B. Tujuan Penguatan Ekonomi Kerakyatan

advertisement
Konsep
Ekonomi Kerakyatan
Mardi Yatmo Hutomo*
A. Latar Belakang
Ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan
paradigma baru dan strategi batu pembangunan ekonomi Indonesia. Keempat
alasan, dimaksud adalah:
1. Karakteristik Indonesia
Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, meniru
konsep pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa Barat dan
Amerika, ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya, yang menerapkan
konsep yang memberikan hasil yang berbeda. Dengan mengandalkan dana pinjaman
luar negeri untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari luar
negeri, memperkuat industri substitusi ekspor, selama dua sampai tiga dasawarsa
memang berhasil mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup tinggi dan
memberikan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat. Walaupun Indonesia pernah
dijuluki sebagai salah satu dari delapan negara di Asia sebagai Asian Miracle atau
negara Asia yang ajaib, karena tingkat pertumbuhan ekonominya yang cukup
mantap selama tiga dasa warsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya
supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata dengan cepat membawa
Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat singkat,
ekonomi Indonesia runtuh.
Fakta ini menunjukkan kepada kepada kita, bahwa konsep dan strategi
pembangunan ekonomi yang berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu akan
berhasil bila diterapkan di negara lain. Teori pertumbuhan Harrod-Domar, teori
pertumbuhan Rostow, teori pertumbuhan David Romer, teori pertumbuhan Solow,
dibangun dari struktur masyarakat pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur
ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori selalu dibangun dengan asumsi-asumsi
tertentu, yang tidak semua negara memiliki syarat-syarat yang diasumsikan. Itulah
sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat, stabil dan berkeadilan,
tidak dapat menggunakan teori generik yang ada. Kita harus merumuskan konsep
pembangunan ekonomi sendiri yang cocok dengan tuntutan politik rakyat,
tuntutan konstitusi kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan situasi subyektif
kita.
*
Penulis adalah Staf Ahli pada Proyek Pengembangan Prasarana Perdesaan di Bappenas, dan staf pengajar
Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta.
D:\317455733.doc
#1
2. Tuntutan Konstitusi
Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang
seharusnya dibangun, belum cukup jelas sehingga tidak mudah untuk dijabarkan
bahkan dapat diinterpretasikan bermacam-macam (semacam ekonomi bandul jam,
tergantung siapa keyakinan ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis
sebenarnya makna atau ruhnya cukup jelas1. Ruh tata ekonomi usaha bersama uang
berasas kekeluargaan adalah tata ekonomi yang memberikan kesempatan kepada
seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang
seharusnya dibangun adalah bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni
atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi adalah tata ekonomi yang
memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga negara untuk memiliki aset
dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional adalah tata ekonomi yang
membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh
pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh sektor private
atau sektor non pemerintah. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun
dalam penjelasan pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu
harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.
3. Fakta Empirik
Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai
tukar rupiah terhadap dolar, ternyata tidak sampai melumpuhkan perekonomian
nasional. Bahwa akibat krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi
hampir tidak dapat dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk
manufaktur), impor barang modal menurun, produksi barang manufaktur menurun,
pengangguran meningkat, adalah benar. Tetapi itu semua ternyata tidak
berdampak serius terhadap perekonomian rakyat yang sumber penghasilannya
bukan dari menjual tenaga kerja.
Usaha-usaha yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya
tidak menggunakan bahan impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti.
Fakta yang lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital,
ternyata ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua
membuktikan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh kalau pelaku ekonomi
dilakukan oleh sebanyak-banyaknya warga negara.
4. Kegagalan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama 32 tahun lebih,
dilihat dari satu aspek memang menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik. Walaupun
dalam periode tersebut, kita menghadapi 2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis hutang
Pertamina dan krisis karena anjloknya harga minyak), tetapi rata-rata pertumbuhan
1
Pasal 27 UUD 1945: bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan
yang layak. Pasal 33 1945: bahwa ekonomi nasional disusun dalam bentuk usaha bersama yang berasaskan
kekeluargaan.
D:\317455733.doc
#2
ekonomi nasional masih di atas 7 persen pertahun. Pendapatan perkapitan atau
GDP perkapita juga meningkat tajam dari 60 US dolar pada tahun 1970 menjadi
1400 US dolar pada tahun 1995. Volume dan nilai eksport minyak dan non migas
juga meningkat tajam. Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa
jumlah penduduk miskin makin meningkat2, kesenjangan pendapatan antar
golongan penduduk dan atar daerah makin lebar, jumlah dan ratio hutang dengan
GDP juga meningkat tajam3, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat
ke sekelompok kecil warga negara juga meningkat.
Walaupun berbagai program penanggulangan kemiskinan telah kita
dilaksanakan, program 8 jalur pemerataan telah kita canangkan, tetapi ternyata
semuanya tidak mampu memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh sebab itu,
yang kita butuhkan saat ini sebenarnya bukan program penanggulangan kemiskinan,
tetapi merumuskan kembali strategi pembangunan yang cocok untuk Indonesia.
Kalau strategi pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka sebenarnya
semua program pembangunan adalah sekaligus menjadi program penanggulangan
kemiskinan.
B. Tujuan Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Tujuan yang akan dicapai dari penguatan ekonomi kerakyatan adalah untuk
melaksanakan amanat konstitusi, khususnya mengenai: (1) perwujudan tata
ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan yang
menjamin keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 33 ayat
1), (2) perwujudan konsep Trisakti (berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di
bidang politik, dan berkepribadian di bidang kebudayaan), (3) perwujudan
2
Menurut data statistik, pada tahun 1970 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai sekitar 60 juta
orang. Tahun 1990 jumlah penduduk miskin turun menjadi 27,2 juta jiwa dan pada tahun 1993 jumlah
penduduk miskin turun 25,5 juta jiwa. Pada awal krisis ekonomi yaitu tahun 1996 jumlah penduduk miskin
tinggal 15,5 juta jiwa. Perhitungan sesitivitas dari data Sesenas menunjukkan bahwa bila batas garis
kemiskinan dinaikkan dari pendapatan Rp 930 perhari untuk kota dan Rp 608 hari untuk desa, menjadi Rp
1.000,- per hari, maka jumlah orang miskin di Indonesia akan meningkat dari 25,5 juta menjadi 77 juta.
