gerakan sosial baru perspektif kritis: relawan politik dalam pilpres

advertisement
Jurnal Review Politik
Volume 05, Nomor 01, Juni 2015
GERAKAN SOSIAL BARU PERSPEKTIF KRITIS:
RELAWAN POLITIK DALAM PILPRES 2014
DI SURABAYA
Sayekti Dwi Purboningsih
Yayasan Al-Furqan Sidoarjo
[email protected]
Abstract
The article aims to answer the questions about the commencement
process of volunteer group as a new social movement and to analyze it
in a critical perspective. The research employed a descriptive-qualitative method based on case study. The results of the research show
that the establishment of political volunteer groups has been mainly
triggered by people’s dissatisfaction over the policies promulgated by
the previous Indonesian government. These people have organized
themselves to support Joko Widodo as the presidential candidates. The
second reason, based the critical perspective, is closely related to
individual and collective actions to act voluntarily based on rational
awareness. These people see Joko Widodo as a humble and honest
person who possesses high integrity and personality of leadership and
also has experiences in managing two big cities, i.e. Solo and Jakarta
Key Words: New Social Movement, critical, political volunteer,
2014Presidential Elections
Abstrak
Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan tentang proses terbentuknya kelompok relawan sebagai sebuah gerakan sosial baru dan
mendeskripsikan proses terbentuknya kelompok relawan serta menganalisa dalam perspektif kritis. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif berbasis studi kasus. Hasil
penelitian ini menunjukkan, pertama, kelompok relawan dilatar belakangi oleh kegelisahan dan kekecewaan terhadap kebijakan atau
pemerintahan terdahulu. Relawan politik bertujuan untuk mendukung calon presiden Joko Widodo. Kedua, berdasarkan perspektif
kritis, faktor tindakan individu maupun kelompok melakukan
kegiatan sukarela dengan menggunakan kesadaran rasional. Karena
melihat sosok Jokowi yang sederhana, jujur, bersih, dan mempunyai
integritas tinggi dalam memimpin, serta lebih berpengalaman menjadi
pemimpin di Kota Solo dan DKI Jakarta.
Kata Kunci : Gerakan sosial baru, kritis, relawan politik, pilpres 2014
. ISSN: 2088-6241 [Halaman 100 – 125] .
Sayekti Dwi Purboningsih
Pendahuluan
Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 telah memberikan
banyak perubahan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk dari sisi reformasi politik. Pada
tahun 1999, Indonesia telah melakukan pemilihan umum
presiden dan wakil presiden secara langsung.
Perubahan dimulai pada tahun 2004 yaitu dimulainya
episode baru dalam perubahan politik di Indonesia yang berupa
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh
rakyat. Ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pemilihan
umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
presiden dan wakil presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
Rakyat Indonesia saat ini memiliki hak untuk menentukan
siapa pemimpin Bangsa Indonesia dalam 5 Tahun mendatang.
Mereka bisa memilih calon presiden dan wakil presiden secara
langsung dan demokratis dalam sebuah pemilihan umum yang
dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada masa
sebelumnya, rakyat Indonesia tidak memiliki hak untuk
memilih presiden pilihan rakyat karena pada sistem yang
terdahulu presiden dan wakilnya dipilih oleh para anggota
MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dalam sebuah rapat
paripurna yang diadakan selama lima tahun sekali.
Pada pemilihan umum tahun 2009, terdapat perubahan
sistem pemilu calon anggota legislatif dari daftar calon tertutup
dengan calon terpilih berdasar nomor urut, berubah menjadi
sistem daftar calon terbuka dengan calon terpilih berdasar
suara terbanyak. Perubahan sistem ini tentu membawa
implikasi pada pelaksanaan pemilu di Indonesia, termasuk
membawa pengaruh pada liberalisasi politik di Indonesia.
Pemilihan umum 2014 adalah pemilu keempat di era
reformasi. Sedangkan pemilihan umum Presiden 2014 adalah
pemilhan presiden dan wakil presiden secara langsung yang
101
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
ketiga kali. Pemilu 2014, baik pemilu legislatif maupun pemilu
presiden dan wakil presiden, diselenggarakan di tengah
kejenuhan dan sikap skeptis rakyat terhadap politik. Hal ini
disebabkan kasus korupsi yang terus menghiasi pemberitaan
media massa sepanjang periode 2009-2014. Partai dan elit
politik kehilangan pamor, bahkan cenderung dipandang sinis
oleh publik.
Pada pemilu presiden dan wakil presiden 2014, hanya
terdapat dua calon kandidat yang bersaing untuk mendapatkan
mandat dari rakyat Indonesia. Kedua kandidat tersebut adalah
pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M.
Jusuf Kalla. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
didukung oleh partai-partai besar, yaitu: Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar),
Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sering menyebut Koalisi Merah Putih.
Sedangkan pasangan Joko Widodo-M.Jusuf Kalla diusung
oleh gabungan partai politik yang terdiri dari Partai PDI
Perjuangan, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai
Keadilan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura),
dan Partai Keadilan dan Persatua Indonesia (PKPI). Koalisi
pendukung pasangan Jokowi-JK sering menyebut diri sebagai
Koalisi Indonesia Hebat.
Dalam Pemilu 2014, terdapat fenomena menarik terkait
kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua
kandidat pasangan sama-sama menyatakan bahwa mereka
didukung oleh simpul-simpul kekuatan masyarakat yang
menyebut diri sebagai relawan dan memberikan sumbangan
berupa tenaga, dukungan, dan ide kepada kedua pasangan
tersebut tanpa mau diberi imbalan tertentu.
Fenomena hadirnya relawan merupakan satu hal yang
menonjol dalam pilpres 2014 ini. Seperti diketahui, relawan
bekerja keras mendukung calonnya untuk memperoleh suara
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
102
Sayekti Dwi Purboningsih
terbanyak dari rakyat. Dukungan tersebut datang dari
masyarakat biasa, bukan berasal dari partai politik. Perlahan
tetapi pasti, dukungan itu terus mengalir. Mulai dari pekerja
kreatif, aktivis, para pendidik sampai ke rakyat biasa semua
beramai-ramai memberikan dukungan. Mereka disebut sebagai
relawan yang mendukung calon pasangan capres dan wapres.
Oleh karena itu, relawan bisa dikatakan sebagai penggerak.
Kelompok relawan bukan aktifis partai politik, tetapi terlibat
dalam gerakan besar bersifat politis (Majalah Tempo, 2014: 31).
Relawan yang mendukung Jokowi-JK berjumlah sangat
banyak. Berikut 18 organisasi relawan yang cukup besar yaitu
Seknas Jokowi, Pro Jokowi (PROJO), Garda Pemuda Nasdem,
Garda Bangsa, Jasmev, Barisan Relawan Jokowi Presiden
(Bara JP), Pusat Informasi Relawan Jokowi-JK, Duta Jokowi,
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat),
Posko Perjuangan Rakyat (Pospera), Enterpreneur and
Professional for Jokowi (EP for Jokowi), Kebangkitan Indonesia
Baru (KIB), Aliansi Rakyat Merdeka (ARM), Forum Alumni
Perguruan Tinggi, Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB),
Jenggala Center, Kawan Jokowi, dan Revolusi Harmoni
(Samah dan Fransisca Ria Susanti,2014: 20). Adapun relawan
Jokowi pada tingkat lokal yaitu Pondok Jokowi Presiden, Rejo
Jatim Bang Wetan, Jokowi Maniak, Laskar Jokowi.
