ebagai makhluk pribadi, tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak, dan S kepentingan masing-masing. Perbedaan kepentingan antarindividu tersebut menumbuhkan kesadaran akan suatu kebutuhan bersama: kebutuhan agar kepentingan para individu terjamin dari gangguan individu lainnya. Kebutuhan inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama yang dikenal dengan tata kehidupan bermasyarakat. Kenyataan di atas, diperkuat lagi oleh hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain. Di dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari, terdapat berbagai macam kaidah atau norma yang mengatur peri kehidupannya. Berkenaan dengan kaidah-kaidah atau norma tersebut, kita mengenal berbagai kaidah atau norma yang meliputi norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma adat, dan norma hukum. Norma agama bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman. Ajaran agama atau kepercayaan dalam masyarakat sangat menunjang tegaknya tata tertib kehidupan bermasyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo (1986), yang dimaksud dengan kaidah kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran-ajaran agama atau kepercayaan yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Selanjutnya Kelsen (1995) menyatakan bahwa norma keagamaan mengancam si pelanggar dengan hukuman oleh otorita Tuhan. Selanjutnya, norma kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Norma kesusilaan adalah sekumpulan peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati nurani setiap manusia. Norma ini berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Norma kesopanan bertujuan agar pergaulan hidup berlangsung dengan menyenangkan. Menurut Kansil (1986), norma kesopanan merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia. Peraturan-peraturan itu ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu, dalam implementasinya sehari-hari di masyarakat, kaidah kesopanan sudah barang tentu amat bersifat subjektif; apa yang dikatakan sopan atau tidak sopan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu tidak selamanya dianggap demikian oleh masyarakat yang lainnya. Norma adat merupakan sekumpulan peraturan hidup yang tumbuh dan berkembang pada suatu masyarakat dan ditaati serta dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan karena dirasakan sebagai suatu kewajiban. Norma adat ini sama halnya dengan norma kesopanan, yakni bersifat relatif dalam arti apa yang diharuskan atau dilarang oleh suatu masyarakat belum tentu akan diharuskan atau dilarang oleh masyarakat lainnya. Pelaksanaan sanksi dari norma adat ini datangnya dari masyarakat sekitar, misalnya berupa pengucilan dari masyarakat adat atau bahkan diusir dari masyarakat adat tersebut. Berat ringannya sanksi adat ini sangat tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan oleh warga masyarakat yang bersangkutan. 1 Sementara itu menurut Soerjono Soekanto (1980), norma hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keserasian antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketenteraman (yang bersifat batiniah). Menurut Kelsen (1995), hukum adalah suatu tata yang bersifat memaksa. Suatu tata sosial yang berusaha menimbulkan perilaku para individu sesuai dengan yang diharapkan melalui pengundangan tindakan-tindakan paksaan. Penggolongan atau klasifikasi hukum. Menurut Achmad Sanusi (1977), hukum dapat digolongkan menurut hal-hal berikut. 1. Sumber-sumber dan bentuk sumber keberlakuannya. 2. Kepentingan yang diatur atau dilindunginya. 3. Hubungan aturan-aturan hukum itu satu sama lain. 4. Pertaliannya dengan hubungan-hubungan hukum. 5. Hal kerjanya berikut pelaksanaan sanksinya. Di tinjau dari sumber-sumbernya, hukum dapat kita golongkan ke dalam klasifikasi berikut. 1. 2. 3. 4. 5. Hukum undang-undang. Hukum persetujuan. Hukum traktat (perjanjian antarnegara). Hukum kebiasaan dan hukum adat. Hukum yurisprudensi. Mengingat sumber hukum itu ada yang berbentuk naskah (tertulis) dan ada yang tidak berbentuk naskah (tidak tertulis) maka penggolongannya dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam berikut ini. 1. Hukum tertulis, meliputi hukum undang-undang, hukum perjanjian, hukum traktat. Di dalam hukum undang-undang, terdapat perbedaan lebih lanjut antara hukum yang dikodifikasikan dengan hukum yang tidak dikodifikasikan. 2. Hukum tidak tertulis, meliputi hukum kebiasaan dan hukum adat Di tinjau dari sudut kepentingan yang diaturnya, hukum dapat digolongkan ke dalam hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan orang perseorangan dan juga kepentingan-kepentingan negara dalam kedudukannya bukan sebagai penguasa. Hukum publik adalah hukum yang mengatur/melindungi kepentingan-kepentingan negara sebagai penguasa. Mengikuti susunan tradisional, terdapat penggolongan hukum sebagai berikut: I. Hukum Privat : a. Hukum Perdata. b. Hukum Dagang. c. Hukum Privat Internasional. II. Hukum Publik; a. Hukum Tata Negara. b. Hukum Tata Usaha Negara. c. Hukum Antarnegara. d. Hukum Pidana. e. Hukum Acara Pidana. 