II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kerapu Macan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus
Ikan kerapu tergolong dalam famili Serrenidae, tubuhnya tertutup oleh
sisik-sisik kecil. Kebanyakan hidup di perairan terumbu karang dan sekitarnya,
adapula yang hidup di sekitar muara sungai. Menurut Nontji (1987) nama kerapu
biasanya digunakan untuk empat genus anggota famili Serranidae yaitu
Epinephelus, Variola, Plectropomus dan Cromileptes. Sebagian besar genus
anggota Serranidae hidup di perairan relatif dangkal dengan dasar terumbu
karang, tetapi beberapa jenis diantaranya dapat ditemukan pada kedalaman
sekitar 300 meter. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) menurut
Heemstra dan Randall (1993) memiliki sistematika yaitu :
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Osteichtyes
Subclass
: Actinopterygii
Ordo
: Percomorphi (Perciformes)
Sub ordo
: Percoidea
Family
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus fuscoguttatus
Gambar 1. Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus (BBPBL 2002)
Ikan kerapu genus Epinephelus tubuhnya ditutupi oleh bintik – bintik
berwarna coklat, merah atau putih, sirip ekor berbentuk bundar, bentuk tubuhnya
agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam (Gambar 1.). Ikan kerapu
merupakan karnivora dan cara makannya dengan menangkap makanan sebelum
sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis Crustacea (rebon, dogol, dan
krosok) untuk ikan muda atau benih, selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan
belanak) bagi ikan kerapu yang lebih dewasa. Rotifer, krustacea kecil, kopepoda
dan zooplankton pakan untuk larva kerapu. Kerapu mempunyai kebiasaan
makan pada siang dan malam hari, lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari
(Tampubolon dan Mulyadi 1989 dalam BBPBL 2002).
2.2 Penyakit Ektoparasit pada Ikan Kerapu Macan
Ektoparasit yang umumnya menyerang ikan kerapu macan ada 3
golongan yaitu protozoa, crustacea dan trematoda. Untuk protozoa jenis parasit
yang biasa menginfeksi adalah Trichodina sp. (insang), dan Cryptocaryon irritans
(insang dan kulit). Kemudian dari golongan Crusatacea jenis parasitnya adalah
Caligus sp. Untuk trematoda jenis parasitnya terdiri dari Benedia sp.,
Neobenedenia sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp (BBPBL 2002)
Cryptocaryon sp.
Cryptocaryon sp. (Gambar 2) jika menginfeksi tubuh ikan akan terlihat
bercak putih.menampakkan pada tubuh ikan yang tersering terlihat bercak putih.
Stadia parasit yang menginfeksi ikan dan menimbulkan penyakit adalah disebut
trophont berbentuk seperti kantong atau genta berukuran antara 0.3-0.5 mm, dan
dilengkapi dengan silia. Tanda klinis ikan yang terserang adalah ikan seperti ada
gangguan pernafasan, bercak putih pada kulit, produksi mukus yang berlebihan,
kadang disertai dengan hemoragi, kehilangan nafsu makan sehingga ikan
menjadi kurus. Erosi (borok) dapat terjadi karena infeksi sekunder dari bakteri
(Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 2004).
Gambar 2. Parasit Cryptocaryon sp. (Ruangpan, L 1982)
Trichodina
Menurut Lom (1962) Trichodina yang merupakan ektokomensal, dimana
mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk mencari makanannya, yaitu
partikel air, bakteri dan detritus. Trichodina yang menempel di insang umunmya
berukuran lebih kecil dibandingkan yang hidup di kulit, contohnya adalah
Trichodinella. Populasi Trichodina sp di air meningkat pada saat peralihan
musim, dari musim panas ke musim dingin. Berkembang biak dengan cara
pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas,
dapat melepaskan diri dari inang dan mampu hidup lebih dari dua hari tanpa
inang. Parasit ini merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm
berbentuk bundar dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel
sebagai alat penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya.
Penempelan Trichodina pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai
tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik
dan bakteri yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan
terdapatnya kait pada cakram, mengakibatkan seringkali timbul luka, terutama
pada benih dan ikan muda. Pelekatan pada insang juga seringkali disertai luka
dan sering ditemukan sel darah merah dalam vakuola makanan Trichodina. Pada
kondisi ini maka Trichodina (Gambar 3) merupakan ektoparasit sejati yaitu
ektoparasit yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya dan mengakibatkan
kerugian pada inang (Grabda 1991), dimana mereka memakan sel yang rusak
dan bahkan dapat menembus masuk ke dalam insang ataupun jaringan kulit.
