BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Enzim

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enzim
Enzim adalah protein yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel untuk
mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar
biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi
terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk samping enzim merupakan unit
fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem
enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis
diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda (Shahib, 1992). Enzim dikatakan
sebagai suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam aktivitas
biologis. Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu
sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir
reaksinya. Enzim ini akan kehilangan aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat,
pelarut organik, atau pengaruh lain yang bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim
dikatakan mempunyai sifat sangat khas, karena hanya bekerja pada substratnya
(Girindra, 1990).
Untuk aktivitasnya kadang-kadang enzim membutuhkan kofaktor yang bisa
berupa senyawa organik atau logam. Senyawa organik itu terikat pada bagian protein
enzim. Bila ikatan itu lemah maka kofaktor tadi disebut co-enzim dan dan jika terikat
erat melalui ikatan kovalen maka dinamakan gugus prostetis. Pada umumnya dua
kofaktor itu tidak dibedakan dan disebut co-enzim saja. Apabila enzim itu terdiri dari
bagian seperti yang diterangkan diatas maka keseluruhan enzim itu dinamakan holo
enzim. Bagian protein dinamakan apo-enzim dan bagian non proteinnya disebut coenzim.fungsi logam pada umumnya adalah untuk memantapkan ikatan substrat pada
Universitas Sumatera Utara
enzim atau mentransfer electron yang timbul selama proses katalisis (Soeharsono,
1989).
2.1.1 Kerja Enzim Pada Substrat
Enzim meningkatkan kemungkinan molekul-molekul yang bereaksi saling bertemu
dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi karena enzim mempunyai
suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai kemampuan untuk
mengikat substrat tersebut walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat
dengan enzim sangat spesifik substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa, sehingga
setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan nonkovalen) antara
substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran elektron dalam molekul substrat dan
penyebaran ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam
molekul substrat, sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah terpecah. Para ahli
biokimia menamakan keadaan dimana terjadi regangan ikatan molekul substrat setelah
berinteraksi dengan enzim disebut pengaktifan substrat (Shahib, 1992).
2.1.2 Pengaruh Kadar Enzim dan Substrat
Kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi enzim yang berperan sebagai
katalisator dalam reaksi itu. Pada gambar 2.1.2 terlihat hubungan jika konsentrasi
enzim yang digunakan tetap, sedangkan substrat dinaikkan. Di sini dapat terlihat
bahwa pada penambahan pertama kecepatan reaksi naik dengan cepat. Tetapi jika
penambahan substrat dilanjutkan, dilanjutkan maka tambahan kecepatan mulai
menurun sampai pada suatu ketika tidak ada tambahan kecepatan reaksi lagi (Girindra,
1990).
Universitas Sumatera Utara
Kecepatan maksimum (v)
Kecepatan reaksi
Orde 0 (Fase II)
Gabungan “Orde 0” dan “orde 1”
v/2
Kinetika Orde pertama (Fase I)
Konsentrasi substrat
Gambar. 2.1
Pada Substrat yang spesifik, enzim akan mengkatalisis reaksi sehingga
menghasilkan produk yang spesifik, juga pada penambahan pereaksi kimia tertentu
dapat mengakibatkan enzim menunjukkan bentuk stereokimianya dimana interaksi
enzim dengan substrat terjadi dalam ikatan, dimana kelebihan substrat tidak dapat
diikat seluruhnya oleh enzim (Trevar, 1985).
R
Substrat
C
R’
A-
R’
-
A
R’
Enzim
AActive site
Gambar 2.2
2.1.3 Enzim lipase
Lipase yang berasal dari bakteri pada umumnya adalah protein yang memiliki sifat
asam. Dan mempunyai berat molekul dari 20.000 sampai 60.000. Memiliki aktivitas
Universitas Sumatera Utara
spesifik protein murni yang berubah-ubah dari 500 sampai 10.000 unit lipase per mg
protein (Fogarty, William, M. 1983).
