PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengingat kemampuannya akan mencerminkan daya dukung manajemen pemerintahan daerah pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya. terhadap penyelenggaraan urusan Tingkat kemampuan keuangan daerah, dapat diukur dari kapasitas pendapatan asli daerah, rasio pendapatan asli daerah terhadap jumlah penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk memahami tingkat kemampuan keuangan daerah, maka perlu dicermati kondisi kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu maupun kebijakan yang melandasi pengelolaannya. 3.1 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah derah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam: (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 juncto Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut, kinerja keuangan pemerintah daerah sangat terkait dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD dan aspek kondisi neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD tidak terlepas dari struktur dan akurasi belanja (belanja langsung dan belanja tidak langsung) pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Sementara itu, neraca daerah akan mencerminkan perkembangan dari kondisi asset pemerintah daerah, kondisi kewajiban pemerintah daerah serta kondisi ekuitas dana yang tersedia. Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2007 hingga tahun 2009, digunakan sebagai dasar dalam revisi RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 20082013. 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Barat Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai kontribusi yang cukup siginifikan terhadap APBD Provinsi Jawa Barat, dengan rata-rata realisasi pertumbuhan mengalami kenaikan sebesar 14,06% per tahun selama tiga tahun terakhir (2007-2009) ini (Tabel 3.1). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fiscal pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat termasuk kategori cukup mampu. Namun demikian, selama 2 tahun terakhir (2008-2009), trend Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT kontribusi PAD terhadap APBD relatif stagnan yang menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan PAD belum mampu mengimbangi pertumbuhan kebutuhan belanja daerah. Tabel 3.1 Pertumbuhan Rata-Rata Realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2007-2009 Provinsi Jawa Barat No. 1 1.1. 1.1.1. 1.1.2. 1.1.3. 1.1.4. 1.2. 1.2.1. 1.2.2. 1.2.3. 1.3. 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 Uraian 2007 (Rp) 2008 (Rp) 2009 (Rp) Rata-rata Pertumbuh an(%) 14,06 14,81 PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak /bagi hasil bukan pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus 6.008.260.131.846,00 4.221.668.696.233,00 7.275.007.134.689,00 5.275.051.504.266,00 7.787.181.567.577,00 5.520.994.690.390,00 3.889.839.394.944,00 30.807.390.861,00 122.316.435.096,00 4.926.338.153.202,00 35.398.710.486,00 138.674.865.159,00 4.979.386.048.300,00 38.008.734.422,00 179.835.133.266,00 13,86 11,14 21,53 178.705.475.332,00 174.639.775.419,00 323.764.774.402,00 41,56 1.756.094.284.825,00 822.658.284.825,00 1.903.729.826.416,00 999.370.911.216,00 2.172.729.233.053,00 1.188.431.409.053,00 11.27 20,20 933.436.000.000,00 - 904.358.915.200,00 - 984.297.824.000,00 2,86 Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana darurat Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya **) Dana penyesuaian dan otonomi khusus***) Bantuan keuangan dari provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya Lain-lain Pemerimaan 30.497.150.788,00 96.225.804.007,00 - 93.457.644.134,00 106,32 - 24.646.761.500,00 100,00 9.904.917.324,00 14.299.481.677,00 10.925.216.668,00 10,39 20.592.233.464,00 81.926.322.330,00 134,25 57.885.665.966,00 *) **) ***) Sesuaikan atau diisi dengan nama provinsi/kabupaten/kota; Diisi sesuai dengan ketersediaan data. Berlaku untuk kabupaten/kota; Pertumbuhan realisasi PAD menunjukkan disparitas tinggi yang berarti bahwa tingkat kepastiannya masih rendah. Kondisi ini disebabkan karena belum optimalnya strategi dan kebijakan yang dijalankan, serta tingginya ketergantungan penerimaan daerah terhadap kondisi ekonomi dan kebijakan Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dimengerti karena pendapatan daerah utamanya diperoleh dari pajak kendaraan bermotor yang bersifat closed list dan pertumbuhannya memiliki keterbatasan (terbatasi oleh ketersediaan ruang dan sarana prasarana infrastruktur), sehingga rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi. Oleh karena itu, ke depan perlu segera dicari terobosan untuk mendapatkan sumber pendapatan lain yang prospektif. Perbandingan antara target dengan realisasi penerimaan PAD selama kurun waktu yang sama, menunjukkan kenaikan dengan rata-rata sebesar 14,81%. Selain itu, rata-rata realisasi pendapatan yang dicapai melampaui rata-rata target yang telah ditetapkan dengan Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 2 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT rasio efektivitas PAD mencapai 116,56% sampai 130,08% (Tabel 3.2 dan Gambar 3.1). Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah efektif dalam melakukan penggalian sumber-sumber pendapatan daerah. Selain itu, sumber-sumber potensi pendapatan daerah masih cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan daerah. Tabel 3.2 Realisasi dan Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007–2009. Target Pertumbuh PAD an 3.621.802.762.5 2007 12 4.055.119.336.9 2008 11,96 50 5.176.292.473.0 2009 27,65 00 5.622.864.544.2 2010 8,63 62 Rata-rata Per Tahun 16,08 Tahun Realisasi Pertumbuh PAD an 4.221.668.696.2 33 5.275.051.504.2 24,95 66 5.520.994.690.3 4,66 90 Rasio Efektivit as 116,56 130,08 106,66 14,81 Gambar 3.1 Realisasi dan Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2007–2009 3.1.2 Neraca Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2001, Neraca Daerah adalah neraca yang disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintah secara bertahap sesuai dengan kondisi masing-masing pemerintah. Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 3 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT dikeluarkan. Aset, kewajiban, dan ekuitas dana merupakan rekening utama yang masih dapat dirinci lagi menjadi sub rekening sampai level rincian obyek. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntasi Pemerintah, Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah. Laporan ini sangat penting bagi manajemen pemerintah daerah, tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban peraturan perundangundangan yang berlaku saja, tetapi juga sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang terarah dalam rangka pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien dan efektif. Kinerja Neraca Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 2007-2009 seperti terlihat pada Tabel 3.3 dan dapat dijelaskan secara rinci, sebagai berikut: Aset daerah merupakan aset yang memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi yang dimiliki dan dikuasai pemerintah daerah, memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi pemerintah daerah maupun masyarakat di masa mendatang sebagai akibat dari peristiwa masa lalu, serta dapat diukur dalam uang. Selama kurun waktu 2007-2009, pertumbuhan rata-rata jumlah aset daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai 50,66% yang berarti bahwa jumlah aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkat sebesar 50,66% setiap tahun. Aset tersebut berupa tanah, gedung dan bangunan serta sarana mobilitas dan peralatan kantor yang semuanya dipergunakan untuk menunjang kelancaran tugas pemerintahan. Pertumbuhan rata-rata aset lancar mencapai 630,82%, meskipun piutang menurun sebesar 3,82%. Hal ini disebabkan karena komponen aset lancar, yaitu kas dan persediaan, mengalami kenaikan yang cukup signifikan masing-masing sebesar 58,72% dan 575,91%. Tingginya pertumbuhan aset lancar ini menunjukkan bahwa kondisi aset pemerintah Provinsi Jawa Barat berada pada kondisi sehat. Kewajiban, baik Jangka Pendek maupun Jangka Panjang, memberikan informasi tentang utang pemerintah daerah kepada pihak ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah daerah. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Kewajiban Pemerintah Provinisi Jawa Barat dalam kurun waktu 3 tahun (2007-2009) dengan rata-rata sebesar -4,61%, yang berarti bahwa kewajiban kepada pihak ketiga atau klaim pihak ketiga terhadap arus kas pemerintah daerah dari tahun 2007 sampai dengan 2009 mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tersebut selalu dapat melaksanakan kewajiban finansial jangka pendek yang cukup tinggi secara tepat waktu. Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 4 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT No. 1. 1.1. 1.1.1. 1.1.2. 1.1.3. 1.2 1.3. 1.3.1. 132.2. 1.3.3. 1.3.4. 1.3.5. 1.3.6. 1.4. 1.4.1. 1.4.2. 1.4.3. 1.4.4. 1.4.5. 2. 2.1. 2.1.1. 2.1.2. 2.1.3. 2.1.4. 2.1.5 2.1.6 3. 3.1. 3.1.1. 3.1.2. 3.1.3. 3.1.4. 3.1.5 3.2. 3.2.1. 3.2.2. 3.2.3. Tabel 3.3 Rata-rata Pertumbuhan Neraca Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009 Rata-rata Pertumbuhan Uraian (%) ASET ASET LANCAR Kas Piutang Persediaan INVESTASI ASET TETAP Tanah Peralatan dan mesin Gedung dan bangunan Jalan, irigasi, dan jaringan Aset tetap lainnya Konstruksi dalam pengerjaan ASET LAINNYA Tagihan penjualan angsuran Tagihan tuntutan ganti kerugian daerah Kemitraan dengan pihak kedua Aset tak berwujud Aset Lain-Lain JUMLAH ASET DAERAH KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK Utang perhitungan pihak ketiga Uang muka dari kas daerah Pendapatan diterima dimuka Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Pokok Pinjaman Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Bunga Pinjaman Utang Bagi Hasil Pajak-Retribusi kepada PEMKAB/PEMKOT EKUITAS DANA EKUITAS DANA LANCAR SILPA Cadangan piutang Cadangan persediaan Pendapatan yang Ditangguhkan Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek EKUITAS DANA INVESTASI Diinvestasikan dalam aset tetap Diinvestasikan dalam aset lainnya Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA 630,82 58,72 -3,82 575,91 22,00 34,50 -1,10 13,07 8,62 4,43 10,96 -4,09 307,66 -3,91 0,94 310,63 50,66 -4,61 0,00 52,59 15,05 -5,83 34,84 53,99 312,96 -80,92 -4,56 2,59 8,83 26,81 50,66 Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009. Ekuitas Dana yang meliputi Dana Lancar, Dana Investasi, dan Dana Cadangan, merupakan selisih antara aset dengan kewajiban pemerintah daerah. Ekuitas Dana Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu 3 tahun mengalami pertumbuhan sebesar 50,66% yang berarti bahwa ekuitas dananya cukup tinggi. Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 5 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Selanjutnya, tingkat kualitas pengelolaan keuangan daerah dapat diketahui berdasarkan analisis rasio atau perbandingan antara kelompok/elemen laporan keuangan yang satu dengan kelompok yang lain. Beberapa rasio yang dapat diterapkan di sektor publik adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio utang. Rasio likuiditas terdiri rasio lancar (current ratio), rasio kas (cash ratio) dan rasio cepat (quick ratio). Sedangkan rasio lancar (current ratio) adalah rasio standar untuk menilai kesehatan organisasi. Rasio ini menunjukkan apakah pemerintah daerah memiliki aset yang cukup untuk melunasi kewajiban yang jatuh tempo. Kualitas pengelolaan keuangan daerah dikategorikan baik apabila nilai rasio lebih dari satu. Hasil analisis rasio menunjukkan bahwa rasio lancar Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2007-2009 mempunyai nilai lebih dari satu, yang berarti bahwa pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat dapat memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Rasio lancar pada tahun 2007 mencapai 9,36% yang berarti bahwa aset lancar pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah 9,36 kali lipat bila dibandingkan dengan kewajiban yang jatuh tempo (Tabel 3.4). Persediaan masuk dalam kategori aset lancar, namun memerlukan tahap untuk menjadi kas. Apalagi persediaan di pemerintah daerah bukan merupakan barang dagangan, sehingga sebagai faktor pengurang dalam aset lancar. Tabel 3.4 Analisis Rasio Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. Uraian Rasio lancar (current ratio) Rasio quick (quick ratio) Rasio total hutang terhadap total asset Rasio hutang terhadap modal Rata-rata umur piutang Rata-rata umur persediaan 2007 2008 2009 (%-hari) (%-hari) (%-hari) 9,36 % 10,39 % 50,20 % 9,20% 10,29% 43,25% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 0,01% 92 hari 1 hari 349 hari 349 hari 349 hari Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009 Sama seperti halnya rasio lancar, rasio quick (quick ratio) Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mempunyai nilai yang baik, yaitu mencapai 9,20% pada tahun 2007. Rasio quick merupakan salah satu ukuran likuiditas terbaik, karena mengindikasikan apakah pemerintah daerah dapat membayar kewajibannya dalam waktu dekat. Rasio solvabilitas, yaitu perbandingan total aset dengan total utang, dapat digunakan untuk melihat kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 3.4 menunjukkan bahwa rata-rata rasio total kewajiban terhadap total aset dan rasio kewajiban terhadap modal adalah 0,93%. Hal ini menunjukan bahwa total kewajiban Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat ditutupi oleh total aset ataupun oleh modal pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 6 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Rata-rata umur piutang pemerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan penurunan, yaitu dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi 1 hari pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin baik karena mampu melunasi piutang atau merubah piutang menjadi kas dari 92 hari pada tahun 2007 menjadi hanya 1 hari pada tahun 2008. Rata-rata umur persediaan adalah yaitu rasio untuk melihat berapa lama dana tertanam dalam bentuk persediaan (menggunakan persediaan untuk memberi pelayanan publik). Pada sektor pelayanan publik semakin lama rata-rata umur persediaan adalah semakin baik. Rata-rata umur persedian Pemerintah Provinsi Jawa Barat, selama kurun waktu 2007-2009 mencapai 349 hari per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Jawa Barat berada pada tingkat aman karena mempunyai persediaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama kurang lebih 349 hari. 3.1.3 Kebijakan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kebijakan pengelolaan keuangan daerah, secara garis besar akan tercermin pada kebijakan pendapatan, pembelanjaan serta pembiayaan APBD. Pengelolaan Keuangan daerah yang baik menghasilkan keseimbangan antara optimalisasi pendapatan daerah, efisiensi dan efektivitas belanja daerah serta ketepatan dalam memanfaatkan potensi pembiayaan daerah. Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mencantumkan bahwa sumber penerimaan daerah Provinsi terdiri atas: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; (2) Dana Perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yang terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, Sumber Daya Alam (SDA); Dana Alokasi Umum; dan Dana Alokasi Khusus; dan (3) Kelompok-lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi Pendapatan Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah Kab/Kota, Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan. Sedangkan peneriman pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya (SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Pengelolaan pendapatan daerah diarahkan pada peningkatan penerimaan daerah melalui: (1) Optimalisasi pendapatan daerah sesuai peraturan yang berlaku dan kondisi daerah; (2) Peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM Pengelola Pendapatan Daerah; (3) Peningkatan intensitas hubungan perimbangan keuangan pusat dan daerah secara adil dan proporsional berdasarkan potensi dan Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 pemerataan; dan (4) Peningkatan kesadaran III - 7 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT masyarakat untuk memenuhi kewajibannya. Untuk itu digariskan sejumlah kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pendapatan daerah, yaitu: 1. Memantapkan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah. 2. Meningkatkan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sumbersumber pendapatan yang memperhatikan aspek legalitas, keadilan, kepentingan umum, karakteristik daerah dan kemampuan masyarakat dengan memegang teguh prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi. 3. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah dengan Pemerintah Pusat, OPD Penghasil, Kabupaten dan Kota, serta POLRI. 4. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatkan kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah. 5. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah. 6. Meningkatkan peran dan fungsi UPT, UPPD dan Balai Penghasil dalam peningkatan pelayanan dan pendapatan. 7. Meningkatkan pengelolaan asset dan keuangan daerah. 8. Meningkatkan kinerja pendapatan daerah melalui penyempurnaan sistem administrasi dan efisiensi penggunaan anggaran daerah. 9. Meningkatkan kinerja pelayanan masyarakat melalui penataan organisasi dan tata kerja, pengembangan sumber daya pegawai yang profesional dan bermoral, serta pengembangan sarana dan fasilitas pelayanan prima dan melaksanakan terobosan untuk peningkatan pelayanan masyarakat. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang merupakan revisi dari UU No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan asli daerah terdapat beberapa perubahan, yaitu: jenis pajak daerah menjadi 5 jenis meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, BBNKB, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pemanfaatan Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan untuk Retribusi Daerah telah ditentukan secara jelas jenis retribusi yang dapat dipungut. Jenis retribusi yang telah dilaksanakan saat ini, masih tetap berlaku, bahkan memungkinkan untuk lebih dikembangkan sesuai dengan peraturan dan kewenangan. Untuk Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah, sesuai dengan Undang-Undang tersebut mulai Tahun 2011 diserahkan pengelolaannya oleh Kabupaten/Kota. Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah hingga tahun 2013 mendatang, prioritas kebijakan pendapatan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut: Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 8 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 1. Menyiapkan revisi implementasinya Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan pelaksanaannya. 2. Melaksanakan kajian penerapan pajak progresif, terutama yang terkait dengan imbasnya terhadap sosial-ekonomi masyarakat Jawa Barat. 3. Menerapkan kebijakan pendapatan daerah yang membuka peluang untuk pengembangan sumber penerimaan lain, terutama dari potensi investasi daerah serta pelibatan sektor swasta dalam pembangunan daerah melalui kegiatan skema kerjasama pemerintah (Public Private Partnership) dan swasta maupun corporate social responsibility (CSR). Untuk itu sejumlah langkah yang akan dilakukan meliputi : a. Deregulasi peraturan daerah untuk dapat meningkatkan minat berinvestasi di Jawa Barat. b. Kerjasama investasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pihak swasta atau dengan pihak pemerintah lainnya dengan perjanjian yang disepakati. c. Mendorong peningkatan investasi langsung oleh masyarakat lokal. d. Penyelenggaraan Perijinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yang merupakan wujud pelayanan publik dalam tata pemerintahan. e. Meningkatkan koordinasi program melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). f. Kegiatan investasi diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang ditujukan pada kegiatan-kegiatan yang dapat melibatkan peran masyarakat luas seperti sektor pertanian, sektor industri berbasis pertanian dan kelautan, industri pengolahan, dan industri manufaktur. Selanjutnya, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah disusun melalui pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program dan kegiatan. Kebijakan belanja daerah tahun 2008-2013 diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran IPM. Untuk itu, diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pencapaian IPM guna memperkuat bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur. Kebijakan belanja daerah tahun anggaran 2008-2013 dilakukan melalui pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, yaitu : Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 9 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan. 2. Efisiensi belanja dilakukan dengan mengoptimalkan belanja untuk kepentingan publik, melaksanakan proper budgeting melalui analisis cost benefit dan tingkat efektifitas setiap program dan kegiatan serta melaksanakan prudent spending melalui pemetaan profil resiko atas setiap belanja kegiatan beserta perencanaan langkah antisipasinya. 3. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi OPD dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggungjawab pemerintah Provinsi Jawa Barat. 4. Belanja dalam rangka peyelenggaraan urusan wajib diarahkan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum. 5. Pemenuhan dan pemanfaatan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari Volume Anggaran APBD tiap tahunnya dengan fokus pada penuntasan WAJAR DIKDAS 9 tahun dan perintisan WAJAR 12 tahun serta menciptakan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. 6. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dilaksanakan dengan memperbaiki fasilitas dan pengadaan untuk pelayanan dasar kesehatan terutama untuk keluarga miskin serta kesehatan ibu dan anak, memperbanyak tenaga medis terutama untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau, serta memperbaiki kualitas lingkungan dan pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat. 7. Dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat, anggaran belanja akan diarahkan pada revitalisasi sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, penguatan struktur ekonomi pedesaan berbasis ‘desa membangun’, pemberdayaan koperasi dan UMKM, serta dukungan infrastruktur pedesaan. 8. Penurunan prosentase jumlah angkatan kerja yang menganggur dari 11% menjadi di bawah 10% diantaranya melalui penyiapan SDM yang siap kerja, peningkatan investasi program multi sektor, peningkatan sarana dan prasarana balai pelatihan ketenagakerjaan. Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 10 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 9. Dalam mendukung pengembangan aktivitas ekonomi, pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur akan diarahkan pada wilayah sentra produksi di pedesaan, aksesibilitas sumber air baku dan listrik. 10. Untuk menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan Jawa Barat, Pemerintah Daerah akan mengarahkan anggaran pada kegiatan-kegiatan pengurangan pencemaran lingkungan, pencapaian target kawasan lindung sebesar 35%, mitigasi bencana, pengendalian alih fungsi lahan dan pengendalian eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam. 11. Penggunaan indeks relevansi anggaran dalam penentuan anggaran belanja dengan memperhatikan belanja tidak langsung dan belanja langsung dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap pengguna anggaran tetap terukur. 12. Kegiatan-kegiatan yang orientasinya terhadap pemenuhan anggaran belanja tetap (fixed cost), Insentif Berbasis Kinerja, dan komitmen pembangunan yang berkelanjutan (multi years). 13. Kebijakan untuk belanja tidak langsung meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Mengalokasikan belanja pegawai yang merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Mengalokasikan belanja bunga yang digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok hutang (principal outstanding) pada Asian Development Bank (ADB/BUDP) dan USAID-FID berdasarkan perjanjian pinjaman; c. Mengalokasikan belanja subsidi yang digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi dan jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak; d. Mengalokasikan belanja bantuan sosial yang digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; e. Mengalokasikan belanja hibah yang digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah daerah, dan kelompok masyarakat perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya; Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 11 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT f. Mengalokasikan belanja tidak terduga yang merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. g. Mengalokasikan belanja bagi hasil kepada kabupaten dan kota digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten dan kota sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Belanja bagi hasil dilaksanakan secara proporsional, guna memperkuat kapasitas fiskal kabupaten dan kota dalam melaksanakan otonomi daerah; h. Mengalokasikan belanja bantuan keuangan kepada kabupaten dan kota dan Pemerintah Desa yang digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari Provinsi kepada kabupaten dan kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya. Belanja bantuan keuangan kepada kabupaten dan kota dan Pemerintah Desa diarahkan dalam rangka mendukung Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Untuk kebijakan pembiayaan daerah, dari aspek penerimaannya akan diarahkan untuk meningkatkan akurasi pembiayaan yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah. Terkait dengan pinjaman daerah, Pemerintah Pusat telah membuka kesempatan bagi pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan, untuk melakukan pinjaman sebagai salah satu instrumen pendanaan pembangunan daerah. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian, mengingat adanya konsekuensi kewajiban yang harus dibayar atas pelaksanaan pinjaman pemerintah daerah dimaksud, seperti angsuran pokok, biaya bunga, denda, dan biaya lainnya, pemerintah daerah akan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential management), profesional, dan tepat guna dalam penggunaan potensi pinjaman daerah tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah. Selain itu juga dibuka peluang bagi pemerintah daerah untuk menggalang dana pinjaman pemerintah daerah yang bersumber dari masyarakat sebagai salah satu sumber pendanaan daerah. Sumber pendanaan tersebut adalah obligasi daerah untuk mendanai investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pada aspek pengeluaran pembiayaan, sebagai pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 12 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT berikutnya, akan mencakup: pembentukan dana cadangan; penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah. Untuk itu kebijakan pengeluaran pembiayaannya meliputi : 1. Pengeluaran pembiayaan direncanakan untuk pembayaran hutang pokok yang jatuh tempo, penyertaan modal BUMD, dan dana LUEP; 2. Penyertaan modal dan pemberian pinjaman manakala terjadi surplus anggaran; 3. Penyertaan modal BUMD disertai dengan revitalisasi dan restrukturisasi kinerja BUMD dan pendayagunaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dalam rangka efisiensi pengeluaran pembiayaan termasuk kajian terhadap kelayakan BUMD. 3.1.4 Proporsi Penggunaan Anggaran Selama periode tahun 2007-2009, rata-rata belanja untuk memenuhi kebutuhan aparatur adalah 17,23%. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi belanja untuk memenuhi kebutuhan aparatur relatif lebih kecil persentasenya apabila dibandingkan dengan belanja untuk masyarakat (belanja publik). Dengan demikian, kebijakan pengelolaan keuangan daerah difokuskan untuk pembiayaan pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat, sedangkan pembiayaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan aparatur lebih pada fungsifungsi pemerintah yaitu sebagai fasilitator pembangunan. Tabel 3.4 Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009 No. Uraian 1 2 3 Tahun Anggaran 2007 Tahun Anggaran 2008 Tahun Anggaran 2009 Rata-rata Total belanja untuk Total pengeluaran pemenuhan (Belanja + Persentase kebutuhan Pembiayaan aparatur (Rp) Pengeluaran) (Rp) 975.397.759.531 5.708.480.402.704,00 17,09 1.140.455.797.812 6.168.124.723.803,00 18,49 1.358.460.638.326 8.424.318.223.908,00 16,13 17,23 Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009 3.1.5 Analisis Pembiayaan Kondisi pembiayaan daerah dalam kurun tahun 2007-2009 dapat digambarkan seperti terlihat pada Tabel 3.5 di bawah ini. Dari Tabel tersebut, terlihat bahwa defisit riil anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai sekitar Rp. 299,78 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp. 1,12 trilyun pada tahun 2008 dan menurun kembali menjadi Rp. 230,70 milyar pada tahun 2009. Tabel 3.5 Defisit Riil Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009 Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 13 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 2007 (Rp) NO Uraian 1. Realisasi Pendapatan Daerah Dikurangi realisasi: Belanja Daerah Pengeluaran Pembiayaan Daerah Defisit riil 2. 3. 2008 (Rp) 2009 (Rp) 6.008.260.131.846,00 7.275.007.134.689,00 7.779.532.747.482,00 5.341.625.971.385,00 6.110.959.797.331,00 8.193.613.916.013,00 366.854.431.319,00 299.779.729.142,00 57.164.926.472,00 230.704.307.895,00 1.106.882.410.886,00 (644.785.476.426,00) Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009 Untuk menutup defisit riil anggaran pada kurun tahun yang sama, dapat digambarkan komposisinya pada Tabel 3.6 berikut ini. Tabel 3.6 Komposisi Penutup Defisit Riil Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Uraian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Anggaran sebelumnya Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang di Pisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Proporsi dari total defisit riil 2007 2008 2009 (%) (%) (%) 232,99 419,04 819,67 83,39 2,65 31,39 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009 Untuk realisasi sisa lebih perhitungan anggaran pemerintah daerah, dengan kurun waktu yang sama pada tahun 2007-2009, gambarannya seperti terlihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2009 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Uraian Jumlah SiLPA Pelampauan penerimaan PAD Pelampauan penerimaan dana perimbangan Pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah Sisa penghematan belanja atau akibat lainnya Kewajiban kepada pihak ketiga sampai 2008 1,197,361,050,986.15 % dari SiLPA 100.00 500,629,701,674.00 2009 1,459,497,946,521.73 % dari SiLPA 100.00 1,820,060,110,218.00 % dari SiLPA 100.00 41.81 665,902,493,781.00 45.63 421,372,246,256.00 23.15 240,697,955,075.00 20.10 221,775,910,416.00 15.20 214,282,635,007.00 11.77 23,147,150,788.00 1.93 52,303,018,940.00 3.58 60,525,882,134.00 3.33 427,550,382,871.15 35.71 471,513,542,601.86 32.31 1,089,869,587,461.00 59.88 - 48,002,980,782.87 3.29 34,009,759,360.00 1.87 Rp Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 Rp Rp III - 14 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 2007 No. 7. 