4. Elemen struktural yang berbahaya jatuh (Falling

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori umum
2.1.1
Infrastruktur
Infrastruktur sendiri bisa berarti fasilitas fisik yang dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Grigg, 1988). Fasilitas fisik
yang dimaksudkan adalah jalanan, pelayanan transportasi, manajemen
limbah, produksi dan distribusi energi, penyedian air dan bangunan.
2.1.2
Bangunan
Definisi bangunan menurut Undang-Undang No. 28 / 2002 adalah
wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas atau di dalam
tanah, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya.
2.1.3
Peta
Peta merupakan gambaran wilayah geografis, biasanya bagian
permukaan bumi. Peta dapat disajikan dengan berbagai cara yang
berbeda, dari peta konvensional yang tercetak sampai peta digital yang
tampil dilayar komputer. Peta dapat menunjukkan banyak informasi
penting, misalnya sungai, gunung, hutan, daerah perbukitan, laut, danau,
batas-batas kota, dan lain-lain.
Menurut Rockville, peta adalah suatu representasi konvensional
(miniatur) dari unsur-unsur fisik (alamiah dan buatan manusia) dari
sebagian atau keseluruhan permukaan bumi di atas media bidang datar
dengan skala tertentu. (Prahasta, 2002)
2.1.4
Informasi
Informasi adalah data yang sudah diproses atau data yang
memiliki arti. (Mcleod, 2001). Infromasi adalah data yang telah
dibentuk menjadi bentuk yang berarti dan berguna bagi manusia.
(Laudon, 2004). Menurut Gordon B. Davis (1991), “Informasi adalah
data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi
7
8
penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini
atau mendatang”.
2.1.5
Sistem informasi
Sistem informasi dapat diartikan sebagai sekumpulan komponen
yang saling berhubungan dalam mengumpulkan (atau menerima),
proses,
menyimpan,
dan
mendistribusikan
informasi
untuk
mendukung pengambilan keputusan, koordinasi dan pengaturan dalam
sebuah organisasi. (Laudon, 2004)
Sistem informasi adalah penggabungan dari manusia, hardware,
software, dan jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mampu
mengumpulkan, mengubah, dan membagikan informasi dalam sebuah
organisasi. (O’Brien, 2005)
2.1.6
Sistem informasi geografis
Sistem informasi geografis berbasiskan web merupakan suatu
jaringan berbasis layanan informasi geografis yang memanfaatkan
internet, baik menggunakan jaringan kabel maupun jaringan nirkabel,
untuk mengakses informasi geografis maupun sebagai alat untuk
melakukan analisis spasial (Ren Peng.Z dan Hsing Tsou.M, 2003).
Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer
yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisis
informasi geografi. (Paryono, 1994)
Sistem informasi geografis merupakan suatu kesatuan formal
yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang
berkenaan dengan objek-objek yang terdapat dipermukaan bumi.
(Prahasta, 2002)
2.1.7
Data spasial
Data Spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang
mengacu pada posisi, obyek dan hubungan diantaranya dalam ruang
bumi (Irwansyah, 2013). Data spasial merupakan elemen penting di
dalam sistem informasi geografis karena mengandung informasi
mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi,
perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Rajabidfard dan Williamson,
2000).
9
2.1.8
Sistem
Sistem
adalah
sekelompok
komponen
yang
saling
berhubungan dan bekerja sama untuk menghasilkan tujuan bersama
dengan menerima input dan menghasilkan output dalam sebuah
proses transformasi yang terorganisir. (O’Brien, 2003)
Sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan
maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. (Mcleod, 2001)
Menurut Mulyadi (2008), “Sistem merupakan suatu jaringan
prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan
kegiatan atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu”.
2.1.9
Data
Pengertian data menurut Turban, Rainer, Potter (2003), adalah
fakta-fakta yang belum di olah atau gambaran lebih lanjut dari bendabenda, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, dan transaksi yang di
tangkap, direkam, disimpan, dan diklarifikasikan tetapi tidak disusun
untuk menyampikan arti khusus lainnya.
Pengertian data menurut O`Brien
(2005) “Data merupakan
fakta atau observasi mentah, yang biasanya mengenai suatu
fenomena. Lebih rincinya data adalah pengukuran obyektif dari
atribut dan entitas”.
