BAB I - PPID Kota Bandung

advertisement
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
BAB III
ISU STRATEGIS BERDASARKAN
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
A.
Identifikasi
Permasalahan
Berdasarkan
Tugas
Pokok
dan
Fungsi Pelayanan BPLH Kota Bandung
T
ugas pokok Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota
Bandung yaitu melaksanakan sebagian kewenangan daerah
Bidang
menyelenggarakan
Pengelolaan
tugas
Lingkungan
pokok
tersebut,
BPLH
Hidup.
Untuk
Kota
Bandung
mempunyai fungsi :
1.
Perumusan kebijakan teknis lingkup perencanaan, pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan air
tanah dan energi, serta rehabilitasi lingkungan hidup.
Permasalahan yang mengemuka berkaitan dengan tugas pokok
dan fungsi ini antara lain :
a. Masih adanya kebijakan lingkup bidang lingkungan hidup
yang belum disusun diantaranya berkaitan dengan Perwal dari
Perda yang telah ditetapkan.
b. Masih adanya kebijakan lingkup bidang lingkungan hidup
yang perlu dilakukan perbaikan karena sudah tidak sesuai
dengan kondisi daerah.
2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah
lingkup perencanaan lingkungan hidup, pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan air tanah dan
energi, serta rehabilitasi lingkungan hidup.
Permasalahan pokok yang berkaitan dengan tugas pokok dan
fungsi ini antara lain :
a. Keterbatasan
alokasi
anggaran
urusan
wajib
bidang
lingkungan hidup khususnya untuk BPLH Kota Bandung.
b. Lemahnya
sinkronisasi
koordinasi
lintas
implementasi
sektoral
program
dalam
kerangka
pembangunan
yang
bersifat lintas sektoral.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
19
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
c. Kurangnya
partisipasi
masyarakat,
pelaku
usaha
dan
stakeholder lainnya dalam upaya pencegahan pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup, dan rehabilitasi lingkungan
hidup yang telah mengalami pencemaran dan kerusakan.
3. Pembinaan dan pelaksanaan lingkup perencanaan lingkungan
hidup, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup, pengelolaan air tanah dan energi, serta rehabilitasi
lingkungan hidup;
Permasalahan yang sering timbul kepermukaan berkaitan dengan
tugas pokok dan fungsi ini antara lain :
a. Masyarakat dan pelaku usaha kurang memperhatikan atau
mengacuhkan
peraturan
perundang-undangan
terkait
pengelolaan lingkungan hidup.
b. Adanya dampak pencemaran lingkungan hidup ikutan karena
Kondisi geografis Kota Bandung yang dikelilingi pemerintah
daerah lainnya seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan
Kabupaten Bandung Barat.
c. Keterbatasan jumlah sumber daya baik sumber daya aparatur
maupun sarana dan prasarana dalam rangka pelaksanaan
tupoksi.
d. Penghargaan
punishment)
dan
bagi
pemberian
aparatur
dan
hukuman
pemangku
(reward
and
kepentingan
lingkungan hidup belum memadai.
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya
Tidak terdapat permasalahan yang mengemuka berkaitan dengan
tugas pokok dan fungsi ini.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
20
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel III A. 1-1
Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi BPLH Kota Bandung
Provinsi Jawa Barat
Aspek Kajian
Capaian/Kondisi Saat ini
Standar yang Digunakan
Perumusan kebijakan teknis  Adanya Peraturan Daerah
lingkup perencanaan, pengen
(Perda)
yang
berkaitan
dalian
pencemaran
dan
dengan urusan wajib Bidang
kerusakan lingkungan hidup,
Lingkungan
Hidup
(LH)
pengelolaan air tanah dan
belum diterbitkan Peraturan
energi, serta rehabilitasi LH.
Walikotanya (Perwal).
 Adanya Perda yang perlu  Perubahan
dilakukan perbaikan/revisi
pemerintah
karena sudah tidak sesuai
dengan kondisi daerah saat
ini.
Faktor yang Mempengaruhi
Internal
Eksternal
Permasalahan Pelayanan
 Kemampuan SDM dalam  Politik
anggaran
atas  Kegiatan pelayanan yang berkaitan
memahami dan menter
urusan wajib Bidang LH
dengan
Perda
tersebut
tdk
dpt
jemahkan peraturan per
masih
kurang
men
diselengga rakan apabila Perwalnya
undang-undangan masih
dukung.
belum diterbitkan sehingga dapat
kurang memadai.
dipastikan
akan
mem
pengaruhi
tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD
peraturan
 Kegiatan pelayanan terkait Perda yg
sudah tidak sesuai kondisi daerah saat
ini menjadi tidak optimal jika Perda
tersebut
belum
direvisi
sehingga
dikhawatir kan akan mempengaruhi
tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD
Pemberian dukungan atas penye  Alokasi anggaran urusan  Kebutuhan anggaran BPLH  Kemampuan perencana  Politik
anggaran
atas  Terdapat beberapa kegiatan pelaynan
lenggaraan pemerintah daerah
wajib Bidang Lingkungan
sebagaimana
tercantum
an anggaran dan kinerja
urusan wajib Bidang LH
yg membutuhkan dana relatif besar
lingkup
perencanaan
LH,
Hidup
khususnya
yang
Renstra 2009-2013.
para pelaksana kegiatan
masih kurang mendukung.
karena sifat dan target kinerjanya
pengendalian pencemaran dan
menjadi kewenangan BPLH
masih kurang.
sehingga apabila tidak mendapatkan
 Komitmen SKPD terkait
kerusakan LH, pengelolaan air masih kurang optimal.
alokasi dana sesuai kebutuhan maka
 Kemampuan koordinasi
terhadap urusan wajib
tanah & energi serta rehabilitasi
dikhawatirkan akan mem pengaruhi
para pelaksana kegiatan
Bidang LH masih lemah
LH.
tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD.
masih kurang.
 Komitmen
masyarakat,
pelaku usaha & stake  Terdapat beberapa kegiatan pelayanan
 Lemahnya koordinasi lintas  Target kinerja program
holder LH lainnya thd
sektoral dalam kerangka
lintas
sektoral
dalam
yang membutuhkan koordinasi antar
permasalahan LH masih
sinkronisasi
implementasi
RPJMD Pemerintah Kota
sektor yang lebih solid dan intens
rendah.
program pembangunan yang
Bandung 2009-2013
sehingga
jika tidak dipenuhi maka
bersifat lintas sektoral.
dikhawatirkan akan mempengaruhi tkt
.
capaian SPM/Rensra/ RPJMD.
 Kurangnya partisipasi dari  Tingkat pencemaran ter
masyarakat, pelaku usaha
hadap lingkungan hidup
dan stakeholder lingkungan
Kota Bandung cenderung
hidup lainnya dalam upaya
meningkat yg disebabkan
kelalaian
masyarakat,
pencegahan pencemaran &
pelaku
usaha
dan
perusakan
LH,
dan
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan
yg membutuhkan partisipasi relatif
tinggi dari masyarakat, pelaku usaha &
stakeholder lainnya sehing ga jika
terjadi kekurangan dikhawatirkan akan
mem pengaruhi tingkat capaian atas
21
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Aspek Kajian
Capaian/Kondisi Saat ini
Standar yang Digunakan
rehabilitasi LH yang telah
mengalami pencemaran dan
kerusakan.
stakeholder
lingkungan
hidup lainnya.
Faktor yang Mempengaruhi
Internal
Eksternal
Permasalahan Pelayanan
SPM/Renstra/RPJMD.
Pembinaan dan pelaksanaan  Masyarakat & pelaku usaha  Kondisi kualitas LH Kota  Mekanisme pengelolaan  Komitmen masyarakat &  Terdapat beberapa kegiatan pelayanan
lingkup
perencanaan
kurang memperhatikan atau
Bandung yang cenderung
LH yang baik masih
pelaku usaha terhadap
yg membutuhkan ketaatan masyarakat
lingkungan hidup, pengendalian
mengacuhkan peraturan per
menurun
salah
satu belum diterapkan secara
upaya pencegahan dan
dan pelaku usaha terhadap peraturan
pencemaran dan kerusakan
undang-undangan
terkait
sebabnya yaitu kurangnya
menyeluruh.
rehabilitasi
LH
masih
mengenai pengelolaan LH sehingga jika
lingkungan hidup, pengelolaan
pengelolaan LH
ketaatan
terhadap
per  Sumber daya (aparatur
rendah.
terjadi
kurangnya
ketaatan
di
air tanah dan energi, serta
aturan perundang-undang
khawatirkan mempengaruhi tingkat
dan
sarana/prasarana
rehabilitasi lingkungan hidup.
an mengenai LH.
capai an SPM/Renstra/RPJMD
belum
dimanfaatkan
secara
optimal.
 Adanya dampak pencema  Kondisi kualitas LH yang
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan
ran LH ikutan pada sungaiberada di hilir lebih baik  Komitmen atas pemberi
yg berkaitan dgn pengelolaan air sungai
an
penghargaan
dan
sungai di Kota Bandung
dibandingkan dengan yang
terkena dampak pencemaran ikutan
hukuman kpd aparatur
karena kondisi geografis
berada di hulu.
yang lebih besar jika tdk ditangani
belum memadai.
yang berbatasan langsung
bersama-sama dgn Pemda lainnya
dengan Pemerintah Daerah
sehingga mempengaruhi tingkat capai
(Pemda) lainnya seperti Kab.
an SPM/Renstra/RPJMD
Bandung, Kota Cimahi dan
Kab. Bandung Barat.