Dari 77 juta ini 67 juta adalah orang yang tinggal di perdesaan dan 10 juta tingal di perkotaan. Bila analisis
sensitivitas ini dilanjutkan dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang mengkonsumsi di bawah Rp
2.000 per hari atau Rp 60.000,- per bulan, maka dari data Susenas tahun 1993, jumlah orang yang hidup
dengan konsumsi di bawah Rp 2.000,- per hari mencapai 82persen penduduk Indonesia. Fakta empirik ini
setidaknya dapat digunakan sebagai acuan untuk mempertanyakan relevansi dan efektivitas programprogram khusus penganggulangan kemiskinan. Hasil SUSENAS tahun 1996 yang dilakukan oleh BPS, dari 26
propinsi, hanya ada satu propinsi, yaitu propinsi Kalimantan Tengah, yang jumlah penduduknya miskinnya
tidak bertambah bila dibandingkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1993 dengan tahun 1996. Sedang di
25 propinsi lainnya jumlah penduduk miskinnya meningkat. Kemudian kalau dilihat sebaran kabupaten yang
penduduk miskinnya meningkat, maka persentasenya mencapai 36,08persen dari total kabupaten yang ada.
Artinya, dari total kabupaten yang ada, ada 36,08persen kabupaten yang jumlah penduduk miskinnya
bertambah, bila dibandingkan jumlah penduduk miskin tahun 1993 dengan jumlah penduduk miskin tahun
1996. Perubahan kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk, dari data SUSENAS tahun 1996,
ternyata persentase kabupaten yang kesenjangan pendapatan masyarakatnya makin buruk mencapai
50,52persen dari total kabupaten. Dari 26 propinsi (Tabel 1), hanya propinsi DKI Jakarta yang kesenjangan
pendapatan antar golongan penduduk mengalami perbaikan di semua kota. Sedang di 25 propinsi lainnya,
kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk justru makin buruk di beberapa kabupaten/kota. Di
Propinsi Jawa Timur misalnya, 44,44persen kabupaten, kesenjangan pendepatan antar golongan penduduk
justru makin memburuk dari tahun 1993 hingga tahun 1996.
3
Pada tahun 2001, resio hutang terhadap PDB telah mencapai 90persen.
D:\317455733.doc
#3
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
rakyat banyak dikuasai negara (pasal 33 ayat 2), dan (4) perwujudan amanat
bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
(pasal 27 ayat 2). Adapun tujuan khusus yang akan dicapai adalah untuk:
1. Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik,
dan berkepribadian yang berkebudayaan
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
3. Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
4. Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
C.
Konsideran Akademis
C.1. Batasan Pengertian
Kita perlu membedakan antara ekonomi rakyat, ekonomi kapitalis liberal,
ekonomi sosialis komunis, ekonomi kerakyatan, dan ekonomi pemerintah.
Terminologi ekonomi rakyat hanya untuk membedakan ekonomi pemerintah atau
ekonomi publik. Ekonomi rakyat atau ekonomi barang private adalah ekonomi
positif, yang menjelaskan bagaimana unit-unit produksi mengkombinasikan faktorfaktor produksi untuk menghasilkan barang private dan jasa private dan
mendistribusikan barang dan jasa dimaksud pada konsumen, sehingga diperoleh
ketuntungan yang maksimal bagi produsen, biaya yang minimal bagi produsen, dan
utility yang maksimal bagi konsumen.
Tata Ekonomi rakyat yang tidak mempermasalahkan keadilan baik pada
proses produksi maupun pada proses distribusi, ini dalam terminologi politik
ekonomi disebut sebagai ekonomi kapitalis liberal. Dalam ekonomi kapitalis
liberal, tidak dipermasalahkan, apakah aset ekonomi hanya dimiliki oleh puluhan
orang atau jutaan orang. ekonomi kapitalis liberal juga tidak mempermasalahkan,
pakah barang dan jasa private hanya dinikmati oleh sedikit warga negara atau
dinikmati oleh sebanyak-banyaknya warga negara. Oleh sebab itu dalam ekonomi
kapitalis liberal terbentuk dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat pekerja
yang hidupnya hanya dari upah menjual tenaga kerja dan ada masyarakat pemilik
modal yang jumlahnya sedikit tetapi memiliki aset ekonomi nasional. Dalam tata
ekonomi kapitalis liberal, diyakini bahwa keadilan dan kesejahteraan masyarakat
dapat tercipta melalui mekanisme pasar. Ada invisible hand yang akan
menciptakan keadilan dan pemerataan. Invisible hand ini adalah kekuatankekuatan dan hukum-hukum yang ada dalam pasar. Oleh sebab itu tidak diperlukan
intervensi pemerintah dalam perekonomian barang private. Tugas pemerintah
hanyalah bagaimana menjamin mekanisme pasar berjalan dan menyediakan barang
dan jasa publik.
Tata ekonomi kapitalis liberal ini pada tahap awal (prakapitalis), dianggap
sebagai tata ekonomi yang tidak berkeadilan dan sulit diterima secara moral.
Mekanisme pasar dengan kekuatan invisble hand yang dapat menjamin pemerataan
dan keadilan ekonomi masyarakat ternyata mengalami kegagalan. Oleh sebab itu
D:\317455733.doc
#4
muncul antitesis dari tata ekonomi kapitalis liberal yaitu tata ekonomi etatisme
atau sosialis komunis. Proses produksi dan distribusi harus diatur oleh pemerintah
(yang diasumsikan tidak memiliki interest) untuk menjamin pemerataan dan
keadilan. Dalam tata ekonomi ini, diyakini hanya pemerintah sebagai representasi
rakyat, yang tidak memiliki interest, yang dapat menjamin kedailan baik dalam
proses produksi maupun proses distribusi.
Lalu dimana posisi ekonomi kerakyatan?. Ekonomi kerakyatan adalah watak
atau tatanan ekonomi rakyat, sama halnya dengan ekonomi kapitalis liberal atau
ekonomi sosialis komunis, adalah watak atau tatanan ekonomi. Ekonomi kerakyatan
adalah watak atau tatanan ekonomi dimana, pemilikan aset ekonomi harus
didistribusikan kepada sebanyak-banyaknya warga negara. Pendistribusian aset
ekonomi kepada sebanyak-banyaknya warga negara yang akan menjamin
pendistribusian barang dan jasa kepada sebanyak-banyaknya warga negara secara
adil. Dalam pemilikan aset ekonomi yang tidak adil dan merata, maka pasar akan
selalu mengalami kegagalan, tidak akan dapat dicapai efisiensi yang optimal
(Pareto efficiency) dalam perekonomian, dan tidak ada invisible hand yang dapat
mengatur keadilan dan kesejahteraan.