2.1.10 Geografi
Menurut Bintarto (1977) “Geografi adalah ilmu pengetahuan
yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis gejalagejala alam, dan penduduk, serta mempelajari corak yang khas
mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur-unsur
bumi dalam ruang dan waktu. Disini dijelaskan bahwa geografi tidak
hanya mempelajari alam (bumi) beserta gejala-gejalanya, tetapi juga
mempelajari manusia dan hubungan timbal balik antara manusia dan
alam”.
Geografi adalah ilmu yang mempelajari atau mengkaji bumi
dan segala sesuatu yang ada di atasnya, seperti penduduk, fauna, flora,
iklim, udara, dan segala interaksinya. (Wardiyatmoko, 1996)
10
Menurut Richthoffen, geografi adalah ilmu yang mempelajari
permukaan bumi sesuai dengan referensinya, atau studi mengenai
area-area yang berbeda dipermukaan bumi. (Prahasta, 2002).
Geografi adalah ilmu tentang permukaan bumi, iklim,
penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari bumi. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2001).
2.2 Teori khusus
2.2.1
Android
Menurut McKiernan (2010), android adalah kumpulan
software untuk perangkat mobile yang mencakup sistem operasi yang
dihubungkan oleh versi modifikasi dari kernel Linux. Pada awalnya,
android dikembangkan oleh Android inc, kemudian perusahaan
tersebut dibeli oleh Google. Android adalah sistem operasi yang
bersifat open source. Dengan demikian suatu aplikasi dapat diunduh
dan di install langsung dari Android Market atau Google Play (LLC,
2010). Berikut adalah versi android dari awal dikembangkan hingga
sekarang :
1. Android 1.0 (Apple Pie)
Pertama kali dirilis pada 23 Spetember 2008.
Sebenarnya Android versi pertama ini akan dinamai dengan
nama “Astro” tapi karena alasan hak cipta dan trademark
nama ”Astro” tidak jadi disematkan pada versi pertama dari
OS Android ini. HTC Dream adalah ponsel pertama yang
menggunakan OS ini.
2. Android 1.1 (Banana Bread)
Pada 9 Maret 2009, Google merilis Android versi 1.1.
Android versi ini dilengkapi dengan pembaruan estetis pada
aplikasi, jam alarm, voice search
(pencarian suara),
pengiriman pesan dengan Gmail, dan pemberitahuan email.
3. Android 1.5 (Cupcake)
11
Pada pertengahan Mei 2009, Google kembali merilis
telepon seluler dengan menggunakan Android dan SDK
(Software Development Kit) dengan versi 1.5 (Cupcake).
Terdapat
beberapa
pembaharuan
untuk
penambahan
beberapa fitur dalam seluler versi ini yakni kemampuan
merekam dan menonton video dengan modus kamera,
mengunggah video ke Youtube dan gambar ke Picasa
langsung
dari
kemampuan
telepon,
terhubung
dukungan
secara
Bluetooth
otomatis
ke
A2DP,
headset
Bluetooth, animasi layar, dan keyboard pada layar yang
dapat disesuaikan dengan sistem.
4. Android 1.6 (Donut)
Donut
(versi 1.6) dirilis pada September dengan
menampilkan proses pencarian yang lebih baik dibanding
sebelumnya, penggunaan indikator baterai dan kontrol
applet
VPN.
Fitur
lainnya
adalah
galeri
yang
memungkinkan pengguna untuk memilih foto yang akan
dihapus; kamera, camcorder dan galeri yang dintegrasikan;
CDMA / EVDO, 802.1x, VPN, Gestures, dan Text-to-speech
engine; kemampuan dial kontak; teknologi text to change
speech
(tidak tersedia pada semua ponsel; pengadaan
resolusi VWGA.
5. Android 2.0/2.1 (Eclair)
Pada 3 Desember 2009 kembali diluncurkan ponsel
Android dengan versi 2.0/2.1
(Eclair), perubahan yang
dilakukan adalah pengoptimalan hardware, peningkatan
Google Maps 3.1.2, perubahan UI dengan browser baru dan
dukungan HTML5, daftar kontak yang baru, dukungan flash
untuk kamera 3, 2 MP, digital Zoom, dan Bluetooth 2.1.
