebanyakan dari mereka adalah musisi,
mereka memainkan musik-musik yang sering dibawakan idola mereka.
Gambar 4.3
Gig’s Sunny Sunday Afternoon
Kendaraan tidak kalah penting dari dua elemen lainnya, skuter seperti
Vespa atau Lambretta sebagai pilihan alat transportasi komunitas “Beat Boys”,
hampir semua anggotanya memakai skuter. Mereka mendandani skuternya agar
terlihat berbeda dengan yang lain, mulai dari kaca spion, warna body skuter,
aksesoris seperti bendera-bendera, sandaran jok belakang, bahkan joknya sendiri.
Ciri khas, pembeda dari komunitas lain adalah “Mods Moven”, kegiatan
yang berisi sosial, olahraga, gigs, event, undangan event, touring, bentuk
kegiatan-kegiatan positif, tujuannya adalah untuk mempererat persaudaraan, tali
silaturahmi antara crew Beat Boys
3
pada khususnya dan komunitas lain pada
umumnya. Olahraga yang biasa dilakukan adalah jogging di Lembang, dan
Futsal.
Gambar 4.4
Kegiatan Komunitas “Beat Boys”
(http://www.facebook/beatboysindonesia.com)
$
4.2 Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys”
Tabel 4.2
Pola Komunikasi Komunitas “Beat Boys” dengan analisis Komunikasi
Kelompok
Objek
Satuan Analisis
Komunitas
•
Termasuk kedalam kelompok primer
Beat Boys
•
Konformitas
•
Efek positif fasilitas sosial
•
Ukuran kelompok menyebabkan terjalinnya komunikasi
yang baik
•
Hampir tidak ada aturan baku asalkan “Respect Each
Other (saling menghargai)
Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting
yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat
luas, kebudayaan menyangkut 'pengalaman berbagi'. Seseorang dikatakan berasal
dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi
pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara
dalam 'bahasa' yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Komunitas ini mempunyai tujuan yaitu sebagai eksistensi individu yang
diakumulasikan dan direpresentasikan dibawah naungan komunitas ”Beat Boys”,
komunitas yang berbagi konsep-konsep yang sama mengenai gaya hidup Mod.
Dalam sebuah masyarakat maju, bagian terbesar dari tindakan kelompok
terdiri atas pola-pola yang stabil dan selalu berulang yang memiliki makna yang
umum dan tetap bagi anggota mereka.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan
formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama
untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa
hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok
sosial untuk menggunakannya. Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata
merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang
menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula.
Komunitas “Beat Boys” mempunyai “bahasa slank-nya” sendiri, dengan
hal itu mereka saling berkomunikasi, bahasa-bahasa seperti :
Tabel 4.3
Bahasa “Slank” yang sering digunakan Komunitas “Beat Boys”
Bahasa
Artinya
Mod sengklek
Gila
Quadro
Mabuk
Migo
Santai
ACAB
Berjualan
Going Steady
Tidak mudah menyerah
Keep moving
Berjalan
Smart Dress
Rapi
Ngebeat
Dinamis
Mojo
Keren
Skip
Kikuk
(sumber: data penulis)
Fenomena tersebut, dinamakan pandangan retorika, dimana sebuah
kelompok memandang sesuatu hal yang telah, sedang dan akan terjadi lewat
sebuah pemaknaan realitas yang tercermin dari kesamaan pemaknaan realitas, hal
tersebut didasarkan pada intensitas pertemuan dan segala hal yang telah mereka
lalui bersama. Hal tersebut terjadi karena keakraban tingkat tinggi antar
anggotanya.
Komunitas “Beat Boys” mempunyai kualitas komunikasi dalam dan
meluas, dalam artian menembus kepribadian yang paling tersembunyi,
menampakan perilaku dalam suasana privat sekalipun. Selain berbagi tentang
hobby mereka, mereka juga terkdang menceritakan hal-hal pribadi mereka,
seperti masalah pekerjaan, keluarga, bahkan wanita. Kendala dalam komunikasi
diantara mereka bisa dibilang minim, karena mereka semenjak lama sudah
mempelajari karakter masing-masing anggota, mereka sudah mengetahui apa
yang harus mereka lakukan untuk saling berkomunikasi, apa yang disuka dan apa
yang tidak suka.
Komunitas ”Beat Boys” apabila dilihat dari fasilitasi, mempunyai dampak
positif, karena dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku
individu anggota kelompoknya, khususnya dalam bidang pekerjaan. Antar
anggota saling mendukung dan menyemangati untuk terus bekerja keras agar
mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
Kecenderungan ke arah Polarisasi yang ekstrem tidak ada, masih dalam
ambang batas wajar, tidak mengarah menjadi rasis atau idealis, tetap masih
memegang nilai ketimuran.
