Simposium Nasional RAPI XIII - 2014 FT UMS ISSN 1412-9612 ANALISIS BEBAN KERJA PENGGUNAAN MESIN GERINDA PADA PERAJIN BATU PERMATA DI KARANGASEM M. Yusuf Staf Pengajar Politeknik Negeri Bali (Mahasiswa Program Pascasarjana Ergonomi-Fisiologi Kerja, Universitas Udayana) Email : [email protected]; [email protected] Abstrak Ada tiga tahapan proses pengerjaan batu permata di Karangasem Bali yaitu pemotongan, pembentukan dan penghalusan. Pada proses pemotongan, bahan baku yang semula masih berbentuk bongkahan batu baik batu pirus, batu akik, batu kecubung, dan semacamnya dipotong-potong menjadi bagian kecil dengan teknik tertentu dengan menggunakan gerinda potong. Selanjutnya pada proses pembentukan, potongan batu yang sudah kecil tadi dibentuk dengan teknik tertentu menggunakan gerinda asah. Sedangkan proses akhir adalah menggosok atau mengasah batu permata tersebut biar licin dan menggkilap secara manual ataupun menggunakan gerinda asah modifikasi. Proses ini biasanya dilakukan dengan sikap kerja duduk bersila atau jongkok di lantai sehingga menimbulkan banyak keluhan terutama keluhan pada otot lengan, pinggang, dan kaki. Disamping itu kebisingan, getaran mesin, dan debu yang dihasilkan dari pemotongan batu akan menambah beban kerja perajin. Untuk itu dilakukan suatu penelitian secara observasional terhadap 12 orang perajin permata di Kabupaten Karangasem, Bali. Untuk mengevaluasi beban kerja dilakukan pengukuran terhadap denyut nadi kerja, ECPT (extra calorie due to peripheral temperature), ECPM (extra calorie due to peripheral metabolism), getaran mesin, kebisingan, dan mikro klimat lingkungan kerja perajin. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa beban kerja perajin tergolong berat, ECPM>ECPT, serta terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap keluhan otot dan kelelahan secara umum para perajin. Untuk itu perlu diupayakan adanya intervensi ergonomi pada perajin permata di Kabupaten Karangasem, Bali. Karena ECPM> ECPT maka dalam intervensi ergonomi, aspek kerja fisik seperti sikap kerja, penggunaan mesin/alat, dan penggunaan otot dalam bekerja harus diperbaiki sehingga dapat mengurangi beban kerja para perajin. Kata Kunci: Beban Kerja; Mesin Gerinda; Produktivitas; Perajin Permata Pendahuluan Usaha batu permata untuk dijadikan perhiasan seperti cincin, mata kalung, perhiasan pada gagang keris atau tombak, dan sebagainya merupakan salah satu alternatif dalam meraih penghasilan bagi masyarakat di Bali. Hal ini dilakukan karena disamping biaya untuk mendapatkan batu itu tidak terlalu mahal, proses pengerjaannya sederhana, dan harga jual batu permata tersebut adalah relatif tinggi. Usaha ini banyak dijumpai di Kabupaten Karangasem Bali dalam bentuk industri kecil atau industri rumah tangga. Namun dalam mengerjakannya masih menggunakan cara-cara tradisional. Umumnya mereka hanya mempunyai alat berupa gerinda untuk memotong dan membentuk batu tersebut. Permata yang semula masih berbentuk batu baik batu pirus, batu akik, batu kecubung, dan semacamnya dipotong-potong menjadi bagian kecil dengan teknik tertentu. Kemudian potongan kecil dibentuk dan dihaluskan dengan menggunakan gerinda. Proses akhir adalah menggosok atau mengasah batu permata tersebut biar licin dan menggkilap. Proses ini dilakukan dengan cara manual yaitu batu kecil yang sudah dibentuk dilengketkan pada ujung kayu sebagai gagang kemudian digosok-gosok menggunakan tangan pada permukaan kertas atau kain halus dengan sikap kerja duduk jongkok atau bersila di lantai. Hal ini menimbulkan banyak keluhan pada perajin permata tersebut terutama keluhan pada otot lengan dan pinggang. Disamping itu juga produktivitasnya rendah karena penggosokan memakan waktu yang agak lama. Penggosokan permata secara manual dan sikap kerja duduk bersila di lantai akan menimbulkan masalah kesehatan bagi pekerja. Sikap kerja ini merupakan sikap kerja tidak alamiah. Sikap kerja yang tidak alamiah atau sikap kerja tidak alamiah dapat sebagai penyebab timbulnya berbagai gangguan pada sistem otot muskuloskeletal (Manuaba, 1998). Sikap kerja duduk terlalu lama dengan sikap kerja tidak alamiah membungkuk menimbulkan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan terjadi tekanan cukup besar pada