Agar dapat bergerak cepat dalam persaingan perangkat
generasi yang berikutnya, Google melakukan investasi
dengan mengadakan kompetisi aplikasi mobile terbaik
(killer apps – aplikasi unggulan). Kompetisi ini berhadiah
$25,000
bagi
setiap
pengembang
aplikasi
terpilih.
12
Kompetisi diadakan selama dua tahap yang tiap tahapnya
dipilih 50 aplikasi terbaik. Dengan
berkembangnya
dan
semakin
bertambahnya
jumlah
handset
Android, semakin banyak pihak ketiga yang berminat untuk
menyalurkan aplikasi
mereka dalam sistem operasi
Android. Aplikasi terkenal yang diubah ke dalam sistem
operasi
Android
adalah
Shazam,
Backgrounds,
dan
WeatherBug. Sistem operasi Android dalam situs Internet
juga dianggap penting untuk menciptakan aplikasi Android
asli, contohnya oleh MySpace dan Facebook.
6. Android 2.2 (Froyo: Frozen Yoghurt)
Pada 20 Mei 2010, Android versi 2.2
(Froyo)
diluncurkan. Perubahan-perubahan umum terhadap versi –
versi sebelumnya antara lain dukungan Adobe Flash 10.1,
kecepatan kinerja dan aplikasi 2 sampai 5 kali lebih cepat,
intergrasi V8 JavaScript engine yang dipakai Google
Chrome yang mempercepat kemampuan rendering pada
browser, pemasangan aplikasi dalam SD Card, kemampuan
WiFi Hotspot portabel, dan kemampuan auto update dalam
aplikasi Android Market.
7. Android 2.3 (Gingerbread)
Pada
6
Desember
2010,
Android
versi
2.3
(Gingerbread) diluncurkan. Perubahan-perubahan umum
yang didapat dari Android versi ini antara lain peningkatan
kemampuan permainan (gaming), peningkatan fungsi copy
paste, layar antar muka
(User Interface) yang sudah
didesain ulang, dukungan format video VP8 dan WebM,
efek audio baru
(reverb, equalization, headphone
virtualization, dan bass boost), dukungan kemampuan Near
Field Communication
(NFC), dan dukungan jumlah
kamera yang lebih dari satu.
8. Android 3.0/3.1 (Honeycomb)
Android Honeycomb dirancang khusus untuk tablet.
Android versi ini mendukung ukuran layar yang lebih besar.
13
User Interface pada Honeycomb juga berbeda karena sudah
didesain untuk tablet. Honeycomb juga mendukung multi
processor dan juga akselerasi perangkat keras (hardware)
untuk grafis. Tablet pertama kali yang dibuat dengan
menjalankan
Honeycomb
adalah
Motorola
Xoom.
Perangkat tablet tersebut bernama Eee Pad Transformer
yang merupakan produk dari Asus yang masuk ke pasar
Indonesia pada Mei 2011.
9. Android 4.0 (ICS: Ice Cream Sandwich)
Pada tanggal 19 Oktober 2011, diperkenalkannya
Android versi 4.0 yang membawa fitur Honeycomb untuk
smartphone, menambahkan fitur baru termasuk membuka
kunci dengan pengenalan wajah, jaringan data pemantauan
penggunaan dan kontrol, kontak jaringan sosial terpadu,
perangkat tambahan fotografi, pencarian email secara
offline, dan berbagi informasi dengan menggunakan NFC.
Ponsel pertama yang menggunakan sistem operasi ini
adalah Samsung Galaxy Nexus.
10. Android 4.1 (Jelly Bean)
Android Jelly Bean yaang diluncurkan pada acara
Google I/O membawa sejumlah keunggulan dan fitur baru.
Adapun
penambahan
fitur
baru
diantaranya
yaitu
meningkatkan input keyboard, desain baru fitur pencarian,
UI yang baru dan pencarian melalui Voice Search yang
lebih cepat.
Google Now yang juga menjadi bagian yang diperbarui
pun tak ketinggalan. Google Now memberikan informasi
yang tepat pada waktu yang tepat pula. Salah satu
kemampuannya adalah dapat mengetahui informasi cuaca,
lalu-lintas, ataupun hasil pertandingan olahraga. Sistem
oper asi Android Jelly Bean 4.1 muncul pertama kali dalam
produk tablet Asus, yakni Google Nexus 7.
