Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan dalam dunia usaha yang pesat pada era globalisasi saat ini
mengakibatkan persaingan yang sangat ketat pada perusahaan-perusahaan yang
telah ada sebelumnya maupun perusahaan yang baru menjalankan usahanya.
Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menarik minat konsumen untuk
meningkatkan laba perusahaan. Setiap perusahaan berusaha untuk meningkatkan
kinerja manajemennya agar perusahaan mampu mengoptimalkan operasi
peruhaan.
Setiap perusahaan baik perusahaan industri, perusahaan dagang, maupun
perusahaan jasa didirikan dengan maksud untuk mencapai beberapa tujuan pokok
perusahaan. Tujuan pokok perusahaan dalam perekonomian adalah memperoleh
laba yang optimal sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki.
Pada perusahaan industri selain bahan baku dan tenaga kerja yang
dibutuhkan, aktiva tetap juga merupakan faktor penting untuk operasional
perusahaan. Namun, aktiva tetap yang digunakan perusahaan seringkali
mengalami keusangan yang diakibatkan pemakaian operasional dan kerusakan
yang disebabkan oleh waktu. Sebuah aktiva juga bisa dikatakan usang disebabkan
oleh adanya teknologi baru yang lebih canggih. Teknologi seringkali
mempersingkat masa manfaat suatu aktiva sebelum masa fisik aktiva tersebut
benar-benar berakhir. Apabila perusahaan itu menggunakan peralatan atau mesin
yang telah usang, maka perusahaan tidak dapat bersaing secara efektif dengan
perusahaan yang memakai teknologi yang lebih efisien. Perusahaan akan kesulitan
jika kapasitasnya tidak lagi dapat memenuh tuntutan produksi dan menarik minat
konsumen.
Walaupun Franchise dipopulerkan di negara Amerika Serikat, namun asal
mula kata Franchise berawal dari Eropa, yaitu Perancis dan Inggris. Kata
Franchise sendiri bermakna kebebasan (Freedom). Di masa itu, bangsawan
1
2
diberikan wewenang oleh raja untuk menjadi tuan tanah pada daerah-daerah
tertentu. Pada daerah tersebut, sang bangsawan dapat memanfaatkan tanah yang
dikuasainya dengan imbalan pajak/upeti yang dikembalikan kepada kerajaan.
Sistem tersebut menyerupai royalti, seperti layaknya bentuk Franchise saat ini.
Di Amerika Serikat sendiri, Franchise mengalami booming pada tahun 6070an setelah berakhirnya Perang Dunia ke-2. Pada saat itu, banyak terjadi praktek
penipuan bisnis yang mengaku sebagai Franchise, salah satunya dengan cara
menjual sistem bisnis Franchise yang ternyata belum teruji keberhasilannya di
lapangan. Selain itu, orang yang memiliki Franchise (Franchisor) pun lebih
fokus untuk menjual Franchise milik mereka dibandingkan membangung dan
menyempurnakan sistem bisnis Franchise. Banyak investor baru yang gagal oleh
modus seperti ini, hal ini menjadi salah satu pendorong terbentuknya IFA
(International Franchise Association) pada tahun 1960.
