1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong
penyakit yang penularannya melalui udara, dimana bakteri penyebab TB masuk
ke tubuh manusia melalui udara pernapasan yang akan menuju ke paru-paru. TB
paru menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan
penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok umur (Widyanto, 2013).
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendunia.
Kasus tuberkulosis tahun 2013 adalah sebanyak 8,6 juta kasus, dimana 75% dari
kasus tersebut berada di wilayah Afrika (WHO, 2013 dalam Kemenkes, 2014).
Kasus ini meningkat pada tahun 2014, terdapat sebanyak 9,6 juta jiwa menderita
tuberkulosis, 5,4 juta di antaranya berjenis kelamin laki-laki, 3,2 juta perempuan
dan 1,0 juta adalah anak-anak (WHO, 2015).
Kematian akibat Tb menurun rata-rata 1,5% per tahun sejak tahun 2000,
dan sekarang 18% lebih rendah dari tahun 2000. Penurunan ini sangat signifikan
sejak tahun 2000-2014 setelah program Millenium Development Goals (MDGs)
ditetapkan oleh WHO. Meskipun demikian, tuberkulosis tetap menjadi ancaman
kematian terbesar di dunia. Penderita tuberkulosis yang mengalami kematian di
tahun 2014 sebanyak 860.000 jiwa berjenis kelamin laki-laki, 480.000 jiwa
perempuan dan 140.000 anak-anak (WHO, 2015).
1
Universitas Sumatera Utara
2
Indonesia termasuk negara dengan kasus tuberkulosis yang tinggi di dunia
(Widyanto, 2013). Angka penemuan kasus TB untuk semua kasus di Indonesia
tahun 2013 sebesar 196.310 kasus, dimana kasus paling banyak terdapat di Papua
dan yang paling sedikit terdapat di DI Yogyakarta.
Angka keberhasilan
penemuan kasus ini sebesar 90,8%, yang berarti telah mencapai target WHO
sebesar 85% (Kemenkes, 2013). Kasus TB paru menurun di tahun 2014 yaitu
sebanyak 176.677 kasus. Kasus TB paru ini lebih tinggi 1,5 kali pada laki-laki di
bandingkan perempuan, selain itu menurut kelompok umur kasus paling banyak
ditemukan pada umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76% diikuti umur 45-54 tahun
sebesar 19,57% dan umur 35-44 tahun sebesar 19,24% (Kemenkes, 2015).
Penemuan kasus baru TB paru di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012
adalah sebesar yaitu 17.459 (82,57%). Angka ini mengalami peningkatanan bila
dibandingkan tahun 2011 sebesar 76,57% dan 2010 sebesar 68,86% (Dinkes,
2013). Jumlah penderita TB paru tahun 2014 di Sumatera Utara yang positif
setelah dilakukan pemeriksaan dan diobati sebanyak 13.744 orang, serta yang
sembuh sebanyak 9.390 orang atau sekitar 68,32% (Dinkes Prov. Sumatera Utara,
2014).
Angka penemuan kasus TB paru tahun 2012 di Kota Medan mencapai
84,92% dengan target yang ditetapkan 70%. Jumlah penderita TB paru tahun
2014 setelah dilakukan pemeriksaan dan diobati adalah sebanyak 1.960 orang, dan
yang sembuh sebanyak 790 orang (52,11%). Proporsi penderita penyakit TB paru
di Kota Medan dari seluruh penderita di Sumatera Utara sebesar 10,15%. Kota
Medan merupakan angka tertingi ketiga setelah Kabupaten Langkat (15,21%) dan
Universitas Sumatera Utara
3
Kabupaten Deli Serdang (11,75%) (Dinkes Kota Medan, 2014). Jumlah penderita
Tb Paru di Kota Medan ini tersebar di beberapa wilayah kerja puskesmas yang
ada di Kota Medan, salah satunya di wilayah kerja puskesmas teladan. Jumlah
kasus tb paru di wilayah kerja puskesmas telada tahun 2014 adal sebanyak 142
kasus.
Penyakit Tuberkulosis paru akan berdampak bukan hanya pada kesehatan
fisik, tetapi juga pada keadaan psikis (mental) dan sosialnya. Dampak psikis dan
sosial dirasakan pasien akibat adanya stigma terkait tuberkulosis dan perubahan
sikap orang di sekitarnya. Dampak akibat tuberkulosis paru dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan dan menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien.
Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu penting yang harus diperhatikan
dalam memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif. Hal ini
dikarenakan kualitas hidup akan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien itu
sendiri terkait dengan harapan hidupnya. Kualitas hidup menjadi salah satu tujuan
terapi pengobatan tuberkulosis, untuk peningkatan status kesehatan pasien secara
umum. Kualitas hidup merupakan konsep yang luas yang mempengaruhi secara
kompleks dan subyektif pada berbagai dimensi kehidupan yang berhubungan
dengan penyakit dan terapi (Jannah, 2015).
Kualitas hidup pasien tuberkulosis merupakan hal yang penting untuk
dinilai karena tuberkulosis dapat mempengaruhi hidup seseorang dalam segala
aspek, baik fisik, fungsional, psikologis, maupun sosialnya di masyarakat (Dhuria
dkk., dalam Hendrik dkk., 2015). Kualitas hidup merupakan salah satu kriteria
utama untuk mengetahui intervensi pelayanan kesehatan seperti morbiditas,
Universitas Sumatera Utara
4
mortalitas, fertilitas dan kecacatan. Kejadian penyakit kronik di negara
berkembang mulai menggantikan dominasi penyakit infeksi di masyarakat.
Beberapa orang dapat bertahan hidup lebih lama, namun dengan membawa beban
penyakit menahun atau kecacatan, sehingga kualitas hidup menjadi perhatian
pelayanan kesehatan (Ratnasari, 2012).