Renstra
 Ketersediaan sumber daya  Kebutuhan SDM & sarana
(aparatur,
sarana
dan
dan
prasarana
dalam
prasarana) dalam rangka
dokumen
anggaran
pelaksanaan
tupoksi
tahunan.
terbatas
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan
yg membutuhkan ketersediaan sumber
daya yang cukup sehingga apabila
tidak dipenuhi
dikhawatirkan akan
mempengaruhi tingkat capaian atas
SPM/Renstra/ RPJMD
 Penghargaan dan pemberian  Renstra
hukuman bagi aparatur dan
Bandung
pemangku kepentingan LH
2018
belum memadai
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan
yg membutuhkan penghargaan dan
pemberian hukuman yang memadai
bagi aparatur & pemangku kepentingan
LH lainnya sehingga jika tidak dipenuhi
dikhawatirkan akan mem pengaruhi
tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD
BPLH
Tahun
Kota
2013-
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
22
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
B.
TELAAHAN VISI, MISI DAN PROGRAM KEPALA DAERAH DAN
WAKIL KEPALA DAERAH
R
encana Strategis BPLH Kota Bandung 2013-2018 ini sangat
terkait dengan Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah khususnya Misi Pertama yaitu
mewujudkan Bandung Nyaman melalui perencanaan tata ruang,
pembangunan infrastruktur serta pengendalian pemanfaatan ruang
yang berkualitas dan berwawasan lingkungan dalam rangka mencapai
Visi “Kota Bandung Yang Nyaman”. Misi ini akan diimplementasikan
beberapa SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bandung termasuk oleh
BPLH Kota Bandung.
Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada misi pertama
yang menjadi tanggung jawab BPLH Kota Bandung berada dalam
lingkup sasaran “Meningkatnya Kualitas Lingkungan Hidup” terdiri
dari :
1. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam
2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam
3. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
4. Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Hidup
5. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air
Limbah
6. Program Peningkatan Pengendalian Polusi Udara
7. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup
8. Program
Pembinaan
dan
Pengembangan
Bidang
Energi
dan
Ketenagalistrikan
9. Program Pengelolaan Bidang Air Tanah
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
23
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel III B.1-1
Faktor Penghambat dan Pendorong Pelayanan BPLH Kota Bandung
Terhadap Pencapaian Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Visi : Mewujudkan Kota Bandung yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera
No.
Misi dan Program KDH dan Wakil KDH
Terpilih
Permasalahan Pelayanan SKPD
(1)
(2)
(3)
1.
Faktor
Penghambat
Pendorong
(4)
(5)
Misi 1 :
 Terdapat kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan  Perilaku sebagian masyarakat dan  Kuatnya komitmen pimpinan terhadap
pelaku usaha sumber pencemar
permasalahan LH Kota Bandung.
Mewujudkan Bandung Nyaman melalui Perda yg belum diterbitkan Perwalnya.
kurang
memiliki
kepedulian
perencanaan tata ruang, pembangunan  Terdapat kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan
Kondisi tersebut merupakan faktor
terhadap lingkungannya.
infrastruktur
serta
pengendalian
pendorong
yang
besar
bagi
Perda yang belum dilakukan revisi sesuai kondisi
pemanfaatan ruang yang
berkualitas & daerah saat ini.
Kondisi tersebut merupakan faktor
penyelesaian permasala han pelayanan
berwawasan lingkungan dalam rangka  Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang
penghambat terbesar dalam pelaya
dimasa men datang. Dengan adanya
mencapai
Visi
“Kota
Bandung
Yang
nan BPLH dimasa mendatang. komitmen yang kuat dari pimpinan,
membutuhkan
dana
relatif
besar
belum
Nyaman”.
Beberapa
upaya
perlu
segera
beberapa kegiatan pelayanan yang
mendapatkan alokasi dana yang memadai.
dilakukan sehingga perilaku negatif
membutuhkan masukan yang relatif
Program :
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang tersebut bisa dikurangi bahkan jika besar akan dapat dipenuhi atau
1. Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan membutuhkan koordinasi lintas dan antar sektor bisa dihilangkan.
membutuh
kan
koordinasi
dan
Sumber Daya Alam
kurang optimal dalam pelaksanaannya.
 Kuantitas dan kualitas aparatur kerjasama dengan inter atau lintas
2. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya  Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang masih kurang dalam menyeleng sektor lebih mudah dilaksanakan.
Alam
membutuhkan
partisipasi
relatif
tinggi
dari
 Dukungan dari organisasi masyarakat,
garakan pelayanan prima.
masyarakat, pelaku usaha dan stakeholder lainnya
tokoh masyarakat dan pusat-pusat
3. Pengembangan
Kinerja
Pengelolaan
Kondisi ini juga merupakan faktor
kurang optimal dalam pelaksanaannya.
Persampahan
penghambat dari pelayanan di studi yang bergerak di Bidang LH.

Terdapat
beberapa
kegiatan
pelayanan
yang
Kondisi ini juga merupakan faktor
lingkungan
BPLH.
Dengan
4. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
membutuhkan ketaatan masyarakat dan pelaku
pendorong penyelesaian permasalahan
kurangnya kuantitas dan kualitas
Lingkungan Hidup
usaha thd peraturan kurang optimal dalam
pelayanan yang akan dihadapi BPLH
personil yang menyelenggarakan
5. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air pelaksanaannya.
seperti rendahnya tingkat partisipasi,
pelayanan
dapat
menyebabkan
Minum dan Air Limbah
kurangnya ketaatan thd per aturan
optimalnya
pencapaian
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang kurang
6. Peningkatan Pengendalian Polusi Udara
perundang-undangan, kerjasama dll.
target kinerja dll.
membutuhkan ketersediaan sumber daya yg cukup
belum
optimal
penyediannya.
7. Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi
Sumber Daya Alam & LH
 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang
penghargaan
dan
pemberian
8. Pembinaan dan Pengembangan Bidang membutuhkan
hukuman bagi aparatur dan pemangku kepentingan
Energi dan Ketenagalistrikan
lainnya belum diimplementasikan secara optimal.
9. Pengelolaan Bidang Air Tanah
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
24
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
C. Telaahan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Renstra
BPLH Provinsi Jawa Barat
M
erujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54
Tahun 2010 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah
No. 8 Thn 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan,
pengendalian,
daerah,
dan
bahwa
evaluasi
telaahan
pelaksanaan
Renstra
rencana
dilakukan
pembangunan
terhadap
Renstra
Kementerian Lingkungan Hidup dan Renstra BPLHD Provinsi Jawa
Barat terutama berkaitan dengan capaian kinerja sasaran strategis
sebagaimana tergambarkan dalam indikator kinerja sasarannya.
Kementerian Lingkungan Hidup RI dalam Renstra Tahun 2010-2014
telah menetapkan sasaran umum dan sasaran khusus Pembangunan
Lingkungan Hidup. Sasaran umum yang hendak diwujudkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup RI untuk kurun waktu 2010-2014
yaitu
mewujudkan
perbaikan
fungsi
lingkungan
hidup,
dan
pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan
prinsip pembangunan berkelanjutan, sedangkan sasaran khusus yang
hendak dicapai adalah :
a. Terkendalinya pencemaran dan kerusakan lingkungan sungai,
danau, pesisir dan laut serta air tanah;
b. Terlindunginya kelestarian fungsi lahan, keanekaragaman hayati
dan ekosistem hutan;
c. Membaiknya kualitas udara dan pengelolaan sampah serta limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3);
d. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup terintegrasi
Indikator kinerja atas sasaran-sasaran Kementerian Lingkungan Hidup
RI tersebut meliputi :
 Persentase jumlah sumber air yang dipantau dan diinformasikan
status mutu airnya
 Penurunan beban pencemar
 Penurunan emisi kendaraan bermotor
 Tingkat kualitas udara kota/kab
 Registrasi B3
 Rehabilitasi sumberdaya alam dan pengelolaan kehati
 Inventarisasi kerusakan data kawasan pesisir dan laut
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
25
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
 Pengurangan beban pencemar pada industri kecil
 Jumlah industri telah menerapkan program lingkungan
 Jumlah komisi AMDAL Daerah yang berlisensi
 Jumlah kasus sengketa lingkungan yang terfasilitasi
 Tingkat ketersediaan sarana sistem informasi lingkungan
Sedangkan Renstra BPLHD Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013
memiliki 20 (dua puluh) sasaran strategis dengan 31 (tiga puluh satu)
indikator kinerjanya dengan rincian sebagai berikut :
1. Meningkatnya kualitas status mutu air sungai di 7 DAS
1.1. Kondisi kualitas mutu air sungai di 7 DAS
1.2. DAS yang dipantau dan diinformasikan status mutu airnya
1.3. Peta potensi sumber pencemaran berbasis DAS
1.4. Tim Pemantau Pencemaran Air berbasis masyarakat
1.5. Sumber-sumber pencemaran air yang terpantau
2. Meningkatnya kualitas udara di wilayah perkotaan di Jawa Barat
2.1. Tingkat kualitas udara perkotaan di Jawa Barat
2.2. Sistem pemantauan pencemaran udara di wilayah perkotaan
2.3. Jumlah kendaraan lulus uji emisi
2.4. Jumlah lokasi car free day di wilayah perkotaan
3. Menurunnya luasan lahan yang tercemar limbah padat dan B3
3.1. Tingkat pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3
4. Meningkatnya kinerja laboratorium lingkungan terakreditasi dalam
pengendalian lingkungan
4.1. Jumlah
laboratorium
lingkungan
di
daerah
sudah
praakreditasi
5. Mendorong upaya pelestarian dan pemanfaatan sumerdaya alam
dan keanekaragaman hayati
5.1. Jumlah fasilitasi kegiatan konservasi sumberdaya alam dan
pengelolaan kehati di Jawa Barat
6. Mendorong upaya perlindungan ekosistem pesisir dan laut
6.1. Jumlah
fasilitasi
pelaksanaan
pengelolaan
lingkungan
kawasan pesisir dan laut Jawa Barat
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
26
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
7. Tersedianya
kebijakan
teknis
pengelolaan
pembangunan
berkelanjutan di Jawa Barat sebagai acuan pemberian izin
lingkungan
7.1. Jumlah kajian dan rekomendasi lingkungan hidup strategis
8. Meningkatnya
penerapan
teknologi
tepat
guna
dan
ramah
lingkungan di Jawa Barat
8.1. Tingkat penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan
dalam pengelolaan lingkungan di daerah
9. Tercapainya penerapan program EPCM dan Proper di kalangan
dunia usaha dan industri
9.1. Jumlah personil industri yang bersertifikat EPCM
9.2. Jumlah
industri Jawa Barat yang menerapkan program
lingkungan
10.