discus intervertebralis sehingga dapat menimbulkan low back pain, dalam jangka panjang sikap kerja ini akan menyebabkan badan menjadi bungkuk (Pheasant, 1991; Kroemer and Grandjean, 2000). I-61 Simposium Nasional RAPI XIII - 2014 FT UMS ISSN 1412-9612 Dari uraian diatas maka dipandang perlu dilakukan suatu penelitian secara observasional sejauhmana beban kerja yang timbul dari pekerjaan perajin permata di Karangasem Bali. Hasil penelitian ini bisa dijadikan acuhan untuk dilakukan intervensi untuk memperbaiki sikap kerja, stasiun kerja, dan alat bantu kerja perajin sehingga nantinya bisa meningkatkan produktivitas kerja para perajin permata. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara observasional terhadap 12 orang perajin batu permata di Desa Sugaban Karangasem Bali. Beban kerja ditentukan dari nadi kerja yang dihitung dengan metode 10 denyut pada arteri radialis dengan stop watch. Suhu lingkungan dan kelembaban diukur dengan sling Psychrometer. Kebisingan di ukur dengan Sound level meter. Kecepatan angin diukur menggunakan Anemometer. Getaran diukur dengan Vibration. Suhu panas radiasi matahari diukur dengan termometer bola. Keluhan subyektif di prediksi dari koesioner 30 item kelelahan dengan empat skala Likert dan keluhan otot skeletal diprediksi dengan kosioner Nordic Body Map. Analisa secara statistik dilakukan secara deskriptif terhadap beban kerja dan keluhan-keluhan otot skeletal maupun kelelahan secara umum dari para perajin batu permata di Karangasem Bali. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik perajin permata yang menjadi subjek penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 1 Karakteristik subjek penelitian No 1 2 3 4 Variabel Umur (th) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (th) Rerata SB Rentangan 26,5 59,7 167,5 5,7 5,8 3,6 2,9 3,2 20 – 42 55,5 – 70 160 – 170,5 2 – 15 Berdasarkan karakteristik subjek, seperti yang tertera pada Tabel 1, rentang umur perajin adalah antara 20 hingga 42 tahun. Usia ini masih usia produktif dengan berat badan berada pada rentang 55-81 kg dan pengalaman kerja membuat batu permata antara 2 hingga 15 tahun, ini menunjukkan bahwa kondisi fisik subjek berada pada kondisi produktif dengan pengalaman kerja yang cukup. Pengalaman kerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketrampilan pekerja, keluhan-keluhan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal maupun terhadap produktivitas kerja (Subrata, 2003). Irawan & Suparmoko (2002) mengatakan bahwa umur produktif berkisar antara 15 – 64 tahun. Mikroklimat di Tempat Penelitian Hasil pengukuran mikroklimat di tempat kerja para perajin permata yang dilakukan mulai pagi sampai sore (08.00 s.d 16.00 Wita) adalah sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 Tabel 2. Kondisi lingkungan kerja Hasil pengukuran Variabel rerata SB Suhu basah ( o c ) 26,86 0,385 Suhu kering ( o c ) 30,90 0,206 Kelembaban relatif (%) 72,43 1,116 WBGT (oC) 28,09 0,314 Intensitas Cahaya (Lux) 407,57 10,172 Intensitas Suara (dBA) 69,74 0,519 Kondisi mikroklimat seperti tertera pada Tabel 2 masih berada pada batas nyaman dalam bekerja. Manuaba (1998) menyatakan bahwa nilai ambang batas dari suhu udara untuk pekerja adalah 33 C dan kelembaban relatif pekerja orang Indonesia yang masih tergolong nyaman adalah antara 70% - 80%. Sedangkan intensitas penerangan tergantung dari jenis pekerjaan, pekerjaan presisi memerlukan intensitas yang lebih tinggi dari pada pekerjaan yang tidak memerlukan ketelitian dengan penerangan dari 300 – 700 lux. Nilai ambang batas intensitas suara tertinggi yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan gangguan daya dengar yang tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari adalah 85 dBA (WHS, 1993; Permennaker, 1999). I-62 Simposium Nasional RAPI XIII - 2014 FT UMS ISSN 1412-9612 Beban Kerja Perajin Beban Kerja perajin dihitung berdasarkan denyut nadi kerja, keluhan otot skeletal, dan kelelahan secara umum. Denyut nadi pekerja diukur menggunakan pulse meter, keluhan otot skeletal diukur menggunakan kuesioner Nordic Body Map, sedangkan kelelahan secara umum diukur menggunakan kuesioner 30 item kelelahan. Dari denyut nadi pekerja dapat dihitung pula Cardio Vaskuler Load (CVL) perajin. Untuk mengetahui apakah faktor pekerjaan yang berpengaruh pada beban kerja terberat atau faktor lingkungan maka dapat dihitung ECPT (extra cardiac pulse due to temperature) dan ECPM (extra cardiac pulse due to metabolism) dari para perajin. Hasil penghitungan denyut nadi kerja terhadap subjek sebelum bekerja dan sesudah bekerja disajikan pada tabel 3 berikut. Tabel 3 Hasil penghitungan denyut nadi perajin permata Variabel Mean (dpm) SD t Denyut Nadi Istirahat 68,15 5,21 -22,471 Denyut Nadi Kerja 127,28 2,24 P 0,000 Berdasarkan perhitungan denyut nadi tersebut diperoleh pula nilai Cardio Vasculer Load (CVL) yaitu 54,12 ± 4,71 %. Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa beban kerja untuk perajin batu permata tergolong beban kerja berat dengan rerata denyut nadi kerja sebesar 127,28 denyut/menit yaitu berada diantara 125 – 130 denyut/menit (Kroemer and Granjean, 2000). Sedangkan cardio vasculer load (CVL) diperoleh 54,12%. Kombinasi nilai CVL dan WBGT bisa dilihat pada grafik Gambar 1 berikut. WBGT (oC) K Sumber : (Intaranont dan Vanwonterghem, 1993) Gambar 1. Grafik waktu kerja dan istirahat berdasarkan WBGT dan % CVL Berdasar grafik pada Gambar 1 di atas, dapat dilihat bahwa dengan %CVL dan nilai WBGT yang diperoleh dari perajin batu permata di Karangsem Bali, seharusnya mereka bekerja dengan pembagian 75% kerja dan 25% istirahat. Sedangkan hasil perhitungan keluhan otot skeletal yang didata dengan kuesioner Nordic Body Map dan pengukuran kelelahan secara umum menggunakan 30 item kuesioner, disajikan pada tabel 4 berikut : I-63 Simposium Nasional RAPI XIII - 2014 FT UMS ISSN 1412-9612 Tabel 4 Hasil Analisis Keluhan Otot Skeletal dan kelelahan secara umum Keluhan Otot Kelelahan Secara Umum Rerata skor 32,24 68,37 34,58 59,29 Sebelum kerja Setelah kerja Sebelum kerja Setelah kerja SD 2,18 4,21 3,27 2,74 T P -25,195 0,000 -22,482 0,000 Dari Tabel 4 di atas, diketahui bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada keluhan otot maupun kelelahan secara umum. Setelah kerja keluhan otot skeletal yang terjadi pada perajin permata terjadi sakit di bahu dan pinggang (100% pekerja), dan sakit di leher, lengan atas kiri dan kanan, serta sakit di punggung (75% dari pekerja). Sedangkan keluhan subyektif yang terjadi yaitu lelah pada seluruh badan, nyeri di punggung dan merasa haus (100% dari pekerja), kemudian juga merasa berat di kepala, kaki terasa berat, kaku atau canggung dalam bergerak, dan kaku dibagian bahu 75% dari pekerja. Apabila hal keluhan-keluhan ini tidak diberikan solusi dengan baik dan pekerja terus menerus mendapatkan keluhan tersebut, maka akan berakibat buruk dari sisi kesehatan pekerja. Cavalitsakulchai dan Shahnavas (1991) mengatakan bahwa gangguan pada sistem muskuloskeletal yaitu pada pinggang, leher, bahu dan paha diakibatkan oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri. Sejalan dengan apa yang dinyatakan Ruccer & Sunnel (2002) terhadap para dokter gigi, mereka menyatakan bahwa posisi praktek yang salah dalam bekerja terlebih lagi dalam menggunakan perlatan pompa akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perubahan sikap kerja yang tidak alamiah menjadi alamiah. Sutajaya dan Citrawathi (2000) juga menyatakan bahwa keluhan subjektif berupa gangguan otot skeletal dan kelelahan dapat diturunkan secara signifikan (p 0,05) pada subjek dengan melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis. Di samping akibat pengaruh gerak atau metabolisme, peningkatan beban kerja juga bisa disebabkan oleh pengaruh lingkungan kerja seperti suhu panas lingkungan, kebisingan, dan sebagainya. Hasil analisis pengaruh kerja fisik dan pengaruh lingkungan kerja dapat di ukur menggunkan ECPT (extra cardiac pulse due to temperature) dan ECPM (extra cardiac pulse due to metabolism). Hasil pengukuran ECPT dan ECPM disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Hasil Analisis ECPT dan ECPM ECPT ECPM Rerata 27,36 32,19 SD 2,49 4,27 t p -7,294 0,000 Berdasarkan nilai ECPT dan ECPM seperti pada Tabel 5 diperoleh bahwa nilai ECPT berbeda signifikan dengan nilai ECPM, dimana nilai ECPT lebih besar daripada nilai ECPM. Menurut Adiputra (2002) serta Intaranont and Vanwonterghem (1993) apabila: a. Nilai