Jurnal Review Politik Volume 05, Nomor 01, Juni 2015 GERAKAN SOSIAL BARU PERSPEKTIF KRITIS: RELAWAN POLITIK DALAM PILPRES 2014 DI SURABAYA Sayekti Dwi Purboningsih Yayasan Al-Furqan Sidoarjo [email protected] Abstract The article aims to answer the questions about the commencement process of volunteer group as a new social movement and to analyze it in a critical perspective. The research employed a descriptive-qualitative method based on case study. The results of the research show that the establishment of political volunteer groups has been mainly triggered by people’s dissatisfaction over the policies promulgated by the previous Indonesian government. These people have organized themselves to support Joko Widodo as the presidential candidates. The second reason, based the critical perspective, is closely related to individual and collective actions to act voluntarily based on rational awareness. These people see Joko Widodo as a humble and honest person who possesses high integrity and personality of leadership and also has experiences in managing two big cities, i.e. Solo and Jakarta Key Words: New Social Movement, critical, political volunteer, 2014Presidential Elections Abstrak Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan tentang proses terbentuknya kelompok relawan sebagai sebuah gerakan sosial baru dan mendeskripsikan proses terbentuknya kelompok relawan serta menganalisa dalam perspektif kritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif berbasis studi kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan, pertama, kelompok relawan dilatar belakangi oleh kegelisahan dan kekecewaan terhadap kebijakan atau pemerintahan terdahulu. Relawan politik bertujuan untuk mendukung calon presiden Joko Widodo. Kedua, berdasarkan perspektif kritis, faktor tindakan individu maupun kelompok melakukan kegiatan sukarela dengan menggunakan kesadaran rasional. Karena melihat sosok Jokowi yang sederhana, jujur, bersih, dan mempunyai integritas tinggi dalam memimpin, serta lebih berpengalaman menjadi pemimpin di Kota Solo dan DKI Jakarta. Kata Kunci : Gerakan sosial baru, kritis, relawan politik, pilpres 2014 . ISSN: 2088-6241 [Halaman 100 – 125] . Sayekti Dwi Purboningsih Pendahuluan Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 telah memberikan banyak perubahan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk dari sisi reformasi politik. Pada tahun 1999, Indonesia telah melakukan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung. Perubahan dimulai pada tahun 2004 yaitu dimulainya episode baru dalam perubahan politik di Indonesia yang berupa pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), presiden dan wakil presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Rakyat Indonesia saat ini memiliki hak untuk menentukan siapa pemimpin Bangsa Indonesia dalam 5 Tahun mendatang. Mereka bisa memilih calon presiden dan wakil presiden secara langsung dan demokratis dalam sebuah pemilihan umum yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada masa sebelumnya, rakyat Indonesia tidak memiliki hak untuk memilih presiden pilihan rakyat karena pada sistem yang terdahulu presiden dan wakilnya dipilih oleh para anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dalam sebuah rapat paripurna yang diadakan selama lima tahun sekali. Pada pemilihan umum tahun 2009, terdapat perubahan sistem pemilu calon anggota legislatif dari daftar calon tertutup dengan calon terpilih berdasar nomor urut, berubah menjadi sistem daftar calon terbuka dengan calon terpilih berdasar suara terbanyak. Perubahan sistem ini tentu membawa implikasi pada pelaksanaan pemilu di Indonesia, termasuk membawa pengaruh pada liberalisasi politik di Indonesia. Pemilihan umum 2014 adalah pemilu keempat di era reformasi. Sedangkan pemilihan umum Presiden 2014 adalah pemilhan presiden dan wakil presiden secara langsung yang 101 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis ketiga kali. Pemilu 2014, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden, diselenggarakan di tengah kejenuhan dan sikap skeptis rakyat terhadap politik. Hal ini disebabkan kasus korupsi yang terus menghiasi pemberitaan media massa sepanjang periode 2009-2014. Partai dan elit politik kehilangan pamor, bahkan cenderung dipandang sinis oleh publik. Pada pemilu presiden dan wakil presiden 2014, hanya terdapat dua calon kandidat yang bersaing untuk mendapatkan mandat dari rakyat Indonesia. Kedua kandidat tersebut adalah pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M. Jusuf Kalla. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa didukung oleh partai-partai besar, yaitu: Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sering menyebut Koalisi Merah Putih. Sedangkan pasangan Joko Widodo-M.Jusuf Kalla diusung oleh gabungan partai politik yang terdiri dari Partai PDI Perjuangan, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Keadilan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Keadilan dan Persatua Indonesia (PKPI). Koalisi pendukung pasangan Jokowi-JK sering menyebut diri sebagai Koalisi Indonesia Hebat. Dalam Pemilu 2014, terdapat fenomena menarik terkait kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua kandidat pasangan sama-sama menyatakan bahwa mereka didukung oleh simpul-simpul kekuatan masyarakat yang menyebut diri sebagai relawan dan memberikan sumbangan berupa tenaga, dukungan, dan ide kepada kedua pasangan tersebut tanpa mau diberi imbalan tertentu. Fenomena hadirnya relawan merupakan satu hal yang menonjol dalam pilpres 2014 ini. Seperti diketahui, relawan bekerja keras mendukung calonnya untuk memperoleh suara Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 102 Sayekti Dwi Purboningsih terbanyak dari rakyat. Dukungan tersebut datang dari masyarakat biasa, bukan berasal dari partai politik. Perlahan tetapi pasti, dukungan itu terus mengalir. Mulai dari pekerja kreatif, aktivis, para pendidik sampai ke rakyat biasa semua beramai-ramai memberikan dukungan. Mereka disebut sebagai relawan yang mendukung calon pasangan capres dan wapres. Oleh karena itu, relawan bisa dikatakan sebagai