Penelitian ini memfokuskan pada dua kelompok relawan
yaitu kelompok Pondok Jokowi Presiden (PJP) Surabaya dan
kelompok Rejo Jatim Bang Wetan Surabaya. Pada halaman
facebook, Pondok Jokowi Presiden yang biasa disingkat dengan
PJP adalah sebuah grup komunitas tempat untuk membahas
Jokowi sebagai Presiden RI secara santai, open mind, dan
penuh rasa persaudaraan, yang beranggotakan 6000 anggota,
tetapi grup baru ini beranggotakan 2.102 anggota dikarenakan
grup facebook lama terkena hacker (https://www.facebookcom/groups/pondokjokowipresiden/, diakses 30 Maret 2015, pukul
16.00 WIB).
103
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Selanjutnya, kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan
Surabaya yang dideklarasikan pada tanggal 18 Mei 2014.
Dalam hal mendukung Jokowi, kelompok ini mempunyai cara
tersendiri dengan cara door to door memberikan pendidikan
politik kepada masyarakat menjelang pemilihan presiden 9 Juli
2014. Selain itu, nantinya sukarelawan ini yang dapat membantu Jokowi menjadi presiden. Sukarelawan ini di luar
struktur partai, tetapi dikoordinasi secara nasional (http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/19/269578622/TimRelawanJokowi-Jatim-Dibentuk. diakses 1 April 2015 pukul 19.30).
Anggota komunitas kelompok ini kebanyakan dari seniman
jalanan, pedagang asongan. Menariknya, mereka telah
menciptakan lirik lagu, dengan judul Semoga Jokowi Jadi
Presiden, dan Jokowi Presiden Rakyat. Armada (sebutan untuk
pengamen) Raja Rejo menyanyikan lagu tersebut di bus kota
dan bus antar kota yang berangkat dari Terminal Purabaya
Bungurasih (http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/19/269578622/Tim-Relawan-Jokowi-Jatim-Dibentuk. diakses 1 April
2015 pukul 19.30).
Dari pemaparan tersebut, kelompok PJP Surabaya
memiliki daya tarik, pertama, kelompok ini hanya dikoordinasi
dari satu kota yaitu Surabaya, tetapi bisa melangkah hingga se
Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Kedua, tidak terkait
dengan partai dan berdiri secara independen. Ketiga, pertama
kali mendeklarasikan kelompok di Surabaya. Keempat, terdiri
dari banyak golongan.
Sedangkan kelompok Rejo Jatim Brang Wetan Surabaya
juga memiliki keunikan, antara lain: pertama, kelompok ini
memiliki garis koordinasi secara nasional. Kedua, kebanyakan
berasal dari golongan seniman jalanan, pedagang asongan dan
pengamen. Ketiga, memberikan pendidikan politik secara door
to door.
Di sisi lain, ada beberapa permasalahan yang menjadi fokus
utama dalam penelitian ini. Masalah-masalah tersebut adalah
bagaimana proses terbentuknya kelompok Pondok Jokowi
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
104
Sayekti Dwi Purboningsih
Presiden dan Rejo Jatim Brang Wetan Surabaya dan
bagaimana gerakan relawan Pondok Jokowi Presiden dan Rejo
Jatim Bang Wetan Surabaya dalam pilpres 2014 perspektif
kritis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif berbasis studi kasus. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
analisis data pada penelitian ini adalah analisis kualitatif yang
terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data
serta verifikasi (Sugiyono, 2010: 246).
Gerakan Sosial Lama
Ciri-ciri gerakan sosial lama adalah memiliki struktur
organisasi (rantai komondo kepemimpinan), ada pelekat
ideologi (dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan
perjuangan), dan harus go public artinya kelompok itu memiliki
identitas yang jelas dan dikenal oleh khalayak umum. Contoh
organisasi ini adalah kelompok-kelompok mahasiswa, kelompok
agama seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dan
kelompok masyarakat atau ormas. Gerakan sosial lama
menekankan bahwa politik selalu berbicara kepentingan orang
banyak yang harus diperjuangkan ke pemerintah. Anggota
gerakan sosial bisa dikatakan lebih plural karena memiliki
anggota yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Terkadang
gerakan sosial ini dalam pergerakannya bisa sangat bersifat
revolusioner dalam melakukan aksinya. Mereka dalam
melakukan aksinya dilatarbelakangi oleh kegelisahaan atau
kekecewaan terhadap kebijakan maupun pemerintahan.
Gerakan Sosial Baru (GSB)
Merupakan bentuk lain dari gerakan sosial itu sendiri.
Merujuk ke Pichardo dan Singh, ciri menonjol GSB yang
dianggap membedakannya dari gerakan sosial ’lama’ atau
tradisional, dapat diformulasikan sebagai berikut (Singh, 2010:
15).
1. Ideologi dan Tujuan
105
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Gerakan Sosial Baru (GSB) menanggalkan orientasi
ideologis yang melekat kuat pada gerakan sosial lama,
sebagaimana sering terungkap dalam ungkapan-ungkapan
’antikapitalisme’, ’revolusi kelas’, dan ’perjuangan kelas’. GSB
menepis semua asumsi Marxian bahwa semua perjuangan dan
pengelompokan didasarkan atas konsep kelas.
2. Taktik dan Pengorganisasian
Gerakan Sosial Baru umumnya tidak lagi mengikuti model
pengorganisasian serikat buruh industri dan model politik
kepartaian. GSB lebih memilih saluran di luar politik normal,
menerapkan taktik yang mengganggu (disruptive), dan
memobilisasi opini publik untuk mendapatkan daya tawar
politik. Para aktivis GSB cenderung menggunakan bentukbentuk demonstrasi yang sangat dramatis dan direncanakan
matang sebelumnya, lengkapdengan kostum dan representasi
simboliknya.
3. Partisipan atau Aktor
Partisipan Gerakan Sosial Baru (GSB) berasal dari
berbagai basis sosial yang melintasi kategori-kategori sosial
seperti gender, pendidikan, okupasi dan kelas. Mereka tidak
terkotakkan pada penggolongan tertentu seperti kaum proletar,
petani, dan buruh, sebagaimana aktor-aktor gerakan sosial
lama yang biasanya melibatkan kaum marginal dan
teralienasi. Para aktor GSB berjuang melintasi sekat-sekat
sosial demi kepentingan kemanusiaan. Karena itu, aktor-aktor
GSB juga berbeda dari gerakan sosial lama yang biasanya
melibatkan kaum marginal dan teralienasi.