Anggota komunitas ”Beat Boys” karena kuantitas pertemuan yang sudah
berlangsung cukup lama, dengan jumlah anggota yang tidak terlalu banyak, pola
komunikasi yang terjalin antar anggota masih terawasi, sehingga masih dapat
saling berbagi dan saling mendukung sehingga menimbulkan keakraban antar
sesama anggota.
Kehidupan kelompok terdiri atas perilaku-perilaku kooperatif anggotaanggotanya. Kerja sama manusia mengharuskan kita untuk memahami maksud
orang lain yang juga mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang akan kita
lakukan selanjutnya. Jadi, kerja sama terdiri dari membaca tindakan dan maksud
orang lain serta menaggapinya dengan cara yang tepat.
Dengan mengetahui pola komunikasi yang terjalin antar komunitas ”Beat
Boys”, diharapkan dapat mengurangi gesekan-gesekan yang ada, dapat
menyelesaikan masalah langsung dari akarnya karena mengetahui apa penyebab
masalah yang timbul. Serta agar dapat saling mendukung ke arah yang lebih baik.
4.3 Pesan Simbolik yang Digunakan Komunitas “Beat Boys”
Tabel 4.4
Pesan Simbolik Komunitas “Beat Boys” Dianalisis Menggunakan
Pendekatan Interaksi Simbolik
Objek
Komunitas
Beat Boys
Satuan Analisis
•
Atribut gaya hidup Mod digunakan sebagai sarana
untuk saling mengidentifikasi diri bahwa mereka
adalah bagian dari komunitas “Beat Boys”
Komunitas “Beat Boys” berkomunikasi melalui tindakan konsumsi.
Seperti yang diungkapkan Hebdige 1978: 94-95, dalam Storey 2008: 151-152 :
Subkultur-subkultur kaum muda adalah… beragam budaya konsumsi
yang menyolok mata – bahkan ketika, sebagaimana pada komunitas skinhead dan
punk, tipe konsumsi tertentu sangat ditolak mentah-mentah – dan melalui ritual
khas konsumsilah, melalui gaya, subkultur ini sekaligus menguakkan identitas
“rahasia”-nya dan mengkomunikasikan maknanya yang terlarang. Inilah pada
dasarnya cara komoditas-komoditas digunakan di dalam subkultur yang
memisahkan dari bentuk-bentuk kultural yang lebih ortodoks.
Gaya hidup, tampak dari luar dapat dipersempit melalui unsur fashion
yang digunakan manusia untuk menunjukan siapa dirinya diluar sana dengan
menggunakan identitas yang lain. Dengan menggunakan atribut fashion gaya
hidup Mod, komunitas “Beat Boys” ingin dilihat sebagai komunitas yang berpikir
modern, modern dalam segala hal, misalnya dapat menerima budaya baru dan
berbeda, walaupun tidak menelan mentah-mentah budaya tersebut,apapun yang
terjadi segala sesuatu pasti ada baik dan buruknya, jadi harus pandai-pandai
memilah-milah, tetapi setidaknya dengan terbuka akan hal-hal baru, akan
memperkaya pengetahuan dan wawasan pelaku Mod tersebut.
Subkultur kaum muda terlibat dalam bentuk-bentuk perlawanan simbolik
terhadap budaya dominan maupun budaya orangtua. Menjadi anggota kelompok
“Beat Boys” merupakan salah satu cara untuk menandai pembedaanya dari
masyarakat lain, hal itu dimaksudkan untuk mendefinisikan, mengekspresikan,
merefleksikan serta memperjelas pembedaan dan perbedaan kelompok. Hal itu
digunakan untuk menilai dan dinilai orang lain.
Gaya hidup yang dijalani seseorang, dengan demikian, melibatkan
keseluruhan diri orang itu dan seperangkat peralatan tertentu. Gaya hidup
merupakan hasil interaksi yang intens antara orang yang menjalankannya dan
peralatan yang digunakan, hasil interaksi antara subjek dan objek. Interaksi
subjek dan objek itu berlangsung didasari oleh serangkaian asumsi dan aturan
tertentu. Dalam konteks masyarakat tertentu, rangkaian asumsi dan aturan itu
adalah sikap, nilai, dan norma dari kelompok sosial tempat orang terlibat dalam
kesehariannya.