Terwujudnya sertifikasi Komisi AMDAL kab/kota se Jawa Barat
10.1. Jumlah Komisi AMDAL Daerah yang berlisensi
11.
Terbitnya rekomendasi AMDAL hasil penilaian Komisi AMDAL
11.1. Jumlah rekomendasi AMDAL yang diterbitkan
12.
Tersedianya instrumen ekonomi lingkungan yang mendukung
keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup
12.1. Jumlah
pedoman
dan
kebijakan
instrumen
ekonomi
lingkungan
13.
Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap
bencana di Jawa Barat
13.1. Frekuensi sosialisasi terkait kebencanaan dan perubahan
iklim
14.
Meningkatnya kemampuan mitigasi bencana dan adaptasi terhadap
dampak perubahan iklim di Jawa Barat
14.1. Jumlah pedoman dan kajian terkait perubahan iklim
14.2. Mainstreaming perubahan iklim dalam Renstra sektor
15.
Meningkatnya kerjasama pengendalian lingkungan hidup melalui
kemitraan dengan seluruh pelaku pengelola lingkungan hidup
15.1. Jumlah kemitraan dengan berbagai stakeholder
15.2. Tingkat kesadaran seluruh stake holders dalam pengelolaan
lingkungan
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
27
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
16.
Tercapainya berbagai upaya terobosan program dalam rangka
peningkatan kepedulian lingkungan
16.1. Jumlah program - program pengelolaan lingkungan di daerah
16.2. Jumlah peraih penghargaan lingkungan
17.
Meningkatnya pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat
mengenai
upaya
penanganan
dan
penyelesaian
sengketa
lingkungan
17.1. Jumlah
pengaduan
masyarakat
terkait
permasalahan
lingkungan
18.
Terfasilitasinya sengketa lingkungan hidup yang terjadi sesuai
dengan kebijakan lingkungan hidup
18.1. Jumlah kasus sengketa lingkungan yang terfasilitasi
19.
Tersedianya data base informasi lingkungan
19.1. Tingkat ketersediaan informasi lingkungan hidup
20.
Mengembangkan sistem balai kliring lingkungan hidup
20.1. Tingkat ketersediaan sistem informasi lingkungan
Perbandingan capaian kinerja Renstra BPLH Provinsi Jawa Barat,
Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH Kota Bandung dapat
digambarkan dalam tabel berikut ini :
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
28
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel III-C.1-1
Komparasi Capaian Sasaran Renstra BPLH Kota Bandung Terhadap Sasaran Renstra BPLHD Provinsi Jawa Barat
dan Kementerian Lingkungan Hidup
No
Indikator Kinerja
Capaian Sasaran Renstra BPLH
Kota Bandung
Capaian Sasaran Renstra BPLH
Provinsi Jawa Barat
Capaian Sasaran Renstra
Kementerian Lingkungan Hidup
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1.
Masyarakat telah dapat melaksanakan
teknis pengelolaan sampah skala rumah
tangga
619 rumah tangga
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Tidak ditargetkan dalam Renstra
2.
Kualitas air sungai memenuhi baku mutu
sesuai SK. Gubernur Jabar No. 39 Th.
2000
Belum ada sungai utama yang kualitas
air sungainya memenuhi baku mutu
Tidak ditargetkan dalam Renstra
3.
Kualitas udara indoor dan roadside
memenuhi baku mutu udara ambient
Kualitas udara pada
94,79% dari baku mutu
4.
Jumlah usaha/kegiatan yang mentaati
persyaratan adm. dan teknis pencegahan
pencemaran air, udara dan tanah
12 pelaku usaha memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis pencegahan
pencemaran air, udara dan tanah
Jumlah pengaduan masyarakat atas
permasalahan lingkungan yang telah di
tangani dan terselesaikan
100% pengaduan masyarakat berkaitan
dengan permasalahan lingkungan telah
ditangani dan dapat diselesaikan
titik
pantau
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Penurunan
pertahun
beban
pencemar
2,5%
 37 peraturan perundangan
 36 kota dievaluasi
 Penurunan beban pencemaran 50
juta ton
Tidak ditargetkan dalam Renstra
 1000 registrasi B3
 Pengurangan 80% beban pencemar
pada industri kecil
5.
100% pengaduan ditangani
 100% pengaduan ditangani
 Terlaksananya kepastian hukum dan
penyelesaian konflik
 250 rang PPLHD dan 500 PPNS
6.
Jumlah sumur resapan dari tahun ke
tahun meningkat
7.
Jumlah pohon pelindung dan pohon
produktif dari tahun ke tahun meningkat
Renstra
38.491 sumur resapan
1.741.518 pohon (pohon
sebanyak 857.371 pohon
pelindung 884.147)
produktif
+ pohon
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Rehabilitasi 500.000 ha pertahun
29
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
No
Indikator Kinerja
Capaian Sasaran Renstra BPLH
Kota Bandung
Capaian Sasaran Renstra BPLH
Provinsi Jawa Barat
Capaian Sasaran Renstra
Kementerian Lingkungan Hidup
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
8.
Jumlah sekolah dengan status Sekolah
Berbudaya Lingkungan (Adiwiyata)
12 sekolah telah ditetapkan sebagai
sekolah Adiwiyata
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Tidak ditargetkan dalam Renstra
9.
Status
Lingkungan
Hidup
terinformasikan ke publik
2 media yakni media internet dan buku
status lingkungan hidup
Tidak ditargetkan dalam Renstra
Tersedianya data dan informasi Sumber
Daya Alam dan Lingkungan hidup
Penurunan emisi kendaraan bermotor
Daerah
10.
Jumlah kendaraan bermotor yang
dilakukan pengujian emisi
92,87% kendaraan bermotor yang
dilakukan pengujian memenuhi emisi
bersih kendaraan
Tidak ditargetkan dalam Renstra
11.
Persentase jumlah sumber air yang
dipantau dan diinformasikan status mutu
airnya
16 Sungai utama (indikator ini tidak
ditetapkan
untuk
dicapai
tetapi
dilakukan
pemantauan
dan
terinformasikan status mutunya)
7 DAS status mutu airnya cemar sedang
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
 70% terpantau
 13 DAS prioritas di 119 kota/kab
30
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
D. Telaahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Bandung
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama
lindung atau budidaya. Telaahan rencana tata ruang wilayah ditujukan untuk mengidentifikasi implikasi rencana struktur dan
pola ruang terhadap kebutuhan pelayanan SKPD. Berikut ini hasil telaahan RTRW dan KLHS Kota Bandung :
Tabel III D.1-1
Hasil Telaahan Struktur Ruang Wilayah Kota Bandung
No.
Rencana Struktur Ruang
Struktur Ruang Saat ini
Indikasi Program
Pemanfaatan Ruang
Periode Perencanaan
Berkenaan
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengaruh Rencana Struktur
Ruang Terhadap
Kebutuhan Pelayanan
SKPD
Arahan Lokasi
Pengembangan Pelayanan
SKPD
(5)
(6)
1.
2.
3.
Ket :
- Kolom 2 diisi dengan daftar Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang direncanakan di wilayah
Kota Bandung berupa Rencana Bandara, pelabuhan laut, pelabuhan penyebrangan, terminal, stasiun kereta, jaringan jalan primer/sekunder, jaringan
prasarana air, jaringan prasarana energi/listrik, dan jaringan prasarana telekomunikasi.
- Kolom 3 diisi dengan daftar Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang telah ada di wilayah Kota
Bandung berupa Rencana Bandara, pelabuhan laut, pelabuhan penyebrangan, terminal, stasiun kereta, jaringan jalan primer/sekunder, jaringan
prasarana air, jaringan prasarana energi/listrik, dan jaringan prasarana telekomunikasi.
- Kolom 4 diisi dengan indikasi program pemanfaatan ruang untuk setiap rencana tata ruang
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
31
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
- Kolom 5 diisi dengan perbandingan antara kondisi rencana dan kondisi saat ini, lakukan identifikasi pengaruhnya kepada kebutuhan pelayanan SKPD.
Jika ada identifikasi bentuk kebutuhan tersebut, perkiraan besaran kebutuhan dan lokasinya.
- Kolom 6 diisi dengan daftar lokasi berdasarkan hasil kolom 5. Daftar ini menjadi arahan lokasi pengembangan pelayanan SKPD untuk mendukung
perwujudan struktur ruang wilayah
Tabel D.1-2
Hasil Telaahan Pola Ruang Wilayah Kota Bandung
No.
Rencana Pola Ruang
Pola Ruang Saat ini
Indikasi Program
Pemanfaatan Ruang Periode
Perencanaan Berkenaan
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengaruh Rencana Pola
Ruang Terhadap
Kebutuhan Pelayanan
SKPD
Arahan Lokasi
Pengembangan Pelayanan
SKPD
(5)
(6)
1.
2.
3.
Ket :
- Kolom 2 diisi dengan daftar kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan strategis yang direncanakan di wilayah Kota Bandung.
- Kolom 3 diisi dengan daftar Pusat daftar kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan strategis yang telah ada di wilayah Kota Bandung.
- Kolom 4 diisi dengan indikasi program pemanfaatan ruang untuk setiap rencana pola ruang.
- Kolom 5 diisi dengan perbandingan antara kondisi rencana dan kondisi saat ini, lakukan identifikasi pengaruhnya kepada kebutuhan pelayanan SKPD.
Jika ada identifikasi bentuk kebutuhan tersebut, perkiraan besaran kebutuhan dan lokasinya.
