Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 BAB III ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI A. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan BPLH Kota Bandung T ugas pokok Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung yaitu melaksanakan sebagian kewenangan daerah Bidang menyelenggarakan Pengelolaan tugas Lingkungan pokok tersebut, BPLH Hidup. Untuk Kota Bandung mempunyai fungsi : 1. Perumusan kebijakan teknis lingkup perencanaan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan air tanah dan energi, serta rehabilitasi lingkungan hidup. Permasalahan yang mengemuka berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi ini antara lain : a. Masih adanya kebijakan lingkup bidang lingkungan hidup yang belum disusun diantaranya berkaitan dengan Perwal dari Perda yang telah ditetapkan. b. Masih adanya kebijakan lingkup bidang lingkungan hidup yang perlu dilakukan perbaikan karena sudah tidak sesuai dengan kondisi daerah. 2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah lingkup perencanaan lingkungan hidup, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan air tanah dan energi, serta rehabilitasi lingkungan hidup. Permasalahan pokok yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi ini antara lain : a. Keterbatasan alokasi anggaran urusan wajib bidang lingkungan hidup khususnya untuk BPLH Kota Bandung. b. Lemahnya sinkronisasi koordinasi lintas implementasi sektoral program dalam kerangka pembangunan yang bersifat lintas sektoral. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 19 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 c. Kurangnya partisipasi masyarakat, pelaku usaha dan stakeholder lainnya dalam upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dan rehabilitasi lingkungan hidup yang telah mengalami pencemaran dan kerusakan. 3. Pembinaan dan pelaksanaan lingkup perencanaan lingkungan hidup, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan air tanah dan energi, serta rehabilitasi lingkungan hidup; Permasalahan yang sering timbul kepermukaan berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi ini antara lain : a. Masyarakat dan pelaku usaha kurang memperhatikan atau mengacuhkan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan hidup. b. Adanya dampak pencemaran lingkungan hidup ikutan karena Kondisi geografis Kota Bandung yang dikelilingi pemerintah daerah lainnya seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. c. Keterbatasan jumlah sumber daya baik sumber daya aparatur maupun sarana dan prasarana dalam rangka pelaksanaan tupoksi. d. Penghargaan punishment) dan bagi pemberian aparatur dan hukuman pemangku (reward and kepentingan lingkungan hidup belum memadai. 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya Tidak terdapat permasalahan yang mengemuka berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi ini. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 20 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel III A. 1-1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi BPLH Kota Bandung Provinsi Jawa Barat Aspek Kajian Capaian/Kondisi Saat ini Standar yang Digunakan Perumusan kebijakan teknis Adanya Peraturan Daerah lingkup perencanaan, pengen (Perda) yang berkaitan dalian pencemaran dan dengan urusan wajib Bidang kerusakan lingkungan hidup, Lingkungan Hidup (LH) pengelolaan air tanah dan belum diterbitkan Peraturan energi, serta rehabilitasi LH. Walikotanya (Perwal). Adanya Perda yang perlu Perubahan dilakukan perbaikan/revisi pemerintah karena sudah tidak sesuai dengan kondisi daerah saat ini. Faktor yang Mempengaruhi Internal Eksternal Permasalahan Pelayanan Kemampuan SDM dalam Politik anggaran atas Kegiatan pelayanan yang berkaitan memahami dan menter urusan wajib Bidang LH dengan Perda tersebut tdk dpt jemahkan peraturan per masih kurang men diselengga rakan apabila Perwalnya undang-undangan masih dukung. belum diterbitkan sehingga dapat kurang memadai. dipastikan akan mem pengaruhi tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD peraturan Kegiatan pelayanan terkait Perda yg sudah tidak sesuai kondisi daerah saat ini menjadi tidak optimal jika Perda tersebut belum direvisi sehingga dikhawatir kan akan mempengaruhi tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD Pemberian dukungan atas penye Alokasi anggaran urusan Kebutuhan anggaran BPLH Kemampuan perencana Politik anggaran atas Terdapat beberapa kegiatan pelaynan lenggaraan pemerintah daerah wajib Bidang Lingkungan sebagaimana tercantum an anggaran dan kinerja urusan wajib Bidang LH yg membutuhkan dana relatif besar lingkup perencanaan LH, Hidup khususnya yang Renstra 2009-2013. para pelaksana kegiatan masih kurang mendukung. karena sifat dan target kinerjanya pengendalian pencemaran dan menjadi kewenangan BPLH masih kurang. sehingga apabila tidak mendapatkan Komitmen SKPD terkait kerusakan LH, pengelolaan air masih kurang optimal. alokasi dana sesuai kebutuhan maka Kemampuan koordinasi terhadap urusan wajib tanah & energi serta rehabilitasi dikhawatirkan akan mem pengaruhi para pelaksana kegiatan Bidang LH masih lemah LH. tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD. masih kurang. Komitmen masyarakat, pelaku usaha & stake Terdapat beberapa kegiatan pelayanan Lemahnya koordinasi lintas Target kinerja program holder LH lainnya thd sektoral dalam kerangka lintas sektoral dalam yang membutuhkan koordinasi antar permasalahan LH masih sinkronisasi implementasi RPJMD Pemerintah Kota sektor yang lebih solid dan intens rendah. program pembangunan yang Bandung 2009-2013 sehingga jika tidak dipenuhi maka bersifat lintas sektoral. dikhawatirkan akan mempengaruhi tkt . capaian SPM/Rensra/ RPJMD. Kurangnya partisipasi dari Tingkat pencemaran ter masyarakat, pelaku usaha hadap lingkungan hidup dan stakeholder lingkungan Kota Bandung cenderung hidup lainnya dalam upaya meningkat yg disebabkan kelalaian masyarakat, pencegahan pencemaran & pelaku usaha dan perusakan LH, dan Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yg membutuhkan partisipasi relatif tinggi dari masyarakat, pelaku usaha & stakeholder lainnya sehing ga jika terjadi kekurangan dikhawatirkan akan mem pengaruhi tingkat capaian atas 21 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Aspek Kajian Capaian/Kondisi Saat ini Standar yang Digunakan rehabilitasi LH yang telah mengalami pencemaran dan kerusakan. stakeholder lingkungan hidup lainnya. Faktor yang Mempengaruhi Internal Eksternal Permasalahan Pelayanan SPM/Renstra/RPJMD. Pembinaan dan pelaksanaan Masyarakat & pelaku usaha Kondisi kualitas LH Kota Mekanisme pengelolaan Komitmen masyarakat & Terdapat beberapa kegiatan pelayanan lingkup perencanaan kurang memperhatikan atau Bandung yang cenderung LH yang baik masih pelaku usaha terhadap yg membutuhkan ketaatan masyarakat lingkungan hidup, pengendalian mengacuhkan peraturan per menurun salah satu belum diterapkan secara upaya pencegahan dan dan pelaku usaha terhadap peraturan pencemaran dan kerusakan undang-undangan terkait sebabnya yaitu kurangnya menyeluruh. rehabilitasi LH masih mengenai pengelolaan LH sehingga jika lingkungan hidup, pengelolaan pengelolaan LH ketaatan terhadap per Sumber daya (aparatur rendah. terjadi kurangnya ketaatan di air tanah dan energi, serta aturan perundang-undang khawatirkan mempengaruhi tingkat dan sarana/prasarana rehabilitasi lingkungan hidup. an mengenai LH. capai an SPM/Renstra/RPJMD belum dimanfaatkan secara optimal. Adanya dampak pencema Kondisi kualitas LH yang Terdapat beberapa kegiatan pelayanan ran LH ikutan pada sungaiberada di hilir lebih baik Komitmen atas pemberi yg berkaitan dgn pengelolaan air sungai an penghargaan dan sungai di Kota Bandung dibandingkan dengan yang terkena dampak pencemaran ikutan hukuman kpd aparatur karena kondisi geografis berada di hulu. yang lebih besar jika tdk ditangani belum memadai. yang berbatasan langsung bersama-sama dgn Pemda lainnya dengan Pemerintah Daerah sehingga mempengaruhi tingkat capai (Pemda) lainnya seperti Kab. an SPM/Renstra/RPJMD Bandung, Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat. Renstra Ketersediaan sumber daya Kebutuhan SDM & sarana (aparatur, sarana dan dan prasarana dalam prasarana) dalam rangka dokumen anggaran pelaksanaan tupoksi tahunan. terbatas Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yg membutuhkan ketersediaan sumber daya yang cukup sehingga apabila tidak dipenuhi dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat capaian atas SPM/Renstra/ RPJMD Penghargaan dan pemberian Renstra hukuman bagi aparatur dan Bandung pemangku kepentingan LH 2018 belum memadai Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yg membutuhkan penghargaan dan pemberian hukuman yang memadai bagi aparatur & pemangku kepentingan LH lainnya sehingga jika tidak dipenuhi dikhawatirkan akan mem pengaruhi tingkat capaian SPM/Renstra/RPJMD BPLH Tahun Kota 2013- Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 22 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 B. TELAAHAN VISI, MISI DAN PROGRAM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH R encana Strategis BPLH Kota Bandung 2013-2018 ini sangat terkait dengan Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah khususnya Misi Pertama yaitu mewujudkan Bandung Nyaman melalui perencanaan tata ruang, pembangunan infrastruktur serta pengendalian pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan dalam rangka mencapai Visi “Kota Bandung Yang Nyaman”. Misi ini akan diimplementasikan beberapa SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bandung termasuk oleh BPLH Kota Bandung. Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada misi pertama yang menjadi tanggung jawab BPLH Kota Bandung berada dalam lingkup sasaran “Meningkatnya Kualitas Lingkungan Hidup” terdiri dari : 1. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam 2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam 3. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan 4. Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup 5. Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah 6. Program Peningkatan Pengendalian Polusi Udara 7. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 8. Program Pembinaan dan Pengembangan Bidang Energi dan Ketenagalistrikan 9. Program Pengelolaan Bidang Air Tanah Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 23 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel III B.1-1 Faktor Penghambat dan Pendorong Pelayanan BPLH Kota Bandung Terhadap Pencapaian Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Visi : Mewujudkan Kota Bandung yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera No. Misi dan Program KDH dan Wakil KDH Terpilih Permasalahan Pelayanan SKPD (1) (2) (3) 1. Faktor Penghambat Pendorong (4) (5) Misi 1 : Terdapat kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan Perilaku sebagian masyarakat dan Kuatnya komitmen pimpinan terhadap pelaku usaha sumber pencemar permasalahan LH Kota Bandung. Mewujudkan Bandung Nyaman melalui Perda yg belum diterbitkan Perwalnya. kurang memiliki kepedulian perencanaan tata ruang, pembangunan Terdapat kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan Kondisi tersebut merupakan faktor terhadap lingkungannya. infrastruktur serta pengendalian pendorong yang besar bagi Perda yang belum dilakukan revisi sesuai kondisi pemanfaatan ruang yang berkualitas & daerah saat ini. Kondisi tersebut merupakan faktor penyelesaian permasala han pelayanan berwawasan lingkungan dalam rangka Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang penghambat terbesar dalam pelaya dimasa men datang. Dengan adanya mencapai Visi “Kota Bandung Yang nan BPLH dimasa mendatang. komitmen yang kuat dari pimpinan, membutuhkan dana relatif besar belum Nyaman”. Beberapa upaya perlu segera beberapa kegiatan pelayanan yang mendapatkan alokasi dana yang memadai. dilakukan sehingga perilaku negatif membutuhkan masukan yang relatif Program : Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang tersebut bisa dikurangi bahkan jika besar akan dapat dipenuhi atau 1. Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan membutuhkan koordinasi lintas dan antar sektor bisa dihilangkan. membutuh kan koordinasi dan Sumber Daya Alam kurang optimal dalam pelaksanaannya. Kuantitas dan kualitas aparatur kerjasama dengan inter atau lintas 2. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang masih kurang dalam menyeleng sektor lebih mudah dilaksanakan. Alam membutuhkan partisipasi relatif tinggi dari Dukungan dari organisasi masyarakat, garakan pelayanan prima. masyarakat, pelaku usaha dan stakeholder lainnya tokoh masyarakat dan pusat-pusat 3. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Kondisi ini juga merupakan faktor kurang optimal dalam pelaksanaannya. Persampahan penghambat dari pelayanan di studi yang bergerak di Bidang LH. Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang Kondisi ini juga merupakan faktor lingkungan BPLH. Dengan 4. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan membutuhkan ketaatan masyarakat dan pelaku pendorong penyelesaian permasalahan kurangnya kuantitas dan kualitas Lingkungan Hidup usaha thd peraturan kurang optimal dalam pelayanan yang akan dihadapi BPLH personil yang menyelenggarakan 5. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air pelaksanaannya. seperti rendahnya tingkat partisipasi, pelayanan dapat menyebabkan Minum dan Air Limbah kurangnya ketaatan thd per aturan optimalnya pencapaian Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang kurang 6. Peningkatan Pengendalian Polusi Udara perundang-undangan, kerjasama dll. target kinerja dll. membutuhkan ketersediaan sumber daya yg cukup belum optimal penyediannya. 7. Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam & LH Terdapat beberapa kegiatan pelayanan yang penghargaan dan pemberian 8. Pembinaan dan Pengembangan Bidang membutuhkan hukuman bagi aparatur dan pemangku kepentingan Energi dan Ketenagalistrikan lainnya belum diimplementasikan secara optimal. 9. Pengelolaan Bidang Air Tanah Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 24 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 C. Telaahan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Renstra BPLH Provinsi Jawa Barat M erujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Thn 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, daerah, dan bahwa evaluasi telaahan pelaksanaan Renstra rencana dilakukan pembangunan terhadap Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Renstra BPLHD Provinsi Jawa Barat terutama berkaitan dengan capaian kinerja sasaran strategis sebagaimana tergambarkan dalam indikator kinerja sasarannya. Kementerian Lingkungan Hidup RI dalam Renstra Tahun 2010-2014 telah menetapkan sasaran umum dan sasaran khusus Pembangunan Lingkungan Hidup. Sasaran umum yang hendak diwujudkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI untuk kurun waktu 2010-2014 yaitu mewujudkan perbaikan fungsi lingkungan hidup, dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan prinsip pembangunan berkelanjutan, sedangkan sasaran khusus yang hendak dicapai adalah : a. Terkendalinya pencemaran dan kerusakan lingkungan sungai, danau, pesisir dan laut serta air tanah; b. Terlindunginya kelestarian fungsi lahan, keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan; c. Membaiknya kualitas udara dan pengelolaan sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3); d. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup terintegrasi Indikator kinerja atas sasaran-sasaran Kementerian Lingkungan Hidup RI tersebut meliputi : Persentase jumlah sumber air yang dipantau dan diinformasikan status mutu airnya Penurunan beban pencemar Penurunan emisi kendaraan bermotor Tingkat kualitas udara kota/kab Registrasi B3 Rehabilitasi sumberdaya alam dan pengelolaan kehati Inventarisasi kerusakan data kawasan pesisir dan laut Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 25 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Pengurangan beban pencemar pada industri kecil Jumlah industri telah menerapkan program lingkungan Jumlah komisi AMDAL Daerah yang berlisensi Jumlah kasus sengketa lingkungan yang terfasilitasi Tingkat ketersediaan sarana sistem informasi lingkungan Sedangkan Renstra BPLHD Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 memiliki 20 (dua puluh) sasaran strategis dengan 31 (tiga puluh satu) indikator kinerjanya dengan rincian sebagai berikut : 1. Meningkatnya kualitas status mutu air sungai di 7 DAS 1.1. Kondisi kualitas mutu air sungai di 7 DAS 1.2. DAS yang dipantau dan diinformasikan status mutu airnya 1.3. Peta potensi sumber pencemaran berbasis DAS 1.4. Tim Pemantau Pencemaran Air berbasis masyarakat 1.5. Sumber-sumber pencemaran air yang terpantau 2. Meningkatnya kualitas udara di wilayah perkotaan di Jawa Barat 2.1. Tingkat kualitas udara perkotaan di Jawa Barat 2.2. Sistem pemantauan pencemaran udara di wilayah perkotaan 2.3. Jumlah kendaraan lulus uji emisi 2.4. Jumlah lokasi car free day di wilayah perkotaan 3. Menurunnya luasan lahan yang tercemar limbah padat dan B3 3.1. Tingkat pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 4. Meningkatnya kinerja laboratorium lingkungan terakreditasi dalam pengendalian lingkungan 4.1. Jumlah laboratorium lingkungan di daerah sudah praakreditasi 5. Mendorong upaya pelestarian dan pemanfaatan sumerdaya alam dan keanekaragaman