BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Kelompok Perlakuan Volume CO2 Volume O2 (ml) (ml) KR 1 Kacang tanah 21 3,53 5949 2 Kacang tanah 19,25 3,28 5868,90 3 Kacang panjang 49,1 3,53 13909,35 4 Kacang panjang 25 3,53 7082,15 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil praktikum respirasi pada kacang tanah dan kacang panjang menunjukkan data sebagaimana yang sudah tercantum pada sub bab hasil, yaitu kelompok 1 dengan perlakuan kacang tanah menggunakan volume O2 sebanyak 3,53 ml dan melepaskan volume CO2 sebanyak 21 ml, sehingga memiliki KR 5949; kelompok 2 dengan perlakuan kacang tanah menggunakan volume O2 sebanyak 3,28 ml dan melepaskan volume CO2 sebanyak 19,25 ml, sehingga memiliki KR 5868,90; kelompok 3 dengan perlakuan kacang panjang menggunakan volume O2 sebanyak 3,53 ml dan melepaskan volume CO2 sebanyak 49,1 ml, sehingga memiliki KR 13909,35 dan kelompok 4 dengan perlakuan kacang panjang menggunakan volume O2 sebanyak 3,53 ml dan melepaskan volume CO2 sebanyak 25 ml, sehingga memiliki KR 7082,15. KR yang dihasilkan pada praktikum ini tergolong tinggi, disebabkan respirasi berlangsung pada suhu ruang, yaitu 25oC – 28oC. Hasil ini sesuai dengan penelitian “Effect of Temperatur on The Respiration Rate and The Respiratory Quotient of Some Vegetables” di Cornell University New York, yang menyatakan laju respirasi akan meningkat pada suhu ruang (24oC) dan diikuti dengan kenaikan nilai KR. Kenaikan suhu akan mempercepat laju respirasi, namun pada suhu yang terlalu tinggi diatas 40oC laju respirasi akan mengalami penurunan, sebab terjadi denaturasi enzim respirasi. Selain itu laju respirasi kan menurun dengan rendahnya suhu saat proses respirasi dan nilai KR juga menurun. Hal ini juga diperkuat pernyataan laju respirasi dapat berlangsung cepat apabila terjadi kenaikan suhu (Afrianto dan Liviawati dalam Puspitaningrum et al, 2012). Respirasi merupakan proses reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2, sedangkan O2 yang diserap direduksi membentuk H2O. Respirasi memiliki empat tahapan, yaitu glikolisis, siklus krebs, dekarboksilasi oksidatif dan transfer elektron. Glikolisis merupakan tahap pertama pada proses respirasi, pada glikolisis terjadi pengubahan glukosa menjadi asam piruvat. Umumnya glikolisis terjadi di sitosol, berikut reaksi proses keseluruhan glikolisis : Glukosa + 2 NAD+ + 2 ADP 2- + 2 H2PO4- 2 asam piruvat + 2 NADH + 2H+ + 2 ATP3- + 2 H2O Glikolisis memiliki beberapa fungsi yang sangat penting dalam proses respirasi, pertama satu molekul heksosa akan diubah menjadi dua molekul asam piruvat, dan terjadi oksidasi yang sebagian terjadi pada heksosa; memproduksi ATP, ATP merupakan energi yang dihasilkan dari proses respirasi dalam pembentukan ATP pada tahap glikolisis terdapat enzim yang berfungsi dalam memfosforilasi pembentukan ATP, yaitu ATP-fosfofruktokinase (ATP PFK); tersusunnya bahan tumbuhan yang terbuat dari molekul yang diambil dari lintasan. Hal terpenting adalah glikolisis membentuk piruvat yang dapat di oksidasi oleh mitokondria sehingga menghasilkan banyak ATP. Proses selanjutnya adalah siklus krebs, disini terjadi pengoksidasian piruvat yang dihasilkan oleh glikolisis menjadi CO2 dan pembentukan koenzim A (CoA) dari gabungan sisa 2 karbon asetat dengan senyawa yang mengandung belerang. Koenzim A dan pelepasan 2 atom H dari asam piruvat serta katalis berupa enzim asam piruvat dehidrogenase berfungsi untuk membuat asetil CoA. Thiamin (vitamin B1) berbentuk fosforilasi yang digunakan sebagai gugus prostetik terlibat dalam reaksi dekarboksilasi piruvat. NAD+ akan menerima atom H yang terlepas sehingga membentuk NADH. Produk yang dihasilkan pada siklus krebs adalah NADP, ubikuinol, satu molekul ATP yang dibentuk ADP dan Pi selama pengubahan suksinat koenzim A menjadi asam suksinat. Siklus krebs juga melepaskan dua molekul CO2 yang menyebabkan berkurangnya neto asetat selanjutnya dari asetil CO2. Oksigen tidak digunakan pada siklus krebs dan tidak