14
11. Android versi 4.4 (KitKat)
Google mengumumkan Android 4.4 KitKat (dinamai
dengan izin dari Nestlé dan Hershey) pada 3 September
2013, dengan tanggal rilis 31 Oktober 2013. Sebelumnya,
rilis berikutnya setelah Jelly Bean diperkirakan akan diberi
nomor 5.0 dan dinamai ‘Key Lime Pie’. Salah satu
kemampuannya adalah Status bar serta navigasi menjadi
transparan pada home screen, dilengkapi dengan Infrared,
akses API ditingkatkan, mode layar penuh diperbaharui,
Tambahan Bluetooth Message Access Profile.
2.2.2
Penilaian cepat kerusakan bangunan berdasarkan FEMA
Kerentanan bangunan ditentukan oleh kekuatan, kekakuan,
redaman, dan daktilitasnya yang secara dominan ditentukan oleh
kualitas bahan, kekuatan yang disediakan, kualitas pendetailan
struktur, dan konfigurasi bangunannya. (FEMA 172, 1992)
Suatu struktur bangunan yang tidak memenuhi syarat teknis
memerlukan penambahan kekakuan dan kekuatan struktur sehingga
tingkat kinerja struktur mencapai tingkat minimum, yaitu Collapse
Prevention. (FEMA 273)
Suatu bangunan akan mempunyai tingkat kerentanan yang
berbeda untuk fungsi yang berbeda dengan parameter tingkat kinerja
atau level of performace bangunan setelah dilanda gempa. Tingkat
kinerja bangunan-bangunan yang bisa tetap beroperasi secara penuh
atau setelah terjadi gempa, yaitu tidak ada kerusakan yang terjadi pada
bagian struktur, mekanikal, elektrikal, serta arsitektural bangunan.
Dalam perencanaan dan perancangan struktur bangunan, ada beberapa
faktor beban yang harus diperhitungkan yaitu meliputi beban berat
sendiri, beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa serta
beban khusus lain sesuai dengan jenis struktur bangunan yang akan
direncanakan. (FEMA 302).
Kegempaan pada bangunan yang diperkirakan rentan harus
dievaluasi lebih lanjut dan secara rinci yang yang memerlukan analisis
15
mekanika dari mulai analisis sederhana berupa analis statik ekivalen
sampai analisis dinamik secara nonlinear (FEMA 310, 1998).
Kerusakan bangunan berdasarkan form dari FEMA terdiri dari
beberapa penilaian dasar, seperti verifikasi dan memperbarui
informasi indentifikasi bangunan, sketsa bangunan dan elevasi,
menentukan tipe tanah tempat bangunan berdiri, menentukan dan
dokumentasi pengguna bangunan, indentifikasi potensi bahaya
bangunan,
identifikasi
dokumentasi
Lateral-Load-Resisting
System
dan
mengenai nilai dasar struktural yang berhubungan
(FEMA 154).
Salah satu cara untuk mengurangi kerentanan bangunan
terhadap gempa adalah dengan melakukan evaluasi struktur secara
cepat dengan Rapid Visual Screening
(RVS) berdasarkan FEMA
(Federal Emergency Management Agency) 154 yang dikembangkan
di Amerika Serikat. Beberapa hal yang harus diketahui dalam RVS
adalah:
1. Seismisitas lokasi
Seismicity Region terbagi menjadi tiga, yaitu Low,
Medium, dan High. Untuk
menentukannya,
diperlukan
Nilai Spectral Acceleration lokasi pada periode 0.2 dan 1
detik. Untuk wilayah Indonesia terdapat data SA periode
0.2 dan 1 detik pada SNI 03-1726-2002, atau bisa dibuat
spektrum respon dari data PGA
(Peak Ground
Acceleration). Nilai SA 0,2 dan SA 1 detik tersebut
kemudian dikalikan 2/3. Selanjutnya bisa dipilih formulir
evaluasi sesuai seismicity region.
16
2. Jumlah populasi
Jumlah
populasi
diperlukan
untuk
menentukan
Occupancy Soil, yang nilainya akan disesuaikan dengan
jenis/fungsi bangunan.
