Mahasiswa ITB dan Perubahan

advertisement
Mahasiswa ITB dan Perubahan
Tempora mutantur et nos mutamur in illis
Waktu berubah dan kita pun berubah seiring dengannya.
Bukan berarti kita berubah begitu saja mengikutinya, melainkan lebih pada mensiasati
perubahan. Demikian juga yang seharusnya terjadi pada mahasiswa ITB dalam melihat
bergulirnya zaman yang terus berganti. Terlepas dari apakah seorang mahasiswa teknik
geodesi yang meninggal beberapa waktu lalu diakibatkan oleh adanya kegiatan ‘ospek’
atau tidak, hendaknya kejadian itu berguna untuk cermin diri secara kolektif. Terlebih,
ini bukanlah kasus pertama kalinya terdapat mahasiswa ITB yang meninggal pada saat
‘ospek’ dilaksanakan.
Setelah ITB diresmikan pada tahun 1959, Keluarga Mahasiswa (KM) ITB dibentuk
pada tanggal 29 November 1960 sebagai wadah kegiatan kemahasiswaan. Era Orde
lama, ketika jumlah mahasiswa semakin banyak, dan mahasiswa diyakini memiliki
sebuah kekuatan untuk bergerak secara struktural untuk melakukan perubahan, pola
gerakan yang menciri ialah pola gerakan massa. Maka, demonstrasi menjadi sebuah
pilhan yang jitu. Di sisi lain, Dewan Mahasiswa (DM) ITB sejak tahun 1964
memberikan penghargaan kepada mahasiswa yang aktif selama masa studi. Hingga
periode dibekukannya DM ITB di tahun 1978, kegiatan-kegiatan kemahasiswaan
terintegrasi dalam satu wadah besar yaitu DM-ITB.
Dalam tahun 1974 mulai diadakan pemilihan tokoh mahasiswa, yang didasarkan pada
prestasi studi dan prestasi dalam kegiatan mahasiswa. Beberapa yang pernah
mendapatkan penghargaan ini ialah Kemal Taruc dan Daryatmo (keduanya pernah
menjadi ketua DM ITB). Sementara, beberapa yang pernah menjadi Tokoh Harapan
ialah Muslim Tampubolon, Jerowacik, Aurora Tambunan dan Viktor Rampean. Dengan
adanya pemilihan Tokoh Mahasiswa, setidaknya disaat itu dapat digambarkan mengenai
keseimbangan cara pandang terkait dengan fungsi kritis terhadap kondisi sosial
masyarakat dengan prestasi akademik di jurusannya masing-masing. Tokoh-tokoh pada
era ini, jika diperhatikan, sebagiannya ketika itu memang menghabiskan waktunya jauh
lebih banyak untuk aktivitas gerakan mahasiswa daripada mengurusi akademiknya.
Barangkali, dari sinilah terjadi suatu replikasi paradigma kepada mahasiswa yang
masuk ITB pada tahun-tahun sesudahnya, turun temurun, baik secara sadar maupun
tidak, baik secara sistematis maupun tidak, yang menyebabkan terjadinya suatu reduksi
ide dan memunculkan distorsi-distorsi pemahaman tentang keutuhan visi seorang
mahasiswa ITB. Tidaklah mengherankan jika kemudian muncul stereotip bahwa aktivis
mahasiswa cenderung suka berdemonstrasi dan memiliki prestasi akademik rendah.
Pasca Pembekuan DM-ITB hingga reformasi 1998, terjadi semacam polarisasi
paradigma dalam kaitan visi mahasiswa ITB. Aktivis gerakan mahasiswa yang juga
benar-benar serius dalam mengkaji dinamikanya dalam kaitan dengan isu-isu sosial
kemasyarakatan, lebih cenderung cocok menjadi seorang ilmuwan atau praktisi ilmu
sosial ketimbang seorang Ilmuwan ilmu alam atau Insinyur Teknik. Sementara di pihak
lain, sebagain mahasiswa memililih serius untuk menekuni studinya tanpa cukup peduli
dengan apa itu gerakan mahasiswa dan isu-isu yang dibawanya. Situasi orde baru yang
amat represif saat itu semakin menajamkan dikotomi itu.