- Kolom 6 diisi dengan daftar lokasi berdasarkan hasil kolom 5. Daftar ini menjadi arahan lokasi pengembangan pelayanan SKPD untuk mendukung
perwujudan pola ruang wilayah.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
32
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel III D.2-1
Hasil Analisis Terhadap Dokumen KLHS Kota Bandung
BPLH Kota Bandung
No.
Aspek Kajian
Ringkasan KLHS
Implikasi Terhadap Pelayanan
SKPD
Catatan Bagi Perumusan Program dan Kegiatan
SKPD
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1.
Pencemaran
Udara
- Data AQMS berdasarkan ISPU kualitas udara
cenderung menurun pada posisi sedang.
- Keberadaan Tol Cipularang berimplikasi pada
penurunan
kualitas
udara
kota
Bandung
khususnya di gerbang tol Pasteur dan jembatan
Cikapayang.
- Laju pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung
tergolong tinggi berkisar antara 12-21%/tahun.
- Kontribusi pencemaran udara dari sektor industri
masih 15%.
- RTH masih minim, tingginya pencemaran udara
dari
aktivitas
penduduk
berkontribusi
meningkatkan iklim mikro.
- Dengan
menurunnya
kualitas
udara perlu segera dilakukan
upaya
pencegahan
dan
pengendalian terhadap sumbersumber pencemar baik yang
bergerak maupun tidak bergerak.
- Peningkatan pengendalian polusi udara melalui
berbagai kegiatan antara lain kegiatan pembinaan
dan pengendalian pencemaran udara, kampanye
langit biru dan pengujian emisi bersih kendaraan
bermotor, pengadaan sarana dan prasarana
pemantau kualitas udara dll.
2.
Sumber
Air
-
Baru 25% Rumah Tangga yang terlayani PDAM
sedangkan sisanya sebesar 75% mengakses sumber
air lain.
- Terjadi peningkatan pengambilan air tanah secara
illegal.
- Hingga
bulan
Agustus
tercatat
887
titik
pengambilan air tanah dengan pengambilan air
tanah sebessr 1.074.351 m3/bulan.
- Hampir seluruh daerah kota bandung tergolong
kategori I (kritis) dan II (rawan);
- Dengan adanya kecenderungan
pengambilan air tanah yang
berlebihan berpengaruh kepada
ketersediaan air. Untuk itu perlu
segera
dilakukan
upaya
pengendalian dan perlindungan
serta konservasi sumber-sumber
air yang mengalami kerusakan.
- Optimalisasi pengelolaan bidang air tanah melalui
kegiatan penyusunan kebijakan pengelolaan air
tanah, pengawasan pemanfaatan air tanah,
pengembangan model teknologi konservasi air
tanah, dll.
- Melakukan upaya perlindungan dan konservasi
SDA melalui kegiatan konservasi air tanah dan
mata air, konservasi sungai dan anak sungai,
pembangunan sumur resapan dangkal pada
daerah tangkapan air, pembuatan lubang biopori
dll.
Renstra
Daya
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
33
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
No.
Aspek Kajian
3.
Pencemaran Air
Implikasi Terhadap Pelayanan
SKPD
Catatan Bagi Perumusan Program dan Kegiatan
SKPD
Sebagian besar sungai utama tercemar berat.
Kualitas air sungai yang merupakan sumber air
baku PDAM Kota Bandung tidak dapat digunakan
sebagai bahan baku air minum karena berada pada
status tercemar ringan sampai dengan berat.
IPAL terpusat di Bojongsoang hanya melayani 15%
dari penduduk Kota Bandung.
Separuh sumur gali dan sumur pompa tidak
memenuhi syarat sebagai air bersih.
Hampir semua sumur gali dan sumur pasak sudah
tercemar bakteri coli.
- Dengan kualitas air sungai yang
tercemar ringan sampai dengan
berat tentu berdampak kepada
menurunnya tingkat ketersediaan
air baku dan air bersih. Untuk itu
perlu segera dilakukan upaya
pengendalian pencemaran dan
perusakan sumber-sumber air.
- Optimalisasi pengendalian pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup melalui kegiatan
penyusunan kebijakan pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup, pemantauan
kualitas air sungai dan air limbah dari sumber
pencemar,
penanganan
pengaduan
kasus
lingkungan hidup, penerapan dan fasilitasi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dll.
68 titik rawan genangan bajir di Kota Bandung.
- Peningkatan koefisien run off, tahun 1960 (Otto
Soemarwoto-2002) kira-kira 40% dan Bandung
Utara 25%, saat ini diperkirakan 75% dan di
Kawasan Bandung Utara 60%.
- Tingginya koefisien run off sangat
mempengaruhi tingkat penyediaan
air tanah sebagai sumber air baku
maupun air bersih.
- Melakukan upaya perlindungan dan konservasi
SDA melalui kegiatan pembangunan sumur
resapan dangkal pada daerah tangkapan air,
pembuatan lubang biopori dll.
Tingkat pelayanan sampah pada tahun 2012 baru
sebesar 85%.
Produksi
sampah
Kota
Bandung
semakin
meningkat
sebagian
besar
adalah
sampah
perumahan dan fasilitas umum.
Jumlah sampah yang diangkut sebanyak 10001100 ton sampah/hari dari 164 TPS.
Sekitar 3% atau 135 ton/hari timbunan sampah
telah dikelola dengan sistem 3R di 5 lokasi TPS 3R
milik PD Kebersihan dan 7% atau sekitar 105
ton/hari timbunan sampah dikelola dengan sistem
3R secara mandiri oleh masyarakat.
Terdapat 70 bank sampah di 70 RW dari 1560 RW
di Kota Bandung.
- Belum seluruh sampah yang
diproduksi dapat ditangani tentu
berdampak
kepada
kurang
optimalnya
tingkat
pelayanan
BPLH.
- Melakukan
upaya
pengembangan
kinerja
pengelolaan sampah antara lain melalui kegiatan
penyusunan kebijakan pengelolaan persampahan,
pelatihan pengelolaan sampah pola 3R, sosialisasi
pembentukan dan pengelolaan bank sampah
sosialisasi pembentukan dan pengelolaan bank
sampah, sosialisasi pengelolaan persampahan
skala RW,
pengawasan dan pengendalian
pembangunan dan operasional tempat pengolahan
sampah berbasis teknologi ramah lingkungan
pembentukan
model
kawasan
pengelolaan
sampah
terpadu,
pembangunan
sarana
percontohan waste to energy (Biogas), penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan persampahan,
pembangunan
model
tempat
penampungan
Ringkasan KLHS
-
-
-
4.
Bencana Banjir
-
5.
Volume
dan
Pengelolaan
Sampah
-
-
-
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
34
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
No.
Aspek Kajian
Ringkasan KLHS
Implikasi Terhadap Pelayanan
SKPD
- Pembuangan sampah ke TPA masih menjadi
alternatif
utama
pengelolaan
sampah
Kota
Bandung.
- Tidak adanya sistem pengolahan dan pengelolaan
yang baik, serta pengurangan sumber sampah
melalui kebijakan publik dan masih kurangnya
kesadaran masyarakat untuk mengurangi sampah.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
Catatan Bagi Perumusan Program dan Kegiatan
SKPD
sementara sampah ramah lingkungan dll.
35
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
E. Isu-Isu Strategis Bidang Lingkungan Hidup
P
ermasalahan lingkungan hidup yang menjadi isu-isu strategis
di lingkungan Kota Bandung antara lain berkaitan dengan
permasalahan air, udara, limbah padat, dan tata guna lahan.
Simpulan
tersebut
berdasarkan
hasil
Kajian
Lingkungan
Hidup
Strategis (KLHS) Kota Bandung 2010 dan Status Lingkungan Hidup
Daerah (SLHD) Kota Bandung Tahun 2011 dan 2012.
1. Isu Air
Permasalahan lingkungan yang timbul berkaitan dengan isu air
yaitu rendahnya kualitas air sungai, rendahnya kualitas air tanah,
dan penurunan muka air tanah.
1.1. Rendahnya Kualitas Air Sungai
Kualitas air permukaan tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi
alami
sungai
tapi
sangat
dipengaruhi
oleh
kegiatan
antropogenik (aktivitas manusia). Sungai yang melintas di Kota
Bandung seperti sungai di kota-kota lainnya umumnya
memiliki tekanan
yang besar, berkaitan dengan jumlah
penduduk yang terus berkembang serta fungsi sungai yang
beraneka
ragam,
mulai
dari
sumber
air
baku,
tempat
pembuangan aktivitas domestik maupun industri, tempat
rekreasi dan lain-lain.
Pencemaran Sungai Cikapundung
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
36
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang
dilakukan secara kontinyu setiap tahun dapat digambarkan
kondisi sungai-sungai di Kota Bandung sebagai berikut :
a. Mengalami hambatan self purification akibat pencemaran
secara
kontinu
dasarnya
di
badan
melakukan
sepanjang
air
bantaran
mempunyai
pemurnian
diri
sungai.
kemampuan
sendiri
(self
Pada
untuk
purification)
terhadap zat-zat pencemar yang masuk ke dalam air dalam
setiap badan air atau sering disebut juga daya assimilasi
(assimilative capacity).
b. Daya asimilasi (assimilative capacity) yaitu kemampuan
badan air untuk menerima beban limbah cair tanpa terjadi
pencemaran
beberapa
telah
sungai
mengalami
yang
penurunan,
melewati
wilayah
bahkan
padat
di
bisa
dikatakan tidak ada. Kemampuan ini tergantung dari debit
(kapasitas) dan kandungan pencemar didalamnya. Semakin
besar
debit
aliran
dan
semakin
rendah
kandungan
polutannya maka akan semakin besar daya asimilasi badan
air tersebut.
c. Terjadi pendangkalan sungai akibat erosi dan sampah padat
yang terbawa aliran air hujan/drainase atau yang sengaja
dibuang masyarakat ke sungai.
d. Kelas mutu sungai tidak dapat digunakan sebagai bahan
baku air minum, dan sudah berada pada status tercemar
ringan sampai dengan tercemar berat dibandingkan dengan
PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air dan SK. Gubernur Jawa
Barat no. 39 Tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku
Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya
di Jawa Barat.