Bangunan umum, Occupancy load sebesar 10 sq.ft/orang,
bangunan komersial, Occupancy load 50-200 sq.ft/orang,
bangunan
pelayanan
darurat, Occupancy
load 100
sq.ft/orang, bangunan pemerintah, Occupancy load 100200 sq.ft/orang, bangunan bersejarah, tergantung jenis
bangunan disekitarnya, bangunan Industri, Occupancy
load 200 sq.ft/orang, kecuali warehouse 500 sq.ft/orang.
Bangunan
perkantoran Occupancy
load 100-200
sq.ft/orang, bangunan permukiman Occupancy load 100300 sq.ft/orang, bangunan sekolah Occupancy load 50-100
sq.ft/orang.
3. Jenis / tipe tanah
Tipe tanah dibedakan menjadi 6 tipe yaitu A (Hard
Rock), B (Average.Rock), C (Dense Soil), D (Stiff Soil),
E (Soft Soil), F (Poor Soil). Untuk mengetahui tipe tanah
ini diperlukan data penyelidikan tanah seperti SPT atau
CPT. Tetapi apabila data tersebut sulit didapatkan maka
bisa diambil asumsi tipe tanah E, sedangkan untuk
bangunan 1-2 lantai atau ketinggian dari tanah ke atap
kurang dari 25 kaki, bisa diambil asumsi tipe tanah D.
4. Elemen struktural yang berbahaya jatuh (Falling Hazard)
Falling Hazard bisa berupa cerobong asap, dindingdinding pembatas yang mudah jatuh, hiasan-hiasan yang
berat dan terletak di atas, dan sebagainya.
17
5. Jenis / tipe bangunan
Ada 15 type bangunan:
1. Perumahan dan bangunan komersial dengan rangka
dari kayu lebih kecil dari atau sama dengan 5,000
meter persegi (W1).
2. Bangunan
rangka dari kayu lebih besar dari 5,000
meter persegi (W2).
3. Bangunan rangka baja tahan gempa (S1).
4. Bangunan rangka baja terikat (S2).
5. Bangunan dengan logam ringan (S3).
6. Bangunan rangka baja dengan tembok yang dicor (S4).
7. Bangunan rangka baja dengan tembok batu bata (S5).
8. Bangunan rangka beton tahan gempa (C1).
9. Banguan rangka beton dinding geser (C2).
10. Banguan rangka beton dengan tembok batu bata (C3).
11. Bangunan tembok yang sudah dibuat sebelumnya
(PC1).
12. Bangunan kerangka beton yang sudah di buat pabrik
(PC2).
13. Bangunan rangka tembok batu bata rangka besi dengan
lantai yang fleksibel dan atap rongga (RM1).
14. Bangunan rangka tembok batu bata rangka besi dengan
lantai yang kaku dan atap rongga (RM2).
15. Bangunan tembok batu bata tampa rangka (URM).
6. Jumlah Lantai
Jumlah lantai diukur dari bagian bangunan paling
bawah yang menyentuh tanah hingga atap.
7. Vertical irregularity
Vertical
Irregularity
adalah
kenampakan
secara
vertikal yang tidak reguler, seperti adanya setbacks,
hillside, dan soft story.
18
Gambar 2.1 Macam-macam Vertical Irregularity
(Sumber : FEMA 154 - Rapid Visual Screening of Buildings for Potential
Seismic Hazards)
8. Plan irregularity
Plan Irregularity yaitu bentuk denah yang tidak reguler
(tidak simetris seperti gambar berikut:
Gambar 2.2 Macam-macam Plan Irregularity
(Sumber : FEMA 154 - Rapid Visual Screening of Buildings for Potential
Seismic Hazards)
19
9. Peraturan/code yang digunakan saat membangun.
Peraturan/code bisa diketahui dengan melihat tahun
bangunan itu didirikan. Untuk code yang berlaku di
Indonesia, disebut Pre-code apabila dibangun sebelum
tahun 1971
(PBI 1971), dan disebut Post-Benchmark
apabila dibangun setelah tahun 1992 (SNI 1992).
