1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 pasal 1 ayat (1) setelah dilakukannya perubahan Undangundang baru yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Landasan filosofis dibentuknya undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan melalui akta yang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa Notaris.1 Artinya Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau perbuatan hukum itu dilakukan. Pengertian pejabat umum dijelaskan oleh Pasal 1 ayat (1) Undangundang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah Notaris sebagai satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta 1 Habieb Adjie, 2009, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 14 1 2 autentik tersebut tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Pembuatan akta autentik ada yang diharuskan peraturan perundang-udangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan umum. Pengertian berwenang meliputi: berwenang terhadap orangnya, yaitu untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh orang yang berkepentingan. Berwenang terhadap aktanya, yaitu yang berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan Undang-undang atau yang dikehendaki yang bersangkutan. Berwenang terhadap waktunya dan berwenang terhadap tempatnya, yaitu sesuai dengan kedudukan dan wilayah jabatan Notaris dan Notaris menjamin kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta2. Selain memenuhi syarat yang telah ditentukan Undang-undang agar suatu akta menjadi autentik, seorang Notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib yaitu melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan.3 Profesi Notaris sangatlah penting, karena sifat dan hakikat dari pekerjaan Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak, dan kewajiban para pihak yang terlibat. Dalam pembuatan akta Notaris harus memuat keinginan atau kehendak para pihak yang dituangkan kedalam isi perjanjian (akta) tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014: “Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan 2 Ibid, hlm. 14. Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm. 166 3 3 penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang“. Akta tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:4 1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu; 2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak; 3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak. Berdasarkan hal tersebut maka apabila terjadi sengketa dimana salah satu pihak mengajukan akta autentik sebagai bukti di Pengadilan, maka:5 Pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta autentik, kecuali jika pihak yang menyangkal dapat membuktikan bahwa bagian tertentu dari akta telah diganti atau bahwa hal tersebut bukanlah yang disetujui oleh para pihak. 4 Salim HS, 2006, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 43 5 Ibid, hlm. 43 4 Akta autentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya atau atau orang-orang yang mendapatkan hak dari padanya. Dengan kata lain, isi akta otentik dianggap benar, selama ketidak benarannya tidak dapat dibuktikan. Akta autentik mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian, yaitu:6 1. Kekuatan pembuktian formil Membuktikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuatan akta. 2. Kekuatan pembuktian materil membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta telah terjadi. 3. Kekuatan mengikat membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Apabila ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta dibuat”, tidak dipenuhi maka akta tersebut hanya berkedudukan sebagai akta dibawah tangan sepanjang akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Seperti ditentukan dalam Pasal 1869 KUH Perdata: “Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak 6 Habieb Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, Bandung, Rafika Aditama, hlm. 72 5 cakapnya pegawai dimaksud diatas, atau karena suatu cacat di dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.” Berdasarkan Pasal 1874 KUH Perdata bahwa “Tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum”. Akta di bawah tangan adalah suatu surat yang ditandatangani dan dibuat dengan maksud untuk ditandatangani dan dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan bukti yang sempurna seperti akta otentik, apabila isi dan tanda tangan dari akta tersebut diakui oleh orang yang bersangkutan. Sebagaimana penulis yaitu Abdul Ghofur Anshori terhadap dengan diambilnya kutipan dari Nico, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:7 1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak yang berkenpentingan karena jabatannya. 