KEMATIAN YANG MENGHIDUPKAN (Sumber bacaan, Injil Yohanes 12:24-26) Pernahkah kita memperhatikan pertumbuhan tanaman? Bagaimana caranya agar tanaman bisa ada? Semuanya diawali dari sebuah benih dan agar benih itu bertumbuh, dia tidak sekonyongkonyong ada, melainkan benih itu harus jatuh ke tanah. Tidak hanya sekedar jatuh namun dia juga harus “masuk” ke dalam tanah. Setelah dia berada di dalam tanah, dia harus menunggu waktu untuk menunggu pertumbuhan akar lalu setelah itu barulah dia bisa menembus keluar tanah menjadi tunas. Demikian juga dengan kehidupan kita, dalam Yohanes 12:24 dikatakan “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak.” Dari kutiban teks ini, menarik kita merenungkan tentang iman dan (Ibrani: hidup kita belajar dari dari biji gandum. Gandum ‘dagan’, Yunani: ‘sitos’), yaitu jenis rumput yang menghasilkan biji-bijian, dikenal sejak masa purba, dan yang sangat penting sebagai makanan manusia. Yang lazim pada jaman Perjanjian Lama (PL) ialah Triticum diccocum, sesudah itu pada jaman Helenistis, termasuk jaman Perjanjian Baru (PB) Triticum durum. Karena mutu fisik dan kimiawinya, gandum membuat roti lebih lezat dan lebih baik ketimbang biji-bijian yang lain manapun. Di jaman sekarang gandum banyak dikonsumsi oleh orang-orang yang ingin memperoleh jenis makanan yang berserat (makanan sehat untuk pencernaan). Gandum merupakan bagian penting dari jenis makanan anak-anak Israel (Hakim-hakim 6:11; Rut 2:23; 2 Samuel 4:6). Masa panen gandum digunakan sebagai acuan kalender (Kejadian 30:14; 1 Samuel 12:17). Karena pentingnya sebagai makanan maka gandum dijadikan lambang kebajikan dan pemeliharaan Allah (Mazmur 81:17; 147:14). Gandum digunakan sebagai persembahan biji-bijian di Bait Allah (Ezra 6:9; 7:22) dan 1 merupakan bagian dari korban yang diadakan oleh Daud di tempat pengirikan Ornan (1 Tawarikh 21:23). Sifat botanisnya, yakni satu biji gandum memberikan beberapa bulir gandum baru, sementara biji benih aslinya dikorbankan, dan ini dijadikan oleh Kristus untuk menunjukkan bahwa keberhasilan rohani bersumber pada kematian si-Aku (Yohanes 12:24; I Korintus 15:36) Dalam arti simbolis mengenai anak-anak Allah, gandum dipertentangkan dengan sekam yang tak berharga (Matius 3:12). Sama halnya di dalam Matius 13:24-30 ladang Lolium temulentum (ilalang), pada awal pertumbuhannya nampak mirip rumput-rumputan seperti gandum, tetapi dengan mudah dapat dibedakan pada waktu panen. Dari perenungan tentang asal-usul dan makna biji gandum kita dapat merenungkan beberapa hal. Pertama, harus ada kematian. Kita semua merindukan kebangkitan dalam hidup kita, tetapi agar itu bisa terjadi ingatlah bahwa kehidupan kita tidak ubahnya seperti biji gandum dalam Yohanes 12:24. Jika kita tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, maka kita akan sama saja, tidak akan mengalami kehidupan yang produktif. Tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan. Berakit-rakit dahulu berenang-renang kemudian; bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Begitupula iman kristiani mengajarkan: kebangkitan senantiasa didahului dengan kematian, kematian. Untuk mengalami tidak ada kebangkitan, kebangkitan Tuhan tanpa seringkali mengijinkan kita mengalami seperti terjatuh ke dalam tanah. Itu berarti kita mengalami keadaan yang tidak mengenakan sebab tidak ada jatuh yang enak, kita juga mengalami keadaan yang tidak berdaya sebab pastilah di dalam tanah rasanya kita tidak memiliki kekuatan lagi, kita juga mengalami keadaan yang serba gelap artinya seperti mengalami kebingungan. Kalau hari-hari ini kita mengalami keadaan yang seperti terjatuh ke dalam tanah itu berarti kita sedang berada dalam proses-Nya Tuhan untuk mengalami kebangkitan dalam hidup ini. 2 Kedua, tentang kematian daging. Hal apa yang harus mati dalam hidup kita agar mengalami kebangkitan? Rasul Paulus memberikan beberapa nasehat. Roma 8:13 “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” Daging akan membawa kita pada kematian. Roma 8:7 “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.” Daging ialah segala hal yang membuat kita tidak “connect” dengan Tuhan, segala hal yang membuat kita tidak taat pada hukum Allah. Contohnya, keinginan untuk tidak berdoa itu adalah keinginan daging sebab tidak berdoa berarti kita memutuskan hubungan dengan Tuhan, keinginan untuk berzinah itu adalah keinginan yang tidak sesuai dengan hukum Allah, dsb. Agar kita mengalami kebangkitan maka daging itu harus mati terlebih dahulu. Caranya ialah seringkali Tuhan mengijinkan tekanan, proses terjadi dalam kehidupan kita. Seperti halnya benih yang terjatuh ke dalam tanah, dia mengalami seperti dalam tekanan, seperti dalam kegelapan, seperti tidak dapat berbuat apaapa, demikian juga kita. Jika saat ini kita seperti sedang mengalami tekanan yang sampai membuat kita merasa tidak dapat berbuat apa-apa, itu artinya kita sedang berada dalam proses mematikan segala daging. Ketiga, sikap mengandalkan Tuhan. Ayub 42:2 "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” Namun di tengah segala tekanan yang sedang terjadi, ingatlah bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. Kehidupan yang bangkit dan menjadi terang bukanlah dihasilkan dari kekuatan dan usaha kita sendiri, akan tetapi semuanya itu adalah kekuatan dan usaha daripada Tuhan. Untuk bisa menjadi berkat bagi dunia ini kita harus hidup dengan kekuatan daripada Tuhan, sebab tantangan dan ujian yang akan kita hadapi bukanlah tantangan 3 yang mudah. Namun bersama Tuhan tidak ada yang sulit, Dia sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. Sebaliknya jika kita tetap hidup dengan kekuatan daging, kekuatan kita sendiri dan tidak menggunakan kekuatan Tuhan, kita akan seperti biji gandum yang tidak jatuh ke tanah dan mati, yaitu tetap satu dan tidak bermultiplikasi. Tetapi bangkit dan menjadi terang berarti kita menggunakan kekuatan Tuhan. Hari ini mari kita ambil keputusan untuk mengijinkan Tuhan terus memproses hidup kita agar kita bisa seperti biji gandum yang jatuh ke dalam tanah dan mati sehingga kita bangkit dan menjadi terang, tidak hanya bagi kota dan bangsa ini saja namun juga bagi dunia ini. Sekali lagi jangan menyerah namun tetaplah semangat dan Tuhan memberkati. Konteks dari teks tentang biji gandum harus diletakkan dalam misi dan karya Yesus Kristus. "Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.", kata beberapa orang Yunani kepada murid Yesus. Beberapa orang Yunani ini rupanya memiliki jiwa yang haus akan kebenaran dan mereka ingin bertemu Yesus! Betapa keinginan ini acapkali terabaikan oleh kita orang beriman akhir-akhir ini. Kadang dalam misa/ibadah orang melihat siapa pemimpin/pengkotbah dan siapa “pengisi acara”, kelompok koor, lector, dsb, ketimbang mendengar dan bertemu dengan Yesus. Begitu juga pelayan-Nya. Kadang lupa bahwa jemaat memilki kerinduan seperti orang Yunani ini, yang harus ditanggapi dengan seksama. Yesus menanggapi: "Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan 4 dihormati Bapa (Yoh 12:24-26). Yesus menanggapi keingintahuan beberapa orang Yunani itu dengan mengungkapkan “siapa Dia”, “apa yang akan dilakukan-Nya”, dan “apa yang diharapkan-Nya” dari semua orang, dan ini bukan hanya untuk bangsa-Nya sendiri saja tetapi juga bagi banyak bangsa, khususnya gereja-Nya di mana Ia adalah Kepala. Dalam tanggapan-Nya itu Yesus telah memilih dan juga mengajarkan mereka untuk mematikan ambisi dan keinginan pribadi sehingga mereka dapat berbuah bagi Allah. Hanya pada saat orang “siap” untuk mati, maka segala sesuatu yang baik hadir. Inilah hati sebagai hamba! Inilah kemuliaan yang dihadirkan oleh Anak Manusia melaui salib-Nya. Tidak hanya itu, bagi Yesus hidup yang benar-benar hidup ialah “hidup” yang siap kehilangan apa yang “nyaman” dalam “hidup” agar orang lain beroleh “hidup”. Yesus memperhatikan “isi” hidup dan bukan asal “napas”. “Isi” hidup Yesus ialah pengorbanan untuk sebuah perubahan yang berujung kepada kekekalan. Berikutnya, Yesus menyatakan bahwa dengan melayanilah orang akan mendapatkan kemuliaan (Ibr 5:510). Orang bisa saja mencari dan mendapat kemuliaan dengan kekuasaan, harta dan kekerasan. Tetapi yang didapatkan adalah kemuliaan yang hambar tanpa cinta kasih. Kemuliaan semu. Kemuliaan yang didapat karena melayani, adalah kemuliaan yang sejati, karena muncul dari kasih dan ketulusan. Tidak mudah bagi Yesus untuk memilih dan menjalani ketiga hal itu. Yesus menggumulinya dengan sungguh sebagai Anak Manusia, hingga pada akhirnya Ia memutuskan untuk taat melakukan apa yang menjadi kehendak Bapa-Nya. Apa yang membuat Yesus yakin dan teguh? Suara dari sorga meneguhkan-Nya! Kini, Kekuatan yang Allah berikan buat Yesus, juga Allah berikan untuk setiap orang. Saat Allah mengutus kita, Ia tidak mengutus kita tanpa peta dan tuntunan (Yer 31:31-34). Saat Ia memberi tugas kepada kita Ia tidak membiarkan kita menjalaniNya dalam kelemahan kekuatan diri kita sendiri. Kadang justru 5 kita menjadi lemah pada saat kita enggan untuk mendengar suaraNya yang menyapa kita (Mzm 119:9-16). Tuhan akan memelihara kita sebagai umatnya di tengahtengah masa sulit ini, bahkan lebih dari sekedar memelihara. Allah akan memberikan kepada kita gandum yang terbaik artinya, kita tidak akan kekurangan bahan makanan untuk keluarga kita. “Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (Mazmur 81:17) dan ditambahkan dalam Mazmur 147:14, “Ia memberikan kesejahteraan kepada daerahmu dan mengenyangkan engkau dengan gandum yang terbaik.” Yesus bersabda, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah, (Yohanes 12:24). Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu, (I Korintus 15:36). Kematian Kristus di kayu salib bagaikan biji gandum yang ditanam dalam tanah dan kemudian tumbuh bulir-bulir gandum. Klimaks dari keberhasilan rohani orang percaya ialah ketika mereka sudah tidak takut lagi kehilangan nyawa bagi Kerajaan Allah dan untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Sikap kita dalam hidup sehari-hari bagaimana? Kita bisa belajar dari Santu Laurentius seorang kudus dan martir (dalam Gereja Katolik diperingati setiap tanggal 10 Agustus). Santu Laurentius adalah satu dari tujuh diakon yang dipilih dan diberi tugas melayani kaum miskin. Dikisahkan seorang Prefectus Roma, seorang yang kafir dan tamak mengira Gereja memiliki kekayaan yang disembunyikan. Ia memerintahkan Laurentius untuk mencari dan menyerahkan harta Gereja tersebut. Sesudah tiga hari Laurentius setelah mengumpulkan semua orang miskin dan sakit, ia membawa mereka kepada Prefektur Roma tersebut. Dengan sangat marah Sang Prefektur memerintahkan agar Laurentius dianiaya perlahan-lahan hingga mati. Laurentius diikat pada 6 kerangka atau kawat besi dan dipanggang. Saat menemui ajalnya, Laurentius berkata: “Aku sudah matang sekarang.” Dari Santu Laurentius kita dapat belajar sekurang-kurangnya dua hal. Pertama, sikap iman yang benar dalam memandang hidup kita. Iman yang teguh menjadi dasar pengorbanan diri. Kita menjadi orang Kristen yang benar apabila kita tidak terikat, lepas bebas dengan dunia, harta dan nyawa kita. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Lukas 12:34). Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? (Lukas 16:12). Kedua, kita tidak tamak dan curang. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang dan kekuasaan. Sebab dengan memburu uang dan kekayaan beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya (1 Timotius 6:10). Orang tamak selalu bernafsu untuk cepat menjadi kaya dan berkuasa, walaupun harus menghalalkan segala cara. Tidak jarang orang Kristen yang salah memahami firman Tuhan kemudian menjadi tamak (cinta uang lebih dari pada cinta kepada Tuhan dan sesama). Jadi kelimpahan gandum dapat dialami oleh anak-anak Tuhan yang hidupnya berharap kepada-Nya, tidak cinta uang, bersedia menjadi saksi hidup, dan bersedia belajar murah hati dengan berbagi kepada orang-orang yang kekurangan. (Bahan ini dapat dipakai sebagai materi Bimbingan dan Penyuluhan keagamaan Katolik/Kristen, atau untuk Kotbah/Renungan) Oleh: Lastiko Runtuwene 7