Pemilikan aset ekonomi oleh sebagian besar warga negara tidak dapat
diwakilkan oleh lembaga pemerintah. Fakta empirik menunjukkan bahwa
pemerintah gagal memposisikan sebagai wakil rakyat yang tidak memiliki interest
dan gagal dalam merubah barang private sebagai barang publik. Oleh sebab itu,
dalam ekonomi kerakyatan, tetap menempatkan pemerintah sebagai penyedia
barang publik dan jasa publik. Intervensi pemerintah dalam ekonomi rakyat hanya
diperlukan untuk menjamin mekanisme distribusi aset terjadi melalui mekanisme
pasar.
Ekonomi kerakyatan tidak bermakud mempertentangkan ekonomi besar
dengan ekonomi kecil. Persoalan ekonomi kerakyatan bukan mempertentangkan
antara wong cilik dengan wong gedhe. Ekonomi kerakyatan bukan bagaimana usaha
kecil, menengah, dan usaha mikro dilindungi. Ekonomi kerakyatan bukan ekonomi
belas kasihan, bukan ekonomi penyantunan kepada kelompok masyarakat yang
kalah dalam persaingan. Tetapi ekonomi kerakyatan adalah tatanan ekonomi
dimana aset ekonomi dalam perekonomian nasional didistribusian kepada
sebanyak-banyaknya warga negara. Secara definisi ekonomi kerakyatan adalah:
(1) Tata ekonomi yang dapat memberikan jaminan pertumbuhan out put
perekonomian suatu negara secara mantap dan berkesinambungan, dan
dapat memberikan jaminan keadilan bagi rakyat.
(2) Tata ekonomi yang dapat menjamin pertumbuhan out put secara mantap
atau tinggi adalah tata ekonomi yang sumber daya ekonominya digunakan
untuk memperoduksi jasa dan barang pada tingkat pareto optimum. Tingkat
pareto optimum adalah tingkat penggunaan faktor-faktor produksi secara
maksimal dan tidak ada faktor produksi yang nganggur atau idle.
(3) Tata ekonomi yang dapat menjamin pareto optimum adalah tata ekonomi
yang mampu menciptakan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full
employment) dan mampu menggunakan kapital atau modal secara penuh.
D:\317455733.doc
#5
(4) Tata ekonomi yang dapat memberikan jaminan keadilan bagi rakyat adalah
tata ekonomi yang pemilikan aset ekonomi nasional terdistribusi secara baik
kepada seluruh rakyat, sehingga sumber penerimaan (income) rakyat tidak
hanya dari penerimaan upah tenaga kerja, tetapi juga dari sewa modal dan
deviden. Secara ekonomis, dalam perekonomian kerakyatan, model income
masyarakat adalah sebagai berikut: Yi  (W    is ) i . Dimana Yi adalah income
individu anggota masyarakat, W adalah penerimaan dari upah tenaga kerja,
 adalah penerimaan dari deviden atau bagi hasil sisa usaha, i adalah tingkat
sewa modal (misalnya bunga deposito), dan s adalah jumlah tabungan atau
endowment yang disewakan. Dengan demikian dalam tata ekonomi
kerakyatan, masyarakat bukan hanya sebagai buruh dalam perekonomian
tetapi juga pemilik atau memiliki saham di sektor produksi.
Kalau ada ekonomi rakyat, maka ada ekonomi pemerintah. Ekonomi
pemerintah, adalah ekonomi normatif, yang mengkaji bagaimana pemerintah
menetapkan sumber dan besarnya penerimaan (tax), memproduksi barang publik
dan jasa publik, dan mengalokasikan sumber daya publik (APBN, APBD) untuk
memilih barang publik dan jasa publik yang harus diproduksi, sesuai arpirasi politik
rakyat. Problem yang harus dipecahkan dalam ekonomi pemerintah adalah
bagaimana mencapai kesejahteraan masyarakat yang paling maksimal
(maximization of welfare), bagaimana meningkatkan revenew yang tidak
menimbulkan distorsi dalam perekonomian, bagaimana mengelola sumber daya
publik (fiscal policy dan monetary policy) yang dapat menjamin kestabilan
perekonomian, dan bagaimana mengalokasikan sumber daya yang dapat menjamin
keadilan dan pemerataan.
C.2. Ekonomi Kerakyatan dan Kegagalan Pasar
MASYARAKAT
input
output
PEMERINTAH
SEKTOR SWASTA
Bagan 1: hubungan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam perekonomian
D:\317455733.doc
#6
Dalam tata ekonomi yang modern, peranan pemerintah dalam perekonomian
sangat minimal. Alasannya, intervensi pemerintah yang berlebihan dalam
perekonomian lebih banyak menimbulkan distrosi pasar, sehingga perekonomian
tidak pernah mencapai kondisi pareto optimum. Peran pemerintah dalam
perekonomian modern adalah sebatas sebagai stabilisator, peran alokasi, dan
peran distribusi. Melalui pengaturan fiskal dan kebijakan moneter, pemerintah
bersama bank sentral menjaga stabilitas perekonomian dari supply shock, seperti
inflasi, ledakan pengangguran, fluktuasi nilai tukar rupiah, suku bunga, dll.
Melalui kewenangan pengaturan dan kebijakan fiskal, pemerintah harus
menjamin pengalokasian sumber daya ekonomi untuk mencapai pareto optimum.
Melalui kewenangan yang dimiliki, pemerintah juga harus menjamin terbangunnya
distribusi pendapatan masyarakat dan tidak terjadinya kesenjangan ekonomi.
Melalui bagan ini, dapat dijelaskan, bahwa peran pemerintah dalam
perekonomian adalah: (1) menyediakan barang dan jasa publik, (2) mengelola dana
publik (penerimaan tax) untuk memproduksi barang publik dan jasa publik, (3)
mengatur agar pasar input berjalan sempurna atau meminimasi terjadi distrosi
pasar input dan mengatur agar pasar output berjalan sempurna atau meminimasi
terjadinya distrosi pasar output.
