Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain

advertisement
ebagai makhluk pribadi, tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak, dan
S kepentingan masing-masing.
Perbedaan kepentingan antarindividu tersebut menumbuhkan kesadaran akan
suatu kebutuhan bersama: kebutuhan agar kepentingan para individu terjamin dari
gangguan individu lainnya. Kebutuhan inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya
tata kehidupan bersama yang dikenal dengan tata kehidupan bermasyarakat.
Kenyataan di atas, diperkuat lagi oleh hakikat manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, memerlukan pertolongan dan
bantuan orang lain.
Di dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari, terdapat berbagai macam kaidah
atau norma yang mengatur peri kehidupannya. Berkenaan dengan kaidah-kaidah atau
norma tersebut, kita mengenal berbagai kaidah atau norma yang meliputi norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat, dan norma hukum.
Norma agama bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman. Ajaran
agama atau kepercayaan dalam masyarakat sangat menunjang tegaknya tata tertib
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Sudikno Mertokusumo (1986), yang dimaksud dengan kaidah
kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaidah ini
ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri.
Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran-ajaran agama atau kepercayaan yang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan.
Selanjutnya Kelsen (1995) menyatakan bahwa norma keagamaan mengancam si
pelanggar dengan hukuman oleh otorita Tuhan.
Selanjutnya, norma kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau
mempunyai hati nurani bersih. Norma kesusilaan adalah sekumpulan peraturan hidup
yang dianggap sebagai suara hati nurani setiap manusia. Norma ini berhubungan
dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia.
Norma kesopanan bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan
menyenangkan. Menurut Kansil (1986), norma kesopanan merupakan peraturan
hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia. Peraturan-peraturan itu ditaati
sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada di
sekitarnya. Oleh sebab itu, dalam implementasinya sehari-hari di masyarakat, kaidah
kesopanan sudah barang tentu amat bersifat subjektif; apa yang dikatakan sopan atau
tidak sopan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu tidak selamanya dianggap
demikian oleh masyarakat yang lainnya.
Norma adat merupakan sekumpulan peraturan hidup yang tumbuh dan
berkembang pada suatu masyarakat dan ditaati serta dilaksanakan oleh masyarakat
yang bersangkutan karena dirasakan sebagai suatu kewajiban. Norma adat ini sama
halnya dengan norma kesopanan, yakni bersifat relatif dalam arti apa yang
diharuskan atau dilarang oleh suatu masyarakat belum tentu akan diharuskan atau
dilarang oleh masyarakat lainnya.
Pelaksanaan sanksi dari norma adat ini datangnya dari masyarakat sekitar,
misalnya berupa pengucilan dari masyarakat adat atau bahkan diusir dari masyarakat
adat tersebut. Berat ringannya sanksi adat ini sangat tergantung pada jenis
pelanggaran yang dilakukan oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
1
Sementara itu menurut Soerjono Soekanto (1980), norma hukum bertujuan untuk
mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kedamaian tersebut
akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat
lahiriah) dengan ketenteraman (yang bersifat batiniah).
Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu
tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang
diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan.
Penggolongan atau klasifikasi hukum. Menurut Achmad Sanusi (1977), hukum
dapat digolongkan menurut hal-hal berikut.
1. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya.
2. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya.
3. Hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain.
4. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum.
5. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya.
Di tinjau dari sumber-sumbernya, hukum dapat kita golongkan ke dalam
klasifikasi berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
Hukum undang-undang.
Hukum persetujuan.
Hukum traktat (perjanjian antarnegara).
Hukum kebiasaan dan hukum adat.
Hukum yurisprudensi.
Mengingat sumber hukum itu ada yang berbentuk naskah (tertulis) dan ada yang
tidak berbentuk naskah (tidak tertulis) maka penggolongannya dapat dibedakan lebih
lanjut ke dalam berikut ini.
1. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian, hukum
traktat.
