laporan praktikum basic science of nursing ii

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
BASIC SCIENCE OF NURSING II
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
Basic Science of Nursing II
Disusun oleh :
Nuridha Fauziyah
220110110057
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2011
i
Daftar Isi
Daftar Isi .......................................................................................................................................i
LAPORAN PRAKTIKUM I ....................................................................................................... 2
LAPORAN PRAKTIKUM II ...................................................................................................... 6
LAPORAN PRAKTIKUM III .................................................................................................... 9
LAPORAN PRAKTIKUM IV .................................................................................................. 12
LAPORAN PRAKTIKUM V.................................................................................................... 14
LAPORAN PRAKTIKUM VI .................................................................................................. 16
LAPORAN PRAKTIKUM VII ................................................................................................. 20
LAPORAN PRAKTIKUM VIII................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................ii
i
LAPORAN PRAKTIKUM I
PEMERIKSAAN AKTIVITAS LISTRIK JANTUNG DAN INTERPRETASI EKG
Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa
dapat
melakukan
pemeriksaan
aktivitas
listrik
jantung
dengan
menggunakan alat EKG
2. Mahasiswa dapat menginterpretasi aktivitas jantung pada gambaran EKG
3. Mahasiswa dapat membuat kesimpulan mengenai gambaran EKG.
Landasan Teori
Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik hasil pencatatan aksi potensial atau perubahan
kelistrikan yang dihasilkan ileh kontraksi otot jantung (antrium dan ventrikel). Aksi potensial
adalah aktivitas listrik yang menyebabkan kontraksi otot. Kondasi ini berlangsung karena
adanya konduktivitas sel miokard. Konduktivitas adalah kemampuan sel-sel otot jantung
untuk mengirim impuls sepanjang membran-membran selnya. Jaringan khusus sepanjang
sistem konduksi jantung mengandung sel ke membran sel berikutnya. Penyebaran impuls ini
akan merangsang kontraksi otot yang bersangkutan.
Elektrokardiogram diperoleh melalui pengukuran potensial listrik di antara berbagai titik di
tubuh dengan menguunakan biomedical instrumentation amplifier.
Sandapan (lead) merekam sinyal listrik jantung dari kombinasi tertentu elektrode yang
ditempatkan pada titik tertentu di tubuh klien. Berikut titik-titik yang biasa di gunakan untuk
pengukuran :
V1
: Ruang sela iga IV disebalah pinggir kanan sternum
V2
: ruang sela iga IV disebelah pinggir kiri strenum
V3
: ditengah antara V2 dan V4
V4
: ruang sela iga ke V pada garis miklavikula kiri
V5
: garis aksilaris anterior kiri setinggi V5
V6
: garis midaksilaris kiri setinggi V5
Tujuan pencatatan elektrokardiogram dilakukan untuk mengetahui hal-hal berikut ini.
1. Kelainan irama jantung (dysrithmia).
2. Gangguan konduksi miokard (heart block).
3. Kelainan miokardium (iskemia dan infark miokard, serta hipertrofi atrium
dan
ventrikel).
4. Efek pemberian obat-obatan terutama golongan quinidine dan digitalis.
5. Gangguan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) yang biasanya juga memengaruhi
kemampuan kontraksi miokard.
2
6. Proses inflamasi pada jaringan miokard (perikarditis, miokarditis, endokarditis) dan
kelainan katup jantung.
Heart Rate (HR)
Ada beberapa cara menghitung denyut jantung pada strip EKG, yaitu sebagai berikut.
1. Ambil EKG strip dalam 6 detik kemudian hitung jumlah gelombang R yang ada
kemudian kalikan 10 atau ambil strip EKG dalam 10 detik kemudian hitung jumlah
gelombang R yang ada dan kalikan 6.
2. Ambil EKG strip, 1500 dibagi jumlah KK antara puncak gelombang R ke puncak
gelombang R berikutnya dalam satu lead.
3. Bila interval R-R (jarak gelombang R dalam satu lead) berjarak :
1KS = HR 300 bpm
2KS = HR 150 bpm
3KS = HR 100 bpm
Bila denyut jantung :
>100 bpm = (sinus) Takikardia
< 60 bpm = (sinus) Bradikardi
140-250 bpm = Takkardia abnormal
250-350.1 m = Flutter
>350 bpm = Fibrilasi
Gelombang P
1. Lebar : <0,10 detik atau < 2,25 mm.
2. Tinggi / amplitudo :<2,5 mV atau < 2,5 mm.
3. Positif di lead : I, II, aVF, V2-V6.
4. Negatif di lead aVR.
5. Positif, negatif, bifasik di lead : III, aVL, V1.
Kompleks QRS
1. Interval Q-R-S (lamanya aktif depolarisasi ventrikel yaitu jarak antara permulaan
gelombang Q sampai akhir gelombang S).
2. Normal : 0,06 – 0,12 detik.
3. Bila > 0,12 detik menunjukkan Bundle Branch Block (BBB) atau hiperkalemia.
Interval P-R
1. Jumlah waktu depolarisasi atrium ditambah waktu perlambatan AV Node.
2. Normal : 0,12-0,20 detik.
3. Bila < 0,12 detik : pada keadaan hantaran dipercepat.
3
4. Bila > 0,20 detik : pada AV Block.
5. Berubah-ubah pada wadering pace-maker.
Gelombang T
1. Tinggi / amplitudo : minimum 1mm.
a. < 10 mm (0,1 mV) di lead prekordial (V1-V6).
b. < 5mm (0,05 mV) di lead ekstremitas / limb lead (I,II, aVR, aVL, aVF).