Salah satu tujuan didirikannya IFA adalah untuk menciptakan iklim
industri bisnis Franchise yang dapat dipercaya, oleh karenanya IFA menciptakan
kode etik Franchise sebagai pedoman bagi anggota-anggotanya. Walau begitu,
kode etik Franchise masih perlu didukung oleh perangkat hukum agar dapat
memastikan tiap-tiap pihak dalam industri ini terlindungi. Pada tahun 1978,
Federal Trade Commission (FTC) mengeluarkan peraturan yang mewajibkan
setiap Franchisor yang akan memberikan penawaran peluang waralaba kepada
publik untuk memiliki UFOC (Uniform Franchise Offering Circular). UFOC
adalah dokumen yang berisi informasi lengkap mengenai peluang bisnis
Franchise yang ditawarkan, seperti sejarah bisnis, pengelola, hal yang berkaitan
dengan hukum, prakiraan investasi, deskripsi konsep bisnis, dan salinan dari
perjanjian Franchise. Selain itu daftar nama, alamat dan nomor telepon dari
pemilik Franchise adalah informasi yang diwajibkan. UFOC bertujuan untuk
menyampaikan informasi yang cukup mengenai perusahaan untuk membantu
calon investor (Franchisee) dalam mengambil keputusan
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu
dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya
3
sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. Agar waralaba dapat
berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu
teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun
franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki
kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan
Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai
pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
(PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang
waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang
Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian
hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
•
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
•
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
•
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
•
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
•
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
Kentucky Fried Chicken (KFC) sebagai salah satu bisnis Franchise sudah
sangat dikenal di dunia dalam bidang makanan cepat saji. Hingga saat ini restoran
KFC tealh berkembang di Indonesia dan cukup menarik minat investor atas
keuntungan yang ditawarkannya. Hal ini disebabkan konsumen yang begitu
antusias atas produk yang ditawarkan oleh KFC, sehingga dapat memperoleh laba
yang tinggi.
Namun, akhir-akhir ini persaingan usaha dalam bidang restoran di
Indonesia cukup ketat. Pesaing tidak hanya datang dari luar negeri tetapi dari
dalam negeri juga dengan menawarkan jenis-jenis produk yang menarik, tempat
yang nyaman dan strategis, serta pelayanan yang dapat memuas konsumen. Oleh
karena itu, KFC memerlukan strategi khusus menghadapi para kompetitornya.
4
Terlepas dari jenis usahanya setiap kegiatan yang dijalankan oleh
manajemen di dalam perusahaan tersebut diharapkan dapat berjalan sesuai dengan
rencana serta tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam setiap pelaksanaan
kegiatannya. Akan tetapi, untuk mencapai itu semua kemungkinan besar terdapat
masalah-masalah yang timbul baik berasal dari dalam maupun dari luar
lingkungan perusahaan itu sendiri, sehingga tujuan dari perusahaan tersebut akan
terhambat. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul serta
untuk mencapai tujuan perusahaan, maka perlu adanya pengendalian intern yang
dapat mengawasi jalannya setiap kegiatan dari perusahaan. Pengendalian ini
disebut dengan pengendalian internal.
Pengendalian intern mempunyai tujuan untuk dapat melindungi kekayaan
perusahaan dengan cara memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan dan
memaksimalkan sumber daya secara efektif, efisien dan ekonomis. Tujuan
pengendalian tersebut dapat tercapai bila elemen dari pengendalian tersebut benarbenar dilaksanakan dengan baik. Diperlukan orang-orang yang independen di
dalam perusaahaan untuk mengawasi dan menilai keefektivan pengendalian
internal.
Fungsi tersebut dijalankan oleh auditor internal yang merupakan suatu
fungsi khusus untuk mengawasi sistem yang ada pada perusahaan dengan
melakukan audit internal. Audit internal tidak hanya dimaksudkan untuk
melakukan penilaian dan audit secara independen terhadap berbagai dokumen,
prosedur, pelaksanaan kebijakan perusahaan dan rencana perusahaan, melainkan
juga untuk memberikan informasi objektif yang berguna bagi kepentingan
perusahaan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang.
Peranan audit internal sangat penting dalam hal pengelolaan aktiva tetap
karena aktiva tetap merupakan bagian penting dari operasional perusahaan dalam
melakukan
kegiatannya.
Suatu
pengendalian
diperlukan
untuk
dapat
mengendalikan aktiva tetap, mengingat begitu pentingnya aktiva tetap pada
perusahaan, maka diperlukannya audit internal untuk membantu manajemen
dalam menjalankan segala aktivitasnya.
5
Fenomena yang melandasi penelitian ini adalah bahwa pengelolaan aktiva
tetap tetap yang baik pada usaha restoran akan sangat mempengaruhi ketertarikan
dan loyalitas konsumen terhadap suatu produk tersebut. Hal tersebut secara tidak
langsung mempengaruhi penjualan produk dan laba perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
pada KFC dengan judul :
“Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektivitas Pengelolaan Aktiva
Tetap”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraian diatas, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1) Apakah pelaksanaan audit internal atas efektivitas pengelolaan aktiva
tetap sudah memadai?