Gambar 2.3. Lipid (Triasilgliserol)
Enzim lipase atau lengkapnya triasilgliserol lipase adalah enzim yang
menghidrolisis ester karboksilat. Enzim ini mempunyai substrat alami berupa
trigliserida dari asam lemak yang mana reaksinya memerlukan air, dan lipase
ekstraseluler berhasil diisolasi dari Pseudomonas aeruginosa pada tahun 1986. Enzim
lipase memiliki sub unit berupa glikoprotein dan lipoprotein. Sub unit tersebut dapat
sebagai monomer, dimer, oligomer atau polimer. Enzim lipase stabil pada suhu
optimumnya yaitu 30o C, walaupun masih aktif pada 51o C, (Nishio, 1987). Dan
menurut penelitian Abigor dkk (2002) wijen digunakan sebagai katalis enzim lipase
dan dapat bekerja dengan baik dan bertahan hidup pada pH 7-7,5.
Pada banyak mikroorganisme, bagian yang kuat dari lipase ekstraseluler
sebagian masih terikat pada dinding sel. Karena adanya ikatan antara enzim dan
dinding sel mungkin menghambat ekskresi lipase berikutnya dalam media
pertumbuhan dan dengan demikian menurunkan hasil lipase ekstraseluler. Zat yang
dapat menstimulai pelepasan lipase dari dinding sel sehingga dapat meningkatkan
pembentukan lipase yaitu dengan menambahkan ion magnesium kedalam media
pertumbuhan ( Aisaka & Terada, 1979).
2.1.4 Hipotesis Operon
Dari aktivitas β-galaktosidase dalam sel E. Coli diusulkan hipotesis operon untuk
kontrol genetik dari sintesis protein pada prokariota. Jenis peraturan sintesis protein
yang diberikan oleh konsep operon membicarakan tentang kontrol transkripsi, karena
Universitas Sumatera Utara
kontrol yang diberikan terutama pada transkripsi gen menjadi mRNAs yang sesuai.
Ada cara umum lain dalam sintesis protein, yaitu, dengan kontrol translasi laju sintesis
dari rantai polipeptida dari template mRNA-nya. Kontrol transkripsi tampaknya
menjadi mekanisme utama untuk pengaturan ekspresi gen pada bakteri. Kontrol
Translational, yang tidak dipahami dengan baik, tampaknya merupakan mekanisme
sekunder pada bakteri tetapi sangat penting dalam eukariota.
Dari eksperimen mereka Jacob dan Monod terdapat tiga gen struktural z, y,
dan a coding untuk mensintesis β-galaktosidase, permease dan protein A, masingmasing, yang semuanya dapat diinduksi oleh laktosa, terletak berdekatan satu sama
lain dalam kromosom E. coli dan DNA mengisi letak lain di dekat gen ini. Bagian i ini
diusulkan menjadi gen regulasi coding untuk sekuens asam amino dari protein yang
disebut represor, ketika gen i ditranskripsi untuk membentuk mRNA yang sesuai,
yang berdifusi terakhir ke ribosom dan ada bertindak sebagai template untuk sintesis
represor. Protein represor mengikat bagian lain pada segmen tertentu pada DNA yang
disebut operator. Pengikatan protein represor ke situs operator dalam DNA
dipostulatkan untuk mencegah atau menekan transkripsi oleh RNA polimerase dari
tiga gen struktural z, y, dan a coding untuk tiga enzim diinduksi oleh 3-galactosides,
Gambar 2.4 Mekanisme Lac_Operon
Untuk menjelaskan tindakan dari inducer, ketika glukosa tidak tersedia, tetapi
laktosa ada, Jacob dan Monod mengajukan bahwa ia menggabungkan dengan letak
Universitas Sumatera Utara
pengikatan spesifik yang kedua pada protein represor, letak inducer, untuk
membentuk sebuah kompleks penginduksi-represor. Ikatan dari inducer disebabkan
represor yang akan dibentuk dari operator pada DNA dengan penurunan afinitas untuk
yang kedua. Setelah kompleks represor-inducer dilepaskan, gen struktural untuk βgalactosiclase dan dua lainnya protein menjadi tersedia untuk transkripsi oleh RNA
polimerase untuk menghasilkan mRNA yang sesuai. Ketiga protein kemudian
disintesis dari template mRNA pada ribosom, memungkinkan sel untuk menggunakan
laktosa sebagai sumber karbon dan energi.sel-sel yang diambil dari media terakhir,
dicuci, dan ditempatkan dalam sebuah medium, sedangkan-laktosa, D-glukosa, yang
sel selalu dapat digunakan. Karena konsentrasi laktosa dalam sel sekarang akan
menjadi rendah. induser terikat pada protein represor akan terpisahkan jauh,
menyebabkan molekul represor untuk kembali ke bentuk aktif, sehingga sekarang
terikat dengan afinitas yang tinggi ke bagian operator. Akibatnya, gen-gen struktural
untuk β-galaktosidase dan dua protein lain tidak bisa lagi ditranskripsikan, dan karena
kekurangan
mRNA, protein ini tidak bisa lagi dibuat. Oleh karena itu protein
represor, melalui kapasitasnya untuk mengikat baik induser atau operator reversibel
tapi tidak keduanya secara bersamaan, sehingga dapat dihitung induksi dan represi
keduanya pada sintesis galaktosidase.