2. Positif di lead II, Iii, aVF, V2-V6.
3. Negatif di lead aVL.
4. Positif, negatif, bifasik di lead III, aVL, dan V1.
Alat yang digunakan
1. Tempat tidur
2. Mesin & Kertas EKG
Evaluasi
EKG
a. HR
: 82 x/m
b. gel P
: Posisi di kedua atrium
Waktu
: 0,12 detik
Amplitudo
: 0,3 mV
c. P-R interval
: nodus SA menuju serabut purkinje 0,12 – 0,20 detik
d. QRS complex
: lebar = 0,06 – 0,12 detik
e. ST segment
: yang naik di atas isoelektris dinamakan elevasi dan yang turun
di bawah isoelektris dinamakan ST depresi
f. Gel.T
Amplitudo
: Posisi di kedua ventrikel
:
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan EKG yang dilakukan oleh orang percobaan adalah normal, karena dilihat
dari gelombang P, Q, R, S, dan T tidak mengalami kejanggalan. Hasil yang didapatkan sesuai
dengan teori yakni dimana P-R interval diperoleh sesuai dengan teori normalnya kondisi
jantung orang percobaan.
Hasil rekaman EKG orang percobaan
Nama : Tri Aji
Tanggal : 14 Desember 2011
4
TD : 5mm/mv // 25mm/s
I
II
HR : 84
HR : 82
III
AVR
HR : 84
HR : 80
AVL
AVF
HR : 82
HR : 81
V1
V2
HR : 78
HR : 81
V3
V4
HR : 76
HR : 70
V5
V6
HR : 75
HR : 73
5
LAPORAN PRAKTIKUM II
DENYUT JANTUNG (ICTUS CORDIS), BUNYI JANTUNG, DAN PENGARUH
PERUBAHAN POSISI DAN AKTIVITAS TERHADAP TEKANAN DARAH DAN
DENYUT JANTUNG
Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan denyut jantung
2. Mahasiswa mengidentifikasi bunyi jantung menggunakan stetoskop
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh aktivitas terhadap denyut jantung dan tekanan
darah.
Landasan Teori
Awal kontraksi ventrikel (sistolik) terjadi pada saat menutupnya katup mitral dan katup
trikuspidalis, dimana kedua katup ini terbuka selama atrium berkontraksi (fase diastolic)
penutupan katup mitral dan trikuspidalis menimbulkan bunyi Lub yang disebut Bunyi Jantung
1 (BJ1/S1).
Awal relaksasi ventrikel (diastolic) terjadi waktu katup aorta dan katup pulmonal
menutup, dimana kedua katup ini terbuka saat ventrikel berkontraksi (fase sistolik). Penutupan
katup aorta dan pulmonal menimbulkan bunyi Dup yang disebut Bunyi Jantung 2 (BJ2/S2).
Bunyi – bunyi ini dapat didengar dengan cara menempelkan telinga langsung pada
dinding dada atau dapat digunakan stetoskop. Denyut jantung (kontraksi) dapat dirasakan
dengan tangan yang diletakkan di dada. Denyut jantung ini terjadi diantara bunyi jantung
pertama dan kedua.
Meningkatnya denyut jantung pada saat beraktivitas karena untuk mempertahankan
aktivitas otot – otot rangka yang sedang bekerja, sehingga peningkatan aliran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan zat gizi sel – sel otot tersebut.
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan
tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh
darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah.
Tekanan darah dalam arteri berubah – ubah secara berirama sejalan dengan denyut
jantung yang mencapai maksimum saat ventrikel kiri mengeluarkan darah ke aorta (sistole)
dan turun kembali selama diastole, yang mencapai minimum tepat sebelum denyut jantung
berikutnya.
Alat yang diperlukan
1. Sphygmomanometer
6
2. Stetoskop
3. Bangku kayu
Tata Kerja Praktikum
II.A Denyut Jantung Denyut Jantung (Ictus Cordis)
1. Mintalah orang percobaan melepas bajunya dan perhatikan apa yang tampak pada ruang
intercostal V sedikit medial dari garis medioclavicularis. Untuk lebih jelasnya suruh
orang percobaan sedikit membungkuk badannya
2. Lihat dan raba dan hitung denyut jantungnya
3. Catat apa yang akan terjadi bila orang percobaan melakukan ekspirasi atau inspirasi
yang dalam.
IIB. Bunyi Jantung
Dengarkan bunyi jantung pada tempat-tempat berikut ini :
1. Apex
(LUB dup)
2. Sela iga II sebelah kanan dari sternum
(lub DUP)
3. Sela iga II sebelah kiri dari sternum
(LUB dub)
4. Sela iga IV sebelah kanan sternum
(LUB dup)
5. Sela iga IV sebelah kiri sternum
(lup DUP)
IIC. Pengaruh Perubahan Posisi Dan Aktivitas Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut
Jantung
1. Mintalah orang percobaan untuk relax
2. Hitunglah denyut nadi orang percobaan
3. Pasang manset pada lengan atas
4. Pompa karet berkali-kali sampai airraksa pada manometer naik mencapai 20 – 40
mmHg diatas rata-rata tekanan darah normal sambil meletakkan stetoskop diatas arteri
dibawah pemasangan manset
5. Buka klep pengatur perlahan-lahan
6. Dengarkan dengan seksama suara yang terdengar melalui stetoskop
7. Tentukan sistolik dan diastolik
8. Lakukan pemeriksaan tekanan darah pada posisi tidur, duduk, dan berdiri
9. Mintalah orang percobaan untuk naik-turun tangga dengan kecepatan 60 x / menit
selama 3 menit tanpa istirahat
10. Periksa kembali denyut nadi dan tekanan darah orang percobaan segera setelah 1’, 2’,
dan 3’ melakukan aktivitas.