penggerak. Kelompok relawan bukan aktifis partai politik, tetapi terlibat dalam gerakan besar bersifat politis (Majalah Tempo, 2014: 31). Relawan yang mendukung Jokowi-JK berjumlah sangat banyak. Berikut 18 organisasi relawan yang cukup besar yaitu Seknas Jokowi, Pro Jokowi (PROJO), Garda Pemuda Nasdem, Garda Bangsa, Jasmev, Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), Pusat Informasi Relawan Jokowi-JK, Duta Jokowi, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat), Posko Perjuangan Rakyat (Pospera), Enterpreneur and Professional for Jokowi (EP for Jokowi), Kebangkitan Indonesia Baru (KIB), Aliansi Rakyat Merdeka (ARM), Forum Alumni Perguruan Tinggi, Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB), Jenggala Center, Kawan Jokowi, dan Revolusi Harmoni (Samah dan Fransisca Ria Susanti,2014: 20). Adapun relawan Jokowi pada tingkat lokal yaitu Pondok Jokowi Presiden, Rejo Jatim Bang Wetan, Jokowi Maniak, Laskar Jokowi. Penelitian ini memfokuskan pada dua kelompok relawan yaitu kelompok Pondok Jokowi Presiden (PJP) Surabaya dan kelompok Rejo Jatim Bang Wetan Surabaya. Pada halaman facebook, Pondok Jokowi Presiden yang biasa disingkat dengan PJP adalah sebuah grup komunitas tempat untuk membahas Jokowi sebagai Presiden RI secara santai, open mind, dan penuh rasa persaudaraan, yang beranggotakan 6000 anggota, tetapi grup baru ini beranggotakan 2.102 anggota dikarenakan grup facebook lama terkena hacker (https://www.facebookcom/groups/pondokjokowipresiden/, diakses 30 Maret 2015, pukul 16.00 WIB). 103 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Selanjutnya, kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan Surabaya yang dideklarasikan pada tanggal 18 Mei 2014. Dalam hal mendukung Jokowi, kelompok ini mempunyai cara tersendiri dengan cara door to door memberikan pendidikan politik kepada masyarakat menjelang pemilihan presiden 9 Juli 2014. Selain itu, nantinya sukarelawan ini yang dapat membantu Jokowi menjadi presiden. Sukarelawan ini di luar struktur partai, tetapi dikoordinasi secara nasional (http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/19/269578622/TimRelawanJokowi-Jatim-Dibentuk. diakses 1 April 2015 pukul 19.30). Anggota komunitas kelompok ini kebanyakan dari seniman jalanan, pedagang asongan. Menariknya, mereka telah menciptakan lirik lagu, dengan judul Semoga Jokowi Jadi Presiden, dan Jokowi Presiden Rakyat. Armada (sebutan untuk pengamen) Raja Rejo menyanyikan lagu tersebut di bus kota dan bus antar kota yang berangkat dari Terminal Purabaya Bungurasih (http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/19/269578622/Tim-Relawan-Jokowi-Jatim-Dibentuk. diakses 1 April 2015 pukul 19.30). Dari pemaparan tersebut, kelompok PJP Surabaya memiliki daya tarik, pertama, kelompok ini hanya dikoordinasi dari satu kota yaitu Surabaya, tetapi bisa melangkah hingga se Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Kedua, tidak terkait dengan partai dan berdiri secara independen. Ketiga, pertama kali mendeklarasikan kelompok di Surabaya. Keempat, terdiri dari banyak golongan. Sedangkan kelompok Rejo Jatim Brang Wetan Surabaya juga memiliki keunikan, antara lain: pertama, kelompok ini memiliki garis koordinasi secara nasional. Kedua, kebanyakan berasal dari golongan seniman jalanan, pedagang asongan dan pengamen. Ketiga, memberikan pendidikan politik secara door to door. Di sisi lain, ada beberapa permasalahan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Masalah-masalah tersebut adalah bagaimana proses terbentuknya kelompok Pondok Jokowi Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 104 Sayekti Dwi Purboningsih Presiden dan Rejo Jatim Brang Wetan Surabaya dan bagaimana gerakan relawan Pondok Jokowi Presiden dan Rejo Jatim Bang Wetan Surabaya dalam pilpres 2014 perspektif kritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif berbasis studi kasus. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis kualitatif yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data serta verifikasi (Sugiyono, 2010: 246). Gerakan Sosial Lama Ciri-ciri gerakan sosial lama adalah memiliki struktur organisasi (rantai komondo kepemimpinan), ada pelekat ideologi (dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan perjuangan), dan harus go public artinya kelompok itu memiliki identitas yang jelas dan dikenal oleh khalayak umum. Contoh organisasi ini adalah kelompok-kelompok mahasiswa, kelompok agama seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dan kelompok masyarakat atau ormas. Gerakan sosial lama menekankan bahwa politik selalu berbicara kepentingan orang banyak yang harus diperjuangkan ke pemerintah. Anggota gerakan sosial bisa dikatakan lebih plural karena memiliki anggota yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Terkadang gerakan sosial ini dalam pergerakannya bisa sangat bersifat revolusioner dalam melakukan aksinya. Mereka dalam melakukan aksinya dilatarbelakangi oleh kegelisahaan atau kekecewaan terhadap kebijakan maupun pemerintahan. Gerakan Sosial Baru (GSB) Merupakan bentuk lain dari gerakan sosial itu sendiri. Merujuk ke Pichardo dan Singh, ciri menonjol GSB yang dianggap membedakannya dari gerakan sosial ’lama’ atau tradisional, dapat diformulasikan sebagai berikut (Singh, 2010: 15). 1. Ideologi dan Tujuan 105 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Gerakan Sosial Baru (GSB) menanggalkan orientasi ideologis yang melekat kuat pada gerakan sosial lama, sebagaimana sering terungkap dalam ungkapan-ungkapan ’antikapitalisme’, ’revolusi kelas’, dan ’perjuangan kelas’. GSB menepis semua asumsi Marxian bahwa semua perjuangan dan pengelompokan didasarkan atas konsep kelas. 2. Taktik dan Pengorganisasian Gerakan Sosial Baru umumnya tidak lagi mengikuti model pengorganisasian serikat buruh industri dan model politik kepartaian. GSB lebih memilih saluran di luar politik normal, menerapkan taktik yang mengganggu (disruptive), dan memobilisasi opini publik untuk mendapatkan daya tawar politik. Para aktivis GSB cenderung menggunakan bentukbentuk demonstrasi yang sangat dramatis dan direncanakan matang sebelumnya, lengkapdengan kostum dan representasi simboliknya. 