4. Medan atau Area
Medan atau area aksi-aksi GSB juga melintasi batas-batas
region: dari aras lokal hingga internasional, sehingga mewujud
menjadi gerakan transnasional. Karena itu pula strategi dan
cara mobilisasi mereka pun bersifat global. Isu-isu yang
menjadi kepedulian GSB melintasi sekat-sekat bangsa dan
masyarakat, bahkan melintasi dunia manusia, menuju dunia
alami. Dalam hal ini, GSB menampakkan wajah transmanusia
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
106
Sayekti Dwi Purboningsih
dengan mendukung kelestarian alam di mana manusia
merupakan salah satu bagiannya. Ini secara jelas terpantul
dari gerakan-gerakan anti nuklir, ekologi, perdamaian, dan
sebagainya, yang menghamparkan kebersamaan warga dari
beragam nasionalitas, kebudayaan dan sistem politik. Dengan
ciri-ciri tersebut di atas, GSB menampakkan wajah gerakan
sosial yang plural.
5. Partisipasi Publik
Proses mewujudkan partisipasi publik dalam pemerintahan
daerah di Indonesia bukanlah hal yang mudah karena
masyarakat belum terbiasa dengan partisipasi aktif dan
sukarela. Upaya ini merupakan hal yang penting karena
Indonesia merupakan negara yang sedang dalam masa transisi
menuju demokrasi. Masyarakat masih terbiasa dengan
mobilized participation yang dipergunakan secara eksentrik
oleh rezim Orde Baru maupun Orde Lama. Pada era reformasi
ini, mekanisme partisipasi publik dalam pemerintah daerah
juga dapat dibilang masih lemah.
Dasar dari gerakan sosial baru seperti yang diungkapkan
oleh Miriam Budiarjo (2010: 320) adalah “protes”. Mereka
sangat kritis terhadap cara-cara berpolitik dari para politisi
dan pejabat, dan merasa terasingkan dari masyarakat. Mereka
menginginkan desentralisasi kekuasaan negara, desentralisasi
pemerintah,
partisipasi
dalam
peningkatan
swadaya
masyarakat, terutama masyarakat lokal. Tujuannya antara
lain meningkatkan kualitas hidup. Salah satu caranya ialah
dengan mendirikan berbagai kelompok yang peduli pada
masalah-masalah
baru
seperti
lingkungan,
gerakan
perempuan, hak asasi manusia, dan gerakan antinuklir
(Budiarjo, 2010: 384).
Selain itu, gerakan sosial baru ini lebih menekankan
kebebasan pada gerakan mereka itu sendiri seperti tidak
memiliki
struktur
organisasi,
tidak
terbirokratisasi,
mempunyai kepentingan atau isu perjuangan yang sama.
Gerakan sosial baru nantinya akan membentuk sebuah
107
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
identitas politik tersendiri pada anggotanya dengan fokus
usaha untuk menekan pemerintah lebih perhatian dengan di
luar kepentingan materil.
6. Relawan
Relawan berarti orang yang rela, bersedia tanpa syarat,
untuk melakukan aktivitas tertentu. Relawan adalah orang
yang bekerja dengan semangat pengabdian dan karenanya
mereka bekerja mengabdikan dirinya tanpa pamrih. Mereka
bekerja tanpa tendensi kepentingan. Kalaupun kepentingan
tersirat, itu kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi
dan golongan.
Politik hampir identik dengan kepentingan. Adagiumadagium politik sudah jelas, misalnya dalam politik tak ada
kawan yang abadi, tak ada lawan yang abadi, yang ada adalah
kepentingan yang abadi. Hal ini menggambarkan betapa
kepentingan itu melekat dalam politik. Adagium lain
mengatakan, dalam politik,“there is no such thing as a free
lunch”, tak ada yang namanya makan siang gratis. Itu berarti
hampir mustahil jika berpolitik tanpa kepentingan, termasuk
mendukung kegiatan politik seseorang yang sedang berpolitik,
tanpa kepentingan tertentu. Kepentingan dalam politik bisa
bermacam-macam, bisa saja berupa harta (uang) atau juga
tahta (kekuasaan, jabatan).
Teori Kritis Habermas
Teori kritis bertujuan untuk menelusuri sejarah
penderitaan manusia sebagai sejarah penindasan dan
membuka
praktek
emansipatif.
Dengan
menemukan
penyelewengan ideologis teori tradisional, ia membuka
perspektif pembebasan yang mengembalikan hubungan antar
manusia yang tidak lagi ditentukan oleh mekanismemekanisme sistem pasar, melainkan sesuai dengan cita-cita
manusia
sendiri.
Teori
kritis
bermaksud
membuka
kemungkinan untuk mendobrak irasionalitas masyarakat
modern (Suseno, 2005: 161).
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
108
Sayekti Dwi Purboningsih
Esai berjudul Thechnology and Scienceas Ideology
(selanjutnya disingkat TSI) adalah usaha awal Habermas
untuk merekonstruksi kembali teori Weber. Dalam esai itu,
Habermas memusatkan diri pada “tindakan sosial”, suatu
subjek yang memiliki ciri-ciri mendasar sekaligus dapat
diobservasi secara empiris. Dia bertolak dari distingsi yang
ditemukannya dalam “praksis”.
Praksis adalah tindakan dasar manusia dalam dunia luar
dirinya, dalam alam atau masyarakat. Habermas membedakan
dua dimensi dalam praksis hidup manusia dan yang satu tidak
bisa dikesampingkan demi yang lain. Keduanya adalah “kerja”
dan “interaksi” atau “komunikasi”. Dalam TSI, kedua dimensi
itu dijelaskan sebagai tindakan sosial, sebuah konsep yang
sangat penting dalam teori Weber. Habermas membedakan dua
macam tindakan yaitu, “tindakan rasional-bertujuan” (tercakup
dalam dimensi kerja) dan “teori tindakan komunikatif”
(Hardiman, 2009: 99).
Masyarakat komunikatif bukanlah masyarakat yang
melakukan kritik lewat revolusi dengan kekerasan, akan tetapi
dengan memberikan argumentasi. Habermas lalu membedakan
dua macam argumentasi, yaitu perbincangan atau diskursus
dan kritik. Dilakukan perbincangan jika mengandaikan
kemungkinan untuk mencapai konsensus. Meskipun dimaksudkan untuk konsensus, komunikasi juga bisa terganggu,
sehingga tak perlu mengandaikan konsensus. Dalam hal ini
Habermas mengedepankan kritik. Bentuk kritik itu dibagi
menjadi dua, kritik estetis dan kritik terapeutis. Kritik estetis,
jika yang dipersoalkan adalah norma-norma sosial yang
dianggap objektif. jika diskursus praktis mengandaikan
objektivitas norma-norma, kritik dalam arti ini adalah
mempersoalkan kesesuaiannya dengan penghayatan dunia
batiniah. Sedangkan kritik terapeutis, jika itu dimaksudkan
untuk menyingkapkan penipuan diri masing-masing pihak
yang berkomunikasi.