7
Hasil Praktikum
Denyut Jantung (Ictus Cordis) & Bunyi Jantung
Hasil auskultasi: bunyi jantung yang terdengar lebih kencang adalah bunyi loop.
Hasil pencatatan:
1. Waktu antara sistol ke diastol berikutnya: detik
2. Waktu antara sistol ke sistol berikutnya: detik
3. Waktu antara diastol ke diastol berikutnya: detik
4. Waktu antara dua sistol: detik
5. Waktu antara dua nadi arteri: 0,57 detik
6. Denyut jantung rata-rata berdasar hasil di atas: 102 /menit
Pengaruh Perubahan Posisi Dan Aktivitas Terhadap Tekanan Darah Dan Denyut
Jantung
Denyut Nadi saat istirahat
: 79/min
Tekanan darah pada posisi tiduran
: 120/75 mmHg
Tekanan darah pada posisi duduk
: 110/78 mmHg
Tekanan darah pada posisi berdiri
: 111/76 mmHg
Denyut nadi setelah aktivitas
: 1’ 115/min
Tekanan darah setelah aktivitas
: 1’ 96/83 mmHg 2’ 121/85 mmHg 3’ 116/71 mmHg
2’ 115/min
3’ 108/min
Kesimpulan
Tekanan darah akan normal pada saat kita dalam posisi tidur, karena kondisi tidur adalah
kondisi dimana badan kita tidak mempunyai beban, atau relax. Berdasarkan hasil praktikum
diatas pada saat posisi tidur tekanan darah dapat dikatakan normal yakni sekitar 120/75 mmHg
dibanding posisi saat duduk sekitar 110/78. Dan pada saat berdiri tekanan darah menjadi naik
yaitu 111/76, tidak terlalu jauh dengan posisi ketika duduk. Hal ini disebabkan karena posisi
tersebut mempercepat denyut jantung. Hal ini selaras dengan teori yang menyebutkan bahwa
tekanan darah dalam arteri berubah – ubah secara berirama sejalan dengan denyut jantung,
disaat denyut jantung kita cepat, maka tekanan darah pun akan naik, begitu pun sebaliknya.
Jadi, sekecil apapun perubahan pada posisi tubuh akan mengalami perubahan tekanan darah.
8
LAPORAN PRAKTIKUM III
PENGARUH CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, DAN HIPERTONIS
TERHADAP JARINGAN TUBUH
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada sel akibat adanya cairan hipotonis,
isotonis, dan cairan hipertonis yang berada di lingkungan sel.
Landasan Teori
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif
(anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular,
elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf.
Cairan dalam tubuh ma nusia tidaklah terkumpul di dalam satu tempat saja, melainkan
didistribusikan ke dalam dua ruangan utama yakni cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang terdapat di dalam sel dengan jumlah sekitar 40% dari
berat badan, dan merupakan bagian dari protoplasma.
Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat di luar sel dengan jumlah sekitar 20%
dari berat badan, dan berperan dalam memberi bahan makanan bagi sel dan mengeluarkan
sampah sisa metabolisme. Cairan ekstraseluler ini terbagi dua ,yaitu cairan interstitial dan
cairan intravaskuler. Cairan interstitial adalah cairan yang terdapat pada celah antarsel atau
disebut pula cairan jaringan, berjumlah sekitar 15% dari berat badan. Cairan intravaskuler
merupakan cairan yang terdapat di dalam pembuluh darah dan merupakan plasma, berjumlah
sekitar 5% dari berat badan.
Cairan Isotonis
Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan
ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau membengkak.
Komposisi dari cairan – cairan ini mungkin atau mungkin juga tidak mendekati komposisi
CES. Cairan isotonis meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Satu liter cairan isotonis
meningkatkan cairan ekstraseluler sebessar 1 liter, meskipun demikian cairan ini
meningkatkan plasma hanya sebesar
⁄
liter karena cairan isotonis merupakan cairan
kristaloid dan berdifusi dengan cepat ke dalam kompartemen CES. Untuk alasan yang sama, 3
liter cairan isotonis dibutuhkan untuk mengggantikan 1 liter darah yang hilang.
Cairan Hipotonis
9
Salah satu tujuan dari larutan hipotonis adalah untuk menggantikan cairan seluler karena
larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainnya adalah untuk
menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Cairan ini menghasilkan tekanan
osmotik yang kurang dari cairan ekstraseluler. Selain itu, cairan ini juga menyebabkan sel
darah merah membengkak / menggembung.
Cairan Hipertonis
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan plasma sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Cairan ini
mampu
menstabilkan
tekanan
darah
dan
mengurangi
edema
(bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik.