hayati 5.1. Jumlah fasilitasi kegiatan konservasi sumberdaya alam dan pengelolaan kehati di Jawa Barat 6. Mendorong upaya perlindungan ekosistem pesisir dan laut 6.1. Jumlah fasilitasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan kawasan pesisir dan laut Jawa Barat Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 26 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 7. Tersedianya kebijakan teknis pengelolaan pembangunan berkelanjutan di Jawa Barat sebagai acuan pemberian izin lingkungan 7.1. Jumlah kajian dan rekomendasi lingkungan hidup strategis 8. Meningkatnya penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan di Jawa Barat 8.1. Tingkat penerapan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan dalam pengelolaan lingkungan di daerah 9. Tercapainya penerapan program EPCM dan Proper di kalangan dunia usaha dan industri 9.1. Jumlah personil industri yang bersertifikat EPCM 9.2. Jumlah industri Jawa Barat yang menerapkan program lingkungan 10. Terwujudnya sertifikasi Komisi AMDAL kab/kota se Jawa Barat 10.1. Jumlah Komisi AMDAL Daerah yang berlisensi 11. Terbitnya rekomendasi AMDAL hasil penilaian Komisi AMDAL 11.1. Jumlah rekomendasi AMDAL yang diterbitkan 12. Tersedianya instrumen ekonomi lingkungan yang mendukung keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup 12.1. Jumlah pedoman dan kebijakan instrumen ekonomi lingkungan 13. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap bencana di Jawa Barat 13.1. Frekuensi sosialisasi terkait kebencanaan dan perubahan iklim 14. Meningkatnya kemampuan mitigasi bencana dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim di Jawa Barat 14.1. Jumlah pedoman dan kajian terkait perubahan iklim 14.2. Mainstreaming perubahan iklim dalam Renstra sektor 15. Meningkatnya kerjasama pengendalian lingkungan hidup melalui kemitraan dengan seluruh pelaku pengelola lingkungan hidup 15.1. Jumlah kemitraan dengan berbagai stakeholder 15.2. Tingkat kesadaran seluruh stake holders dalam pengelolaan lingkungan Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 27 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 16. Tercapainya berbagai upaya terobosan program dalam rangka peningkatan kepedulian lingkungan 16.1. Jumlah program - program pengelolaan lingkungan di daerah 16.2. Jumlah peraih penghargaan lingkungan 17. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat mengenai upaya penanganan dan penyelesaian sengketa lingkungan 17.1. Jumlah pengaduan masyarakat terkait permasalahan lingkungan 18. Terfasilitasinya sengketa lingkungan hidup yang terjadi sesuai dengan kebijakan lingkungan hidup 18.1. Jumlah kasus sengketa lingkungan yang terfasilitasi 19. Tersedianya data base informasi lingkungan 19.1. Tingkat ketersediaan informasi lingkungan hidup 20. Mengembangkan sistem balai kliring lingkungan hidup 20.1. Tingkat ketersediaan sistem informasi lingkungan Perbandingan capaian kinerja Renstra BPLH Provinsi Jawa Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH Kota Bandung dapat digambarkan dalam tabel berikut ini : Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 28 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel III-C.1-1 Komparasi Capaian Sasaran Renstra BPLH Kota Bandung Terhadap Sasaran Renstra BPLHD Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup No Indikator Kinerja Capaian Sasaran Renstra BPLH Kota Bandung Capaian Sasaran Renstra BPLH Provinsi Jawa Barat Capaian Sasaran Renstra Kementerian Lingkungan Hidup (1) (2) (3) (4) (5) 1. Masyarakat telah dapat melaksanakan teknis pengelolaan sampah skala rumah tangga 619 rumah tangga Tidak ditargetkan dalam Renstra Tidak ditargetkan dalam Renstra 2. Kualitas air sungai memenuhi baku mutu sesuai SK. Gubernur Jabar No. 39 Th. 2000 Belum ada sungai utama yang kualitas air sungainya memenuhi baku mutu Tidak ditargetkan dalam Renstra 3. Kualitas udara indoor dan roadside memenuhi baku mutu udara ambient Kualitas udara pada 94,79% dari baku mutu 4. Jumlah usaha/kegiatan yang mentaati persyaratan adm. dan teknis pencegahan pencemaran air, udara dan tanah 12 pelaku usaha memenuhi persyaratan administrasi dan teknis pencegahan pencemaran air, udara dan tanah Jumlah pengaduan masyarakat atas permasalahan lingkungan yang telah di tangani dan terselesaikan 100% pengaduan masyarakat berkaitan dengan permasalahan lingkungan telah ditangani dan dapat diselesaikan titik pantau Tidak ditargetkan dalam Renstra Penurunan pertahun beban pencemar 2,5% 37 peraturan perundangan 36 kota dievaluasi Penurunan beban pencemaran 50 juta ton Tidak ditargetkan dalam Renstra 1000 registrasi B3 Pengurangan 80% beban pencemar pada industri kecil 5. 100% pengaduan ditangani 100% pengaduan ditangani Terlaksananya kepastian hukum dan penyelesaian konflik 250 rang PPLHD dan 500 PPNS 6. Jumlah sumur resapan dari tahun ke tahun meningkat 7. Jumlah pohon pelindung dan pohon produktif dari tahun ke tahun meningkat Renstra 38.491 sumur resapan 1.741.518 pohon (pohon sebanyak 857.371 pohon pelindung 884.147) produktif + pohon Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 Tidak ditargetkan dalam Renstra Tidak ditargetkan dalam Renstra Tidak ditargetkan dalam Renstra Rehabilitasi 500.000 ha pertahun 29 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 No Indikator Kinerja Capaian Sasaran Renstra BPLH Kota Bandung Capaian Sasaran Renstra BPLH Provinsi Jawa Barat Capaian Sasaran Renstra Kementerian Lingkungan Hidup (1) (2) (3) (4) (5) 8. Jumlah sekolah dengan status Sekolah Berbudaya Lingkungan (Adiwiyata) 12 sekolah telah ditetapkan sebagai sekolah Adiwiyata Tidak ditargetkan dalam Renstra Tidak ditargetkan dalam Renstra 9. Status Lingkungan Hidup terinformasikan ke publik 2 media yakni media internet dan buku status lingkungan hidup Tidak ditargetkan dalam Renstra Tersedianya data dan informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan hidup Penurunan emisi kendaraan bermotor Daerah 10. Jumlah kendaraan bermotor yang dilakukan pengujian emisi 92,87% kendaraan bermotor yang dilakukan pengujian memenuhi emisi bersih kendaraan Tidak ditargetkan dalam Renstra 11. Persentase jumlah sumber air yang dipantau dan diinformasikan status mutu airnya 16 Sungai utama (indikator ini tidak ditetapkan untuk dicapai tetapi dilakukan pemantauan dan terinformasikan status mutunya) 7 DAS status mutu airnya cemar sedang Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 70% terpantau 13 DAS prioritas di 119 kota/kab 30 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 D. Telaahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Bandung Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Telaahan rencana tata ruang wilayah ditujukan untuk mengidentifikasi implikasi rencana struktur dan pola ruang terhadap kebutuhan pelayanan SKPD. Berikut ini hasil telaahan RTRW dan KLHS Kota Bandung : Tabel III D.1-1 Hasil Telaahan Struktur Ruang Wilayah Kota Bandung No. Rencana Struktur Ruang Struktur Ruang Saat ini Indikasi Program Pemanfaatan Ruang Periode Perencanaan Berkenaan (1) (2) (3) (4) Pengaruh Rencana Struktur Ruang Terhadap Kebutuhan Pelayanan SKPD Arahan Lokasi Pengembangan Pelayanan SKPD (5) (6) 1. 2. 3. Ket : - Kolom 2 diisi dengan daftar Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang direncanakan di wilayah Kota Bandung berupa Rencana Bandara, pelabuhan laut, pelabuhan penyebrangan, terminal, stasiun kereta, jaringan jalan primer/sekunder, jaringan prasarana air, jaringan prasarana energi/listrik, dan jaringan prasarana telekomunikasi. - Kolom 3 diisi dengan daftar Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang telah ada di wilayah Kota Bandung berupa Rencana Bandara, pelabuhan laut, pelabuhan penyebrangan, terminal, stasiun kereta, jaringan jalan primer/sekunder, jaringan prasarana air, jaringan prasarana energi/listrik, dan jaringan prasarana telekomunikasi. - Kolom 4 diisi dengan indikasi program pemanfaatan ruang untuk setiap rencana tata ruang Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 31 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 - Kolom 5 diisi dengan perbandingan antara kondisi rencana dan kondisi saat ini, lakukan identifikasi pengaruhnya kepada kebutuhan pelayanan SKPD. Jika ada identifikasi bentuk kebutuhan tersebut, perkiraan besaran kebutuhan dan lokasinya. - Kolom 6 diisi dengan daftar lokasi berdasarkan hasil kolom 5. Daftar ini menjadi arahan lokasi pengembangan pelayanan SKPD untuk mendukung perwujudan struktur ruang wilayah Tabel D.1-2 Hasil Telaahan Pola Ruang Wilayah Kota Bandung No. Rencana Pola Ruang Pola Ruang Saat ini Indikasi Program Pemanfaatan Ruang Periode Perencanaan Berkenaan (1) (2) (3) (4) Pengaruh Rencana Pola Ruang Terhadap Kebutuhan Pelayanan SKPD Arahan Lokasi Pengembangan Pelayanan SKPD (5) (6) 1. 