Proses Awal Terbentuknya Pondok Jokowi Presiden
109
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Volunterisme adalah sebuah bentuk kegiatan sukarelawan,
yang sedang berlangsung, terencana, perilaku menolong yang
meningkatkan kesejahteraan orang lain, tidak menawarkan
kompensasi keuangan, dan biasanya terjadi dalam konteks
keorganisasian (Hanifah, 2012: 2).
Gerakan relawan politik merupakan salah satu gerakan
volunterisme yang bergerak di bidang sosial-politik dan
bertujuan untuk mendukung orang baik untuk masuk ke dunia
politik, salah satunya adalah dengan mendukung Jokowi yang
dianggap memiliki kompetensi dan track record baik untuk
memenangkan kursi nomor satu di Indonesia.
Relawan Pondok Jokowi Presiden ini menginginkan
perubahan bagi negara Indonesia. Relawan melihat pergantian
pemimpin hingga enam kali, dan Indonesia belum juga
mengalami kemajuan yang signifikan. Oleh karena itu, dengan
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan, visi dan misi yang
sama untuk melakukan perubahan, mereka menyebut dirinya
sebagai relawan Pondok Jokowi Presiden (PJP). Relawan ini
bertujuan mencalonkan Jokowi sebagai presiden ketujuh
Republik Indonesia.
Gerakan Relawan Pondok Jokowi Presiden tercetus pada
tanggal 4 September 2013, yang dideklarasikan di lantai III
Museum Nahdlatul Ulama di kawasan Pagesangan, Kota
Surabaya. Sesuai namanya, organisasi ini bertujuan
mendorong Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon
presiden periode 2014-2019. Kelompok relawan ini tidak
mempunyai struktur organisasi yang prosedural, hanya saja
ada koordinator, sekertaris, bendahara, dan selebihnya
anggota. Hariyawan Nugroho adalah koordinator kelompok
relawan ini, yang berprofesi sebagai karyawan perusahaan dan
mempunyai ambisi yang sangat kuat untuk mendukung
Jokowi. Anggotanya pun tidak dibedakan berdasarkan kelas
sosial ataupun profesi yang dimiliki seseorang, semua kalangan
boleh bergabung dengan alasan mempunyai visi dan misi yang
sama. Hanya saja, kelompok ini membatasi mereka yang tidak
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
110
Sayekti Dwi Purboningsih
suka dengan Jokowi. Apabila motifnya hanya sekedar mematamatai, dengan tegas relawan PJP menolak.
Ketokohan Jokowi yang mulai dikenal oleh masyarakat luas
karena sifatnya yang suka turun langsung ke lapangan untuk
melihat keadaan masyarakat, menyebabkan PJP memiliki
ketertarikan untuk mencalonkan Jokowi sebagai presiden.
Baru setahun menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi dinilai
layak menjadi Presiden Republik Indonesia. Sehingga ada
sebagian kalangan rakyat yang menginginkan sosok Jokowi
maju sebagai calon presiden pada pemilihan presiden 2014.
Oleh karena itu, relawan PJP bergerak sebelum PDIP
secara resmi mencapreskan Jokowi sebagai calon presiden.
Dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang riill, mereka
mendesak partai agar Jokowi dicalonkan sebagai presiden.
Kegiatan pertama dilakukan oleh PJP yaitu peluncuran buku
yang ditulis oleh anggota PJP, dengan menceritakan sosok
Jokowi. Karena relawan menganggap bahwa dengan media
buku lebih representatif masuk ke kelompok-kelompok
masyarakat. Relawan juga menganggap buku bisa menjadi
media untuk menghadapi berita-berita negatif tentang Jokowi.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis, maka bisa
dikatakan bahwa kelompok relawan PJP merupakan gerakan
sosial baru yang menginginkan perubahan bagi Indonesia
dengan cara-cara mereka sendiri, yang sudah tersusun
sebelumnya. Seperti halnya di PJP, relawan ini melakukan
kegiatan sebagai berikut.
o
Deklarasi PJP (Museum NU Surabaya)
o
Membuat buku tentang Jokowi yang ditulis oleh anggota
Relawan PJP
o
Bedah buku yang telah ditulis tentang Jokowi (Menanggal,
Surabaya)
o
Launching Kedai Kopi Pondok Jokowi (Posko Pondok
Jokowi Jl. Ngagel Jaya No.79 Surabaya)
111
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
o
Pengumpulan tanda tangan dukungan masyarakat kepada
Jokowi (Taman Bungkul Surabaya) memperingati hari
Pahlawan
o
Pengamen musik jalanan (Arena Car Freeday, Jl. Raya
Darmo, Surabaya)
o
Nonton bareng film Jokowi
o
Istighosah dan Buka puasa bersama (Yayasan Ittaqu Bany
Yaqub, Gayungsari Surabaya)
o
Senam bersama di CFD
Kegiatan tersebut murni ide dari kelompok relawan Pondok
Jokowi Presiden dan tidak ada keterikatan dari pihak pusat
atau Jokowi sendiri. Relawan bergerak dengan bebas, tidak ada
aturan yang mengatur. Hal ini sesuai dengan pengertian
gerakan sosial yang lebih menekankan kebebasan. Kelompok
relawan Pondok Jokowi Presiden, tidak memiliki struktur
organisasi yang jelas. Mereka menggunakan jalur sifatnya
lebih koordinatif dan saling bekerja sama sesama anggota
maupun koordinator. Untuk anggotanya sendiri juga bebas,
semua orang boleh bergabung dari kalangan apapun, tidak ada
perbedaan berdasarkan strata kelas maupun profesi. Hal ini
berbeda dengan gerakan sosial lama yang lebih menekankan
pada masyarakat yang tertindas atau kurang mampu.
Hariyawan Nugroho sebagai koordinator Pondok Jokowi
Presiden mengatakan,
“Tidak ada perekrutan, di sini bergabung atas kesadaran, dan
anggota siapa saja bisa. Hanya sedikit membatasi untuk yang
tidak suka Jokowi memang kami tolak. Jadi kalau hanya sekedar
memata-matai dengan tegas kami tolak dan apabila tujuan dan
arah sudah tidak sesuai ya terpaksa kami keluarkan. Tetapi
hubungan pertemanan tetap jalan.“ (Nugroho, Wawancara,
2015)
Anggota Pondok Jokowi Presiden jika dilihat dari profesi
dan pendidikan bisa diklasifikasikan pada kalangan berpendidikan, kalangan yang relatif makmur. Karena anggotanya
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
112
Sayekti Dwi Purboningsih
memiliki pendidikan cukup tinggi. Anggota relawan ini
kebanyakan adalah sarjana, mempunyai pekerjaan yang bisa
dibilang mapan, untuk akses jaringannya pun juga luas
meskipun menjadi relawan ini adalah kegiatan politik yang
dilakukan pertama kali oleh PJP. PJP tidak memandang
tingkatan umur sebagai patokan dalam status relawan. Di PJP,
semua boleh berpendapat dan selalu mengedepankan kekeluargaan. Jika ada relawan dari partai, maka harus meninggalkan
statusnya sebagai anggota partai. Hal ini juga bisa dibuktikan
ketika wawancara kepada sekretaris Relawan Pondok Jokowi
Presiden dan anggotanya mereka mengatakan,
“Tidak ada bantuan sama sekali. Contohnya buku kita cetak
sendiri, pakai uang kita sendiri. Dengan iuran sama teman-teman,
tetapi untuk pendanaaan yang terbesar adalah Pak Wawan.