Di dalam hukum undang-undang, terdapat perbedaan lebih lanjut antara hukum
yang dikodifikasikan dengan hukum yang tidak dikodifikasikan.
2. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat
Di tinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat digolongkan ke
dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur
kepentingan-kepentingan orang perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan
negara dalam kedudukannya bukan sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum
yang mengatur/melindungi kepentingan-kepentingan negara sebagai penguasa.
Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum sebagai berikut:
I. Hukum Privat : a. Hukum Perdata.
b. Hukum Dagang.
c. Hukum Privat Internasional.
II. Hukum Publik;
a.
Hukum Tata Negara.
b. Hukum Tata Usaha Negara.
c. Hukum Antarnegara.
d. Hukum Pidana.
e. Hukum Acara Pidana.
2
a.
b.
c.
d.
e.
f. Hukum Acara Perdata.
g. Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara.
Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain berikut ini.
Hukum antarwaktu.
Hukum antartempat.
Hukum antargolongan.
Hukum antaragama.
Hukum privat internasional.
Satu hubungan hukum antarwaktu terdapat apabila lebih dari satu aturan hukum
yang selama suatu jangka waktu tertentu secara berurutan menguasai sesuatu acara
tertentu.
Hubungan hukum antartempat ada apabila dalam satu negara, mengenai satu hal
pada waktu yang sama terdapat lebih dari satu aturan, yang berlaku pada masingmasing daerahnya, tetapi terdapat hal-hal yang mempertemukan aturan-aturan hukum
tersebut.
Hubungan hukum antargolongan terdapat apabila dalam satu negara dan satu
waktu yang sama terdapat lebih dari satu golongan masyarakat yang masing-masing
mengenai sesuatu acara yang sama mempunyai aturan-aturan hukumnya sendiri,
tetapi ada unsur-unsur yang mempertemukan aturan-aturan itu satu sama lain.
Apabila perbedaan aturan-aturan hukum itu karena perbedaan agama yang dipeluk
oleh golongan-golongan masyarakat hukum yang bersangkutan maka kita bicara
tentang hukum antaragama.
Hubungan hukum privat internasional terdapat apabila aturan-aturan hukum yang
berbeda itu disebabkan oleh perbedaan negara dan oleh sebab itu pula perbedaan
hukum privat yang berlaku bagi masing-masing warga negara yang bersangkutan.
Hukum antar waktu, antartempat, antargolongan, antaragama dan privat internasional
memberi jawaban aturan hukum mana yang berlaku atau apakah hukumnya apabila
terjadi hubungan-hubungan hukum, seperti yang dimaksudkan di atas.
Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan antara hukum formal
dengan hukum materiel. Hukum formal sering dipersamakan dengan hukum acara,
yakni hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum
(materiel) dipertahankan atau dilaksanakan. Yang dimaksud dengan hukum materiel
ialah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan
hukum itu sendiri. Dengan kata lain hukum materiel adalah hukum yang mengatur
tentang isi dari hubungan-hubungan hukum.
Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan tentang
keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka kita dapat membedakan:
1. Hukum kaidah (normenrecht);
2. Hukum sanksi (sanctienrecht).
Hukum kaidah ialah ketentuan-ketentuan hukum, baik publik maupun privat, di
mana dinyatakan ada perintah atau larangan atau perkenaan tentang sesuatu. Juga
apabila ternyata ada persetujuan, perintah, larangan, perkenaan atau janji itu timbul
kewajiban dan pada pihak lain hak; jadi diketahuilah hal-hal apa yang diharuskan,
diperbolehkan atau dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang.
3
Hukum sanksi ialah ketentuan-ketentuan hukum yang menetapkan apakah
hukuman yang akan (dapat) dikenakan kepada seseorang, yang melanggar kaidahkaidah undang-undang atau kaidah-kaidah hukum lainnya. Yang terakhir ini
umpamanya dalam hukum pidana, yang kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran
agama, kesusilaan. Jadi hukum sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum.
