DIKTAT BIMBINGAN PENULISAN ILMIAH Oleh Bambang Sunarto FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 0 BAB I PENDAHULUAN A. Pengantar 1. Tipologi Karya Tulis Pengertian penulisan ilmiah adalah kegiatan mengarang yang menghasilkan karya tulis ilmiah, yang selanjutnya disebut karya ilmiah. Merujuk pada tipologi karya tulis, karya ilmiah adalah karya yang ditulis dengan objek, materi atau bahan berupa fakta, bukan imaginasi. Namun, tidak berarti setiap karya tulis yang ditulis dengan objek, materi, atau bahan fakta adalah karya ilmiah. Artinya ada jenis karya tulis lain yang berdampingan dengan karya tulis ilmiah yaitu karya tulis informatif. Keduanya sama-sama karya tulis yang berobjek, materi atau bahan fakta. Pembagian ragam dan jenis karya tulis pada dasarnya adalah seperti berikut. RAGAM KARANGAN BERDASAR IMAGINASI JENIS KARANGAN BERDASAR FAKTA KARYA TULIS KARYA TULIS INFORMATIF ILMIAH Selanjutnya, karya tulis ilmiah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu karya untuk pendidikan dan untuk kepentingan akademik. Karya tulis kependidikan memiliki fungsi terkait dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran, sedang karya tulis akademik digunakan penulisnya untuk menyampaikan gagasan atau temuantemuan ilmiah secara akademik. 1 KARYA TULIS INFORMATIF KARYA TULIS ILMIAH RUMPUN KARYA TULIS KARYA TULIS KEPENDIDIKAN JENIS KARYA TULIS KARYA TULIS BERDASAR FAKTA KARYA TULIS AKADEMIK RAGAM KARYA TULIS Sampai di sini, tipologi karya tulis masih dapat dilanjutkan. Karya tulis ilmiah, yang telah dibagi menjadi dua rumpun karya tulis, masih dapat dipilah-pilah lagi menjadi macam karya tulis. Untuk karya tulis kependidikan dipisahkan menjadi karya tulis dedaktik dan referensi, sedangkan karya tulis akademik terbagi menjadi karya tulis untuk memenuhi tugas akhir studi dan tugas profesi akademik, seperti di bawah ini. KARYA TULIS BERDASAR FAKTA KARYA TULIS ILMIAH KARYA TULIS AKADEMIK MACAM KARANGAN TUGAS AKHIR STUDI TUGAS PROFESI AKADEMIK RUMPUN KARANGAN KARYA TULIS KEPENDIDIKAN KARYA TULIS DEDAKTIK JENIS KARYA TULIS KARYA TULIS REFERENSI RAGAM KARYA TULIS Tipologi terakhir adalah wujud karya tulis. Untuk karya tulis akademik tugas akhir, wujudnya adalah disertasi, tesis dan skripsi, sedang karya tulis kependidikan, jenis referensi berupa ensiklopedi, kamus, dan thesaurus. Karya tulis dedaktik meliputi diktat, buku 2 ajar, modul, dan model pembelajaran. Untuk gambaran yang lengkap dapat dilihat pada diagram di bawah ini. KARYA TULIS BERDASAR FAKTA JENIS KARYA TULIS ILMIAH KARYA TULIS KEPENDIDIKAN KARYA TULIS DEDAKTIK TUGAS PROFESI AKADEMIK ARTIKEL JURNAL, MAKALAH SEMINAR, DAN LAPORAN PENELITIAN WUJUD KARYA TULIS TUGAS AKHIR STUDI MACAM KARYA TULIS SKRIPSI, TESIS, DISERTASI KARYA TULIS AKADEMIK DIKTAT, BUKU AJAR, MODUL, DAN MODEL PEMBELAJARAN RUMPUN KARYA TULIS KARYA TULIS REFERENSI KARYA TULIS KAMUS, ENSIKLOPEDI, TESAURUS, DST. RAGAM KARYA TULIS Meskipun karya tulis ilmiah meliputi karya tulis akademik dan kependidikan, di dalam buku ini hanya akan dibahas problemproblem penulisan bagi karya tulis ilmiah akademik saja. Meski cukup penting, problem-problem penulisan bagi karya tulis kependidikan akan dibahas tersendiri dalam kesempatan yang lain. Hal ini perlu dibedakan, karena karya tulis kependidikan baik karya tulis untuk referensi dan karya tulis untuk keperluan dedaktik memiliki karakter menonjol yang berbeda dari karya tulis akademik. 3 Oleh karma itu, diperlukan waktu dan kesempatan tersendiri untuk mengkajinya. 2. Karya Ilmiah Akademik Pada hakikatnya, karya tulis ilmiah akademik adalah karya tulis ilmiah yang memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat itu telah menjadi tradisi dan kelaziman bagi masyarakat akademik yang setiap saat bergelut dengan persoalan-persoalan ilmiah. Secara umum, karya tulis ilmiah akademik menunjuk pada tiga hal, yaitu; 1. Pokok persoalannya merupakan salah satu persoalan yang menjadi kajian suatu bidang ilmu. 2. Pemaparannya dilakukan secara sistematis, logis, dan cermat dalam penggunaan bahasa baku, disertai dengan istilah-istilah yang konsisten, dan 3. Susunannya mengikuti pola, tertib, dan bentuk yang lazim berlaku bagi masyarakat keilmuan atau masyarakat akademik. Menurut UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), karya tulis dapat dikategorikan ilmiah apabila karya tulis itu memberikan informasi tentang ilmu tertentu, terutama ditujukan kepada pihak-pihak yang bergerak di bidang ilmu yang sama. Dengan informasi yang diberikan lewat karya tulis itu, penerima informasi dapat; 4 1. Mengulangi pandangan penulis serta menilai pendapatnya, dan dapat pula memverifikasinya. 2. Memeriksa kembali ketelitian analisis dan menarik kesimpulan pendapat yang sama dari penulis. Terkait dengan setiap bidang ilmu dan masyarakat ilmuwan ataupun masyarakat akademik, dapat ditemukan karya-karya tulis ilmiah akademik seperti (1) artikel yang sering dimuat di dalam berbagai jurnal ilmiah; (2) prasaran, kertas kerja, atau makalah yang biasanya disajikan dalam diskusi, seminar, ataupun berbagai bentuk pertemuan ilmiah; dan (3) karya-karya hasil penelitian yang boleh jadi bersifat (a) penelitian akademis, (b) penelitian professional, dan (c) penelitian institusional. Penelitian akademis adalah penelitian yang dilakukan oleh para mahasiswa dalam rangka memenuhi tuntutan akademis, yaitu pembuatan skripsi untuk S1, tesis untuk S2, dan disertasi untuk S3. Penelitian ini merupakan sarana pendidikan, sehingga yang dipentingkan adalah validitas internalnya. Variabel, unsur-unsur paradigma, dan kecanggihan atau kedalaman analisis disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Penelitian professional adalah penelitian yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tumbuhkembangnya misalnya kegiatan dosen. dan kelangsungan Tujuannya adalah kehidupan untuk profesi, mendapatkan pengetahuan baru, tidak terkait dengan kebutuhan untuk syarat 5 kelulusan akademik. Mestinya, penelitian yang dilakukan dalam rangka kebutuhan profesi memiliki atau menggunakan variable, unsur-unsur paradigma, dan kecanggihan atau kedalaman analisis yang tidak lagi seperti penelitian yang dilaksanakan oleh mahasiswa dalam membuat skripsi. Tetapi lebih lengkap, disesuaikan dengan kebutuhan informasi bagi masyarakat ilmiah. Penelitian yang dilaksanakan pun harus memiliki validitas internal yang hasilnya sungguh-sungguh berguna bagi pengembangan ilmu, sedangkan penelitian institusional adalah penelitian bidang tertentu yang ditujukan untuk memperoleh informasi yang berguna bagi pengembangan lembaga sesuai bidangnya. Hasilnya diperlukan untuk mendasari atau mendukung pimpinan dalam pengambilan keputusan. Penelitian jenis ini lebih menekankan pada (1) validitas eksternal atau pada kegunaan, (2) variable lengkap (kelengkapan informasi), dan (3) kecanggihan maupun kedalaman analisisnya disesuaikan dengan keperluan pengambilan keputusan. 3. Ciri Karya Ilmiah Akademik Tulisan atau karya ilmiah adalah jenis karya tulis yang utamanya memuat persoalan-persoalan keilmuan, dan umumnya ditujukan kepada massyarakat pembaca yang berkecimpung di dalam bidang ilmiah tertentu. Seperti dijelaskan di atas bahwa tatacara pemaparannya serta bentuk susunannya harus taat asas, 6 mengikuti pola, tertib, dan kelaziman yang berlaku di masyarakat akademis. Artinya, karya tulis ilmiah akademik harus memenuhi ciri-ciri tertentu sebagai syarat utama, yaitu; (1) menyajikan faktafakta, (2) cermat dan jujur, (3) tidak memihak, (4) sistematis, (5) tidak memiliki muatan emosional, (6) mengesampingkan pendapat yang tidak berdasar, (7) sungguh-sungguh, (8) tidak bercorak perdebatan, (9) tidak persuasive atau membujuk, dan terakhir (10) tidak melebih-lebihkan. Jadi, tulisan atau karya tulis ilmiah akademik harus mengandung persyaratan tertentu, yaitu; (1) data yang digunakan mempunyai validitas yang tinggi, analitik, dan jika datanya merupakan hasil interpretasi, interpretasinya pun juga harus objektif. (2) Konvensi-konvensi di dalam dunia ilmiah atau dunia akademik mengharuskan penulis menyebut dengan jelas sumber data dan pendapat yang digunakan di dalam tulisan itu. Kemudian, (3) dengan jujur dan tegas harus dikemukakan dan dibedakan mana pendapat atau temuan sendiri dengan pendapat atau temuan pihak lain. Syarat ini berlaku umum sehingga dapat menjadi penanda sikap dan kejujuran akademik bagi penulisnya. (4) Bentuk penulisan harus menggunakan pemaparan yang jelas, tegas, singkat, sederhana, dan teliti. Kalimat yang digunakan harus singkat, jelas, runtut, dan sederhana. Oleh karena itu, pengarang ilmiah akademik harus menguasai tata bahasa dan memiliki kekayaan vokabuler 7 bahasa dengan baik. Di samping itu, karya tulis ilmiah harus memiliki sifat pendahuluan kompak, hingga kontinyu, penutup dan lancar. merupakan Artinya, satu dari kesatuan keseluruhan yang tidak tercerai berai. Bab demi bab, masalah-demi masalah, alinea demi alinea merupakan satu kesatuan ide dan logika secara utuh. Dari sisi bahasa, karya tulis ilmiah akademik juga harus memenuhi syarat sebagai berikut. 1. Karya jenis ini berbeda dengan karya sastra, terutama dalam hal pengguaan istilah-istilah khusus yang dirumuskan dari hal-hal khusus, sehingga sebuah istilah atau kata yang sama yang digunakan dalam dunia ilmiah boleh jadi berbeda dengan penggunaannya dalam bahasa sehari-hari. 2. Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa resmi, bukan bahasa harian. 3. Dalam karya tulis ilmiah harus dihindari istilah-istilah yang sudah usang atau basi, out of date. 4. Ungkapan ekstreem atau berlebihan dan kata-kata mubazir juga harus benar-benar dihindari. 5. Kalimat dan alinea atau paragraph diupayakan tidak terlalu panjang. 6. Penggunaan kiasan pun juga harus dibatasi. 8 7. Mengutamakan komunikasi antar pikiran dari pada komunikasi perasaan. B. Tugas Studi dan Tugas Profesi Di atas telah diterangkan bahwa karya tulis ilmiah akademik dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu karya yang dibuat untuk keperluan tugas akhir studi pada perguruan tinggi dalam berbagai strata, dan karya yang dibuat untuk keperluan memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas profesi akademik. Meskipun memiliki ciri umum yang sama seperti telah diterangkan di atas, namun keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, di bawah ini hendak dipaparkan seperlunya. 1. Paper Ilmiah Paper ilmiah adalah istilah umum karya tulis ilmiah akademik untuk keperluan memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas profesi akademik. Mahasiswa, biasanya tidak pernah dituntut untuk menulis paper ilmiah. Akan tetapi hanya dituntut untuk berlatih menulis paper ilmiah. Tuntutan itu sebagai persiapan jika kelak setelah lulus harus menjalani tugas sebagai seorang professional di bidang akademik. Pada dasarnya, paper ilmiah adalah laporan hasil penelitian professional atau di hasil bidang pemikiran akademik mendalam mengenai seorang suatu ilmuwan hal, yang 9 dipublikasikan baik dalam bentuk jurnal ilmiah maupun dalam seminar atau diskusi1. Isinya harus benar-benar orisinil asli berupa temuan-temuan baru atau penyempurnaan atas temuan-temuan yang terdahulu. Hal yang penting diketahui adalah; paper ilmiah tidak dapat disamakan dengan laporan biasa seperti laporan-laporan yang dibuat siswa di sekolah lanjutan, yang biasanya hanya merupakan pemaparan ulang atas informasi-informasi yang telah dipublikasikan di beberapa referensi. Paper ilmiah tidak selalu menyajikan koleksi data, tetapi menuntut analisis dan interpretasi intelektual atas datadata tersebut. Kata-kata yang penuh analogi dan metafora diupayakan untuk dihindari. Hal yang paling penting adalah, paper ilmiah bergelut dengan fakta-fakta yang mesti dipaparkan secara singkat dan jelas. Konon, paper ilmiah dapat dikatakan baik jika di dalamnya mengandung informasi yang sebanyak-banyaknya, namun ditulis dengan sesedikit mungkin kata-kata. Paper ilmiah, atau karya tulis ilmiah yang lain, pada umumnya bukan karya yang diorientasikan untuk entertaintment. Tulisan ilmiah atau paper ilmiah mempunyai tujuan mengkomunikasikan pemikiran atau temuan ilmiah yang baru. Ini berarti, paper ilmiah harus ditulis sejelas-jelasnya, dan sependek-pendeknya. 1 Jadi, yang dimaksud dengan paper ilmiah meliputi artikel ilmiah yang dimuat di dalam jurnal ilmiah maupun prasaran, kertas kerja, atau makalah yang disajikan dalam diskusi, seminar, ataupun berbagai bentuk pertemuan ilmiah. 10 Ide-ide yang diketengahkan harus logis. Perpindahan ide menuju ke ide lain harus mengalir lancar. Kelancaran dari perpindahan ide diharapkan menarik perhatian pembaca agar tetap membaca, dan kalau mungkin mengaplikasikan informasi yang ditulis dalam paper itu, melalui kegiatan penelitian, pengajaran, atau praktek-praktek yang mesti dijalankan. Secara eksplisit, di sini perlu ditegaskan bahwa karya tulis yang dapat masuk kategori paper ilmiah dalam prakteknya meliputi artikel jurnal dan makalah seminar. Format penulisan paper ilmiah, menurut Day (1993) maupun Matkin dan Rigar (1991) terdiri atas: Judul, Nama Penulis, Institusi/Alamat, Abstrak, Pendahuluan, Objek dan Metode, Hasil, Analisis, dan Kesimpulan. 2. Laporan Penelitian Karya tulis selain artikel jurnal dan makalah seminar yang diperuntukkan bagi pemenuhan tugas profesi akademik adalah laporan penelitian. Salah satu tugas profesi akademik adalah melakukan penelitian. Setelah melakukan penelitian seorang peneliti harus membuat laporan penelitian. Tujuan utama laporan penelitian adalah mengkomunikasikan hal-hal penting dari persoalan penelitian yang dilaksanakan. Terutama adalah metode-metode yang digunakan, temuan-temuan yang diperoleh, penafsiran mengenai hasilnya, dan pengintegrasiannya dengan teori. Jadi, laporan 11 penelitian adalah penyajian ilmiah dari segala hal yang diteliti dan yang digunakan untuk meneliti, alasan mengapa penelitian itu dilakukan, apa hasil yang didapat, atau kesimpulan apa yang dapat ditarik pada bagian akhir, dan bagaimana temuan-temuan baru itu berhubungan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Semestinya struktur penelitian yang dilakukan dekat sekali dengan laporan yang ditulis. Sebab, pada hakikatnya laporan adalah catatan dari penelitian itu sendiri. Tidak dapat disamakan dengan penulisan dongeng, cerita fiktif, dan sejenisnya. Oleh karena itu, laporan penelitian hendaknya adalah singkat tetapi komprehensip, langsung mengenai sasaran, dan sama sekali tidak menonjolkan perasaan. 3. Skripsi, Tesis dan Disertasi Karya tulis ilmiah akademik yang lain adalah karya yang digunakan untuk memenuhi tugas dalam rangka mengakhiri studi di perguruan tinggi. Sesuai jenjangnya, kita mengenal skripsi, tesis dan disertasi. Ketiganya adalah karya tulis ilmiah akademik, isinya memaparkan pokok persoalan yang cukup penting dalam suatu bidang ilmu sebagai hasil penelitian pustaka dan/atau lapangan. Penulis skripsi adalah mahasiswa berdasarkan tugas akademik dari perguruan tinggi tempat ia kuliah, sebagai salah satu syarat kelulusannya sebagai sarjana S-1. Sama dengan skripsi, tesis adalah tugas akademik dari perguruan tinggi untuk mahasiswa, sebagai 12 salah satu syarat kelulusan mahasiswa S-2 untuk meraih gelar magister, sedangkan disertasi, tidak berbeda dengan tesis, yaitu penulisan yang dikerjakan berdasarkan tugas akademik sebagai syarat kelulusan mahasiswa S-3, duntuk meraih gelar doctor. Skripsi, tesis dan disertasi disusun berdasarkan penelitian, dimaksudkan sebagai pembuktian tertinggi kepada perguruan tinggi tentang kualitas berfikir ilmiah mahasiswa. Bukti berfikir ilmiah dapat dilihat dari kemampuannya dalam menciptakan suatu prinsip baru berdasarkan konsep-konsep, dalil-dalil, atau teori-teori yang tersedia. Di samping itu juga kecakapannya dalam mencerna dan menyatupadukan segenap pengetahuan ilmiah yang telah dipelajari selama studi, terutama dalam memecahkan masalah secara ilmiah. Intinya, skripsi, tesis dan disertasi adalah bagian dari usaha mahasiswa pada akhir studinya untuk memberikan sumbangan nyata kepada kemajuan bidang ilmu yang ditekuni dan diasuh oleh program studinya. Rangkaian aktivitas penulisan skripsi, tesis dan disertasi dimulai dari perencanaan melalui penelaahan pustaka. Kemudian dilanjutkan perumusan masalah. Setelah masalah yang dirumuskan jelas, dilakukan penelitian lewat pengumpulan data, dilanjutkan pengolahan data, analisis, dan penyimpulan, serta berakhir pada penulisan skripsi itu sendiri. 13 Penulisan skripsi, tesis dan disertasi pada hakikatnya bersifat ganda, karena meliputi empat jenis kegiatan yang berlangsung secara simultan, yaitu kegiatan pendidikan, penelitian, pemikiran, dan laporan kegiatan ilmiah: 1. Sebagai kegiatan pendidikan, penulisan skripsi, tesis dan disertasi dimaksudkan kesarjanaan agar mampu mahasiswa yang menghubungkan mengakhiri dan pendidikan menyatupadukan segenap pengetahuan ilmiah yang telah mereka pelajari. 2. Sebagai kegiatan penelitian, penulisan skripsi, tesis dan disertasi ditujukan untuk memberi kesempatan mahasiswa menerapkan metodologi penelitian dan mempraktekkan kemampuannya dalam pengembangan ilmu. 3. Sebagai kegiatan pemikiran, skripsi, tesis dan disertasi memiliki makna sebagai sarana bagi mahasiswa untuk menunjukkan kemampuan berfikir, menunjukkan kompetensinya sebagai benih ilmuwan yang dituntut daya kreatif. Sebab, hakikat ilmuwan harus berpotensi sebagai cendekiawan yang harus memiliki tingkat kecerdasan tertentu. 4. Sebagai kegiatan laporan kegiatan ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi menyajikan bukti terakhir mengenai serangkaian ide yang bernilai. Untuk dapat menunjukkan ide yang bernilai, maka penulisannya harus dilakukan secara sistematis, logis, dan terpadu melalui bahasa tulis yang jelas, urut, dan koheren. 14 BAB II STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN A. Pengantar Tujuan penulisan karya ilmiah akademik, baik karya ilmiah untuk tugas akhir studi maupun untuk tugas profesi akademik adalah mengkomunikasikan pemikiran atau temuan ilmiah yang baru. Ini berarti, yang harus ditulis di dalam karya ilmiah akademik adalah temuan-temuan hasil penelitian atau pemikiran-pemikiran konseptual di bidang ilmu tertentu. Pendek kata, yang ditorehkan ke dalam karya ilmiah akademik adalah ilmu. Untuk penulisan karya ilmiah di bidang seni, tentu yang harus ditulis adalah pemikiran atau temuan ilmiah baru di bidang seni pula2. Hakikat ilmu adalah pengetahuan, tetapi pengetahuan yang memiliki sistem sebagai dasar teoretis untuk tindakan praktis. Atau, pengetahuan yang memiliki sistem penjelasan mengenai kaitankaitan atau hubungan-hubungan di antara realita, fakta-fakta dan data-data di balik suatu peristiwa dan/atau gejala. Jadi, ilmu adalah sekumpulan pengetahuan sistematik yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan atau terkoordinasikan. Keterkaitan dan keterkoordinasian itu syarat mutlak, karena dimaksudkan 2 Yang dimaksud dengan pemikiran atau temuan ilmiah baru di bidang seni adalah keilmuan di bidang seni. Saya lebih suka menyebutnya dengan istilah ilmu artistik sebagai gantinya. Penyebutan ini diperlukan untuk membedakan seni sebagai ekspresi artistik, yang dalam penciptaannya memerlukan paradigma, konsep, model dan metodologi dengan ilmu yang merupakan manifestasi ideografis ekspresi seni secara komprehensip. Selama ini kata seni digunakan secara campuraduk, untuk menyebut dua hal yang hakikatnya satu sama lain berbeda. 