Tetapi untuk atribut yang besar-besaran sampai 4 ton itu memang
jadi Jokowi bukan dari partai loh mbak dari timnya Jokowi
langsung. “ (Subekti, Wawancara, 2015)
Fakta yang kedua dikatakan oleh anggota PJP seorang
mahasiswa,
“Dana yang diperoleh dari iuran dan itu jelas digunakan untuk
dana apa saja. Tetapi untuk relawan yg tidak memiliki pekerjaan
atau mahasiswa tidak ditarik iuran, hanya menyumbang tenaga
dan pikiran. “ (Admanata, Wawancara, 2015)
Para relawan Pondok Jokowi Presiden bergerak dengan
inisiatif mereka sendiri. Mereka tidak mendapatkan kompensasi uang ataupun imbalan, justru tak jarang mereka harus
mengorbankan dan ikut menyumbang baik secara materil
maupun non materil agar tujuan gerakan kelompok relawan
PJP dapat tercapai. Hal ini mengindikasikan adanya altruisme
yang ditunjukkan dengan kerelaan setiap relawan untuk
menyumbangkan kemampuan yang dimilikinya dan memprioritaskan kepentingan gerakan relawan dibandingkan kepentingan dirinya. Altruisme merupakan keinginan untuk
menguntungkan orang lain demi kepentingan orang lain tersebut daripada untuk kepentingan pribadi.
113
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Relawan Pondok Jokowi presiden memandang sisi baik
dalam menjalankan sebuah kegiatan dengan mengedepankan
nurani. Relawan dalam bidang politik meyakini akan ada
perubahan yang lebih baik di masa mendatang. Hal itu yang
mendorong nurani untuk menjadi relawan. Relawan bekerja
atas kemauan sendiri tanpa imbalan apapun. Itulah mengapa
disebut relawan, bukan pekerja. Ada beberapa hal yang
mendorong anggota Pondok Jokowi Presiden menjadi relawan
Jokowi: 1) track record Jokowi yang berhasil memimpin Solo
menjadi walikota selama 1,5 periode; 2) keberhasilan
menertibkan pasar Tanah Abang yang menjadi penyakit kronis
selama puluhan tahun waktu menjadi gubernur Jakarta; 3)
Prabowo memiliki track record yang buruk akibat isu kasus
HAM berat terkait penculikan mahasiswa sampai isu
pemecatan Prabowo oleh Wiranto pada tahun 1998; 4) relawan
percaya keduanya (Prabowo dan Jokowi) memiliki ambisi tetapi
dalam kadar yang berbeda, Jokowi hanya menginginkan
menjadi presiden jika dicalonkan meskipun ia berkata "ndak
mikir". Sedangkan Prabowo mempunyai ambisi yang sangat
kuat untuk menjadi presiden, bahkan selama 5 tahun lebih
rutin mengiklankan visi misi partainya di televisi pada jam
prime time, ambisi yang terlalu kuat inilah yang menjadi
ketakutan relawan PJP (rencana apa yang ada dibalik
ambisinya yang kuat).
Relawan dalam kelompok ini mayoritas diisi oleh
masyarakat yang bertahun-tahun telah golput, dan mereka
akhirnya tersadar pada tahun 2014 sudah saatnya memilih
pemimpin yang berintegritas tinggi dan sudah berpengalaman.
Oleh karena itu sosok Jokowi adalah pilihan relawan PJP
menjadi calon presiden pada pilpres 2014, dan relawan yakin
Jokowi akan merubah Indonesia seperti pada keberhasilan
kepemimpinan sebelumnya.
Sesuai dengan salah satu Nawa Cita Jokowi yang berbunyi,
“Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia” melalui
peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
114
Sayekti Dwi Purboningsih
program “Indonesia Pintar” dengan wajib belajar 12 tahun
bebas pungutan, peningkatan layanan kesehatan masyarakat
dengan menginisiasi kartu “Indonesia Sehat”, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia
Kerja” dan “Indonesia Sejahtera”. Juga mendorong land reform
dan program kepemilikan tanah seluas sembilan juta hektar,
program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang
disubsidi serta jaminan sosial untuk seluruh rakyat di tahun
2019.
Berdasarkan data-data tersebut, penulis bisa menyimpulkan bahwa gerakan relawan PJP merupakan gerakan sosial
baru. Hal ini disebabkan beberapa hal: 1) sifat relawan yang
hanya sementara, namun hingga sekarang masih aktif di grup
facebook; 2) tidak ada struktur dan aturan yang prosedural; 3)
mayoritas diisi dengan masyarakat yang tadinya golput; 4)
mendukung Nawa Cita Jokowi; 5) bisa diklasifikasi sebagai
relawan independen yang benar-benar mengandalkan prinsip
kesukarelawanan. Hal ini berarti eksistensi relawan tidak
mengandalkan dukungan logistik dari kelompok kepentingan
tertentu, baik dari partai maupun pelaku usaha. Dengan
demikian relawan tidak ditunggangi oleh kepentingan
kelompok yang ingin menyandarkan diri dan membebani
pemerintahan Jokowi-JK.
Terbentuknya Kelompok Relawan Rejo Jatim Brang
Wetan
Rejo dalam bahasa Jawa bermakna harfiah meriah, berbeda
dengan rame yang bermakna ramai dari segi suara atau bisa
juga diartikan terkait dengan bising suara. Rejo lebih merujuk
pada makna semantik meriahnya kehidupan, karena itu dalam
cerita legenda penamaan tempat muncul kalimat “mbesuk yen
ono rejo rejaning jaman, tak tengeri panggonan iki kasebut
(besok kalau ada keramaian jaman tempat ini disebut):
Banyuwangi/Jember/Salatiga/dan lain sebagainya.” Rejo adalah
kata jadian karena proses-proses budaya yang sesungguhnya
berawal dari kata arjo/harjo (bahasa Jawa kuno), nama
115
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Kartoharjo; Sukoarjo; Umbulharjo; Sidoarjo, merujuk pada kata
dasar yang lebih tua. Karena pergeseran bentuk dan
pengucapan, kita temui nama-nama tempat (desa/kecamatan/kabupaten di Jawa denga nama: Tegalrejo, Sumberrejo,
Mulyorejo, Sidorejo). Sehingga diharapkan dengan pemakaian
nama ini didapatkan kesan yang positif, akrab, dan merakyat.
Di samping itu penamaan “rejo” menjadi ikatan batin atau
ikatan moral antara para relawan dan warga pendukung
dengan calon presiden Joko Widodo. Rakyat mendukung Jokowi
dengan harapan besar apabila mendapatkan amanah menjadi
Presiden Republik Indonesia, bisa mengangkat kehidupan
rakyat menjadi lebih baik. Karena itu Rejo Jatim akan
mengembangkan divisi tim relawan atas dasar profesi sebagai
berikut.