3. Partisipan atau Aktor Partisipan Gerakan Sosial Baru (GSB) berasal dari berbagai basis sosial yang melintasi kategori-kategori sosial seperti gender, pendidikan, okupasi dan kelas. Mereka tidak terkotakkan pada penggolongan tertentu seperti kaum proletar, petani, dan buruh, sebagaimana aktor-aktor gerakan sosial lama yang biasanya melibatkan kaum marginal dan teralienasi. Para aktor GSB berjuang melintasi sekat-sekat sosial demi kepentingan kemanusiaan. Karena itu, aktor-aktor GSB juga berbeda dari gerakan sosial lama yang biasanya melibatkan kaum marginal dan teralienasi. 4. Medan atau Area Medan atau area aksi-aksi GSB juga melintasi batas-batas region: dari aras lokal hingga internasional, sehingga mewujud menjadi gerakan transnasional. Karena itu pula strategi dan cara mobilisasi mereka pun bersifat global. Isu-isu yang menjadi kepedulian GSB melintasi sekat-sekat bangsa dan masyarakat, bahkan melintasi dunia manusia, menuju dunia alami. Dalam hal ini, GSB menampakkan wajah transmanusia Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 106 Sayekti Dwi Purboningsih dengan mendukung kelestarian alam di mana manusia merupakan salah satu bagiannya. Ini secara jelas terpantul dari gerakan-gerakan anti nuklir, ekologi, perdamaian, dan sebagainya, yang menghamparkan kebersamaan warga dari beragam nasionalitas, kebudayaan dan sistem politik. Dengan ciri-ciri tersebut di atas, GSB menampakkan wajah gerakan sosial yang plural. 5. Partisipasi Publik Proses mewujudkan partisipasi publik dalam pemerintahan daerah di Indonesia bukanlah hal yang mudah karena masyarakat belum terbiasa dengan partisipasi aktif dan sukarela. Upaya ini merupakan hal yang penting karena Indonesia merupakan negara yang sedang dalam masa transisi menuju demokrasi. Masyarakat masih terbiasa dengan mobilized participation yang dipergunakan secara eksentrik oleh rezim Orde Baru maupun Orde Lama. Pada era reformasi ini, mekanisme partisipasi publik dalam pemerintah daerah juga dapat dibilang masih lemah. Dasar dari gerakan sosial baru seperti yang diungkapkan oleh Miriam Budiarjo (2010: 320) adalah “protes”. Mereka sangat kritis terhadap cara-cara berpolitik dari para politisi dan pejabat, dan merasa terasingkan dari masyarakat. Mereka menginginkan desentralisasi kekuasaan negara, desentralisasi pemerintah, partisipasi dalam peningkatan swadaya masyarakat, terutama masyarakat lokal. Tujuannya antara lain meningkatkan kualitas hidup. Salah satu caranya ialah dengan mendirikan berbagai kelompok yang peduli pada masalah-masalah baru seperti lingkungan, gerakan perempuan, hak asasi manusia, dan gerakan antinuklir (Budiarjo, 2010: 384). Selain itu, gerakan sosial baru ini lebih menekankan kebebasan pada gerakan mereka itu sendiri seperti tidak memiliki struktur organisasi, tidak terbirokratisasi, mempunyai kepentingan atau isu perjuangan yang sama. Gerakan sosial baru nantinya akan membentuk sebuah 107 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis identitas politik tersendiri pada anggotanya dengan fokus usaha untuk menekan pemerintah lebih perhatian dengan di luar kepentingan materil. 6. Relawan Relawan berarti orang yang rela, bersedia tanpa syarat, untuk melakukan aktivitas tertentu. Relawan adalah orang yang bekerja dengan semangat pengabdian dan karenanya mereka bekerja mengabdikan dirinya tanpa pamrih. Mereka bekerja tanpa tendensi kepentingan. Kalaupun kepentingan tersirat, itu kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi dan golongan. Politik hampir identik dengan kepentingan. Adagiumadagium politik sudah jelas, misalnya dalam politik tak ada kawan yang abadi, tak ada lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi. Hal ini menggambarkan betapa kepentingan itu melekat dalam politik. Adagium lain mengatakan, dalam politik,“there is no such thing as a free lunch”, tak ada yang namanya makan siang gratis. Itu berarti hampir mustahil jika berpolitik tanpa kepentingan, termasuk mendukung kegiatan politik seseorang yang sedang berpolitik, tanpa kepentingan tertentu. Kepentingan dalam politik bisa bermacam-macam, bisa saja berupa harta (uang) atau juga tahta (kekuasaan, jabatan). Teori Kritis Habermas Teori kritis bertujuan untuk menelusuri sejarah penderitaan manusia sebagai sejarah penindasan dan membuka praktek emansipatif. Dengan menemukan penyelewengan ideologis teori tradisional, ia membuka perspektif pembebasan yang mengembalikan hubungan antar manusia yang tidak lagi ditentukan oleh mekanismemekanisme sistem pasar, melainkan sesuai dengan cita-cita manusia sendiri. Teori kritis bermaksud membuka kemungkinan untuk mendobrak irasionalitas masyarakat modern (Suseno, 2005: 161). Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 108 Sayekti Dwi Purboningsih Esai berjudul Thechnology and Scienceas Ideology (selanjutnya disingkat TSI) adalah usaha awal Habermas untuk merekonstruksi kembali teori Weber. Dalam esai itu, Habermas memusatkan diri pada “tindakan sosial”, suatu subjek yang memiliki ciri-ciri mendasar sekaligus dapat diobservasi secara empiris. Dia bertolak dari distingsi yang ditemukannya dalam “praksis”. Praksis adalah tindakan dasar manusia dalam dunia luar dirinya, dalam alam atau masyarakat. Habermas membedakan dua dimensi dalam praksis hidup manusia dan yang satu tidak bisa dikesampingkan demi yang lain. Keduanya adalah “kerja” dan “interaksi” atau “komunikasi”. Dalam TSI, kedua dimensi itu dijelaskan sebagai tindakan sosial, sebuah konsep yang sangat penting dalam teori Weber. Habermas membedakan dua macam tindakan yaitu, “tindakan rasional-bertujuan” (tercakup dalam dimensi kerja) dan “teori tindakan komunikatif” (Hardiman, 2009: 99). Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat revolusi dengan kekerasan, akan tetapi dengan memberikan argumentasi. Habermas lalu membedakan dua macam argumentasi, yaitu perbincangan atau diskursus dan kritik. Dilakukan perbincangan jika mengandaikan kemungkinan untuk mencapai konsensus. Meskipun dimaksudkan untuk konsensus, komunikasi juga bisa terganggu, sehingga tak perlu mengandaikan konsensus. Dalam hal ini Habermas mengedepankan kritik. Bentuk kritik itu dibagi menjadi dua, kritik estetis dan kritik terapeutis. Kritik estetis, jika yang dipersoalkan adalah norma-norma sosial yang dianggap objektif. jika diskursus praktis mengandaikan objektivitas norma-norma, kritik dalam arti ini adalah mempersoalkan kesesuaiannya dengan penghayatan dunia batiniah. Sedangkan kritik terapeutis, jika itu dimaksudkan untuk menyingkapkan penipuan diri masing-masing pihak yang berkomunikasi. Proses Awal Terbentuknya Pondok Jokowi Presiden 109 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Volunterisme adalah sebuah bentuk kegiatan sukarelawan, yang sedang berlangsung, terencana, perilaku menolong yang meningkatkan kesejahteraan orang lain, tidak menawarkan kompensasi keuangan, dan biasanya terjadi dalam konteks keorganisasian (Hanifah, 2012: 2). Gerakan relawan politik merupakan salah satu gerakan volunterisme yang bergerak di bidang sosial-politik dan bertujuan untuk mendukung orang baik untuk masuk ke dunia politik, salah satunya adalah dengan mendukung Jokowi yang dianggap memiliki kompetensi dan track record baik untuk memenangkan kursi nomor satu di Indonesia. Relawan Pondok Jokowi Presiden ini menginginkan perubahan bagi negara Indonesia. Relawan melihat pergantian pemimpin hingga enam kali, dan Indonesia belum juga mengalami kemajuan yang signifikan. Oleh karena itu, dengan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan, visi dan misi yang sama untuk melakukan perubahan, mereka menyebut dirinya sebagai relawan Pondok Jokowi Presiden (PJP). Relawan ini bertujuan mencalonkan Jokowi sebagai presiden ketujuh Republik Indonesia. Gerakan Relawan Pondok Jokowi Presiden tercetus pada tanggal 4 September 2013, yang dideklarasikan di lantai III Museum Nahdlatul Ulama di kawasan Pagesangan, Kota Surabaya. Sesuai namanya, organisasi ini bertujuan mendorong Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden periode 2014-2019. Kelompok relawan ini tidak mempunyai struktur organisasi yang prosedural, hanya saja ada koordinator, sekertaris, bendahara, dan selebihnya anggota. Hariyawan Nugroho adalah koordinator kelompok relawan ini, yang berprofesi sebagai karyawan perusahaan dan mempunyai ambisi yang sangat kuat untuk mendukung Jokowi. Anggotanya pun tidak dibedakan berdasarkan kelas sosial ataupun profesi yang dimiliki seseorang, semua kalangan boleh bergabung dengan alasan mempunyai visi dan misi yang sama. Hanya saja, kelompok ini membatasi mereka yang tidak Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 110 Sayekti Dwi Purboningsih suka dengan Jokowi. Apabila motifnya hanya sekedar mematamatai, dengan tegas relawan PJP menolak. Ketokohan Jokowi yang mulai dikenal oleh masyarakat luas karena sifatnya yang suka turun langsung ke lapangan untuk melihat keadaan masyarakat, menyebabkan PJP memiliki ketertarikan untuk mencalonkan Jokowi sebagai presiden. Baru setahun menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi dinilai layak menjadi Presiden Republik Indonesia. Sehingga ada sebagian kalangan rakyat yang menginginkan sosok Jokowi maju sebagai calon presiden pada pemilihan presiden 2014. Oleh karena itu, relawan PJP bergerak sebelum PDIP secara resmi mencapreskan Jokowi sebagai calon presiden. Dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang riill, mereka mendesak partai agar Jokowi dicalonkan sebagai presiden. Kegiatan pertama dilakukan oleh PJP yaitu peluncuran buku yang ditulis oleh anggota PJP, dengan menceritakan sosok Jokowi. Karena relawan menganggap bahwa dengan media buku lebih representatif masuk ke kelompok-kelompok masyarakat. Relawan juga menganggap buku bisa menjadi media untuk menghadapi berita-berita negatif tentang Jokowi. Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis, maka bisa dikatakan bahwa kelompok relawan PJP merupakan gerakan sosial baru yang menginginkan perubahan bagi Indonesia dengan cara-cara mereka sendiri, yang sudah tersusun sebelumnya. Seperti halnya di PJP, relawan ini melakukan kegiatan sebagai berikut. o Deklarasi PJP (Museum NU Surabaya) o Membuat buku tentang Jokowi yang ditulis oleh anggota Relawan PJP o Bedah buku yang telah ditulis tentang Jokowi (Menanggal, Surabaya) o Launching Kedai Kopi Pondok Jokowi (Posko Pondok Jokowi Jl. Ngagel Jaya No.79 Surabaya) 111 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis o Pengumpulan tanda tangan dukungan masyarakat kepada Jokowi (Taman Bungkul Surabaya) memperingati hari Pahlawan o Pengamen musik jalanan (Arena Car Freeday, Jl. Raya Darmo, Surabaya) o Nonton bareng film Jokowi o Istighosah dan Buka puasa bersama (Yayasan Ittaqu Bany Yaqub, Gayungsari Surabaya) o Senam bersama di CFD Kegiatan tersebut murni ide dari kelompok relawan Pondok Jokowi Presiden dan tidak ada keterikatan dari pihak pusat atau Jokowi sendiri. Relawan bergerak dengan bebas, tidak ada aturan yang mengatur. Hal ini sesuai dengan pengertian gerakan sosial yang lebih menekankan kebebasan. Kelompok relawan Pondok Jokowi Presiden, tidak memiliki struktur organisasi yang jelas. Mereka menggunakan jalur sifatnya lebih koordinatif dan saling bekerja sama sesama anggota maupun koordinator. Untuk anggotanya sendiri juga bebas, semua orang boleh bergabung dari kalangan apapun, tidak ada perbedaan berdasarkan strata kelas maupun profesi. Hal ini berbeda dengan gerakan sosial lama yang lebih menekankan pada masyarakat yang tertindas atau kurang mampu. Hariyawan Nugroho sebagai koordinator Pondok Jokowi Presiden mengatakan, “Tidak ada perekrutan, di sini bergabung atas kesadaran, dan anggota siapa saja bisa. Hanya sedikit membatasi untuk yang tidak suka Jokowi memang kami tolak. Jadi kalau hanya sekedar memata-matai dengan tegas kami tolak dan apabila tujuan dan arah sudah tidak sesuai ya terpaksa kami keluarkan. Tetapi hubungan pertemanan tetap jalan.