15 sebagai dasar teoretik atau dasar penjelasan dari objek yang dimaksud. Saling kait di antara segenap komponen itu pada dasarnya merupakan sistem yang harus ada dan menjadi syarat penting bagi penulisan karya ilmiah akademik. Unsur-unsur penting itu antara lain; (1) Jenis-jenis objek, (2) bentuk-bentuk pernyataan atas objek, (3) ragam proposisi, dan (4) ciri-ciri pokok, B. Jenis Objek Pertama-tama adalah objek atau sasaran penulisan, sasaran atau objek pengetahuan ilmiah yang perlu diberikan penjelasan yang memadai. Pada hakikatnya setiap cabang ilmu atau setiap karya tulis ilmiah, selalu mempunyai objek, yang dalam filsafat ilmu disebut dengan proper object, atau objek yang sesugguhnya. Objek ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah gejala, fenomena, fakta atau peristiwa di balik suatu realita yang dikaji oleh penulis dalam suatu bidang ilmu tertentu. Ini berarti setiap bidang ilmu memiliki objek material sendiri-sendiri. Contoh, sasaran atau objek material bagi ilmu biologi adalah segala hal yang berhubungan dengan hidup. Objek material 16 bagi ilmu sejarah adalah segala peristiwa yang ada dalam suatu ruang waktu tertentu. Bagi ilmu ekonomi objeknya adalah cara-cara dan strategi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dalam bisnis. Bagi antropologi objeknya adalah segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan budayanya, sedangkan objek sosiologi adalah relasi-relasi pergaulan kemanusiaan antara manusia satu dengan lainnya dalam suatu kelompok manusia atau antara kelompok manusia satu dengan kelompok manusia yang lain dalam kehidupan manusia. Jadi, sangat dimungkinkan sebuah fakta, fenomena, peristiwa atau realita ditulis beramai-ramai oleh banyak orang karena menjadi objek bidang ilmu yang berbeda-beda. Manusia adalah contoh yang paling nyata. Dalam kenyataannya, manusia menjadi objek material dari biologi, sosiologi, antropologi dan psikologi. Tetapi kenapa ilmu biologi, sosiologi, antropologi dan psikologi merupakan ilmu yang berbeda, karena perspektif yang digunakan untuk melihat manusia berbeda-beda. Perspektif, dalam konstelasinya dengan objek sesungguhnya atau proper object dari suatu bidang ilmu, atau kajian ilmiah suatu persoalan tertentu disebut dengan objek formal. Objek formal adalah focus perhatian dari suatu kajian terhadap objek material dalam bidang ilmu tertentu. Tentu saja, yang menentukan focus perhatian adalah ilmuwan sebagai penulis dalam suatu bidang ilmu terhadap fenomena yang menjadi objek 17 materialnya. Gabungan antara objek material dan objek formal atau perspektif yang dipilih oleh ilmuwan atau penulis merupakan pokok persoalan tertentu. Gabungan dua objek ini harus dibahas di dalam penulisan pengetahuan ilmiah, karena ini merupakan pokok persoalan dari pengetahuan ilmiah yang hendak ditulis., sekaligus merupakan objek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang ditekuni oleh penulis ilmiah. Gie (2000: 139-140) mengemukakan bahwa pembagian objek itu diperoleh dari penjelasan Klubertanz (1955:4-5) sebagai berikut. The material object designates indeterminately and in its entirety the subject of knowledge (especially of a demonstrative knowledge) in relation to the proposition that can be made about it. By the acjective ‘material’ we do not imply that there is matter in the make-up of the subject; we mean to indicate that the object is to the knowledge as materials are to an artist or craftsman. When we look at demonstrative knowledges as they have been developed today, we find that there are distinct knowledges about the same subject (for example, biology, psicology, and philosophy of human nature have, at least in part, the same subject, man). And they all intend to find out what can be known about man; they have the same material object. What then is difference? Their ways or knowing, and the kind of knowledge they obtain, are different; this sort of difference is the object considered explicitly as it is knowable. That is why the manner of our knowledge, the principles we use, the kind of argument we employ, are included in the notion of formal object. To give a complete ad accurate description of knowledge, we designate its material object as specified by the formal object: this we call the ‘proper object’ of knowledge. Artinya: Objek material secara tak tentu dan dalam keseluruhannya menunjukkan pokok persoalan suatu pengetahuan (terutama suatu pengetahuan demonstratif) dalam hubungannya dengan proposisi-proposisi yang dapat dibuat tentangnya. Dengan kata 18 sifat material, kita tidak mengimplikasikan bahwa ada materi dalam susunan pokok persoalan itu; kita bermaksud menunjukkan bahwa objek itu bagi pengetahuan seperti bahan-bahan bagi seniman atau seorang tukang. Bila kita memandang pengetahuan-pengetahuan demonstratif sebagaimana telah dikembangkan dewasa ini, kita menemukan bahwa ada pengetahuan-pengetahuan berbeda-beda tentang pokok persoalan yang sama (misalnya biologi, psikologi, dan filsafat kodrat manusia mempunyai, sekurang-kurangnya sebagian, pokok persoalan yang sama, manusia). Dan semuanya itu bermaksud menemukan apa yang dapat diketahui tentang manusia; semuanya itu mempunyai objek material yang sama. Lantas apa perbedaannya? Cara-cara mengetahui, dan macam-macam pengetahuan yang diperolehnya, berbeda-beda; macam perbedaan ini adalah objek yang dipandang secara eksplisit sebagaimana objek itu dapat diketahui. Oleh karena itu, cara pengetahuan kita, asasasas yang kita pakai, jenis argumentasi yang kita gunakan, termasuk dalam pengertian objek formal. Untuk memberikan lukisan yang cermat dan lengkap tentang suatu pengetahuan, kita menunjukkan objek materialnya sebagaimana dicirikan oleh objek formalnya; ini kita sebut ‘objek sebenarnya’ dari suatu pengetahuan. Bermacam-macam fenomena, fakta, dan peristiwa yang ditelaah dan dikaji oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan tertentu amat sangat banyak sekali. Jika dihitung dapat mencapai jumlah ribuan, seiring dengan dengan bertambahnya cabang-cabang ilmu itu. Dari banyaknya fenomena, fakta, dan peristiwa yang banyak, yang memungkinkan untuk ditelaah oleh ilmu pengetahuan tertentu, diperlukan suatu klasifikasi atau kategorisasi sistematik sehingga berfungsi untuk mengelompokkan objek material pengetahuan ilmiah. Di bawah ini adalah kategori-kategori fenomena, fakta, dan peristiwa yang dapat menjadi objek material suatu ilmu pengetahuan, yang terdiri atas enam jenis seperti berikut. 19 1. Ide abstrak 2. Benda fisik 3. Jasad hidup 4. Gejala rohani 5. Realitas sosial 6. Proses Tanda Contoh dari masing-masing jenis objek material itu misalnya adalah sebagai berikut. Objek material yang masuk kategori ide abstrak misalnya adalah (a) konsep mengenai bilangan, (b) gagasan penciptaan karya-karya seni (c) ideologi negara, (d) prinsip-prinsip bisnis, (e) falsafah atau pandangan hidup masyarakat tertentu, dan seterusnya, sedangkan objek material yang masuk kategori benda fisik dapat dicontohkan sebagai berikut; (a) gunung berapi, (e) alatalat musik, (f) alat-alat untuk melukis, (g) assesori untuk pementasan tari dan teater, (h) karya-karya lukisan, (i) karya-karya musik, (j) karya-karya tari dan seterusnya. Objek material yang termasuk kategori jasad hidup kurang lebih adalah (a) burung, (b) manusia, (c) bunga-bunga, dan seterusnya, sedangkan gejala rohani, dapat dicontohkan seperti (a) ingatan, (b) ketenteraman, (c) depresi, dan seterusnya. Contoh bagi objek material yang termasuk ke dalam kategori peristiwa sosial adalah (a) pemerintahan, (b) terbentuknya kelompok musik, (c) pementasan suatu karya seni atau pameran lukisan, (d) proses hubungan antara pengguna seni dan seniman di 20 dalam mengusung karya seni menjadi satu event untuk masyarakat, dan seterusnya. Terakhir, contoh objek material yang dapat termasuk ke dalam kategori proses tanda adalah (a) ugkapanungkapan dalam bahasa, (b) ekspresi seni baik musik, teater, tari dan seni rupa, dan seterusnya. Dari melihat contoh-contoh dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berbagai cabang ilmu pengetahuan ilmiah boleh jadi memiliki objek material yang sama dengan cabang ilmu pengetahuan lain. Contoh, ilmu politik dalam kenyataannya memberikan perhatian dan menelaah partai politik sebagai objek material, tetapi pada saat yang sama, partai politik juga ditelaah oleh ilmu pengetahuan lain yaitu sosiologi. Ternyata, hal-hal yang membedakan dari kedua cabang ilmu pengetahuan itu di dalam menelaah partai politik adalah objek formalnya, yang dalam kepustakaan boleh juga disebut focus interest, selective interest, attitude of mind, atau kadang-kadang juga disebut dengan istilah approach atau pendekatan. Dalam membahas sosiologi dengan cabang-cabang ilmu sosial lainya, Malver dan Page menyatakan: “Thus the focus of none of these other science is identical with that of sociology, and it is always the focus of interest which distinguishes one social science from another. We should not think of the social sciences as dividing between them physically separate areas of reality. What distinguish each from each is the selective interest”. Artinya 21 Jadi, tidak satu pun dari ilmu-ilmu lain fokusnya identik dengan focus sosiologi, dan selalu focus of interest-lah yang membedakan ilmu sosial satu dengan ilmu sosial yang lain. Kita tidak boleh berfikir tentang ilmu-ilmu social itu sebagai membagi-bagi di antara mereka bidang-bidang realitas yang secara fisik terpisah-pisah. Apa yang saling membedakan adalah selective interest-nya atau minat selektifnya). Dua ahli lainnya, Balu dan Moore dalam Hoselitz (1970:1) menegaskan pengertian yang sama seperti penjelasan di atas sebagai berikut. Sociology is often called the study of society or of social life. But, such a simple definition in term of subject matter does not distinguish it from the other social sciences. For they all study social life or, to put it more precisely, patterns of conduct that are common to group of people. It is not their subject matter but their approach to it that differentiates the various social sciences. They ask different question about social conduct, focus upon different regularities in it, and hence arrive at different explanatory principles for it. The economist, for example, is concerned with those patterns in a society that are produced by men’s attempts to allocate means to ends rationally. And the psycologist analyzes how characteristics of human personality or organism develop and give rise to patterns of behavior. In contrast, the sociologist is interested in the regularities in social conduct that are due neither to psychological traits of individuals nor to their rational economis decisions, but that are produced by the social conditions in which they find themselves. Artinya Sosiologi sering kali disebut sebagai studi tentang masyaraqkat atau tentang hidup kemasyarakatan. Tetapi, definisi sederhana yang bertolak dari pokok persoalan seperti itu tidak membedakan (sosiologi) dari ilmu-ilmu lainnya. Sebab, semuanya mempelajari hidup kemasyarakatan, atau, lebih tepat pola-pola perilaku yang umum bagi kelompok-kelompok orang. Bukan pokok persoalannya yang membedakan berbagai ilmu social melainkan pendekatan ilmu-ilmu itu terhadap pokok persoalannya. Ilmu-ilmu itu mengajukan pertanyaanpertanyaan yang berbeda-beda tentang perilaku sosial, 22 memusatkan perhatian pada keteraturan-keteraturan yang berbeda-beda dalam pokoknpersoalan itu, dan dengan demikian mencapai asas-asas penjelas yang berbeda-beda untuk pokok persoalan itu. Ahli ekonomi misalnya, berminat dengan pola-pola dalam masyarakat yang dihasilkan dari usaha-usaha manusia untuk menetapkan sarana-sarana terhadap tujuan-tujuan secara rasional. Dan ahli psikologi menganalisis bagaimana ciri-ciri khas kepribadian manusia atau organisme mengembangkan dan menimbulkan pola-pola perilaku. Sebaliknya, ahlsi sosiologi berminat pada keteraturan-keteraturan dalam perilaku social yang disebabkan bukan oleh sifat-sifat khas psikologis individuindividu ataupun oleh keputusan-keputusan ekonomis mereka yang rasional, melainkan yang dihasilkan oleh keadaankeadaan social tempat mereka berada. C. Bentuk Pernyataan Suatu fenomena, fakta, atau peristiwa yang hendak dikaji atau ditelaah oleh seorang peneliti atau ilmuwan, dan bersamanya telah ditentukan pusat perhatian atau focus of interest-nya, pada hakikatnya telah menjadi objek sebenarnya atau proper object dari suatu bidang ilmu. Hasil dari telaah atas objek sebenarnya atau proper object yang merupakan kombinasi objek material dan objek formal itu dituangkan ke dalam berbagai tulisan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Isinya merupakan keterangan mengenai hakikat dari proper object dari suatu kajian. Sesugguhnya, di dalam membuat pernyataan-pernyataan itu tidak ada ketentuan da keharusan, atau bersifat bebas. Namun, kebebasan itu terikat kedalam bentuk-bentuk yang memungkinkan. Di antara bentuk 23 pernyataan yang memungkinkan itu diantaranya adalah bentukbentuk (1) deskripsi, (2) preskripsi, (3) eksposisi pola, dan (4) rekonstruksi historis. Bentuk deskripsi merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskriptif dengan memberikan penjelasan atau penggambaran rinci mengenai (a) bentuk, (b) susunan, (c) peranan, dan hal-hal lain yang lebih terperici dari fenomena, fakta atau peristiwa yang bersangkutan. Bentuk-bentuk ini umumnya terdapat cabang-cabang ilmu khusus, terutama ilmu yang bercorak deskriptif seperti misalnya ilmu anatomi, geografi, ethnography, dan sebagainya. Bentuk preskripsi merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif, yaitu dengan memberikan penjelasan berupa petunjukpetunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya perlu dilakukan. Terutama dalam hubungannya dengan objeknya. Bentuk pernyataan seperti ini dapat dijumpai dalam berbagai cabang ilmu social. Misalnya dalam ilmu pendidikan, yang memuat petunjuk-petunjuk cara yang baik bagaimana mengajar di dalam kelas. Demikian pula dengan ilmu administrasi negara, karena di sana dipaparkan asas-asas, ukuranukuran, dan berbagai ketentuan preskriptif lainnya tentang 24 organisasi yang baik, pengelolaan dan prosedur kerja yang efisien. Tentu saja, pernyataan ilmu di menejemen dalamnya adalah ilmu merupakan yang pernyataan- pernyataan berbentuk preskriptif. Bentuk pernyataan eksposisi pola adalah bentuk yang merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderunga, atau proses dari suatu fenomena, fakta dan peristiwa yang dikaji. Bentuk pernyataan semacam ini dapat dijumpai di dalam antropologi yang sering sekali memaparkan pola-pola kebudayaan berbagai suku bangsa, dan juga dalam sosiologi yang membeberkan pola-pola perubahan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan, dan seterusya. Adapun yang terakahir adalah bentuk pernyataan rekonstruksi histories. Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan bagi pertumbuhan suatu hal pada masa lampau. Pertumbuhan itu dapat terjadi secara alamiah maupun karena campurtangan manusia. Cabang-cabang ilmu khusus yang banyak mengandung pernyataan ini adalah sejarah atau historiografi, ilmu purbakala dan lain-lainnya. D. Ragam Proposisi 25 Bagi bidang-bidang ilmu yang telah lebih matang, selain bentuk pernyataan, juga terdapat proposisi atau keterangan3. Berdasarkan perannya, proposisi kemudian dapat dikategorikan menjadi tiga tipe, yaitu proposisi sebagai (1) asas ilmiah, sebagai (2) kaidah ilmiah, dan proposisi sebagai (3) teori ilmiah. Proposisi sebagai asas ilmiah pada dasarnya adalah proposisi yang berisi prinsip atau suatu kebenaran yang bersifat fundamental. Atau, boleh jadi berupa pernyataan yang menyajikan fondasi untuk memperkokoh suatu kepercayaan, keyakinan, atau suatu tindakan. Dalam kajian mengenai suatu kehidupan, proposisi sebagai asas ilmiah pada hakikatnya adalah suatu aturan atau keyakinan yang mengatur perilaku pribadi seseorang. Pendek kata, proposisi sebagai asas ilmiah adalah keterangan-keterangan yang menyajikan suatu pernyataan mengenai hukum alam atau dalil ilmiah yang bersifat umum, atau basis dan sumber pokok sesuatu hal. Agar lebih jelas dapat diterangkan di sini bahwa proposisi sebagai asas ilmiah adalah asas atau prinsip yang mengandung kebenaran umum, berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. 3 Hakikat proposisi adalah makna suatu keterangan yang dimaksudkan oleh suatu kalimat yang dapat mempunyai nilai benar atau salah. Keterangan bukan terletak pada kalimatnya itu sendiri, melainkan terletak pada isi dari suatu kalimat. Ini berarti, makna atau isi yang sama dapat dinyatakan atau diungkapkan ke dalam berbagai bentuk kalimat yang berbeda-beda. Misalnya, ungkapan atau pernyataan all men are mortal, boleh jadi dapat diungkapkan dengan kalimat ‘semua orang adalah fana’, ‘manusia adalah makhluk yang tak dapat hidup abadi’ atau ‘tak satu pun orang yang hidup kekal’. Suatu ungkapan keterangan, jika yang dimaksud adalah kalimatnya biasanya disebut statement. Namun, ada juga yang menyebut proposisi sebagai judgment atau putusan. Dari sisi logika, pengertian proposisi itu mencakup berbagai macam jenis. 26 Dalam ilmu-ilmu sosial, seringkali diartikan sebagai proposisi yang dapat diterapkan pada serangkaian peristiwa untuk menjadi suatu pedoman dalam melaksanakan tindakan-tindakan. Asas atau prinsip yang mengandung kebenaran umum dapat kita temukan dalam ilmu astronomi, yang di sana kita temukan asas peredaran planet. Di dalam ilmu astronomi dikatakan bahwa makin dekat suatu planet dengan matahari, makin pendek masa perputarannya. Adapun di dalam ilmu sosial, dapat juga kita temukan suatu asas atau prinsip. Misalnya adalah prinsip equal pay for equal work, yaitu prinsip penggajian atau upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Prinsip ini dapat dijadikan sebagai suatu acuan atau pedoman yang benar dalam pengelolaan administrasi kepegawaian dan administrasi penggajian. Proposisi sebagai kaidah ilmiah adalah proposisi yang berisi suatu prosedur tertentu untuk memenuhi atau mendekati sesuatu. Di dalamnya terkandung suatu tertib langkah-langkah penyajian, penelitian atau pemikiran. Jadi, proposisi sebagai kaidah ilmiah adalah proposisi yang mengungkapkan keajegan, keteraturan atau hubungan yang tertib. Keteraturan atau keajegan ini dapat diverifikasi atau diperiksa kebenarannya pada suatu fenomena, fakta atau peristiwa, sehingga pada akhirnya berlaku umum untuk berbagai fenomena yang sejenis. 