2 a. b. c. d. e. f. Hukum Acara Perdata. g. Hukum (Acara) Pengadilan Tata Usaha Negara. Cabang-cabang dari hukum ini, antara lain berikut ini. Hukum antarwaktu. Hukum antartempat. Hukum antargolongan. Hukum antaragama. Hukum privat internasional. Satu hubungan hukum antarwaktu terdapat apabila lebih dari satu aturan hukum yang selama suatu jangka waktu tertentu secara berurutan menguasai sesuatu acara tertentu. Hubungan hukum antartempat ada apabila dalam satu negara, mengenai satu hal pada waktu yang sama terdapat lebih dari satu aturan, yang berlaku pada masingmasing daerahnya, tetapi terdapat hal-hal yang mempertemukan aturan-aturan hukum tersebut. Hubungan hukum antargolongan terdapat apabila dalam satu negara dan satu waktu yang sama terdapat lebih dari satu golongan masyarakat yang masing-masing mengenai sesuatu acara yang sama mempunyai aturan-aturan hukumnya sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang mempertemukan aturan-aturan itu satu sama lain. Apabila perbedaan aturan-aturan hukum itu karena perbedaan agama yang dipeluk oleh golongan-golongan masyarakat hukum yang bersangkutan maka kita bicara tentang hukum antaragama. Hubungan hukum privat internasional terdapat apabila aturan-aturan hukum yang berbeda itu disebabkan oleh perbedaan negara dan oleh sebab itu pula perbedaan hukum privat yang berlaku bagi masing-masing warga negara yang bersangkutan. Hukum antar waktu, antartempat, antargolongan, antaragama dan privat internasional memberi jawaban aturan hukum mana yang berlaku atau apakah hukumnya apabila terjadi hubungan-hubungan hukum, seperti yang dimaksudkan di atas. Penggolongan hukum berikutnya adalah penggolongan antara hukum formal dengan hukum materiel. Hukum formal sering dipersamakan dengan hukum acara, yakni hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana kaidah-kaidah hukum (materiel) dipertahankan atau dilaksanakan. Yang dimaksud dengan hukum materiel ialah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum itu sendiri. Dengan kata lain hukum materiel adalah hukum yang mengatur tentang isi dari hubungan-hubungan hukum. Atas dasar tinjauan apakah dalam suatu cabang hukum diutamakan tentang keharusan/larangan ataukah tentang sanksinya maka kita dapat membedakan: 1. Hukum kaidah (normenrecht); 2. Hukum sanksi (sanctienrecht). Hukum kaidah ialah ketentuan-ketentuan hukum, baik publik maupun privat, di mana dinyatakan ada perintah atau larangan atau perkenaan tentang sesuatu. Juga apabila ternyata ada persetujuan, perintah, larangan, perkenaan atau janji itu timbul kewajiban dan pada pihak lain hak; jadi diketahuilah hal-hal apa yang diharuskan, diperbolehkan atau dilarang dan dijanjikan untuk diperbuat seseorang. 3 Hukum sanksi ialah ketentuan-ketentuan hukum yang menetapkan apakah hukuman yang akan (dapat) dikenakan kepada seseorang, yang melanggar kaidahkaidah undang-undang atau kaidah-kaidah hukum lainnya. Yang terakhir ini umpamanya dalam hukum pidana, yang kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama, kesusilaan. Jadi hukum sanksi ini menjelaskan tentang reaksi hukum. Selanjutnya, kita akan membahas konsep-konsep penting berkenaan dengan peraturan hukum, yang meliputi norma, sanksi, delik (tindak pidana), kewajiban hukum, tanggung jawab hukum, dan hak hukum. Peraturan hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah atau norma perilaku yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Norma perilaku yang diatur dalam peraturan hukum memuat keharusankeharusan (gebod) dan/atau larangan-larangan (verbod). Norma hukum memuat keharusan apabila norma tersebut mengharuskan untuk berbuat menurut suatu cara tertentu. Sebagai contoh, keharusan untuk menolong seseorang yang terancam keselamatan jiwanya sebagaimana diatur dalam Pasal 531 KUHP. Norma hukum memuat larangan apabila norma tersebut melarang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Sebagai contoh, larangan mencuri (362 KUHP), larangan membunuh (338 KUHP). Pasal 10 KUHP menyebutkan “Hukuman-hukuman itu adalah berikut ini. 1. Hukuman-hukuman pokok a) Hukuman mati, b) Hukuman penjara, c) Hukuman kurungan, d) Hukuman denda. 2. Hukuman-hukuman tambahan a) Pencabutan dari hak-hak tertentu, b) Penyitaan dari benda-benda tertentu, c) Pengumuman dari putusan hakim. Untuk memahami lebih lanjut tentang norma dan sanksi, perhatikanlah kutipan pasal-pasal dari peraturan hukum berikut. Pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum karena salah telah melakukan pencurian, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah” Pasal 1365 KUH Perdata “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Konsep hukum berikutnya adalah “delik”. Dalam hukum pidana istilah delik atau “strafbaar feit” lazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan 4 yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijk atau on rechtmatige). Tindak pidana dapat terjadi