2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang 7 Nico, 2003, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center For Documentation and Studies of Business Law, hlm. 260 6 berkepentingan akan keberan isi dan produk akta yang dibuatnya itu. 3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna Tanggung jawab Notaris selaku Pejabat Umum (openbaar ambtenaar) yang menjadi tanggung jawab atas perbuatannya yaitu menitik beratkan pada pekerjaan yang dilakukannya yang membutuhkan keterampilan teknik dan keahlian khusus di bidang pembuatan akta otentik tersebut secara profesional dan kebenaran materil atas akta yang dibuatnya. Memiliki kualitas ilmu yang tidak diragukan dalam melayani klien dan mampu bekerja secara mandiri. Tanggung jawab hukum, Notaris dalam menjalankan tugas profesinya terikat oleh aturan hukum yang mengaturnya, dituntut harus mampu menguasai segala aturan hukum yang berlaku. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materil, penulis yaitu Abdul Ghofur Anshori terhadap diambilnya kutipan dari Nico, membedakannya menjadi empat (4) poin yakni:8 a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuatnya; b. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya; c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya; 8 Ibid, hlm. 269-270 7 d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik Notaris. Ketika aturan hukum dipatuhi, maka risiko bagi Notaris untuk menghadapi gugatan atau tuntutan hukum sangat kecil. Bentuk tanggung jawab hukum Notaris adalah tanggung jawab hukum perdata bilamana, Notaris melakukan kesalahan karena ingkar janji sebagaimana yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 1243 KUH Perdata: “Penggantian biaya, kerugian, an bunga karena tidak penuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampui waktu yang ditentukan”, atau disebut perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Terhadap kesalahan tersebut telah menimbulkan kerugian pihak klien atau pihak lain dan kerugian tersebut memiliki hubungan kausalitas dengan perbuatan apapun tersebut. Perbuatan melawan hukum memiliki sifat aktif maupun pasif. Aktif dalam artian melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, jadi sengaja melakukan gerakan, atau ada suatu niat atau sikap tidak baik terhadap salah satu pihak, maka dengan demikian perbuatan melawan hukum merupakan suatu perbuatan aktif. Kecuali perbuatan melawan hukum itu bersifat pasif dalam artian tidak melakukan suatu perbuatan namun sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan kewajiban baginya atau dengan tidak melakukan suatu pebuatan tertentu. 8 Tanggung jawab hukum pidana bilamana Notaris telah melakukan perbuatan pidana oleh Undang-undang atau suatu aturan hukum. UUJN hanya mengatur sanksi atas pelangaran yang dilakukan Notaris terhadap UUJN sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan. Terhadap Notaris sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguran hingga pemberhentian dengan tidak hormat. Larangan tersebut disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan pindana yang dilakukan Notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta dan tidak dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya. Dalam rumusan Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai tindak pidana yang erat kaitannya dengan profesi Notaris adalah perbuatan pidana yang berkaitan dengan pemalsuan surat (Pasal 263), rahasia jabatan (Pasal 322 ayat 1), dan pemalsuan yang dilakukan oleh pejabat (Pasal 416). Dengan adanya perubahan zaman yang semakin kompleks, banyak peraturan yang sudah tidak bisa diterapkan karena tidak dapat menampung persoalan yang timbul atau karena sudah tidak ada relevansinya dengan keadaan yang sudah berkembang sehingga menimbulkan yang namanya suatu pelanggaran jabatan Notaris. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum yang melanggar ketentuan atau peraturan yang telah ditetapkan. Notaris sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban sekaligus sebagai anggota dari Perkumpulan/organisasi Ikatan Notaris Indonesia memiliki kewajiban yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari dalam 9 menjalankan tugas jabatannya. Kewajiban dan larangan Notaris diatur dalam UUJN (Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17) sebagai berikut: (1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: a. Bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan yang terkait dalam perbuatan hukum; b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protocol Notaris; c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minut Akta; e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undangundang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undnag-undang menentukan lain; g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i. Membuat daftar yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Pusat Daftar Wasiat pada kementerian yang melenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta Wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris; n. Menerima magang calon Notaris. 