27 Theodore (1970: 226) memberikan definisi dan dua ciri kaidah ilmiah. Baginya kaidah adalah suatu pernyataan yang tepat mengenai hubunga antar fakta, fenomena dan peristiwa, yang berulang kali dikokohkan melalui penelitian ilmiah, dan umumnya diterima sebagaiu suatu pernyataan yang cermat oleh para ahli di bidangnya. Di sisi lain, kaidah juga sering dimaknai sebagai suatu pernyataan prediktif dan universal. Pernyataan prediktif jika pernyataan itu menerangkan bahwa jika kondisi-kondisi tertentu eksist dan hadir, suatu hubungan atau pristiwa dapat diramalkan sebelumnya dan akal menyusul. Adapun pernyataan yang bersifat universal di sini dapat dimaknai bahwa hubungan yang ditegaskan dalam pernyataan itu di anggap selalu terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu, walaupun kondisi-kondisi itu pada hakikatnya juga dapat membatasi. Proposisi selanjutnya adalah proposisi yang berperan sebagai teori ilmiah. Teori dalam pengetahuan ilmiah adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena, fakta dan/atau peristiwa. Misalnya, teori Darwin tentang evolusi organisme hidup yang menerangkan bahwa bentuk-bentuk organisme yang lebih rumit berasal dari sejumlah kecil bentuk-bentuk yang lebih sederhana dalam perkembangannya secara evolusioner sepanjang masa. Tujuan akhir dari ilmu adalah mencapai dan/atau membentuk teori yang 28 tidak lain peristiwa adalah alamiah. penjelasan-penjelasan Teori berupa fenomena, sekumpulan fakta proposisi dan yang mencakup konsep-konsep tertentu yang saling berhubungan. Saling hubung di antara konsep-konsep itu membentuk suatu gambaran dan pandangan sistematik tentang fenomena, fakta, dan/atau peristiwa yang bersangkutan. Dengan gambaran dan pandangan demikian, pada akhirnya teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena itu. Terlepas dari apa itu teori dan fungsinya, sebuah karya tulis ilmiah akademik mesti menyajikan proposisi-proposisi yang berisi konsep-konsep. Oleh karena itu, setiap penulis karya ilmiah akademik harus menempatkan pengungkapan konsep sebagai tujuan yang paling penting. Menurut Kerlinger teori adalah “a set of interrelated construct (concepts), definitions, and propositions that present a sistematic view of phenomena by specifying relation among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena (1986: 9)’ atau ‘seperangkat konstruk (konsep), batasan atau definisi, dan proposisi yang saling berkaitan, yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena-fenomena dengan menentukan atau merinci hubungan-hubungan antar variable, dengan tujuan menjelasakan dan/atau memprediksi gejala itu’ (1990: 14). Mangacu pada definisi yang ditawarkan oleh Kerlinger di atas, dapat dipahami bahwa pengertian teori mengandung tiga hal 29 penting. Pertama, teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri dari konstruk-konstruk yang terdefinisikan dan saling terhubung. Kedua, teori tersusun atas antar hubungan dari seperangkat konstruk atau variable, sehingga teori merupakan suatu pandangan sitematis peneliti, penulis karya ilmiah akademik, atau para perumus teori, mengenai fenomena-fenomena yang dideskripsikan di dalam variable-variabel atau konstruk-konstruk itu. Terakhir, teori adalah alat, sarana, atau wahana untuk menjelaskan suatu fenomena. Penjelasan itu diajukan dengan cara menunjuk secara rinci variablevariabel atau konstruk-konstruk tertentu yang saling berkait dengan variabel atau konstruk-konstruk lainnya. Dalam dunia seni, seseorang peneliti atau penulis karya ilmiah akademik mungkin dapat menghasilkan suatu teori mengenai kegagalan atau keberhasilan musisi atau pengrawit dalam belajar memainkan, menyajikan atau mengekspresikan suatu karya komposisi atau gendhing. Konstruk-konstruk atau variable yang dapat berfungsi menjelaskan kegagalan atau keberhasilan itu mungkin di antaranya adalah (1) kompetensi kognitif yaitu tingkat penguasaan vokabuler, (2) kompetensi psikomotorik yaitu ketrampilan memainkan instrument, (3) ketajaman sense musikal, (4) motivasi atau minat terkait dengan kelas sosial dan seterusnya. Fenomena yang hendak dijelaskan tentu adalah kegagalan atau keberhasilan dalam belajar, baik dalam konteks formal atau 30 informal, yaitu di kelas-kelas dalam perkuliahan atau latihan kesenimanan yang bersifat non-formal dan informal. Kegagalan atau keberhasilan itu dijelaskan dengan menyajikan hubungan-hubungan spesifik atas masing-masing konstruk atau variable yang terdiri dari empat macam itu, atau kombinasi dari keempatnya. Ilmuwan yang berhasil menggunakan perangkat konstruk, berarti memahami persoalan kegagalan atau keberhasilan orang dalam belajar memainkan, menyajikan atau mengekspresikan karya komposisi atau gendhing. Agar mendapat kejelasan lebih lanjut, perlu diperhatikan batasan teori ilmiah yang diajukan oleh Lachman, yang menyatakan bahwa teori adalah pernyataan objektif dan tegas berupa dugaan atau rekaan yang menyatupadukan kumpulan-kumpulan data terpisah menjadi suatu kerangka atau framework yang konsisten dan koheren. Di dalam kerangka itu terdapat perincian, ketentuan dan/atau ketetapan hubungan antara satuan-satuan data empiris dan memungkinkan terjadinya peramalan logis atas hubunganhubungan yang ditegaskan menuju suatu fenomena yang belum diteliti (1964: 46). Selanjutnya, Lachman menyatakan bahwa teori mempunyai peranan atau kegunaan yaitu: 1. Membantu mensistematisasikan dan menyusun data maupun pemikiran tentang data sehingga mencapai pertalian logis di 31 antara bermacam-macam jenis data yang semula kacau balau. Jadi, teori berfungsi sebagai kerangka atau framework, bagan sistematisasi atau sistem acuan. 2. Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi. 3. Memberi petunjuk atau saran mengenai arah-arah penelitian lebih lanjut yang diperlukan. Oleh karena kaidah ilmiah merupakan pernyataan yang bersifat prediktif, dan teori ilmiah juga berupa proposisi yang meramalkan fenomena, kadang-kadang dapat timbul kekaburan dalam pembedaan antara kaidah ilmiah dan teori ilmiah. Dalam menerangkan suatu fenomena, mungkin sebuah teori mengacu kepada suatu ‘kaidah’ umum, dalam arti ‘keteraturan’, atau pada beberapa kaidah seperti itu. Kaidah-kaidah itu mungkin telah ditemukan sebelumnya, dan teori itu hanya mengacu pada kaidahkaidah itu sebagai diketahui; atau teori dapat terdiri dari saran bahwa suatu kaidah umum yang sebelumnya tersembunyi menerangkan kejadian yang bersangkutan. Dalam hal terakhir, kaidah yang disarankan mengkin perlu penguatan lebih lanjut, tentu saja. Teori-teori baru sering menggabungkan referensi-referensi kepada kaidah-kaidah yang telah lama mapan dengan saran suatu kaidah baru. Oleh karena itu, sebuah teori tidak pernah merupakan 32 sebuah kaidah; teori mengacu kepada kaidah-kaidah dan mungkin menyarankan adanya ekistensi kaidah tambahan, tetapi teori sendiri bukanlah kaidah. Teori mungkin mencoba untuk menerangkan sebuah kaidah, berarti ia harus mengacu kepada suatu kaidah yang lebih umum. Sebaliknya, sebuah kaidah bukanlah sebuah teori. Kaidah adalah ‘sebuah fakta’ yaitu fakta yang faktor-faktor pembentuknya selalu berkaitan ‘sebagai aturannya’ atau ‘pada umumnya’. E. Ciri Pokok Tidak setiap cabang ilmu, terutama ilmu khusus telah berhasil merumuskan kaidah-kaidahdan teori-teori ilmiah untuk meramalkan atau untuk menerangkan bermacam fenomena, fakta dan peristiwa yang seluas-luasnya. Padahal, perumusan teori merupakan tujuan paling dasar atau tujuan paling akhir dari pengkajian, penelitian, ataupun penggalian suatu ilmu. Bahkan ada pendapat bahwa hal ideal bagi suatu ilmu yang sungguh-sungguh telah matang adalah kemampuan ilmu itu dalam mengembangkan teori yang pada timngkat keumuman demikian tinggi semua fakta, proposisi, dan kaidah dari ilmu itu dapat diturunkan dari teori itu. Jadi, teori tidak dapat dijadikan sebagai ciri pokok sebuah ilmu. Di antara ciri-ciri pokok itu antara lain adalah (1) sistematisasi, (2) keumuman, (3) rasionalitas, (4) objektivitas, (5) verifiabilitas, (6) komunalitas. 33 Ciri pokok pertama bagi setiap ilmu pengetahuan adalah keharusan adanya sistematisasi pada ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Artinya, setiap ilmu pengetahuan ilmiah harus mengandung saling terkait yang bersifat sistematik dari fakta-fakta. Di dalam sistematisasi terkandung pula arti bahwa pengetahuan ilmiah harus disusun menjadi semacam sistem yang memiliki bagian-bagian penting dan hubungan-hubungan yang bermakna. Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah berwujud sekumpulan proposisi sistematik yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang benar. Sejumlah pernyataan betapapun benarnya seperti misalnya peribahasa-peribahasa atau ucapan-ucapan orang arif tidak dapat menjadi ilmu kalau tidak dapat disusun menjadi suatu kebulatan saling berkait secara sistematik. Namun, fakta-fakta yang disusun semata-mata menjadi suatu kebulatan sistematik juga bukan merupakan ilmu. Sistematisasi bukanlah satu-satunya ciri pokok bagi pengetahuan ilmiah. Jika ciri utama atau pokoknya kebulatan informasi yang sitematik, maka sebuah buku petunjuk telepon yang disusun secara sistematik menurut abjad, disajikan dengan cara-cara yang tertib, ada saling kaitan antara nama pemilik atau pemegang pesawat dengan nomor telepon dan dapat diperiksa kebenaranya akan merupakan sebuah moografi ilmiah. Oleh karena itu, sistematisasi sebagai ciri pokok pertama harus dilengkapi dengan ciri pokok selanjutnya, yaitu 34 keumuman atau generality. Kemudian disusul ciri rasionalitas, objektivitas, dan adanya kemungkinan kemampuan untuk diperiksa kebenarannya (verifiability), dan kemungkinan kemampuan untuk menjadi milik umum (communality). Ciri keumuman atau generality menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkum fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasan sasaran atau objeknya. Misalnya adalah jika ilmu politik menjelaskan suatu fenomena berkenaan dengan partai politik. Penjelasan yang memuaskan ialah jika pembahasan dapat beralih dari suatu partai politik tertentu dalam suatu Negara khusus, dapat berlaku penjelasan dalam bahasan itu pada semua partai politik di Negara itu. Bahkan, semakin meluas dan makin umum lagi hingga keberlakuannya sampai padapada umumnya partai politik di berbagai Negara dan di berbagai masa. Contoh di atas menunjukkan bahwa buku telepon yang sistematik bukan merupakan karya ilmiah karena sama sekali tidak ada ciri keumumannya. Kumpulan informasi pada buku itu hanya menunjuk pada orang-orang tertentu, nomor-nomor tertentu, kota tertentu, dan tahu tertentu. Ciri rasional berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Alat penguji pengetahuan ilmiah adalah penalaran yang 35 benar, dan perbindangan yang logis, tanpa melibatkan factor-faktor non-rasional seperti emosi sesaat maupun kesukaan pribadi. Apalgi dengan hal-hal yang irrasional. Karena ada ciri rasionalitas itulah, maka ilmu pengetahuan juga mempunyai ciri objektivitas. Dalam kaitannya dengan ciri objektivitas, buzzati-traverso menjelaskan bahwa jenis realitas yang dijelaskan atau diungkapkan oleh ilmu mempunyai satu ciri khusus, yaitu jenis realitas itu sama dan samasama valid atau sahih bagi siapapun yang mau menjalani proses memperoleh pengetahuan melalui cara yang khusus itu. Pendek kata, ilmu adalah pengetahuan antar pribadi dan di dalam dan di balik pengetahuan antar pribadi ini objektivitas berdiri. Dan, ciri ini tidak dimiliki oleh pengetahuan yang diperoleh melalui cara-cara lain dalam mendekati realitas, seperti misalnya pengalaman artistik (1977: 423). Kemudian, ciri berikutnya adalah ciri verifiabilitas. Artinya, pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diteliti atau diselidiki kembali, atau diuji ulag oleh setiap orang lain dari masyarakat ilmuwan. Jika ciri objektivitas menekankan diri pada sifat ilmu sebagai interpersonal knowledge (pengetahuan antar perseorangan), maka ciri komunalitas sebagai ciri pokok terakhir menitik-beratkan ilmu sebagai pengetahuan yang menjadi milik umum. “Science is public knowledge”, pengetahuan kata yang Ziman telah (1974:8). diteliti Jadi, dan ilmu bukan diterbitkan, sekedar melainkan 36 pengetahuan yang telah diuji, ditelaah ulang, dan atau diverifikasi secara objektif masyarakat, oleh para menjadi ilmuwan, kesepakatan dan akhirnya pendapat diterima rasional bagi masyarakat umum. Demikian gambaran ringkas berkenaan dengan struktur ilmu pengetahuan, yang jika dibuat dalam bentuk bagan yang sistematis dapat terjabarkan seperti berikut. 1. Ide Abstrak 2. Benda Fisik 3. Jasad Hidup 1. Objek Material 4. Gejala Rohani 5. Peristiwa Sosial 6. Proses Tanda a. Objek Sebenarnya 2. Objek Formal Pusat Perhatian 1. Deskripsi 2. Preskripsi b. Bentuk Pernyataan 3. Eksposisi Pola 4. Rekonstruksi Historis PENGETAHUAN ILMIAH 1.Asas Ilmiah c. Ragam Proposisi 2. Kaidah Ilmiah 3. Teori Ilmiah 1. Sistematisasi 2.Kemumuman/Generality d. Ciri Pokok 3. Rasionalitas 4. Objektivitas 5. Verifiabilitas 6. Komunalitas 37 BAB III ANATOMI KARYA ILMIAH A. Pengantar Seperti telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa karya tulis ilmiah akademik terdiri atas dua kategori, yaitu karya untuk keperluan tugas akhir studi pada perguruan tinggi, dan karya untuk memenuhi tugas-tugas profesi akademik. Karya ilmiah akademik untuk tugas akhir studi terdiri atas skripsi, tesis dan disertasi, sedangkan karya ilmiah akademik untuk tugas profesi akademik terdiri atas paper ilmiah seperti artikel jurnal dan makalah serta laporan penelitian. Pada dasarnya, skripsi, tesis, dan disertasi adalah karya yang harus dikerjakan mahasiswa sebagai syarat menyelesaikan studi pada pendidikan akademik, yaitu pendidikan yang diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada sekolah tinggi, institut, dan universitas. Tujuannya menyiapkan mahasiswa memiliki kemampuan akdemik dalam menerapkan, mengembangkan, dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni, serta menyebarluaskan dan mengupayakan penggunaannya. Seperti telah diterangkan di depan bahwa skripsi, tesis, dan disertasi terkait dengan jenjang pendidikan yang masing-masing memiliki kualifikasi tersendiri. Skripsi, adalah karya tulis yang diwajibkan bagi mahasiswa program sarjana yang memiliki kualifikasi lulusan sebagai berikut: c. menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketrampilan dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, 38 menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya; d. mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama; e. mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni yang merupakan keahliannya. Adapun tesis adalah karya tulis yang diwajibkan bagi mahasiswa program magister yang memiliki kualifikasi lulusan sebagai berikut: 1. mampu mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dengan cara menguasai dan memahami, pendekatan, metode, kaidah ilmiah disertai ketrampilan bidang keahliannya penerapannya; 2. mampu memecahkan permasalahan di melalui kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan kaidah ilmiah; 3. mampu mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan dengan ketajaman analisis permasalahan, keserbacakupan tinjauan, kepaduan pemecahan masalah atau profesi yang serupa; Terakhir, disertasi adalah karya tulis yang diwajibkan bagi mahasiswa program doktor yang memiliki kualifikasi lulusan sebagai berikut: 1. mampu mengembangkan konsep ilmu, teknologi, dan/atau seni baru di dalam bidang keahliannya melalui penelitian; 39 2. mampu mengelola, memimpin, dan pengembangkan program penelitian; 3. mampu pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang keahliannya. Penjelasan di atas kiranya dapat digunakan untuk membedakan kualifikasi skripsi, tesis dan disertasi. Artinya, kualifikasi kandungan skripsi, tesis dan disertasi disesuaikan dengan tuntutan kualifikasi lulusan. Biasanya, skripsi, tesis dan disertasi adalah karya tulis yang dihasilkan dari suatu penelitian, oleh karena itu, ketiganya pada dasarnya adalah laporan penelitian dengan kualifikasi kandungan yang berbeda. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan umum yang berlaku bagi penulisan skripsi, tesis, dan disertasi juga berlaku bagi penulisan laporan penelitian. Atau, berlaku juga bagi karya tulis akademik yang merupakan hasil manifestasi pelaksanaan tugas profesi akademik. Meskipun dibedakan dalam wujud yang bermacam-macam, pada hakikatnya karya tulis ilmiah akademik, baik paper ilmiah (artikel jurnal dan makalah), laporan penelitian, skripsi, tesis dan disertasi memiliki ciri umum dalam struktur anatominya. Oleh karena itu, dalam beberapa hal ada ketentuan-ketentuan yang sifatnya khusus bagi tiap wujud karya ilmiah akademik, namun ada pula ketentuan-ketentuan yang berlaku umum untuk semua. Artinya, ada ketentuan khusus bagi paper ilmiah yang tidak diberlakukan bagi skripsi, tesis, dan disertasi. Namun ada pula ketentuan-ketentuan yang dikenakan bagi paper ilmiah, laporan penelitian, skripsi, tesis dan disertasi. Untuk memulai berikut ini 40 akan dipaparkan berbagai seluk beluk penulisan yang berkait dengan paper ilmiah (artikel jurnal dan makalah). B. Paper Ilmiah Paper ilmiah merupakan karya tulis yang bayak diterima bahkan diharap dan ditunggu-tunggu oleh komunitas ilmiah. Umumnya, paper jenis ini merupakan laporan hasil penelitian yang ditulis dan dipublikasikan baik dalam seminar ilmiah maupun dalam jurnal ilmiah. Namun, tidak jarang pula paper jenis ini merupakan hasil perenungan atau pemikiran mendalam dalam upaya pengembangan suatu bidang ilmu tertentu. Isinya harus orisinil. Jika merupakan temuan hasil penelitian mestinya menyajikan suatu penemuan yang benar-benar baru, atau penyempurnaan dari temuan-temuan yang telah lebih dulu ditemukan oleh pihak lain. Jika merupakan hasil pemikiran atau perenungan yang mendalam harus pula merupakan pemikiran yang menawarkan gagasan atau konsep-konsep baru. Paper ilmiah bukan laporan biasa seperti dibuat oleh siswa Madarasah baik Tsanawiyah maupun Aliyah, siswa SMP, SMU dan SMK, yang biasanya hanya merupakan pemaparan ulang informasiinformasi yang telah dipublikasikan di dalam beberapa referensi. Paper ilmiah tidak selalu harus menyajikan koleksi data-data, melainkan diutamakan atau dituntut untuk menyajikan analisis dan interpretasi intelektual atas data-data tersebut. Paper ilmiah juga tidak diseyogyakan menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat yang berisi analogi dan metaphor. Paper ilmiah mengutamakan penyajiannya atas fakta-fakta yang dipaparkan secara singkat dan 41 jelas. Dan, paper ilmiah dikatakan baik bila di dalamnya terkandung informasi sebanyak-banyaknya, dan diungkapkan dengan kalimat dan kata yang sedikit-dikitnya. Hal terpenting yang harus diperhatikan oleh seorang penulis adalah, karya tulis ilmiah akademik dirancang bukan untuk tujuan hiburan atau entertaintment, melainkan untuk mengkomunikasikan penemuan ilmiah yang baru. Oleh karena itu, penulisan paper ilmiah harus sejelas dan sependek mungkin. Secara singkat, paper ilmiah yang terdiri dari artikel untuk jurnal dan makalah dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Merupakan publikasi pertama dari hasil penelitian atau hasil perenungan pemikiran ilmiah yang orisinil. 2. Disajikan dalam bentuk pemaparan yang memungkinkan pembaca melakukan pengecekan kesimpulan atau melakukan pengulangan eksperimen. 3. Dimuat di dalam jurnal ilmiah atau sumber dokumen lain yang tersedia dalam komunitas ilmuwan, atau dipresentasikan dalam suatu forum ilmiah di kalangan komunitas iomuwan sejenis. Ide-ide yang diajukan di dalam paper ilmiah harus disampaikan secara jelas dan logis. Perpindahan dari satu ide ke ide lain harus mengalir lancar. Proses pengembangan ide seperti itu diperlukan agar menarik pembaca untuk tetap setia membaca sampai titik terakhir dari paper itu. Bahkan harus diupayakan agar pembaca tidak hanya setia membaca sampai selesai, tetapi terinspirasi untuk mengaplikasikan atau menerapkan ide-ide yang diinformasikan dalam paper itu. Terutama untuk kegiatan penelitian 42 yang lain, pengajaran, atau praktek-praktek tertentu yang terkait dengan bidang ilmunya. Motivasi penulisan, pemikiran, dan perancangan penelitian serta pelaksanaan penelitian yang ditulis di dalam paper harus dilaporkan secara lengkap. Perlunya agar dapat mempengaruhi pembaca untuk menerima atau menolak hasil penelitian atau pemikiran yang dipaparkan dalam tulisan. Jika hasil penelitian dan pemikiran itu dapat bertahan dari segala macam kritik, maka ia diterima sebagai bagian dari tubuh ilmu pengetahuan sampai diperoleh atau sampai muncul penemuan baru yang lain, yang mampu menyangkal hasil penelitian dan pemikiran ilmiah itu. Anatomi paper ilmiah seklurang-kurangnya memuat: 1. Judul 2. Baris Kepemilikan 3. Abstrak 4. Pendahuluan 5. Pemaparan dan Diskusi 6. Kesimpulan 7. Daftar Pustaka Pada kenyataannya, hampir setiap jurnal ilmiah selalu menyertakan petunjuk penulisan kepada para penyumbang tulisan. Di sisi lain, tidak pernah ada penyelenggara seminar mengeluarkan petunjuk atau ketentuan-ketentuan penulisan bagi para pemakalah yang hendak dihadirkan. Untuk artikel pada jurnal ilmiah, semua petunjuk itu harus benar-benar diikuti, jika tulisan seseorang benarbenar ingin dimuat di jurnal itu. Oleh karena itu, sebelum menulis paper ilmiah untuk artikel jurnal seorang penulis harus mempelajari 43 lebih dulu ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh penyuting jurnal itu. Perlu disadari bahwa segala bentuk penyimpangan hanya akan membuka dan memperbesar peluang untuk ditolaknya artikel yang diajukan itu. Namun, tidak kalah pentingnya juga perlu diperhatikan beberapa hal seperti berikut. 1. Pembuatan Judul Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan volume informasi yang dapat dikatakan meluap setiap hari, pembuatan judul harus benar-benar diperhitungkan oleh setiap penulis paper ilmiah. Sebab, judul adalah satu-satunya bagian tulisan yang paling banyak dibaca orang. Oleh karena itu, judul harus menarik perhatian pembaca yang semula hanya membaca sepintas saja. Oleh karena itu, perlu diusahakan agar judul dapat memikat orang yang sedang mencari informasi berkeinginan untuk terus mencari tahu lebih dalam dengan menelaah keseluruhan isi artikel. Judul yang tidak jelas, yang terlalu umum, kurang informative, tidak memikat dan bisu akan menyebabkan tulisan diremehkan oleh pembaca. Jadi, judul adalah bagian yang sangat penting dari paper ilmiah. Secara langsung, judul ikut menentukan jumlah pembaca. Sebab, judul mengungkapkan abstraksi tertinggi paper ilmiah, dan juga merupakan wadah isi atau esensi dari paper ilmiah. Jadi, dengan judul yang baik, pembaca sudah dapat menangkap isi atau esensi dari paper yang disajikan. Oleh karena itu, judul harus dipersiapkan dengan sangat teliti. Usahakan agar sekali baca judul, 44 pembaca langsung dapat menangkap maknanya, tanpa perlu membaca hingga dua kali. Menurut Day (1993) dan juga Rifai (2005), judul yang baik adalah judul yang sedikit menggunakan kata-kata, tetapi cukup menjelaskan isi paper. Namun, judul juga diseyogyakan tidak terlalu pendek, sehigga menyebabkan pembaca bingung karena kurang lengkapnya informasi. Sebaliknya, judul yang terlalu panjang juga akan membuat pembaca tambah bingung. Dulu, judul-judul panjang memang sering digunakan, tetapi ketika itu ilmu pengetahuan belum terspesialisasi seperti sekarang. Karena sekarang ilmu pengetahuan telah terspesialisasi, maka penulis harus menghindari judul-judul yang bersifat umum, karena spesialisasi dan fokusnya tidak akan kelihatan. Rifai memberi patokan agar judul tidak lebih dari 12 patah kata, atau paling banyak terdiri dari 90 ketuk mesin ketik. Menurutnya, ini harus mutlak dipatuhi. Bahkan, dalam tulisan berbahasa Inggris, jumlah maksimum yang diperkenankan adalah 10 kata, sedangkan untuk naskah berbahasa Jerman malah dibatasi hanya 8 kata. Oleh karena itu, dalam menyusun judul harus dipilih kata yang padat makna, kata kunci yang khas, dan sejauh mungkin mampu mencirika seluruh isi tulisan. Dalam menyusun judul harus benar0benar dihindari penggunaan kata-kata klise seperti, penelitian pendahuluan, studi perbandingan, penelaahan terhadap, pengaruh pemberian, dan pengamatan awal. Pemakaian kata kerja sedapat mungkin harus dihindari, sebab kata kerja pada awal judul tidak lazim digunakan dalam karya tulis ilmiah akademik. Judul juga tidak boleh menggunakan singkatan atau akronim. Untuk mudahnya, agar judul 45 benar-benar dapat mewakili isi atau esensi tulisan, maka gunakan objek material dan objek formal sebagai pertimbangan untuk membuat judul. 