Menurut Afrianto dan Liviawati (1992) dalam Susanti (2002), timbulnya serangan
penyakit pada ikan akibat hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi
lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebakan
ikan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya
menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Populasi Trichodina di
air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim dingin.
Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang,
mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan mampu
hidup lebih dari dua hari tanpa inang (Wikipedia 2009). Ketika trichodinids
menjadi masalah di akuakultur, biasanya menunjukkan eutrofikasi atau kualitas
air yang buruk. Bakteri tinggi beban untuk memberikan berlimpah trichodininds,
yang kemudian berkembang biak di host dan kemudian menyebabkan patologi
yang berhubungan dengan lampiran (Lom, J. dan Dykova (1992).
Gambar 3. Parasit Trichodina (BBPBL 2002)
Dibawah ini (Gambar 4) terdapat jenis-jenis Trichodina yang menyerang
ikan kerapu macan di BBPBL Lampung yang ditemukan oleh Sonya (2006) :
Gambar 4. Jenis-jenis Trichodina yang menyerang ikan kerapu macan di
BBPBL Lampung (a-b). Trichodina retuncinata (c-d). Trichodina sp.I
(e-f). Trichodina sp. II
Trichodina retuncinata yang ditemukan memiliki diameter tubuh 42,7
mikron(33,6-51,3 mikron, n = 6). Lebar border membrane adalah 2,8 mikron (2,54,0
mikron,
n
=
8).
Diameter
adhesive
disc
berukuran
23,6
mikron (18,5-33,5 mikron, n = 9). Cincin dentikel memiliki diameter 12,3 mikron
(9,5-16,5
mikron,
n
=
9)
dan
jumlah
dentikel
dimiliki
adalah
21
(19-23, n = terbentuk 9) (Grupcheva et al. 1989, Xu et al. 2001 dalam Sonya
2006)
Trichodina sp. I (Gambar 4c,d), spesies ini berbeda dari Trichodina
retuncinata dilihat dari ukuran dan bentuk dentikelnya. Diameter tubuh yang
dimiliki sekitar 60 mikron (n = 1), lebar border membrane berukuran 2.8 mikron
(2,5 – 3.0 mikron, n = 2) dan diameter adhesive disc adalah 33.4 mikron (27,5 –
40,0 mikron, n = 4), bentuk dentikel menyerupai bulan sabit dan jumlah dentikel
sebanyak 21 (20-23, n=4) (Lom & Dyková 1992 dalam Sonya 2006).
Trichodina sp. II (Gambar 4e,f), memiliki diameter cincin dentikel 18.3
mikron (17,5-19,0 mikron, n = 2) dan dentikel berjumlah 21 (20-222, n = 2).
Panjang blade adalag 4,3 mikron ( 4,0-4,5 mikron, n = 2), dengan panjang
dentikel 8.0 mikron (n = 2) (Lom dan Dykova 1992 dalam Sonya 2006).
Caligus
Caligus sp. (Gambar 5) sering ditemukan baik pada induk ikan di KJA
maupun di tambak. Penempelan ektoparasit ini dapat menimbulkan luka, dan
akan lebih parah lagi karena ikan yang terinfeksi dengan parasit sering
menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding bak atau substrat keras lainnya.
Timbulnya luka akan diikuti dengan infeksi bakteri. Caligus sp. berukuran cukup
besar yaitu 2-3 mm sehingga dapat diamati dengan tanpa bantuan mikroskop
(BBPBL 2002).
Gambar 5. Parasit Caligus sp. (Heemstra P.C., dan Randall J.E.,. 1993)
Neobenedenia
Parasit Neobenedenia (Gambar 6) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Capsilidae. Monogenean Capsalid dikenal sebagai cacing kulit dan merupakan
parasit eksternal yang paling umum pada budidaya ikan laut. Capsalid meliputi
beberapa spesies dan mempunyai kesamaan morphologi yaitu berbentuk oval
(lonjong) dan gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi
bagian depan dan sebuah haptor besar (opisthapthor) pada tepi bagian
belakang. Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, telah ditemukan
beberapa jenis Capsalid yang didapat dari induk ikan-ikan kerapu, ikan napoleon
dan ikan kakap. Capsalid yang ditemukan pada ikan kerapu bebek telah
diidentifikasi
sebagai
Neobenedenia
girellae
dan
Benedenia
epinepheli.