10. Score
Dari beberapa kriteria di atas, dapat ditentukan score
bangunan tersebut, dengan cara melingkari score pada
Building Type yang cocok dengan bangunan yang
dievaluasi. Kemudian seluruh score tersebut dijumlahkan
dan diperoleh Final Score (S). Apabila S<=2 maka
bangunan dinyatakan berisiko terhadap ancaman gempa,
dan perlu dilakukan evaluasi lebih detil. Contoh hasil
Rapid Visual Screening:
20
Gambar 2.3 Contoh Form Manual
(Sumber : FEMA 154 - Rapid Visual Screening of Buildings for Potential
Seismic Hazards)
21
Penentuan basic score pada FEMA 154 dilakukan dengan beberapa langkah, sebagai
contoh untuk tipe tanah B, bangunan low-rise (tingkat < 4), jenis bangunan W1 dan
kondisi daerah high seismicity :
1. Penentuan nilai respon spektrum (Ss dan S1)
2. Modifikasi dari Ss dan S1 untuk menghitung nilai modifikasi respon
spectrum (Sds dan Sd1)
Fa dan Fv = koefisien amplifikasi tanah
3. Perancangan Demand Reponse Spectrum pada periode pendek, 0 < T < Ts
Pada periode panjang, Ts < T <= Tvd
Pada periode yang sangat panjang, T> Tvd
Dimana :
Sa(T) : respon percepatan spektrum dalam g pada periode, T
22
Sd(T) : respon perpindahan spektrum dalam inci pada periode, T
Ts : waktu transisi antara percepatan dan kecepatan dari respon spectrum
Tvd : waktu transisi antara kecepatan dan perpindahan dari respon spectrum
Ra : faktor reduksi pada tempat percepatan
Rv : faktor reduksi pada tempat kecepatan
: damping efektif
: damping histeretik
Dimana
Area : Area didalam perulangan hysteresis
D : Puncak respon perpindahan
A : Puncak respon percepatan pada puncak respon perpindahan
: Faktor degradasi yang menjelaskan jumlah efektif damping histeretik
sebagai fungsi dari durasi gempa
4. Perancangan Capacity Curve untuk tipe bangunan
23
Yield Capacity :
Ultimate Capacity :
Transisi dari titik yield sampai titik ultimate dari Capacity Curve dihitung
dengan cara :
Dimana A, B, C adalah konstan dari rumus tersebut.
Gambar 2.4 Spektrum Capacity Curve
Input demand spectrum, demand spectrum dengan 15% damping
elastis, selanjutnya Capacity Curve dihitung untuk contoh bangunan W1 di
daerah intensitas gempa tinggi.
5. Penghitungan untuk Trial Intersection Point dari Demand dan Capacity
Curve
24
Dilihat dari gambar diatas, Capacity Curve memotong garis Demand
Spectrum untuk damping elastis. Karena titik potong berada diatas Yield
Capacity, Demand Spectrum harus diubah untuk memenuhi kebutuhan energi
histeretis yang tidak teratur yang dihasilkan oleh bangunan.
6. Pengaturan dari Demand Spectrum untuk memenuhi damping efektif.
Damping histeretis yang sudah dilakukan diatas menghasilkan nilai :
Damping efektif untuk Demand Spectrum diatur ulang dengan cara
menambahkan hasil dari damping elastis dan histeretis
7. Penghitungan ulang untuk Trial Intersection Point dari Demand dan Capacity
Curve
Dengan penghitungan ulang dengan nilai diatas, nilai yang diharapkan
ternyata tidak memenuhi kriteria, maka dilakukan perulangan sampai
memenuhi kriteria konvergen. Berikut adalah hasil perulangan yang telah
memenuhi kritera konvergen.
25
Gambar 2.5 Penentuan Titik Potong Demand dan Capacity Curve
8. Perulangan dari langkah 6 dan 7 sampai memenuhi kriteria konvergen.
9. Penetapan probabilitas dari kerusakan penuh
Probabilitas dari kerusakan penuh ditentukan fragility curve untuk bangunan
jenis
W1.
Gambar 2.6 Fragility Curve untuk bangunan jenis W1
26
Oleh karena itu, jika puncak spektrum perpindahan berada di 0.74
inci, maka kondisi kerusakan penuh berada di 0.00121.
10. Penghitungan untuk Basic Structural Hazard
Basic Structural Hazard adalah hasil dari negatif (-) log dari
probabilitas keruntuhan, yang didapatkan dari probabilitas kerusakan penuh
dikalikan dengan persentase bangunan itu runtuh pada kondisi kerusakan
penuh.