2. Baris Kepemilikan Umumnya, baris kepemilikan terdiri atas dua unsur, yaitu (1) nama atau nama-nama penulis, dan (2) nama atau nama-nama lembaga yang menaungi kegiatan penulisan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis atau para penulis. Kalau perlu juga dicantumkan alamat lengkap yang dapat dicapai pos atau alamat email dan nomor facsimile untuk keperluan surat menyurat. Untuk unsur pertama, catumkan hanya nama(-nama) orang yang secara nyata dan langsung terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, analisis, sistesis, dan penulisan hasil penelitian yang dilaporkan. Jadi, yang dimasukkan hanya nama(-nama) orang yang berhak mendapat kredit kepengarangan atas tulisan itu. Sebab, pencantuman nama seseorang secara moral memiliki konskwensi tersendiri. Konskwensinya, setiap orang yang tercantum sebagai pengarang memiliki kewajiban moral untuk bias menjawab segala sesuatu dan keseluruhan isi yang tertuang dalam naskah. Oleh karena itu, pencantuman nama orang yang secara tidak langsung terlibat dalam penelitian (sering kali pimpinan lembaga atau proyek) tidak memenuhi norma dank ode etik ilmiah yang berlaku. Begitu pula, tidak dibenarkan untuk menyebutkan hanya seorang pengarang disertai penunjuk et al., cs. atau dkk. Perlu pula diketahui bahwa baris kepemilikan dapat pula diberikan kepada suatu lembaga, atau tidak kepada siapa-siapa (anonim). 46 Penyebutan nama dan alamat lembaga(-lembaga) dalam baris kepemilikan menandakan penelitian tersebut dilakukan atas inisiatif lembaga, dan bukan perorangan di lembaga tersebut. Kalau pengarang pindah lembaga waktu tulisan diterbitkan, jangan berikan kredit kepengarangan kepada lembaga yang baru untuk penelitian yang dikerjakan sebelumnya. Kalau perlu, untuk melancarkan suratmenyurat, cantumkan alamat lembaga yang baru dalam kurung atau pada catatan kaki. Jika suatu karya ditulis oleh beberapa orang yang bekerja pada lembaga berbeda, pencantuman nama pengarang dan lembaga yang menaungi pengarang harus jelas, tepat, dan tidak meragukan. Nama pengarang dan lembaga mestinya ditulis secara mantap sesuai dengan kebiasaan resmi. Khusus untuk nama pengarang, perlu ditekankan agar memakai hanya satu bentuk cara penulisan dan ejaan. Perlunya adalah untuk menghindari kesimpangsiuran penyusunan penulisan indeks dan bibliografi. Bagian terakhir nama jangan disingkat, sebab pengindeksan nama pengarang umumnya dilakukan dengan mengambil nama bagian terakhir. Terakhir, di dalam penulisan nama biasakan agar tidak menyertakan pangkat, jabatan, kedudukan, dan gelar akademik. Ini perlu, karena di dalam tradisi penulisan ilmiah ada prinsip untuk tidak berpamer diri. Tulisan ilmiah ditakar bukan berdasarkan pada pekerjaan, pangkat, kedudukan, jabatan atau gelar penulisnya, tetapi berdasarkan kadar orisinalitas sumbangan keilmuannya. 47 3. Abstrak Tujuan abstrak adalah menyediakan informasi yang cukup agar pembaca dapat mengambil keputusan, apakah dia perlu membaca keseluruhan isi paper atau tidak. Oleh karena itu, abstrak adalah ringkasan paper ilmiah, mengandung informasi lengkap, komprehensif, dan jelas mengenai isi tulisan. Abstrak berisi seluruh informasi yang diperlukan untuk membantu pembaca dalam menyimpulkan isi dari seluruh hasil kegiatan penelitian. Dengan demikian, abstrak membantu pembaca dengan menerangkan secara ringkas (1) objek penelitian/tulisan, (2) tujuan penelitian/penulisan, (3) metode/pelaksanaan penelitian, (4) hasil-hasil yang diperoleh, dan (5) signifikansi/nilai manfaat dari penelitian/tulisan tersebut. Di samping itu, abstrak harus ditulis dengan teliti, dengan kata-kata yang sesedikit-sedikitnya, agar dapat memberikan efek yang berarti bagi pembaca. Selain memperhatikan judul, umumnya para pembaca paper ilmiah, baik dalam bentuk artikel jurnal maupun makalah, selalu juga membaca abstrak. Mereka akan membaca secara utuh paper-paper yang menarik dan penting bagi mereka, sementara yang mereka anggap kurang menarik akan diabaikan. Oleh karena itu, penulisan abstrak diupayakan agar pembaca mendapatkan informasi mengenai seluruh isi tulisan. Umumnya, abstrak untuk paper disajikan dalam satu paragraph dengan menggunakan tidak lebih dari 200 kata. Namun, abstrak untuk skripsi, tesis, disertasi dan/atau laporan penelitian tidak ada batasan yang mengikat. Ada pembimbing yang secara ketat meminta penulisan abstrak tidak lebih dari satu halaman. Namun 48 ada pula yang cukup memberi kelonggaran lebih dari satu halaman. Pada dasarnya, abstrak untuk skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian dapat dibuat seperti berikut. 1. Objek penelitian terdiri dari satu paragraph. 2. Tujuan penelitian dan metode/pelaksanaan penelitian masingmasing satu paragraf, atau digabung menjadi satu menjadi satu paragraph. 3. Hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian terdiri dari satu paragraph atau lebih. 4. Signifikansi/nilai manfaat penelitian sepanjang satu paragraf. Agar dapat memberikan informasi secara padat, maka dianjurkan untuk tidak mengulang kata-kata yang dipakai dalam judul. Tabel dan grafik tidak dibenarkan dicantumkan di dalam abstrak. Begitu pula dengan singkatan-singkatan yang cepat dikenal, ataupun pengacuan pada pustaka. Abstrak pada umumnya dibaca lebih sering dari pada papernya sendiri. Dari ribuan paper yang dipublikasikan baik di jurnal maupun dalam seminar ilmiah, umumnya pembaca yang juga peneliti tidak memilikicukup waktu untuk membaca seluruh isi paper. Sekalipun papar itu berkaitan dengan penelitian yang hendak mereka lakukan. Oleh karena itu, biasanya mereka memilih membaca paper-paper yang berkaitan langsung dengan penelitian yang sedang mereka kerjakan. Lebih khusus lagi, biasanya pembaca memilih membaca paper-paper yang diulis oleh orang-orang yang terkenal. Pilihan semacam ini relative dapat dipahami, masuk akal, karena ada keyakinan mempublikasikan bahwa orang-orang penelitian-penelitian bermutu terkenal yang selalu biasanya 49 mengimbas pada lahirnya bermacam-macam masalah penelitian baru. Walaupun abstrak dalam suatu paper muncul paling awal4, umumnya abstrak ditulis paling akhir oleh penulisnya. Setelah bagian batang tubuh paper telah lengkap selesai ditulis. Abstrak harus merupakan ringkasan yang jelas tentang masalah, pemecahan dan kesimpulan yang dicapai. Abstrak juga harusmemberikan informasi yang memadai bagi pembaca. 5. Pendahuluan Bagian pendahuluan adalah pintu penting ketiga, setelah judul dan abstrak, yang diorganisasikan untuk berpindah dari informasi yang bersifat umum ke informasi spesifik. Hal yang amat perlu diingat adalah, jangan melangkah terlalu jauh ketika menulis pendahuluan. Oleh karena itu, dalam menulis pendahuluan, penulis harus membatasi diri pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan studi, kajian, atau penelitian yang sedang dilaksanakan, dan kontribusi khas yang dihasilkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pendahuluan mirip dengan undangan yang ditujukan kepada pembaca agar merelakan waktu sebagai investasi untuk membaca paper yang ditawarkan oleh penulis. Memang seringkali tidak mudah di dalam menulis pendahuluan. Oleh karena itu, sebagai jembatan perlu diperhatikan saran-saran berikut ini. 1. Cari antara 5-15 paper yang dapat digunakan sebagai latar belakang dari penelitian yang hendak dilakukan. 4 Setelah judul dan baris kepemilikan. 50 2. Lakukan review terhadap masing-masing paper tersebut. 3. Cari orang yang mengerjakan bidang yang sama untuk memberikan kritik terhadap paper yang anda tulis. Mereka bias teman dalam studi, dosen pembimbing, senior, atau rekan dari lembaga lain. Hal yang paling penting dalam penulisan pendahuluan adalah urutan material, sehingga masalah ini perlu sekali dipikirkan sebaikbaiknya. Pada dasarnya, pendahuluan mendefinisikan objek dari laporan yang ditulis dalam paper. Di samping itu pendahuluan juga mesti mendifinisikan tujun ilmiah dari penelitian, pemikiran atau penulisan yang dilakukan. Oleh karena itu, pendahuluan mesti memberikan latar belakang yang cukup bagi pembaca untuk memahami bagian-bagian selanjutnya dari paper itu. Pendahuluan yang baik sekurang-kurangnya dapat memberikan penjelasan mengenai beberapa pertanyaan seperti berikut: 1. Mengapa sebuah penelitian, pemikiran, atau penulisan perlu dilakukan. Jawaban dari pertanyaan itu tentu dapat diambil dari pengematan alamiah, atau juga dari berbagai referensi bacaan dari berbagai pengamatan sumber. alamiah melatarbelakangi, Dengan dan penulis juga dapat memaparkan berbagai bukti-bukti referensi mengemukakan yang bahwa ditemukan suatu persoalan yang sengat bernilai dan penting untuk dipecahkan, sehingga penelitian itu sangat perlu untuk dilakukan. 51 2. Sampai di mana pemahaman para ahli di bidang yang sedang ditulis itu. Jawaban bagi pertanyaan ini dapat dilakukan dengan mereview beberapa literatur, terutama literatur-literatur terbaru. 3. Apa masalah yang masih muncul hingga pemahaman yang ada saat ini. Untuk menjawab pertanyaan ini hanya dapat diketahui dari mempelajari paper-paper terbaru. Dari sana akan diketahui adanya masalah yang belum terjawab. Sebab, memang tidak pernah ada tulisan ilmiah yang benar-benar lengkap. Semua tulisa ilmiah selalu meninggalkan pertanyaan-pertayaan baru yang dapat menjadi persoalan penelitian baru. Kadang-kadang permasalahan yang masih tertinggal itu tidak disadari oelh penulis. Tetapi, ada juga penulis-penulis yang rendah hati menyatakan secara langsug kekurangan-kekurangan hasil penelitian mereka, dan mengatakan belum sanggup memecahkan beberapa persoalan hingga paper mereka tulis. Masalahnya, tidak semua penulis menyatakan secara eksplisit hal-hal yang masih menjadi sisa persoalan karena belum terjawab. Oleh karena itu, seringnya membaca artikel ilmiah merupakan wahana untuk mengasah feeling untuk segera menangkap persoalan yang belum terselesaikan atau belum terjawab ketika membaca paper ilmiah. 4. Apa proposisi ilmiah (penting) atau hipotesis yang memotivasi dilakukannya penelitian. Hal ini sangat penting, karena akan menjelaskan tujuan spesifik dari studi yang dilaporkan dalam paper yang anda tulis. Dalam bagian ini, anda sebagai penulis sekaligus peneliti mendapatkan kesempatan untuk mengatakan bahwa karya anda adalah penyempurnaan yang bermanfaat dari paper-paper tertentu yang di atas telah anda review. Biasanya, 52 jika tulisan ilmiah tidak menampilkan proposisi ilmiah atau hipotesis, sering dikatakan oleh para ahli sebagai tulisan tanpa motivasi. 5. Apa agenda yang hedak ditulis dalam paper. Bagian ini umumya ditulis di bagian akhir suiatu pendahuluan. Agenda meringkas apa yang hendak disampaikan penulis kepada pembaca. Dalam agenda, penulis harus menyebutkan alur bagaimana paper ditulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Jika perlu, penulis dapat mengungkapkan kesimpulan sederhana pada bagian ini. Namun, ada juga yang tidak menyebutkan kesimpulan sederhana di bagian ini. Artinya, penyebutannya di bagian ini bukan suatu keharusan. Biasanya, paper ilmiah yang baik selalu mengandung sejumlah pernyataan luas, dari (1) asumsi-asumsi klasik, (2) pengetahuan yang telah dipahami masyarakat secara umum, dan (3) spekulasispekulasi dugaan yang lengkap. Beberapa hal yang perlu diketahui oleh setiap penulis adalah kesalahan-kesalah yang tidak perlu terjadi. Berikut ini dipaparkan beberapa cara penulisan yang dirasakan tidak efektif, sehingga perlu sekali untuk dihindari ditulis di bagian pembuka suatu pendahuluan. 1. Membuat pernyataan yang sudah umum diketahui orang, atau pernyataan yang bersifat common sense. Hal ini perlu dihindari karena paper atau artikel ilmiah mestinya berisi sesuatu yang pantas dipublikasikan (newsworthy), dan penting di mata para pakar, peneliti dan bukan khalayak umum. Apa gunanya mempublikasikan sesuatu yang sudah jelas-jelas diketahui umum? 53 2. Membuat cerita atau kisah yang menceritakan asal-muasal objek penelitian atau bagian dari objek. Misalnya; “Penelitian tentang pathet telah dimulai semenjak para sarja Barat datang ke Indonesia, dan mempelajari musik gamelan, jauh sebelum bangsa Indonesia memproklamirkan dirinya merdeka. Tradisi penelitian itu terus berkembang, kemudian setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, dibukalah sekolah-sekolah kesenian tradisional yang dimaksud untuk memperkokoh eksistensi kebudayaan Indonesia di mata dunia. Dalam konteks mendewasakan sekolah-sekolah itu, seorang peneliti pribumi yang belajar di Durham University melahirkan sebuah teori pathet baru”. Uraian seperti itu tidak menarik dan tidak ada gunanya. Jika uraian itu dianggap penting, maka penempatannya tidak di bagian pendahuluan, melainkan di bagian review artikel atau tulisan-tulisan terdahulu. 3. Membuat Definisi. Definisi memang diperlukan, agar pembaca di dalam memahami isi karya tidak nglambrang ke mana-mana, tetapi diikat oleh satu kesatuan pengertian yang sama dengan yang dimaksudkan oleh penulis. Tetapi, penempatan yang baik tidak pada bagian pendahuluan atau di bagian pembukaan. Banyak penulis kenamaan yang menyarankan agar diselipkan di tengah, terutama di bagian ‘kerangka teori’ atau pada sub-bagian lain setelah bagian pembukadari suatu pendahuluan. 4. Merujuk pada dokumen penting, pernyataan pejabat atau membuat pernyataan yang terlalu spesifik (khusus). Hal ini perlu dihindari karena jika dipaksakan, tulisan itu akan terasa parochial, dan cakupannya tampak terlalu terbatas. Biasanya, pembaca artikel ilmiah, para intelektual cenderung mencari paper 54 ilmiah yang memiliki scope pemahaman yang tidak terbatas, dalam suatu objek yang amat sangat terbatas. Oleh karena itu, merujuk dokumen penting, pernyataan pejabat atau membuat pernyataan yang terlalu spesifik (khusus) dapat menjadi tidak relevan dalam penulisan karya ilmiah. Pernyataan semikian tentu bukan tidak boleh dimasukkan di dalam paper ilmiah, tetapi tempatnya lebih cocok jika dimasukkan dalam ‘analisis’ atau ‘diskusi’, ketika penulis memaparkan suatu hal yang memang benar-benar bersifat khusus. Hal yang perlu diingat bagi setiapa penulis paper ilmiah adalah pernyataan pertama paper ilmiah sebaiknya berupa pernyataan yang berlaku umum, atau berupa generalisasi. Hal ini perlu dibedakan dengan pengertian pada point pertama di atas, yang menganjurkan untuk tidak membuat pernyataan yang sudah umum diketahui orang, atau pernyataan yang bersifat common sense. 6. Pemaparan Dalam paper ilmiah bagian pemaparan adalah bagian yang merupakan tempat seorang penulis atau peneliti paling bebas menyatakan ekspresi. Namun, meski bebas, ada saran yang perlu diperhatikan, yaitu agar setiap pemaparan (1) jangan berpanjang lebar melakukan pembahasan, (2) melakukan pembahasan dengan argumentasi logis, menggunakan logika, (3) pendapat yang telah direview di bagian pendahuluan tidak diulang lagi, tetapi cukup diacu seperlunya. Pemaparan adalah bagian yang digunakan untuk menyajikan data-data atau hasil penelitian. Bagian ini merupakan inti karya 55 karena di bagian inilah data dan informasi penting yang ditemukan peneliti dipaparkan. Bagian inilah yang nanti akan berguna sebagai pijakan atau dasar bagi penulis untuk membuat kesimpulan dan penyusunan teori baru. Oleh karena itu, bagian pemaparan harus menggunakan sistem. Penggunaan sistem bergantung kepada luasnya ruang lingkup dan kedalaman penelitian, menggunakan anak-anak bab sesuai keperluan. Sistem adalah sesuatu yang kompleks dan utuh, yaitu satu set berbagai hal yang bekerja bersama, sebagai atau oleh sebab mekanisme atau jaringan yang saling berhubungan. Agar dapat memaparkan sesuatu dengan menggunakan sistem, penulis atau peneliti harus dapat membuat definisi dan klasifikasi. Kemampuan mengenai dua hal itu adalah kemampuan paling mendasar yang harus dikuasai oleh setiap penulis dan peneliti. Jadi, penulis dan peneliti tidak akan dapat menyajikan pemaparan yag bersistem manakala dia tidak dapat membuat definisi dan klasifikasi. a. Definisi Membuat Definisi adalah pengetahuan atau ketrampilan dasar yang diperlukan seorang baik dalam dunia kehidupan ilmiah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang memasuki diskusi tentang sesuatu hal, tentang objek tertentu, definisi atas objek dan sesuatu itu selalu diperlukan. Dalam kehidupan seharihari, tidak jarang seorang ibu diminta anaknya untuk menjelaskan pengertian sebuah kata yang digunakannya. Penjelasan itu diperlukan anak, agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemahaman sebuah kata dalam penggunaannya. 56 Definisi adalah keterangan yang memuat uraian atau penjelasan tentang makna suatu kata, istilah atau ungkapan. Membuat definisi adalah menyebut sekelompok karakteristik suatu kata, istilah atau ungkapan sehingga dapat diketahui pengertiannya dan dapat dibedakan dengan kata, istilah atau ungkapan lain yang menunjuk objek yang lain pula. Lantas, apakah yang dimaksud karakteristik suatu kata, istilah atau ungkapan itu? Karakteristik adalah jenis dan sifat pembeda. Jadi, mendefinisikan kata, istilah atau ungkapan adalah menganalisis denotasi kata, istilah atau ungkapan dengan menyebut jenis dan sifat pembeda yang dikandung oleh kata, istilah atau ungkapan itu. Mengapa jenis harus disebut, tidak lain untuk mendekatkan dan mengenalkan cakupan ‘sesuatu’ yang diwakili oleh kata, istilah atau ungkapan itu, termasuk ke dalam kelompok atau jenis apa ‘sesuatu’ yang diwakili oleh kata, istilah atau ungkapan itu. Sifat pembeda juga perlu disebut, karena untuk menunjuk ketepatan wujud ‘sesuatu’ yang diwakili kata, istilah atau ungkapan itu. Sebab, setelah diketahui jenis atau kelompok ‘sesuatu’ yang diwakili dengan kata, istilah atau ungkapan itu, dengan disebut sifat pembedanya, maka ‘sesuatu’ yang dimaksudkan di balik kata, istilah atau ungkapan itu menjadi jelas cakupan maknanya. Kelompok atau jenis yang dipilih mestinya harus jenis yang terdekat, sehingga dengan menghadirkan sifat pembedanya, pemahaman atau pengertian kata, istilah atau ungkapan itu langsung dapat diketahui. Jenis yang terdekat biasanya adalah nama umum yang langsung mencakup ‘sesuatu’ yang didefinisikan. Jadi, jika kita hendak mendifinisikan ‘kursi’ kita harus memulai dengan 57 penjelasan ‘tempat duduk’, setelah itu disusul dengan penjelasan yang lebih lengkap yang menunjuk pada sifat pembeda dari berbagai macam tempat duduk. Jika kita hendak mendefinisikan ‘perkutut’ kita harus memulainya dengan penjelasan awal ‘burung’ kemudian disusul dengan penjelasan yang berupa sifat pembeda dari berbagai macam burung. Agar pembuatan definisi dapat lebih efektif, berikut adalah halhal elementer yang perlu diketahui, yaitu: 1. Deifinisi tidak boleh menggunakan kata yang didefinisikan. Definisi seperti ini disebut tautologi atau circular definition, atau definisi mulêk. Berikut adalah contoh-contoh definisi mulêk; (a) Keadilan adalah putusan hakim bagi para pemohon keadilan. (b) Wajib adalah perbuatan yang harus (wajib) dikerjakan oleh setiap orang. (3) Merdeka adalah dalam keadaan bebas (merdeka). 