2. 3. Ket : - Kolom 2 diisi dengan daftar kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan strategis yang direncanakan di wilayah Kota Bandung. - Kolom 3 diisi dengan daftar Pusat daftar kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan strategis yang telah ada di wilayah Kota Bandung. - Kolom 4 diisi dengan indikasi program pemanfaatan ruang untuk setiap rencana pola ruang. - Kolom 5 diisi dengan perbandingan antara kondisi rencana dan kondisi saat ini, lakukan identifikasi pengaruhnya kepada kebutuhan pelayanan SKPD. Jika ada identifikasi bentuk kebutuhan tersebut, perkiraan besaran kebutuhan dan lokasinya. - Kolom 6 diisi dengan daftar lokasi berdasarkan hasil kolom 5. Daftar ini menjadi arahan lokasi pengembangan pelayanan SKPD untuk mendukung perwujudan pola ruang wilayah. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 32 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel III D.2-1 Hasil Analisis Terhadap Dokumen KLHS Kota Bandung BPLH Kota Bandung No. Aspek Kajian Ringkasan KLHS Implikasi Terhadap Pelayanan SKPD Catatan Bagi Perumusan Program dan Kegiatan SKPD (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pencemaran Udara - Data AQMS berdasarkan ISPU kualitas udara cenderung menurun pada posisi sedang. - Keberadaan Tol Cipularang berimplikasi pada penurunan kualitas udara kota Bandung khususnya di gerbang tol Pasteur dan jembatan Cikapayang. - Laju pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung tergolong tinggi berkisar antara 12-21%/tahun. - Kontribusi pencemaran udara dari sektor industri masih 15%. - RTH masih minim, tingginya pencemaran udara dari aktivitas penduduk berkontribusi meningkatkan iklim mikro. - Dengan menurunnya kualitas udara perlu segera dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian terhadap sumbersumber pencemar baik yang bergerak maupun tidak bergerak. - Peningkatan pengendalian polusi udara melalui berbagai kegiatan antara lain kegiatan pembinaan dan pengendalian pencemaran udara, kampanye langit biru dan pengujian emisi bersih kendaraan bermotor, pengadaan sarana dan prasarana pemantau kualitas udara dll. 2. Sumber Air - Baru 25% Rumah Tangga yang terlayani PDAM sedangkan sisanya sebesar 75% mengakses sumber air lain. - Terjadi peningkatan pengambilan air tanah secara illegal. - Hingga bulan Agustus tercatat 887 titik pengambilan air tanah dengan pengambilan air tanah sebessr 1.074.351 m3/bulan. - Hampir seluruh daerah kota bandung tergolong kategori I (kritis) dan II (rawan); - Dengan adanya kecenderungan pengambilan air tanah yang berlebihan berpengaruh kepada ketersediaan air. Untuk itu perlu segera dilakukan upaya pengendalian dan perlindungan serta konservasi sumber-sumber air yang mengalami kerusakan. - Optimalisasi pengelolaan bidang air tanah melalui kegiatan penyusunan kebijakan pengelolaan air tanah, pengawasan pemanfaatan air tanah, pengembangan model teknologi konservasi air tanah, dll. - Melakukan upaya perlindungan dan konservasi SDA melalui kegiatan konservasi air tanah dan mata air, konservasi sungai dan anak sungai, pembangunan sumur resapan dangkal pada daerah tangkapan air, pembuatan lubang biopori dll. Renstra Daya Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 33 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 No. Aspek Kajian 3. Pencemaran Air Implikasi Terhadap Pelayanan SKPD Catatan Bagi Perumusan Program dan Kegiatan SKPD Sebagian besar sungai utama tercemar berat. Kualitas air sungai yang merupakan sumber air baku PDAM Kota Bandung tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum karena berada pada status tercemar ringan sampai dengan berat. IPAL terpusat di Bojongsoang hanya melayani 15% dari penduduk Kota Bandung. Separuh sumur gali dan sumur pompa tidak memenuhi syarat sebagai air bersih. Hampir semua sumur gali dan sumur pasak sudah tercemar bakteri coli. - Dengan kualitas air sungai yang tercemar ringan sampai dengan berat tentu berdampak kepada menurunnya tingkat ketersediaan air baku dan air bersih. Untuk itu perlu segera dilakukan upaya pengendalian pencemaran dan perusakan sumber-sumber air. - Optimalisasi pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup melalui kegiatan penyusunan kebijakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, pemantauan kualitas air sungai dan air limbah dari sumber pencemar, penanganan pengaduan kasus lingkungan hidup, penerapan dan fasilitasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dll. 68 titik rawan genangan bajir di Kota Bandung. - Peningkatan koefisien run off, tahun 1960 (Otto Soemarwoto-2002) kira-kira 40% dan Bandung Utara 25%, saat ini diperkirakan 75% dan di Kawasan Bandung Utara 60%. - Tingginya koefisien run off sangat mempengaruhi tingkat penyediaan air tanah sebagai sumber air baku maupun air bersih. - Melakukan upaya perlindungan dan konservasi SDA melalui kegiatan pembangunan sumur resapan dangkal pada daerah tangkapan air, pembuatan lubang biopori dll. Tingkat pelayanan sampah pada tahun 2012 baru sebesar 85%. Produksi sampah Kota Bandung semakin meningkat sebagian besar adalah sampah perumahan dan fasilitas umum. Jumlah sampah yang diangkut sebanyak 10001100 ton sampah/hari dari 164 TPS. Sekitar 3% atau 135 ton/hari timbunan sampah telah dikelola dengan sistem 3R di 5 lokasi TPS 3R milik PD Kebersihan dan 7% atau sekitar 105 ton/hari timbunan sampah dikelola dengan sistem 3R secara mandiri oleh masyarakat. Terdapat 70 bank sampah di 70 RW dari 1560 RW di Kota Bandung. - Belum seluruh sampah yang diproduksi dapat ditangani tentu berdampak kepada kurang optimalnya tingkat pelayanan BPLH. - Melakukan upaya pengembangan kinerja pengelolaan sampah antara lain melalui kegiatan penyusunan kebijakan pengelolaan persampahan, pelatihan pengelolaan sampah pola 3R, sosialisasi pembentukan dan pengelolaan bank sampah sosialisasi pembentukan dan pengelolaan bank sampah, sosialisasi pengelolaan persampahan skala RW, pengawasan dan pengendalian pembangunan dan operasional tempat pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan pembentukan model kawasan pengelolaan sampah terpadu, pembangunan sarana percontohan waste to energy (Biogas), penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan, pembangunan model tempat penampungan Ringkasan KLHS - - - 4. Bencana Banjir - 5. Volume dan Pengelolaan Sampah - - - Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 34 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 No. Aspek Kajian Ringkasan KLHS Implikasi Terhadap Pelayanan SKPD - Pembuangan sampah ke TPA masih menjadi alternatif utama pengelolaan sampah Kota Bandung. - Tidak adanya sistem pengolahan dan pengelolaan yang baik, serta pengurangan sumber sampah melalui kebijakan publik dan masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi sampah. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 Catatan Bagi Perumusan Program dan Kegiatan SKPD sementara sampah ramah lingkungan dll. 35 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 E. Isu-Isu Strategis Bidang Lingkungan Hidup P ermasalahan lingkungan hidup yang menjadi isu-isu strategis di lingkungan Kota Bandung antara lain berkaitan dengan permasalahan air, udara, limbah padat, dan tata guna lahan. Simpulan tersebut berdasarkan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kota Bandung 2010 dan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bandung Tahun 2011 dan 2012. 1. Isu Air Permasalahan lingkungan yang timbul berkaitan dengan isu air yaitu rendahnya kualitas air sungai, rendahnya kualitas air tanah, dan penurunan muka air tanah. 