Periode 1999-2002 adalah masa transisi ketika kegamangan demi kegamangan menerpa
mahasiswa, dan mulai menuju klimaks pasca diterapkannya ITB BHMN hingga
sekarang. Gerakan mahasiswa dalam berbagai bentuk semakin tumpul dan melempem.
Penyikapan isu-isu yang ada menjadi sangat reaksioner, dan aktivitas kemahasiswaan
semakin kehilangan arah sejatinya yang harus dikembangkan sendiri. Aktivis
mahasiswa ITB menjadi tidak kritis lagi, dan kondisinya semakin absurd.
Pada akhirnya aktivis mahasiswa ITB kontemporer cenderung setengah jadi. Ini amat
merugikan. Mereka tidak juga menjadi seperti ilmuwan sosial, juga tidak seperti
ilmuwan ilmu alam/teknik, atau bahkan seorang organisatoris yang handal sekalipun.
Pada level himpunan departemen, sebagiannya cenderung berkutat dengan rutinitas
ritual tradisi himpunan (yang salah satunya dalam bentuk oshim –’ospek’ himpunan),
sebagian lagi ada yang justru memfokuskan pada hal-hal diluar ilmu yang menjadi ciri
yang seharusnya dikembangkan melalui wahana himpunan mahasiswa. Ada masalah
besar terkait visi. Dan era memang juga sudah berubah!
‘Ospek’ dan Perubahan
Meski melulu dikatakan oleh elite-elite mahasiswa ITB (baik di level pusat hingga
himpunan) bahwa mengikuti ‘ospek’ adalah pilihan merdeka masing-masing mahasiswa
baru tanpa paksaan, akan tetapi, kemerdekaan memilih itu harus dilihat lebih kritis.
Struktur sosial telah menciptakan suatu perasaan ketakutan, kekhawatiran, dan keraguan
atas peran, status, dan dinamika seorang diri mahasiswa baru kelak, sehingga mau tidak
mau ia ‘harus’ mengikuti ‘ospek’.
Struktur sosial pada pengertian berbasis struktur bahasa, bisa jadi memang
menunjukkan bahwa ikut ‘ospek’ adalah pilihan merdeka. Tetapi, bagaimana
interpretasi makna seorang diri mahasiswa baru atas struktur-struktur yang lain, akan
menjadikan verbalitas mahasiswa yang lebih senior menjadi absurd. Misalnya, adanya
kategori him (yang berarti anggota himpunan) dan non-him (yang berarti bukan anggota
< sistem sosial himpunan bekerja untuk
himpunan), telah menunjukkan bagaimana
mengorganisasikan diri mereka sendiri secara otomatis sehingga tetap eksis, dengan
secara entah sadar atau tidak, memunculkan suasana kompleks yang berujung pada
terbentuknya struktur psikis yang tak kentara panca indera. Hal ini diperkuat dengan
simbol-simbol yang dikomunikasikan semisal jaket himpunan. Ekspektasi mahasiswa
baru akan masa depan di departemennya menjadi bersifat kontingen: menjadi semakin
kompleks akibat kebingungan sistem psikis individu memutuskan untuk mengikuti
‘ospek’ atau tidak.
Makna struktur tak kentara ini menjadi ada dapat dilacak dari relasinya dengan elemenelemen struktur yang lain. Untuk benar-benar menghilangkan ini, maka struktur sosial
yang ada harus dirombak menjadi struktur sosial yang lebih merdeka, egaliter, dan
berbasis guna. Lebih arif jika menjadikan mahasiswa baru pada suatu departemen
otomatis sebagai anggota himpunan. Andaipun ada kegiatan inisiasi internal, bukan
dalam relasi kuasa antara yang senior-junior, namun lebih pada kerangka kerjasama
yang lebih bersahabat.
‘Ospek’ himpunan yang merupakan bagian dari grand design terintegrasi
kemahasiswaan ITB di masa orde baru, yang salah satu gunanya berfungsi sebagai
ajang tempa dan persiapan diri dalam menghadapi rezim yang sewaktu-waktu bertindak
represif terhadap mahasiswa saat itu, kini telah semakin kehilangan relevansinya dengan
zaman yang terus berubah.