 Parameter Fisika
Dari hasil pemeriksaan kualitas air sungai di Laboratorium
menunjukan kualitas air sungai di semua ruas sungai di
wilayah Kota Bandung baik hulu sampai hilir kota Bandung
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
37
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
belum memenuhi syarat baku mutu golongan B, C, D
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No : 39
tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air
pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa
Barat. Dari hasil analisa kualitas air yang dilakukan selama
kurun waktu September – Oktober dan November 2007 oleh
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung di 40 titik
pantau menunjukkan parameter fisik (DHL, Kekeruhan,
TDS, suhu dan warna) menunjukan penurunan kualitas dari
hulu ke hilir dan berada diatas baku mutu.
 Parameter Kimia
Kualitas kimia sungai secara langsung dipengaruhi oleh
adanya pencemaran air yang terjadi pada sungai. Semakin
berat pencemaran berlangsung maka dapat dipastikan
bahwa kondisi kualitas sungai akan menurun. Kandungan
senyawa organik pada beberapa sungai-sungai di Kota
Bandung cukup tinggi mulai dari hulu, tengah sampai hilir
didasarkan pada nilai parameter BOD dan COD, MBAS, DO
dan E. Coli yang terukur, di 40 titik pemantauan, yaitu di
Sungai Cikapundung, S. Cikapundung Kolot, S. Cicadas, S.
Citepus, S.Cibuntu, S. Cikendal, S. Ciparumpung, S.
Cidurian, S. Cipamokolan, S. Cisaranteun, S. Cipanjalu, S.
Cinambo, dan S. Cihalarang. Hampir seluruh kualitas air
sungai di Kota Bandung telah melebihi golongan B, C, dan D
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 39
tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air
pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa
Barat.
Kandungan
senyawa
organik
yang
tinggi
menjadikan
konsumsi oksigen dalam air menjadi lebih banyak dan
konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang yang pada
akhirnya
berdampak
pada
kehidupan
biota
perairan.
Kandungan Nitrogen pada air sungai yang terukur dengan
senyawa ammonia (NH3), nitrat (N03), dan nitrit (N02)
terdeteksi ada pada sungai-sungai di Kota Bandung. Hampir
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
38
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
seluruh
sungai
di
wilayah
Kota
Bandung
memiliki
kandungan senyawa amonia di luar baku mutu kelas I (PP
82/2001). Tingginya senyawa amonia ini menyebabkan
proses
oksidasi
yang
lebih
banyak
sehingga
dapat
mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air.
Sebagai hasil oksidasi, besarnya kandungan senyawa nitrit
dan nitrat memang tergantung dari besarnya senyawa
amonia
yang
keberadaan
terdapat
senyawa
dalam
nitrit
air.
yang
Namun
cukup
demikian
tinggi
dapat
membahayakan kesehatan makhluk hidup. Dari seluruh
sungai yang diteliti hampir semua memiliki kandungan
senyawa nitrit diluar baku mutu yang telah ditetapkan (0,06
mg/l). Sedangkan keberadaan senyawa nitrat pada air lebih
banyak menimbulkan kondisi eutrofikasi pada sungai,
selain dapat tereduksi menjadi nitrit. Pada seluruh sungai
yang diteliti di Kota Bandung tersebut tidak ada sungai yang
memiliki kandungan nitrat diluar baku mutu kelas I.
Kandungan unsur logam yang terdapat pada sungai-sungai
di Kota Bandung didominasi oleh logam-Iogam yang secara
alami terdapat pada sungai yaitu Mn, Tembaga (Cu), Pb
(timbal), Merkuri (Hg), Chromium (Cr) berada diatas baku
mutu. Hal ini menandakan adanya pencemaran berat oleh
terkait dengan kegiatan industri domestik yang masuk
kedalam perairan, air sungai tidak lagi jernih, berwarna dan
berbau.
Kandungan senyawa minyak dan lemak pada seluruh
sungai di Kota Bandung terdeteksi pada kisaran < 1 mg/L .
Berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan untuk
kandungan minyak dan lemak adalah Nihil. Kandungan
minyak/lemak dan deterjen pada air sungai seringkali
diindikasikan
sebagai
akibat
dari
adanya
pencemaran
limbah domestik (grey water).
 Parameter Mikrobiologi
Secara biologi, kualitas sungai terukur dengan parameter
coliform total dan coliform faecal pada air. Pada umumnya
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
39
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
nilai parameter ini ada sebagai akibat adanya pencemaran
Iimbah domestik yang masuk kedalam sungai. Berdasarkan
hasil pengujian yang telah dilakukan, parameter mikrobiologi
di semua titik pantai Sungai di Kota Bandung melebihi baku
mutu yang disyaratkan.
 Parameter Lain
Profil
kadar
parameter
dari
hulu
sampai
ke
hilir
menunjukkan beberapa indikasi sebagai berikut :
 Perubahan kadar parameter Nitrat pada semua lokasi dan
semua musim tidak signifikan dan tidak menunjukkan
adanya pencemaran
 Kadar Nitrit pada musim kemarau menunjukkan indikasi
pencemaran hanya pada beberapa lokasi di hulu dan di
hilir
waduk
namun
tidak
menunjukkan
trend
berakumulasi. Terdapat fenomena yang tidak jelas, justru
di musim hujan pada bulan Oktober di semua lokasi hulu
waduk terdapat peningkatan pencemaran Nitrit, yang
melebihi kadarnya di musim kemarau.
 Kadar Sulfida menunjukkan adanya pencemaran, namun
berdasarkan data yang ada hanya terjadi pada bulan Juni
pada semua lokasi di hulu waduk. Terdapat Sulfida pada
beberapa lokasi di musim hujan namun tidak signifikan.
 Kadar Chlorine tidak menunjukkan pencemaran pada
semua lokasi dan semua periode.
 Kadar Sianida tidak menunjukkan pencemaran pada
semua lokasi dan semua periode.
 Kadar Fluorida tidak menunjukkan pencemaran pada
semua lokasi dan semua periode.
 Kadar logam berat As, Hg, Cu, Co, Ni dan Pb tidak
menunjukkan pencemaran pada semua lokasi dan semua
periode. Logam Seng menunjukkan indikasi pencemaran
pada lokasi di hulu waduk, namun hanya berdasarkan
data pada bulan Juni. Pada periode lainnya terjadi
pencemaran Seng hanya di Sapan pada bulan Agustus.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
40
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
 Kandungan bakteri Fecal Coliform dan Total Coliform
menunjukkan tingkat pencemaran berat pada semua
lokasi dan pada semua periode musim.
Gambar 4. Mutu Air dengan Metode STORET PP No. 82 Tahun 2001 Kelas IV
-35
-30
-25
Skor
Skor
-20
Cemar Berat
-15
Cemar Sedang
Cemar Ringan
-10
-5
Cikiley Hilir
Cikiley Hulu
Cidurian Hilir
Cidurian Hulu
Ciparungpung Hilir
Ciparungpung Tengah
Ciparungpung Hulu
Citepus Hilir
Citepus Tengah
Citepus Hulu
Cikapundung Klt Hilir
Cikapundung Klt Tengah
Cikapundung Klt Hulu
Cikapundung Hilir
Cikapundung Tengah
Cikapundung Hulu
0
Grafik Mutu Air dengan Metode STORET PP No. 82/ 2001 Kelas IV
Sumber: Badan pengelola Lingkungan Hidup, 2012
Hampir semua sungai tergolong dalam katagori tercemar
sedang,
kecuali
Cikapundung
Sungai
Tengah
dan
Cikapundung
Sungai
Hulu,
Ciparungpung
Sungai
Hulu
tergolong dalam katagori tercemar ringan.
1.2. Rendahnya Kualitas Air Tanah
Kualitas air tanah sangat tergantung kepada komposisi kimia
batuan pembentuk akuifer, yang dilarutkan selama air tanah
mengalir, serta pencemaran yang terjadi disekitarnya. Unsur
kimia batuan sangat tergantung kepada batuan asal dan
proses terjadinya batuan tersebut. Sampai kedalaman 40 m
dari permukaan tanah yang ditutupi batuan hasil Endapan
Danau Bandung Purba, umumnya mengandung kadar besi (Fe)
dan Mangan (Mn) tinggi. Kadar kimia air pada air tanah ini,
terlihat pada air tanah sumur penduduk cukup tinggi dan
melebihi batas ambang untuk air minum yang distandarkan
oleh Departemen Kesehatan, seperti air berwarna kuning dan
bau besi. Lokasi yang mempunyai kualitas ini terutama
tersebar di daerah Ujungberung, Antabaru/Arcamanik, dan
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
41
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Batununggal. Pada daerah yang ditutupi oleh batuan hasil
kegiatan gunung api, seperti di daerah bagian selatan Bandung
serta pada akuifer yang kedalamannya lebih dari 40 m
umumnya baik dan memenuhi standar untuk keperluan air
minum dan industri.
Berdasarkan pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Bandung,
separuh dari sumur gali dan sumur pompa di Kota Bandung
tidak memenuhi syarat sebagai air bersih. Dari analisis sampel
yang diambil dari 52 kelurahan, secara bakteriologi hanya 37
% yang memenuhi syarat. Tercemarnya berbagai sumber air
bersih
oleh
limbah
mengakibatkan
industri
penurunan
maupun
ketersediaan
domestik
air
per
telah
kapita
pertahun.