Alat yang diperlukan
1. Tabung reaksi 3 (tiga) buah
2. Berbagai cairan dengan kekuatan yang berbeda terdiri dari:
Cairan hipotonis: Nacl 0.45%
Cairan isotonis: NaCl 0.9%
Caairan hipertonis: NaCl 3%
3. Spuit disposible 5 ml
4. Kapas alkohol
5. Basin Kidney
Tata Kerja Praktikum
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml NaCl 0.45%, NaCl
0.9% dan NaCl 3%
2. Mintalah salah satu mahasiswa untuk secara sukarela diambil darah vena sejumlah 3 ml
3. Masukkan darah volunteer kedalam tabung reaksi yang sudah berisi cairan tadi
4. Kocok campuran tadi secara perlahan – lahan
5. Perhatikan perubahan apa yang terjadi pada ketiga tabung reaksi tersebut !
6. Jelaskan mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan tersebut !
Hasil Praktikum
Campuran darah dengan cairan NaCl 0.45% menghasilkan: warna darah menjadi gelap /kental
(merah tua) dengan endapan bewarna hitam yang sedikit bercampur.
Kesimpulan: Cairan NaCl yang masuk ke dalam sel darah merah akan mengakibatkan warna
darah menjadi gelap dan kental serta terbentuknya endapan yang bewarna hitam, dan pada saat
ini terjadi peristiwa osmosis.
10
Campuran darah dengan cairan NaCl 0.9% menghasilkan: warna darah menjadi sedikit gelap,
tidak encer maupun kental, dan tidak juga terjadi endapan disini.
Kesimpulan: Apabila darah bercampur dengan cairan NaCL 0,9 % tidak terjadi peristiwa
osmosis, karena larutan NaCl 0,9 % isotonis dengan cairan sel darah merah.
Campuran darah dengan cairan NaCl
3% menghasilkan: gumpalan yang bewarna hitam
terpisah, dan terjadi perubahan warna sel darah merah menjadi merah terang dan juga encer.
Kesimpulan: Sel darah merah menjadi encer disebabkan karena terjadinya peristiwa osmosis,
yaitu perpindahan sel darah merah ke dalam larutan NaCl 3%.
11
LAPORAN PRAKTIKUM IV
PENGARUH KELEBIHAN CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, DAN HIPERTONIS
TERHADAP PEMBENTUKAN URINE
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menjelaskan perubahan jumlah urine dalam waktu tertentu sebagai dampak
dari penambahan cairan hipotonis, isotonis, dan hipertonis.
Landasan Teori
Berat jenis urine
Rentang fisiologi: 1001 – 1040; specimen acak dengan masukan cairan normal kira – kira
1010 – 1020.
Berat jenis mengukur berat larutan dalam hubungannya dengan air (air = 1000). Berat jenis
urin kurang dapat dipercaya sebagai indikator konsentrasi ketimbang osmolalitas urin karena
berat jenis dipengaruhi baik oleh berat dan jumlah zat terlarut. Terdapatnya sejumlah zat
terlarut dalam urin seperti glukosa atau protein dapat menyebabkan seolah – olah berat jenis
tinggi.
Alat yang diperlukan
1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Aqua 1 liter
NaCl 0. 9% 1 liter
Dextrose 10% 1 liter
3. Kertas dan ballpoint untuk mencatat
Tata Kerja Praktikum
1. Mintalah 3 orang mahasiswa untuk menjadi orang percobaan
2. Berikan kesempatan kepada ketiga orang percobaan untuk mengosongkan kandung
kemihnya
3. Orang percobaan I diminta untuk minum Aqua 1000 ml, orang percobaan II minum
NaCl 0.9%, dan orang percobaan III minum Dextrose 10%
4. Tunggulah ½ jam., 1 jam, dan 2 jam kemudian untuk mengosongkan kembali kandung
kemihnya
5. Catatlah jumlah masing-masing urine yang di keluarkan oleh ketiga orang percobaan
6. Adakah perbedaan jumlah dan berat jenis urine pada ketiga orang percobaan tersebut ?
mengapa demikian, jelaskan mekanismenya !
12
Hasil Praktikum
Orang Percobaan I minum Aqua 1 liter menghasilkan :
1/2 jam kemudian
: 12 ml
dg BJ: tidak dapat diukur karena volume kurang
1 jam kemudian
: 91 ml
dg BJ: 0,08
2 jam kemudian
: 263 ml
dg BJ: 0,05
Orang Percobaan II minum NaCl 0.9 % 1 liter menghasilkan :
½ jam kemudian
: 26 ml
dg BJ: tidak dapat diukur karena volume kurang
1 jam kemudian
: 98 ml
dg BJ: 0,05
2 jam kemudian
: 337 ml
dg BJ: 0,03
Orang Percobaan III minum Dextrosa 10% 1 liter menghasilkan :
½ jam kemudian
: 30 ml
dg BJ: tidak dapat diukur karena volume kurang
1 jam kemudian
: 98 ml
dg BJ: 0,05
2 jam kemudian
: 337 ml
dg BJ: 0,03
Kesimpulan
Karakteristik urin yang disekresikan tergantung pada intake cairan yang masuk ke dalam
tubuh. Begitu pulang dengan cairan isotonis, hipotonis, dan hipertonis yang diminum, hal ini
akan sangat berpengaruh terhadap pengeluaran urin. Mengapa? Karena diantara cairan cairan
tersebut mempunyai karakteristik masing masing yang dapat mempengaruhi karakteristik urin
yang disekresikan. Hal ini dibuktikan pada percobaan yang telah dilakukan, yakni orang yang
meminum dextrose mengeluarkan urine lebih banyak daripada orang percobaan lain yang
meminum aqua dan pocari sweat. Ini disebabkan karena dextrose merupakan cairan hipertonis,
dimana larutan ini mempunyai konsentrasi terlarut tinggi yang akan meningkatkan produksi
urin. Hal ini disebabkan pula oleh sifat cairan hipertonis yang osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan plasma sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah.