10 Notaris dilarang: a. b. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c. Merangkap sebagai pegawai negeri; d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. Merangkap jabatan sebagai advokat; f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta; g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; h. Menjadi Notaris pengganti; atau i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 dapat dikenai sanki berupa: a. b. c. d. Peringatan tertulis; Pemberhentian sementara; Pemberhentian dengan hormat; atau Pemberhentian dengan tidak hormat; Kewenangan Notaris selalu berhubungan dengan masyarakat yang menggunakan pelayanan hukum atau pun yang berkaitan dengan pembuatan alat bukti berupa akta autentik. Oleh karena itu, sisi jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan dari masyarakat dan demi pelaksanaan tugas jabatannya diperlukan adanya pengawasan terhadap Notaris. Pengawasan terhadap Notaris adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap notaris.9 Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris tidak hanya pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris agar sesuai dengan ketentuan UUJN, tapi juga pengawasan terhadap tindak-tanduk atau perilaku kehidupan Notaris yang dapat mencederai keluhuran martabat jabatan 9 Habib Ajie, Op cit, hlm. 144 11 Notaris. Pengawasan Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (5) ) UUJN memiliki lingkup pengawasan yang luas, pengawasan terhadap Notaris dengan ukuran yang pasti ada pada UUJN, pengawan bertujuan agar semua ketentuan UUJN yang mengatur pelaksanaan tugas jabatan Notaris dipatuhi oleh Notaris dan jka terjadi pelanggaran, maka Majelis Pengawas dapat menjatuhkan sanksi pada Notaris yang bersangkutan.10 lahirnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 berdasarkan Pasal 67 segi pengawasan Notaris dilakukan oleh menteri yang mendelagasikan pelaksanan pengawasannya dengan membentuk Majelis Pangawas Notaris yang berada di daerah (MPD), di wilayah (MPW) di pusat (MPP) masing-masing majelis pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, dengan komposisi; 3 (tiga) wakil dari pemerintah yang benaung di bawah Kemenkumham, 3 (tiga) dari akademisi dan 3 (tiga) dari organisasi Notaris. Sedangkan pengawasan sebelum lahirnya UUJN oleh pengadilan, menurut Pasal 32 dari Undang-undang Nomor 13 tahun 1965, L.N.1965 Nomor 70 (Undang-undang tentang Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung),11 Ketua Pengadilan Negeri mengawasi pekerjaan Notaris di dalam daerah hukumnya. Pengawasan tertinggi atas Notaris dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi melakukan pengawasan terhadap para Notaris sebagaimana dalam Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris Jika seorang Notaris yang diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran maka dilakukan sanksi penindakan. Untuk itu Notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang 10 11 Habib Ajie, Ibid, hlm. 144 G.H.S. Lumban Tobing, 1996, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 300 12 dilakukannya. Penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang telah mengalami perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 terdapat pada Pasal 84 dan Pasal 85. Pasal 84 menjelaskan yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Maksud dari penjelasan Pasal 84 yaitu mengatur tentang secara teknis atau proses terbentuknya suatu perjanjian yang telah disepakatin dan terbentuk suatu akta apabila akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuai apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya, sehingga akta tersebut tidak dikatakan akta di bawah tangan atau akta tersebut menjadi batal demi hukum. Bagian kedua sanksi administratif, sanksi administratif dijatuhkan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran pasal-pasal yang terdapat di dalam Pasal 85 dengan sanksi berupa; teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat. Proses pengawasan oleh majelis pengawas di atas berkaitan dengan penjatuhan sanksi-sanksi yang bersifat internal, seperti penjatuhan sanksi administratif dalam Pasal 85 UUJN berlaku secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat yang diusulkan oleh Majelis Pengawas Pusat kepada Menteri.12 12 Habib Adjie, Op cit, hlm. 133 13 Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul “Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85 Undangundang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Taahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Sleman”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengambil rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, diantaranya: 1. Bagaimana Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Sleman? 