“ (Nugroho, Wawancara, 2015) Anggota Pondok Jokowi Presiden jika dilihat dari profesi dan pendidikan bisa diklasifikasikan pada kalangan berpendidikan, kalangan yang relatif makmur. Karena anggotanya Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 112 Sayekti Dwi Purboningsih memiliki pendidikan cukup tinggi. Anggota relawan ini kebanyakan adalah sarjana, mempunyai pekerjaan yang bisa dibilang mapan, untuk akses jaringannya pun juga luas meskipun menjadi relawan ini adalah kegiatan politik yang dilakukan pertama kali oleh PJP. PJP tidak memandang tingkatan umur sebagai patokan dalam status relawan. Di PJP, semua boleh berpendapat dan selalu mengedepankan kekeluargaan. Jika ada relawan dari partai, maka harus meninggalkan statusnya sebagai anggota partai. Hal ini juga bisa dibuktikan ketika wawancara kepada sekretaris Relawan Pondok Jokowi Presiden dan anggotanya mereka mengatakan, “Tidak ada bantuan sama sekali. Contohnya buku kita cetak sendiri, pakai uang kita sendiri. Dengan iuran sama teman-teman, tetapi untuk pendanaaan yang terbesar adalah Pak Wawan. Tetapi untuk atribut yang besar-besaran sampai 4 ton itu memang jadi Jokowi bukan dari partai loh mbak dari timnya Jokowi langsung. “ (Subekti, Wawancara, 2015) Fakta yang kedua dikatakan oleh anggota PJP seorang mahasiswa, “Dana yang diperoleh dari iuran dan itu jelas digunakan untuk dana apa saja. Tetapi untuk relawan yg tidak memiliki pekerjaan atau mahasiswa tidak ditarik iuran, hanya menyumbang tenaga dan pikiran. “ (Admanata, Wawancara, 2015) Para relawan Pondok Jokowi Presiden bergerak dengan inisiatif mereka sendiri. Mereka tidak mendapatkan kompensasi uang ataupun imbalan, justru tak jarang mereka harus mengorbankan dan ikut menyumbang baik secara materil maupun non materil agar tujuan gerakan kelompok relawan PJP dapat tercapai. Hal ini mengindikasikan adanya altruisme yang ditunjukkan dengan kerelaan setiap relawan untuk menyumbangkan kemampuan yang dimilikinya dan memprioritaskan kepentingan gerakan relawan dibandingkan kepentingan dirinya. Altruisme merupakan keinginan untuk menguntungkan orang lain demi kepentingan orang lain tersebut daripada untuk kepentingan pribadi. 113 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Relawan Pondok Jokowi presiden memandang sisi baik dalam menjalankan sebuah kegiatan dengan mengedepankan nurani. Relawan dalam bidang politik meyakini akan ada perubahan yang lebih baik di masa mendatang. Hal itu yang mendorong nurani untuk menjadi relawan. Relawan bekerja atas kemauan sendiri tanpa imbalan apapun. Itulah mengapa disebut relawan, bukan pekerja. Ada beberapa hal yang mendorong anggota Pondok Jokowi Presiden menjadi relawan Jokowi: 1) track record Jokowi yang berhasil memimpin Solo menjadi walikota selama 1,5 periode; 2) keberhasilan menertibkan pasar Tanah Abang yang menjadi penyakit kronis selama puluhan tahun waktu menjadi gubernur Jakarta; 3) Prabowo memiliki track record yang buruk akibat isu kasus HAM berat terkait penculikan mahasiswa sampai isu pemecatan Prabowo oleh Wiranto pada tahun 1998; 4) relawan percaya keduanya (Prabowo dan Jokowi) memiliki ambisi tetapi dalam kadar yang berbeda, Jokowi hanya menginginkan menjadi presiden jika dicalonkan meskipun ia berkata "ndak mikir". Sedangkan Prabowo mempunyai ambisi yang sangat kuat untuk menjadi presiden, bahkan selama 5 tahun lebih rutin mengiklankan visi misi partainya di televisi pada jam prime time, ambisi yang terlalu kuat inilah yang menjadi ketakutan relawan PJP (rencana apa yang ada dibalik ambisinya yang kuat). Relawan dalam kelompok ini mayoritas diisi oleh masyarakat yang bertahun-tahun telah golput, dan mereka akhirnya tersadar pada tahun 2014 sudah saatnya memilih pemimpin yang berintegritas tinggi dan sudah berpengalaman. Oleh karena itu sosok Jokowi adalah pilihan relawan PJP menjadi calon presiden pada pilpres 2014, dan relawan yakin Jokowi akan merubah Indonesia seperti pada keberhasilan kepemimpinan sebelumnya. Sesuai dengan salah satu Nawa Cita Jokowi yang berbunyi, “Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia” melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 114 Sayekti Dwi Purboningsih program “Indonesia Pintar” dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan, peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu “Indonesia Sehat”, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera”. Juga mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas sembilan juta hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk seluruh rakyat di tahun 2019. Berdasarkan data-data tersebut, penulis bisa menyimpulkan bahwa gerakan relawan PJP merupakan gerakan sosial baru. Hal ini disebabkan beberapa hal: 1) sifat relawan yang hanya sementara, namun hingga sekarang masih aktif di grup facebook; 2) tidak ada struktur dan aturan yang prosedural; 3) mayoritas diisi dengan masyarakat yang tadinya golput; 4) mendukung Nawa Cita Jokowi; 5) bisa diklasifikasi sebagai relawan independen yang benar-benar mengandalkan prinsip kesukarelawanan. Hal ini berarti eksistensi relawan tidak mengandalkan dukungan logistik dari kelompok kepentingan tertentu, baik dari partai maupun pelaku usaha. Dengan demikian relawan tidak ditunggangi oleh kepentingan kelompok yang ingin menyandarkan diri dan membebani pemerintahan Jokowi-JK. Terbentuknya Kelompok Relawan Rejo Jatim Brang Wetan Rejo dalam bahasa Jawa bermakna harfiah meriah, berbeda dengan rame yang bermakna ramai dari segi suara atau bisa juga diartikan terkait dengan bising suara. Rejo lebih merujuk pada makna semantik meriahnya kehidupan, karena itu dalam cerita legenda penamaan tempat muncul kalimat “mbesuk yen ono rejo rejaning jaman, tak tengeri panggonan iki kasebut (besok kalau ada keramaian jaman tempat ini disebut): Banyuwangi/Jember/Salatiga/dan lain sebagainya.” Rejo adalah kata jadian karena proses-proses budaya yang sesungguhnya berawal dari kata arjo/harjo (bahasa Jawa kuno), nama 115 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Kartoharjo; Sukoarjo; Umbulharjo; Sidoarjo, merujuk pada kata dasar yang lebih tua. Karena pergeseran bentuk dan pengucapan, kita temui nama-nama tempat (desa/kecamatan/kabupaten di Jawa denga nama: Tegalrejo, Sumberrejo, Mulyorejo, Sidorejo). Sehingga diharapkan dengan pemakaian nama ini didapatkan kesan yang positif, akrab, dan merakyat. Di samping itu penamaan “rejo” menjadi ikatan batin atau ikatan moral antara para relawan dan warga pendukung dengan calon presiden Joko Widodo. Rakyat mendukung Jokowi dengan harapan besar apabila mendapatkan amanah menjadi Presiden Republik Indonesia, bisa mengangkat kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Karena itu Rejo Jatim akan mengembangkan divisi tim relawan atas dasar profesi sebagai berikut. 