menggunakan enzim dehidrogenase, dimana NADP+ sebagai penerima elektron. Berikut adalah reaksi siklus krebs : 2 piruvat + 8 NAD+ + 2 ubikuinon + 2 ADP2- + H2PO4- + 4 H2C 6 CO2 + 2 ATP 3- + 8 NADH + 8 H+ + 2 ubikuinol (FADH2) Siklus krebs memiliki tiga fungsi penting, yaitu ATp dihasilkan dari oksidasi hasil reduksi NAD+ dan ubikuinon menjadi elektrondonor NADH dan ubikuinol, ATP dalam jumlah sedikit langsung disintesis dan membentuk kerangka karbon sebagai penyintesis asam amino yang akan diubah menjadi molekul lain. Sistem pengangkutan elektron dan fosforilasi oksidatif merupakan tahapan akhir dari respirasi. NADH dan FADH2 yang dihasilkan pada tahap glikolisis dan siklus krebs akan diubah menjadi ATP melalui oksidasi. NADH dan FADH2 tidak dapat bereaksi langsung dengan adanya O2 dan H2O, padahal reaksi oksidasi ini membutuhkan O2 dan mengeluarkan H2O. Jalan satu-satunya dibutuhkan senyawa pembawa elektron sebagai perantara sebelum terbentuknya H 2O di mitokondria.senyawa pembawa elektronini berbaris rapi di membran mitokondria. Pengangkutan elektronini dimulai dari senyawa yang berpotensial reduksi negative ke senyawa yang berpotensial reduksi positif. Elektron yang didapatkan senyawa elektronberasal dari senyawa pembawa didekatnya. Sistem pengangkutan elektron pada mitokondria ini melibatkan ubikuinon, flavoprotein (protein yang mengandung riboflavin), Fe-S protein dan sitokhrom (4 tipe b dan 2 tipe c). flavoprotein berperan sebagai gugus prostetik, sedangkan sitokhrom dan sitokhrom oksidase berperan sebagai gugus heme. Sitokhrom dan protein Fe-S bekerja dengan menerima dan mentransfer elektron satu per satu, namun pentransferan 2 elektron sekaligus dapat dilakukan oleh ubikuinon dan flavoprotein. Hal ini memacu pembentukan ATP oleh ADP dan Pi menjadi lebih cepat akibat dari perbedaan pH antara matriks yaitu pH 8,5 dan pH 7. Fosforilasi oksidatif pun berlangsung, sebab O2 pada mitokondria cenderung untuk di reduksi, hal ini menjadi faktor prndorong pembentukan ATP. ATPase merupakan faktor yang mempercepat proses fosforilasi. ATPase memiliki kepala dan ekor, ATP terbentuk pada bagian kepalanya. Bersama masuknya ADP, ATP diangkut dengan sistem antiport ke sitosol dengan cara menembus membrane luar mitokondria. Sintesis ATP membutuhkan fosfat, fosfat ini diangkut dengan system antiport bersamaan pengankutan keluar molekul OH- keluar membrane dalam mitokondria. Flavoprotein yang mengandung FMN mengirim dua elektron dan 2 H+ kepada protein Fe-S. satu per satu elektron diterima oleh protein Fe-S, namun Fe-S tidak menerima H+, sehingga 2 H+ dikirim ke membrane dalam dan membrane luar mitokondria. Setelah Fe-S mengalami reduksi, elektron dikirim ke ubikuinon yang ditambah dengan 2 H+ dari matriks yang akan membentuk ubikuinol. Kemudian dari ubikuinol elektron ditransfer ke sitokhrom b dan ubikuinol mengirim 2 H + ke ruang antar membran. Elektron diterima protein Fe-S yang kemudian akan ditransfer ke ubikuinon dan dilanjutkan ke sitokhrom C1, disinilah O2 menghasilkan H2O. Proses respirasi pada tumbuhan tidak terlepas dari berbagai kondisi yang ada di lingkungan sekitar ataupun pada tumbuhan itu sendiri. Respirasi selalu dipengaruhi oleh faktor – faktor yang dapat menghambat ataupun yang dapat membantu mempercepat terjadinya laju respirasi. Umumnya terdapat 4 faktor yang mempengaruhi respirasi, yaitu ketersediaan substrat, ketersedian oksigen, suhu dan tipe serta umur tumbuhan. Ketersediaan substrat akan mempengaruhi terjadinya respirasi di dalam sel. respirasi. Substrat merupakan senyawa – senyawa yang akan diuraikan dalam proses Substrat yang umumnya digunakan dalam respirasi adalah glukosa, fruktan dan cadangan makanan (pati). Namun, apabila kandungan cadangan makanan (pati) ataupun senyawa yang umum digunakan sebagai substrat kandungannya rendah pada tumbuhan, maka tumbuhan akan mengoksidasi protein. Tumbuhan yang kekurangan cadangan makanan maka laju respirasinya melambat. Protein dihidrolisis menjadi