Private sector membeli input (tenaga kerja dan modal) untuk memproduksi
barang dan jasa private. Barang dan jasa private ini akan dibeli oleh masyarakat
dan pemerintah. Masyarakat membeli barang dan jasa private dari hasil upah dan
hasil sewa modal. Bila pasar berjalan sempurna, maka akan selalu terjadi market
clearing4 baik di pasar input maupun di pasar output.
Di Indonesia, yang terjadi tidak demikian. Produsen barang dan jasa private
jumlahnya terbatas. Yang memproduksi 78,5 persen output nasional dalam bentuk
barang dan jasa private hanya oleh 200 orang warga negara. Sedang 21,5 persen
output nasional diproduksi oleh jutaan orang warga negara memalui usaha mikro,
usaha kecil dan menengah. Sementara 89,5 persen tenaga kerja yang ditawarkan di
pasar input dibeli oleh 99,5 persen produsen yang outputnya hanya 21,5 persen.
Sedang hanya10,5 persen tenaga kerja yang dibeli oleh 0,5 persen produsen yang
outputnya 78,5 persen. Sebaliknya, modal yang pergunakan oleh 0,5persen
produsen mencapai sekitar 85 persen dari dari modal yang ada dalam
perekonomian, dan tidak lebih dari 7 persen modal yang dipergunakan oleh 95,5
persen produsen. Dalam situasi yang demikian, maka diduga kuat:
(1)
Tidak pernah terjadi market clearing baik di pasar input maupun di pasar
output,
(2)
Ada modal yang idle (nganggur) dalam perekonomian,
(3)
Ada tenaga kerja yang idle dalam perekonomian,
(4)
Perekonomian tidak efisien,
(5)
Perekonomian tidak memproduksi barang dan jasa sesuai kapasitas yang
dimiliki, dan
4
Jumlah Input yang ditawarkan dan yang diminta sama jumlahnya dalam perekonomian; atau jumlah output
yang ditawarkan sama dengan jumlah output yang dminta dalam perekonomian.
D:\317455733.doc
#7
(6)
Terjadi kesenjangan ekonomi antar golongan penduduk yang amat lebar.
Situasi ini akan terus makin memburuk, sebab dengan income yang rendah
pada sebagian besar rakyat, maka seluruh atau sebagian besar income akan
dihabiskan untuk konsumsi. Tidak ada saving. Dengan share output yang kecil dari
99,5 persen produsen yang banyak digeluti rakyat, maka di sektor ini akumulasi
kapital juga tidak akan terjadi, kalaupun terjadi sangat lamban. Artinya, aset
ekonomi nasional yang dimiliki oleh sebagian besar rakyat sangat kecil. Itulah
sebabnya, mengapa tingkat pengangguran di Indonesia sangat tinggi, jumlah
penduduk miskinnya amat tinggi, upah tenaga kerjanya amat rendah. Jadi
persoalan pokok yang dihadapi dalam perekonomian Indonesia saat ini adalah
pemilikan aset ekonomi oleh sebagian besar rakyat yang sangat sangat kecil,
sedang sebagian kecil rakyat menguasai aset ekonomi yang sangat besar. Inilah
yang menyebabkan pasar atau tangan Tuhan tidak berjalan sebagaimana mestinya,
yang menyebabkan perekonomian nasional tidak efisien, yang menyebabkan trickle
down effect tidak berjalan, dan yang menyebabkan kemiskinan secara masip.
Problem kedua adalah problem di ekonomi barang publik atau ekonomi
publik yang dijalankan pemerintah. Keputusan jenis barang publik dan jasa publik
adalah keputusan politik. Karena lemahnya sebagian besar rakyat di bidang
ekonomi, maka posis tawar dalam kebijakan politik juga lemah (ini fakta empirik).
Akibatnya, barang publik dan jasa publik yang diproduksi pemerintah tidak sesuai
dengan aspirasi sebagian besar rakyat. Barang publik dan jasa publik yang
diproduksi pemerintah adalah barang publik dan jasa publik yang tidak
menguntungkan bagi sebagian besar rakyat, tetapi menguntungkan sebagian kecil
rakyat.
Problem yang ketiga adalah problem di kebijakan publik. Seperti disebut
dimuka, bahwa pemerintah memiliki tiga kewenangan dalam perekonomian, yaitu
kewenangan atau fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Karena
sebagian besar rakyat tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dan tidak
memiliki akses dalam proses pengambilan keputusan publik, maka fungsi alokasi
dan fungsi distribusi ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Bertolak dari tiga persoalan besar tersebut, maka ruh dari ekonomi
kerakyatan adalah: bagaimana pemerintah dapat menjalankan fungsi alokasi,
fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi (atau bagaimana kebijakan fiskal,
kebijakan moneter, dan kebijakan di sektor riil dijalankan), sehingga
distribusi aset ekonomi kepada sebagian besar rakyat dapat terjadi tanpa
mendistorsi pasar.
C.3. Ekonomi Kerakyatan dengan Pertumbuhan Ekonomi
Output nasional (Q) dapat berupa jasa dan barang. Q nasional adalah
akumulasi dari jutaan Q yang diproduksi penduduk, baik yang dilakukan melalui
D:\317455733.doc
#8
unit-unit produksi skala besar, unit-unit produksi skala menengah, sekala kecil,
maupun skala keluarga.
i
l
k
i 0
l 0
k 1
Q   Q xi   Q yl   Q zk )
Q xi adalah output yang diproduksi oleh unit-unit produksi skala besar, yang
pada umumnya memiliki fleksibilitas luas dalam memilih kombinasi antar faktor
produksi. Problemnya adalah bagaimana memilih bundle faktor yang
memaksimalkan profit dan atau meminimalkan biaya. Jumlah unit produksi skala
besar ini tidak terlalu banyak, tetapi memiliki atau menguasai faktor produksi
(khususnya modal dan teknologi) nasional secara masib. Share dari unit produksi
skala besar ini cukup dominan dalam output nasional. Produktivitas tenaga kerja di
unit produksi ini sangat tinggi, tetapi jumlah tenaga kerja yang ada di unit
produksinya hanya kurang lebih 10 persen dari jumkah tenaga kerja yang
ditawarkan di pasar tenaga kerja.
Sedang Q yl dan Qzk , masing-masing adalah unit produksi skala menengah,
kecil, dan skala keluarga atau mikro. Unit produksi ini jumlahnya banyak mencapa
99,5 persen dari unit produksi total. Unit produksi ini share-nya terhadap output
nasional hanya kurang lebih 21 persen dari total output nasional. Problem yang
dihadapi oleh unit produksi ini lebih kompleks dibanding unit produksi skala besar.