1.1. Rendahnya Kualitas Air Sungai Kualitas air permukaan tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi alami sungai tapi sangat dipengaruhi oleh kegiatan antropogenik (aktivitas manusia). Sungai yang melintas di Kota Bandung seperti sungai di kota-kota lainnya umumnya memiliki tekanan yang besar, berkaitan dengan jumlah penduduk yang terus berkembang serta fungsi sungai yang beraneka ragam, mulai dari sumber air baku, tempat pembuangan aktivitas domestik maupun industri, tempat rekreasi dan lain-lain. Pencemaran Sungai Cikapundung Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 36 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan secara kontinyu setiap tahun dapat digambarkan kondisi sungai-sungai di Kota Bandung sebagai berikut : a. Mengalami hambatan self purification akibat pencemaran secara kontinu dasarnya di badan melakukan sepanjang air bantaran mempunyai pemurnian diri sungai. kemampuan sendiri (self Pada untuk purification) terhadap zat-zat pencemar yang masuk ke dalam air dalam setiap badan air atau sering disebut juga daya assimilasi (assimilative capacity). b. Daya asimilasi (assimilative capacity) yaitu kemampuan badan air untuk menerima beban limbah cair tanpa terjadi pencemaran beberapa telah sungai mengalami yang penurunan, melewati wilayah bahkan padat di bisa dikatakan tidak ada. Kemampuan ini tergantung dari debit (kapasitas) dan kandungan pencemar didalamnya. Semakin besar debit aliran dan semakin rendah kandungan polutannya maka akan semakin besar daya asimilasi badan air tersebut. c. Terjadi pendangkalan sungai akibat erosi dan sampah padat yang terbawa aliran air hujan/drainase atau yang sengaja dibuang masyarakat ke sungai. d. Kelas mutu sungai tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum, dan sudah berada pada status tercemar ringan sampai dengan tercemar berat dibandingkan dengan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan SK. Gubernur Jawa Barat no. 39 Tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat. Parameter Fisika Dari hasil pemeriksaan kualitas air sungai di Laboratorium menunjukan kualitas air sungai di semua ruas sungai di wilayah Kota Bandung baik hulu sampai hilir kota Bandung Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 37 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 belum memenuhi syarat baku mutu golongan B, C, D berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No : 39 tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat. Dari hasil analisa kualitas air yang dilakukan selama kurun waktu September – Oktober dan November 2007 oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung di 40 titik pantau menunjukkan parameter fisik (DHL, Kekeruhan, TDS, suhu dan warna) menunjukan penurunan kualitas dari hulu ke hilir dan berada diatas baku mutu. Parameter Kimia Kualitas kimia sungai secara langsung dipengaruhi oleh adanya pencemaran air yang terjadi pada sungai. Semakin berat pencemaran berlangsung maka dapat dipastikan bahwa kondisi kualitas sungai akan menurun. Kandungan senyawa organik pada beberapa sungai-sungai di Kota Bandung cukup tinggi mulai dari hulu, tengah sampai hilir didasarkan pada nilai parameter BOD dan COD, MBAS, DO dan E. Coli yang terukur, di 40 titik pemantauan, yaitu di Sungai Cikapundung, S. Cikapundung Kolot, S. Cicadas, S. Citepus, S.Cibuntu, S. Cikendal, S. Ciparumpung, S. Cidurian, S. Cipamokolan, S. Cisaranteun, S. Cipanjalu, S. Cinambo, dan S. Cihalarang. Hampir seluruh kualitas air sungai di Kota Bandung telah melebihi golongan B, C, dan D berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 39 tahun 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-Anak Sungainya di Jawa Barat. Kandungan senyawa organik yang tinggi menjadikan konsumsi oksigen dalam air menjadi lebih banyak dan konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang yang pada akhirnya berdampak pada kehidupan biota perairan. Kandungan Nitrogen pada air sungai yang terukur dengan senyawa ammonia (NH3), nitrat (N03), dan nitrit (N02) terdeteksi ada pada sungai-sungai di Kota Bandung. Hampir Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 38 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 seluruh sungai di wilayah Kota Bandung memiliki kandungan senyawa amonia di luar baku mutu kelas I (PP 82/2001). Tingginya senyawa amonia ini menyebabkan proses oksidasi yang lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi kandungan oksigen terlarut dalam air. Sebagai hasil oksidasi, besarnya kandungan senyawa nitrit dan nitrat memang tergantung dari besarnya senyawa amonia yang keberadaan terdapat senyawa dalam nitrit air. yang Namun cukup demikian tinggi dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup. Dari seluruh sungai yang diteliti hampir semua memiliki kandungan senyawa nitrit diluar baku mutu yang telah ditetapkan (0,06 mg/l). Sedangkan keberadaan senyawa nitrat pada air lebih banyak menimbulkan kondisi eutrofikasi pada sungai, selain dapat tereduksi menjadi nitrit. Pada seluruh sungai yang diteliti di Kota Bandung tersebut tidak ada sungai yang memiliki kandungan nitrat diluar baku mutu kelas I. Kandungan unsur logam yang terdapat pada sungai-sungai di Kota Bandung didominasi oleh logam-Iogam yang secara alami terdapat pada sungai yaitu Mn, Tembaga (Cu), Pb (timbal), Merkuri (Hg), Chromium (Cr) berada diatas baku mutu. Hal ini menandakan adanya pencemaran berat oleh terkait dengan kegiatan industri domestik yang masuk kedalam perairan, air sungai tidak lagi jernih, berwarna dan berbau. Kandungan senyawa minyak dan lemak pada seluruh sungai di Kota Bandung terdeteksi pada kisaran < 1 mg/L . Berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan untuk kandungan minyak dan lemak adalah Nihil. Kandungan minyak/lemak dan deterjen pada air sungai seringkali diindikasikan sebagai akibat dari adanya pencemaran limbah domestik (grey water). Parameter Mikrobiologi Secara biologi, kualitas sungai terukur dengan parameter coliform total dan coliform faecal pada air. Pada umumnya Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 39 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 nilai parameter ini ada sebagai akibat adanya pencemaran Iimbah domestik yang masuk kedalam sungai. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, parameter mikrobiologi di semua titik pantai Sungai di Kota Bandung melebihi baku mutu yang disyaratkan. Parameter Lain Profil kadar parameter dari hulu sampai ke hilir menunjukkan beberapa indikasi sebagai berikut : Perubahan kadar parameter Nitrat pada semua lokasi dan semua musim tidak signifikan dan tidak menunjukkan adanya pencemaran Kadar Nitrit pada musim kemarau menunjukkan indikasi pencemaran hanya pada beberapa lokasi di hulu dan di hilir waduk namun tidak menunjukkan trend berakumulasi. Terdapat fenomena yang tidak jelas, justru di musim hujan pada bulan Oktober di semua lokasi hulu waduk terdapat peningkatan pencemaran Nitrit, yang melebihi kadarnya di musim kemarau. Kadar Sulfida menunjukkan adanya pencemaran, namun berdasarkan data yang ada hanya terjadi pada bulan Juni pada semua lokasi di hulu waduk. Terdapat Sulfida pada beberapa lokasi di musim hujan namun tidak signifikan. Kadar Chlorine tidak menunjukkan pencemaran pada semua lokasi dan semua periode. Kadar Sianida tidak menunjukkan pencemaran pada semua lokasi dan semua periode. Kadar Fluorida tidak menunjukkan pencemaran pada semua lokasi dan semua periode. Kadar logam berat As, Hg, Cu, Co, Ni dan Pb tidak menunjukkan pencemaran pada semua lokasi dan semua periode. Logam Seng menunjukkan indikasi pencemaran pada lokasi di hulu waduk, namun hanya berdasarkan data pada bulan Juni. Pada periode lainnya terjadi pencemaran Seng hanya di Sapan pada bulan Agustus. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 40 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Kandungan bakteri Fecal Coliform dan Total Coliform menunjukkan tingkat pencemaran berat pada semua lokasi dan pada semua periode musim. Gambar 4. Mutu Air dengan Metode STORET PP No. 82 Tahun 2001 Kelas IV -35 -30 -25 Skor Skor -20 Cemar Berat -15 Cemar Sedang Cemar Ringan -10 -5 Cikiley Hilir Cikiley Hulu Cidurian Hilir Cidurian Hulu Ciparungpung Hilir Ciparungpung Tengah Ciparungpung Hulu Citepus Hilir Citepus Tengah Citepus Hulu Cikapundung Klt Hilir Cikapundung Klt Tengah Cikapundung Klt Hulu Cikapundung Hilir Cikapundung Tengah Cikapundung Hulu 0 Grafik Mutu Air dengan Metode STORET PP No. 82/ 2001 Kelas IV Sumber: Badan pengelola Lingkungan Hidup, 2012 Hampir semua sungai tergolong dalam katagori tercemar sedang, kecuali Cikapundung Sungai Tengah dan Cikapundung Sungai Hulu, Ciparungpung Sungai Hulu tergolong dalam katagori tercemar ringan. 