bab i pendahuluan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 pasal 1 ayat (1) setelah dilakukannya perubahan Undangundang baru yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Landasan
filosofis dibentuknya undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris
adalah
terwujudnya
jaminan
kepastian
hukum,
ketertiban
dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan melalui akta yang
dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat
pengguna jasa Notaris.1 Artinya Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris
dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para
pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian
peristiwa atau perbuatan hukum itu dilakukan.
Pengertian pejabat umum dijelaskan oleh Pasal 1 ayat (1) Undangundang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah Notaris sebagai satu-satunya pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta
1
Habieb Adjie, 2009, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 14
1
2
autentik tersebut tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Pembuatan akta autentik
ada yang diharuskan peraturan perundang-udangan dalam rangka menciptakan
kepastian, ketertiban dan perlindungan umum. Pengertian berwenang meliputi:
berwenang terhadap orangnya, yaitu untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau
dikehendaki oleh orang yang berkepentingan. Berwenang terhadap aktanya, yaitu
yang berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian
dan ketetapan yang diharuskan Undang-undang atau yang dikehendaki yang
bersangkutan. Berwenang terhadap waktunya dan berwenang terhadap tempatnya,
yaitu sesuai dengan kedudukan dan wilayah jabatan Notaris dan Notaris menjamin
kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta2. Selain memenuhi
syarat yang telah ditentukan Undang-undang agar suatu akta menjadi autentik,
seorang Notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib yaitu melaksanakan
tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh
diragukan.3
Profesi Notaris sangatlah penting, karena sifat dan hakikat dari pekerjaan
Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi
fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak, dan kewajiban para pihak
yang terlibat. Dalam pembuatan akta Notaris harus memuat keinginan atau
kehendak para pihak yang dituangkan kedalam isi perjanjian (akta) tersebut. Hal
ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014: “Notaris
berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
2
Ibid, hlm. 14.
Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtiar Baru Van
Hoeve, hlm. 166
3
3
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,
menjamin kepastian pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-undang“.
Akta tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang
membuatnya yaitu:4
1.
sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah
mengadakan perjanjian tertentu;
2.
sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam
perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3.
sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu
kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan
perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak
para pihak. Berdasarkan hal tersebut maka apabila terjadi sengketa
dimana salah satu pihak mengajukan akta autentik sebagai bukti di
Pengadilan, maka:5 Pengadilan harus menghormati dan mengakui
isi akta autentik, kecuali jika pihak yang menyangkal dapat
membuktikan bahwa bagian tertentu dari akta telah diganti atau
bahwa hal tersebut bukanlah yang disetujui oleh para pihak.
4
Salim HS, 2006, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika,
hlm. 43
5
Ibid, hlm. 43
4
Akta autentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua belah
pihak, ahli warisnya atau atau orang-orang yang mendapatkan hak dari padanya.
Dengan kata lain, isi akta otentik dianggap benar, selama ketidak benarannya
tidak dapat dibuktikan. Akta autentik mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan
pembuktian, yaitu:6
1.
Kekuatan pembuktian formil Membuktikan kepastian bahwa
sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul
dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang
menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan
prosedur yang ditentukan dalam pembuatan akta.
2.
Kekuatan pembuktian materil membuktikan antara para pihak,
bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta telah terjadi.
3.
Kekuatan mengikat membuktikan antara para pihak dan pihak
ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan
telah menghadap dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta
tersebut.
Apabila ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata: “Suatu akta otentik ialah
suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta dibuat”, tidak
dipenuhi maka akta tersebut hanya berkedudukan sebagai akta dibawah tangan
sepanjang akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Seperti ditentukan dalam
Pasal 1869 KUH Perdata: “Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak
6
Habieb Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,
Bandung, Rafika Aditama, hlm. 72
5
cakapnya pegawai dimaksud diatas, atau karena suatu cacat di dalam bentuknya
tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai
kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.”
Berdasarkan Pasal 1874 KUH Perdata bahwa “Tulisan-tulisan dibawah
tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat,
register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat
tanpa perantaraan seorang pegawai umum”.
Akta di bawah tangan adalah suatu surat yang ditandatangani dan dibuat
dengan maksud untuk ditandatangani dan dibuat dengan maksud untuk dijadikan
bukti dari suatu perbuatan hukum. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan
bukti yang sempurna seperti akta otentik, apabila isi dan tanda tangan dari akta
tersebut diakui oleh orang yang bersangkutan.
Sebagaimana penulis yaitu Abdul Ghofur Anshori terhadap dengan
diambilnya kutipan dari Nico, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:7
1.
Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar.
Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan
permintaan pihak-pihak yang berkenpentingan karena jabatannya.
2.
Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta
yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak
pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan
mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang
7
Nico, 2003, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center For
Documentation and Studies of Business Law, hlm. 260
6
berkepentingan akan keberan isi dan produk akta yang dibuatnya
itu.
3.
Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris
itu mempunyai kekuatan bukti sempurna
Tanggung jawab Notaris selaku Pejabat Umum (openbaar ambtenaar)
yang menjadi tanggung jawab atas perbuatannya yaitu menitik beratkan pada
pekerjaan yang dilakukannya yang membutuhkan keterampilan teknik dan
keahlian khusus di bidang pembuatan akta otentik tersebut secara profesional dan
kebenaran materil atas akta yang dibuatnya. Memiliki kualitas ilmu yang tidak
diragukan dalam melayani klien dan mampu bekerja secara mandiri. Tanggung
jawab hukum, Notaris dalam menjalankan tugas profesinya terikat oleh aturan
hukum yang mengaturnya, dituntut harus mampu menguasai segala aturan hukum
yang berlaku. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang
berhubungan dengan kebenaran materil, penulis yaitu Abdul Ghofur Anshori
terhadap diambilnya kutipan dari Nico, membedakannya menjadi empat (4) poin
yakni:8
a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil
terhadap akta yang dibuatnya;
b. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil
dalam akta yang dibuatnya;
c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris
terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya;
8
Ibid, hlm. 269-270
7
d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan kode etik Notaris.
Ketika aturan hukum dipatuhi, maka risiko bagi Notaris untuk
menghadapi gugatan atau tuntutan hukum sangat kecil. Bentuk tanggung jawab
hukum Notaris adalah tanggung jawab hukum perdata bilamana, Notaris
melakukan kesalahan karena ingkar janji sebagaimana yang telah ditentukan
dalam ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata: “Penggantian biaya, kerugian, an
bunga karena tidak penuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur,
walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampui waktu yang ditentukan”, atau disebut
perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal
1365 KUH Perdata. Terhadap kesalahan tersebut telah menimbulkan kerugian
pihak klien atau pihak lain dan kerugian tersebut memiliki hubungan kausalitas
dengan perbuatan apapun tersebut. Perbuatan melawan hukum memiliki sifat aktif
maupun pasif. Aktif dalam artian melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan
kerugian pada pihak lain, jadi sengaja melakukan gerakan, atau ada suatu niat atau
sikap tidak baik terhadap salah satu pihak, maka dengan demikian perbuatan
melawan hukum merupakan suatu perbuatan aktif. Kecuali perbuatan melawan
hukum itu bersifat pasif dalam artian tidak melakukan suatu perbuatan namun
sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan kewajiban baginya atau dengan tidak
melakukan suatu pebuatan tertentu.
8
Tanggung jawab hukum pidana bilamana Notaris telah melakukan
perbuatan pidana oleh Undang-undang atau suatu aturan hukum. UUJN hanya
mengatur sanksi atas pelangaran yang dilakukan Notaris terhadap UUJN sanksi
tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan
otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan. Terhadap
Notaris sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguran hingga pemberhentian
dengan tidak hormat. Larangan tersebut disertai dengan ancaman atau sanksi yang
berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan pindana
yang dilakukan Notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang
berwenang membuat akta dan tidak dalam konteks individu sebagai warga negara
pada umumnya. Dalam rumusan Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai
tindak pidana yang erat kaitannya dengan profesi Notaris adalah perbuatan pidana
yang berkaitan dengan pemalsuan surat (Pasal 263), rahasia jabatan (Pasal 322
ayat 1), dan pemalsuan yang dilakukan oleh pejabat (Pasal 416). Dengan adanya
perubahan zaman yang semakin kompleks, banyak peraturan yang sudah tidak
bisa diterapkan karena tidak dapat menampung persoalan yang timbul atau karena
sudah tidak ada relevansinya dengan keadaan yang sudah berkembang sehingga
menimbulkan yang namanya suatu pelanggaran jabatan Notaris.
Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subjek
hukum yang melanggar ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan. Notaris
sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban sekaligus sebagai
anggota dari Perkumpulan/organisasi Ikatan Notaris Indonesia memiliki
kewajiban yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari dalam
9
menjalankan tugas jabatannya. Kewajiban dan larangan Notaris diatur dalam
UUJN (Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17) sebagai berikut:
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a.
Bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya
sebagai bagian dari protocol Notaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta;
d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minut Akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undangundang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undnag-undang menentukan
lain;
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah
akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid
menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta,
bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
i. Membuat daftar yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Pusat Daftar Wasiat
pada kementerian yang melenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta Wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada
saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris;
n. Menerima magang calon Notaris.
10
Notaris dilarang:
a.
b.
Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. Merangkap sebagai pegawai negeri;
d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. Merangkap jabatan sebagai advokat;
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta;
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau
Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. Menjadi Notaris pengganti; atau
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan
dan martabat jabatan Notaris.
Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 dapat dikenai sanki berupa:
a.
b.
c.
d.
Peringatan tertulis;
Pemberhentian sementara;
Pemberhentian dengan hormat; atau
Pemberhentian dengan tidak hormat;
Kewenangan Notaris selalu berhubungan dengan masyarakat yang
menggunakan pelayanan hukum atau pun yang berkaitan dengan pembuatan alat
bukti berupa akta autentik. Oleh karena itu, sisi jabatan Notaris merupakan
jabatan kepercayaan dari masyarakat dan demi pelaksanaan tugas jabatannya
diperlukan adanya pengawasan terhadap Notaris. Pengawasan terhadap Notaris
adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Notaris terhadap notaris.9 Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Notaris tidak hanya pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris agar sesuai
dengan ketentuan UUJN, tapi juga pengawasan terhadap tindak-tanduk atau
perilaku kehidupan Notaris yang dapat mencederai keluhuran martabat jabatan
9
Habib Ajie, Op cit, hlm. 144
11
Notaris. Pengawasan Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (5) ) UUJN memiliki
lingkup pengawasan yang luas, pengawasan terhadap Notaris dengan ukuran yang
pasti ada pada UUJN, pengawan bertujuan agar semua ketentuan UUJN yang
mengatur pelaksanaan tugas jabatan Notaris dipatuhi oleh Notaris dan jka terjadi
pelanggaran, maka Majelis Pengawas dapat menjatuhkan sanksi pada Notaris
yang bersangkutan.10
lahirnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 berdasarkan Pasal 67
segi pengawasan Notaris dilakukan oleh menteri yang mendelagasikan pelaksanan
pengawasannya dengan membentuk Majelis Pangawas Notaris yang berada di
daerah (MPD), di wilayah (MPW) di pusat (MPP) masing-masing majelis
pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, dengan komposisi; 3 (tiga) wakil dari
pemerintah yang benaung di bawah Kemenkumham, 3 (tiga) dari akademisi dan 3
(tiga) dari organisasi Notaris. Sedangkan pengawasan sebelum lahirnya UUJN
oleh pengadilan, menurut Pasal 32 dari Undang-undang Nomor 13 tahun 1965,
L.N.1965 Nomor 70 (Undang-undang tentang Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum dan Mahkamah Agung),11 Ketua Pengadilan Negeri mengawasi
pekerjaan Notaris di dalam daerah hukumnya. Pengawasan tertinggi atas Notaris
dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi melakukan pengawasan
terhadap para Notaris sebagaimana dalam Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris
Jika seorang Notaris yang diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran
maka dilakukan sanksi penindakan. Untuk itu Notaris yang bersangkutan
dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang
10
11
Habib Ajie, Ibid, hlm. 144
G.H.S. Lumban Tobing, 1996, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 300
12
dilakukannya. Penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran Undang-undang Jabatan
Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang telah mengalami perubahan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 terdapat pada Pasal 84 dan Pasal 85. Pasal 84 menjelaskan
yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Maksud dari penjelasan Pasal 84 yaitu
mengatur tentang secara teknis atau proses terbentuknya suatu perjanjian yang
telah disepakatin dan terbentuk suatu akta apabila akta tersebut ditandatangani
oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuai apabila ada penghadap yang
tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya, sehingga
akta tersebut tidak dikatakan akta di bawah tangan atau akta tersebut menjadi
batal demi hukum. Bagian kedua sanksi administratif, sanksi administratif
dijatuhkan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran pasal-pasal yang
terdapat di dalam Pasal 85 dengan sanksi berupa; teguran lisan, teguran tertulis,
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian
dengan tidak hormat. Proses pengawasan oleh majelis pengawas di atas berkaitan
dengan penjatuhan sanksi-sanksi yang bersifat internal, seperti penjatuhan sanksi
administratif dalam Pasal 85 UUJN berlaku secara berjenjang mulai dari teguran
lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat yang diusulkan oleh Majelis
Pengawas Pusat kepada Menteri.12
12
Habib Adjie, Op cit, hlm. 133
13
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan
suatu penelitian yang berjudul “Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85 Undangundang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30
Taahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Sleman”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat
mengambil rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, diantaranya:
1.
Bagaimana Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang Nomor
2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Sleman?
2.
Tindakan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal
menindaklanjuti keputusan sanksi yang tidak dilaksanakan oleh
Notaris?
C.
Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan dan penelusuran kepustakaan yang telah penulis
lakukan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tidak
ditemukan adanya karya tulis apapun yang meneliti tentang Implementasi Pasal
84 dan Pasal 85 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Di Kabupaten
Sleman.