Selanjutnya, kita akan membahas konsep-konsep penting berkenaan dengan
peraturan hukum, yang meliputi norma, sanksi, delik (tindak pidana), kewajiban
hukum, tanggung jawab hukum, dan hak hukum. Peraturan hukum merupakan
kumpulan kaidah-kaidah atau norma perilaku yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang. Norma perilaku yang diatur dalam peraturan hukum memuat keharusankeharusan (gebod) dan/atau larangan-larangan (verbod). Norma hukum memuat
keharusan apabila norma tersebut mengharuskan untuk berbuat menurut suatu cara
tertentu. Sebagai contoh, keharusan untuk menolong seseorang yang terancam
keselamatan jiwanya sebagaimana diatur dalam Pasal 531 KUHP. Norma hukum
memuat larangan apabila norma tersebut melarang untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu. Sebagai contoh, larangan mencuri (362 KUHP), larangan membunuh (338
KUHP).
Pasal 10 KUHP menyebutkan “Hukuman-hukuman itu adalah berikut ini.
1. Hukuman-hukuman pokok
a) Hukuman mati,
b) Hukuman penjara,
c) Hukuman kurungan,
d) Hukuman denda.
2. Hukuman-hukuman tambahan
a) Pencabutan dari hak-hak tertentu,
b) Penyitaan dari benda-benda tertentu,
c) Pengumuman dari putusan hakim.
Untuk memahami lebih lanjut tentang norma dan sanksi, perhatikanlah kutipan
pasal-pasal dari peraturan hukum berikut.
Pasal 362 KUHP
“Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut
secara melawan hukum karena salah telah melakukan pencurian,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau dengan
hukuman denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah”
Pasal 1365 KUH Perdata
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Konsep hukum berikutnya adalah “delik”. Dalam hukum pidana istilah delik atau
“strafbaar feit” lazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan
4
yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijk atau on rechtmatige). Tindak pidana
dapat terjadi dengan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang,
seperti dalam hal pencurian, penipuan, penggelapan, dan pembunuhan. Di pihak lain,
tindakan pidana dapat terjadi juga karena diabaikannya atau dilalaikannya untuk
melakukan suatu perbuatan yang diharuskan oleh undang-undang, seperti dalam hal
keharusan menolong seseorang yang jiwanya dalam keadaan terancam atau
keharusan memenuhi panggilan pengadilan untuk di dengar kesaksiannya dalam
sidang pengadilan.
Dalam hukum perdata istilah delik tidak lazim digunakan. Untuk menyebut
seseorang melakukan delik, biasanya digunakan istilah seseorang telah melakukan
wanprestasi. Namun demikian, perbuatan yang tergolong bersifat wanprestasi pada
dasarnya merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, bertentangan dengan
undang-undang (onrechtmatige). Sebagai contoh dalam kasus utang-piutang.
Seorang debitur (orang yang berutang) dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia
tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah
diterimanya dari pihak kreditor (orang yang berpiutang) atau terlambat memenuhinya
atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.
Menurut pengertian umum, delik - baik dalam lapangan hukum pidana maupun
hukum perdata, dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa
sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. Definisi semacam ini
mensyaratkan bahwa sanksi itu diancamkan terhadap seseorang yang perbuatannya
dianggap oleh pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, dan oleh sebab
itu pembuat undang-undang bermaksud untuk mencegahnya dengan sanksi tersebut.
Perlu dicatat bahwa fakta tentang delik bukan hanya terletak pada suatu perbuatan
tertentu saja, melainkan juga pada akibat-akibat dari perbuatan tersebut.
Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, dikenal beberapa macam jenis delik
(Lamintang, 1984), antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Delik formal
Delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Contohnya, Pasal 209, 210, 242, 362 KUHP.
2. Delik material
Delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan ditimbulkannya akibat
yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Contohnya,
Pasal 149, 187, 338, 378 KUHP.