1. Rejo Tani yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan kemandirian pangan (pertanian dalam arti luas seperti tani, kebun, nelayan, ternak, dan lain lain. 2. Rejo Dagang yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan kemudahan berdagang (difasilitasi kredit, tempat berusaha yang layak dan strategis, perlindungan berusaha, dan lain-lain. 3. Rejo Pasar yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan tempat berusaha yang aman, nyaman, dan rejo, sehingga pedagang senang, pembeli riang. 4. Rejo Santri yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan kehidupan yang religius, toleran, rukun dan damai. 5. Rejo Taruno yang diharapkan Jokowi bisa mendukung aspirasi kaum muda sehingga dalam masa tumbuh kembang mereka mendapatkan fasilitas untuk mengembangkan segenap potensi dirinya untuk kejayaan nusa dan bangsa. Tentu masih akan banyak muncul divisi baru untuk memenuhi harapan rakyat. Sehingga boleh jadi akan muncul Rejo Bengkel, Rejo Warung, Rejo Guru, Rejo Buruh, Rejo Tukang, Rejo Budoyo, dan lain-lain. Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 116 Sayekti Dwi Purboningsih Dengan demikian secara umum diharapkan kehidupan rakyat bersuasana tentrem karto raharjo, subur kang sarwo tinandur murah kang sarwo tinuku. Rejo Jatim Brang Wetan dibentuk pada sekitar bulan April 2014, tetapi pembicaraan mengenai Jokowi sudah dimulai sejak bulan Januari 2014 dan dideklarasikan pada bulan Mei 2014. Posko relawan ini terletak di Ruko Mega Raya Rungkut Blok I. Pembina kelompok ini adalah Heri Purwanto seorang Kepala Pengawas Kebun Binatang Surabaya. Heri adalah mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2004-1009, sehingga beliau mempunyai banyak jaringan untuk mengajak teman-temannya mendukung Jokowi. Oleh karena itu terbentuklah Rejo Jatim Brang Wetan. Kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan mempunyai tujuan yang hampir sama dengan Pondok Jokowi Presiden, yaitu Indonesia butuh perubahan yang lebih baik sehingga membutuhkan pemimpin yang bisa bersentuhan dengan masyarakat secara langsung. Berbeda dengan relawan Pondok Jokowi Presiden, Rejo Jatim Brang Wetan lebih menfokuskan diri pada program masalah mata pencaharian terutama masalah agraris dan maritim karena kelompok relawan ini melihat bahwa Indonesia itu kaya dan luas pada bidang kelautan maupun hasil tanamnya, tetapi sangat lemah dalam pengelolaannya. Sehingga relawan ini mengklasifikasikan anggotanya dengan membentuk Rejo Tani, Rejo Nelayan, Rejo Dagang, Rejo Seni, dan lain-lain pada lingkup Surabaya. Mencermati data di atas, penulis bisa menganalisa bahwa kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan merupakan gerakan sosial baru yang menginginkan sebuah perubahan bagi Indonesia dengan cara-cara mereka sendiri yang sudah tersusun sebelumnya. Di kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan, relawan ini juga bebas dalam menentukan kegiatan untuk mendukung Jokowi contohnya seperti: 1) seribu tanda tangan untuk Jokowi (Taman Bungkul Surabaya); 2) deklarasi rejo nelayan (Pantai Kenjeran); 3) sosialisasi pemenangan 117 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Jokowi (Hotel Fortuna); 4) penggalangan dana dalam penjualan atribut (Terminal Bungurasih); 5) deklarasi rejo pedagang (Terminal Bungurasih); 6) sosialisasi rejo pasar (pasar Keputran); 7) pembagian bantuan sosial kepada anak berprestasi (Wonokromo); 8) pembagian bantuan kepada keluarga miskin (Lumumba dalam); 9) atraksi seni budaya (Taman Bungkul); 10) door to door (komunitas masyarakat banyu urip, komunitas masyarakat Kenjeran, komunitas sepeda juang). Relawan Rejo Jatim Brang Wetan bergerak bukan karena mendapatkan imbalan sebagaimana gerakan sosial baru yang lebih mengedepankan cara merubah negara menjadi lebih baik tanpa mengharapkan imbalan dari siapapun. Dengan itu relawan Rejo Jatim Brang Wetan bergerak menggunakan dana dari hasil sumbangan, seperti yang diungkapkan oleh pembina Rejo Jatim Brang Wetan, “Dari sumbangan banyak orang, misal teman-teman saya pengusaha-pengusaha Tionghoa itu bantu, ada yang bantu 5 juta, 10 juta, 500 ribu. Sampai pada bulan Februari 1 rupiah pun, selembar uang pun, 1 benang pun tidak terima dari Jokowi. Itu sungguh murni uang dari teman-teman saya. Dan saya mendapatkan bantuan dari Jokowi itu kira-kira bulan April dan sampai akhir itu mendapat bantuan sama sekali tidak berupa uang 1 rupiah pun. Mendapat bantuan material kampanye spanduk dan kaos, dan memang kalau kaos saya tidak mampu bikin karena mahal toh, dan memang saya ngarep-ngarep dapet dari Jokowi dan memang saya dapet atribut itu dari Jokowi. Bisa dibilang mulai awal hingga akhir saya habis 400 juta dan itu boleh dibilang 100 persen sumbangan.” (Purwanto, Wawancara, 2015) Kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan dan Pondok Jokowi Presiden, setelah mendukung Jokowi dan hingga Jokowi ditetapkan sebagai Presiden tidak sedikit pun berfikir menginginkan imbalan atau jabatan pemerintahan yang diberikan oleh Jokowi, sebagaimana diungkapkan koordinator Pondok Jokowi Presiden, Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 118 Sayekti Dwi Purboningsih “Untuk jabatan-jabatan di pemerintahan sama sekali tidak berfikir ke sana, kalau dipikir-pikir malah jadi stres dengan situasi yang seperti ini. Dari teman-teman juga tidak menginginkan apa-apa, dan setelah pilpres juga saya sebagai orang yang namanya relawan Mbak. Kita enjoy menjadi relawan, dan kita tidak benci kepada Jokowi kita tidak apa-apa dari beliau.” (Nugroho, Wawancara, 2015) Demikian juga ungkapan Sekretaris Rejo Jatim Brang Wetan, “Kalau dari sudut pandang saya, relawan rejo tidak ada yang menginginkan jabatan politik atau yang lainnya, hanya menginginkan sebuah perubahan