Fleksibilitas untuk memilih bundle faktor produksi sangat sempit, karena unit
produksi ini menghadapi keterbatasan modal, keterbatasan teknologi, dan
keterbatasan tenaga kerja yang rendah kualitasnya. Efisiensi di unit produksi ini
sangat rendah. Produktivitas tenaga kerja di unit produksi ini juga lebih rendah bila
dibanding unit produksi skala besar.
Secara nasional, model produksi dalam perekonomian kita saat ini adalah
Qn  f {( Ax  Ay  Az ), ( K x  K y  K z ), ( Lx  L y  Lz )} ,
dimana ( Ax  Ay  Az ) lebih
kecil dibanding ( Ax  Ay  Az ) , ( K x  K y  K z )  K n , dan ( Lx  L y  Lz )  Ln .
Mengapa jumlah vektor faktor teknologi lebih rendah dari faktor teknologi yang
seharusnya, karena di unit-unit skala rumah tangga dan unit unit skala kecil dan
menengah tidak mampu melakukan investasi di bidang teknologi 5. Mengapa jumlah
kapital yang digunakan dalam perekonomian lebih kecil dibanding kapital yang ada
dalam perekonomian, karena ada diskriminasi lembaga keuanga dalam
melaksanakan fungsi intermediat. Untuk menjelaskan bagaimana diskriminasi ini
terjadi, periksa berikut ini:
5
Misalnya di sektor pertanian, pada skala produksi 0,4 ha maka tidak mungkin petani menggunakan teknologi
pengolahan tanah yang lebih efisien, menggunakan tekonolgi pemberantasan hama dan penyakit secara
efisien. sektor pertanian akan lebih efisien, kalau skala produksinya diubah menjadi skala produksi besar.
D:\317455733.doc
#9
r
S
ST
i
DT
D
0
L
LT
Total permintaan uang untuk produksi sebenarnya LT , tetapi jumlah uang yang
ditawarkan oleh lembaga perbankan hanya L, sehingga terjadi excces demand
sebesar (OL-OLT ). Kelebihan permintaan ini terjadi karena unit produksi skala
keluarga dan skala kecil dan menengah, tidak dilayani oleh lembaga keuangan
bank. Kelebihan permintaan ini selanjutnya diisi oleh lembaga keuangan non bank
(rentenir, pengijon, dan sejenisnya). Mengapa bank tidak bersedia memenuhi
permintaan uang kepada unit-unit produksi skala keluarga, skala kecil, dan skala
menengah, karena unit-unit skala keluarga, skala kecil, dan skala menengah ini
pada umumnya tidak memiliki kolateral, sehingga resiko default (macet) yang
dihadapi bank cukup besar. Fenomena ini dapat dijelaskan secara matematik
sebagai berikut:
PX (1  i ) L x  Py , z (1  r ) L y , z
Px  1
Py , z  1
Lx  L y , z
(1  i )  Py , z (1  r )
r
(1  i )
1
Py , z
r  i
Menurut logika perbankan, karena unit produksi besar memiliki kolateral dan
faktor ketidak-pastiannya kecil, maka dianggap peluang kredit kembali adalah 1
atau tidak default. Sebaliknya unit produksi keluarga, unit produksi kecil, dan
menengah, karena tidak memiliki kolateral dan faktor uncertenty-nya besar, maka
peluang kredit yang diberikan akan kembali tidak 1 atau ada resiko default.
Padahal bagi bank, kalau bank memberikan kredit kepada unit produksi besar
maupun kepada unit produksi skala keluarga dan kecil sebesar L, keuntungan yang
diharapkan sama. Oleh sebab itu, menurut perhitungan bank, bank hanya layak
memberikan kredit kepada unit produksi skala keluarga, skala kecil, dan skala
menengah, bila unit produksi skala keluarga, kecil dan menengah tersebut bersedia
D:\317455733.doc
# 10
membayar bunga sebesar r. secara moral dan secara politis, bank tidak mungkin
memberlakukan tingkat bunga yang diskriminatif kepada unit produksi skala
keluarga, skala kecil, dan skala menengah. Oleh sebab itu, yang paling aman bagi
bank adalah tidak memberikan kredit kepada unit produksi skala keluarga, skala
kecil, dan skala menengah (bila tanpa kolateral). Jadi, kesimpulannya pasar uang
tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri. Sebab pada kasus di Indonesia, pasar uang
mengalami kegagalan, dan akibatnya terjadi modal yang idle dalam perekonomian.
Kegagalan pasar tidak saja terjadi di pasar uang, tetapi juga di pasar tenaga
kerja. Menurut kaum ortodok atau ekonom klasik, tingkat pengangguran ditentukan
oleh naik turunnya suku bunga. Sebab tingkat suku bunga bank akan menentukan
naik turunnya investasi. Pada tingkat bunga rendah, maka investasi akan meningkat
dan akibatnya permintaan tenaga kerja akan meningkat, sehingga tingkat
pengangguran akan menurun. Artinya full employment akan terjadi dengan
sendirinya melalui kekuatan pasar. tetapi kenyataan tidak demikian. Pengangguran
tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh pasar melalui dinamika suku bunga bank.
Untuk jelasnya lihat penjelasan grafis berikut:
wE 2
wE 1
Lumr LE 1
LE  2
L
Tanpa campur tangan pemerintah, perekonomian akan menggunakan tenaga
kerja sebesar LE 1 dengan tingkat upah wE 1 . Tetapi karena ada kebijakan upah,
yaitu ketentuan upah minimum regional, yang ditetapkan sebesar wumr maka sektor
produsen hanya menggunakan tenaga kerja sebesar Lumr . Dengan demikian ada
tenaga kerja ingin dan yang mestinya bekerja tetapi tidak dapat bekerja sebanyak
( LE 2  Lumr ) . Ini adalah inefisiensi dalam suatu perekonomian, karena
perekonomian tidak mampu menggunakan faktor produksi labor untuk memproduksi
barang dan jasa.