3. Delik komisi
Delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan (verbod) menurut undangundang, yang terjadi karena melakukan suatu. Contohnya, Pasal 212,263, 285,
362 KUHP.
4. Delik omisi
Delik yang berupa pelanggaran terhadap keharusan (gebod) menurut undangundang, yang terjadi karena dilalaikannya suatu perbuatan yang diharuskan.
Contohnya, Pasal 217, 218, 224, 397 angka 4 KUHP.
5. Delik kesengajaan
5
Delik yang mengandung unsur kesengajaan. Contohnya, Pasal 338 KUHP.
6. Delik kelalaian
delik yang mengandung unsur kelalaian. Contoh Pasal 359 KUHP.
7. Delik aduan
Delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang
dirugikan. Contoh Pasal 72 - 75, 284 ayat (2), 287 ayat (2) KUHP.
8. Delik biasa
Delik yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan. Contoh
Pasal 362, 338 KUHP.
9. Delik umum
Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
10. Delik khusus
Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga
penegakan hukum (law enforcers), antara lain Kepolisian, yang berfungsi utama
sebagai lembaga penyidik; Kejaksaan, yang fungsi utamanya sebagai lembaga
penuntut; Kehakiman, yang berfungsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan, dan
lembaga Penasihat atau bantuan hukum.
A.Lembaga-Lembaga Pelaksana kekuasaan kehakiman
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyebutkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan umum.
Peradilan Umum
Ketentuan mengenai Peradilan Umum diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
6
Peradilan umum yang berada di Propinsi dinamakan Pengadilan Tinggi.
Pengadilan Negeri merupakan Pengadilan Tingkat Pertama. Pengadilan
Tinggi merupakan Pengadilan Tingkat Banding.
Proses Penyelesaian Perkara Pidana Tingkat Pertama
KEJAHATAN
POLISI
Pengusutan
JAKSA
Penunrut
Umum
PENGADILAN
NEGERI
Memeriksa dan
Mengadili
PUTUSAN
Dilepas dari
segala
tuntutan
Dibebaskan
Dihukum
Sumber: Penyuluhan Hukum Ke-1 Tentang Azas Peradilan, Edisi Kedua, 1982,
Direktorat Jenderal pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman.
Peradilan Khusus
Peradilan khusus, peradilan untuk mengadili perkara-perkara
tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu, misalnya : Misalnya:
 Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara
 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama
 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer
Peradilan Militer
Peradilan Militer diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Undang-undang tersebut
menjelaskan,bahwa:
1. Pengadilan militer merupakan pengadilan tingkat pertama untuk perkara
pidana yang terdakwanya berpangkat kapten ke bawah.
2. Pengadilan militer tinggi merupakan pengadilan tingkat banding untuk
perkara pidana yang diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan militer.
Pengadilan militer tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama
untuk:
 Perkara pidana yang terdakwanya berpangkat mayor ke atas
 Gugatan sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
3. Pengadilan militer Utama merupakan pengadilan tingkat banding untuk
perkara pidana dan sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata Republik
7
Indonesia yang diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Tinggi
Militer. Pengadilan militer Utama berkedudukan di Ibu kota Negara
Republik Indonesia.
4. Pengadilan militer pertempuran merupakan pengadilan tingkat pertama dan
terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di
daerah pertempuran.
Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Militer
Tersangka
 Pemeriksaan
 Penyeldidikan
 Penyidikan
oleh POM &
Otmil
 Membuatkan
BAP
 Dikirim kepada
Papera dan
Otmil
Putusan:
Otmil membuat
dakwaan/tuntutan
Menghadirkan
saksi-saksi dan alat
bukti yang
berkaitan dengan
perkara
Pemeriksaan dapat
disertai penahanan
guna keperluan
pemeriksaan
Pemeriksaan
dipersidangan oleh
Mahmil
 Bebas dari
segala
dakwaan/tut
 Pidana
bersyarat
(percobaan)
 Pida penjara
 Pidana
kur/denda
 Pidana
tambahan
(diberhentik
an dari dinas
militer)
Pelaks Pts
penjara/Kur,
diliksanakan
di Mahmil
Peradilan Agama
Peradilan Agama dalam sistem kekuasaan kehakiman diatur oleh
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara diatur oleh Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Agar Hakim dapat mengambulkan permohonan Penguggat yaitu
membatalkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat/Badan Tata
Usaha Negara.