Ketiga gen struktural z, - v, dan, a bersama-sama dengan operator o mereka,
yang ditunjuk oleh Jacoob dan Monoc sebagai operon, khususnya, Lac_Operon.
Sebuah operon tetap terdiri dari kelompok gen struktural fungsional terkait, yang
dapat diaktifkan atau dinonaktifkan secara terkoordinasi, bersama dengan operator
mereka.(Lehninger, 1982)
2.1.5 Ion Logam sebagai kofaktor-enzim
Ion logam dapat digunakan sebagai aktivasi enzim dan pembawa elektron dengan
mekanisme variasi yang berbeda dan lingkungan mikro yang berbeda dalam jenis
protein yang berbeda. Fungsi dari ion logam tersebut pada semua enzim, mencakup:
Universitas Sumatera Utara
a) secara tepat menjadi katalis pada enzim, b) Berpartisipasi dalam ikatan substrat
pada sisi aktif, c) menjaga konformasi enzim agar tetap sebagai katalis, dan d)
berpartisipasi dalam reaksi redoks. Beberapa logam seperti Fe2+, Cu2+, Zn2+, Mn2+,
Co2+, Mo2+ berikatan sangat kuat dengan enzim dan membentuk metaloenzim,
sedangkan logam Mg2+, Ca2+, Mn2+ berikatan lemah dengan enzim sehingga
membentuk metal-aktif enzim (Milton, S. H. 1987).
Fakta lain tentang enzim lipase adalah adanya ion logam Ca2+ dalam
konsentrasi yang rendah akan mengaktifkan reaksi enzimatik lipase. Senyawa lain
yang diketahui memiliki fungsi yang sama dengan Ca2+ adalah EDTA. Tetapi kation
divalent lainnya seperti Mg2+, Zn2+, Cu2+, dan Cd2+ pada konsentrasi rendah
menghambat aktivitas enzim ini sampai 70%. Dilain pihak Kalium asetat
mempertinggi aktivitas enzimatik lipase hingga 4 sampai 5 kali dikisaran konsentrasi
1yang lebih tinggi. Natrium Asetat mendorong kenaikan aktivitas enzimatik sampai
dua kali lipat pada konsentrasi rendah dan tidak berpengaruh apa-apa walau dalam
konsentrasi tinggi pada pH 7,0-75. Natrium Klorida hanya sampai batas konsentrasi
rendah yang mempengaruhi aktivitas enzimatik lipase dan pengaruhnya berupa
adanya kenaikan aktivitas enzimatik yang tipis (Schwimmer, S. 1981). Kofaktor akan
terikat pada gugus aktif pada molekul protein enzim, sehingga kerja enzim yang
ditunjukkan oleh aktivitas meningkat.(Lehninger, 1982)
2.2 Minyak
Minyak dan lemak tergolong kepada anggota dari golongan lipid yaitu lipid netral.
Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu: 1) Lipid netral, 2)
Fosfatida, 3) Spingolipid dan 4) Glikolipid.
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung
sejumlah komponen selain trigliserida, yaitu: 1) Lipid kompleks (yaitu leshitin,
cephalin, fosfatida, lainnya serta glikolipid), 2) Sterol, berada dalam keadaan bebas
atau terikat dengan asam lemak, 3) Asam lemak bebas, 4) Lilin, 5) Pigmen yang larut
dalam lemak, dan 6) Hidrokarbon (Ketaren, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata komposisi minyak terdiri dari 58,2% sebagai sampel jenuh, 28,6%
senyawa aromatik dan 14,2% senyawa polar. Berdasarkan klasifikasi minyak,
senyawa aromatik ini adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari cincin yang
mengandung enam atom karbon. Hampir kebanyakan senyawa aromatik ini bermassa
rendah dan jumlahnya dalam minyak sekitar 10-30% (Syakti, 2005).