1. Rejo Tani yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan
kemandirian pangan (pertanian dalam arti luas seperti tani,
kebun, nelayan, ternak, dan lain lain.
2. Rejo Dagang yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan
kemudahan berdagang (difasilitasi kredit, tempat berusaha
yang layak dan strategis, perlindungan berusaha, dan lain-lain.
3. Rejo Pasar yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan
tempat berusaha yang aman, nyaman, dan rejo, sehingga
pedagang senang, pembeli riang.
4. Rejo Santri yang diharapkan Jokowi bisa mewujudkan
kehidupan yang religius, toleran, rukun dan damai.
5. Rejo Taruno yang diharapkan Jokowi bisa mendukung
aspirasi kaum muda sehingga dalam masa tumbuh kembang
mereka mendapatkan fasilitas untuk mengembangkan segenap
potensi dirinya untuk kejayaan nusa dan bangsa. Tentu masih
akan banyak muncul divisi baru untuk memenuhi harapan
rakyat. Sehingga boleh jadi akan muncul Rejo Bengkel, Rejo
Warung, Rejo Guru, Rejo Buruh, Rejo Tukang, Rejo Budoyo,
dan lain-lain.
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
116
Sayekti Dwi Purboningsih
Dengan demikian secara umum diharapkan kehidupan
rakyat bersuasana tentrem karto raharjo, subur kang sarwo
tinandur murah kang sarwo tinuku. Rejo Jatim Brang Wetan
dibentuk pada sekitar bulan April 2014, tetapi pembicaraan
mengenai Jokowi sudah dimulai sejak bulan Januari 2014 dan
dideklarasikan pada bulan Mei 2014. Posko relawan ini
terletak di Ruko Mega Raya Rungkut Blok I. Pembina
kelompok ini adalah Heri Purwanto seorang Kepala Pengawas
Kebun Binatang Surabaya. Heri adalah mantan anggota DPRD
Provinsi Jawa Timur periode 2004-1009, sehingga beliau
mempunyai banyak jaringan untuk mengajak teman-temannya
mendukung Jokowi. Oleh karena itu terbentuklah Rejo Jatim
Brang Wetan.
Kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan mempunyai
tujuan yang hampir sama dengan Pondok Jokowi Presiden,
yaitu Indonesia butuh perubahan yang lebih baik sehingga
membutuhkan pemimpin yang bisa bersentuhan dengan
masyarakat secara langsung. Berbeda dengan relawan Pondok
Jokowi Presiden, Rejo Jatim Brang Wetan lebih menfokuskan
diri pada program masalah mata pencaharian terutama
masalah agraris dan maritim karena kelompok relawan ini
melihat bahwa Indonesia itu kaya dan luas pada bidang
kelautan maupun hasil tanamnya, tetapi sangat lemah dalam
pengelolaannya. Sehingga relawan ini mengklasifikasikan
anggotanya dengan membentuk Rejo Tani, Rejo Nelayan, Rejo
Dagang, Rejo Seni, dan lain-lain pada lingkup Surabaya.
Mencermati data di atas, penulis bisa menganalisa bahwa
kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan merupakan
gerakan sosial baru yang menginginkan sebuah perubahan bagi
Indonesia dengan cara-cara mereka sendiri yang sudah
tersusun sebelumnya. Di kelompok relawan Rejo Jatim Brang
Wetan, relawan ini juga bebas dalam menentukan kegiatan
untuk mendukung Jokowi contohnya seperti: 1) seribu tanda
tangan untuk Jokowi (Taman Bungkul Surabaya); 2) deklarasi
rejo nelayan (Pantai Kenjeran); 3) sosialisasi pemenangan
117
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Jokowi (Hotel Fortuna); 4) penggalangan dana dalam penjualan
atribut (Terminal Bungurasih); 5) deklarasi rejo pedagang
(Terminal Bungurasih); 6) sosialisasi rejo pasar (pasar
Keputran); 7) pembagian bantuan sosial kepada anak
berprestasi (Wonokromo); 8) pembagian bantuan kepada
keluarga miskin (Lumumba dalam); 9) atraksi seni budaya
(Taman Bungkul); 10) door to door (komunitas masyarakat
banyu urip, komunitas masyarakat Kenjeran, komunitas
sepeda juang).
Relawan Rejo Jatim Brang Wetan bergerak bukan karena
mendapatkan imbalan sebagaimana gerakan sosial baru yang
lebih mengedepankan cara merubah negara menjadi lebih baik
tanpa mengharapkan imbalan dari siapapun. Dengan itu
relawan Rejo Jatim Brang Wetan bergerak menggunakan dana
dari hasil sumbangan, seperti yang diungkapkan oleh pembina
Rejo Jatim Brang Wetan,
“Dari sumbangan banyak orang, misal teman-teman saya
pengusaha-pengusaha Tionghoa itu bantu, ada yang bantu 5 juta,
10 juta, 500 ribu. Sampai pada bulan Februari 1 rupiah pun,
selembar uang pun, 1 benang pun tidak terima dari Jokowi. Itu
sungguh murni uang dari teman-teman saya. Dan saya
mendapatkan bantuan dari Jokowi itu kira-kira bulan April dan
sampai akhir itu mendapat bantuan sama sekali tidak berupa
uang 1 rupiah pun. Mendapat bantuan material kampanye
spanduk dan kaos, dan memang kalau kaos saya tidak mampu
bikin karena mahal toh, dan memang saya ngarep-ngarep dapet
dari Jokowi dan memang saya dapet atribut itu dari Jokowi. Bisa
dibilang mulai awal hingga akhir saya habis 400 juta dan itu
boleh dibilang 100 persen sumbangan.” (Purwanto, Wawancara,
2015)
Kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan dan Pondok
Jokowi Presiden, setelah mendukung Jokowi dan hingga
Jokowi ditetapkan sebagai Presiden tidak sedikit pun berfikir
menginginkan imbalan atau jabatan pemerintahan yang
diberikan oleh Jokowi, sebagaimana diungkapkan koordinator
Pondok Jokowi Presiden,
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
118
Sayekti Dwi Purboningsih
“Untuk jabatan-jabatan di pemerintahan sama sekali tidak
berfikir ke sana, kalau dipikir-pikir malah jadi stres dengan
situasi yang seperti ini. Dari teman-teman juga tidak
menginginkan apa-apa, dan setelah pilpres juga saya sebagai
orang yang namanya relawan Mbak. Kita enjoy menjadi relawan,
dan kita tidak benci kepada Jokowi kita tidak apa-apa dari
beliau.” (Nugroho, Wawancara, 2015)
Demikian juga ungkapan Sekretaris Rejo Jatim Brang
Wetan,
“Kalau dari sudut pandang saya, relawan rejo tidak ada yang
menginginkan jabatan politik atau yang lainnya, hanya menginginkan sebuah perubahan di Indonesia. Indonesia butuh seorang
pemimpin yang lahirnya dari masyarakat. Intinya ingin Indonesia berubah. Kalau sekarang Jokowi tidak menganggap kita,
kita juga gak papa, kita juga mempunyai keahlian lain.” (Bisma,
Wawancara, 2015)
Relawan Rejo Jatim Brang Wetan ini juga bersifat
sementara, setelah Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik
Indonesia, relawan ini membubarkan diri dan kembali fokus
pada pekerjaannya masing-masing. Tetapi masih ada
komunikasi antar individu atau sekedar berkumpul dan
membahas tentang Jokowi setelah ditetapkan sebagai Presiden.