Sebagai kesatuan organik, gaya hidup merepresantasikan gagasan dan
pemikiran-pemikirannya melalui sebuah media yaitu cara komunitas tertentu
berpakaian, bermusik, dan kendaraan yang dipakai. Tanda mengartikan atau
merepresentasikan (menggambarkan) konsep-konsep, gagasan atau perasaan
sedemikian rupa yang memungkinkan seseorang ‘membaca’, men-kode ulang
atau menginterpretasikan maknanya.
Simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan seringkali dapat
mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi interpretasi orang lain
secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi secara bermakna satu sama
lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang bermakna. Para anggota komunitas
“Beat Boys” saling mengidentifikasi dengan penggunaan simbol-simbol gaya
hidup Mod.
Pesan yang ingin disampaikan dari gaya hidup Mod oleh komunitas “Beat
Boys” adalah mereka menganggap Mod sebagai cara hidup atau way of life. Mod
adalah sebuah kultur yang berpikir modern, dapat menerima pemikiran-pemikiran
atau kultur baru dari mana saja, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mempunyai
semangat penampilan dan dandanan yang selalu rapi, pekerja keras. Serta tidak
lupa penyamarataan kelas, dalam artian penyeragaman kelas, tidak membedabedakan status sosial. Selain itu juga menunjukan pola pikir yang lebih matang,
karena dapat berbaur dengan segala komunitas.
Mod dianggap sebagai ekspresi dari keprihatinan dan posisi-posisi struktural
tersembunyi kelompok-kelompok muda. Simbol-simbol yang sebelumnya tidak
terkait kemudian dipadukan untuk menciptakan makna-makna baru. Seperti
komunitas Mod yang pada awalnya membuat perlawanan dengan menggunakan
simbol-simbol berupa pakaian yang identik dengan kaum tersebut. Mereka ingin
memperlihatkan bahwa kelas pekerja juga dapat berpenampilan rapi seperti para
kaum borjuis dari hasil keringat mereka sendiri lama kelamaan merambah ke
musik dan alat transportasi. Gaya tersebut merepresentasikan suatu brikolase
simbol yang membentuk suatu ekspresi yang koheren dan bermakna.
Intinya adalah perlawanan simbolik subkultur merupakan sikap terhadap
pemaknaan ulang, sedang suatu proses redefinisi tersebut disebut brikolase, dan
homologi yang merupakan relasi sinkronik yang tercipta antara kelompok
particular
terhadap
dunia
baru
mereka
redefiniskan.(http://www.teguh
[email protected]/subkultur/dan/kaum/muda)
yang
telah
di
4.3.Validitas dan Realibilitas
Tabel 4.5
Tabel Validitas dan Realibilitas
INSTRUMEN
1. Lucky Airlangga
REALIBILITAS
Pelaku Mod “Beat Boys”
VALIDITAS
(foto 4.5.1 Lucky Airlangga, pelaku
Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi)
2. Daud Fallahien
Pelaku Mod “Beat Boys”
(foto 4.5.2 Daud Fallahien, pelaku
Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi)
3. Erwino Sakti
Pelaku Mod “Beat Boys”
(foto 4.5.3 Erwino Sakti, pelaku Mod
Beat Boys, dokumentasi pribadi)
4. Geri Gilban Rizali
Pelaku Mod “Beat Boys”
(foto 4.5.4 Geri Gilban Rizali, pelaku
Mod Beat Boys, dokumentasi pribadi)
5. Roni Anwar
Pelaku Mod “Beat Boys”
(foto 4.5.5 Roni Anwar, pelaku Mod
Beat Boys, dokumentasi pribadi)
6. Gustaff Harriman
Iskandar
Pengamat Gaya Hidup,
salah satu penulis buku
“Resistensi Gaya Hidup,
Teori dan Realitas”
(foto 4.5.6 Gustaff H. Iskandar,
pengamat gaya hidup, salah satu
penulis buku “resisensi Gaya Hidup,
teori dan realitas, dokumentasi
pribadi)
7. Sumber Litelatur
(gambar 4.5.7 buku yang salah satu
isinya ditulis oleh Gustaff H. Iskandar,
http://www.belbuk.com/images )
Contoh
salah
satu
pengertian kelompok dari
buku Ilmu Komunikasi
suatu pengantar:
Kelompok
adalah
sekumpulan orang yang
mempunyai
tujuan
bersama yang berinteraksi
satu sama lain untuk
mencapai tujuan bersama,
mengenal
satu
sama
lainnya, dan memandang
mereka sebagai bagian
dari kelompok tersebut
(Deddy Mulyana, 2005).