Pencemaran lingkungan sangat cepat pengaruhnya terutama
terhadap air tanah dangkal. Sumber utama berasal dari limbah
industri dan rumah tangga seperti tinja (septic tank). Di daerah
pemukiman hampir semua air yang berasal dari sumur gali
dan sumur pasak sudah tercemar bakteri coli tinja dengan
konsentrasi sudah mencapai 2400 JPT/100 ml, sedangkan
disaratkan dalam PermenKes untuk air minum tidak boleh ada
coli jenis apapun. Penyebab utama karena sanitasi kurang
baik. Berdasarkan penelitian WHO, bakteri coli tersebut akan
mati jika sudah mengalir dalam tanah minimal sejara 10 m.
Oleh karenanya disarankan pembuatan sumur yang baik
harus berjarak minimal 10 m dari septik tank dan tempat
pembuangan air kotor.
1.3. Penurunan Muka Air Tanah
Penyebab adanya penurunan muka air tanah di Kota Bandung
lebih disebabkan pengambilan air tanah yang berlebihan.
Permasalahan penyediaan air bersih di Kota Bandung saat ini
tidak saja hanya mencakup kualitas tapi juga kuantitas.
Dimana secara kuantitas kebutuhan air bersih untuk berbagai
keperluan
terus
meningkat
setiap
tahunnya,
sedangkan
kemampuan PDAM dalam memenuhi kebutuhan air bersih
masih terbatas, dan kondisi Tahun 2005 cakupan pelayanan
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
42
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
baru mampu memenuhi sekitar 53 % dari penduduk Kota
Bandung dengan kapasitas produksi air bersih adalah sekitar
3.750 liter/detik.
Mengingat dengan keterbatasan penyediaan air bersih oleh
PDAM, pengambilan air tanah melalui sumur bor terus
meningkat. Pada tahun 1970 jumlah pengambilan air tanah
melalui sumur bor mencapai 10,5 juta m3/tahun, pada tahun
1985 dan 1995 meningkat masing masing menjadi 38,6 juta
m3 / tahun dan 66,9 juta m3/tahun (Dedi Hernandi dkk,
2006).
Sementara jumlah sumur bor pada tahun 1970 yang semula
hanya sekitar 500 buah, pada tahun 1985 meningkat menjadi
sekitar 1500 buah dan pada tahun 1995 mencapai sekitar
2.200 buah.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
pengambilan air tanah di Kota Bandung dan daerah sekitarnya
tahun 1996 cukup meningkat yaitu mencapai 76,8 juta
m3/tahun (sekitar 92% diantaranya dipergunakan untuk
usaha industri dan usaha komersil lainnya) dengan total
jumlah sumur bor mencapai 2.628 buah). Jumlah sumur bor
sebenarnya
diperkirakan
lebih
banyak
karena
banyak
diantaranya yang tidak didaftarkan.
Sementara
itu
berdasarkan
hasil
IWACO/
International
Workshop on Aliasing, Confinement and Ownership, (DHV dan
IWACO,1989) memproyeksikan kebutuhan air bersih di Kota
Bandung dan Daerah sekitarnya pada tahun 2015 akan naik
dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 1996, yaitu menjadi
sekitar 4.372 l/detik.
Pesatnya peningkatan aktivitas industri, mall dan hotel, telah
menyebabkan pengambilan air tanah semakin tinggi dan tidak
terkendali, sementara daerah resapan air semakin sempit.
Akibat meningkatnya jumlah kebutuhan air dan meningkatnya
jumlah sumur bor secara signifikan berdampak terhadap
penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah di
Kota Bandung dan sekitarnya yang didasarkan pada analisis
data Automatic Water Level Recorder (AWLR) terpasang pada
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
43
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
sumur pantau periode Juli 1996 sampai Juli 2005 (Dedi
Hernandi dkk, 2006) diketahui, mencapai minus 0,01 – 1,20 m
per bulan.
Sementara data dari Pusat Lingkungan Geologi menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir penurunan
muka air tanah mencapai 80 m. Variasi laju penurunan
pertahun berkisar antara 0,01 – 6,26. Tingginya pengambilan
air tanah di Bandung dan sekitarnya, telah mengakibatkan
beberapa daerah mengalami amblasan, seperti di Leuwigajah,
Kota Cimahi (Turun 52 cm), Rancaekek (turun 42 cm),
Dayeuhkolot (turun 46 cm) dan di daerah Kopo.
Menurut Direktorat Tata Lingkungan dan Pertambangan,
hingga 2002 muka air tanah di Bandung berada sekitar 100 m
di bawah muka air tanah. Selain terjadinya penurunan muka
air tanah, juga telah terjadi penurunan laju produksi rata-rata
air sumur dari 0,1 juta m3 / tahun sebelum tahun 1970
menjadi 0,03 juta m3/tahun pada tahun 1995 (Muhammad,
1997). Laporan pada tahun 1999, menunjukkan bahwa laju
produksi air sumur dalam hanya 0,01 juta m3/tahun.
Tingginya penggunaan air tanah di Kota Bandung dan
sekitarnya telah menyebabkan beberapa daerah tergolong
kritis air tanah. Bila mengacu pada peta konservasi air tanah
daerah Bandung dan sekitarnya, hampir seluruh daerah Kota
Bandung tergolong kategori I (kritis) dan II (rawan). Kategori I
tergolong daerah kritis, dan di daerah ini tidak diperbolehkan
lagi adanya pengambilan air tanah untuk semua peruntukkan
kecuali hanya untuk air minum dan rumah tangga. Sementara
kategori II pada dasarnya pengambilan air tanah disarankan
tidak
diperkenankan
untuk
industri
dan
jasa.
Namun
demikian disayangkan, pada beberapa tempat di zona kategori
I masih ada pengambilan air tanah untuk kebutuhan bukan
air minum dan rumah tangga.
Perkembangan Pengambilan Air Tanah pada Akuifer Tengah
dan Dalam dapat dilihat pada Gambar berikut :
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
44
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
90
3000
76.82628
2484
2397
70
66.9
2225
Volume Pengambilan (juta m3)
2258
2154
2237
2252
61
60
2500
2484
2401
2387
58.5
1978
50
45.8 46.8
48.1
50.6
50.1
50
2000
51.4
47.4
45.4 46.6 46.6
1666
1500
41.7
38.6
40
1327
30
Jumlah Sumur
80
1000
971
821
18.7
20
686
500
10.5
10
1.6
0.5
0
5
3.2
15
4.6
30
6.3
4.9
42
45
7.3
58
300
78
96
0
1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1976 1985 1988 1990 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Gambar 2. Perkembangan pengambilan air tanah pada akuifer tengah (40 - 150) m bmt
dan akuifer dalam (>150 m bmt)
Volume Pengambilan
Jumlah Sumur
Grafik. Perkembangan Pengambilan Air Tanah pada Akuifer Tengah dan Dalam
Sumber : Geologi Tata Lingkungan, 2009
Penurunan muka air tanah sangat signifikan terutama pada
akuifer dalam. Seperti diuraikan di atas, sumber air tanah ini
berasal dari daerah resapan air yang lokasinya jauh dan
pengalirannya sampai ke daerah pengambilan air tanah
memerlukan waktu lama sampai ratusan tahun bahkan air
tanah di Cekungan Bandung-Soreang berumur ribuan tahun.
Penurunan muka air tanah pada akuifer dangkal tidak separah
pada akuifer dalam, karena air tanah ini lebih cepat terisi
kembali oleh air permukaan disekitarnya, terutama dari air
hujan dimusim penghujan.
Penurunan muka air tanah yang drastis terjadi terutama sejak
tahun
delapan
puluhan,
seiring
dengan
pesatnya
perkembangan industri dan pemukiman penduduk, yang
notabenya kebutuhan air bersih dan air baku diambil dari air
tanah. Oleh karenanya penurunan muka air tanah paling
parah terjadi di daerah industri dan pemukiman, seperti
daerah sekitar Jalan Mohamad Toha, Ujungberung, Cicaheum,
dan Kiaracondong, lihat Gambar 2.5 Di daerah pemukiman
dan perumahan terjadi penurunan terutama pada muka air
tanah dangkal, terlihat dari sulitnya mendapatkan air tanah
dari sumur penduduk. Tabel 2.1 menguraikan data tentang
daerah di Kota Bandung yang mengalami penurunan muka air
tanah.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
45
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel III E.1-2
Penurunan Muka Air Tanah di Kota Bandung
No
Lokasi
Penurunan Muka Air Tanah (mm/tahun)
1.
Husein
1,27 – 4,32
2.
Cijerah
1,27 – 4,32
3.
Arjuna
1,27 – 4,32
4.
Garuda
1,27 – 4,32
5.
Buah Batu
1,27 – 4,32
6.
Cibuntu
1,27 – 4,32
7.
Maleber
1,27 – 4,32
8.
Kebon waru
1,61 – 3,10
9.
Kiaracondong
1,61 – 3,10
10.
Gedebage
1,63 – 2,12
11.
Cipadung
1,63 – 2,12
12.
Ujungberung
1,63 – 2,12
13.
Cicaheum
1,63 – 2,12
Sumber : Geologi Tata Lingkungan, 2009
2. Isu Udara
Permasalahan lingkungan berkaitan dengan isu udara yaitu emisi
gas, dan kualitas udara ambien.
2.1. Emisi Gas
Sumber
pencemaran
transportasi,
industri,
udara
dominan
pemukiman,
adalah
dan
kegiatan
persampahan
(sudomo, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada
tahun 1992 di 5 (lima) kota, yaitu Bandung, Jakarta,
Surabaya, Semarang, dan Medan, transportasi merupakan
kegiatan yang secara umum mengemisikan polutan tertinggi.