Probabilitas kerusakan penuh yang didapatkan adalah 0.00121.
Persentase keruntuhan untuk bangunan jenis W1 adalah sebesar 3%. Maka
didapatkan nilai Basic Structural Hazard untuk bangunan jenis W1 dengan
cara :
Dengan langkah-langkah diatas, dilakukan juga penghitungan dengan metode
yang sama untuk semua jenis bangunan yang telah dispesifikasikan di dalam FEMA154. Berikut hasil penghitungan untuk semua jenis bangunan.
Gambar 2.7 Nilai Basic Structural Hazard untuk semua jenis bangunan
Penghitungan Score Modifier untuk bangunan mid-rise (tingkat 4-7) dan
high-rise (tingkat > 7) dihitung dengan cara mencari jarak antara 3 set dari nilai
Basic Structural Hazard yang sebelumnya sudah lakukan, yaitu untuk low-rise, mid-
27
rise, dan high-rise. Modifier untuk bangunan mid-rise dihitung dengan cara
membedakan antara nilai dari bangunan mid-rise dan low-rise, dan modifier untuk
bangunan high-rise dihitung dengan cara membedakan nilai dari bangunan high-rise
dan low-rise.
Setelah dilakukan penghitungan, maka didapatkan nilai sebagai berikut.
Gambar 2.8 Score Modifier untuk mid-rise buildings
Gambar 2.9 Score Modifier untuk high-rise buildings
Penghitungan score modifier untuk vertical irregularity dimaksudkan untuk
jika ada kekurangan dalam hal ketahanan gempa yang bisa menyebabkan bangunan
runtuh sebagian atau seluruhnya. Karena tidak ada prosedur penghitungan yang
spesifik, maka nilai dari score modifier untuk vertical irregularity berasal keputusan
dari para ahli bangunan.
28
Gambar 2.10 Score Modifier untuk Vertical Irregularity
Di daerah dengan intensitas gempa yang tinggi dan sedang, nilai yang
dicantumkan adalah seperti yang tertera diatas dengan maksud jika modifier dipilih,
maka final score (S) akan berada dibawah 2, dimana akan dilakukan pengkajian
ulang terhadap bangunan tersebut. Pada daerah dengan intensitas gempa yang
rendah, nilai modifier tidak jauh berbeda dengan daerah dengan intensitas gempa
yang sedang, dimana jika modifier dipilih, maka final
score (S) tidak secara
langsung berada dibawah 2.
Berdasarkan tim proyek FEMA yang menyebutkan bahwa tidak ada score
modifier untuk plan irregularity yang bisa langsung dihitung. Hal ini dikarenakan
adanya keunikan tersendiri dari setiap bangunan. Oleh karena itu, adanya perbedaan
beban gempa dijadikan acuan untuk efek plan irregularity. Nilai ini didapat dari
prosedur penghitungan nilai basic structural hazard dan nilai dari respon percepatan
spektrum dinaikkan menjadi 50%. Hasil dari perhitungan ini dikurangi dengan nilai
prosedur yang sama namun nilai respon percepatan spektrum tidak dinaikkan. Dari
prosedur tersebut, dihasilkan score modifier mendekati -0.5 pada daerah intensitas
gempa tinggi dan sedang, dan -0.8 pada daerah intensitas gempa rendah.
Score modifier untuk menghitung nilai dari waktu desain dan konstruksi
berbeda dengan penghitungan basic structural hazard. Nilai Post-benchmark didapat
dari 3 set nilai basic structural hazard yang terdiri dari (1) nilai konstruksi bangunan
sesudah adanya pembagian kode gempa namun belum disempurnakan (prebenchmark) dan (2) nilai konstruksi bangunan setelah adanya pembagian kode
gempa yang telah disempurnakan.
29
Score modifier didapatkan dengan cara membedakan nilai dari bangunan postbenchmark dan pre-benchmark. Berikut hasil yang didapat :
Gambar 2.11 Score Modifier untuk post-benchmark
Prosedur untuk menghitung nilai bangunan pre-code mirip dengan prosedur
untuk mencari nilai post-benchmark, dengan 3 set nilai basic structural hazard,
namun yang digunakan adalah terdiri dari (1) nilai konstruksi bangunan sebelum
adanya pembagian kode gempa dan (2) nilai konstruksi bangunan setelah adanya
pembagian kode gempa yang telah disempurnakan.