dengan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, seperti dalam hal pencurian, penipuan, penggelapan, dan pembunuhan. Di pihak lain, tindakan pidana dapat terjadi juga karena diabaikannya atau dilalaikannya untuk melakukan suatu perbuatan yang diharuskan oleh undang-undang, seperti dalam hal keharusan menolong seseorang yang jiwanya dalam keadaan terancam atau keharusan memenuhi panggilan pengadilan untuk di dengar kesaksiannya dalam sidang pengadilan. Dalam hukum perdata istilah delik tidak lazim digunakan. Untuk menyebut seseorang melakukan delik, biasanya digunakan istilah seseorang telah melakukan wanprestasi. Namun demikian, perbuatan yang tergolong bersifat wanprestasi pada dasarnya merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang (onrechtmatige). Sebagai contoh dalam kasus utang-piutang. Seorang debitur (orang yang berutang) dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia tidak memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan sejumlah uang yang telah diterimanya dari pihak kreditor (orang yang berpiutang) atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. Menurut pengertian umum, delik - baik dalam lapangan hukum pidana maupun hukum perdata, dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. Definisi semacam ini mensyaratkan bahwa sanksi itu diancamkan terhadap seseorang yang perbuatannya dianggap oleh pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, dan oleh sebab itu pembuat undang-undang bermaksud untuk mencegahnya dengan sanksi tersebut. Perlu dicatat bahwa fakta tentang delik bukan hanya terletak pada suatu perbuatan tertentu saja, melainkan juga pada akibat-akibat dari perbuatan tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, dikenal beberapa macam jenis delik (Lamintang, 1984), antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Delik formal Delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Contohnya, Pasal 209, 210, 242, 362 KUHP. 2. Delik material Delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Contohnya, Pasal 149, 187, 338, 378 KUHP. 3. Delik komisi Delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan (verbod) menurut undangundang, yang terjadi karena melakukan suatu. Contohnya, Pasal 212,263, 285, 362 KUHP. 4. Delik omisi Delik yang berupa pelanggaran terhadap keharusan (gebod) menurut undangundang, yang terjadi karena dilalaikannya suatu perbuatan yang diharuskan. Contohnya, Pasal 217, 218, 224, 397 angka 4 KUHP. 5. Delik kesengajaan 5 Delik yang mengandung unsur kesengajaan. Contohnya, Pasal 338 KUHP. 6. Delik kelalaian delik yang mengandung unsur kelalaian. Contoh Pasal 359 KUHP. 7. Delik aduan Delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Contoh Pasal 72 - 75, 284 ayat (2), 287 ayat (2) KUHP. 8. Delik biasa Delik yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan. Contoh Pasal 362, 338 KUHP. 9. Delik umum Delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang. 10. Delik khusus Delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk lembaga penegakan hukum (law enforcers), antara lain Kepolisian, yang berfungsi utama sebagai lembaga penyidik; Kejaksaan, yang fungsi utamanya sebagai lembaga penuntut; Kehakiman, yang berfungsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan, dan lembaga Penasihat atau bantuan hukum. A.Lembaga-Lembaga Pelaksana kekuasaan kehakiman Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 1. Mahkamah Agung Mahkamah Agung diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum. Peradilan Umum Ketentuan mengenai Peradilan Umum diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 6 Peradilan umum yang berada di Propinsi dinamakan Pengadilan Tinggi. Pengadilan Negeri merupakan Pengadilan Tingkat Pertama. Pengadilan Tinggi merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Proses Penyelesaian Perkara Pidana Tingkat Pertama KEJAHATAN POLISI Pengusutan JAKSA Penunrut Umum PENGADILAN NEGERI Memeriksa dan Mengadili PUTUSAN Dilepas dari segala tuntutan Dibebaskan Dihukum Sumber: Penyuluhan Hukum Ke-1 Tentang Azas Peradilan, Edisi Kedua, 1982, Direktorat Jenderal pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman. Peradilan Khusus Peradilan khusus, peradilan untuk mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu, misalnya : Misalnya: Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer Peradilan Militer Peradilan Militer diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Undang-undang tersebut menjelaskan,bahwa: 1. Pengadilan militer merupakan pengadilan tingkat pertama untuk perkara pidana yang terdakwanya berpangkat kapten ke bawah. 2. Pengadilan militer tinggi merupakan pengadilan tingkat banding untuk perkara pidana yang diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan militer. Pengadilan militer tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama untuk: Perkara pidana yang terdakwanya berpangkat mayor ke atas Gugatan sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 3. Pengadilan militer Utama merupakan pengadilan tingkat banding untuk perkara pidana dan sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata Republik 7 Indonesia yang diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Tinggi Militer. Pengadilan militer Utama berkedudukan di Ibu kota Negara Republik Indonesia. 