1.2. Rendahnya Kualitas Air Tanah Kualitas air tanah sangat tergantung kepada komposisi kimia batuan pembentuk akuifer, yang dilarutkan selama air tanah mengalir, serta pencemaran yang terjadi disekitarnya. Unsur kimia batuan sangat tergantung kepada batuan asal dan proses terjadinya batuan tersebut. Sampai kedalaman 40 m dari permukaan tanah yang ditutupi batuan hasil Endapan Danau Bandung Purba, umumnya mengandung kadar besi (Fe) dan Mangan (Mn) tinggi. Kadar kimia air pada air tanah ini, terlihat pada air tanah sumur penduduk cukup tinggi dan melebihi batas ambang untuk air minum yang distandarkan oleh Departemen Kesehatan, seperti air berwarna kuning dan bau besi. Lokasi yang mempunyai kualitas ini terutama tersebar di daerah Ujungberung, Antabaru/Arcamanik, dan Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 41 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Batununggal. Pada daerah yang ditutupi oleh batuan hasil kegiatan gunung api, seperti di daerah bagian selatan Bandung serta pada akuifer yang kedalamannya lebih dari 40 m umumnya baik dan memenuhi standar untuk keperluan air minum dan industri. Berdasarkan pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Bandung, separuh dari sumur gali dan sumur pompa di Kota Bandung tidak memenuhi syarat sebagai air bersih. Dari analisis sampel yang diambil dari 52 kelurahan, secara bakteriologi hanya 37 % yang memenuhi syarat. Tercemarnya berbagai sumber air bersih oleh limbah mengakibatkan industri penurunan maupun ketersediaan domestik air per telah kapita pertahun. Pencemaran lingkungan sangat cepat pengaruhnya terutama terhadap air tanah dangkal. Sumber utama berasal dari limbah industri dan rumah tangga seperti tinja (septic tank). Di daerah pemukiman hampir semua air yang berasal dari sumur gali dan sumur pasak sudah tercemar bakteri coli tinja dengan konsentrasi sudah mencapai 2400 JPT/100 ml, sedangkan disaratkan dalam PermenKes untuk air minum tidak boleh ada coli jenis apapun. Penyebab utama karena sanitasi kurang baik. Berdasarkan penelitian WHO, bakteri coli tersebut akan mati jika sudah mengalir dalam tanah minimal sejara 10 m. Oleh karenanya disarankan pembuatan sumur yang baik harus berjarak minimal 10 m dari septik tank dan tempat pembuangan air kotor. 1.3. Penurunan Muka Air Tanah Penyebab adanya penurunan muka air tanah di Kota Bandung lebih disebabkan pengambilan air tanah yang berlebihan. Permasalahan penyediaan air bersih di Kota Bandung saat ini tidak saja hanya mencakup kualitas tapi juga kuantitas. Dimana secara kuantitas kebutuhan air bersih untuk berbagai keperluan terus meningkat setiap tahunnya, sedangkan kemampuan PDAM dalam memenuhi kebutuhan air bersih masih terbatas, dan kondisi Tahun 2005 cakupan pelayanan Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 42 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 baru mampu memenuhi sekitar 53 % dari penduduk Kota Bandung dengan kapasitas produksi air bersih adalah sekitar 3.750 liter/detik. Mengingat dengan keterbatasan penyediaan air bersih oleh PDAM, pengambilan air tanah melalui sumur bor terus meningkat. Pada tahun 1970 jumlah pengambilan air tanah melalui sumur bor mencapai 10,5 juta m3/tahun, pada tahun 1985 dan 1995 meningkat masing masing menjadi 38,6 juta m3 / tahun dan 66,9 juta m3/tahun (Dedi Hernandi dkk, 2006). Sementara jumlah sumur bor pada tahun 1970 yang semula hanya sekitar 500 buah, pada tahun 1985 meningkat menjadi sekitar 1500 buah dan pada tahun 1995 mencapai sekitar 2.200 buah. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pengambilan air tanah di Kota Bandung dan daerah sekitarnya tahun 1996 cukup meningkat yaitu mencapai 76,8 juta m3/tahun (sekitar 92% diantaranya dipergunakan untuk usaha industri dan usaha komersil lainnya) dengan total jumlah sumur bor mencapai 2.628 buah). Jumlah sumur bor sebenarnya diperkirakan lebih banyak karena banyak diantaranya yang tidak didaftarkan. Sementara itu berdasarkan hasil IWACO/ International Workshop on Aliasing, Confinement and Ownership, (DHV dan IWACO,1989) memproyeksikan kebutuhan air bersih di Kota Bandung dan Daerah sekitarnya pada tahun 2015 akan naik dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 1996, yaitu menjadi sekitar 4.372 l/detik. Pesatnya peningkatan aktivitas industri, mall dan hotel, telah menyebabkan pengambilan air tanah semakin tinggi dan tidak terkendali, sementara daerah resapan air semakin sempit. Akibat meningkatnya jumlah kebutuhan air dan meningkatnya jumlah sumur bor secara signifikan berdampak terhadap penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah di Kota Bandung dan sekitarnya yang didasarkan pada analisis data Automatic Water Level Recorder (AWLR) terpasang pada Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 43 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 sumur pantau periode Juli 1996 sampai Juli 2005 (Dedi Hernandi dkk, 2006) diketahui, mencapai minus 0,01 – 1,20 m per bulan. Sementara data dari Pusat Lingkungan Geologi menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir penurunan muka air tanah mencapai 80 m. Variasi laju penurunan pertahun berkisar antara 0,01 – 6,26. Tingginya pengambilan air tanah di Bandung dan sekitarnya, telah mengakibatkan beberapa daerah mengalami amblasan, seperti di Leuwigajah, Kota Cimahi (Turun 52 cm), Rancaekek (turun 42 cm), Dayeuhkolot (turun 46 cm) dan di daerah Kopo. Menurut Direktorat Tata Lingkungan dan Pertambangan, hingga 2002 muka air tanah di Bandung berada sekitar 100 m di bawah muka air tanah. Selain terjadinya penurunan muka air tanah, juga telah terjadi penurunan laju produksi rata-rata air sumur dari 0,1 juta m3 / tahun sebelum tahun 1970 menjadi 0,03 juta m3/tahun pada tahun 1995 (Muhammad, 1997). Laporan pada tahun 1999, menunjukkan bahwa laju produksi air sumur dalam hanya 0,01 juta m3/tahun. Tingginya penggunaan air tanah di Kota Bandung dan sekitarnya telah menyebabkan beberapa daerah tergolong kritis air tanah. Bila mengacu pada peta konservasi air tanah daerah Bandung dan sekitarnya, hampir seluruh daerah Kota Bandung tergolong kategori I (kritis) dan II (rawan). Kategori I tergolong daerah kritis, dan di daerah ini tidak diperbolehkan lagi adanya pengambilan air tanah untuk semua peruntukkan kecuali hanya untuk air minum dan rumah tangga. Sementara kategori II pada dasarnya pengambilan air tanah disarankan tidak diperkenankan untuk industri dan jasa. Namun demikian disayangkan, pada beberapa tempat di zona kategori I masih ada pengambilan air tanah untuk kebutuhan bukan air minum dan rumah tangga. Perkembangan Pengambilan Air Tanah pada Akuifer Tengah dan Dalam dapat dilihat pada Gambar berikut : Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 44 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 90 3000 76.82628 2484 2397 70 66.9 2225 Volume Pengambilan (juta m3) 2258 2154 2237 2252 61 60 2500 2484 2401 2387 58.5 1978 50 45.8 46.8 48.1 50.6 50.1 50 2000 51.4 47.4 45.4 46.6 46.6 1666 1500 41.7 38.6 40 1327 30 Jumlah Sumur 80 1000 971 821 18.7 20 686 500 10.5 10 1.6 0.5 0 5 3.2 15 4.6 30 6.3 4.9 42 45 7.3 58 300 78 96 0 1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1976 1985 1988 1990 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Gambar 2. Perkembangan pengambilan air tanah pada akuifer tengah (40 - 150) m bmt dan akuifer dalam (>150 m bmt) Volume Pengambilan Jumlah Sumur Grafik. Perkembangan Pengambilan Air Tanah pada Akuifer Tengah dan Dalam Sumber : Geologi Tata Lingkungan, 2009 Penurunan muka air tanah sangat signifikan terutama pada akuifer dalam. Seperti diuraikan di atas, sumber air tanah ini berasal dari daerah resapan air yang lokasinya jauh dan pengalirannya sampai ke daerah pengambilan air tanah memerlukan waktu lama sampai ratusan tahun bahkan air tanah di Cekungan Bandung-Soreang berumur ribuan tahun. Penurunan muka air tanah pada akuifer dangkal tidak separah pada akuifer dalam, karena air tanah ini lebih cepat terisi kembali oleh air permukaan disekitarnya, terutama dari air hujan dimusim penghujan. Penurunan muka air tanah yang drastis terjadi terutama sejak tahun delapan puluhan, seiring dengan pesatnya perkembangan industri dan pemukiman penduduk, yang notabenya kebutuhan air bersih dan air baku diambil dari air tanah. Oleh karenanya penurunan muka air tanah paling parah terjadi di daerah industri dan pemukiman, seperti daerah sekitar Jalan Mohamad Toha, Ujungberung, Cicaheum, dan Kiaracondong, lihat Gambar 2.5 Di daerah pemukiman dan perumahan terjadi penurunan terutama pada muka air tanah dangkal, terlihat dari sulitnya mendapatkan air tanah dari sumur penduduk. Tabel 2.1 menguraikan data tentang daerah di Kota Bandung yang mengalami penurunan muka air tanah. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 45 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel III E.1-2 Penurunan Muka Air Tanah di Kota Bandung No Lokasi Penurunan Muka Air Tanah (mm/tahun) 1. Husein 1,27 – 4,32 2. Cijerah 1,27 – 4,32 3. Arjuna 1,27 – 4,32 4. Garuda 1,27 – 4,32 5. Buah Batu 1,27 – 4,32 6. Cibuntu 1,27 – 4,32 7. Maleber 1,27 – 4,32 8. Kebon waru 1,61 – 3,10 9. Kiaracondong 1,61 – 3,10 10. Gedebage 1,63 – 2,12 11. Cipadung 1,63 – 2,12 12. Ujungberung 1,63 – 2,12 13. Cicaheum 1,63 – 2,12 Sumber : Geologi Tata Lingkungan, 2009 2. Isu Udara Permasalahan lingkungan berkaitan dengan isu udara yaitu emisi gas, dan kualitas udara ambien. 2.1. Emisi Gas Sumber pencemaran transportasi, industri, udara dominan pemukiman, adalah dan kegiatan persampahan (sudomo, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1992 di 5 (lima) kota, yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Medan, transportasi merupakan kegiatan yang secara umum mengemisikan polutan tertinggi. Di Kota Bandung, sektor transportasi merupakan kontributor utama emisi CO, NOx, Hidrokarbon. Sementara sektor industri merupakan kontributor utama emisi SOx, dan permukiman merupakan kontributor utama emisi debu. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 46 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel III E.2-1 Distribusi Emisi Pencemar Udara di Kota Bandung Emisi Transportasi Pemukiman Persampahan (Ton/Tahun) (%) (%) (%) Parameter CO NOx SOx Hidrokarbon Debu Industri (%) 97.300,00 2.800,00 97,4 56,3 0,1 11,1 2,4 3 0,1 29,6 2.092,00 2.270,00 1.121,10 12,6 78,5 27,4 18,8 2,2 33,2 0,7 17,5 19,4 68 1,8 20 Sumber : Sudomo, 2001 Data Dinas Perhubungan Kota Bandung pada tahun 2001 total kendaraan bermotor menjadi 501.885 unit, tahun 2005 meningkat 821.562 unit, peningkatan terbesar terjadi pada sepeda motor dari 283.936 unit pada tahun 2001 menjadi 544.660 unit pada tahun 2005. Meningkatnya pencemaran udara di Kota Bandung juga dipicu adanya kemudahan akses memasuki Kota Bandung, khususnya dari Jakarta. penelitian Hasil Departemen Teknik Lingkungan ITB Desember 2006, menunjukan bahwa kebeadaan tol Cipularang telah berimplikasi terhadap kualitas udara. Di Titik masuk Kota Bandung seperti gerbang tol Pasteur dan jembatan Cikapayang kandungan CO rata-rata pada hari Jumat dan Sabtu meningkat sekitar 38% (di hari normal sekitar 1,800 menjadi 2,500 kg/hari pada Jumat dan Sabtu), sedangkan NOx meningkat 59% dan HC meningkat 50%. Meningkatnya pencemaran udara di Kota Bandung juga dipengaruhi oleh tidak terawatnya mesin kendaraan. Data BPLH Kota Bandung menunjukan bahwa berdasarkan hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor tahun 2002 – 2005 lebih dari 60% kendaran berbahan bakar solar tidak memenuhi baku mutu emisi, sementara untuk yang berbahan bakar bensin berfluktuasi dari sekitar 10 % hingga 52%. Sementara Dinas Perhubungan Kota Bandung mengemukakan bahwa angkutan kota adalah penyumbang polusi udara yang paling besar. Meningkatnya pencemaran udara tersebut akan berdampak terhadap penurunan derajat kesehatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2006, jumlah Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 47 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 balita penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Kota Bandung merupakan nomor empat terbanyak di Jawa Barat. Sedangkan menurut Puji Lestari tahun 2004 yang melakukan penelitian terhadap 500 anak SD di Kota Bandung, terdeteksi bahwa dalam darah 6 (enam) dari 10 (sepuluh) anak yang diteliti, memiliki kandungan Pb di atas 10 mikrogram/ del. Kemudian pada tahun 2005 Puji Lestari melakukan penelitian kembali terhadap 400 anak dengan hasil menunjukkan bahwa Pb dalam darah anak-anak di Kota Bandung berkisar antara 2,5-60 mikrogram/dcl (rata-rata 14,13 mikrogram/dcl), padahal toleransinya 10 mikrogram /dcl. Bila tidak ada upaya penanggulangan, diprediksi bahwa kadar polutan pada tahun 2020 akan terakumulasi empat kali lipat. Dalam kaitanya dengan daya dukung dan daya tampung, kemampuan sumber daya udara khususnya kualitasnya sangat sulit diprediksi daya dukung dan daya tampungnya. Namun demikian tanda-tanda semakin menurunnya daya tampung kualitas udara dapat dilihat dengan jelas yaitu dari semakin banyaknya wilayah di Kota Bandung yang udaranya mengalami pencemaran dan beberapa parameter konsentrasinya telah melampaui Baku Mutu (BM). Mengingat saat ini sumber pencemar udara terbesar adalah dari kendaraan bermotor, dan laju pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung tergolong tinggi berkisar antara 12 - 21% pertahun, maka apabila hal ini dibiarkan berlanjut diperkirakan dalam kurun waktu 10-20 tahun mendatang hampir semua wilayah Kota Bandung kualitas udaranya akan melampaui Baku Mutu yang pada gilirannya akan menurunkan kesehatan warga Kota Bandung. Di samping persoalan pertumbuhan kendaraan bermotor, sektor industri pun perlu diperhatikan. Walaupun kontribusi pencemaran udara dari sektor industri hanya sekitar 15%, namun apabila tidak ada pengendalian dimasa datang, potensial menurunkan kualitas udara, mengingat penggunaan batu bara di sektor industri terus meningkat sebagai dampak dari kenaikan BBM pada tahun 2005. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 48 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 2.2. Kualitas Udara Ambien Dari hasil sampling kualitas udara ambien di Kota Bandung yang dilakukan tahun 2012 pada 16 titik sampling udara sisi jalan (roadside) dan 10 titik sampling udara dalam ruang (indoor) didapatkan hasil untuk parameter CO, 03, S02, CO, NO2, TSP, HC, dan Pb yang hampir semuanya masih dibawah baku mutu kecuali kebisingan. Kondisi ini diperkirakan karena waktu pemantauan yang dilakukan pada saat musim hujan atau baru selesai hujan turun. Sumber emisi partikulat di udara berasal dari tersuspensinya tanah partikel halus ke udara dari aktivitas kendaraan/transportasi dan akibat tiupan angin. Besarnya konsentrasi partikulat selain disebabkan oleh kedua hal tersebut di atas juga dipengaruhi oleh tata guna lahan di lokasi pengukuran. Dan dari hasil sampling diatas dapat diperkirakan besarnya partikulat di lokasi cenderung berasal dari aktifitas transportasi kendaraan bermotor. Tabel E.2-2 Hasil Pengukuran kualitas udara Roadside Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 49 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Tabel E.2-3 Hasil Pengukuran kualitas udara Indoor 3. Isu Limbah Padat Permasalahan lingkungan berkaitan dengan isu limbah padat yaitu tekanan terhadap persampahan, tingginya jumlah perusahaan yang belum mengelola Limbah B3nya dengan baik, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). 3.1. Tekanan terhadap persampahan Saat ini di Kota Bandung selain ada pengelolaan sampah secara formal oleh Dinas Kebersihan, juga berkembang pengelolaan sampah oleh para pelaku informal seperti para Laskar Mandiri (pemulung), lapak, bahkan bandar dan lapak. Disamping itu, upaya pengomposan yang telah banyak dilakukan di Kota Bandung juga diperhitungkan sebagai usaha mereduksi sumber sampah. Hasil uji komposisi menunjukkan adanya potensi untuk menekan beban pengelolaan bila sampah organik compostable dapat dikomposkan di sumber. Dari observasi di lapangan, diperkirakan 95% sampah organik merupakan sampah yang dapat dikomposkan. Upaya pengurangan (reduksi) yang sudah berlangsung sampai saat ini baru merupakan pengurangan akibat pengambilan barang lapak oleh pemulung. Para pemulung melakukan kegiatan pemulungan atas dasar pemenuhan kebutuhan hidup, bukan atas Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 50 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 pertimbangan pengurangan beban bagi pengelolaan sampah. Dari observasi terhadap proses pemulungan barang potensi daur ulang diperkirakan besarnya pemulungan mencapai 5,6% terhadap timbulan sampah total. Observasi di lapangan menginformasikan bahwa sampai saat ini masih banyak warga yang memiliki kebiasaan membuang sampah ke sungai atau selokan, dan membuang sampah di lahan kosong terlantar. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat pelayanan pengelolaan sampah pada warga Kota Bandung belum optimal. a. Operasi Pengumpulan Operasi pengumpulan sampah yang dijalankan di Kota Bandung dibedakan atas 3 pola operasi pengumpulan yaitu : individu langsung (Door to Door), individual tidak langsung, dan Komunal langsung. Individu langsung (Door to Door) Sampah dari sumber sampah dikumpulkan, dan langsung diangkut oleh kendaraan pengangkut sampai ke TPA. Lokasi yang menggunakan sistem ini diantaranya adalah kawasan industri, perkantoran, komersil, dan pemukiman terutama pemukiman teratur/real estate. Individual tidak langsung Pengumpulan dari sumber oleh gerobak, dibawa ke TPS dan diangkut ke TPA oleh kendaraan pengangkutan. Pada pola ini terdapat dua jenis kendaraan pengumpulan yang umum dipergunakan yaitu : a). Gerobak besar volume (1 - 1,5) M3, kapasitas kerja 3 RW/gerobak atau 800 KK/gerobak, dengan frekuensi 3 rit/minggu (2-3 hari sekali). b). Gerobak besar volume (0,2 – 0,3) M3, kapasitas kerja 8 KK/gerobak, dengan frekuensi 6 rit/minggu. Komunal langsung Penimbul sampah mengumpulkan sampahnya sendiri ke suatu tempat (bak atau lahan terbuka), sampah yang terkumpul akan diangkut oleh Dinas kebersihan pada Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 51 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 waktu tertentu. Pola ini dilaksanakan di wilayah dengan ketersediaan lahan TPS, dengan partisipasi masyarakat yang cukup tinggi b. Pengangkutan Pelayanan persampahan di Kota Bandung dibagi menjadi 4 (empat) wilayah operasional yaitu wilayah operasional Bandung Barat, Bandung Utara, Bandung Selatan, dan Bandung Timur. Pengangkutan sampah menggunakan 2 (dua) jenis kendaraan yaitu Arm roll/LH dan Dump truck dengan kapasitas 10 M3 dan 6 M3. Total jumlah armada tersebut adalah 113 buah untuk seluruh wilayah operasional. c. Operasi Pembuangan Sejak bulan Februari 2006, Kota Bandung tidak lagi memiliki tempat pembuangan akhir sampah yang dapat menampung timbulan sampah yang ada. Berdasarkan perhitungan timbulan sampah, total timbulan sampah Kota Bandung tahun 2007 adalah 6.860 M3/hari dengan sumber timbulan sampah terbesar dari perumahan dan fasilitas umum. Tempat penampungan sampah sementara (TPS) yang digunakan di Kota Bandung berjumlah 202 buah. Volume sampah yang dapat diangkut pada tahun 2007 adalah 2.231 M3 hari. Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah milik PD Kebersihan Kota Bandung pada saat ini terdapat di lima lokasi, yaitu TPA Pasir Impun, Leuwigajah, Cicabe, Cieunteung, dan Jelekong. TPA Pasir Impun, Cieunteung, dan Cicabe telah ditutup, begitu juga dengan TPA Leuwigajah dan Jelekong. TPA Leuwigajah mempunyai kapasitas 3.187.409 M3, menggunakan sistern Open DumpIng, sedangkan TPA Jelekong, dengan kapasitas 650.490 M3, menggunakan sistem Control Landfill, namun semua TPA tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Saat ini TPA yang digunakan untuk mengatasi sampah Kota Bandung adalah TPA Sarimukti di desa Sarimukti di Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan sistem open dumping. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 52 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Rendahnya kinerja pengelolaan sampah di kabupaten ini berdampak secara langsung terhadap kualitas lingkungan dan sanitasi masyarakat. Penumpukan dan pembuangan sampah ilegal kerap ditemukan di saluran, sungai, tanah kosong, serta tempat lainnya sehingga menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, kenyamanan, dan estetika. 3.2. Tingginya jumlah perusahaan yang belum mengelola Limbah B3nya dengan baik Untuk mendeteksi jumlah Limbah B3 yang dihasilkan oleh kegiatan di suatu daerah dan statusnya, termasuk aktivitas pemindahan atau pengangkutannya, perkiraan data minimum yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : a. Perusahaan penghasil limbah B3, jenis limbah dan volumenya b. Perusahaan yang mendapat izin untuk penyimpanan, pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, dan pemusnahan (Land fill) limbah B3. c. Perusahaan yang mendapat rekomendasi dan izin dari perhubungan untuk pengangkutan limbah B3. Timbulan limbah B3 dari seluruh sektor di Kota Bandung terus mengalami kenaikan dari tahun 2000 sampai 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 2.8. Sejalan dengan aktifitas masyarakat Kota Bandung, selain sampah limbah padat domestik dan limbah cair, juga dihasilkan limbah yang dapat dikategorikan sebagai limbah B3. Limbah tersebut dihasilkan dari hasil usaha atau kegiatan pembakaran batu bara (fly ash dan bottom ash), oli bekas, aki bekas, rumah sakit (infeksius) dan sludge hasil pengolahan limbah cair. 3.3. Pembanguna Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) PLTSa adalah Pemusnah sampah (incinerator) modern yang dilengkapi dengan peralatan kendali pembakaran dan sistem monitor emisi gas buang yang kontinu, dan menghasilkan Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 53 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 energi listrik. PLTSa lebih ditujukan untuk memusnahkan sampah dari pada menghasilkan listrik. PLTSa Gedebage merupakan salah satu PLTSa yang akan dibangun di Bandung Timur yang pembangunannya bertujuan untuk mengatasi masalah persampahan di Kota Bandung. Dalam pelaksanaannya, PLTSa Gedebage mendapat berbagai respon negatif dari warga sekitar, khususnya warga Perumahan Griya Cempaka Arum Gedebage yang memiliki lokasi tak jauh dari lokasi PLTSa Gedebage. Tidak hanya warga, beberapa ahli lingkungan juga memberikan respon negatif terhadap PLTSa Gedebage karena PLTSa ini dianggap tidak bisa menuntaskan masalah persampahan kota, sehebathebatnya hanya mengurangi sebagian besar sampah kota, sisanya mungkin saja menumpuk lagi, bahkan besar kemungkinan kejadian-kejadian yang lebih buruk bisa terjadi. Kemudian tinjauan teknologi tepat guna dan letak geografis Bandung. Indonesia sangat minim pengalaman mengenai tekhnologi incenerasi (pembakaran), bahkan beberapa bahan berbahaya yang sementara ini harus diincenarasi saja tidak semua dijalani. Jadi AMDAL dalam hal ini tidak bisa secara optimal memberikan study kelayakan yang obyektif, semua studi bukan khayalan harus berdasarkan perhitungan real yang teruji. Penerapan teknologi tidak bisa coba-coba atau prediksi tetapi berdasarkan pengalaman yang sekali lagi sudah teruji. Terakhir mengenai lokasi PLTSa mutlak harus jauh dari permukiman penduduk untuk menghindari besarnya kemungkinan dampak negatif pada masyarakat. Permasalahan yang menjadi pemicu konflik, antara lain : a. Ketidaksetujuan masyarakat Griya Cempaka Arum tentang lokasi rencana PLTSa Gedebage yang berada di dekat perumahan mereka. b. Sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah dan swasta masih kurang menggambarkan rencana pembangunan itu. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 54 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 c. Berkurangnya debit air di kawasan perumahan cempaka Arum karena pengolahan sampah menjadi sumber energy membutuhkan air dalam jumlah yang sangat banyak. d. Adanya rasa tidak percaya masyarakat terhadap keberjalan program tersebut yang ramah lingkungan. Dioxin adalah nama sekelompok senyawa kimia beracun yang terbentuk sebagai hasil pembakaran sampah dan bahan bakar. Membakar senyawa berbahan dasar chlorine, seperti plastik PVC, menghasilkan senyawa dioxin yang paling berbahaya. Chlorine terdapat dalam berbagai jenis plastik, sehingga saat plastik ini dibakar, maka chlorine dilepas dan dengan cepat bereaksi dengan senyawa lain dan membentuk dioxin. Dioxin merupakan senyawa yang sangat tahan lama, sebab senyawa ini tidak mudah terurai di alam. Kalaupun seandainya pembentukan dioxin dapat dihentikan saat ini juga, dioxin tetap akan berada di lingkungan selama bertahun-tahun mendatang. Karena dioxin tidak terurai, baik di alam maupun di dalam tubuh, senyawa ini akan terakumulasi. Ini berarti bahwa tubuh akan menerima dioxin dan menyimpannya. Seiring perjalanan waktu, paparan dalam jumlah sedikit pun akan menumpuk – sampai berpengaruh terhadap kesehatan. Saat terlepas ke udara, dioxin dapat menempuh jarak yang cukup jauh. Di air, dioxin dapat menumpuk pada tanah sungai, sehingga menempuh perjalanan lebih jauh ke hilir atau masuk ke tubuh ikan. Kebanyakan paparan dioxin yang kita alami terjadi melalui makanan. Dioxin yang terlepas ke atmosfer, menumpuk pada tanaman yang kemudian akan dimakan oleh hewan. Pada makhluk yang berada di bagian akhir rantai makanan, tentu penumpukan dioxin lebih tinggi. Karnivora, seperti manusia, mengakumulasi jumlah dioxin tertinggi, karena dioxin menumpuk dalam jaringan lemak. Bahkan, faktanya, pada sebagian besar orang 95% dioxin yang dikonsumsi berasal dari lemak hewani. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 55 Rencana Strategis Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung Tahun 2013 - 2018 Masalah kesehatan terbesar adalah bahwa dioxin dapat menyebabkan kanker pada orang dewasa. Pekerja yang terpapar dioxin dalam jumlah besar di tempat kerja mereka selama bertahun-tahun, memiliki risiko yang jauh meningkat untuk mengalami kanker. Jika dioxin menembus plasenta pada kehamilan, meski dalam jumlah kecil, ini dapat menyebabkan efek terhadap reproduksi atau perkembangan, seperti keguguran, kemandulan, dan kelainan bawaan saat lahir – deformitas tungkai, efek neurologis dan perubahan terhadap sistem imun. Anak-anak daripada sejumlah wanita di Jepang dan Taiwan yang mengonsumsi minyak goreng yang terkontaminasi dioxin, menunjukkan berbagai jenis kelainan fisik saat lahir dan kemampuan intelegensia yang rendah saat dites. Asal logam berat dalam abu PLTSA Timbal (Pb): pewarna plastik, baterai, accu, lapisan glossy, keramik, bungkus kabel, timah solder, zat pelapis anti bocor, patri untuk kaca, pembalans roda, amunisi, campuran material bantalan, bahan pelapis seng, pemberat pancing, pelindung radiasi, mainan anak, gelas kristal, PVC, bahan cat, bahan keramik, pelumas, katoda tabung TV, Mercury (Hg): termometer, baterai Mercury - Oxide, lampu neon, tambal gigi (amalgam), saklar elektonik, lampu, barometer. Cadmium (Cd): baterai NiCad, PVC, pewarna plastik, pelapis permukaan (plating & coating), perhiasan perak, sel surya. Chromium (Cr): bahan kulit, pengawet kayu, cat, pewarna tekstil, baja tahan karat, pelapis logam (plating & coating), bahan refractory. Renstra Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung 2013-2018 56