2.2.1 Minyak Wijen
Tanaman wijen (Sesamum indicum L) termasuk family Pedaliaceae, varietas
Sesamum indicum sub spesies ialah S. orientale. (Ketaren, 1986) Minyak wijen
mengandung zat tidak tersabunkan dalam jumlah relative tinggi. Tetapi kandungan
tertinggi adalah sterol dan zat-zat yang tidak dapat dipisahkan dengan pemurnian,
sedangkan kadar bahan non minyak lainnya relative rendah (Bailey, 1951).
Minyak wijen mengandung kurang lebih 0,3-0,5 % sesameoline, fenol
berikatan 1-4 yang dikenal sebagai sesamol, dan sesamine sekitar 0,5-0,1 %.. Minyak
wijen juga mengandung asam-asam lemak, yaitu:
Asam Lemak
Rumus
Persen
Asam lemak jenuh
Palmitat
C16H32O2
9,1
Stearat
C18H36O2
4,3
Arachidat
C20H40O2
0,8
Oleat
C18H34O2
45,4
Linoleat
C18H32O2
40,4
linolenat
C18H30O2
Asam lemak tidak jenuh
( Hilditch, 1947)
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Wijen
Universitas Sumatera Utara
Komposisi
Jumlah (gr)
Air
6
Protein
19,3
Lemak
57,1
Karbohidrat
18,1
Ca
0,0012
P
0,614
Fe
0,0095
Vitamin B1
0,00093
Vitamin C
0,0058
Bagian yang dapat dimakan
100
(Ketaren, 1986)
Tabel 2.2. Komposisi Gizi Wijen / 100 gr
2.2.2 Analisis Kuantitatif Asam Lemak Bebas
Kadar Asam lemak bebas dinyatakan sebagai jumlah rata-rata dari bobot asam lemak
yang tidak lagi terikat dengan molekul trigliserida dari setiap gram minyak atau
lemak. Soumano telah meneliti terbentuknya asam lemak yang bebas tersebut pada
saat reaksi interesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan biokatalis berbagai jenis
lipase (Soumanou, M.M. 1997).
Untuk menentukan kadar minyak atau lemak dapat digunakan bilangan
penyabunan yaitu jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu
gram minyak atau lemak. Dalam penetapan bilangan penyabunan biasanya larutan
alkali yang dipergunakan adalah KOH, yang diukur dengan hati-hati dengan
menggunakan buret dan pipet.
Campuran minyak atau lemak dengan larutan KOH didihkan pada pendingin
alir balik sampai terjadi penyabunan yang lengkap, kemudian larutan KOH yang
tersisa ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan HCl 0,5 N. Bilangan penyabunan
dapat ditetapkan dengan jalan mengurangkan jumlah miliequivalen larutan alkali
beralkohol yang dipergunakan, dikalikan dengan berat molekul dari larutan alkali
Universitas Sumatera Utara
tersebut, dibagikan dengan berat contoh dalam gram. Berat molekul untuk larutan
KOH adalah 56,1 : sedangkan berat molekul larutan NaOH adalah 39,9.
Bilangan Penyabunan =
56,1 (ml KOH x N KOH ) (ml HCl x N HCl )
gram contoh
(Ketaren, 1986).
Cara lain untuk menentukan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati
yaitu dengan memodifikasi perhitungan menjadi bilangan asam atau acid value (AV).
Bilangan asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi asam
lemak bebas yang terkandung dalam 1 g minyak. Karenanya, pada perhitungan
bilangan asam, harus diketahui berat minyak yang bersangkutan (AOCS, 1989).
Terdapat sejumlah metode penentuan kadar asam lemak bebas selain metode
titri metri yaitu seperti metode yang didasarkan pada pengukuran PH atau tingkat
keasaman, dan teknik-teknik spektoskopi dengan atau tanpa pelarut (Velasco Arjona,
A. et al, 1998).
2.3 Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan berkembang biak dengan membelah
diri. Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada
umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dan panjangnya sekitar 16µm. Bentuk bakteri dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Sferis (kokus)
Bakteri ada yang berbentuk sferis atau bulat, seperti ada yang ditemukan pada
genus Staphylococcus, Streptococcus, Neisseria dan lain-lain
2. Batang (basil)
Bakteri yang berbentuk batang lurus misalnya dapat dijumpai pada famili
Enterobacteriaceae seperti Escheria coli, Salmonella typhi, Klebsiella
pneumoniae maupun famili Bacillaceae seperti genus Clostridium dan genus
Universitas Sumatera Utara
Bacillus yaitu Bacillus anthracis penyebab penyakit anthraks. Selain bentuk
batang lurus, dijumpai pula bentuk batang bengkok misalnya pada bakteri
Vibrio cholera penyebab penyakit cholera.