13
LAPORAN PRAKTIKUM V
PENGARUH BERBAGAI PENUTUP TERHADAP PENGUAPAN
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak terhadap kehilangan panas.
Alat yang diperlukan
a. Thermometer air
b. Gelas dengan ukuran 200 ml 3 buah
c. Minyak goreng 100 ml
b. Kain wool untuk penutup gelas
c. Kain tipis dari katun penutup gelas
d. Panci berisi air dan kompor untuk memasak air
Tata Kerja Praktikum
1. Panaskan 500 ml air hingga mendidih
2. Masukkan kedalam ketiga 3 gelas masing-masing sampai berisi 2/3 bagian
3. Gelas I ditutup dengan kain tipis dari katun
Gelas II ditutup dengan kain wool
Pada Gelas III ditambahkan minyak goreng 50 ml
4. Ukur suhu masing-masing gelas setiap 15 menit selama 2 jam dan catatlah hasilnya.
Hasil Praktikum
Gelas I menghasilkan:
¼ jam I
:
C
¼ jam V
:
C
¼ jam II
:
C
¼ jam VI
:
C
¼ jam III
:
C
¼ jam VII
:
C
¼ jam IV
:
C
¼ jam VIII
:
C
Gelas II menghasilkan:
¼ jam I
:
C
¼ jam V
:
C
¼ jam II
:
C
¼ jam VI
:
C
¼ jam III
:
C
¼ jam VII
:
C
¼ jam VIII
:
C
¼ jam V
:
C
¼ jam IV
:
C
Gelas III menghasilkan:
¼ jam I
:
C
14
¼ jam II
:
C
¼ jam VI
:
C
¼ jam III
:
C
¼ jam VII
:
C
¼ jam IV
:
C
¼ jam VIII
:
C
Kesimpulan
Panas yang berada di gelas III (ditutupi minyak goreng) tidak cepat turun karena panas dari air
mendidih terhalang oleh lemak (minyak). Pada tubuh manusia, kulit, jaringan subkutan, terutama
lemak di jaringan subkutan bekerjasama sebagai insulator panas tubuh. Lemak penting karena
penyaluran panas disini hanya sepertiga bila dibandingkan di jaringan lain. Daya penyekatan yang
terletak dibawah kulit merupakan alat yang efektif untuk menjaga suhu inti internal yang normal dan
dapat juga memungkinkan agar suhu kulit dapat mendekati suhu lingkungan.
Panas pada gelas II (ditutupi kain wol) tidak cepat hilang seperti panas pada gelas I(ditutupi
kain katun). Pakaian dapat mencegah udara keluar diantara kulit dan rajutan pakaian sehingga aliran
udara konveksi berkurang dan panas tetap terperangkap di dalam. Akibatnya, kecepatan kehilangan
panas dari tubuh melalui konduksi dan konveksi sangat menurun. Karakteristik bahan pakaian dapat
menentukan baik tidaknya suatu pakaian dapat menahan panas yang keluar dari tubuh. Dalam kasus
ini, wol merupakan bahan insulator panas yang baik dibandingkan katun biasa karena wol memiliki
sejumlah kecil kandungan lemak yang telah diketahui sebelumnya bahwa lemak merupakan bahan
insulator panas yang baik.
15
LAPORAN PRAKTIKUM VI
PERNAFASAN DAN SUHU TUBUH
Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme pengaturan pernafasan
2. Mahasiswa dapat menjelaskan perubahan suhu tubuh sebagai dampak dari perbedaan
cara pengukuran.
Landasan Teori
Fungsi sistem pernapasan adalah mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel
tubuh dan untuk mentransfor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh
kembali ke atmosfer.
Respirasi melibatkan proses-proses berikut ini.
1. Ventilasi pulmonar (pernapasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran
pernapasan dan paru-paru.
2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen dan karbon dioksida antara udara dalam paru
dan kapiler pulmonar.
3. Respirasi internal : difusi oksigen dan karbon dioksida antara sel darah dan sel-sel
jaringan.
4. Respirasi seluler adalah penggunaan oksigen oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi
dan pelepasan produk oksidasi CO2 dan air oleh sel-sel tubuh.
Dalam pengukuran temperature tubuh penting disadari bahwa walaupun temperatur normal
yang umum adalah 36 -
. Namun, terdapat variasi yang signifikan dari angka ini pada
keadaan normal. Pertama, harus dibedakan antara temperatur tubuh inti dan perifer
(permukaan) karena nilainya berbeda:
1. Temperatur inti (internal)
2. Temperatur aksila (ketiak)
3. Temperatur permukaan – kulit kepala
4. Temperatur permukaan – kaki
Alat yang diperlukan
1. Stopwatch
2. Kantong kertas
3. Thermometer oral
16
4. Thermometer aksila
5. Air es
Tata Cara Praktikum
VIA. Pernafasan Pada Manusia
Pernafasan Kuat dan Apnoe
1. Catat pernafasan normal selama 5 detik. Sekarang catat pernafasan kuat, cepat, dan dalam
selama 2-3 menit. Kemudian bernafas biasa dan lupakan pernafasan tadi (jangan mengatur
pernafasan dengan sengaja). Catat masa pemulihan ini sebaik-baiknya. Apa yang Saudara
lihat? Adakah masa apnoe, hitung waktunya!