Neobenedenia girellae mempunyai tingkat patogenisitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Benedenia epinepheli, karena Neobenedenia girellae
selain dapat menginfeksi kulit juga menyerang mata yang menyebabkan
kebutaan. Ikan kerapu yang terinfeksi Neobenedenia girellae memperlihatkan
gejala klinis; kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan
adanya perlukaan karena infeksi sekunder bakteri. Secara spesifik terlihat
adanya mata putih keruh, yang menimbulkan kebutaan yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Sebaliknya jenis capsalid yang lain tidak meyebabkan mata putih
keruh pada ikan yang teinfeksi. Capsalid merupakan parasit yang tidak berwarna
yang ada di permukaan badan ikan, sehingga sangat sulit untuk mengetahui
adanya infeksi parasit. Untuk itu, merendamkan ikan beberapa menit dalam air
tawar adalah cara yang sangat mudah untuk mengetahui adanya infeksi karena
parasit akan segera berubah warna menjadi putih didalam air tawar tersebut.
Upaya pengendalian terhadap infeksi parasit ini, dianjurkan merendam dalam air
tawar selama 10-15 menit atau dalam H2O2 150 ppm selama 30 menit (Zafran et
al., 1997; Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001).
Gambar 6. Parasit Neobedenia (Zafran et al., 1997)
Diplectanum
Parasit Diplectanum (Gambar 7) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang.
Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup
berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Beberapa jenis parasit insang
dapat menyebabkan kematian yang cukup serius pada ikan yang dibudidaya .
Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang membedakannya dari spesies
lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral
dan satu di dorsal), dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al.,
1997). Parasit Diplectanum adalah parasit yang hidup pada insang ikan.
Gambar 7. Parasit Diplectanum yang menginfeksi kerapu (Zafran et al., 1997)
Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Gambar 8), artinya tidak
melibatkan inang antara. Siklus hidupnya dimulai dari telur yang dilepaskan
diperairan, lalu 2-3 hari akan membentuk larva bersilia (oncomirasidium)
oncomirasidium bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal
24 jam, kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel
pada insang dan berkembang menjadi dewasa (Grabda 1991).
Gambar 8. Siklus hidup Diplectanum (Grabda 1991)
a=Diplectanum dewasa; b=telur yang dilepas keperairan; c=oncomirasidium
mulai menetas; d=oncomirasidium berenang bebas
Haliotrema
Parasit
Haliotrema (Gambar 9) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang.
Parasit ini disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya
dan sering ditemukan pada ikan laut. Ikan kerapu yang terinfeksi memperlihatkan
gejala klinis; menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal
pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Serangan berat dari
parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan
kematian karena adanya gangguan pernapasan (Koesharyani et al. 2001).
Gambar 9. Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang kerapu
(Zafran et al., 1997)
Jenis parasit yang biasanya menginfeksi ikan kerapu macan seperti
tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinjauan penyakit parasit pada ikan kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus
Penyakit
Gejala Klinis
Pengobatan
Pustaka
Cryptocaryon
-kehilangan nafsu
-ikan direndam dalam larutan
- Ghufran
makan
Formalin 200 ppm selama 30-
H dan
-terdapat bintik-bintik
60 menit. Perendaman diulang
Kordi K.
putih pada insang dan
sampai
( 2004)
kulit/sisik
sembuh.
-produksi lendir
-ikan
meningkat
tawar selama 15 menit atau
-terdapat luka yang
dengan methylene blue 0,1
tersebar dan terjadi
ppm
pendarahan pada kulit
Perendaman diulang sebanyak
bagian dalam
2-3 kali.
ikan
benar-benar
- BBPBL
direndam
selama
dengan
30
air
(2002)
menit.
-mata membengkak,
sisiknya lepas
Trichodina
- iritasi pada kulit,
-ikan direndam dalam larutan
- Ghufran
produksi lendir
Formalin 200 ppm selama 30-
H dan
berlebih,
60 menit. Perendaman diulang
Kordi K.