ECPT > ECPM, berarti bahwa faktor lingkungan lebih dominan sehingga memberikan beban kerja tambahan kepada subjek. Dalam upaya perbaikan maka aspek lingkungan itu harus ditekan sekecil mungkin. b. Nilai ECPM > ECPT, berarti bahwa kerja fisik tugas yang dilakukan memang berat. Upaya intervensinya ditujukan untuk menurunkan beban kerja utama. c. Nilai ECPM = ECPT, itu berarti bahwa beban fisik pekerjaan dan aspek lingkungan sama-sama memberikan beban kepada tubuh; dengan demikian upaya intervensi ditujukan kepada keduanya. Dari hasil perhitungan diperoleh ECPM lebih besar dari ECPT, hal ini menunjukkan bahwa beban kerja lebih dominan disebabkan oleh karena kerja fisik para perajin dibandingkan dengan beban tambahan yang berasal dari suhu lingkungan. Hal ini berarti bahwa jika ingin mengadakan intervensi untuk memperbaiki pelaksanaan aktivitas kerja perajin permata maka intevensi tersebut dapat diarahkan pada hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kerja sepeti memperbaiki peralatan kerja, memperbaiki sikap kerja, pengaturan waktu istirahat, dan semacamnya. KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. a. Beban kerja perajin permata di Karangasem Bali termasuk dalam kategori beban kerja yang berat. b. Nilai Cardio Vasculer Load perajin diperoleh 54,12% dan nilai WBGT 28 oC. Pada kondisi ini seharusnya perajin bekerja dengan pembagian 75% kerja dan 25% istirahat. c. Hasil evaluasi diperoleh bahwa ECPM lebih besar dari ECPT, terjadi peningkatan keluhan otot skeletal dan kelelahan secara umum pada perajin permata. Karena ECPM > ECPT maka upaya-upaya intervensi I-64 Simposium Nasional RAPI XIII - 2014 FT UMS ISSN 1412-9612 diarahkan kepada pelaksanaan tugas praktikum seperti sikap kerja, jam praktikum, pengaturan istirahat, kesesuaian antropometri meja dan kursi, metode pengajaran, dan semacamnya. Saran Beberapa hal yang bisa disarankan untuk para perajin permata antara lain: a. Mengatur jam kerja perajin sehingga beban kerja bisa berkurang atau dengan cara menambahkan istirahat pendek selama 10 menit setiap jam kerja sambil minum air. b. dilakukan intervensi ergonomi untuk memberikan solusi terhadap permasalah beban kerja para perajin permata. Daftar Pustaka Adiputra, N. 2002. Denyut Nadi dan Kegunaannya dalam Ergonomi. Jurnal Ergonomi Indonesia, Vol. 3, No. 1, Juni 2002: 22-26. Chavalitsakulchai, P & Shahnavaz, H. 1991. Musculoskeletal Discomfort and Feeling of Fatique Among Female Professional Worker : the Need For Concideration. Journal of Human Ergology. Vol 20. No 2 : 257-264. Intaranont, K. & Vanwonterghem, K. 1993. Study of Exposure Limit in Contraining Climatic Conditions for Strenous Task : an Ergonomic Aproach. Final Report. Bangkok : Chulangkom University Department of Industrial Engeneering. Irawan & Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta : BPFE Universitas Gajah Mada. Kroemer, K.H.E., and Grandjean, E. 2000. Fiting the Task to the Human, 4th ed. Taylor & Francis Inc. London. Manuaba, A.1998. Bunga Rampai Ergonomi vol.1. Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udaayana Denpasar. Permennaker. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta. Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London : Macmillan Academic Professional Ltd. Ruccer, L., Sunnel, S. 2002. Ergonomic Risk Factors Associated with Clinical Dentistry. Journal of the California Dental Association. Vol.30, No.2. Subrata, M. 2003. Pemakaian Alat Pelindung Pada Jari Telunjuk Tangan Dan Pemakaian Tempat Duduk Pada Pekerja Pemotong Gigi Taring Anak Babi Mengurangi Cedera Dan Menurunkan Keluhan Subjektif Serta Meningkatkan Produktivitas Kerja. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar. Sutajaya, I.M. & Citrawathi, D.M. 2000. “Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi Beban Kerja dan Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal Mahasiswa dalam menggunakan Mikroskop di Laboratorium Biologi STKIP Singaraja”. Dalam Wignyo Soebroto, S. & Wiratno, SE. Eds. Proceedings Seminar nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya. 239 –242. WHS (Workplace Health and Safety), 1993. Noise Management at Work, Code of Practice for Healthy and safe workplaces. Queensland Government, Australia. I-65