asam aminonya yang kemudian digunakan sebagai substart tepatnya terjadi perombakan pada tahap glikolisis dan siklus krebs. Penggunaan protein dan lemak sebagai substrat ini merupakan keadaan cukup parah untuk tanaman dalam kehabisan cadangan makanan sebagai substrat. Selain protein juga terdapat asam – asam yang lain yang dirombak pada siklus krebs, yaitu asam glutamat dan aspartate. Asam – asam ini akan diubah menjadi asam amino masing masing, asam glutamat diubah menjadi asam α-ketoglutarat dan oksaloasetat. Alanin pun dioksidasi menjadi asam piruvat. Keadaan seperti ini akan membuat daun tanaman menjadi kering dan layu, kekeringan daun ini akan terus terjadi seiring banyaknya protein dan senyawa nitrogen di dalam kloroplas digunakan sebagai substrat. Namun, dalam proses ini juga terjadi pelepasan ion ammonium yang kemudian bergabng dengan glutamin dan asparagine (sebagai gugus amida) keuntungannya adalah tanaman dapat terhindar dari keracunan ammonium. Ketersediaan oksigen merupakan faktor kedua yang mempengaruhi laju respirasi. Keretsediaan oksigen yang cukup akan mempercepat laju respirasi tanaman. Namun, perbedaan spesies ataupun pada organ tanaman yang sama membutuhkan kadar oksigen yang berbeda untuk melakukan respirasi, sehingga oksigen ini tidak terlalu berpengaruh pada laju respirasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan tanaman di mitokondria sangat sedikit hanya berkisar 0,05% dari yang tersedia 21% di udara. Tingginya afinitas dari sitokhrom oksidase pada oksigen inilah faktor penyebabnya. Kurangnya kadar oksigen di dalam tanahlah yang paling mempengaruhi laju respirasi, yaitu memperlambat respirasi. Hal ini disebabkan tanah sebagai media tanam tanaman tempat akar menyerap oksigen dari dalam tanah dalam keadaan tergenang. Antara difusi oksigen di udara dan di air memiliki perbedaan, lambatnya difusi oksigen diudara merupakan faktor penghambatnya. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses respirasi. Suhu akan bekerja dengan baik jika temperaturnya tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. respirasi pada tumbuhan akan memiliki laju maksimal pada kisaran suhu 5oC sampai 25oC, dengan menghasilkan Q10 respirasi 2,0 sampai 2,5. Respirasi pada suhu rendah akan berlangsung lambat, begitu pula dengan suhu yang terlalu tinggi. Hal ini terjadi karena enzim respirasi mengalami denaturasi (rusak) dan pada suhu rendah enzim respirasi mengalami non aktivasi. Kenaikan suhu 30oC sampai 35oC, laju respirasi masih mengalami peningkatan, akan tetapi nilai Q10 mengalami penurunan. Penurunan Q10 disebabkan terhambatnya laju penetrasi O2 lewat kutikula. Jenis dan umur tanaman, susunan morfologi tanaman satu dengan yang lain tentu berbeda. Perbedaan ini akan membedakan berbagai proses metabolisme yang berlangsung didalamnya. Proses pertumbuhan dan laju respirasi sangatlah berkaitan hal ini disebabkan pada proses pertumbuhan menggunkaan ATP, NADH dan NADPH, sehingga ADP, NAD+ dan NADP+ persediaannya kan meningkat. Antara jamur dan tumbuhan tingkat tinggi memiliki perbedaan laju respirasi. Respirasi yang terjadi pada jamur dan bakteri memiliki laju yang cepat dibandingankan tumbuhan tingkat tinggi. Hal ini disebabkan jamur mengandung sedikit senyawa yang dapat terakumulasi dengan cadangan makanan dan tidak mengandung sel – sel kayu seperti tumbuhan tingkat tinggi yang tidak digunakan dalam proses metabolik. Perkecambahan adalah proses tanaman baru tumbuh dan mengalami peningkatan laju respirasi. Umumnya tumbuhan mengalami peningkatan laju respirasi pada saat berkecambah dan fase vegetative awal. Setelah kedua fase tersebut tumbuhan akan mengalami penurunan laju respirasi. Selain itu terdapat tanaman yang melakukan respirasi dalam tahap pematangan buahnya (apel). Proses ini biasa disebut klimakterik, pada proses ini juga dibarengi peningkatan laju respirasi yang dirangsang oleh etilen. Jenis buah yang tidak mengalami klimakterik meliputi, jeruk, anggur, nanas dan stroberi.