8. Uraian Rp 2008 % dari SiLPA dengan akhir tahun belum terselesaikan Pembiayaan Netto 5,335,860,578.00 0.45 Kegiatan lanjutan Sumber : Diolah dari Buku Laporan Keuangan Daerah Tahun 2007-2009 2009 Rp % dari SiLPA Rp % dari SiLPA - - - - Dari Tabel di atas terlihat bahwa selama 3 tahun terakhir (2007-2009), sebagai tahun rujukan yang dijadikan bahan laporan keuangan pemerintah daerah, adanya kecenderungan peningkatan SiLPA (Sisa Lebih Hasil Perhitungan Anggaran) pada setiap tahunnya. Merujuk pada ketentuan pasal 62 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Kondisi ini, sumber terjadinya SiLPA berasal dari pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. Dari uraian SiLPA yang ada, dari 7 (tujuh) item terdapat ada 5 (lima) item yang berkontribusi terhadap bertambahnya penerimaan SiLPA selama tahun 2007-2009, yakni dari : a. Pelampauan penerimaan PAD yang secara keseluruhannya jika dirata-ratakan mengalami kenaikan konstribusinya sebesar 36,86%. Namun jika diperbandingan terhadap kondisi SiLPA tahun bersangkutan, pelampauan penerimaan PAD paling besar kontribusinya terjadi pada tahun anggaran 2008 yang mencapai 45,63%. Lonjakan ini merupakan reaksi atas pemulihan kondisi ekonomi nasional terutama imbas industri manufaktur kendaraan bermotor, yang berdampak pada penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Namanya. b. Pelampauan penerimaan Dana Perimbangan pada SiLPA tidak terjadi justru mengalami penurunan dengan rata-rata kontribusinya sebesar 15,66%. Penerimaan dana perimbangan terhadap jumlah keseluruhan SiLPA, baik nilai konstribusi maupun proporsi tahunannya, terus mengalami penurunan. Penurunan ini dapat disimpulkan jika perencanaan alokasi dana perimbangan oleh pemerintah daerah yang dituangkan dalam RAPBD Tahun berkenaan semakin cermat dengan realisasi penetapannya oleh pemerintah pusat. c. Pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah dengan rata-rata konstribusinya sebesar 2,94%; Jika dilihat nilai nominalnya, kontribusi terbesar terhadap SiLPA diperoleh pada tahun anggaran 2009 sedangkan menurut proporsinya pada tahun anggaran 2008. d. Sisa penghematan belanja atau akibat lainnya dengan rata-rata kenaikan konstribusinya sebesar 42,63%. Dari pertumbuhan kontribusinya secara nominal terus meningkat, Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 15 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT bahkan untuk tahun 2008, baik nominal maupun proporsinya memberi kotribusi yang meningkat besar dan cenderung menjadi dominan. Kondisi ini, merupakan fakta yang kurang relevan dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang harus makin akurat dalam perencanaan alokasi kegiatan. Di pihak lain, penghematan dalam proses pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan pola Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), merupakan kontribusi tersendiri yang masih rasional dalam proses perencanaan secara umum. e. Kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan dengan rata-rata konstribusinya sebesar 2,58%. Penurunan nominal dan proporsi terhadap SiLPA ini merupakan bagian dari terus sehatnya keuangan daerah karena pemenuhan kewajiban kepada pihak ketiga hingga akhir tahun makin cepat terselesaikan. 3.2. Kerangka Pendanaan Pada bagian ini akan dijelaskan berkaitan dengan pengeluaran keuangan yang harus dilakukan pemerintah daerah, baik terkait dengan pembelanjaan pada katagori kewajiban maupun pengeluaraan pembiayaan. Pengeluaran keuangan pemerintah daerah sepenuhnya mengacu pada pedoman pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana ketentuan normatifnya telah disampaikan dalam uraian sebelumnya. 3.2.1. Analisis Pengeluaran Periodik Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Pengeluaran periodik pemerintah daerah yang dibebankan pada keuangan daerah saat RPJMD tahun 2008-2013 dibuat, memperlihatkan kondisi seperti berikut : Tabel 3.8 Pengeluaran Periodik, Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 -2010 No A 1 2 B 1 C 1 2. Uraian Rata-rata Pertumbuhan (Rp) (Rp) (%) 3.077.553.992.449 3.587.272.308.897,54 16,56 1.001.707.347.492 1.628.776.576.249,54 62,60 2.075.846.644.957 1.958.495.732.648,00 (5,65) 2009 Belanja Tidak Langsung Belanja Gaji dan Tunjangan Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/kota dan Pemerintah Desa Belanja Langsung 415.151.949.485 Belanja fasilitas Dasar dan 415.151.949.485 Administrasi umum (fixedcost) Pembiayaan Pengeluaran 78.147.895 Pembentukan Dana Cadangan Pembayaran Pokok Utang 78.147.895 TOTAL (A+B+C) 3.492.784.089.829 2010 391.290.000.000,00 391.290.000.000,00 (5,75) (5,75) 72.234.232,00 72.234.232,00 3.978.634.543.130 (7,57) (7,57) 13,91 Sumber : Diolah dari Buku Raperda APBD Tahun 2009 dan Tahun 2010 Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 16 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT 3.2.2. Penghitungan Kerangka Pendanaan Setelah mengetengahkan kondisi pengelolaan keuangan daerah masa lalu yang dibuat hingga tahun 2009, sebagai kerangka keuangan yang telah dimasukan dalam laporan keuangan daerah, selanjutnya akan digambarkan kapasitas riil keuangan daerah untuk mendanai kebutuhan pembangunan daerah hingga tahun 2013 mendatang (Tabel 3.9). Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 17 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Tabel 3.9 Proyeksi tentang Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Untuk Pendanaan Pembangunan Daerah Pada Kurun Tahun 2011-2013 No. 1. Uraian Pendapatan Proyeksi Tahun 2011 (Rp) 8.424.709.887.735,00 Pencairan dana cadangan (sesuai Perda) 3. Sisa Lebih Riil Perhitungan 1.500.000.000.000,00 Anggaran Total penerimaan 9.924.709.887.735,00 Dikurangi: 4. Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan yang Wajib dan 4.832.067.376.818,00 Mengikat serta Prioritas Utama Kapasitas riil kemampuan 5.092.644.510.917,00 keuangan Sumber : RPJMD 2008 -2013 diolah kembali Tahun 2012 (Rp) 9.207.277.276.223,00 Tahun 2013 (Rp) 10.143.787.320.993,00 2. 920.000.000.000,00 700.000.000.000,00 1.000.000.000.000,00 10.127.277.276.223,00 11.843.787.320.993,00 5.462.483.381.010,00 6.280.591.006.994,00 4.664.793.895.213,00 4.436.807.786.001,00 Dari tabel di atas dapat diproyeksikan bahwa kapasitas riil kemampuan keuangan daerah Pemerintah provinsi Jawa Barat untuk 3 Tahun ke depan hingga berakhirnya masa berlaku RPJMD 2008-2013, yaitu : 1. Proyeksi Tahun 2011 sebesar Rp. 5.092.644.510.917,00 atau sebesar 51 % dari total penerimaan. 2. Proyeksi Tahun 2012 sebesar Rp. 4.664.793.895.213,00 atau sebesar 46 % dari total penerimaan. 3. Proyeksi Tahun 2013 sebesar Rp. 4.436.807.786.001,00 atau sebesar 37 % dari total penerimaan. Jumlah kapasitas riil kemampuan keuangan yang ada tersebut merupakan modal pemerintah derah dalam membiayai : a. Rencana alokasi pengeluaran prioritas I, yakni berkaitan dengan tema atau program pembangunan daerah yang menjadi unggulan (dedicated) Kepala daerah sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN dan amanat/kebijakan nasional yang definitif harus dilaksanakan oleh daerah pada tahun rencana, termasuk untuk prioritas bidang pendidikan 20% (duapuluh persen) dan kesehatan sebesar 10 % (sepuluh persen). Selain itu program prioritas I berhubungan langsung dengan kepentingan publik, bersifat monumental, berskala besar, dan memiliki kepentingan dan nilai manfaat yang tinggi, memberikan dampak luas pada masyarakat dengan daya ungkit yang tinggi pada capaian visi/misi daerah. Selain itu, prioritas I juga diperuntukkan bagi prioritas belanja yang wajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Rencana alokasi pengeluaran prioritas II, yakni berkaitan dengan program prioritas di tingkat SKPD yang merupakan penjabaran dari analisis per urusan serta paling berdampak luas pada masing-masing segementasi masyarakat yang dilayani sesuai Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 18 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT dengan prioritas dan permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan layanan dasar serta tugas dan fungsi SKPD termasuk peningkatan kapasitas kelembagaan yang berhubungan dengan itu. c. Rencana alokasi peneluaran prioritas III, yakni berkaitan dengan alokasi belanja-belanja tidak langsung seperti: tambahan penghasilan PNS, belanja hibah, belanja bantuan sosial organisasi kemasyarakatan, belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa serta belanja tidak terduga. Pengalokasian dana pada prioritas III baru akan dipenuhi setelah pemenuhan dana pada prioritas I dan II terlebih dahulu. Melihat proyeksi kapasitas riil keuangan daerah yang terus mengecil pada tahun 2013 mendatang, sedangkan proyeksi jumlah penerimaan terus meningkat, maka terdapat sejumlah pertimbangan alokasi belanja ke depan, yaitu sebagai berikut : 1. Perlu pengetatan dalam memilah program dan kegiatan sesuai urutan prioritasnya. 2. Perlunya peningkatan keperansertaan sektor swasta dalam pendanaan pembangunan, baik melalui scenario kemitraan pemerintah dan sector swasta (public private partnership) maupun potensi corporate social responsibility (CSR) dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dari pelaku usaha daerah, yang tersebar diberbagai lapangan usaha di Jawa Barat; 3. Reorganisasi struktur organisasi pemerintah daerah yang semakin relepan dengan posisi dan kedudukan pemerintahan provinsi yang lebih difokuskan pada penyelenggaraan urusan pemerintahan pada skala regional dan lintas kabupaten/kota. Dengan reorganisasi ini, akan diperlukan besaran organisasi yang lebih efisien serta gugus penugasan yang makin akhli dengan penguatan jabatan fungsional di berbagai lini. Perubahan RPJM Daerah Provinsi Jawa Barat 2008 - 2013 III - 19