2. Definisi tidak boleh lebih luas atau lebih sempit dari konotasi kata, istilah, atau ungkapan yang didefinisikan. Definisi yang terlalu luas misalnya adalah; (a) Merpati adalah burung yang dapat terbang cepat [Padahal, banyak sekali burung lain yang bukan merpati yang dapat terbang cepat], (b) Pidato adalah cara untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kata-kata [Padahal, banyak cara untuk mempengaruhi orang lain dengan kata-kata tetapi bukan pidato, misalnya iklan], (c) Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai peraturan-peraturan [Padahal, banyak sekali organisasi masyarakat yag mempunyai peraturan-peraturan tetapi bukan Negara], sedangkan definisi yang terlalu sempit misalnya adalah; (a) Kursi adalah tempat duduk yag dibuat dari kayu, bersandaran dan berkaki [Padahal, banyak 58 juga kursi yang tidak terbuat dari kayu], (b) Jujur adalah sikap mau mengakui kesalahan sendiri [Padahal, mau mengakui kelebihan kawan atau lawan juga dapat disebut jujur], (c) Kekayaan adalah hasil pertanian yang dapat disimpan [Padahal, banyak sekali selain hasil pertanian yang dapat disebut kekayaan]. 3. Definisi tidak boleh menggunakan bentuk negarif. Contohnya adalah seperti berikut; (a) Benar adalah sesuatu yang tidak salah, (b) Indah adalah sesuatu yang tidak jelek, (c) Miskin adalah keadaan tidak kaya, (d) Syair adalah bentuk sastra lirik bukan pantun, (e) Manusia adalah binatang bukan kambing, dan (f) Ilmu ekonomi adalah ilmu sosial bukan ilmu politik. Namun, ada suatu keadaan yang tidak mungkin dihindari bentuk negatif, maka definisi dengan bentuk negatif diperbolehkan. Contohnya adalah; (a) Orang buta adalah orang yang indera penglihatannya tidak berfungsi, (b) Orang buntung adalah orang yang anggota tubuhnya tidak lengkap, (c) Orang miskin adalah orang yang penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Namun, selama masih dapat diupayakan, pembuatan definisi dengan menggunakan bentuk negatif amat sangat dianjurkan untuk dihindari. 4. Definisi tidak boleh menggunakan penjelasan yang membuat bingung atau tidak jelas. Biasanya, definisi seperti ini adalah definisi yang keterangannya menggunakan kalimat-kalimat yang bersifat plastis. Biasanya pula, kalimat plastis tidak sesuai dengan denotasi dan konotasi yang sesungguhnya. Pendek kata, menggunakan penjelasan yang tidak mudah dimengerti oleh 59 masyarakat umum. Contoh dari definisi yang tidak jelas dan membingungkan adalah; (a) Sejarah adalah samudra pengalaman dengan gelombang yang tak putus-putusnya, (b) Sedekah adalah kunci pembuka pintu surga, dan (c) Kehidupan adalah manis anggur yang penuh makna. b. Klasifikasi Klasifikasi adalah pengelompokan sesuatu yang sama dan pemisahan sesuatu yang berbeda dari spesia atau jenisnya. Adapun spesia atau jenis kurang lebih adalah suatu kelompok benda, peristiwa, dan/atau fenomena yang terdiri dari individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang mirip satu sama lain, dan pada saat yang sama juga memiliki sifat-sifat pembeda yang disebut kelas. Berdasarkan sifat-sifat mirip dan sifat pembeda yang dimiliki itu dapat disusun suatu bentuk taksonomi, yaitu klasifikasi. Klasifikasi dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu, (1) pembagian dan (2) penggolongan. Klasifikasi menurut pembagian adalah pembuatan kategori dengan cara memisah-misahkan suatu jenis berdasarkan denotasi atau cakupannya. Jadi, kalsifikasi menurut pembagian pada hakikatnya adalah analisis berdasarkan denotasi suatu jenis. Jadi pembagian merupakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai suatu jenis terhadap kelasnya. Agar didapat kelas yang benar, maka dalam pembagian perlu diperhatikan patokan sebagai berikut. 1. Pembagian harus berdasar sifat persamaan yang ada pada suatu jenis secara menyeluruh. Kelasnya merupakan perubahan tertentu dari sifat persamaannya. Misalnya bidang datar, dapat 60 dibagi berdasarkan perubahan tertentu dari sifat jenisnya, yaitu jumlah sisi yang membentuknya, sehingga di antara berbagai bidang datar itu akan dapat diperoleh kelas segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi lebih dari enam, (tiga sisi), (empat sisi), (lima sisi), dan (enam sisi). Jika bidang datar dibagi menjadi misalnya ke dalam bentuk-bentuk seperti belah ketupat, bujur sangkar, dan jajaran genjang, berarti pembagian itu tidak didasarkan pada sifat yang ada pada jenis secara menyeluruh dari bidang datar, melainkan berdasarkan perubahan tertentu dari bidang datar segi empat. Pembagian jenis ini, yaitu pembagian berdasarkan sifat yang ada pada jenis secara menyeluruh adalah pembagian yang disebut fundamentum divisionis. Syarat ini menjamin agar pembagian itu dapat menghasilkan kelas-kelas yang langsung berada di bawah jenis. Jika pembagiannya dilakukan dengan cara yang tidak demikian, maka jenis yang dihasilkan adalah jenis yang tidak langsung karena ada kelas yang dilompati. 2. Pembagian harus dilakukan berdasarkan pada satu dasar saja. Pembagian yang dilakukan berdasarkan pada satu dasar akan menghasilkan kelas yang simpang siur, (everlap, ada cross division, dan terselip tidak keruan). Contoh suatu pembagian yang overlap adalah membagi manusia menjadi; manusia berkulit putih, manusia bangsa Aria, manusia Asia, manusia penyabar dan seterusnya. Di sini terdapat empat macam dasar pembagian, yaitu: warna kulit, ras, regional, dan sifat psikis, yang diperlakukan secara sejajar, sehingga hasilnya relatif cukup membingungkan. Pembagian yang benar adalah pembagian yang 61 dilakukan menggunakan satu dasar saja. Misalnya pembagian manusia dengan dasar warna kulit, akan didapat kelas-kelas seperti; manusia berkulit putih, berkulit hitam, kulit sawo matang, berkulit kuning, dan seterusnya. 3. Pembagian harus lengkap, yaitu menyebut seluruh spesia yang dicakup oleh kelas. Ini memang sulit karena tidak selalu pembuat definisi mengetahui seluruh spesia atau jenis suatu kelas. Oleh karena itu, hal ini sangat tergantung pada keluasan wawasan dan pengetahuan pembuat definisi terhadap kelompok benda, peristiwa dan fenomena. Mendefinisikan makna manusia dengan menonjolkan pembagian atas dasar warna kulit saja akan menghasilkan pengetahuan atau pemahaman yang tidak benar. Sebab, masih ada spesia atau jenis yang tertinggal. Demikian pula ketika mendefinisikan agama wahyu dengan menyebut misalnya ‘agama wahyu adalah Islam, Kristen dan Yahudi’. Suatu ketika, pembuat definisi akan mentok, tidak dapat membuat klasifikasi dengan membagi sebagaimana model di atas. Hal itu dimungkinkan karena memang keterbatasan terhadap pengetahuan atas kelompok benda, fakta, peristiwa, dan fenomena. Apabila hal itu terjadi, maka pembagian dapat dilakukan dengan logika jenis lain, yaitu pembagian dikotomis. Pembagian model ini adalah pembagian suatu kelas kepada jenis yang dicakupnya dengan cara mengelompokkannya menjadi dua golongan yang dibedakan atas kualitas dan/atau ciri-ciri tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh sebagai berikut. 62 GENDHING Inkonvensional Konvensional Lugu Aeng Penyimpangan Isi Gatra Pembagian berdasarkan dikotomi, Penyimpangan Jumlah Gatra meskipun memberikan gambaran yang kurang lengkap, namun dapat sangat berguna sebagai suatu cara dalam membuat klasifikasi. Sebab, dengan pembagian demikian, dapat menjadi jalan untuk menemukan klasifikasi yang lebih rumit pada kategori bagian-bagian bawah. Misalnya, setelah pada klasifikasi gendhing aeng, ada kategori aeng yang disebabkan oleh adanya penyimpangan jumlah gatra, dan penyimpangan isi gatra. Di bawah gendhing aeng karena penyimpangan jumlah gatra, akan ditemukan wujud kategori yang tidak lagi dikotomis, tetapi menjadi lebih rumit karena ditemukan macam-macam wujud yang beragam. Oleh karena itu, ada baiknya disarankan di sini, apabila sejak awal tidak dapat membuat pembagian yang relatif lengkap, coba pikirkan pembagian dikotomis lebih dahulu, kemudian di setiap kategori pikirkan sedalamdalamnya agar ditemukan ragam yang lengkap. Demikian penjelasan mengenai definisi dan klasifikasi, yang penguasaannya menjadi syarat utama bagi peneliti dan penulis untuk melakukan pemaparan. Tanpa kemampuan atas keduanya, 63 tidak mungkin seorang penulis atau peneliti berhasil menyajikan pemaparan secara baik. Apalagi, bentuk ilmu pengetahuan yang dipaparkan adalah pengetahuan-pengetahuan yang bersifat ideografis. Namun sesungguhnya ada hal yang tidak kalah penting yang perlu diketahui agar pemaparan menjadi memuaskan. Secara umum, bagian pemaparan dalam suatu paper ilmiah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, (1) uraian data-data temuan atas informasi yang terkumpul, (2) analisis sesuai dengan metode dan rancangan penelitian, (3) penafsiran dan penjelasan sintesisnya. 4. Kesimpulan Dalam ilmu logika, kesimpulan adalah proposisi yang didapat dari berbagai data dan argumen yang disajikan dalam pemaparan. Diskusi tentang pertanyaan dan data-data yang diperoleh, diringkas seringkas-ringkasnya pada bagian ini. Hal penting yang perlu dimasukkan pada bagian ini adalah kemungkinan adanya (1) kekurangan-kekurangan metode yang digunakan oleh peneliti, dan (2) potensi-potensi yang dimiliki oleh metode yang digunakan. Kesimpulan memang bagian yang harus ditulis secara ringkas dan memuat informasi yang cukup. Dengan membaca kesimpulan, pembaca mengetahui bahwa penulis atau peneliti telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukannya sendiri, sekaligus mengetahui kelebihan dan kekurangan metode yang digunakannya. Panjang kesimpulan kurang lebih sama dengan panjang abstrak. Kadang kala, malah ada orang yang menulis kesimpulan persis sama dengan abstrak. Tentu saja ini tidak benar, walaupun dapat terjadi sebagian isi kesimpulan sama dengan isi abstrak. 64 Mengapa penulisan demikian tidak dapat dibenarkan, karena denotasi dan tujuan penulisan abstrak berbeda dengan denotasi dan tujuan penulisan kesimpulan. Hal penting lain yang perlu diperhatikan ketika seorang penulis membuat kesimpulan adalah; (1) tidak mengulang pembahasan atas hasil yang telah dibicarakan pihak lain, (2) pembahasan difokuskan kepada temuan yang sesuai dengan tujuan penelitian dan penulisan, (3) hubungkan temuan-temuan yang didapat dari penelitian yang pernah dilakukan pihak lain degan jalan menunjukkan persamaan dan membahas perbedaannya. Dalam menghubungkan kesimpulan dengan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain, hindari pernyataan seperti ini “…kesimpulan Sadra (2001) mendukung penelitian ini…”. Pernyataan semacam itu kurang menguntungkan, karena lebih menekankan pembahasan pada pemikiran pihak lain, bukan pada hasil penelitian sendiri. Oleh karena itu, lebih tepat jika dinyatakan seperti berikut, “…penelitian ini memperkuat kesimpulan Sadra (2001),…”. 5. Daftar Pustaka/Bibliografi Pengertian daftar pustaka atau bibliografi adalah suatu susunan daftar karya-karya pustaka yang diacu dalam penelitian atau penulisan secara sistematis dan komprehensip. Dalam paper ilmiah, pencantuman daftar pustaka atau bibliografi adalah suatu keharusan. Oleh karena itu, upayakan agar setiap kepustakaan yang diacu harus disertakan di dalam daftar pustaka. Adapun cara penulisannya terkait dengan format dan gaya penulisan paper ilmiah, yang secara akademis telah menjadi kesepakatan 65 internasional terdiri dari beberapa gaya. Dalam hal format dan gaya penulisan, setidak-tidaknya terdapat gaya (1) Chicago Manual Style, (2) Modern Language of America [MLA], dan (3) American Psycological Association [APA]. Penulis dapat memilih salah satu gaya atau format tertentu dengan penulisan yang konsisten pada satu gaya. Artinya, tidak boleh ada percampuran format atau gaya berbeda dalam satu paper ilmiah. 66 BAB IV FORMAT DAN BAHASA A. Pengantar Salah satu syarat menjadi penulis ilmiah yang baik adalah menguasai ejaan bahasa Indonesia yang berlaku. Tanpa kemampuan menguasai ejaan, dapat dipastikan akan gegal menjadi penulis yang baik, sebab, di dalam tulisan hasil karyanya akan ditemui banyak kesalahan dan inkonsistensi dalam penulisan. Ejaan dalam bahasa Indonesia yang sekarang berlaku adalah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Ejaan ini mulai berlaku tanggal 17 Agustus 1972 dan direvisi tanggal 9 September 1987. Kaidah ejaan ini telah dimuat dalam sebuah buku berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1987 edisi Balai Pustaka; 1993 edisi yang direvisi terbitan Grasindo). “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” mengatur hal-hal sebagai berikut: 1. pemakaian huruf, 2. pemenggalan kata, 3. pemakaian tanda baca, 4. penulisan kata, 5. penulisan singkatan dan akronim, 6. penulisan angka dan bilangan, dan 7. penulisan unsur serapan. Pendek kata, ejaan dalam konteks penulisan ilmiah adalah bagian dari konvensi penulisan yang harus dipatuhi. Beberapa konvensi yang berkenaan dengan penulisan ilmiah, terutama terkait dengan bahasa tulis perlu dikuasai dengan sempurna. Berikut ini 67 akan dipaparkan dua hal penting yang bersifat teknis yaitu (1) masalah perangkat penulisan, dan (2) masalah perangkat kebahasaan. B. Format Penulisan Seperti bahasa-bahasa lain di dunia, di dalam tata penulisan bahasa Indonesia telah dibakukan seperangkat aturan untuk memudahkan penyusunan karya tulis secara efektif. Namun, selama ini perangkat aturan itu kurang dimanfaatkan secara maksimal, sehingga banyak tulisan para ahli, peneliti dan ilmuwan Indonesia kurang memperlihatkan cirri bahasa teks baku. Berikut adalah penjelasan mengenai perangkat-perangkat yang penting untuk diketahui dan dikuasai dalam praktek dan penerapannya. 1. Penggunaan Huruf Dalam penulisan paper ilmiah, penggunaan huruf harus mengikuti aturan main yang berlaku, dan tidak dapat digunakan secara semena-mena. Oleh karena itu, jenis-jenis huruf seperti huruf italic, huruf kapital, huruf kapital kecil dan huruf tebal diatur penggunaannya seperti berikut. a. Huruf Italic Huruf jenis ini pada dasarnya adalah huruf latin biasa yang ditampilkan miring seperti tulisan tangan. Huruf italic disebut juga dengan huruf miring atau huruf kursif. Apabila ditulis dengan mesin ketik manual (bukan komputer) atau ditulis tangan, huruf italic ini 68 ditandai dengan garis bawah tunggal di bawah kata atau kalimat. Huruf jenis ini umumnya dipakai untuk menyebut. 1. Kata dan ungkapan asing yang ejaannya bertahan pada bahasa aslinya; 2. Kata atau istilah yang baru diperkenalkan dalam rangka diskusi khusus; 3. Kata atau frase yang diberi penekanan; 4. Pernyataan rujukan silang dalam indeks – (misalnya: lihat, lihat juga); 5. Judul buku atau jurnal yang disebut di dalam teks dan dalam daftar pustaka; 6. Tiruan bunyi – (misalnya: dari balik gunung sayup-sayup terdengar suara gamelan yang lirih namun dengan aksen menghentak-hentak, ning nong ning gung ning nong ning gung…). b. Huruf Kapital Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada 1. Awal kalimat. 2. Setiap kata dalam judul buku atau jurnal, kecuali kata dan, yang, untuk, di, ke, dari yang tidak terletak di posisi awal. 3. Nama bangsa, bahasa, agama, orang, hari, bulan, tarikh, peristiwa sejarah, lembaga, jabatan, gelar dan pangkat yang diikuti nama orang atau nama tempat. 4. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada judul buku, nama bangsa dan lain-lain seperti dimaksud dalam butir 2) dan 3) di atas – (Contoh: Undang-Undang Dasar 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa). 69 5. Nama-nama geografi seperti sungai, kota provinsi, Negara, dan pulau. Tetapi, bersamaan dengan ketentuan yang terdiri dari lima point seperti diatas, ada ketentuan khusus yaitu huruf kapital tidak dipakai pada (1) nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis (Contoh: kacang bogor, garam inggris, gula jawa, dst.), atau (2) sebagai bentuk dasar kata turunan (Contoh: keinggris-inggrisan, mengindonesiakan, pengaraban, penjawaan, dst.). Untuk judul dan judul bab keseluruhannya sering dicetak dengan menggunakan huruf kapital. 2. Penggunaan Angka Sekarang, huruf latin digunakan secara luas. Di dalam huruf latin dikenal dua macam angka, yaitu angka Arab dan angka Romawi. Angka Arab lebih banyak dipakai sebab memiliki kmudahan karena sistemnya yang efektif. Tetapi, angka Romawi juga masih digunakan terutama untuk keperluan-keperluan khusus. a. Angka Arab Dalam bahasa tulis, angka Arab dipakai untuk 1) Menyatakan jumlah yang mendahuluii satuan ukuran – (4 gram, 9 Cm, 13 jam, 100 ha, 250 cc, 3 gongan, 4 kenongan); 2) Menyatakan nilai uang, tanggal, waktu, halaman, penunjukan urutan yang diawali dengan kata ke-, dan persentase – (Rp. 125.000,-, 17 Agustus 1945, Jam 7:30, halaman 255, tahun ke-6, 40%); 70 3) Menunjukkan jumlah yang berkaitan dengan manipulasi matematika – (26 dikalikan 3, suatu factor 6). Untuk hal-hal selain tiga hal di atas, dapat dipakai huruf untuk mengeja bilangan satu samnpai sembilan, dan angka untuk bilangan yang lebih besar – (tiga sendok, tujuh harimau, 14 bagian, 28 batang, 175 pohon). Dalam satu deret sejenis yang mengandung beberapa angka kurang atau lebih dari 10 dapat dipakai angka – (percobaan pemeraman buah dilakukan dengan memakai 3 mangga, 7 jeruk, 15 rambutan, 45 kedondong, 100 salak. Atau, gendhing itu memiliki keunikan, sebab dalam 3 rambahan terdiri atas 6 gongan, 18 kenongan, dan 9 cengkok). Untuk penulisan bilangan besar yang berakhir dengan beberapa angka 0, dapat dipakai kata untuk bagian bilangan besar tersebut – (3,7 juta, bukan 3.700.000). Ada hal penting yang perlu diperhatikan yaitu, 1) Jangan mulai kalimat dengan angka. Nyatakan angka dengan huruf, atau ubah susunan kalimatnya. 2) Angka yang menyatakan kisaran dipisahkan dengan kata sampai atau tanda pisah (-). Kata sampai biasanya digunakan dalam teks, sedangkan tanda pisah digunakan dalam table dan pengacuan pasti – (Paceklik melanda daerah-daerah Sragen mulai dari tahun 1986-1997…” Tetapi “sewaktu perang kemerdekaan 1945- 1949…”). 3) Angka dan tahun termasuk ditulis memakai tanda pisah dapat ditulis penuh (1945-1949) tetapi dapat pula disingkat dengan menghilangkan bagian yang sama (1945-49). Penyingkatan seperti itu hanya dapat dilakukan pada angka yangb melebihi dua digit. Ini berarti angka 34-39 tidak boleh disingkat menjadi 34-9, atau 71 334-339 menjadi 334-39 atau 334-9. penyingkatan tidak boleh dilakukan apabila angka yang pertama berakhir pada 00. Misalnya, 200-208, bukan 200-08 atau 200-8. tetapi, apabila angka terakhir keduanya didahului 0, tulis hanya angka terakhir tersebut, dengan contoh 1903-1908 dapat disingkat menjadi 1903-8, bukannya 1903-08. b. Angka Romawi Angka Romawi terbentuk dari kombinasi berbagai huruf capital I, V, X, L, C, D, M, dipakai untuk keperluan 1. Membedakan raja, paus, atau orang seketurunan yang bernama sama, Misalnya Elizabeth II, Hamengkubuwono IX, Paus Paulus IV, dan James R. Watson III. 2. Menunjukkan urutan yang tidak diawali dengan ke-, misalnya abad XXI, Konggres Bahasa Jawa VI, Lustrum XI. 3. Penomoran bab utama atau heading. 4. Penunjukkan babak atau adegan dalam suatu naskah lakon dalam teater, kethoprak, atau wayang. Misalnya, “dalam naskah Jaya Karta karya Maringan Simanjutak, Babak II, adegan ii, baris 43…” atau “dalam naskah lakon Haryo Penangsang karya Sumanto Babak I, adegan iii,…” dan seterusnya. 3. Tanda Baca Penulisan yang baik, agar mampu menggunakan kata yang sesuai, yang tepat di tempatnya, memerlukan tanda-tanda baca. Tanda baca adalah tanda yang diperlukan sebagai alat Bantu bagi pembaca untuk memahami maksud suatu kalimat yang tertulis. 