Gerakan Relawan Pondok Jokowi Perspektif Kritis
Gerakan relawan Pondok Jokowi Presiden, sebagaimana
diungkapkan oleh koordinator PJP dengan program
melanjutkan Nawa Citanya, jalan perubahan yang dilakukan
adalah jalan ideologis, yang secara historis bersumber pada
Proklamasi, Pancasila 1 Juni 1945, dan pembukaan UUD 1945,
sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Jalan
perubahan yang dilakukan mencakup semua aspek normanorma sosial yang objektif.
Dalam bidang sosial, ada lima prioritas utama yaitu,
pertama, bersikap tegas terhadap segala upaya yang
bertentangan dengan hak-hak warga dan nilai-nilai
kemanusiaan seperti yang tercantum dalam Pancasila dan
pembukaan konstitusi NKRI. Kedua, membangun kembali
119
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
modal sosial bisa dengan metode rekonstruksi sosial, yakni
membangun kembali kepedulian sosial, pranata gotong royong,
melindungi lembaga-lembaga sosial adat di tingkat lokal,
membangun kembali karakter bangsa, membersihkan dirisendiri dari berbagai prasangka sosial-kultural politik,
membangun kepercayaan di antara anak bangsa dan mencegah
diskriminasi. Ketiga, berkomitmen menyelesaikan konflik
dapat dilakukan melalui dua cara, mengoptimalkan pranatapranata sosial dan budaya yang ada selama ini dan
penyelesaian lewat penegakan hukum berdasarkan derajat
persoalan dan jenis konflik yang ada. Keempat, membentuk
lembaga kebudayaan sebagai basis pembangunan budaya dan
karakter bangsa. Kelima, membangun pusat-pusat kebudayaan, kesenian, museum dan sebagai sarana menumbuhkan
semangat gotong royong, musyawarah dan kebhinekaan yang
ika.
Dalam hal ini yang diharapkan PJP adalah Jokowi mampu
menjalankan Nawa Citanya yang sesuai dengan visi misi pada
saat kampanye. Karena perubahan-perubahan sosial yang lebih
ditekankan pada kerangka kritis estetis. Kelompok ini juga
bersikap kritis dalam mengawal perolehan suara Jokowi
khususnya di Surabaya seperti yang dikatakan oleh
Koordinator PJP,
”Iya mengikuti, kita jadi center, di mana ada infomasi di daerah
langsung upload lewat facebook, kirim lewat BBM, WA, SMS.
Kebetulan juga kita mempunyai link dengan orang KPU dan kita
juga tahu persis bahwa kepolisian juga menjaga secara ketat. Dan
dengan perhitungan itu kita sudah yakin bahwa Jokowi menang,
kalaupun tidak menang berarti ada apa-apa.” (Nugroho,
Wawancara, 2015)
Menurut wawancara di atas, relawan PJP bergerak bukan
hanya dalam hal mendukung saja, tetapi hingga mengawal
perolehan suara yang dari tiap TPS di Surabaya relawan
melakukannya. Memang pertarungan pilpres tahun 2014
sangat sengit. Sehingga relawan bekerja sangat ekstra, seperti
yang dikatakan oleh anggota relawan,
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
120
Sayekti Dwi Purboningsih
“Kita mendukung Jokowi itu Mbak siang jadi malam, malam jadi
siang. Tidak ada waktu untuk tidur, sukanya keliling-keliling
terus. Memang jadi relawan itu adalah panggilan, tidak harus
dipaksa dan atas kemauan sendiri.” (Sofyan, Wawancara, 2015)
Menjadi relawan memang atas kemauan sendiri dan tidak
ada paksaan, karena relawan tidak mendapatkan imbalan,
tetapi banyak menambah teman untuk berkomunikasi. Ketika
Jokowi menjadi presiden, relawan juga tidak membutuhkan
kursi jabatan pemerintahan, relawan PJP kembali pada
pekerjaannya masing-masing.
Kesadaran relawan dalam memilih Jokowi bukan seolah-olah
terpengaruh oleh media atau ajakan orang, tetapi anggota relawan ini
memang melihat sosok Jokowi yang dikatakan,
“Bukan masalah media yang sering memunculkan di media... akan
tetapi keyakinan saya terhadap Jokowi yang mampu merubah
Solo dan Jakarta menjadi lebih baik... dari segi ekonomi, tata kota
dan perombakan birokrasi... semua berhasil karena dia membuat
sistem yang bagus.” (Admanata, Wawancara, 2015)
Sesuai dengan Habermas dalam esainya mengatakan
bahwa Hegel memahami praksis bukan hanya sebagai “kerja”,
melainkan juga “komunikasi”. Karena praksis dilandasi
kesadaran rasional, rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan
menaklukan alam dengan kerja, melainkan juga dalam
interaksi intersubjektif dengan bahasa sehari-hari (Hardiman,
2009: xx). Anggota relawan ini memilih Jokowi bukan seolaholah hanya soal media, tetapi mempunyai alasan tersendiri
dan alasan tersebut secara sadar diungkapkan dan dilakukan
dengan mendukung Jokowi hingga menjadi presiden.
Bukan hanya sebatas itu, relawan juga bersikap kritis
ketika Jokowi sudah ditetapkan sebagai presiden. Anggota PJP
menilai kebijakan Jokowi sebagai berikut,
“Jokowi tidak pantas menjadi pemimpin. Apa yang dilakukannya
sekarang jauh dari ekspektasi saya yang melihat track record
beliau ketika memimpin Solo dan Jakarta. Kebijakan-kebijakan
mengenai hukum amburadul semua, KPK ompong, BG dijadikan
121
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
Wakapolri dan tahun depan naik jadi Kapolri karena Badrodin
Haiti pensiun (akal-akalan politik). Jokowi tidak pantas menjadi
pemimpin karena ada beberapa hal, yang pertama adalah
pemimpin itu mempunyai prinsip yang kuat tidak mudah
dikendalikan oleh orang lain. Kedua, adalah pemimpin harus
menepati janjinya sewaktu kampanye.” (Admanata, Wawancara,
2015)
Gerakan Relawan Rejo Jatim Brang Wetan Perspektif
Kritis
Kelompok relawan Rejo Jatim Brang Wetan mempunyai
alasan untuk memilih Jokowi sebagai calon Presiden Republik
Indonesia yang ketujuh, yang diungkapkan oleh Pembina Rejo
Jatim Brang Wetan,
“Melihat ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kebetulan
saya ini ikut pergerakan 1998, karena kejadian pada waktu 1998
itu sangat-sangat menyakitkan, dan kita tidak menghapus ingatan
begitu saja. Prabowo mempunyai catatan tersendiri. Meskipun
pada waktu itu calonnya Prabowo dan Samin, contoh lagi Prabowo
dengan Puan, kita milih Puan, intinya kita emoh Prabowo. Jika
pada waktu itu pilihannya ada tiga kandidat, misal Prabowo,
Jokowi, Pakdhe Karwo, kita bisa memilih Pakdhe Karwo atau
Jokowi yang penting bukan Prabowo.” (Purwanto, Wawancara,
2015)
Sesuai dengan program-program Rejo Jatim Brang Wetan
di atas, fokus garapan tim relawan Jokowi Brang Wetan adalah
masyarakat kelas menengah ke bawah atau yang dikenal
dengan istilah wong cilik. Alasannya, 60 persen pemilih adalah
lulusan SD dan tidak lulus SD. Sehingga perlu dilakukan
pendekatan dan sosialisasi dengan menyapa langsung
masyarakat agar nantinya mudah menerima penjelasan
kenapa sebaiknya memilih Jokowi dibanding capres yang lain.