4. Pengadilan militer pertempuran merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah pertempuran. Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Militer Tersangka Pemeriksaan Penyeldidikan Penyidikan oleh POM & Otmil Membuatkan BAP Dikirim kepada Papera dan Otmil Putusan: Otmil membuat dakwaan/tuntutan Menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti yang berkaitan dengan perkara Pemeriksaan dapat disertai penahanan guna keperluan pemeriksaan Pemeriksaan dipersidangan oleh Mahmil Bebas dari segala dakwaan/tut Pidana bersyarat (percobaan) Pida penjara Pidana kur/denda Pidana tambahan (diberhentik an dari dinas militer) Pelaks Pts penjara/Kur, diliksanakan di Mahmil Peradilan Agama Peradilan Agama dalam sistem kekuasaan kehakiman diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Agar Hakim dapat mengambulkan permohonan Penguggat yaitu membatalkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat/Badan Tata Usaha Negara. Masalah yang disengketakan adalah Suarat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara. Untuk lebih memahami proses pengadilan suatu acara perhatikan gambar berikut ini: 8 MA PENGADILAN TINGGI PT AGAMA PT T. U. N PENGADILAN MILITER UTAMA PENGADILAN NEGERI PENGADILAN AGAMA PENGADILAN T. U. N PENGADILAN MILITER TINGGI PERADILAN UMUM PERADILAN AGAMA PERADIAN T. U. N PEGADILAN MILITER PERADILAN MILITER Selain itu perhatikan juga Pasal 15 UU RI No. 4 Tahun 2004 PENGADILAN KHUSUS PASAL 15 UU RI NO. 4 TAHUN 2004 PENGDILAN SYARIAH DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM) - PENGADILAN ANAK PENGADILAN NIAGA PENGADILAN HAM PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI - PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PERADILAN UMUM (Khusus Perkawin an; Kewarisan, Wasiat, dan Hibah berdasarkan hukum Islam; Wakaf dan Shadaqah) PERADILAN TUN PENGDILAN PAJAK 9 PERADILAN AGAMA 2. Mahkamah Konstitusi Untuk menjabarkan lebih lanjut tentang Mahkamah Konstitusi dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh seorang Ketua dan seorang wakil ketua yang merangkap sebagai anggota serta 7 orang anggota. Keanggotaan Mahkamah Konstitusi ditetapkan oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua dipilih oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara Komisi Yudisial. Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24 B UUD 1945, yaitu : 1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim. 2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai penetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela 3. Agggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat 4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. Kepolisian Kepolisian diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan, bahwa Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada kepolisian Negara Republik Indonesia. Fungsi Kepolisian ( Pasal 2 ), adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang :pemeliharaan keamanan dan ketertiban di masyarakat; penegakkan hukum; perlindungan;pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan/atau bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban dalam negeri yang meliputi ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinannya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tugas Pokok Kepolisian RI berdasarkan pasal 13, yaitu :memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayan an kepada masyarakat Kejaksaan Pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Kejaksaan diatur 10 dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan, bahwa Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UndangUndang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap . Jaksa adalah pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung. Jaksa dalam melaksanakan tuntutan bertindak dan atas nama negara. Susunan kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung; Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Jaksa Agung berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Propinsi. Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggungjawab tertinggi kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda Advokat Kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan pengaruh luar memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab. Kebebasan dan kemandirian profesi advokat diperlukan untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia. Advokat diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan, bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat . Advokat berstatus sebagai penegak hukum bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu 11