2. Ulangi percobaan di atas, tetapi gunakan kantong kertas untuk pernafasan kuat.
VIB. Titik Penghentian
1. Catat lama penghentian (berhentilah bernafas) setelah hal-hal berikut. Istirahat selama 5
menit setelah tiap mengerjakan ini.

Ekspirasi biasa

Ekspirasi tunggal kuat

Inspirasi tunggal kuat

Inspirasi kuat setelah pernafasan kuat 1 menit

Inspirasi tunggal kuat segera sesudah latihan (lari ditempat selama 3 menit)
Ulangi penahanan nafas ini (no.5) tiap 40 detik kemudian, sampai nafas hampir normal
VIC. SUHU TUBUH DAN TATA PANAS
A. Suhu pada Ketiak
Orang percobaan berbaring dengan tubuh bagian atas terbuka (tidak memakai baju) dan
bernafas melalui hidung (mulut sudah tertutup). Pasang termometer klinik ke dalam ketiak
(ketiak harus kering dari keringat). Biarkan termometer selama 10 menit dan bacalah
hasilnya.
B. Suhu Mulut
Turunkan termometer, bersihkan termometer dengan air dan alkohol. Pasang termometer
di bawah lidah orang percobaan yang sama. Biarkan selama 10 menit dan bacalah
hasilnya. Bandingkan dengan (A).
C. Pengaruh Penguapan
Orang percobaan yang sama sambil berbaring bernafas dengan tenang melalui mulut
selama 2 menit. Pasang termometer di dalam mulut. Baca hasilnya pada 5 menit pertama
dan pada 5 menit kedua (tidak perlu diturunkan dahulu setelah 5 menit pertama).
17
D. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut
Orang percobaan berkumur-kumur dengan air es selama satu menit. Kemudian ukur suhu
mulutnya. Baca suhu pada 5 menit pertama dan pada 5 menit kedua (suhu termometer
tidak perlu diturunkan dahulu).
Lakukan percobaan A, B, C, dan D pada orang percobaan yang lain. Catat nama, jenis
kelamin, umur, dan suhu ruangan.
Hasil Praktikum
VIA. Pernafasan Pada Manusia
Pernafasan Kuat dan Apnoe
RR Normal: 19/menit
dengan kantong kertas 19/menit
RR setelah nafas kuat cepat: 249/2 menit
dengan kantong kertas 292/2 menit
Masa Pemulihan: 30 detik
dengan kantong kertas 37 detik
Masa Apnoe: -
dengan kantong kertas -
Penjelasan: Pusing
dengan kantong kertas Lebih Pusing
VIB. Titik Penghentian
Lama henti antara:

Ekspirasi biasa : 2,45

Ekspirasi tunggal kuat : 0,29

Inspirasi tunggal kuat : 0,44

Inspirasi kuat setelah pernafasan kuat 1 menit : 0.54

Inspirasi kuat dari sebuah kantong oksigen : -

Inspirasi tunggal kuat segera sesudah latihan (lari ditempat selama 3 menit) : 0,2
Ulangi penahanan nafas ini (no.7) tiap 40 detik kemudian, sampai nafas hampir normal
VIC. SUHU TUBUH DAN TATA PANAS
Suhu pada Ketiak : 36,8
10 menit: 37,4
Suhu Mulut : 33.3
10 menit: 35,9
Suhu Mulut (nafas melalui mulut)
5’ pertama 36,7
5’ kedua 37
Suhu Mulut (kumur dg es)
5’ pertama 36,2
5’ kedua 37,4
Kesimpulan
VI A. Pernafasan pada manusia
18
Pada percobaan menunjukkan perbandingan antara pernafasan biasa,kuat dengan kantong
kertas dan tidak dengan kantong kertas.Percobaan pernafasan menggunakan kantong kertas
lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kantong kertas.Pada pernafasan
biasa jumlahnya sama saja karena menurut saya percobaan yang dilakukan hanya 5
detik.Sedangkan setelah pernafasan kuat cepat dalam kantong kertas RR nya lebih sedikit
karena lemas akibat kekurangan oksigen sehingga pernafasan menjadi lebih lambat.
VI B. Titik Penghentian
Setelah ekspirasi kuat waktu yang diperlukan untuk inspirasi lagi lebih lama daripada ekspirasi
biasa karena karena ekspirasi kuat terjadi setelah inspirasi kuat sehingga otomatis udara (O2)
yang masuk lebih banyak daripada inspirasi biasa.Jika udara yang masuk lebih banyak maka
kebutuhan tubuh akan oksigen juga berkurang untuk jangka waktu tersebut sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk inspirasi yang berikutnya juga agak lama.Sebaliknya yang terjadi pada
saat tubuh melakukan aktifitas maka waktu yang dibutuhkan untuk inspirasi lebih sedikit
karena tubuh membutuhkan oksigen lebih cepat.