Menurut teori klasik, tingkat pengangguran yang tinggi ini dengan sendirinya
akan merubah tingkat upah yang dapat diterma oleh tenaga kerja, sehingga tenaga
kerja yang diserap dalam perekonomian akan meningkat. Mekanisme ini berjalan
dengan sendirinya melalui instrumen tingkat bunga bank. Demikian juga kalau
terjadi yang sebaliknya. Tetapi dalam praktik, ternyata tidak demikian. Dalam
dunia nyata tidak pernah terjadi upah tenaga kerja turun dan dapat diterima oleh
D:\317455733.doc
# 11
tenaga kerja. Artinya, pasar akan mengatur dengan kekuatan sendiri untuk selalu
menuju pada keseimbangan, tidak pernah terjadi. Intervensi pemerintah atau bank
sentral, seperti dianjurkan Keynesian, melalui kebijakan tingkat suku bunga,
ternyata tidak selalu efektif sebagai instrumen untuk mengelola pasar tenaga kerja
atau tingkat pengangguran. Tingkat bunga rendah tidak selalu diikuti dengan
penurunan tingkat pengangguran. Sebab tingkat bunga rendah tidak selalu
mendorong investasi. Dalam kondisi daya beli masyarakat rendah, maka investasi
justru akan mendorong terjadinya deflasi. Oleh sebab itu, yang dibutuhkan bukan
hanya instrumen moneter seperti kebijakan tingkat bunga, tetapi harus ada shock.
Redistribusi aset ekonomi kepada sebanyak-banyaknya warga negara adalah salah
satu bentuk shock.
Akses kredit yang lebih besar diberikan kepada unit produsen milik komunal,
akan mendorong investasi dan penyerapan tenaga kerja, sekaligus meningkatkan
pendapatan masyarakat, sehingga peningkatan barang dan jasa yang diproduksi
dalam perekonomian tidak akan menimbulkan deflasi maupun inflasi.
Dari uraian mengenai kegagalan pasar baik di pasar uang maupun di pasar
tenaga kerja, yang dampaknya adalah terjadinya idle modal dan idle tenaga kerja
dalam perekonomian, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Melalui shock dalam bentuk ekonomi kerakyatan, maka bukan saja dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga dapat merubah level.
C.4. Ekonomi Kerakyatan dan Kesejahteraan
Dalam teori dan konsep pembangunan ekonomi apapun, tujuan akhirnya
adalah kesejahteraan rakyat. Melalui pertumbuhan output yang tinggi, maka
diharapkan dapat menciptaka lapangan kerja yang luas dan meningkatkan tingkat
konsumsi masyarakat, yang pada akhirnya muaranya adalah bagaimana
kesejaateraan rakyat tercapai. Dua ukuran dari sejumlah ukuran kesejahteraan
rakyat dari sisi ekonomi adalah kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan
barang dan jasa dan ketersediaan barang dan jasa. Kemampuan rakyat untuk
memenuhi kebutuhan barang dan jasa, salah satunya diukur melalui income(Y).
Sedang ketersediaan barang dan jasa diukur dari tingkat out put yang diproduksi
dalam perekonomian. Model ekonomi dari income individu adalah sebagai berikut:
Y  W   r T)
W  f (t , H , w)
  fQ);
Q  f ( A, K , L)
dimana Y adalah income, Wi adalah penerimaan upah,  adalah penerimaan sisa
hasil usaha, ri adalah peneriman dari sewa faktor di luar faktor tenaga kerja,
Ti adalah penerimaan transfer dari pemerintah, t i adalah jumlah jam kerja individu,
D:\317455733.doc
# 12
H i adalah jumlah anggota keluarga yang bekerja, wi adalah tingkat upah yang
diterima, Q adalah output yang dihasilkan. Dalam kenyataan, tidak semua individu
memiliki 4 sumber income, seperti dijelaskan dalam model. Ada individu yang
sumber penerimaannya hanya dari upah tenaga kerja atau buruh, ada idividu yang
hanya memiliki sumber penerimaan dari sisa hasil usaha, ada individu yang sumber
penerimaannya hanya dari transfer (seperti pensiunan, orang jompo), dan bahkan
ada invidu yang sumber penerimaannya hanya dari bunga tabungan atau sewa
faktor modal. Dengan demikian, ada beberapa model ekonomi yang dapat
menjelaskan beberapa tipe individu menurut sumber income-nya.
Tipe  1
Y  f (W )
Tipe  2
Y  f ( )
Tipe  3
Y  f (T )
Tipe  4
Y  f (i )
Tipe  5
Y  f (W ,  )
Tipe  6
Y  f (W , i )
Tipe  7
Y  f ( , i )
Dalam rangka penguatan ekonomi kerakyatan, dimana aset dimiliki oleh
sebanyak-banyaknya warga negara, maka sumber penerimaan atau income
masyarakat bukan hanya dari upah, tetapi juga dari sisa hasil usaha ata deviden..
peningkatan income juga akan meningkatkan tabungan atau peningkatan faktor
modal yang dapat disewakan, sehingga menambah income dari sumber sewa faktor.
Model atau tipe pengembangan ekonomi rakyat dari sisi peningkatan income adalah
model Y  f (W ,  , i ) . Artinya, masyarakat yang akan kita bangun bukan masyarakat
buruh, yang sumber penghasilannya dari menjual tenaga kerja, tetapi masyarakat
pekerja yang sekaligus pemilik aset ekonomi. Dengan demikian, ekonomi
kerakyatan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
C.5. Ekonomi Kerakyatan dan Efisiensi Perekonomian
Dari sisi model produksi, model umum yang kita kenal adalah Q  f ( A, K , L) ,
dimana Q adalah output barang dan jasa, A adalah teknologi produksi, K adalah
D:\317455733.doc
# 13
modal, L adalah tenaga kerja. Selama ini hampir di semua sektor ekonomi,
khususnya di sektor hilir, model produksi output adalah sebagai berikut:
n
Qn   (Q b  Q ukm ) i
i 1
Qn  out put nasional
Qnb  output nasional yang diproduksi usaha besar
Qnukl  output nasional yang diproduksi Usaha mikro, kecil, dan menengah
Qnb  Qnukm
Rendahnya output share nasional dari usaha menengah, usaha kecil, dan
usaha mikro ini terjadi karena adanya distorsi baik di pasar input, khususnya modal
maupun di pasar output. Akibatnya perekonomian tidak atau belum bekerja secara
optimal. Resources ekonomi belum dapat kita gunakan secara optimal dan efisien.
dengan menggunakan diagram eigenbox dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tenaga kerja
UKM
Idle
modal
USAHA BESAR
idle
Dari diagram eigenbox diatas, tampak bahwa secara nasional terjadi
penelantaran modal (capital idle) dan tenaga kerja (labor idle), yang tentu
merugikan perekoniman secara nasional. Penelantaran modal terjadi karena pasar
modal tidak berjalan sebagaimana mestinya. Distorsi di pasar modal, menyebabkan
modal atau capital secara nasional tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Jumlah modal yang dimiliki perekonomian yang idle atau nganggur atau tidak
dimanfaatkan cukup besar. Mengalirnya dana tabungan masyarakat perdesaan yang
disimpan di BRI ke kota dengan jumlah yang cukup besar, sementara UKM di
perdesaan mengalami kesulitan likuiditas adalah contoh dari distrosi di pasar
modal.