-insang pucat, megap-
sampai
(2004)
megap sehingga ikan
sembuh.
sering menggantung
-ikan
di permukaan air atau
tawar selama 15 menit atau
dipinggir kolam
dengan methylene blue 0,1
-nafsu makan
ppm
menurun, gerakan
Perendaman diulang sebanyak
ikan lemah, sirip ekor
2-3 kali.
rusak dan berwarna
(selama
kemerahan akibat
aerasi cukup)
pembuluh darah
kapiler pada sirip
pecah, dan warna
tubuhnya terlihat pucat
ikan
benar-benar
- BBPBL
direndam
selama
dengan
30
pengobatan
air
menit.
diberi
(2002)
Caligus
-ikan direndam dalam air tawar
- Ghufran
dan akan lebih parah
selama 10-15 menit
H dan
lagi karena ikan yang
-perendaman dengan formalin
Kordi K.
terinfeksi
200 ppm selama 30 menit
(2004)
-menimbulkan
luka,
dengan
parasit
sering
(selama
pengobatan
diberi
- BBPBL
aerasi cukup)
(2002)
nafsu
-merendam dalam air tawar
Zafran et
makan, tingkah laku
selama 10-15 menit atau dalam
al., (1997)
berenangnya
H2O2 150 ppm selama 30 menit
menggosok-gosokkan
tubuhnya ke dinding
bak
atau
substrat
keras
lainnya.
Timbulnya luka akan
diikuti dengan infeksi
bakteri
Lanjutan 1.
Neobenedenia
kehilangan
dan
adanya
karena
lemah
luka
infeksi
sekunder
bakteri.
Secara spesifik terlihat
adanya
mata
keruh,
putih
yang
menimbulkan
kebutaan
yang
disebabkan
oleh
infeksi bakteri
(selama
pengobatan
aerasi cukup)
diberi
Diplectanum
-bernafas cepat tutup
-perendaman dengan air tawar
Zafran et
insang selalu terbuka
selama 15 menit kemudian
al., (1997)
-insang yang terinfeksi
untuk mengantisipasi adanya
berwarna pucat
infeksi sekunder direndam
-produksi
acriflavin 10 ppm selama 1 jam
lendirnya
-perendaman formalin 250 ppm
berlebihan
-tingkah
laku
berenang
yang
selama 1 jam
-perendaman dengan air laut
abnormal
bersalinitas
-warna tubuh pucat
selama 15 menit
(selama
tinggi
60
pengobatan
ppt
diberi
aerasi cukup)
Haliotrema
-nafsu
makan
menurun
-tingkah
laku
-perendaman formalin 250 ppm
Zafran et
selama 1 jam
al., (1997)
-perendaman dengan air laut
berenang abnormal
bersalinitas tinggi 60 ppt
-warna tubuh pucat
selama 15 menit
(selama pengobatan diberi
aerasi cukup)
2.3 Prevalensi dan Intensitas
Tingkat penularan parasit biasanya dinyatakan dalam prevalensi dan
intensitas.
Prevalensi
adalah
persentase
ikan
yang
terinfeksi
parasit
dibandingkan dengan seluruh ikan contoh yang diperiksa, sedangkan intensitas
merupakan jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi. Prevalensi dan
intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang
berpengaruh, yaitu umur ikan, jenis ikan, waktu, dan sifat kimia perairan dimana
parasit tersebut hidup (Sutika 1997) dalam Susanti (2002). Menurut Dogiel et al.
(1961), ada beberapa faktor penting yang menentukan intensitas dan serangan
parasit pada inang, yaitu :
a. Adanya makanan inang yang merupakan inang antara dari parasit.
b. Inang yang berumur panjang akan mengalami akumulasi parasit dalam
jumlah besar.
c. Pergerakan individu ikan selama hidupnya dan besarnya ukuran daerah
yang sudah dilalui selama pergerakan dan hubungan dengan berbagai
kondisi lingkungan.
d. Kebiasaan dan lingkungan yang sama antara parasit dan inang yang
dapat mengakibatkan terjadinya kontak antar inang dan parasit.
e. Ukuran inang yang besar memungkingkan berakumulasinya bermacammacam parasit.
Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus
hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada
ikan yang berpindah-pindah.
Download