Mulyana, Deddy M.A.,
Ph.D.,
2005,
Ilmu
Komunikasi,
Suatu
Pengantar, PT. Remaja
Rosda Karya, Bandung.
8. Sumber Internet
Contoh
kutipan
dari http//:www.
internet:
bambangkusumawijaya@
Semua
interaksi wordpress.com
antarindividu
manusia
melibatkan
suatu
pertukaran
simbol
(komunikasi),
dengan
kata
lain,
melalui
interaksi,
kita
membangun
sebuah
pemahaman
yang
fleksibel tentang diri
sendiri-siapakah
anda
sebgai seseorang
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai representasi gaya hidup Mod di
Komunitas “Beat Boys” Bandung, maka penulis menarik kesimpulan sebagai
berikut :
5.1.1 Gaya Hidup Komunitas “Beat Boys”
Komunitas “Beat Boys” Bandung tidak mengadopsi mentah-mentah gaya
hidup Mod dari negeri asalnya yaitu Inggris, mereka mengimplementasikan gaya
hidup Mod keIndonesiaan. Gaya hidup komunitas “Beat Boys’ terbagi atas tiga
elemen utama, yaitu fashion, musik, dan skuter. Ketiga atribut tersebut apabila
dilihat dari kaca mata culture studies pada awalnya merupakan perlawanan
simbolik terhadap tatanan kelas yang berkuasa, tetapi untuk saat ini, ketiga atribut
tersebut merupakan pembeda dari gaya hidup lainnya
5.1.2. Pola komunikasi yang dibangun oleh anggota komunitas “Beat Boys”
Bandung
Pola komunikasi yang dikembangkan oleh komunitas “Beat Boys” adalah
komunikasi kelompok, karena mereka mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut sehingga
menimbulkan keakraban antar anggotanya.
Komunitas “Beat Boys” mempunyai kualitas komunikasi dalam dan
meluas, dalam artian menembus kepribadian yang paling tersembunyi,
menampakan perilaku dalam suasana privat sekalipun. Komunitas ”Beat Boys”
apabila dilihat dari fasilitasi, mempunyai dampak positif, karena dianggapmenimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu anggota
kelompoknya, khususnya dalam bidang pekerjaan.
5.1.3 Pesan Simbolik yang Digunakan Komunitas “Beat Boys”
Awal mula komunitas “Beat Boys” terbentuk adalah para anggotanya
yang
mempunyai
kesamaan
minat
akan
skuter,
mereka
saling
mengidentifikasikan simbol gaya hidup seperti pakaian, musik, dan kendaraan
seringkali dapat mengkomunikasikan makna-makna, dan mengorganisasi
interpretasi orang lain secara cukup tepat, dan digunakan untuk berinteraksi
secara bermakna satu sama lain, hal itu merupakan interaksi sosial yang
bermakna. Para anggota komunitas “Beat Boys” saling mengidentifikasi dengan
penggunaan simbol-simbol gaya hidup Mod.
Tujuan bersama yang ingin mereka capai adalah memberikan pesan
kepada khalayak, bahwa komunitas “Beat Boys” adalah Pesan yang ingin
disampaikan dari gaya hidup Mod oleh komunitas “Beat Boys” adalah mereka
menganggap Mod sebagai cara hidup atau way of life. Mod adalah sebuah kultur
yang berpikir modern, dapat menerima pemikiran-pemikiran atau kultur baru dari
mana saja, tanpa melupakan budayanya sendiri. Mempunyai semangat
penampilan dan dandanan yang selalu rapi, pekerja keras. Serta tidak lupa
penyamarataan kelas, dalam artian penyeragaman kelas, tidak membeda-bedakan
status sosial. Selain itu juga menunjukan pola pikir yang lebih matang, karena
dapat berbaur dengan segala komunitas.
DAFTAR PUSTAKA
Daymon, Christine dan Immy Holloway, 2008, Riset Kualitatif, PT. Bentang
pustaka, Yogyakarta.
Fiske, John, 2007,
Cultural and Communication Studies, Jalasutra,
Yogyakarta.
Goldberg, Alvin A., Carl E. Larson, 1985, Komunikasi Kelompok, prosesproses diskusi dan penerapannya, penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Hujatnikajennong, Agung, 2006, Resistensi Gaya Hidup, Teori dan Realitas,
Jalasutra, Yogyakarta.
Ibrahim, Idy Subandi, 2007, Budaya Populer Sebagai Komunikasi, Jalasutra,
Yogyakarta.