D:\317455733.doc
# 14
Dengan demikian, kendala yang dihadapi UKM untuk meningkatkan share
terhadap output nasional, salah satunya karena keterbatasan untuk memanfaatkan
modal di pasar modal, selain juga karena tidak efisiennya dalam menggunakan
teknologi produksi dan rendahnya kemampuan SDM. Dari model produksi
Q  f ( K , L, A) , UKM hanya memiliki fleksibilitas sempit dalam mengkombinasikan
faktor K dan faktor L. Penggunaan faktor L pada UKM sebenarnya sudah pada
tingkat MPL sama dengan nol. Artinya penambahan atau pengurangan tenaga kerja
tidak meningkatkan atau menurunkan output. Ini sangat tampak di sektor pertanian
rakyat.
C.6. Ekonomi Kerakyatan dan Inflasi
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah ekonomi kerakyatan tidak
menimbulkan inflasi yang meningkat. Kalau pengembangan ekonomi kerakyatan
diikuti oleh meningkatkan banyaknya uang yang dipegang masyarakat atau
meningkatkan jumlah uang beredar, tanpa diikuti oleh meningkatnya barang dan
jasa yang diproduksi, maka penguatan ekonomi kerakyatan akan menimbulkan
inflasi yang tinggi. situasi ini akan terjadi, kalau penguatan ekonomi kerakyatan
dipahami dan atau dilakukan dengan kebijakan credit rationing kepada usaha kecil
dan menengah, tanpa diikuti oleh perubahan pola produksi.
Qukm  AK  L1
  pQukm  rK   wL1
  p AK  L1  rK   wL1
d
 p AK  1 L1  rK  1  0
dK
K  1 ( p AL1  r )  0
L1 
r
pA
1
L(
r 1
)
pA
Pada pola produksi skala kecil, fleksibilitas penggunaan K dan L sangat
terbatas, karena faktor teknologi sulit dilakukan perubahan. Dengan demikian,
walaupun UKM diberi jatah kredit yang besar, kemampuan menyerapnya terbatas,
sehingga tidak digunakan untuk produksi tetapi untuk konsumsi atau spekulasi.
Pada situasi yang demikian, maka penguatan ekonomi kerakyatan akan mendorong
inflasi tinggi, apalagi kalau penguatan ekonomi rakyat dilakukan melalui subsidi
bunga kepada UKM, maka penurunan sewa kapital akan meningkatkan
pengangguran. Akibatnya bila pemberian subsidi pada UKM mendorong peningkatan
poduksi barang dan jasa, tetapi meningkatkan jumlah pengangguran, maka
penguatan ekonomi kerakyatan akan mendorong inflasi meningkat.
D:\317455733.doc
# 15
  p AK  L1  rK   wL1
d
 (1   ) p AK  L  (1   ) wL  0
dL
(1   ) L ( p AK   w)  0
(1   ) L  0
p AK   w
K 
w
pA
1
w 
K (
)
pA
Pada penguatan ekonomi kerakyatan, dimana UKM melakukan merger
menjadi unit produksi skala besar atau menengah, maka faktor teknologi memiliki
fleksibilitas yang lebar untuk dirubah. Sehingga unit produksi rakyat akan mampu
menyerap modal lebih besar bila diberi akses kredit (tidak perlu diberi subsidi
bunga maupun jatah kredit). Pada unit Produksi rakyat skala besar atau menengah,
dengan teknologi yang efisien, selain akan menurunkan biaya produksi juga akan
meningkatkan kualitas produk, sehingga keuntungan yang diperoleh juga akan
meningkat. Keuntungan yang diperoleh akan didistribusikan kepada masyarakat
dalam bentuk deviden, sehingga daya beli masyarakat juga meningkat. Dengan
demikian, penguatan ekonomi kerakyatan tidak akan menimbulkan inflasi yang
tinggi.
D.
Konsep Operasional Ekonomi Kerakyatan
D.1. Kebijakan Moneter
Peninjauan kembali kebijakan BLM (Grant)
Dalam rangka mengembangan usaha menengah menjadi usaha besar, usaha
kecil menjadi usaha menengah, dan usaha mikro menjadi usaha kecil, salah satu
kendala yang dihadapi adalah modal untuk investasi dan modal untuk kerja. Karena
jangkauan pasar yang masih terbatas, teknologi yang digunakan belum efisien, dan
manajemen usaha yang belum efisien, maka resiko kegagalannya cukup tinggi.
Tingginya resiko gagal menyebabkan resiko investasinya juga besar. Tingginya
resiko investasi dan rendahnya pemilikan collateral, menyebabkan lembaga
keuangan bank kurang berminat memberi pinjaman kepada UKM. Jumlah dana yang
diberikan bank kepada UKM jauh dibawah tingkat perintaan UKM. Kekurangan
pasokan ini selanjutnya diisi oleh lembaga kredit non bank, seperti KOSIPA, dan
pengijon, dengan tingkat bunga jauh di atas tingkat bunga pasar. Intervensi
pemerintah, melalui dana bantuan langsung ke masyarakat, seperti dalam Program
Pengembangan Kecamatan (PPK), Inpres Desa Tertinggal (IDT), dan program
sejenis, ternyata kurang efektif dan kurang efisien. Kelembagaan keuangan mikro
D:\317455733.doc
# 16
(micro finance) yang terbentuk dari program-program dimaksud, tingkat
keberlanjutannya rendah, dan hampir tidak mampu memecahkan permasalahan
tingkat suku bunga yang tinggi. Selain itu juga banyak menimbulkan
ketergantungan kepada pemerintah dan membutuhkan biaya delivery yang tinggi.