72 Dalam komunikasi lisan yang dilakukan secara tatap muka, kalimat yang diucapkan oleh seseorang dapat jelas maknanya sebab dibantu dengan suara, tarikan napas, gerak-gerik mimik muka, dan sebagainya. Dalam bahasa tulis, bantuan seperti itu tidak ada. Oleh karena itu, ketiadaan bantuan itu mesti diatasi dengan penggunaan tanda-tanda baca. Namun, tetap harus disadari bahwa tanda baca tidak dapat menggantikan peletakan kata yang tepat pada tempatnya. Tanda baca yang paling biasa dipakai adalah tanda titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (:)tanda tanya (?), dan tanda seru (!). dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1987 edisi Balai Pustaka; 1993 edisi yang direvisi terbitan Grasindo) secara panjang lebar telah diuraikan tata pemakaian tanda baca. Berikut diberikan sedikit pemakaian tanda baca dalam kaitannya dengan bahasa penulisan ilmiah. a. Titik (.) Titik selalu digunakan 1. pada akhir suatu kalimat pernyataan; 2. pada beberapa singkatan tertentu (B. Sunarto, M.Sn., gb., hlm.); 3. di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar – (3.1., 3.1.1., 3.1.2, 3.2. dan seterusnya); 4. sebagai tanda pemisah bilangan angka ribuan dan kelipatannya yang menunjukkan jumlah – (9.000.000, 27.259). Titik tidak digunakan untuk 73 1. menyatakan pecahan persepuluhan – (untuk itu, penunjukkan angka pecahan digunakan koma, sehingga setengah mesti ditulis 0,5 bukan 0.5 atau seperempat ditulis 0,25 bukan 0.25); 2. menghubungkan jam dan menit – (untuk itu, untuk menunjuk pukul setengah sembilan mesti ditulis 20:30, bukan 20.30); 3. memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menyatakan jumlah – (tahun 1987, halaman 1479, nomor rekening 57217658); 4. singkatan nama negara dan lembaga (USA, UK, dan UNESCO); 5. satuan ukuran (kg, cm, 1, oF); 6. Akhir judul, anak judul atau heading. b. Koma (,) Tanda koma digunakan untuk memisahkan 1. butir-butir dalam suatu deret – (tabuh, rancakan, pluntur, wilahan); 2. menceraikan nama depan dan nama belakang dalam daftar pustaka; 3. untuk menyatakan angka pecahan persepuluhan, seperti angka seperempat ditulis 0,25 dan setengah ditulis 0,5; c. Titik Koma (;) Titik koma merupakan tanda koordinasi dan digunakan untuk memisahkan unsur-unsur sintaksis yang setara, atau dalam deret yang di dalamnya sudah mengandung tanda baca lain – (lihat penjelasan mengenai titik dan koma di atas). 74 d. Titik Dua (:) Titik dua digunakan untuk 1. menandakan pengutipan ang pajang; 2. menandakan perbandingan; 3. menekankan urutan pemikiran di antara dua bagian kalimat lengkap. 4. memisahkan nomor angka tahun, jilid dan halaman dalam pengutipan dengan parenthetical reference atau acuan yang disisipkan dalam teks dengan menggunakan tanda kurung, seperti misalnya (Gould, 1989:II:724) atau tahun dan halaman saja (Gould, 1988:234); 5. memisahkan surat dan ayat dalam kitab suci, seperti (Al Maidah: 37); 6. memisahkan angka penunjuk jam dan menit, seperti pukul 14:35). e. Tanda Tanya (?) Tanda tanya digunakan untuk 1. menandai setiap akhir kalimat pertanyaan langsung; 2. menunjukkan keragu-raguan dalam suatu pernyataan [untuk kasus ini ada kalanya tanda tanya diapit oleh tanda kurung, seperti (?)]. f. Tanda Seru (!) Dalam penulisan ilmiah, tanda ini jarang sekali digunakan. Namun, adakalanya digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu bahan bukti penelitian dilihat langsung oleh penulisnya. 75 Di samping tanda-tanda baca di atas sebagai tanda baca utama, masih ada beberapa tanda baca yang lain. Namun fungsinya tidak untuk menunjukkan sesuatu sebagai tanda ekspresi, melainkan untuk menjelaskan posisi kata atau frase dalam suatu kalimat. Tanda-tanda itu adalah sebagai berikut. g. Tanda Hubung (-) Tanda hubung digunakan untuk 1. menyambung bagian-bagian tanggal, bulan, dan tahun, yang seluruhnya ditulis dengan angka seperti 17-8-1945. Namun harus diperhatikan, dalam penulisan ilmiah yang lazim adalah 17 Agustus 1945; 2. merangkai kata se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, misalnya se-Indonesia; 3. merangkai kata ke- dengan angka, misalnya ‘abad ke-21’; 4. merangkai angka dengan –an seperti misalnya ‘tahun ’80-an’; 5. memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan. Misalnya, berevolusi vs. be-revolusi, dua-puluh lima-ribuan, 20 x 5.000 vs. dua-puluh-lima-ribuan, 1 x 25.000). h. Tanda Kurung ((…)) Tanda kurung digunakan untuk 1. Mengapit keterangan atau penjelasan tambahan yang merupakan bagian integral dari pokok pembahasan atau pembicaraan. 2. Mengapit kata atau huruf yang kehadirannya dalam kalimat dapat dihilangkan. 76 3. Menunjukkan penomoran yang dimasukkan dalam kalimat. Misalnya adalah “Objek material yang masuk kategori ide abstrak misalnya (a) konsep mengenai bilangan, (b) gagasan penciptaan karya-karya seni (c) ideologi negara, (d) prinsip-prinsip bisnis, (e) falsafah atau pandangan hidup masyarakat tertentu, dan seterusnya.” i. Tanda Kurung Siku ([…]) Tanda kurung siku digunakan untuk 1. Mengapit huruf atau kata yang ditambahkan pada kalimat kutipan untuk memperbaiki kesalahan yang terdapat pada sumber aslinya. Contoh, (“Objek material yang masuk kate[g]ori ide abstrak misalnya…”). 2. Mengapit keterangan dalam kalimat yang telah bertanda kurung. j. Tanda Petik (“…”) Tanda petik digunakan untuk 1. Mengapit petikan atau kutipan pembicaraan langsung. 2. Mengapit istilah yang kurang dikenal atau kata yang memiliki makna khusus. k. Tanda Petik Tunggal (‘…’) Tanda petik tunggal digunakan untuk 1. Mengapit petikan atau kutipan yang tersusun dalam petikan atau kutipan lain. 2. Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. 77 l. Tanda Elipsis/Titik Tiga (…) Tanda titik tiga (…) biasa digunakan untuk menunjukkan kutipan yang bagian tertentu dihilangkan. Bagian yang dihilangkan pada suatu kutipan itu diganti dengan tanda titik tiga (…). Penulisannya tidak dipisahkan oleh spasi. m. Tanda Garis Miring (/) Tanda garis miring digunakan untuk 1. Mengganti tanda bagi atau menunjukkan bilangan pecahan (1/2 = 0,5). 2. Mengganti kata riap (125 ton/ha). 3. Mengganti kata dan, atau di antara dua perkataan yang tidak dimaksudkan sebagai pilihan sinonim yang diselangkan – (permusyawaratan/perwakilan). n. Tanda Ampersan (&) Tanda ampersan berfungsi sebagai pengganti kata dan, bila penulis menghendaki bentuk yang lebih singkat. Tanda ini dianjurkan dipakai dalam pengacuan bibliografi, terutama bibliografi yang pengarangnya dua orang, sehingga dengan tanda ini dapat membantu mengurangi pengulangan. Berikut adalah contoh penggunaannya. Bentuk menurut Reid & Webster (1968), Le Gal & Arpin (1969), Kobayasi & Imai (1973), Abyad & Husein tampak jauh lebih rapi jika dibandingkan dengan bentuk menurut Amos & Anjello (1975), Soedarso & Rifa’I (1976), dan Mueller & Loffer (1978). Namun di 78 dalam teks, yang tidak terkait dengan pengacuan bibliografi, tanda ampersan tidak disarankan untuk digunakan. C. Perangkat Kebahasaan Bahasa merupakan salah satu bekal utama penulisan karya/paper ilmiah. Oleh karena itu, setiap penulis dan/atau peneliti wajib menguasai seluk-beluk bahasa sebagai media komunikasi sebaik-baiknya. Bahasa Indonesia yang sekarang sedang dirancang dan dikembangkan menjadi bahasa ilmiah perlu dikuasai sebaik-baiknya pula. Hal ini perlu diperhatikan, karena bahasa Indonesia memiliki ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis yang berbeda. Dalam paper ilmiah, ragam bahasa lisan tidak dapat digunakan. Ini tidak seperti dalam bahasa Inggris. Untuk penulisan paper atau karya ilmiah dalam bahasa Inggris, orang dapat memberi nasehat kepada yuniornya “…write as you speak….” Sementara paper ilmiah berbahasa Indonesia, nasehat setara “…tulis seperti apa yang kau ucapkan…” tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Artinya, ragam bahasa yang diucapkan seseorang tidak dapat digunakan dalam penulisan. Namun, bila ada nasehat “…tulis seperti apa yang kau ucapkan…” seperti di atas, berarti yang dimaksudkan pemberi nasehat itu adalah agar isi persoalan yang pernah diucapkan itu ditulis kembali. Jadi, isi persoalan yang diucapkan dapat digunakan. Tentu saja harus menggunakan ragam bahasa lain. Karena isi persoalan yang diucapkan harus ditulis menggunakan ragam bahasa lain, kenyataan ini menimbulkan kesulitan serius bagi penulis. Terutama adalah mereka yang enggan berlatih, dan tidak 79 membiasakan diri menulis dengan tertib dan efektif. Kesulitan itu semakin nyata, karena bahasa tulis dan bahasa ilmiah mengharuskan penggunaan bahasa yang memiliki ciri tepat, singkat, jelas, teratur, dan resmi. Sementara itu, bentuk penulisan ilmiah harus menggunakan pemaparan yang jelas, tegas, singkat, sederhana, dan teliti. Kalimat yang digunakan harus singkat, jelas, runtut, dan sederhana. Oleh karena itu, pengarang ilmiah akademik harus menguasai perangkat kebahasaan dengan baik. Untuk menguasai perangkat kebahasaan dengan baik, berikut adalah beberapa patokan yang perlu diperhatikan. 1. Gunakan kalimat-kalimat pendek. Usahakan patokan ini terlaksana dengan baik, kecuali terpaksa. Ini berarti, sedapat mungkin penggunaan kalimat-kalimat majemuk harus dihindari. 2. Gunakan kata dan istilah yang mudah dipahami. Apabila terpaksa menggunakan istilah baru, istilah itu perlu dijelaskan sebaik-baiknya agar konsep yang diwadahi di dalam istilah itu dapat dipahami. 3. Gunakan kalimat-kalimat negatif. Karya tulis ilmiah memang berbeda dengan karya tulis untuk tujuan jurnalistik. Dalam pedoman penulisan untuk jurnalistik lebih banyak disarankan agar penulisan dilakukan dengan menggunakan kalimat positif. Tetapi, untuk karya ilmiah agar diupayakan agar pemaparan dilakukan dengan menggunakan kalimat-kalimat pasif. Selain patokan seperti disebutkan di atas dan konvensi yang terkait dengan perangkat penulisan, ada pula perangkat konvensi yang terkait dengan tata istilah, tata kalimat, dan gaya. Penguasaan terhadap konvensi ini juga merupakan suatu keharusan. Sebab, 80 dapat memperlancar penulis dalam menuangkan renungan, gagasan, data-data, dan segala hasil jerih payah kegiatan keilmuan yang dilakukan. Oleh karena itu, keberhasilan seorang penulis dalam meningkatkan diri di bidang ini adalah indikasi keberhasilannya dalam menyampaikan pemikiran ilmiah sebagai buah gagasannya. Sebab, orang yang mahir dalam penulisan ilmiah adalah orang yang mampu secara cermat (1) memilih format dan teknis penulisan sebagai media penuangan, (2) memilih kata yang tepat, dan (3) teliti menyusun kalimat. Orang yang menulis paper ilmiah didasari oleh kemahiran dalam mempertimbangkan ketiga hal itu, dapat dipastikan bahwa karya yang dihasilkan mencerminkan pikiran yang teratur dan tidak ceroboh. Berikut ini dipaparkan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian seorang penulis karya ilmiah. Antara lain menyangkut sejumlah kata dan frase, gabungan kata, dan penulisan nama jenis. 1. Kata dan Frase a. Kata dan Frase yang Diikuti Koma Ada sejumlah kata/frase penghubung antarkalimat dalam bahasa Idonesia yang diikuti tanda koma jika digunakan pada awal kalimat. Kata-kata dan frase-frase itu adalah sebagai berikut. Agaknya,... Akan tetapi,... Akhirnya,... Akibatnya,... Artinya,... Berkaitan dengan itu,... 81 Biarpun begitu,... Biarpun demikian,... Dalam hal ini,... Dalam hubungan ini,... Dalam konteks ini,... Dengan demikian,... Dengan kata lain,... Di pihak lain,… Di samping itu,... Di satu pihak,... Jadi,… Jika demikian,… Kalau begitu,… Kalau tidak salah,… Kecuali itu,… Lagi pula,… Meskipu demikian,… Meskipun begitu,… Namun,… Oleh karena itu,… Oleh sebab itu,… Pada dasarnya,… Pada hakikatnya,… Pada prinsipnya,… Sebagai kesimpulan,… Sebaiknya,… Sebaliknya,… 82 Sebelumnya,… Sebenarnya,… Sebetulnya,… Sehubungan dengan itu,… Selain itu,… Selanjutnya,… Sementara itu,… Sesudah itu,… Sesungguhnya,… Setelah itu,… Sungguhpun begitu,… Sungguhpun demikian,… Tambahan lagi,… Tambahan pula,… Tampaknya,... Umumnya, Untuk itu,… Walaupun demikian,… b. Kata-Kata yang Didahului Koma Dalam bahasa Indonesia, ada pula sejumlah kata, terutama adalah kata penghubung intrakalimat yang penulisannya harus didahului tada koma. Kata-kata itu terdiri dari kata-kata berikut ini. …, padahal… …, sedangkan… …, seperti… …, tetapi… 83 …, yaitu/yakni… c. Kata-Kata yang Tidak Didahului Koma Ada empat buah kata yang sering disangka didahului koma, namun sesungguhnya empat kata itu tidak perlu didahului atau diikuti oleh koma. Empat kata itu adalah (1) bahwa, (2) karena, (3) maka, dan (4) sehingga. Penulisan yang benar adalah seperti berikut. …bahwa… …karena… …maka… …sehingga… d. Kata-Kata yang Tidak Diikuti Titik Dua Ada pula sejumlah kata yang sering kali ditulis dengan diikuti oleh titik dua, namun sesungguhnya titik dua sungguh tidak diperlukan. Kata-kata itu adalah sebagai berikut. …adalah… …ialah… …yaitu… …yakni… 2. Gabungan Kata Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang merupakan bentukan baru sebagai gabungan dari dua buah kata. Masalah gabungan kata ini sudah diatur dalam Pedoman Umum Ejaan 84 Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Di antara pengaturannya adalah sebagai berikut. 1. Gabungan kata yang merupakan kata majemuk dan istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, mata pelajaran, orang tua, simpang empat, kambing hitam, meja tulis, papan tulis, persegi panjang, kereta api cepat luar biasa, rumah sakit umum, dan seterusnya. 2. Gabungan kata dan istilah khusus yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubug untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar anak-istri saya buku sejarah-baru ibu-bapak kami orang-tua muda mesin-hitung tangan 3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali adakalanya akhirulkalam alhamdulillah astagfirullah bagaimana barangkali beasiswa belasungkawa bilamana bismilah bumiputra dukacita halalbihalal hulubalang kacamata kasatmata kepada kilometer manakala manasuka matahari olahraga padahal saptamarga saputangan saripati sebagaimana sediakala segitiga sekalipun silaturahmi sukacita sukarela sukaria syahbadar 85 daripada darmabakti darmasiswa darmawisata paramasastra peribahasa puspawarna radioaktif titimangsa wasalam 4. Namun, jika salah satu unsur gabungan kata hanya digunakan dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Misalnya: adipati aerodinamika antarkota anumerta audiogram bikarbonat biokimia dasawarsa demoralisasi dwiwarna ekstrakurikuler infrastruktur introspeksi kolonialisme mahasiswa mancanegara multilateral narapidana panteisme paripurna poligami pramuniaga prasangka purnawirawan saptakrida semiprofesional subseksi swadaya transmigrasi tritunggal ultramodern Meskipun sudah ada aturan baku, ada sejumlah kata yang merupakan gabungan kata yang penulisannya sering salah. Hal itu disebabkan kaidah gabungan kata itu memang dapat dikatakan unik. Jika tidak mendapat awalan atau akhiran maka gabungan kata itu ditulis terpisah menjadi dua kata. Jika mendapat awalan atau akhiran saja, gabungan kata itu pun ditulis terpisah. Tetapi, jika gabungan kata itu sekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka penulisan gabungan kata itu ditulis serangkai. Rupanya, kaidah ini tidak mudah untuk diingat, sehingga setiap penulis karya ilmiah harus benar-benar menyadari dan tidak boleh melupakan kaidah itu. Berikut ini adalah sejumlah gabungan kata yang kaidah penulisannya perlu mendapat perhatian dalam penulisan karya ilmiah. 86 Gabungan Kata Mendapat Awalan beri tahu Mendapat Akhiran menberi tahu --- beri tahukan garis bawahi bekerja sama --berlipat lipat ganda gandakan tersebar luas sebar luaskan Mendapat Awalan dan Akhiran Sekaligus tanda tangan bertanda tangan tanda tangani tanggung jawab bertanggung jawab --- terima kasih tidak cocok berterima kasih --- --- memberitahukan pemberitahuan menggarisbawahi digarisbawahi --melipatgandakan dilipatgandakan menyebarluaskan disebarluaskan penyebarluasan menandatangani ditandatangani penandatanganan mempertanggungjawabkan dipertanggungjawabkan pertanggungjawaban --- --- ketidakcocokan garis bawah kerja sama lipat ganda sebar luas Gabungan kata dalam bahasa Indonesia dimugkinkan untuk dilakukan pengulangan atau reduplikasi. Kaidah untuk pengulangan gabungan kata adalah dilakukanhanya dengan mengulang unsure pertamanya. jadi tidak perlu mengulang seluruh gabungan kata. oleh karena itu perlu diperhatikan contoh-contoh di bawah ini. Gabungan Kata kereta api orang tua rumah sakit surat kabar dapur umum Pengulangan yang Benar kereta-kereta api orang-orang tua rumah-rumah sakit surat-surat kabar dapur-dapur umum Pengulangan yang Salah kereta api-kereta api orang tua-orang tua rumah sakit-rumah sakit surat kabar-surat kabar dapur umum-dapur umum 87 3. Pemakaian Kata Ada sejumlah kata tertentu yang dalam bahasa Indonesia sering digunakan secara salah. kesalahan itu seyogyanya tidak dilakukan oleh para penulis karya ilmiah. kata-kata itu antara lain adalah kata adalah/ialah, yaitu/yakni, atar-, beberapa, banyak, para, saling, sedangkan, sehingga, dan dari/daripada. a. Kata adalah, ialah, yaitu dan yakni Seringkali para penulis membubuhkan tanda baca titik dua (:) setelah kata adalah, ialah, yaitu, dan yakni. Padahal, sesungguhnya sesudah kata itu tidak diperlukan tanda baca titik dua (:), tetapi langsung diikuti kata-kata atau bagian kalimat selanjutnya. Contoh: 1. ISI Surakarta adalah perguruan tinggi seni tertua di Indonesia. 2. Kata sambung atau konjungtor ialah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. 3. Anak Pak Rasita tiga orang yaitu Laras, Putri dan Anggi. 4. Anak Pak Cucup dua orang yakni Yoyok dan Irvan. b. Kata antarKata antar dalam bahasa Indonesia juga sering mengalami persoalan dalam penulisan. Hal itu dapat dimaklumi karena kata ini memang ada dua macam. Pertama, merupakan kata dasar, sehingga menurunkan kata baru yaitu pengantar dan mengantar. Kedua, sebagai awalan terikat, yang sering dipahami secara keliru. Sebab, penulisannya dipisahkan dengan kata yang diawalinya. Sebagai awalan terikat, mestinya penulisan kata antar digabung atau 88 disatukan dengan kata yang diawalinya, bukan dipisahkannya. Berikut adalah pemakaian kata antar- yang benar dan yang salah. Benar Salah antarbangsa (hubungan antarbangsa) antarbenua antardaerah antarkampus antarkelompok antarkota (bus antarkota) antarlingkungan antarnegara (hubungan antarnegara) antarpulau (kapal/feri antarpulau) antar bangsa Asia dan bangsa Eropa1 antar Indonesia dan Malaysia2 antar kedua negara3 antar kampus antar kelompok antar kota (bus antar kota) antar lingkungan antar negara (hubungan antar negara) antar pulau (kapal/feri antar pulau) 1. Kalimat “antar bangsa Asia dan bangsa Eropa” dapat diganti dengan “antarbangsa Asia dan Eropa.” 2. Kalimat “antar Indonesia dan Malaysia” dapat diganti dengan “antara Indonesia dan Malaysia.” 3. Kalimat “antar kedua Negara” dapat diganti “antara kedua Negara.” c. Kata beberapa Kata beberapa berarti ‘jumlah (benda) lebih dari dua, tetapi tidak banyak’. Bahkan dalam kamus itu juga dicontohkan penggunaan kata beberapa dalam suatu kalimat. “Di ruang baca itu tampak beberapa orang murid sedang membaca” (Badudu & Zain, 2001: 140). Contoh kalimat dan penjelasan di atas menunjukkan bahwa kata beberapa adalah bermakna jamak. Berarti, setelah kata beberapa tidak diperlukan lagi diikuti oleh kata yang bermakna 89 jamak pula. Sebab, kata beberapa dalam konteks ini telah bertugas untuk menjamakkan kata yang mengikutinya. Contoh: Benar beberapa beberapa beberapa beberapa beberapa beberapa lagu rumah seniman karya pemain musik gamelan Salah beberapa beberapa beberapa beberapa beberapa beberapa lagu-lagu rumah-rumah seniman-seniman karya-karya pemain-pemain musik gamelan-gamelan d. Kata banyak dan para Kata banyak berarti ‘besar jumlahnya, lawan dari kata sedikit’ (Badudu & Zain, 2001: 124). dengan kata lain, kata bayak juga sama artinya dengan kata ‘tidak sedikit’. Di samping kata banyak, dalam bahasa Indonesia juga ada kata yang memiliki makna yang setara, yaitu kata para. Kata ini adalah kata yang biasa digunakan di depan kata benda untuk menyatakan makna jamak atau kumpulan (Badudu & Zain, 2001: 1002). Jadi, kata banyak dan para bermakna jamak atau plural. Karena sudah bermakna jamak, kata banyak dan para tidak perlu diikuti kata-kata yang menunjukkan kejamakan atau kepluralan. Benar banyak lagu banyak rumah banyak seniman banyak pemain musik banyak gamelan Salah banyak banyak banyak banyak banyak banyak banyak lagu-lagu rumah-rumah seniman-seniman para seniman pemain-pemain musik para pemain musik gamelan-gamelan 90 banyak jurnal banyak karya banyak tembang para seniman para pemain musik para penyanyi para swarawati para penari para penikmat para penghayat banyak jurnal-jurnal banyak karya-karya banyak tembang-tembang para seniman-seniman para pemain-pemain musik para penyanyi-penyanyi para swarawati-swarawati para penari-penari para penikmat-penikmat para penghayat-penghayat e. Kata berbagai/pelbagai Kata berbagai berarti berarti ‘bermacam-macam; berjenis-jenis’ (Alwi, 2001:74). kata pelbagai berarti ‘1. berbagai-bagai; beberapa; 2. beraneka macam; bermacam-macam’ (Alwi, 2001: 734). Dengan penjelasan makna berdasarkan kamus seperti itu menandakan bahwa kata berbagai berbagai/pelbagai sesungguhnya juga sudah memiliki arti jamak atau plural. Oleh karena itu, setelah kata berbagai/pelbagai tidak perlulagi diikuti dengan kata jamak lagi, sebab kata berbagai/pelbagai berfungsi untuk menjamakkan kata yang mengikutinya. Contoh: Benar berbagai berbagai berbagai berbagai berbagai berbagai lagu rumah seniman karya pemain musik gamelan Salah berbagai berbagai berbagai berbagai berbagai berbagai lagu-lagu rumah-rumah seniman-seniman karya-karya pemain-pemain musik gamelan-gamelan f. Kata saling 91 Bila kita mendengar atau membaca frase saling tudingmenuding, saling caci-mencaci, saling hormat-menghormati, saling cinta-mencintai, saling harga-menghargai, apakah tidak terpikir bahwa frase-frase itu memiliki persoalan? Sepintas lalu, frase-frase itu tidak memiliki persoalan. Namun, jika diperhatikan lebih cermat, sesungguhnya frase-frase itu tidak tepat, karena berlebihan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa kata saling bermakna ‘kata untuk menerangkan perbuatan yang berbalas-balasan’, sedangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia menerangkan bahwa kata saling adalah ‘kata yang digunakan di depan kata kerja untuk menyatakan bahwa pekerjaan dilakukan oleh kedua belah pihak’ (Badudu & Zain, 2001: 1206). Oleh karena itu, jika hendak menerangkan perbuatan dua orang atau lebih yang berbalas-balasan harus dipilih salah satu bentuk di atas, yaitu 1. saling menuding, saling mencaci, saling menghormati, saling mencintai, saling menghargai, atau 2. tuding-menuding, caci-mencaci, hormat-menghormati, cinta- mencintai, harga-menghargai. Untuk alternatif kedua tidak lagi diperlukan kata saling. g. Kata sedangkan dan sehingga Perlu diketahui bahwa kata sedangkan dan sehingga adalah kata sambung atau konjungtor. Tugas dan fugsinya adalah menyambung kalimat satu dengan kalimat lainnya. Oleh karena itu, dua kata ini tidak dapat digunakan untuk mengawali kalimat. Contoh: 1. Gending petegak adalah istilah dalam karawitan Bali, sedangkan gending klenengan adalah istilah dalam karawitan Jawa. 92 2. Lagu Suwe Ora Jamu adalah lagu rakyat Jawa berlaras pelog, sedangkan lagu Inan Tampuo adalah lagu rakyat Minangkabau berlaras diatonis. 3. Penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi adalah penelitian sebagai sarana pendidikan, sehingga yang dipentingkan adalah validitas internalnya. 4. Banyaknya fenomena, fakta, dan peristiwa yang memungkinkan ditelaah oleh ilmu pengetahuan, diperlukan klasifikasi sistemik sehingga dapat mengelompokkan objek material pengetahuan ilmiah. 4. Kalimat Setiap penulis memiliki kewajiban untuk berusaha agar karya tulisnya mudah dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, penulis karya ilmiah yang baik tidak boleh tidak harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan cukup untuk menyusun kalimatkalimat yang benar. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan masalah ini, penulis akan sering menyajikan kalimat-kalimat yang bermasalah, alias membingungkan pembaca. Berikut akan dibahas sejumlah kalimat yang perlu mendapat perhatian, yaitu kalimat membosankan, kalimat mubazir, dan kalimat rancu. a. Kalimat Membosankan Kalimat membosankan biasanya mengandung dua buah kata yang berasal dari kata dasar yang sama. Karena mengulang-ulang hal yang tidak perlu, akibatnya terasa membosankan. Oleh karena itu, setiap penulis karya tulis ilmiah harus berusaha menghindari 93 penulisan kalimat seperti itu, karena kalimat seperti itu dapat membuat pembaca bosan atau jenuh. Contoh: 1. Tumbuhan itu dapat bertumbuh di ladang atau juga di sawah. 2. Beberapa tempat telah ditempati. 3. Pertanyaan itu sedah sering dipertanyakan, sehingga tidak perlu mempertanyakan lagi. 4. Tim itu telah menjuarai kejuaraan di berbagai festival. 5. Perlu diinformasikan bahwa mereka tidak mempunyai hak dan kompetensi untuk menginformasikan informasi itu. 6. Saya sangat menghargai penghargaan itu karena merasa dihargai. b. Kalimat Mubazir Kalimat mubazir adalah kalimat yang mengandung kata-kata berlebihan atau kata-kata yang tidak diperlukan, sehingga kehadiran kata itu di dalam kalimat adalah sia-sia atau mubazir. Jadi, disebut dengan kalimat mubazir karena di dalamnya terdapat kata mubazir. Kata mubazir adalah kata yang bila tidak digunakan tidak mengganggu kelancaran komunikasi. Kata mubazir juga merupakan kata yang sifatnya berlebih-lebihan, sehingga bila dihilangkan justru memperlancar komunikasi. Beberapa kata yang berpotensi menjadi kata mubazir adalah sebagai berikut. (1) Kata ‘bahwa’ Kita sudah terbiasa menggunakan kata bahwa sebagai penyambung dua kalimat. Tegasnya, kata bahwa digunakan untuk menggabungkan induk kalimat dengan anak kalimat, pengganti subjek atau objek secara eksplisit. Contoh: 94 1. Pak Raji mengumumkan kepada mahasiswa, bahwa setelah latihan berakhir segera dilaksanakan persiapan pentas. 2. Pak Gimin menegaskan, bahwa tradisi yang diwarisi dari nenek moyang jangan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Hal yang perlu dipersoalkan, apakah kata bahwa itu betul-betul perlu dipakai dalam kalimat atau tidak. Marilah kalimat di atas kita bandingkan dengan kalimat berikut ini. 1. Pak Raji mengumumkan kepada mahasiswa, setelah latihan berakhir segera dilaksanakan persiapan pentas. 2. Pak Gimin menegaskan, tradisi yang diwarisi dari nenek moyang jangan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Dari perbandingan di atas tampak jelas, sesungguhnya kata bahwa dapat dihilangkan tanpa mengganggu makna kalimat yang dimaksudkan. Oleh karena itu, setiap penggunaan kata bahwa dalam karya tulis ilmiah harus dilihat ulang fungsi dan kegunaannya dalam kalimat. (2) Kata ‘adalah’ Dalam bahasa Inggris, subjek (S) dan predikat (P) dalam kalimat nominal5 dihubungkan oleh kata bentuk to be (am, is, are) atau kopula. Contoh: That is my house. Artinya; Itu adalah rumah saya. I am a lecturer. Artinya; Saya adalah seorang dosen. They are students. Artinya; Mereka adalah para mahasiswa. Dalam bahasa Inggris, kata to be (am, is, are) atau kopula dalam kalimat-kalimat di atas adalah sendi kalimat. Penggunaannya adalah 5 Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata kerja. 95 suatu keharusan. Tanpa to be (am, is, are) atau kopula kalimatkalimat bahasa Inggris di atas tidak menjadi kalimat yang baik, walaupun maknanya masih dapat dipahami. Karena pengaruh bahasa asing itulah, akhir-akhir ini lahir bentuk kalimat seperti di atas, dan itu sering diungkapkan banyak orang yaitu kalimat sejenis ‘itu adalah rumah saya’. Pemakaian kata adalah sebagai laiknya to be (am, is, are) atau kopula dalam bahasa Inggris telah menjadi kenyataan yang diterima. Meskipun pada dasarnya dalam bahasa Indonesia kehadiran kopula atau kata sejenis to be bukan suatu keharusan. Oleh karena itu, kalimat that is my house dapat diterjemahkan menjadi ‘itu rumah saya’. Kalimat I am a lecturer tidak harus diterjemahkan menjadi ‘saya adalah seorang dosen’ tetapi boleh juga menjadi ‘saya seorang dosen’, atau bahkan cukup dengan ‘saya dosen’. Kalimat they are students boleh diterjemahkan ‘mereka para mahasiswa’ bukan ‘mereka adalah para mahasiswa’. Kesalahan yang sering dijumpai dalam Bahasa Indonesia adalah penggunaan kata adalah sekaligus dengan kata merupakan. Padahal kedua kata itu sama-sama menduduki fungsi sebagai kopula dalam kalimat. Contoh: 1. Perbuatan itu adalah suatu penyelewengan. 2. Perbuatan itu merupakan suatu penyelewengan. Dua kalimat di atas adalah kalimat yang baik. Namun, dalam kenyataan kita sering membaca kalimat seperti di bawah ini. 3. Perbuatan itu adalah merupakan suatu penyelewengan. Kalimat nomor tiga di atas adalah kalimat yang berlebihan, karena menggunakan dua kata kopula sekaligus. Seharusnya, kata kopula 96 dalam kalimat hanya dibutuhkan satu saja. Oleh karena itu, kalimat nomor tiga di atas adalah contoh kalimat yang kurang baik. Oleh karena itu, sebagai penulis karya ilmiah, penggunaan kopula ganda seperti itu harus benar-benar dihindari. Saran yang perlu diperhatikan bagi para penulis karya ilmiah, agar sedapat mungkin mengurangi penggunaan kata kopula. Perlu pula diperhatikan hal penting lain yang berkenaan dengan penggunaan ‘adalah’. Kata adalah kadang-kadang digunakan orang di awal kalimat. Pemakaian seperti itu sesugguhnya tidak perlu. Contoh: “Adalah merupakan kenyataan, bahwa para dosen dan mahasiswa ISI Surakarta kurang berminat pada kegiatan ilmiah”. Kalimat di atas dapat disingkat menjadi: “Merupakan kenyataan, para dosen dan mahasiswa ISI Surakarta kurang berminat pada kegiatan ilmiah”. (3) Kata ‘telah’ Berbeda dengan bahasa Inggris, Bahasa Indonesia bebas dari tenses. Oleh karena itu, Bahasa Indonesia lebih sederhana. Apakah seseorang itu sekarang, kemarin atau lusa dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu, bentuk kata kerjanya tidak akan berubah. Untuk menunjuk peristiwa yang telah lampau (note: dalam bahasa Inggris mungkin dapat disetarakan dengan past tense), biasanya digunakan kata telah. Contoh: 1. Pak Kamso telah menulis buku kendhangan. 2. Pak Pardi telah menunda perjalanannya ke Amerika. 3. Pak Budi telah menyajikan karya komposisinya. 97 Berdasarkan contoh diatas, penulisan kata telah seolah biasa saja, tidak ada persoalan. Namun, untuk menghemat kata, sesungguhnya kata telah dapat dihilangkan apabila di dalam kalimat ada keterangan waktu yang jelas. Contoh: 1. Tahun lalu Pak Kamso telah menulis buku kendhangan. Sesungguhnya kalimat nomor 1 diatas dapat diperbaiki menjadi kalimat nomor 2 berikut ini. 2. Tahun lalu Pak Kamso menulis buku kendhangan. Perbaikan itu dimungkinkan karena telah ada keterangan waktu ‘tahun lalu’. Ini menandakan bahwa pekerjaan menulis buku kendhangan yang dilakukan oleh Pak Kamso telah berakhir. Dalam konteks kalimat itu, penggunaan kata telah menjadi bersifat berlebih-lebihan. Artinya, kata telah dalam kalimat di atas menjadi kata mubazir. (4) Kata ‘akan’ Selain kata telah dalam arti past tense yang dapat dihilangkan seperti contoh diatas, kata akan dalam arti future tense juga dapat dihilangkan. Syaratnya, di dalam kalimat itu ada keterangan waktu yang jelas. Contoh: 1. Pak Kamso akan menulis buku kendhangan. 2. Pak Pardi akan menunda perjalanannya ke Amerika. 3. Pak Budi akan menyajikan karya komposisinya. Dalam kenyataannya, banyak penulis sering keliru karena meski di dalam kalimatnya ada keterangan waktu, masih juga disisipkan kata akan. Contoh. 1. Nanti, Pak Kamso akan menulis buku kendhangan. 98 2. Besok, Pak Pardi akan menunda perjalanannya ke Amerika. 3. Tahun depan, Pak Budi akan menyajikan karya komposisinya. Kalimat-kalimat di atas dapat dikoreksi menjadi seperti berikut. 1. Nanti, Pak Kamso menulis buku kendhangan. 2. Besok, Pak Pardi menunda perjalanannya ke Amerika. 3. Tahun depan, Pak Budi menyajikan karya komposisinya. (5) Kata ‘sedang’ Kata sedang dalam arti present tense juga dapat dihilangkan. Syaratnya sama dengan penghilangan kata ‘telah’ dan ‘akan’ seperti di atas, yaitu di dalam kalimat ada keterangan waktu yang jelas. Sebab, banyak sekali penulis yang menulis seperti berikut. 1. Pak Kamso sedang menulis buku kendhangan. 2. Pak Pardi sedang menunda perjalanannya ke Amerika. 3. Pak Budi sedang menyajikan karya komposisinya. Padahal, kalimat-kalimat di atas dapat dikoreksi menjadi seperti berikut. 1. Pak Kamso menulis buku kendhangan. 2. Pak Pardi menunda perjalanannya ke Amerika. 3. Pak Budi menyajikan karya komposisinya. (6) Kata ‘untuk’ Beberapa kalimat di bawah ini adalah contoh kalimat mubazir karena menggunakan kata mubazir ‘untuk’. 1. Pak Kamso ke ruang kerja untuk menulis notasi. 2. Pak Pardi diminta pimpinannya untuk menunda perjalanan ke Amerika. 99 3. Pak Budi berniat untuk menyajikan karya komposisinya. Dalam tiga kalimat di atas, kata untuk harus dihilangkan. Cukup dengan mengatakan: 1. Pak Kamso ke ruang kerja menulis notasi. 2. Pak Pardi diminta pimpinannya menunda perjalanan ke Amerika. 3. Pak Budi berniat menyajikan karya komposisinya. Apabila penulis menyadari hal ini, dan mendisiplinkan diri menghilangkan kata untuk dalam tulisannya, pasti tulisannya akan lebih lancar dan enak dibaca. Dapat dibayangkan jika dalam sebuah kalimat panjang terdapat tiga atau empat kali kata untuk, maka kesan yang diperoleh kurang begitu enak. Persoalannya, apakah penghilangan kata untuk ini harga mati yang tidak dapat ditawar? Apakah penulis mesti main babat saja terhadap penggunaan kata untuk? Tidak! Penulis dapat menggunakan kata untuk apabila hendak (1) meletakkan ‘titik-berat’ pada sesuatu, (2) menunjukkan unsur kesengajaan, dan (3) sifat yang eksplisit. Misalnya: “Para dosen ke kampus untuk mengamati kegiatan peningkatan kompetensi yang diselenggarakan oleh mahasiswa.” Pada kalimat di atas, penulis hendak menunjukkan para dosen tidak pergi ke kampus mengajar atau memberi kuliah, sebagaimana lazimnya. Tetapi, kepergian para dosen ke kampus dengan tujuan khusus yaitu mengamati kegiatan mahasiswa. Karena penulis hendak meletakkan titik berat pada hal itu, maka penggunaan kata untuk dapat dibenarkan. (7) Kata ‘dari’ dan ‘pada’ 100 Dalam bahasa Inggris, kata of dalam hubungan milik atau pengertian kepunyaan sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi dari. Misalnya: “the statement of Prof. Waridi” sering diterjemahkan menjadi “pernyataan dari Prof. Waridi” Sesungguhnya, pemakaian kata dari dalam konteks kalimat seperti itu dapat dihilangkan, sehingga kalimatnya lebih ringkas dan padat. “pernyataan Prof. Waridi”. Dari contoh di atas dapat dipahami bahwa penggunaan kata dari dan pada sering simpang siur. Beberapa hal yang perlu diingat antara lain: 1. Kata dari menunjukkan: (a). tempat asal, misalnya: gamelan dari Karaton sudah tiba; (b). permulaan, misalnya: dari siang hingga malam. 2. Kata pada menunjukkan: (a). nama bilangan, waktu, atau benda yang bukan berarti “tempat”, misalnya: pada masa kejayaan Paku Buwono X; pada waktu jumenengan dalem Paku Buwono X; jurnal itu ada pada Pak Kamso. (b). menurut, misalnya: pada hemat kami; pada pemikiran mereka; pada pendapat saya. 101 Pendek kata, kata dari dan pada adalah kata yang berpotensi menjadi kata mubazir. Oleh karena itu, penggunaannya harus selalu dipertimbangkan. (8) Kata Mubazir Lain. Beberapa kalimat di bawah ini juga mengandung kata mubazir. Oleh karena itu penggunaannya perlu dipertimbangkan. 1. Pak Pardi berangkat menuju ke Singapura dua hari yang lalu. 2. Prof. Waridi menguraikan tentang peran karawitan dalam upacara ritual di Karaton Surakarta. 3. Pak Sadra telah berkali-kali membicarakan mengenai perlunya disiplin phisik bagi seorang seniman. Dari penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Walaupun bagus suara Bu Isti, namun rekamannya dilakukan secara amatiran. Meskipun bagus suara Bu Isti, tetapi rekamannya tidak laku juga. Karya-karya yang dipentaskan malam itu bermacam ragamnya, seperti kontemporer, klasik, pop, pop klasik, dan sebagainya. Dari contoh kalimat-kalimat di atas, kata ke, tentang, mengenai, tersebut di atas, walaupun bergandengan dengan kata namun, kata meskipun berkaitan dengan kata tetapi, dan kata seperti adalah katakata yang memiliki potensi sebagai kata mubazir. Oleh karena itu, setiap penggunaannya harus selalu diperhatikan, dikoreksi dan dipertimbangkan kembali. Jadi, dilihat dari keperluan bahasa ilmiah yang menghendaki sifat singkat, padat, dan lancar, maka pemakaian kata-kata mubazir harus setiap saat ditinjau kembali. 102 BAB V FORMAT PENULISAN REFERENSI A. Pengantar Secara umum, format penulisan ilmiah sesungguhnya ada tiga macam. Semuanya untuk penulisan artikel jurnal, makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian. Ketiga format itu masingmasing dirumuskan University of Chicago Press dalam Chicago Manual of Style, Modern Language Associasion of America (MLA) dalam MLA Hanbook for Writers of Research Papers, dan American Psycological Association (APA) dalam Publication Manual of the American Psycological Association. Ketiga format itu telah menjadi tradisi penulisan ilmiah akademik di berbagai perguruan tinggi dunia, dan profesi akademik lainnya di luar perguruan tinggi, yaitu dalam dunia bisnis, pemerintahan, dan berbagai macam profesi. Meskipun terdapat tiga macam format, tidak pernah ada sebuah karya ilmiah yang dianggap baik yang menggunakan tiga format sekaligus secara bersamaan. Sebab, penggunaan dua atau tiga macam format sekaligus dalam satu karya memang tidak dibenarkan. Dalam satu karya ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian dan artikel jurnal harus menggunakan satu macam format saja. Artinya, penulis sejak awal harus memilih format yang digunakan. Apabila penulis telah menentukan pilihan menggunakan format Chicago Manual, ia tidak lagi diperkenankan menggunakan format MLA dan APA dalam karya yang ditulisnya. Sebaliknya, bila telah menggunakan format MLA atau APA, tidak dibenarkan pula menggunakan format Chicago Manual secara bersamaan. Tentu saja ia diperkenankan ganti format dalam karya 103 lain yang ditulisnya. Tetapi, di dalam satu karya tulis, tidak boleh berganti format. Penulis harus tetap konsisten pada pilihannya. Penguasaan tiga jenis format ini sangat diperlukan bagi para peneliti dan penulis karya-karya ilmiah, karena berguna membantu proses pokok penyajian hasil penelitian. Terutama format bagaimana presentasi kepustakaan atau acuan yang digunakan, prinsip pencatatan atau penyajian referensi, dan penyajian hasil penelitian secara lengkap. Dalam penulisan referensi, ketiga macam format penulisan itu juga memiliki cara masing-masing. Perebedaan itu tampak terutama pada cara pengutipan, penunjukan acuan, dan penulisan bibliografi atau daftar pustaka. Agar lebih jelas, berikut pemaparan mengenai ketiga hal itu. B. Kutipan 1. Tujuan Pengutipan Dalam menulis paper untuk artikel jurnal, makalah, skripsi, tesis, dan disertasi, serta laporan penelitian, tidak mungkin seorang penulis menumpahkan seluruh tulisan dari hasil pemikiran sendiri. Oleh karena itu, penggunaan kutipan dalam karya ilmiah tidak dapat dihindarkan, terutama kutipan untuk menegaskan isi uraian dan membuktikan hal yang didiskusikan dalam karya tulis itu. Kutipan adalah kalimat atau pendapat pinjaman dari orang lain yang memiliki hubungan signifikan dengan persoalan yang ditulis. Kalimat atau pendapat itu dapat berupa penuturan lisan atau pernyataan tertulis. Penuturan lisan dapat diperoleh dari pembicaraan informal, wawancara, ceramah, atau pidato-pidato. 104 Pernyataan tertulis terdapat dalam buku, majalah, koran, artikel jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi, maupun laporan penelitian. Salah satu alasan pengutipan adalah untuk menghemat waktu. Akan banyak waktu terbuang apabila kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan, ditemukan dan dipublikasikan harus diteliti ulang hanya untuk menemukan kesimpulan yang sama. Penulis karya ilmiah tidak punya waktu meneliti hal-hal kecil dari tulisannya secara mendalam. Oleh karena itu, hal-hal penting yang sudah pernah dipublikasikan pihak lain tidak perlu diteliti lagi. Penulis cukup mengutip atau meminjam kalimat atau pendapat yang dianggap benar, dengan menyebut dari mana dan siapa pendapat itu diperoleh, sehingga pembaca dapat mengecek kutipan itu dengan sumber aslinya. Meskipun pendapat pihak lain dapat dikutip, tidak berarti dibenarkan seluruh isi karya ilmiah hanya berisi kutipan-kutipan. Penulis harus mengelola sebaik mungkin karyanya untuk tidak terlalu banyak menggunakan kutipan supaya tidak seperti himpunan bermacam pendapat, sehingga diledek orang ‘seperti kliping koran’. Pendek kata, garis besar dan kesimpulan harus sepenuhnya pendapat penulis sendiri. Kutipan-kutipan itu hanya untuk menunjang pendapatnya. 2. Jenis Kutipan Pada dasarnya ada dua jenis kutipan, yaitu (1) kutipan langsung dan (2) kutipan tidak langsung. Kutipan langsung adalah pendapat pinjaman dari sumber tertentu secara lengkap, sesuai sumber aslinya, tanpa perubahan kata, kalimat, dan huruf- 105 hurufnya. Kutipan tidak langsung adalah pendapat pinjaman dari sumber tertentu, dengan perubahan kata, kalimat, dan huruf-huruf dari sumber aslinya tanpa merubah makna isinya. Perubahannya dilakukan dengan mensarikan atau mengikhtisarkan pendapat yang dikutip. Semua kutipan langsung harus dimasukkan ke dalam tanda kutip (“…”), sedangkan kutipan tidak langsung tidak perlu diapit tanda kutip. Agar tidak terjadi kesalahan, sejak pengumpulan data dari berbagai sumber (buku, majalah, koran, artikel jurnal, makalah, manuskrip, laporan penelitian, leaflet, skripsi, tesis, dan disertasi), hal ini harus sudah dilakukan. Kutipan jangan terlalu panjang, misalnya hingga satu halaman atau lebih. Penulis mesti mengutip seperlunya, supaya tidak merusak dan mengganggu uraian yang dibuatnya. Apabila dipandang perlu memasukkan kutipan panjang, lebih baik masukkan ke dalam bagian Lampiran atau Apendiks. 