2. Tindakan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal menindaklanjuti keputusan sanksi yang tidak dilaksanakan oleh Notaris? C. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan dan penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tidak ditemukan adanya karya tulis apapun yang meneliti tentang Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman. 14 Adapun karya tulis yang terkait dengan ruang lingkup atau tema penelitian yang akan penulis lakukan ini adalah, sebagai berikut : 1. Andiko Trio Administratif Aji, 13838/PS/MK/04, yang berjudul Sanksi Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Jabatan Dan Notaris Yang Melakukan Tindak Pidana Yang Putusannya Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Di Kabupaten Bantul, dengan rumusan masalah:13 a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian sanksi administratif terhadap notaris yang melakukan pelanggaran Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN di Kabupaten Bantul? b. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian sanksi terhadap notaris yang melakukan tindak pidana periode tahun 2007-2009 yang putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap di Kabupaten Bantul? Tesis tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian sanksi administratif terhadap notaris yang melakukan pelanggaran Pasal 16 ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan sanksi. 2. Triyoga, 13838/PS/MK/04, yang berjudul Peranan Majelis Pengawas Notaris Wilayah Provinsi Jambi Dalam Melakukan Pengawasan 13 Andiko Trio Aji, 2012, “Sanksi Administratif Terhadap Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Jabatan Dan Notari Yang Melakukan Tindak Pidanan Yang Putusannya Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Di Kabupaten Bantul”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. 15 Terhadap Para Notaris Yang Berkedudukan di Kabupaten Bungo, dengan rumusan masalah:14 a. Bagaimanakah bentuk pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Jambi terhadap para notaris yang berkeduduk di Kabupaten bungo? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para notaris yang berkedudukan di Kabupaten Bungo? Tesis tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui apakah di Kabupaten Bungo para notaris tersebut melakukan pelanggaran di karenakan di Kabupaten Bungo belum terbentuk pembinaan dan Pengawasaan oleh Majelis Pangawas Daerah dan penelitian ini menitik beratkan apakah pengawasan di Kabupaten Bungo sesuai dengan ketentuan Pengawasan Notaris dalam peraturan UUJN. 3. Yussie Elfirawati, 11465/PS/MK/03, yang berjudul Penerapan Sanksi Perdata Dan Sanksi Administratif Terkait Pembuatan Akta Sebagai Uapaya Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan rumusan masalah:15 a. Bagaimana peranan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Daerah Istimewa 14 Triyoga Arung Raya, 2012, “Peranan Majelis Pengawas Notaris Wilayah Provinsi Jambi Dalam Meakukan Pengawasan Terhadap Para Notaris Yang Berkedudukan Di Kabupaten Bungo”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. 15 Yussie Elfirawati, 2012, “Penerapan Sanksi Perdata Dan Sanksi Administratif Terkait Pembuatan Akta Sebagai Upaya Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. 16 Yogyakarta dalam melaksanakan pengawasan terhadap Notaris di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? b. Bagaimana Penerapan sanksi perdata dan sanksi administratif terkait denngan pembuatan akta sebagai paya penegakan Kode Etik Notaris di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? c. Upaya hukum apa yang dilakukan oleh Notaris yang jatuhi sanksi perdata dan sanksi administratif? Tesis tersebut di atas bertujuan untuk mengetahui peranan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dan Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melaksanakan pengawasan terhadap notaris, serta mengetahui penerapan sanksi perdata dan sanksi administratif terkait dengan pembuatan akta sebagai upaya hukum yang dilakukan notaris Kabupaten Sleman. D. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis memiliki tujuan antara lain : 1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-undang Nomo 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Sleman. 17 2. Memperoleh pengetahuan mengenai tindakan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam menindaklanjutin keputusan sanksi yang tidak dilaksanakan oleh Notaris. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu : 1. Manfaat Untuk Ilmu Pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum pada khususnya terutama bagi perkembangan ilmu hukum Kenotariatan terutama yang berkaitan dengan penerapan sanksi Notaris. 2. Sebagai bahan masukan bagi praktisi hukum, Majelis Pengawas Notaris dan Organisasi Ikatan Notaris Indonesia dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan dan pembinaan di bidang kenotariatan.