VI C. Suhu Tubuh dan Tata Panas
Hasil menunjukkan bahwa pada suhu ketiak lebih kecil dibandingkan suhu pada mulut karena
ketiak adalah bagian eksternal tubuh sehingga mungkin sudah terpengaruh dengan udara
luar.Sedangkan pada mulut yang tertutup dan bernafas melalui hidung suhunya lebih tinggi
dibandingkan dengan yang bernafas lewat mulut dengan mulut terbuka.Menurut saya,hal ini
terjadi karena dengan mulut yang tertutup maka udara pernafasan yang melewati faring (yg
merupakan persimpangan antara rongga mulut ke kerongkongan dan rongga hidung ke
tenggorokan ) tidak keluar melalui mulut dan akan meningkatkan suhu pada mulut.Sedangkan
jika bernafas melalui mulut dengan mulut terbuka maka udara akan keluar sehingga suhu pada
mulut tidak terlalu tinggi.Jika ditambahkan air es,jelas suhu mulut menjadi rendah karena
terpengaruh oleh suhu dingin es tersebut.
19
LAPORAN PRAKTIKUM VII
TES TOLERANSI GLUKOSA
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa darah sebagai dampak dari asupan
karbohidrat sederhana.
Landasan Teori
Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal di dalam darah.
Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi sumber utama konsentrasi gula di
dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi kadar gula darah akan diseimbangkan oleh glukosa
dari hati yang merupakan pool untuk glukosa di dalam darah.
Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi, mengakibatkan
uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses pembentukan glikogen hati akan meningkat
melalui suatu proses yang disebut glikogenesis.
Selama puasa, kadar glukosa darah menurun, kadar insulin menurun, dan kadar
glukagon meningkat. Perubahan hormone – hormon ini menyebabkan hati menguraikan
glikogen melalui proses glukoneogenesis sehingga kadar glukosa dapat dipertahankan. Saat
puasa, darah mengandung hanya sekitar 20 gr glukosa. Oleh karena itu, pasokan glukosa darah
harus diisi lagi. Hati melakukan fungsi ini selama proses puasa. Hati menghasilkan glukosa
dengan menguraikan simpanan glikogennya dan melalui glukoneogenesis.
Setelah puasa satu malam, kadar glokosa darah dipertahankan baik oleh glikogenolisis
maupun glukoneogenesis. Namun, setelah 30 jam berpuasa, simpanan glikogen hati habis.
Sesudah itu, glukoneogenesis adalah satu – satunya sumber glukosa darah.
Perubahan dalam metabolisme glukosa yang berlangsung selama perpindahan dari
keadaan kenyang ke keadaan puasa diatur oleh hormon insulin dan glukagon. Insulin
meningkat pada saaat kenyang, dan glukagon meningkat selama puasa. Glukagon melawan
efek insulin yang merangsang pelepasan simpanan bahan bakar dan perubahan laktat, asam
amino, serta gliserol menjadi glukosa.
Alat yang diperlukan
1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air minum
3. Alat pemeriksaan kadar gula darah
4. Kertas dan ballpoint untuk mencatat.
Tubuh menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi untuk aktifitas sel. Karbohidrat dapat
20
ditemukan dalam makanan yang mengandung pati seperti roti, nasi, kentang dan lain-lain.
Karbohidrat terdiri dari:
1. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari 6 karbon monosakarida, dan yang termasuk ke
dalam monosakarida adalah glukosa, galaktosa dan fruktos8.
2. Disakarida, seperti laktosa dan sukrose
3. Polisakarida atau karbohidrat kompleks seperti patL.
Tata Kerja Praktikum
1. Diet 3 hari cukup karbohidrat
2. Puasa 12-14 jam kemudian diperiksa gula darah puasanya
3. Minum air gula (75 gram gula 9ilarutkan dalam 300 ml air minum) selama 5 menit
4. Gula darah diperiksa kembali setelah 30 menit, 1 jam dan setelah 2 jam
Hasil akan menunjukan ada gangguan toleransi atau ada gangguan uptake glukosa apabila
hasil pemeriksaan : Puasa > 120 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 140 mg/dL
Hasil
1. Sebelum meminum air gula (saat masih berpuasa)
: 75 mg/dL
2. 30 menit setelah meminum air gula
: 140 mg/dL
3. 1 jam setelah meminum air gula
: 116 mg/dL
4. 2 jam setelah meminum air gula
: 82 mg/dL
Kesimpulan
Saat masih berpuasa (sebelum meminum air gula) kadar glukosa dalam darah menurun. Ini
diakibatkan oleh terbatasnya asupan nutrisi yang bisa meningkatkan kadar glukosa dalam
darah. Namun setelah meminum air gula, 30 menit kemudian kadar glukosa darah meningkat.
Hal ini disebabkan adanya asupan nutrisi yang mengandung glukosa yang secara otomatis
akan mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Tetapi hal ini tidak berjalan lama, karena
kadar gula darah akan kembali stabil lagi ke kadar glukosa pada saat berpuasa sekitar 1 dan 2
jam setelah meminum air gula, karena glukosa dalam tubuh dinamis, tidak statis. Glukosa
akan diproses, diuraikan, dan diolah menjadi energi.