Masalah yang disengketakan adalah Suarat Keputusan yang
dikeluarkan oleh Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara.
Untuk lebih memahami proses pengadilan suatu acara perhatikan
gambar berikut ini:
8
MA
PENGADILAN
TINGGI
PT
AGAMA
PT
T. U. N
PENGADILAN
MILITER UTAMA
PENGADILAN
NEGERI
PENGADILAN
AGAMA
PENGADILAN
T. U. N
PENGADILAN
MILITER TINGGI
PERADILAN
UMUM
PERADILAN
AGAMA
PERADIAN
T. U. N
PEGADILAN
MILITER
PERADILAN
MILITER
Selain itu perhatikan juga Pasal 15 UU RI No. 4 Tahun 2004
PENGADILAN KHUSUS
PASAL 15 UU RI NO. 4 TAHUN 2004
PENGDILAN
SYARIAH DI
PROVINSI
NANGGROE ACEH
DARUSSALAM)
-
PENGADILAN ANAK
PENGADILAN NIAGA
PENGADILAN HAM
PENGADILAN TINDAK
PIDANA KORUPSI
- PENGADILAN
HUBUNGAN
INDUSTRIAL
PERADILAN UMUM
(Khusus Perkawin
an; Kewarisan,
Wasiat, dan Hibah
berdasarkan hukum
Islam; Wakaf dan
Shadaqah)
PERADILAN
TUN
PENGDILAN
PAJAK
9
PERADILAN
AGAMA
2. Mahkamah Konstitusi
Untuk menjabarkan lebih lanjut tentang Mahkamah Konstitusi
dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh seorang Ketua dan seorang wakil
ketua yang merangkap sebagai anggota serta 7 orang anggota. Keanggotaan
Mahkamah Konstitusi ditetapkan oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua dipilih
oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Hakim konstitusi adalah
pejabat negara
Komisi Yudisial. Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24 B UUD 1945,
yaitu :
1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku
hakim.
2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai penetahuan dan pengalaman di
bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
3. Agggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.
Kepolisian
Kepolisian diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 2
tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut
menyatakan, bahwa Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada
kepolisian Negara Republik Indonesia.
Fungsi Kepolisian ( Pasal 2 ), adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang :pemeliharaan keamanan dan ketertiban di masyarakat;
penegakkan hukum; perlindungan;pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil,
dan/atau bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
Tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah mewujudkan keamanan
dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban dalam
negeri yang meliputi ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinannya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
Tugas Pokok Kepolisian RI berdasarkan pasal 13, yaitu :memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum dan memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayan an kepada masyarakat
Kejaksaan
Pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan dilaksanakan oleh
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Kejaksaan diatur
10
dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut
menyatakan, bahwa Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UndangUndang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap .
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh
Jaksa Agung. Jaksa dalam melaksanakan tuntutan bertindak dan atas nama
negara. Susunan kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung; Kejaksaan Tinggi
dan Kejaksaan Negeri. Jaksa Agung berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia. Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Propinsi.
Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.
Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggungjawab tertinggi
kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan.
Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang
Jaksa Agung Muda
Advokat
Kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan
pengaruh luar memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, dan
bertanggungjawab. Kebebasan dan kemandirian profesi advokat diperlukan
untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki
kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum,
kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia.
Advokat diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 18
tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut
menyatakan, bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa
hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan undang-undang.
Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,mewakili,
mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk
kepentingan hukum klien.
Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima
jasa hukum dari Advokat .
Advokat berstatus sebagai penegak hukum bebas dan mandiri yang
dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Advokat wajib
memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang
tidak mampu
11
Download