3. Spiral
Bakteri berbentuk spiral dijumpai pada penyebab penyakit sifilis yaitu
Treponema pallidum, bakteri penyebab demam bolak-balik yaitu Borelia
reccurentis
(Tim
Mikrobiologi,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Brawijaya,2003).
2.3.1 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu spesies dari genus Pseudomonas.
Pseudomonas aeruginosa bergerak aktif dengan flagella polar dan mempunyai ukuran
lebar 0,5-1 µm dan panjang 3-4 µm dan bersifat aerob. Bakteri ini dapat menggunakan
lebih dari 80 macam bahan organik untuk pertumbuhannya, tetapi Pseudomonas
dapat menggunakan arginine dan nitrat sebagai elektro akseptor sehingga dapat
tumbuh pada suasana anaerob. Pseudomonas aeruginosa tumbuh pada suhu 35-42oC.
P.aeruginosa
menghasilkan
pigmen
piosianin
(Tim
Mikrobiologi,
Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya,2003).
Menurut Donnel, 1994 klasifikasi bakteri Pseudomonas adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Prokaryotae
Divisio
: Gracilitutes
Kelas
: Protobakteria
Famili
: Pseumonadacae
Genus
: Pseudomonas
Spesies
: Pseudomonas sp.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa Pseudomonas sp merupakan
salah satu anggota bakteri gram negative yang umumnya menggunakan protein atau
lipid sebagai sumber energi maupun sumber carbon dan juga mampu menguraikan
berbagai jenis substrat (Mc Clay, 1996 dan Wischnak, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Media Fermentasi
Untuk mendapatkan biakan murni bakteri, bahan pemeriksaan klinis tersebut ditanam
pada media pembenihan. Media pembenihan yang digunakan untuk isolasi primer
tergantung dari dugaan kemungkinan bakterinya, namun biasanya digunakan media
pembenihan padat yang mengandung agar-agar untuk mendapatkan koloni bakteri
yang terpisah (isolated colony). Bakteri pada umumnya akan tumbuh dan berkembang
dengan cepat, membentuk suatu koloni bila ditanam pada media pembenihan yang
sesuai setelah diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu yang sesuai pula. (Tim
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,2003).
Medium kultur harus mengandung semua elemen yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikrobia, dalam proporsi yang serupa dengan yang ada pada sel
mikrobia yaitu :
Unsur
Fungsi Fisiologi
Berat kering
(%)
Hidrogen
Penyusun senyawa organik
8
Oksigen
Penyusun senyawa organik
20
Karbon
Penyusun senyawa organik
50
Nitrogen
Penyusun protein, asam nukleat, dan koenzim
14
Sulfur
Penyusun protein, dan beberapa koenzim
1
Fosfor
Penyusun asam nukleat, fosfolipida, dan 3
Magnesium
koenzim
0.5
Mangan
Kofaktor pada sejumlah reaksi enzim (ATP)
0.1
Kalsium
Kofaktor pada beberapa enzim
0.5
Besi
Kofaktor pada beberapa enzim (Protease)
0.2
Penyusun sitokrom, protein, non-heme dan
Kobalt
kofaktor pada beberapa enzim
0.03
Tembaga, seng
Penyusun vitamin B12
0.03
Molybdenum
Penyusun beberapa enzim
Tabel 2.3. Unsur yang ada pada mikrobia
Universitas Sumatera Utara
Umumnya yang disebut makronutrien adalah yang dibutuhkan dalam jumlah besar
seperti C, H, O, N,. Mesonutrien dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit seperti Mg, P,
S, dan mikronutrien dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit seperti Fe, Cu, Zn, dan
Mo. (Hidayat N, dkk. 2006). Salah satu unsur yang sangat penting dalam media adalah
karbon. Secara umum sumber karbon yang optimal digunakan yaitu karbohidrat, hidrokarbon dan
minyak nabati. Beberapa organisme mengkonsumsi beberapa substrat, yang dikombinasi atau secara
terpisah (Desai et al., 1994).
Universitas Sumatera Utara
Download