14
Adapun karya tulis yang terkait dengan ruang lingkup atau tema
penelitian yang akan penulis lakukan ini adalah, sebagai berikut :
1.
Andiko
Trio
Administratif
Aji,
13838/PS/MK/04,
yang
berjudul
Sanksi
Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran
Jabatan Dan Notaris Yang Melakukan Tindak Pidana Yang
Putusannya Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Di Kabupaten
Bantul, dengan rumusan masalah:13
a. Bagaimanakah
pelaksanaan
pemberian
sanksi
administratif
terhadap notaris yang melakukan pelanggaran Pasal 16 ayat (1)
huruf a UUJN di Kabupaten Bantul?
b. Bagaimanakah
pelaksanaan pemberian sanksi terhadap notaris
yang melakukan tindak pidana periode tahun 2007-2009 yang
putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap di Kabupaten
Bantul?
Tesis tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian
sanksi administratif terhadap notaris yang melakukan pelanggaran
Pasal 16 ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan sanksi.
2.
Triyoga, 13838/PS/MK/04, yang berjudul Peranan Majelis Pengawas
Notaris Wilayah Provinsi Jambi Dalam Melakukan Pengawasan
13
Andiko Trio Aji, 2012, “Sanksi Administratif Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran
Jabatan Dan Notari Yang Melakukan Tindak Pidanan Yang Putusannya Telah Memperoleh
Kekuatan Hukum Tetap Di Kabupaten Bantul”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada.
15
Terhadap Para Notaris Yang Berkedudukan di Kabupaten Bungo,
dengan rumusan masalah:14
a. Bagaimanakah bentuk pengawasan dan pembinaan yang dilakukan
oleh Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Jambi terhadap para
notaris yang berkeduduk di Kabupaten bungo?
b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam melakukan
pengawasan
dan
pembinaan
terhadap
para
notaris
yang
berkedudukan di Kabupaten Bungo?
Tesis tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui apakah di
Kabupaten Bungo para notaris tersebut melakukan pelanggaran di
karenakan di Kabupaten Bungo belum terbentuk pembinaan dan
Pengawasaan oleh Majelis Pangawas Daerah dan penelitian ini
menitik beratkan apakah pengawasan di Kabupaten Bungo sesuai
dengan ketentuan Pengawasan Notaris dalam peraturan UUJN.
3.
Yussie Elfirawati, 11465/PS/MK/03, yang berjudul Penerapan Sanksi
Perdata Dan Sanksi Administratif Terkait Pembuatan Akta Sebagai
Uapaya Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Sleman Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan rumusan masalah:15
a.
Bagaimana peranan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman
dan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Daerah Istimewa
14
Triyoga Arung Raya, 2012, “Peranan Majelis Pengawas Notaris Wilayah Provinsi Jambi Dalam
Meakukan Pengawasan Terhadap Para Notaris Yang Berkedudukan Di Kabupaten Bungo”,
Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
15
Yussie Elfirawati, 2012, “Penerapan Sanksi Perdata Dan Sanksi Administratif Terkait
Pembuatan Akta Sebagai Upaya Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Sleman Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
16
Yogyakarta dalam melaksanakan pengawasan terhadap Notaris di
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?
b.
Bagaimana Penerapan sanksi perdata dan sanksi administratif
terkait denngan pembuatan akta sebagai paya penegakan Kode
Etik Notaris di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta?
c.
Upaya hukum apa yang dilakukan oleh Notaris yang jatuhi sanksi
perdata dan sanksi administratif?
Tesis tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui peranan Majelis
Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dan Majelis Pengawas Wilayah
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
dalam
melaksanakan
pengawasan terhadap notaris, serta mengetahui penerapan sanksi
perdata dan sanksi administratif terkait dengan pembuatan akta
sebagai upaya hukum yang dilakukan notaris Kabupaten Sleman.
D.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memiliki tujuan antara lain :
1.
Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85
Undang-undang Nomo 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di
Kabupaten Sleman.
17
2.
Memperoleh pengetahuan mengenai tindakan yang dilakukan oleh
Majelis Pengawas Notaris dalam menindaklanjutin keputusan sanksi
yang tidak dilaksanakan oleh Notaris.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan dua manfaat,
yaitu :
1.
Manfaat Untuk Ilmu Pengetahuan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan
hukum pada khususnya terutama bagi perkembangan ilmu hukum
Kenotariatan terutama yang berkaitan dengan penerapan sanksi Notaris.
2.
Sebagai bahan masukan bagi praktisi hukum, Majelis Pengawas Notaris
dan Organisasi Ikatan Notaris Indonesia dalam melakukan pengawasan,
pemeriksaan dan pembinaan di bidang kenotariatan.
Download