Liliweri, Alo DR. M.S., 1994, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
LittleJohn, Stephen W., Karen A. Foss, 2009, Teori Komunikasi, Theories of
Human Communication, Salemba Humanika, Edisi 9, Jakarta
Lull, James, 1998, Media Komunikasi Kebudayaan, Suatu Pendekatan
Global, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Moleong, Lexy J., Dr., 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
Rosda Karya, Bandung.
Mulyana, Deddy Prof., M.A., P.Hd., dan Dr. Solatun M.Si., 2006, Metode
Penelitian Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Mulyana, Deddy DR. M.A. 2008, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
Rosda Karya, Bandung.
Mulyana, Deddy M.A., Ph.D., 2005, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT.
Remaja Rosda Karya, Bandung.
Rakhmat, Jalaluddin, 2005, Psikologi Komunikasi, PT. Remaja Rosda Karya,
Bandung
Sobur, Alex Drs. M.Si., 2009, Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosda
Karya, Bandung.
Soekanto, Soerjono Prof., Dr., S.H., M.H., 2005, Sosiologi suatu pengantar,
PT. raja Grafindo Persada, cetrakan ketigapuluh delapan, Jakarta.
Stokes, Jane, 2006, How to Do Media and Cultural Studies, PT. Bentang
Pustaka, Yogyakarta
Storey, Jhon, 2008, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Jalasutra,
Yogyakarta.
Tubbs, Stuart L., dan Sylvia Moss, 2008, Human Communication, PrinsipPrinsip Dasar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
•
Sumber lain:
http://wwisanggeni.blog.friendster.com/2006/10/interaksi-simbolik/
http://indonesia.siutao.com/tetesan/komunikasi.php
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewArticle/17678.
http://rinexzan.multiply.com/journal/item/1/dramaturgi
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN KOMUNITAS “BEAT BOYS”
PERTANYAAN TENTANG MOD
1. Apa itu Mod?
2. Sejarah Mod?
3. Ideologi/filosofi Mod?
4. Awal mula Mod masuk ke Indonesia?
5. Apa yang menjadi syarat bagi seseorang agar bisa melakoni Mod?
PERTANYAAN TENTANG KOMUNITAS “BEAT BOYS”
1. Awal mula terbentuk?
2. Pencetusnya?
3. Tujuan dibentuknya komunitas “Beat Boys”?
4. Kegiatan?
5. Apa yang membedakan komunitas “Beat Boys” dengan komunitas lain?
PERTANYAAN TENTANG KONSEP DIRI KOMUNITAS “BEAT BOYS”
1. Apa saja objek yang khas dari komunitas “Beat Boys”?
2. Bagaimana konsep diri yang ingin ditampilkan oleh komunitas “Beat Boys”?
3. Bagaimana penerapan gaya hidup Mod di kehidupan sehari-hari?
4. Tujuan anda menjadi pelaku Mod?
5. Apa yang anda dapatkan dengan menjadi pelaku Mod komunitas “Beat Boys?
TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN GUSTAFF H. ISKANDAR
1. Menurut anda, apa itu gaya hidup?
2. Menurut pengamatan anda selama ini, kenapa seseorang melakoni gaya hidup
tertentu?
3. Apa yang ingin mereka representasikan?
4. Bagaimana perkembangan gaya hidup di Bandung selama ini?
DATA NARASUMBER
1. Nama
: Lucky Airlangga (Uky)
Alamat
: Komp. Cibaligo Permai No. 84
Hp
: 022-93218482
Ttl
: Balikpapan, 25 February 1982
2. Nama
: Daud Fallahien (Daud)
Alamat
: Jl. Kendang No. 3 Bandung
Hp
: 085624347938
Ttl
: Bandung, 20 February
3. Nama
: Erwino Sakti (Wino)
Alamat
: jl. Cipaku Indah I no. 10
Hp
: 08882000107
Ttl
: Bandung, 24 Agustus 1976
4. Nama
: Geri Gilban Rizali (Uge)
Alamat
: jl. Cihampelas 93A
Hp
: 022-93385937
Ttl
: Bandung, 21 November 1976
5. Nama
: Roni Anwar (Kumbang)
Alamat
: Jl. Phh. Mustopa gg. Sukapada No.1
Hp
: 085720370669
Ttl
: Bandung, 8 Agustus 1981
6. Nama
: Gustaff Harriman Iskandar
Alamat
: Jl. Kyai Gede Utama No. 8
Hp
: 0818890702
Ttl
: 1974
DOKUMENTASI KEGIATAN KOMUNITAS “BEAT BOYS”
Buku yang wajib dibaca oleh komunitas Mod
Download