Visi Kemahasiswaan ITB ke depan
Saat ini di Indonesia, jumlah mahasiswa sangat banyak sekali, tersebar di seantero
nusantara, dan terdiri dari ragam pilihan studi. Sementara, disaat yang sama, ilmu
pengetahuan berkembang sangat cepat, lebih kompleks, dan tantangan untuk menjadi
bagian dari masyarakat pengetahuan serta memenangkannya dalam globalisasi, menjadi
sebuah tuntutan. Jika gerakan mahasiswa secara umum dapat dipandang sebagai suatu
‘hal’ tersendiri yang terus dianut oleh segala kalangan mahasiswa yang sudah semakin
beragam itu, maka semestinya ada sebuah penyederhanaan terhadap ‘hal’ tersebut
seiring tumbuhnya suatu ‘sistem gerakan mahasiswa’. Penyederhanaan ini bisa berarti
memfungsikan peran-peran yang sesuai dengan kapasitas masing-masing kelompok
dari keragaman itu. Mudahnya, terdapat pembagian peran. Intensitas interaksi
memunculkan sistem organisasi yang menyelaraskan tindakan-tindakan individu dengan
menghargai kondisi spesifik.
Grand design paradigma gerakan mahasiswa mesti ditelaah ulang termasuk redefinisi
istilah gerakan mahasiswa yang saat ini cenderung berorientasi politik. Kemahasiswaan
ITB, yang berbasiskan pada ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, hendaknya tidak
lantas latah untuk melakukan pendekatan gerakan mahasiswa seperti halnya rekan-rekan
mahasiswa yang memiliki latar belakang Ilmu-ilmu sosial. Bagi mereka, gerakan
mahasiswa menjadi salah satu wahana eksperimentasi ilmu-ilmu yang mereka pelajari
di bangku kuliah, dan pada akhirnya semakin mempertajam kerangka intelektualitasnya
terkait ilmu-ilmu yang digelutinya. Mahasiswa ITB terbukti juga bisa melakukan
demikian, bahkan alur sejarah membuktikan bahwa tidak sekadar bisa, namun juga
mempengaruhi dinamika gerakan mahasiswa. Tetapi, yang kemudian perlu dikritisi
ialah, saat ini, masih relevankah untuk memfokuskan diri pada bidang itu sementara
bidang yang dipilihnya di ITB menjadi tertinggal? Paradigmanya mesti dibalik, dari
kecenderungan ‘pemaksaan’ visi pribadi ke dalam kerangka besar institusi, menjadi
bagaimana visi institusi menselaraskan visi-visi pribadi aktivis mahasiswa. Ubi
concordia, ibi victoria: Dimana ada keselarasan, disana ada kemenangan.
Terkait pengketatan aturan perkuliahan dan masa studi, bukanlah menjadi alasan bahwa
seorang mahasiswa akan tercerabut semakin jauh dari masyarakatnya. Apa yang
dilakukan Soekarno patut kita renungi. Sebagai mahasiswa pribumi yang mendaftar
masuk TH te Bandoeng pada tahun 1921 (setelah dua bulan, ia keluar dan mendaftar
kembali pada tahun 1922) Di tahun 1926, terdapat 4 insinyur Hindia Belanda yang
berhasil lulus, dimana salah satunya ialah R. Soekarno. Dengan kata lain, R. Soekarno
lulus tepat waktu dengan kurikulum yang sama ketatnya dengan TH te Delft di Belanda.
Namun demikian, hal itu tetap tidak menghalangi Soekarno menjadi seorang insinyur
teknik yang baik, sekaligus seorang yang berjuang untuk bangsanya.
Dengan demikian, arahan aktivitas dalam kemahasiswaan ITB ialah bagaimana
menselaraskan visi ITB sebagai universitas riset dengan potensi kreatif dan kebebasan
mahasiswa ITB. Tatkala mahasiswa ITB dapat melihat kondisi-kondisi bermasalah pada
masyarakat (dalam pengertian luas), mereka menganalisis masalahnya dan
membawanya lebih lanjut pada kerja-kerja di laboratorium. Hasil-hasil itu akan
dikembalikan lagi kepada masyarakat. Kata kuncinya lebih pada internalisasi hasil-hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat. Mungkin itu lebih
berguna. Wallahu’alam bishowab.
Adi Nugroho Onggoboyo
Alumnus Pascasarjana Sosiologi UI
Mantan Aktivis KM ITB 1999-2004
Download