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (2007, dalam
Jannah 2015) menyatakan bahwa pasien ketika didiagnosa tuberkulosis paru akan
timbul ketakutan dalam dirinya, berupa ketakutan akan pengobatan, kematian,
efek samping obat, menularkan penyakit ke orang lain, perasaan rendah diri, serta
selalu mengisolasi diri karena malu dengan keadaan penyakitnya. Sekitar 50%
pasien merasa takut setelah mendapat diagnosis tuberkulosis paru, 60%
menyembunyikan penyakitnya dari teman dan tetangganya. 54%pasien merasa
rendah diri, 47% pasien memiliki pengalaman terhadap perubahan sikap orangoran di lingkungannya dan 9% berpikir untuk bunuh diri.
Hasil penelitian Ratnasari (2012) tentang kualitas hidup penderita Tb paru
meliputi 5 aspek, yaitu: tingkat aktivitas, kehidupan sehari-hari, kesehatan,
dukungan sosial serta harapan. Penelitian yang dilakukan pada 50 responden,
sebagian besar penderita mampu beraktivitas normal dan dapat melakukan
kehidupan sehari-hari dengan baik. Penilaian pada aspek kesehatan hanya
sebagian penderita yang merasa sehat di sebagian besar waktu, sisanya
kebanyakan sering merasa lesu dan badannya selalu terasa sakit. Pasien pada
umumnya mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitarnya, serta
mempunyai harapan yang positif. Penilaian kualitas hidup yang ditunjukkan,
Universitas Sumatera Utara
5
sekitar 68% pasien memiliki kualitas hidup yang baik, 30% menunjukkan kualitas
hidup kategori sedang, dan hanya 2% yang memiliki kualitas hidup buruk.
Hasil Penelitian Masood dkk (2012) tentang kualitas hidup pasien TB aktif
di Pakistan adalah 74,2% pasien merasa nyeri tubuh dan 76,7% hidup di bawah
depresi. 74,2% dari pasien merasa ancaman kematian akibat TB dan 60,8% dari
pasien menikmati kesempatan rekreasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat keparahan penyakit, penggunaan obat-obatan, ancaman kematian
menurunkan kualitas paten dari hidup pasien TB.
Perubahan akibat penyakit dapat mempengaruhi aspek dalam kehidupan
manusia dan menyebabkan penurunan kualitas hidup (Jannah, 2015). Guo, dkk.,
(2009) menyatakan bahwa tuberkulosis paru mempunyai dampak yang besar dan
menyeluruh pada kualitas hidup pasien. Putri, dkk., (2013) dalam penelitiannya di
BBKPM Makasar menunjukkan sekitar 55,6% (dari 90 orang) pasien tuberkulosis
paru memiliki kualitas hidup yang baik dan 44,4% pasien tuberkulosis paru
memiliki kualitas hidup yang buruk.
Kualitas
hidup
yang
menurun
pada
pasien
tuberkulosis
dapat
menyebabkan keterlambatan pengobatan dan berdampak negatif terhadap
kelangsungan pengobatan sehingga menyebabkan pengobatan menjadi terputus
atau tidak tuntas (drop out) (Ratnasari, 2012). Faktor paling dominan yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien tuberkulosis paru
adalah faktor lama
pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan yang lebih lama dapat
menyebabkan semakin baiknya kualitas hidup pasien (Jannah, 2015).
Universitas Sumatera Utara
6
Pengukuran kualitas hidup dapat menggunakan berbagai macam
instrument salah satunya adalah World Health Organization Quality of Life-BREF
(WHOQOL-BREF) yang terdiri dari empat domain, yaitu domain fisik, domain
psikologis, domain hubungan sosial, dan domain lingkungan. Pengukuran dari
kualitas hidup berguna untuk menilai dampak atau akibat dari masalah kesehatan
atau penyakit kronik dan efek dari suatu terapi atau pengobatan (Jannah, 2015).
Melihat
dari
penelitian
sebelumnya,
mempengaruhi kualitas hidup dari penderitanya.
penyakit
TB
paru
sangat
Adanya keterbatasan pada
aktivitas fisik, kehidupan sehari-hari, kesehatan, dukungan sosial serta harapan
hidup penderita. Hal ini disebabkan oleh beban penyakit yang diderita oleh
pengidap penyakit TB paru, seperti nyeri, depresi dan ancaman akan kematian.
Berdasarkan uraian di atas kualitas hidup pasien TB paru yang menjalani
perawatan atau pengobatan masih merupakan masalah yang menarik perhatian
para profesional kesehatan. Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu
penting yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pasien bisa bertahan hidup dengan pengobatan rutin dan masih
menyisakan sejumlah persoalan penting pada penderita TB paru, maka peneliti
merasa perlu untuk melakukan sebuah penelitian tentang kualitas hidup penderita
tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kualitas hidup penderita tuberkulosis
Universitas Sumatera Utara
7
paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan berdasarkan domain fisik,
domain psikologis, domain hubungan sosial dan domain lingkungan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kualitas
hidup penderita TB paru (domain fisik, psikologis, hubungan social dan
lingkungan) di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Untuk Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kualitas hidup
penderita TB paru, sehingga diharapkan perawatan dan pengobatan pada
penderita TB paru dapat ditingkatkan untuk menaikkan standar kualitas
hidup bagi penderita TB paru.
b. Untuk Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini merupakan fakta di masyarakat tentang kualitas hidup
pasien TB paru yang dapat dijadikan sebagai masukan atau pedoman
pembelajaran mengenai pelayanan keperawatan terhadap pasien TB paru.
c. Untuk Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau referensi untuk
penelitian selanjutnya, dalam tatanan ruang lingkup yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Download