2) Apakah efektivitas pengelolaan aktiva tetap sudah memadai?
3) Seberapa besar peranan audit internal dalam menunjang efektivitas
pengelolaan aktiva tetap?
1.3
Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini penulis bermaksud untuk memperoleh data dan
informasi yang cukup untuk memperoleh gambaran atas permasalahan yang telah
dikemukakan diatas. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah :
1) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dan kegiatan-kegiatan audit
internal.
2) Untuk mengumpulkan informasi mengenai efektivitas pengelolaan
aktiva tetap.
3) Untuk mengumpulkan informasi tentang seberapa besar peran audit
internal dalam menunjang efektifitas pengelolaan aktiva tetap.
6
1.4
Kegunaan Penelitian
Dengan maksud dan tujuan seperti yang telah diuraikan diatas, maka
penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi :
1) Perusahaan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan bagi manajemen perusahaan serta
memberikan gambaran dan menambah kepercayaan konsumen
khususnya dan kepada masyarakat luas pada umumnya mengenai
kualitas manajemen di perusahaan untuk memuaskan konsumennya.
2) Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis tentang
peranan audit internal dalam menunjang efektivitas pengelolaan aktiva
tetap.
3) Pihak Lainnya
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian selanjutnya
dan bahan referensi tambahan dalam penelititan di bidang lainnya.
1.5
Kerangka Pemikiran
Perusahaan mengharapkan setiap kegiatan pada perusahaan berjalan
dengan semestinya, yaitu sesuai dengan rencana serta tercapainya efektivitas dan
efisiensi. Akan tetapi, untuk mencapai itu semua kemungkinan besar terdapat
masalah-masalah yang timbul baik berasal dari dalam maupun dari luar
lingkungan perusahaan itu sendiri, sehingga tujuan dari perusahaan tersebut akan
mendapat hambatan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah-masalah yang
timbul serta untuk mencapai tujuan perusahaan, maka perlu adanya pengendalian
internl yang dapat mengawasi jalannya setiap kegiatan dari perusahaan.
7
Pengertian pengendalian intern menurut Sunarto (2003:138), adalah
sebagai berikut:
“Pengendalian intern merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh
dewan komisaris, manajemen, personel satuan usaha lainnya, yang
dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian
tujuan dalam hal-hal berikut:
1) Keandalan laporan keuangan.
2) Kesuksesan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
3) Efektivitas dan efisiensi operasi.”
Pengendalian intern diadakan untuk memungkinkan pimpinan perusahaan
mampu menjaga kendali terhadap harta, operasionalisasi usaha dan keandalan
laporan keuangan perusahaan walaupun tidak berada dibawah pengawasannya
secara langsung dari waktu ke waktu.
Tujuan pengendalian intern itu dapat tercapai bila seluruh elemen dari
pengndalian itu sendiri benar-benar dilaksanakan dan agar pengendalian itu
sendiri berjalan secara efektif, maka diperlukan audit internal yang independen
untuk mengawasi dan menilai jalannya pengendalian internal.
Pengertian audit internal menurut Mulyadi (2002:211) adalah sebagai
berilut:
“ Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang terdapat
dalam rganisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi
keuangan dan kegiatan lain untuk memberikan jasanya kepada
manajemen”.
Pada dasarnya audit internal merupakan fungsi penilaian independen yang
dibentuk dalam sebuah perusahaan. Keberadaan atau alas an diadakan audit dalam
organisasi adalah bahwa audit internal ditujukan untuk memperbaiki kinerja
manajemen perusahaan. Jika tindakan audit berhasil dalam meningkatkan
kepatuhan, maka audit internal telah mampu menunjang perbaikan kinerja
perusahaan secara keseluruhan.
8
Definisi aktiva tetap menurut Simamora (2000:298), adalah sebagai
berikut:
“Aktiva tetap adalah aktiva-aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun”.