Score modifier didapatkan dengan cara membedakan nilai dari bangunan pre-code
dan pre-benchmark. Berikut hasil yang didapat :
Gambar 2.12 Score Modifier untuk pre-code
Score Modifier untuk setiap jenis tanah, didapatkan dengan cara menghitung
3 set dari nilai BSH. Masing-masing 1 set untuk jenis tanah C, D, dan E di setiap
tingkat intensitas gempa.
30
Score modifier untuk jenis tanah C dihitung dengan cara membedakan nilai
BSH yang didapat dari penghitungan jenis tanah C dan nilai BSH jenis tanah B.
Score modifier untuk jenis tanah D dihitung dengan cara membedakan nilai BSH
yang didapat dari penghitungan jenis tanah D dan nilai BSH jenis tanah B. Score
modifier untuk jenis tanah E dihitung dengan cara membedakan nilai BSH yang
didapat dari penghitungan jenis tanah E dan nilai BSH jenis tanah B.
Dari prosedur tersebut, didapatkan nilai sebagai berikut :
Gambar 2.13 Score Modifier untuk jenis tanah C, D, dan E
Rekomendasi nilai cut-off dari final score (S) adalah 2.0.
Dalam kasus tertentu, pengguna menggunakan nilai yang lebih tinggi
untuk dijadikan nilai cut-off agar mereka merasa mempunyai
lingkungan
yang
aman.
Akan
direkomendasikan untuk digunakan.
tetapi,
nilai
cut-off
2.0
31
2.2.3
Gempabumi
Gempabumi merupakan getaran atau serentetan getaran dari
kulit bumi yang bersifat tidak abadi dan kemudian menyebar ke
segala arah (Howel Williams, 1969). Menurut Aristoteles 384-322
SM, menyatakan bahwa kejadian gempabumi disebabkan keluarnya
udara yang terkurung di dalam tanah. Menurut Katili
(250),
gempabumi adalah sentakan asli dari Bumi yang bersumber dari
dalam Bumi dan yang merambat melalui permukaan Bumi serta
menembus
Bumi.
Dampak
dari
terjadinya
gempabumi
bisa
mempengaruhi banyak hal, seperti kerusakan infrastruktur di suatu
wilayah.
2.2.4
Geotagging
Geotagging merupakan proses penambahan indentifikasi
geografis ke dalam suatu metadata. Metadata biasanya bersisi
koordinat lintang dan bujur dari suatu tempat, informasi yang
berhubungan seperti nama tempat, sumber data, dll. (Di Napoli, dkk,
2010).
2.2.5
Web-GIS
Menurut Prahasta (2007), Web-GIS adalah aplikasi GIS atau
pemetaan digital yang memanfaatkan jaringan internet sebagai media
komunikasi yang berfungsi mendistribusikan, mempublikasikan,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan dan menyediakan informasi
dalam bentuk teks maupun peta digital, serta menjalankan fungsifungsi analisis dan query yang terkait dengan GIS melalui jaringan
internet.
2.2.6
Database management system (DBMS)
Menurut Hoffer (2009), DBMS merupakan sebuah sistem
piranti
lunak
yang
menyediakan
metode
sistematis
untuk
menciptakan, memperbaharui, menyimpan dan mengambil data dalam
basis data.
Menurut Connolly dan Begg (2005), DBMS merupakan suatu
sistem
peranti
lunak
yang
mengizinkan
pengguna
untuk
32
mendefinisikan, menciptakan, memelihara, dan mengontrol akses ke
dalam basis data.
2.2.7
Basis data
Menurut Connolly (2005), basis data adalah sekumpulan data
yang berhubungan secara logikal dan deskripsi dari data tersebut,
dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi dari sebuah
organisasi.
Basis data adalah tunggal, tempat penyimpanan yang besar dari
data yang dapat di gunakan secara bersamaan oleh banyak depatermen
dan pengguna.
Menurut Date
(2000), basis data adalah sekumpulan data
persisten yang di gunakan oleh system aplikasi yang desediakan oleh
suatu perusahaan.
Download