di Indonesia. Indonesia butuh seorang pemimpin yang lahirnya dari masyarakat. Intinya ingin Indonesia berubah. Kalau sekarang Jokowi tidak menganggap kita, kita juga gak papa, kita juga mempunyai keahlian lain.” (Bisma, Wawancara, 2015) Relawan Rejo Jatim Brang Wetan ini juga bersifat sementara, setelah Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, relawan ini membubarkan diri dan kembali fokus pada pekerjaannya masing-masing. Tetapi masih ada komunikasi antar individu atau sekedar berkumpul dan membahas tentang Jokowi setelah ditetapkan sebagai Presiden. Gerakan Relawan Pondok Jokowi Perspektif Kritis Gerakan relawan Pondok Jokowi Presiden, sebagaimana diungkapkan oleh koordinator PJP dengan program melanjutkan Nawa Citanya, jalan perubahan yang dilakukan adalah jalan ideologis, yang secara historis bersumber pada Proklamasi, Pancasila 1 Juni 1945, dan pembukaan UUD 1945, sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Jalan perubahan yang dilakukan mencakup semua aspek normanorma sosial yang objektif. Dalam bidang sosial, ada lima prioritas utama yaitu, pertama, bersikap tegas terhadap segala upaya yang bertentangan dengan hak-hak warga dan nilai-nilai kemanusiaan seperti yang tercantum dalam Pancasila dan pembukaan konstitusi NKRI. Kedua, membangun kembali 119 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis modal sosial bisa dengan metode rekonstruksi sosial, yakni membangun kembali kepedulian sosial, pranata gotong royong, melindungi lembaga-lembaga sosial adat di tingkat lokal, membangun kembali karakter bangsa, membersihkan dirisendiri dari berbagai prasangka sosial-kultural politik, membangun kepercayaan di antara anak bangsa dan mencegah diskriminasi. Ketiga, berkomitmen menyelesaikan konflik dapat dilakukan melalui dua cara, mengoptimalkan pranatapranata sosial dan budaya yang ada selama ini dan penyelesaian lewat penegakan hukum berdasarkan derajat persoalan dan jenis konflik yang ada. Keempat, membentuk lembaga kebudayaan sebagai basis pembangunan budaya dan karakter bangsa. Kelima, membangun pusat-pusat kebudayaan, kesenian, museum dan sebagai sarana menumbuhkan semangat gotong royong, musyawarah dan kebhinekaan yang ika. Dalam hal ini yang diharapkan PJP adalah Jokowi mampu menjalankan Nawa Citanya yang sesuai dengan visi misi pada saat kampanye. Karena perubahan-perubahan sosial yang lebih ditekankan pada kerangka kritis estetis. Kelompok ini juga bersikap kritis dalam mengawal perolehan suara Jokowi khususnya di Surabaya seperti yang dikatakan oleh Koordinator PJP, ”Iya mengikuti, kita jadi center, di mana ada infomasi di daerah langsung upload lewat facebook, kirim lewat BBM, WA, SMS. Kebetulan juga kita mempunyai link dengan orang KPU dan kita juga tahu persis bahwa kepolisian juga menjaga secara ketat. Dan dengan perhitungan itu kita sudah yakin bahwa Jokowi menang, kalaupun tidak menang berarti ada apa-apa.” (Nugroho, Wawancara, 2015) Menurut wawancara di atas, relawan PJP bergerak bukan hanya dalam hal mendukung saja, tetapi hingga mengawal perolehan suara yang dari tiap TPS di Surabaya relawan melakukannya. Memang pertarungan pilpres tahun 2014 sangat sengit. Sehingga relawan bekerja sangat ekstra, seperti yang dikatakan oleh anggota relawan, Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 120 Sayekti Dwi Purboningsih “Kita mendukung Jokowi itu Mbak siang jadi malam, malam jadi siang. Tidak ada waktu untuk tidur, sukanya keliling-keliling terus. Memang jadi relawan itu adalah panggilan, tidak harus dipaksa dan atas kemauan sendiri.” (Sofyan, Wawancara, 2015) Menjadi relawan memang atas kemauan sendiri dan tidak ada paksaan, karena relawan tidak mendapatkan imbalan, tetapi banyak menambah teman untuk berkomunikasi. Ketika Jokowi menjadi presiden, relawan juga tidak membutuhkan kursi jabatan pemerintahan, relawan PJP kembali pada pekerjaannya masing-masing. Kesadaran relawan dalam memilih Jokowi bukan seolah-olah terpengaruh oleh media atau ajakan orang, tetapi anggota relawan ini memang melihat sosok Jokowi yang dikatakan, “Bukan masalah media yang sering memunculkan di media... akan tetapi keyakinan saya terhadap Jokowi yang mampu merubah Solo dan Jakarta menjadi lebih baik... dari segi ekonomi, tata kota dan perombakan birokrasi... semua berhasil karena dia membuat sistem yang bagus.” (Admanata, Wawancara, 2015) Sesuai dengan Habermas dalam esainya mengatakan bahwa Hegel memahami praksis bukan hanya sebagai “kerja”, melainkan juga “komunikasi”. Karena praksis dilandasi kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukan alam dengan kerja, melainkan juga dalam interaksi intersubjektif dengan bahasa sehari-hari (Hardiman, 2009: xx). Anggota relawan ini memilih Jokowi bukan seolaholah hanya soal media, tetapi mempunyai alasan tersendiri dan alasan tersebut secara sadar diungkapkan dan dilakukan dengan mendukung Jokowi hingga menjadi presiden. Bukan hanya sebatas itu, relawan juga bersikap kritis ketika Jokowi sudah ditetapkan sebagai presiden. Anggota PJP menilai kebijakan Jokowi sebagai berikut, “Jokowi tidak pantas menjadi pemimpin. Apa yang dilakukannya sekarang jauh dari ekspektasi saya yang melihat track record beliau ketika memimpin Solo dan Jakarta. Kebijakan-kebijakan mengenai hukum amburadul semua, KPK ompong, BG dijadikan 121 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis Wakapolri dan tahun depan naik jadi Kapolri karena Badrodin Haiti pensiun (akal-akalan politik). Jokowi tidak pantas menjadi pemimpin karena ada beberapa hal, yang pertama adalah pemimpin itu mempunyai prinsip yang kuat tidak mudah dikendalikan oleh orang lain. Kedua, adalah pemimpin harus menepati janjinya sewaktu kampanye.” (Admanata, Wawancara, 2015) Gerakan Relawan Rejo Jatim Brang Wetan Perspektif Kritis Kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan mempunyai alasan untuk memilih Jokowi sebagai calon Presiden Republik Indonesia yang ketujuh, yang diungkapkan oleh Pembina Rejo Jatim Brang Wetan, “Melihat ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kebetulan saya ini ikut pergerakan 1998, karena kejadian pada waktu 1998 itu sangat-sangat