Aktiva tetap diperoleh untuk kegiatan-kegiatan usaha. Nilai aktiva tetap
berasal dari manfaat yang diberikan, bukan untuk dijual kembali. Perusahaan
membeli aktiva tetap untuk digunakan untuk kegiatan-kegiatan bisnisnya,
perusahaan mempertimbangkan untuk menjual kembali aktiva tetap hanya
setelah aktiva tetap tersebut dipakai secara internal untuk memperoleh
pendapatan selama beberapa periode akuntansi dan dinilai sudah sangat menurun
manfaatnya.
Aktiva tetap harus memperoleh perhatian yang memadai karena sebagian
besar aktiva tetap mengalami penurunan manfaat, maka pemeliharaan dan
pengelolaan aktiva tetap harus dapat perhatian yang memadai agar daya dukung
aktiva tetap atas operasionalisasi perusahaan tetap berjalan sebagaimana
mestinya.
Pengendalian yang memadai itu akan lebih efektif bila dilakukan dengan
cara menerapkan pengendalian intern dan audit internal yang memadai. Dengan
pengendalian intern dan audit internal yang memadai, maka kegiatan perusahaan
akan berjalan dengan baik.
Efektivitas suatu operasi adalah produk akhir suatu kegiatan operasi yang
telah tercapai tujuannya dari segi kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja
maupun batas waktu yang ditargetkan.
9
Pengertian efektivitas menurut Agoes dan Hoesada (2009:154), adalah
sebagai berikut:
“Jika suatu goal, objective, program dapat tercapai dalam batas waktu
yang ditargetkan, tanpa memperdulikan biaya yang dikeluarkan, maka hal
tersebut disebut efektif”.
Audit internal sangat diperlukan dalam menunjang efektivitas pengelolaan
aktiva tetap terutama agar proses dan prosedur perolehan serta pemeliharaan
aktiva
tetap
berlangsung
secara
efektif
dan
efisien
agar
dapat
dipertanggungjawabkan.
Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Hardi Susanto Silitonga, NPM
01.03.227 di Universitas Widyatama pada tahun 2008 dengan judul:
“Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektivitas Pengelolaan
Pengendalian atas Upah”
(Studi Kasus pada PT Pindad (Persero) Jl. Gatot Subroto No. 517 Bandung)
Kesimpulan peneliti terdahulu mengenai Peranan Audit Internal dalam
Menunjang Efektivitas Pengelolaan Pengendalian atas Upah, yaitu audit internal
telah melaksanakan tugasnya dengan baik yang meliputi compliance, verifikasi,
dan evaluasi sehingga pengendalian atas upah dapat diterapkan dan berjalan
efektif.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu terdapat pada:
−
Waktu Penelitian
: Penelitian terdahulu dilakukan pada tahun 2008.
−
Tempat Penelitian
: Tempat penelitian terdahulu adalah Pindad (Persero)
Jl. Gatot Subroto No. 517 Bandung.
−
Objek Penelitian
: Pengelolaan pengendalian atas upah.
10
Berdasarkan
uraian
kerangka
pemikiran
tersebut,
penulis
dapat
merumuskan hipotesis sebagai berikut :
” Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pelaksanaan audit
internal yang memadai dengan efektivitas pengelolaan aktiva tetap”.
1.6
Metodologi Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk memberikan
gambaran keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti berdasarkan faktafakta yang ada, dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis berbagai
macam data, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua
sumber, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang
diteliti. Data primer diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan berupa
wawancara, kuesioner dan observasi.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
yang diteliti. Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian
kepustakaan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah :
1) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu pengumpulan data berdasarkan informasi dan keterangan kepustakaan,
seperti: buku, majalah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
11
2) Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu pengumpulan data yang berupa fakta atau gejala lainnya di lapangan.
Penelitian yang dilakukan di lapangan, antara lain adalah:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang
diteliti.
b. Wawancara, yaitu suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan pihak
perusahaan mengenai masalah yang diteliti.
c. Kuesioner, yaitu dengan membagikan daftar pertanyaan kepada sejumlah
responden.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna
bagi penelitian dilakukan pada KFC di Bandung Timur. Waktu penelitian dimulai
dari bulan Desember 2009 sampai dengan April 2010.
Download