Jokowi itu bisa dibilang seperti kebanyakan masyarakat yakni
opo anane (jujur), merakyat dan sederhana. Masyarakat sudah
bosan dipimpin orang pintar tapi hasilnya bangsa kita masih
seperti ini. Jadi sudah waktunya pemimpin sederhana
memimpin Indonesia. Sehingga program-program di atas bisa
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
122
Sayekti Dwi Purboningsih
diklasifikasikan dalam kritik estetis karena menginginkan
perubahan dalam norma-norma sosial.
Adapun terkait dengan kebijakan Jokowi yang telah dilaksanakan,
anggota Rejo Jatim Brang Wetan mengatakan,
“Dalam menilai kebijakan Jokowi saya belum 70 persen
mengatakan berhasil karena janji-janji Jokowi ketika kampanye
belum semuanya terpenuhi. Kalau saya boleh menilai 50 persen
banding 50 persen, karena saya menganggap masih ada waktu 4
tahun untuk membenahi Indonesia.” (Irawan, Wawancara, 2015)
Penutup
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
relawan terbentuk karena mempunyai visi dan misi yang sama
menginginkan perubahan Indonesia, dengan mencalonkan
Jokowi sebagai calon presiden. Dalam hal ini ada dua kelompok
relawan yaitu, Pondok Jokowi Presiden yang dideklarasikan
pada tanggal 4 September 2013. Bergerak sebelum, Jokowi
dicapreskan karena melihat kepemimpinan Jokowi semasa
menjabat Walikota Solo dan Guberbur DKI Jakarta
mempunyai integritas yang tinggi, jujur, dan sederhana.
Gerakan ini berdiri secara independen. Tidak bergabung
dengan partai atau kelompok kepentingan yang lain, oleh
karena itu anggota dari kelompok ini adalah murni dari
masyarakat biasa. Gerakan ini juga merupakan kegiatan
politik yang pertama kali diikuti. Lebih mengedepankan sifat
musyawarah atau gotong royong. Sehingga kelompok ini tidak
mempunyai struktur organisasi yang prosedural hanya saja
bersifat koordinatif. Gerakan ini juga memfokuskan kepada
Nawa Cita Jokowi untuk perubahan Indonesia yang lebih maju
yaitu Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Sejahtera,
dan Indonesia Kerja.
Kelompok yang kedua adalah Rejo Jatim Brang Wetan.
Kelompok ini dideklarasikan pada tanggal 18 Mei 2014.
Kelompok ini terbentuk setelah Jokowi resmi dicapreskan,
karena kelompok ini melihat kepemimpinan Jokowi semasa
menjabat Gubernur DKI Jakarta dan berdiri secara
123
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Gerakasn Sosial Baru Perspektif Kritis
independen. Tetapi untuk anggotanya adalah orang-orang yang
mempunyai latar belakang politik sebelumnya. Kegiatan politik
menjadi relawan bukan kegiatan pertama kali yang diikuti oleh
anggota kelompok ini. Oleh karena itu, kelompok ini
mempunyai struktur organisasi yang prosedural dan cara
bekerjanya pun sesuai dengan jabatan masing-masing.
Gerakannya juga memfokuskan pada garapan wong cilik
terutama pada persoalan maritim dan agraris. Oleh karena itu,
kelompok ini terdiri dari berbagai jenis profesi yang diberi
nama rejo tani, rejo dagang, rejo nelayan, dan lain-lain.
Daftar Rujukan
Agger, Ben. 2003. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya.
Yogyakarta:Kreasi Wacana.
Budiarjo,Miriam, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Habermas, Jurgen. 2006. Teori Tindakan Komunikatif I: Rasio dan
Rasionalisasi Masyarakat. Yogyakarta:Kreasi Wacana.
Hardiman, F. Budi. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat,
Politik, dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta:
Kanisius.
Heywood, Andrew. 2013. Politik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
K. Bertens. 2013. Sejarah Filsafat Kontemporer Jerman dan Inggris. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Moleong, J, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Bimo dan Yamin Panca Setia. 2014. Jokowi People Power. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Sahid, Kamarudin. 2011. Memahami Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia
Indonesia.Samah, Kristin dan Fransisca Ria Susanti. 2014.
Berpolitik Tanpa Partai: Fenomena Relawan Dalam Pilpres.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Singh, Rajendra Singh. 2010. Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soenyono. 2005. Teori-Teori Gerakan Sosial. Surabaya: Yayasan Kampusina.
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
124
Sayekti Dwi Purboningsih
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta CV.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta CV.
https://www.facebook.com/groups/pondokjokowipresiden/
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/04/078510348/Jokowi-Presidenku-Dideklarasikan-di-Museum-NU
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/19/269578622/Tim-RelawanJokowi-Jatim-Dibentuk
https://suzieitaco.wordpress.com/2013/08/04/manfaat-gerakan-sosialdan
volunteering/?relatedposts_hit=1&relatedposts_origin=1248&relat
edposts_position=0
http://m.kompasiana.com/post/read/672849/1/fenomena-dukunganjokowi-dan-gerakan-sosial-politik.html
http://www.surabaya.go.id/profilkota/index.php?id=21 (baca:Ini Strategi
KPUAmankanPenghitunganSuara)(http://pemilu.tempo.co/read/n
ews/2014/07/17/269593658/Jokowi-JK-Raih-64-Persen-Suara-diSurabaya)
Majalah Tempo edisi 15 Desember 2014
Wawancara:
Pondok Jokowi Presiden : Hariyawan Nugroho, Bayu Subekti, Sofyan,
Pandu Arief Admanata.
Rejo Jatim Brang Wetan : Heri Purwanto,Rangga Bisma Aditya, Dodi
Irawan, Eni Rahmawati
125
Jurnal Review Politik
Volume 05, No 01, Juni 2015
Download