menyakitkan, dan kita tidak menghapus ingatan begitu saja. Prabowo mempunyai catatan tersendiri. Meskipun pada waktu itu calonnya Prabowo dan Samin, contoh lagi Prabowo dengan Puan, kita milih Puan, intinya kita emoh Prabowo. Jika pada waktu itu pilihannya ada tiga kandidat, misal Prabowo, Jokowi, Pakdhe Karwo, kita bisa memilih Pakdhe Karwo atau Jokowi yang penting bukan Prabowo.” (Purwanto, Wawancara, 2015) Sesuai dengan program-program Rejo Jatim Brang Wetan di atas, fokus garapan tim relawan Jokowi Brang Wetan adalah masyarakat kelas menengah ke bawah atau yang dikenal dengan istilah wong cilik. Alasannya, 60 persen pemilih adalah lulusan SD dan tidak lulus SD. Sehingga perlu dilakukan pendekatan dan sosialisasi dengan menyapa langsung masyarakat agar nantinya mudah menerima penjelasan kenapa sebaiknya memilih Jokowi dibanding capres yang lain. Jokowi itu bisa dibilang seperti kebanyakan masyarakat yakni opo anane (jujur), merakyat dan sederhana. Masyarakat sudah bosan dipimpin orang pintar tapi hasilnya bangsa kita masih seperti ini. Jadi sudah waktunya pemimpin sederhana memimpin Indonesia. Sehingga program-program di atas bisa Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 122 Sayekti Dwi Purboningsih diklasifikasikan dalam kritik estetis karena menginginkan perubahan dalam norma-norma sosial. Adapun terkait dengan kebijakan Jokowi yang telah dilaksanakan, anggota Rejo Jatim Brang Wetan mengatakan, “Dalam menilai kebijakan Jokowi saya belum 70 persen mengatakan berhasil karena janji-janji Jokowi ketika kampanye belum semuanya terpenuhi. Kalau saya boleh menilai 50 persen banding 50 persen, karena saya menganggap masih ada waktu 4 tahun untuk membenahi Indonesia.” (Irawan, Wawancara, 2015) Penutup Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa relawan terbentuk karena mempunyai visi dan misi yang sama menginginkan perubahan Indonesia, dengan mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden. Dalam hal ini ada dua kelompok relawan yaitu, Pondok Jokowi Presiden yang dideklarasikan pada tanggal 4 September 2013. Bergerak sebelum, Jokowi dicapreskan karena melihat kepemimpinan Jokowi semasa menjabat Walikota Solo dan Guberbur DKI Jakarta mempunyai integritas yang tinggi, jujur, dan sederhana. Gerakan ini berdiri secara independen. Tidak bergabung dengan partai atau kelompok kepentingan yang lain, oleh karena itu anggota dari kelompok ini adalah murni dari masyarakat biasa. Gerakan ini juga merupakan kegiatan politik yang pertama kali diikuti. Lebih mengedepankan sifat musyawarah atau gotong royong. Sehingga kelompok ini tidak mempunyai struktur organisasi yang prosedural hanya saja bersifat koordinatif. Gerakan ini juga memfokuskan kepada Nawa Cita Jokowi untuk perubahan Indonesia yang lebih maju yaitu Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Sejahtera, dan Indonesia Kerja. Kelompok yang kedua adalah Rejo Jatim Brang Wetan. Kelompok ini dideklarasikan pada tanggal 18 Mei 2014. Kelompok ini terbentuk setelah Jokowi resmi dicapreskan, karena kelompok ini melihat kepemimpinan Jokowi semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta dan berdiri secara 123 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis independen. Tetapi untuk anggotanya adalah orang-orang yang mempunyai latar belakang politik sebelumnya. Kegiatan politik menjadi relawan bukan kegiatan pertama kali yang diikuti oleh anggota kelompok ini. Oleh karena itu, kelompok ini mempunyai struktur organisasi yang prosedural dan cara bekerjanya pun sesuai dengan jabatan masing-masing. Gerakannya juga memfokuskan pada garapan wong cilik terutama pada persoalan maritim dan agraris. Oleh karena itu, kelompok ini terdiri dari berbagai jenis profesi yang diberi nama rejo tani, rejo dagang, rejo nelayan, dan lain-lain. Daftar Rujukan Agger, Ben. 2003. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta:Kreasi Wacana. Budiarjo,Miriam, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Habermas, Jurgen. 2006. Teori Tindakan Komunikatif I: Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. Yogyakarta:Kreasi Wacana. Hardiman, F. Budi. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius. Heywood, Andrew. 2013. Politik. Yogyakarta: Pustaka Belajar. K. Bertens. 2013. Sejarah Filsafat Kontemporer Jerman dan Inggris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Moleong, J, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nugroho, Bimo dan Yamin Panca Setia. 2014. Jokowi People Power. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sahid, Kamarudin. 2011. Memahami Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia.Samah, Kristin dan Fransisca Ria Susanti. 2014. Berpolitik Tanpa Partai: Fenomena Relawan Dalam Pilpres. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Singh, Rajendra Singh. 2010. Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Soenyono. 2005. Teori-Teori Gerakan Sosial. Surabaya: Yayasan Kampusina. Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015 124 Sayekti Dwi Purboningsih Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta CV. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta CV. https://www.facebook.com/groups/pondokjokowipresiden/ http://www.tempo.co/read/news/2013/09/04/078510348/Jokowi-Presidenku-Dideklarasikan-di-Museum-NU http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/19/269578622/Tim-RelawanJokowi-Jatim-Dibentuk https://suzieitaco.wordpress.com/2013/08/04/manfaat-gerakan-sosialdan volunteering/?relatedposts_hit=1&relatedposts_origin=1248&relat edposts_position=0 http://m.kompasiana.com/post/read/672849/1/fenomena-dukunganjokowi-dan-gerakan-sosial-politik.html http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=21 (baca:Ini Strategi KPUAmankanPenghitunganSuara)(http://pemilu.tempo.co/read/n ews/2014/07/17/269593658/Jokowi-JK-Raih-64-Persen-Suara-diSurabaya) Majalah Tempo edisi 15 Desember 2014 Wawancara: Pondok Jokowi Presiden : Hariyawan Nugroho, Bayu Subekti, Sofyan, Pandu Arief Admanata. Rejo Jatim Brang Wetan : Heri Purwanto,Rangga Bisma Aditya, Dodi Irawan, Eni Rahmawati 125 Jurnal Review Politik Volume 05, No 01, Juni 2015