Di Kota Bandung, sektor transportasi merupakan kontributor
utama emisi CO, NOx, Hidrokarbon. Sementara sektor industri
merupakan kontributor utama emisi SOx, dan permukiman
merupakan kontributor utama emisi debu.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
46
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel III E.2-1
Distribusi Emisi Pencemar Udara di Kota Bandung
Emisi
Transportasi Pemukiman Persampahan
(Ton/Tahun)
(%)
(%)
(%)
Parameter
CO
NOx
SOx
Hidrokarbon
Debu
Industri
(%)
97.300,00
2.800,00
97,4
56,3
0,1
11,1
2,4
3
0,1
29,6
2.092,00
2.270,00
1.121,10
12,6
78,5
27,4
18,8
2,2
33,2
0,7
17,5
19,4
68
1,8
20
Sumber : Sudomo, 2001
Data Dinas Perhubungan Kota Bandung pada tahun 2001 total
kendaraan bermotor
menjadi
501.885 unit, tahun 2005 meningkat
821.562 unit, peningkatan terbesar terjadi pada
sepeda motor dari 283.936 unit pada tahun 2001 menjadi
544.660 unit pada tahun 2005. Meningkatnya pencemaran
udara di Kota Bandung juga dipicu adanya kemudahan akses
memasuki Kota Bandung, khususnya dari Jakarta.
penelitian
Hasil
Departemen Teknik Lingkungan ITB Desember
2006, menunjukan bahwa
kebeadaan tol Cipularang telah
berimplikasi terhadap kualitas udara. Di Titik masuk Kota
Bandung seperti gerbang tol Pasteur dan jembatan Cikapayang
kandungan
CO
rata-rata
pada
hari
Jumat
dan
Sabtu
meningkat sekitar 38% (di hari normal sekitar 1,800 menjadi
2,500 kg/hari pada Jumat dan Sabtu), sedangkan NOx
meningkat 59% dan HC meningkat 50%. Meningkatnya
pencemaran udara di Kota Bandung juga dipengaruhi oleh
tidak terawatnya mesin kendaraan. Data BPLH Kota Bandung
menunjukan bahwa berdasarkan hasil uji emisi gas buang
kendaraan bermotor tahun 2002 – 2005 lebih dari 60%
kendaran berbahan bakar solar tidak memenuhi baku mutu
emisi,
sementara
untuk
yang
berbahan
bakar
bensin
berfluktuasi dari sekitar 10 % hingga 52%. Sementara Dinas
Perhubungan Kota Bandung mengemukakan bahwa angkutan
kota adalah penyumbang polusi udara yang paling besar.
Meningkatnya pencemaran udara tersebut akan berdampak
terhadap penurunan derajat kesehatan. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2006, jumlah
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
47
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
balita penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota
Bandung merupakan nomor empat terbanyak di Jawa Barat.
Sedangkan menurut Puji Lestari tahun 2004 yang melakukan
penelitian terhadap 500 anak SD di Kota Bandung, terdeteksi
bahwa dalam darah 6 (enam) dari 10 (sepuluh) anak yang
diteliti, memiliki kandungan Pb di atas 10 mikrogram/ del.
Kemudian pada tahun 2005 Puji Lestari melakukan penelitian
kembali terhadap 400 anak dengan hasil menunjukkan bahwa
Pb dalam darah anak-anak di Kota Bandung berkisar antara
2,5-60
mikrogram/dcl
(rata-rata
14,13
mikrogram/dcl),
padahal toleransinya 10 mikrogram /dcl. Bila tidak ada upaya
penanggulangan, diprediksi bahwa kadar polutan pada tahun
2020 akan terakumulasi empat kali lipat.
Dalam kaitanya dengan daya dukung dan daya tampung,
kemampuan sumber daya udara
khususnya kualitasnya
sangat sulit diprediksi daya dukung dan daya tampungnya.
Namun demikian tanda-tanda semakin menurunnya daya
tampung kualitas udara dapat dilihat dengan jelas yaitu dari
semakin banyaknya wilayah di Kota Bandung yang udaranya
mengalami
pencemaran
dan
beberapa
parameter
konsentrasinya telah melampaui Baku Mutu (BM). Mengingat
saat
ini
sumber
pencemar
udara
terbesar
adalah
dari
kendaraan bermotor, dan laju pertumbuhan kendaraan di Kota
Bandung tergolong tinggi berkisar antara 12 - 21% pertahun,
maka apabila hal ini dibiarkan berlanjut diperkirakan dalam
kurun waktu 10-20 tahun mendatang hampir semua wilayah
Kota Bandung kualitas udaranya akan melampaui Baku Mutu
yang pada gilirannya akan menurunkan kesehatan warga Kota
Bandung. Di samping persoalan pertumbuhan kendaraan
bermotor, sektor industri pun perlu diperhatikan. Walaupun
kontribusi pencemaran udara dari sektor industri hanya
sekitar 15%, namun apabila tidak ada pengendalian dimasa
datang, potensial menurunkan kualitas udara, mengingat
penggunaan batu bara di sektor industri terus meningkat
sebagai dampak dari kenaikan BBM pada tahun 2005.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
48
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
2.2. Kualitas Udara Ambien
Dari hasil sampling kualitas udara ambien di Kota Bandung
yang dilakukan tahun 2012 pada 16 titik sampling udara sisi
jalan (roadside) dan 10 titik sampling udara dalam ruang
(indoor) didapatkan hasil untuk parameter CO, 03, S02, CO,
NO2, TSP, HC, dan Pb yang hampir semuanya masih dibawah
baku mutu kecuali kebisingan. Kondisi ini diperkirakan karena
waktu pemantauan yang dilakukan pada saat musim hujan
atau baru selesai hujan turun. Sumber emisi partikulat di
udara berasal dari tersuspensinya tanah partikel halus ke
udara dari aktivitas kendaraan/transportasi dan akibat tiupan
angin. Besarnya konsentrasi partikulat selain disebabkan oleh
kedua hal tersebut di atas juga dipengaruhi oleh tata guna
lahan di lokasi pengukuran. Dan dari hasil sampling diatas
dapat diperkirakan besarnya partikulat di lokasi cenderung
berasal dari aktifitas transportasi kendaraan bermotor.
Tabel E.2-2
Hasil Pengukuran kualitas udara Roadside
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
49
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Tabel E.2-3
Hasil Pengukuran kualitas udara Indoor
3. Isu Limbah Padat
Permasalahan lingkungan berkaitan dengan isu limbah padat yaitu
tekanan terhadap persampahan, tingginya jumlah perusahaan yang
belum
mengelola
Limbah
B3nya
dengan
baik,
pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
3.1. Tekanan terhadap persampahan
Saat ini di Kota Bandung selain ada pengelolaan sampah secara
formal oleh Dinas Kebersihan, juga berkembang pengelolaan
sampah oleh para pelaku informal seperti para Laskar Mandiri
(pemulung), lapak, bahkan bandar dan lapak. Disamping itu,
upaya pengomposan yang telah banyak dilakukan di Kota
Bandung juga diperhitungkan sebagai usaha mereduksi sumber
sampah.
Hasil uji komposisi menunjukkan adanya potensi untuk menekan
beban
pengelolaan
bila
sampah
organik
compostable
dapat
dikomposkan di sumber. Dari observasi di lapangan, diperkirakan
95%
sampah
organik
merupakan
sampah
yang
dapat
dikomposkan.
Upaya pengurangan (reduksi) yang sudah berlangsung sampai
saat ini baru merupakan pengurangan akibat pengambilan barang
lapak
oleh
pemulung.
Para
pemulung
melakukan
kegiatan
pemulungan atas dasar pemenuhan kebutuhan hidup, bukan atas
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
50
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
pertimbangan pengurangan beban bagi pengelolaan sampah. Dari
observasi terhadap proses pemulungan barang potensi daur ulang
diperkirakan besarnya pemulungan mencapai 5,6% terhadap
timbulan sampah total.
Observasi di lapangan menginformasikan bahwa sampai saat ini
masih banyak warga yang memiliki kebiasaan membuang sampah
ke sungai atau selokan, dan membuang sampah di lahan kosong
terlantar.
Hal
ini
mencerminkan
bahwa
tingkat
pelayanan
pengelolaan sampah pada warga Kota Bandung belum optimal.
a. Operasi Pengumpulan
Operasi
pengumpulan
sampah
yang
dijalankan
di
Kota
Bandung dibedakan atas 3 pola operasi pengumpulan yaitu :
individu langsung (Door to Door), individual tidak langsung,
dan Komunal langsung.

Individu langsung (Door to Door)
Sampah dari sumber sampah dikumpulkan, dan langsung
diangkut oleh kendaraan pengangkut sampai ke TPA.
Lokasi yang menggunakan sistem ini diantaranya adalah
kawasan industri, perkantoran, komersil, dan pemukiman
terutama pemukiman teratur/real estate.

Individual tidak langsung
Pengumpulan dari sumber oleh gerobak, dibawa ke TPS
dan diangkut ke TPA oleh kendaraan pengangkutan. Pada
pola ini terdapat dua jenis kendaraan pengumpulan yang
umum dipergunakan yaitu :
a). Gerobak besar volume (1 - 1,5) M3, kapasitas kerja 3
RW/gerobak atau 800 KK/gerobak, dengan frekuensi 3
rit/minggu (2-3 hari sekali).
b). Gerobak besar volume (0,2 – 0,3) M3, kapasitas kerja 8
KK/gerobak, dengan frekuensi 6 rit/minggu.

Komunal langsung
Penimbul sampah mengumpulkan sampahnya sendiri ke
suatu tempat (bak atau lahan terbuka), sampah yang
terkumpul akan diangkut oleh Dinas kebersihan pada
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
51
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
waktu tertentu. Pola ini dilaksanakan di wilayah dengan
ketersediaan lahan TPS, dengan partisipasi masyarakat
yang cukup tinggi
b. Pengangkutan
Pelayanan persampahan di Kota Bandung dibagi menjadi 4
(empat) wilayah operasional yaitu wilayah operasional Bandung
Barat, Bandung Utara, Bandung Selatan, dan Bandung Timur.