3. Prinsip Membuat Kutipan Bagi para penulis karya ilmiah, ada beberapa prinsip yang benar-benar harus diperhatikan ketika membuat kutipan. a. Melakukan Perubahan Ketika melakukan pengutipan dengan bentuk kutipan langsung, penulis yang mengutip tidak dibenarkan merubah katakata, kalimat, huruf-huruf, atau kaidah penulisan dari teks asli yang dikutipnya. Apabila pengutip perlu melakukan perubahan, ia harus memberi keterangan yang jelas mengenai perubahan itu. Contoh, dalam sumber asli tidak ada kalimat atau bagian kalimat yang 106 dicetak miring (dengan huruf kursif) atau diberi garis bawah, sedangkan penulis mempertimbangkan perlu dicetak dengan huruf miring pada bagian kalimat tertentu, maka hal itu dapat dilakukan tetapi harus diberi keterangan yang jelas. Keterangan itu diletakkan setelah kalimat atau bagian kalimat yang dilakukan perubahan, dan diberi tanda kurung segi empat […]. Keterangan itu biasanya berbunyi; [huruf miring dari saya, penulis]. Rata-rata, pertimbangan penulis melakukan perubahan untuk memberi atau menunjukkan aksentuasi, contoh, dan mungkin adanya pertentangan. b. Ada Kesalahan Apabila penulis mengutip kalimat, yang pada sumber aslinya terdapat kekeliruan penulisan atau keganjilan, penulis tidak boleh melakukan perbaikan. Penulis harus menuliskan kutipan apa adanya, termasuk kekeliruan penulisan atau keganjilan yang ada pada sumber yang dikutip. Biasanya, kesalahan itu terletak pada masalah ejaan dan ketatabahasaan. Apabila penulis tidak setuju dengan bagian tertentu dari kalimat-kalimat yang dikutipnya, penulis boleh melakukan perbaikan dengan cara memberi catatan terhadap bagian-bagian yang tidak ia setujui, atau bagian-bagian yang salah. Perbaikan atau catatan itu dapat diberikan dalam bentuk catatan kaki, atau ditempatkan dalam tanda kurung segi empat […] seperti ketika penulis melakukan perubahan seperti di atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu ditempatkan langsung di belakang kata atau unsur yang perlu diperbaiki, diberi catatan, atau yang tidak disetujui. Dalam tradisi penulisan ilmiah, catatan itu berupa kata yang hanya terdiri dari satu suku kata, sic! 107 yang ditempatkan di dalam tanda kurung segi empat [sic!]. Tanda atau catatan seperti itu menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggung jawab atau kekeliruan itu, ia hanya mengutip sesuai aslinya. Contoh: “karya tulis ilmiah harus memiliki sifat kompa [sic!], kontinyu, dan lancar ” Kata kompa dalam kutipan di atas sesungguhnya salah cetak, seharusnya kompak. Namun, dalam mengutip, penulis tidak boleh secara langsung merubah dan memperbaiki kesalahan itu, tetapi harus menuliskan apa adanya, dengan ditambahkan catatan [sic!]. Dengan demikian pembaca mengetahui bahwa kesalahan bukan dilakukan oleh penulis yang mengutip, tetapi dilakukan oleh pihak yang pendapatnya dikutip. c. Menghilangkan Bagian Kutipan Dalam mengutip, penulis boleh menghilangkan bagian-bagian tertentu dari kalimat-kalimat yang dikutip dari sumber aslinya. Syaratnya, penghilangan bagian tertentu tidak boleh mengakibatkan inti makna asli atau makna keseluruhan menjadi berubah. Penghilangan itu dinyatakan dengan tiga titik […]. Jika unsur yang dihilangkan terdapat pada akhir sebuah kalimat, ketiga titik berspasi itu ditambahkan setelah titik yang mengakhiri kalimat itu. Apabila ada tanda kutip, titik-titik itu – baik pada awal kutipan maupun di akhir kutipan – harus dimasukkan ke dalam tanda kutip, sebab unsur yang dihilangkan dianggap sebagai bagian dari kutipan. 108 Contoh: Tentang pengertian gaya dalam karawitan Supanggah merumuskan sebagai berikut. “…gaya adalah kekhasan atau kekhususan yang ditandai oleh ciri fisik, estetik (musikal), dan/atau sistem bekerja (garap) yang dimiliki oleh atau yang berlaku pada (atau atas dasar inisiatif dan/atau kreativitas) perorangan (pengrawit), kelompok (masyarakat seni) atau kawasan (budaya) tertentu yang diakui eksistensinya oleh dan/atau berpotensi untuk mempengaruhi individu, kelompok (masyarakat) atau kawasan (budaya, musik, kesenian) lainnya, baik itu terberlakukannya dengan sengaja atau tidak, maupun yang terjadi atas hasil berbagai cara dan/atau bantuan dari berbagai sarana dan/atau media.” 3. Cara Mengutip Kutipan langsung dan tak langsung masing-masing memiliki konskwensi berlainan ketika penulis hendak memasukkannya ke dalam teks. Berdasarkan panjang pendeknya kutipan, kutipan langsung juga demikian, memiliki konskwensi yang berlainan. Agar lebih jelas, berikut adalah penjelasan mengenai cara mengutip langsung dan tidak langsung. a. Kutipan Langsung Kutipan langsung pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris, dan (2) kutipan langsung yang lebih dari empat baris. Sebuah kutipan yang panjangnya tidak lebih dari empat baris ketikan, cara memasukkannya ke dalam teks adalah sebagai berikut. (1) kutipan diintegrasika langsung ke dalam teks; (2) jarak antara baris dengan baris dua spasi; 109 (3) kutipan diapit dengan tanda kutip atau tanda petik (“…”); (4) setelah kutipan berakhir diberi tanda penunjuk acuan. Sebuah kutipan yang panjangnya lima baris atau lebih, maka seluruh kutipan harus diperlakukan sebagai berikut. (1) kutipan dipisahkan dari teks, dalam jarak 2,5 spasi; (2) jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi; (3) kutipan boleh diapit dan boleh tidak diapit tanda kutip atau tanda petik (“…”); (4) setelah kutipan berakhir diberi tanda penunjuk acuan. (5) seluruh kutipan dimasukkan (menjorok) ke dalam kurang lebih 5-7 ketuk. (6) bila kutipan terdiri dari beberapa alinea, baris pertama tiap alinea dimasukkan atau dimenjorokkan lagi kira-kira 5-7 ketuk. b. Kutipan tak Langsung Pada kutipan tak langsung, yang dikemukakan penulis bukan kalimat-kalimat asli pendapat yang dikutip, melainkan isi atau saripati pendapat itu. Oleh karena itu, kutipan tidak boleh menggunakan tanda kutip (“…”). Beberapa hal yang harus diperhatikan penulis dalam membuat kutipan tak langsung adalah sebagai berikut. (1) kutipan diintegrasika langsung ke dalam teks; (2) jarak antara baris dengan baris dua spasi; (3) kutipan tidak diapit dengan tanda kutip atau tanda petik (“…”); (4) setelah kutipan berakhir diberi tanda penunjuk acuan. 110 C. Penunjuk Acuan Seperti telah dijelaskan di atas bahwa format penulisan ilmiah ada tiga macam style, yaitu Chicago Manual of Style, Modern Language Associasion of America (MLA), dan American Psycological Association (APA). Perbedaan yang paling nyata dari ketiga style itu terletak pada cara membuat penunjuk acuan. Semua kutipan, baik yang langsung maupun tak langsung harus dijelaskan sumbernya. Oleh karena itu, setiap akhir suatu kutipan harus ada penunjuk acuan. 1. Chicago Style Penunjuk acuan menurut Chicago Manual of Style ada dua macam, yaitu menggunakan catatan kaki atau footnote atau catatan akhir atau endnote. Catatan kaki atau footnote adalah keteranganketerangan atas teks karangan yang ditempatkan di kaki halaman karangan yang bersangkutan. Catatan akhir atau endnote adalah keterangan semacam footnote yang ditempatkan di akhir bab atau diakhir karangan. Ada tiga jenis keterangan yang dapat dimuat di dalam catatan kaki atau catatan akhir, yaitu (1) keterangan berkenaan dengan sumber atau referensi suatu kutipan, (2) keterangan penjelas, dan (3) gabungan antara sumber dan penjelas. Hubungan antara catatan kaki, catatan akhir dan teks yang dikutip dinyatakan dengan nomor-nomor yang sama, baik di dalam teks maupun di dalam catatan kaki atau catatan akhir. Nomor di dalam teks diletakkan di akhir kutipan, dan diangkat setengah spasi dari teks, demikian pula nomor di dalam catatan kaki atau catatan akhir. Kesamaan nomor antara nomor dalam teks dan catatan kaki 111 atau catatan akhir menunjukkan bahwa keterangan yang ada pada catatan kaki atau catatan akhir adalah sumber acuan dan catatan bagi pernyataan yang dikutip dalam teks. a. Keterangan Sumber atau Referensi Jenis keterangan pada catatan kaki atau catatan akhir yang berupa keterangan mengenai sumber kutipan atau referensi harus memuat informasi sumber secara lengkap. Informasi itu berupa (1) nama pengarang, (2) judul sumber, (3) tempat diterbitkannya sumber, (4) nama lembaga atau badan yang menerbitkan, dan (5) tahun penerbitan. D. Bibliografi Pada dasarnya, bibliografi adalah daftar kepustakaan yang digunakan seorang penulis ilmiah yang diterakan di akhir tulisannya. Tulisan itu dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban kinerjanya dalam memanfaatkan berbagai kepustakaan yang diacu, dikutip, dan digunakan sebagai sumber maupun sebagai bahan pertimbangan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan seorang penulis dalam memuat daftar pustaka; (1) urutan bahan bacaan (buku, jurnal atau majalah, paper atau makalah, dan lain-lain), dan (2) sistematika penulisan untuk setiap bahan kepustakaan. Umumnya, bibliografi atau daftar pustaka ditulis urut secara alfabetis. Sistematika penulisannya juga ada beberapa macam style. Seorang penulis dapat mengguakan salah satu style. 112 Ada penulis yang menaruh tahun terbit buku, jurnal, atau kepustakaan yang lain diletakkan setelah nama pengarang buku, jurnal, atau kepustakaan yang lain. Namun ada pula yang meletakkannya di belakang, yaitu setelah tempat penerbitan dan nama penerbit. Sistem mana yang hendak dipakai tidak terlalu penting, namun yang harus benar-benar diperhatikan adalah konsistensi penulisannya. 113 DAFTAR PUSTAKA Alwi, H. et. al. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III Cetakan ke-1. Jakarta: Balai Pustaka. Badudu, J.S. & Zain, S.M. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Siar Harapan. Buzzati-Traverso, A. 1977. The Sciencetific Enterprise, Today and Tomorrow. Paris: Unesco. Campbell, W.G. et. al. 1991. Form and Style: Thesis, Reports, Term Papers. Philippine Copyright. Edisi ke-8. Quezon City: Houghton Miffin Company. Day, R.A. 1993. How to Write and Publish a Scientific Paper. Cetakan ke-2. ISI Press: Philadelpia. Gibaldi, J. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. New York: Modern Language Association of America. Gie, T.L. 2000. Pengnatar Filsafat Ilmu. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Penerbit Liberti. Hoselitz, B.F. (Ed.) 1970. A Reader’s Guide to the Social Sciences. Revised Edition. New York: Free Press. Kerlinger, F.N. 1986. Foundation of Behavioral Research. Edisi ke-3. New York: Holt, Rinehart dan Winston. Kerlinger, F.N. 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral. Edisi Terjemahan Foundation of Behavioral Research. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Klubertanz, G.P. 1955. Introduction to Philosophy of Being. New York: Appleton-Century-Crofts. Lachman, S.J. 1964. The Foundation of Science. Edisi Revisi. Cetakan ke-4. London: Routledge & Kegan Paul. 114 Malver, R.M. dan Page, C.H. 1949. Society: An Introductory Analysis. New York: Rinehart. Matkin, R.E. dan T.F. Rigar. 1991. Pewrsistent and Publish: Helfull Hints for Academic Writing and Publishing. University Press: Colorado. Rifai, M.A. 2005. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia.Edisi ke-5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Supanggah, R. 2002. Bothekan Karawitan I. Jakarta: The Ford Foundation & Masyarakat Sèni Pertunjukan Indonesia. Theodorson, G.A. 1970. A Modern Dictionary of Sociology. New York: Thomas Y. Crowell. University of Chicago Press. 1993. The Chicago Manual Style. Edisi ke-14. Chicago: University of Chicago Press. Ziman, J.M. 1974. Public Knowledge: An Essay Concerning the Social Dimension of Science. Edisi Revisi. London: Cambridge University Press. 115 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………………….i DAFTAR ISI……………………………………………………………………….iii BAB I ............................................................................................... 0 PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. PENGANTAR ................................................................................ 1 1. Tipologi Karya Tulis................................................................... 1 2. Karya Ilmiah Akademik ............................................................. 4 3. Ciri Karya Ilmiah Akademik ...................................................... 6 B. TUGAS STUDI DAN TUGAS PROFESI........................................... 9 1. Paper Ilmiah ............................................................................. 9 2. Laporan Penelitian .................................................................. 11 3. Skripsi, Tesis dan Disertasi ..................................................... 12 BAB II ............................................................................................ 15 STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN ................................................. 15 A. PENGANTAR .............................................................................. 15 B. JENIS OBJEK ............................................................................ 16 C. BENTUK PERNYATAAN .............................................................. 23 D. RAGAM PROPOSISI ................................................................... 25 E. CIRI POKOK............................................................................... 33 BAB III ........................................................................................... 38 ANATOMI KARYA ILMIAH ............................................................... 38 A. PENGANTAR .............................................................................. 38 B. PAPER ILMIAH ........................................................................... 41 1. Pembuatan Judul ................................................................. 44 2. Baris Kepemilikan................................................................. 46 3. Abstrak ................................................................................. 48 5. Pendahuluan ........................................................................ 50 6. Pemaparan ........................................................................... 55 a. Definisi ................................................................................ 56 b. Klasifikasi ............................................................................ 60 4. Kesimpulan .......................................................................... 64 5. Daftar Pustaka/Bibliografi .................................................... 65 BAB IV ........................................................................................... 67 FORMAT DAN BAHASA .................................................................. 67 A. PENGANTAR .............................................................................. 67 B. FORMAT PENULISAN ................................................................. 68 1. Penggunaan Huruf ................................................................ 68 a. Huruf Italic ........................................................................ 68 b. Huruf Kapital .................................................................... 69 2. Penggunaan Angka ............................................................... 70 a. Angka Arab ........................................................................ 70 b. Angka Romawi ................................................................... 72 3. Tanda Baca .......................................................................... 72 116 a. Titik (.) ............................................................................... 73 b. Koma (,) ............................................................................. 74 c. Titik Koma (;) ..................................................................... 74 d. Titik Dua (:) ....................................................................... 75 e. Tanda Tanya (?) ................................................................. 75 f. Tanda Seru (!) .................................................................... 75 g. Tanda Hubung (-) .............................................................. 76 h. Tanda Kurung ((…)) ........................................................... 76 i. Tanda Kurung Siku ([…]) ................................................... 77 j. Tanda Petik (“…”) ............................................................... 77 k. Tanda Petik Tunggal (‘…’) ................................................... 77 l. Tanda Elipsis/Titik Tiga (…) .............................................. 78 m. Tanda Garis Miring (/) .................................................... 78 n. Tanda Ampersan (&) .......................................................... 78 C. PERANGKAT KEBAHASAAN ....................................................... 79 1. Kata dan Frase ........................................................................ 81 a. Kata dan Frase yang Diikuti Koma ....................................... 81 b. Kata-Kata yang Didahului Koma .......................................... 83 c. Kata-Kata yang Tidak Didahului Koma ................................. 84 d. Kata-Kata yang Tidak Diikuti Titik Dua ................................ 84 2. Gabungan Kata ....................................................................... 84 3. Pemakaian Kata ...................................................................... 88 a. Kata adalah, ialah, yaitu dan yakni ...................................... 88 b. Kata antar- .......................................................................... 88 c. Kata beberapa ...................................................................... 89 d. Kata banyak dan para ......................................................... 90 e. Kata berbagai/pelbagai ........................................................ 91 f. Kata saling ............................................................................ 91 g. Kata sedangkan dan sehingga .............................................. 92 4. Kalimat ................................................................................... 93 a. Kalimat Membosankan ......................................................... 93 b. Kalimat Mubazir .................................................................. 94 BAB V .......................................................................................... 103 FORMAT PENULISAN REFERENSI ............................................... 103 A. PENGANTAR .......................................................................... 103 B. KUTIPAN ................................................................................ 104 1. Tujuan Pengutipan................................................................ 104 2. Jenis Kutipan ....................................................................... 105 3. Prinsip Membuat Kutipan ..................................................... 106 a. Melakukan Perubahan ....................................................... 106 b. Ada Kesalahan ................................................................... 107 c. Menghilangkan Bagian Kutipan .......................................... 108 3. Cara Mengutip ...................................................................... 109 a. Kutipan Langsung .............................................................. 109 b. Kutipan tak Langsung ........................................................ 110 C. PENUNJUK ACUAN ................................................................ 111 117 1. Chicago Style......................................................................... 111 a. Keterangan Sumber atau Referensi .................................... 112 D. BIBLIOGRAFI...................................................................... 112 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 114 118