Hasil percobaan yang telah didapat, ternyata sama dengan teorinya, yakni kadar glukosa akan
stabil/normal pada saat kita berpuasa, dan akan meningkat apabila asupan karbohidrat yang
kita konsumsi banyak.
21
LAPORAN PRAKTIKUM VIII
PENGARUH AKTIVITAS PADA KADAR GLUKOSA DARAH
Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa darah sebagai dampak dari aktivitas
fisik.
Landasan Teori
Sama halnya ketika kita berpuasa, sewaktu kita melakukan aktivitas (pada percobaan
aktivitas yang dilakukan adalah lari) saat sel otot menyerap glukosa dari darah dan
mengoksidasinya untuk memperoleh energi. Selama beraktivitas (lari), hati memasok glukosa
ke dalam darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Pada awalnya otot yang bekerja menggunakan bahan bakar endogen, bahan bakar dari
simpanannya sendiri. Sewaktu otot berkontraksi, ATP mengalami hidrolisis. Awalnya, otot
mengalami penurunan kadar ATP yang bermakna dengan membentuk kembali ATP dari
keratin fosfat. Namun, sewaktu berolahraga jumlah keratin fosfat dalam sel otot hanya dapat
bertahan selama beberapa milidetik. Oleh karena itu, simpanan glikogen otot juga mulai
terurai, memasok glukosa yang kemudian dioksidasi di dalam otot untuk menghasilkan ATP.
Pada saat seseorang berlari dengan kecepatan sedang selama beberapa menit. Pasokan glukosa harus
diisi lagi. Hati melakukan fungsi ini melalui proses yang serupa dengan proses yang digunakan selama
olahraga. Hati menghasilkan glukosa dengan menguraikan simpanan glukonegenesis selama olahraga,
tentu saja, adalah laktat, yang dihasilkan oleh otot selama berkontraksi tetapi asam amino dan gliserol
juga digunakan. Epinefrin yang dilepaskan selama olahraga merangsang hati melakukan glikogenesis
dan glukeogenesis melalui peningkatan konsentrasi cAMP.
Jelas karena asam lemak dan sejumlah kecil badan keton
terdapat di dalam darah, dan otot
mengoksidasi bahan bakar ini selain memanfaatkan glukosa. Asam lemak dan badan keton dibentuk
akibat lipolisis triasilgliserol jaringan adiposa. Selama beraktivitas, asam lemak menjadi bahan bakar
yang digunakan oleh otot yang berkontraksi.
Kita menyimpan glukosa sebagai glukogen yang bersama dengan glukoneogenesis, menghasilkan
glukosa apabila diperlukan untuk menghasilkan energi. Laktat, salah satu sumber karbon bagi
glukoneogenesis, sebenarnya dihasilkan dari glukosa oleh jaringan yang memperoleh energi dengan
mengoksidasi glukosa menjadi piruvat melalui glikilisis. Piruvat kemudian direduksi menjadi laktat, di
salurkan melalui aliran darah, dan diubah kembali menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis di
hati. Siklus ini dikenal sebagai siklus cori.
Alat yang diperlukan
1. stopwatch
22
2. Alat pemeriksaan kadar gula darah
3. Kertas dan ballpoint untuk mencatat
Tata Kerja Praktikum
1. Mintalah orang percobaan untuk relax, periksa glukosa darah sewaktu
2. Mintalah orang percobaan untuk naik-turun tangga dengan kecepatan 60 x / menit
selama 12 menit tanpa istirahat
3. Periksa glukosa darah segera setelah aktivitas, menit ke-30, menit ke-60, dan menit
ke-120 setelah melakukan aktivitas.
Hasil
-
Kadar glukosa darah pada saat relax (12.18 pm)
= 125 mg/dL
-
Kadar glukosa darah setelah beraktivitas (12.30 pm)
= 84 mg/dL
-
Kadar glukosa darah menit ke-30 (13.00 pm)
= 80 mg/dL
-
Kadar glukosa darah menit ke-60 (13.30 pm)
= 124 mg/dL
-
Kadar glukosa darah menit ke-120 (14.30 pm)
= 103 mg/dL
Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan diatas, saya menyimpulkan bahwa pada saat kita beraktivitas
(disini lari), maka kadar glukosa dalam darah akan menurun dibandingkan pada saat kita
sedang relax. Hal ini disebabkan karena pada saat beraktivitas (disini lari), otot akanlebih
banyak menyerap glukosa dan mengoksidasinya untuk memperoleh energi berupa ATP.
Namun, selang 60 menit kemudian kadar gula darah akan kembali stabil lagi seperti saat kita
dalam keadaan relax, karena glikogen mulai diuraikan oleh proses glikogenolisis, dan glukosa
yang terbentuk dibebaskan ke dalam darah. Glikogenolisis ini merupakan pengubahan
glikogen menjadi glukosa. Glikolisis, mengubahan glukosa menjadi piruvat dan ATP tanpa
membutuhkan oksigen, hal inilah yang menyebabkan glukosa dibebaskan kedalam darah
sehingga kadar gula darah dalam tubuh akan kembali stabil. Hal ini membuktikan bahwa
percobaan yang dilakukan sesuai dengan teorinya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Cambridge. 1999. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan dan Sistem Kardiovaskuler Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Fatimah, Sari. 2009. Fisiologi Kardiovaskuler Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta: EGC.
James, Joyce. 2008. Prinsip – prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Masud, Ibnu. 1996. Dasar – dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
ii
Download