Pengangkutan sampah menggunakan 2 (dua) jenis kendaraan
yaitu Arm roll/LH dan Dump truck dengan kapasitas 10 M3
dan 6 M3. Total jumlah armada tersebut adalah 113 buah
untuk seluruh wilayah operasional.
c. Operasi Pembuangan
Sejak bulan Februari 2006, Kota Bandung tidak lagi memiliki
tempat pembuangan akhir sampah yang dapat menampung
timbulan
sampah
yang
ada.
Berdasarkan
perhitungan
timbulan sampah, total timbulan sampah Kota Bandung tahun
2007 adalah 6.860 M3/hari dengan sumber timbulan sampah
terbesar
dari
perumahan
dan
fasilitas
umum.
Tempat
penampungan sampah sementara (TPS) yang digunakan di
Kota Bandung berjumlah 202 buah. Volume sampah yang
dapat diangkut pada tahun 2007 adalah 2.231 M3 hari.
Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah milik PD Kebersihan
Kota Bandung pada saat ini terdapat di lima lokasi, yaitu TPA
Pasir Impun, Leuwigajah, Cicabe, Cieunteung, dan Jelekong.
TPA Pasir Impun, Cieunteung, dan Cicabe telah ditutup, begitu
juga dengan TPA Leuwigajah dan Jelekong. TPA Leuwigajah
mempunyai kapasitas 3.187.409 M3, menggunakan sistern
Open DumpIng, sedangkan TPA Jelekong, dengan kapasitas
650.490 M3, menggunakan sistem Control Landfill, namun
semua TPA tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Saat ini
TPA yang digunakan untuk mengatasi sampah Kota Bandung
adalah TPA Sarimukti di desa Sarimukti di Kecamatan Cipatat
Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan sistem open
dumping.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
52
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Rendahnya kinerja pengelolaan sampah di kabupaten ini
berdampak secara langsung terhadap kualitas lingkungan dan
sanitasi masyarakat. Penumpukan dan pembuangan sampah
ilegal kerap ditemukan di saluran, sungai, tanah kosong, serta
tempat lainnya sehingga menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan, kenyamanan, dan estetika.
3.2. Tingginya jumlah perusahaan yang belum mengelola Limbah
B3nya dengan baik
Untuk mendeteksi jumlah Limbah B3 yang dihasilkan oleh
kegiatan di suatu daerah dan statusnya, termasuk aktivitas
pemindahan atau pengangkutannya, perkiraan data minimum
yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan
penghasil
limbah
B3,
jenis
limbah
dan
volumenya
b. Perusahaan yang mendapat izin untuk penyimpanan,
pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, dan pemusnahan
(Land fill) limbah B3.
c. Perusahaan yang mendapat rekomendasi dan izin dari
perhubungan untuk pengangkutan limbah B3.
Timbulan limbah B3 dari seluruh sektor di Kota Bandung terus
mengalami kenaikan dari tahun 2000 sampai 2009 seperti
yang terlihat pada Tabel 2.8.
Sejalan dengan aktifitas masyarakat Kota Bandung, selain
sampah
limbah
padat
domestik
dan
limbah
cair,
juga
dihasilkan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah
B3. Limbah tersebut dihasilkan dari hasil usaha atau kegiatan
pembakaran batu bara (fly ash dan bottom ash), oli bekas, aki
bekas, rumah sakit (infeksius) dan sludge hasil pengolahan
limbah cair.
3.3. Pembanguna Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
PLTSa adalah Pemusnah sampah (incinerator) modern yang
dilengkapi dengan peralatan kendali pembakaran dan sistem
monitor emisi gas buang yang kontinu, dan menghasilkan
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
53
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
energi listrik. PLTSa lebih ditujukan untuk memusnahkan
sampah dari pada menghasilkan listrik.
PLTSa Gedebage merupakan salah satu PLTSa yang akan
dibangun di Bandung Timur yang pembangunannya bertujuan
untuk mengatasi masalah persampahan di Kota Bandung.
Dalam pelaksanaannya, PLTSa Gedebage mendapat berbagai
respon
negatif
dari
warga
sekitar,
khususnya
warga
Perumahan Griya Cempaka Arum Gedebage yang memiliki
lokasi tak jauh dari lokasi PLTSa Gedebage. Tidak hanya
warga, beberapa ahli lingkungan juga memberikan respon
negatif terhadap PLTSa Gedebage karena PLTSa ini dianggap
tidak bisa menuntaskan masalah persampahan kota, sehebathebatnya hanya mengurangi sebagian besar sampah kota,
sisanya
mungkin
saja
menumpuk
lagi,
bahkan
besar
kemungkinan kejadian-kejadian yang lebih buruk bisa terjadi.
Kemudian tinjauan teknologi tepat guna dan letak geografis
Bandung. Indonesia sangat minim pengalaman mengenai
tekhnologi incenerasi (pembakaran), bahkan beberapa bahan
berbahaya yang sementara ini harus diincenarasi saja tidak
semua dijalani. Jadi AMDAL dalam hal ini tidak bisa secara
optimal memberikan study kelayakan yang obyektif, semua
studi bukan khayalan harus berdasarkan perhitungan real
yang teruji. Penerapan teknologi tidak bisa coba-coba atau
prediksi tetapi berdasarkan pengalaman yang sekali lagi sudah
teruji. Terakhir mengenai lokasi PLTSa mutlak harus jauh dari
permukiman
penduduk
untuk
menghindari
besarnya
kemungkinan dampak negatif pada masyarakat. Permasalahan
yang menjadi pemicu konflik, antara lain :
a. Ketidaksetujuan masyarakat Griya Cempaka Arum tentang
lokasi rencana PLTSa Gedebage yang berada di dekat
perumahan mereka.
b. Sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah dan swasta
masih kurang menggambarkan rencana pembangunan itu.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
54
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
c. Berkurangnya debit air di kawasan perumahan cempaka
Arum karena pengolahan sampah menjadi sumber energy
membutuhkan air dalam jumlah yang sangat banyak.
d. Adanya rasa tidak percaya masyarakat terhadap keberjalan
program tersebut yang ramah lingkungan.
Dioxin adalah nama sekelompok senyawa kimia beracun yang
terbentuk sebagai hasil pembakaran sampah dan bahan bakar.
Membakar senyawa berbahan dasar chlorine, seperti plastik
PVC, menghasilkan senyawa dioxin yang paling berbahaya.
Chlorine terdapat dalam berbagai jenis plastik, sehingga saat
plastik ini dibakar, maka chlorine dilepas dan dengan cepat
bereaksi dengan senyawa lain dan membentuk dioxin. Dioxin
merupakan senyawa yang sangat tahan lama, sebab senyawa
ini tidak mudah terurai di alam. Kalaupun seandainya
pembentukan dioxin dapat dihentikan saat ini juga, dioxin
tetap akan berada di lingkungan selama bertahun-tahun
mendatang. Karena dioxin tidak terurai, baik di alam maupun
di dalam tubuh, senyawa ini akan terakumulasi.
Ini
berarti
bahwa
tubuh
akan
menerima
dioxin
dan
menyimpannya. Seiring perjalanan waktu, paparan dalam
jumlah sedikit pun akan menumpuk – sampai berpengaruh
terhadap kesehatan. Saat terlepas ke udara, dioxin dapat
menempuh jarak yang cukup jauh. Di air, dioxin dapat
menumpuk
pada
tanah
sungai,
sehingga
menempuh
perjalanan lebih jauh ke hilir atau masuk ke tubuh ikan.
Kebanyakan paparan dioxin yang kita alami terjadi melalui
makanan.
Dioxin yang terlepas ke atmosfer, menumpuk pada tanaman
yang kemudian akan dimakan oleh hewan. Pada makhluk yang
berada di bagian akhir rantai makanan, tentu penumpukan
dioxin lebih tinggi. Karnivora, seperti manusia, mengakumulasi
jumlah dioxin tertinggi, karena dioxin menumpuk dalam
jaringan lemak. Bahkan, faktanya, pada sebagian besar orang
95% dioxin yang dikonsumsi berasal dari lemak hewani.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
55
Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Kota Bandung Tahun 2013 - 2018
Masalah kesehatan terbesar adalah bahwa dioxin dapat
menyebabkan kanker pada orang dewasa. Pekerja yang
terpapar dioxin dalam jumlah besar di tempat kerja mereka
selama bertahun-tahun, memiliki risiko yang jauh meningkat
untuk mengalami kanker. Jika dioxin menembus plasenta
pada
kehamilan,
meski
dalam
jumlah
kecil,
ini
dapat
menyebabkan efek terhadap reproduksi atau perkembangan,
seperti keguguran, kemandulan, dan kelainan bawaan saat
lahir – deformitas tungkai, efek neurologis dan perubahan
terhadap sistem imun. Anak-anak daripada sejumlah wanita di
Jepang dan Taiwan yang mengonsumsi minyak goreng yang
terkontaminasi dioxin, menunjukkan berbagai jenis kelainan
fisik saat lahir dan kemampuan intelegensia yang rendah saat
dites.
Asal logam berat dalam abu PLTSA
 Timbal (Pb): pewarna plastik, baterai, accu, lapisan glossy,
keramik, bungkus kabel, timah solder, zat pelapis anti
bocor,
patri
untuk
kaca,
pembalans
roda,
amunisi,
campuran material bantalan, bahan pelapis seng, pemberat
pancing, pelindung radiasi, mainan anak, gelas kristal, PVC,
bahan cat, bahan keramik, pelumas, katoda tabung TV,
 Mercury (Hg): termometer, baterai Mercury - Oxide, lampu
neon, tambal gigi (amalgam), saklar elektonik, lampu,
barometer.
 Cadmium (Cd): baterai NiCad, PVC, pewarna plastik, pelapis
permukaan (plating & coating), perhiasan perak, sel surya.
 Chromium (Cr): bahan kulit, pengawet kayu, cat, pewarna
tekstil, baja tahan karat, pelapis logam (plating & coating),
bahan refractory.
Renstra
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018
56
Download