Dari permintaan kredit yang cukup besar dari lembaga keuangan non bank,
walaupun dengan tingkat bunga di atas bunga pasar, membuktikan bahwa yang
dibutuhkan unit produksi rakyat sebenarnya bukan subsidi bunga dan bukan dana
block grant, tetapi akses untuk mendapatkan pinjaman ke bank.
Peninjauan Kembali Kebijakan Subsidi Bunga
Asumsi bahwa UKM membutuhkan subsidi bunga untuk mendorong
perkembangannya, ternyata tidak benar. Pemberian subsidi bunga ternyata justru
mendorong permintaan uang bukan untuk produksi tetapi untuk konsumsi dan
spekulasi. Meningkatnya permintaan uang karena subsidi bunga ini justru akan
mendorong timbulnya inflasi yang tinggi. Tingkat bunga tinggi yang ditawarkan oleh
money lender ternyata selalu mengalami market clearing. Artinya yang dibutuhkan
Unit Produksi Rakyat, bukan subsidi bunga tetapi akses untuk mendapatkan
pinjaman di lebaga keungan bank. Untuk mendapatkan akses ke lembaga keuangan
bank, yang dibutuhkan bank adalah garansi atau jaminan. Dengan demikian yang
dibutuhkan oleh unit produksi rakyat sebenarnya adalah jaminan pemerintah
kepada bank.
D.2. Kebijakan Fiskal
Alokasi Anggaran untuk Panjaminan Kredit utuk Unit Produksi Rakyat
Seperti telah dikemukakan, bahwa yang dibutuhkan Unit Produksi Rakyat
(UPR bukan UKM) sebenarnya bukan subsidi bunga dan bukan dana block grant,
tetapi akses untuk mendapatkan pinjaman ke bank. Dengan demikian, intervensi
yang diperlukan dari pemerintah adalah adanya penjaminan kredit untuk UKM.
Pemerintah
(dg garansi dalam
bentuk deposito)
Masyarakat
D:\317455733.doc
Bunga Deposito
Untuk biaya
fasilitasi
LEMBAGA
KEUANGAN
BANK
USAHA KECIL,
MIKRO, DAN
MENENGAH
# 17
Mengapa perlu penjaminan, sebab bank adalah risk aversion sehingga tidak
berminat memberikan kredit kepada UKM yang memang memiliki default risk
tinggi. Tidak efektifnya kebijakan credit rationing dengan mewajibkan bank
menyalurkan 20 persen kredit kepada UKM dengan subsidi bunga dari pemerintah,
adalah argumentasi yang cukup kuat tentang perlunya penjaminan pemerintah
untuk kredit UKM.
Bunga atas deposito dana penjaminan ini selanjutnya untuk biaya fasilitasi
UPR. Fasilitasi UPR ini dapat dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.
pelibatan LSM dalam proses fasilitasi dengan biaya dari bunga deposito ini sekaligus
dapat digunakan sebagai pembinaan LSM agar tidak digunakan oleh kepentingan
asing (lembaga donor). Sebab, ketergantungan yang begitu besar dari LSM terhadap
lembaga donor, telah membawa sebagian besar LSM menjadi alat kepentingan
politik dan kepentingan ekonomi asing.
Strategi ini, selain tidak akan membebani anggaran belanja pemerintah yang
terlalu besar, membantu penyehatan perbankan dalam negeri, juga bagian dari
pembelajaran bagi UKM untuk terbiasa berhubungan dengan lembaga keuangan
bank dan pembelajaran bagi UKM untuk mandiri dan efisien.
Kebijakan Perpajakan
Untuk mendorong UKM bergabung (baik di sektor pertanian, peternakan,
perikanan, perdagangan, industri), maka UKM yang bergabung menjadi UPR diberi
keringanan pajak. Demikian pula kepada perusahaan perkebunan inti rakyat yang
bersedia menjual sahamnya kepada petani plasma, sehingga menjadi UPR, diberi
keringanan pajak, baik pajak penjualan maupun pajak penghasilan.
Kebijakan Pertanahan
Lahan dalam perekonomian merupakan faktor modal yang penting.
Meningkatnya jumlah petani landless dalam 3 dekade terakhir, dan hilangnya
spesifikasi pemilikan komunal atas sumber daya hutan, merupakan ancaman serius
dalam membangun ekonomi kerakyatan. Oleh sebab itu, perlindungan bagi
masyarakat adat atas tanah ulayat, perlindungan petani melalui sertifikasi tanah,
perlu dilakukan. Kebijakan pemerintah yang memberi kemudahan bagi masyarakat
adat untuk memperoleh hak pemilikan atas tanah ulayat, akan membantu
penguatan ekonomi rakyat.
Perusahaan Hutan Rakyat (bukan HPH tetapi mirip HPH hanya pemilikan
sahamnya adalah oleh masyarakat adat setempat), akan dapat dibangun bila
pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat. Demikian juga Perusahaan
Perkebunan Rakyat (bukan Perkebunan Inti Rakyat, tetapi mirip PIR hanya
pemilikan sahamnya oleh masyarakat adat setempat), akan dapat dibangun bila
pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat.
D:\317455733.doc
# 18
D.3. Kebijakan Sektor Riil
Kebijakan Upah
Dari model ekonomi income masyarakat, salah satu sumber pendapatan
masyarakat adalah dari upah dan gaji atau W .Rendah tingginya upah dan gaji yang
diterima, tergantung dari tingkat upah perjam/bulan (w) , lama jam kerja (t ) , dan
jumlah anggota keluarga yang bekerja (H ) . Tinggi rendahnya tungkat upah dan
gaji ditentukan oleh kualitas tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja bukan hanya
ditentukan oleh tingat pendidikan, tetapi juga sikap mental (etos kerja,
profesionalitas, dan kedisiplinan). Lama jam kerja dan jumlah anggota keluarga
yang bekerja ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja.
Kebijakan penetapan batas Upah Minimum Regional (UMR), seperti yang
selama ini digunakan pemerintah dalam melindungi kaum pekerja, sebenarnya
tidak memecahkan permasalahan ketenagakerjaan. Kebijakan UMR justru
menghambat tumbuh dan kerkembangnya UKM dan mendorong laju pengangguran.
Intervensi pemerintah secara langsung dalam menentukan upah dan gaji pekerja,
justru menimbulkan permasalahan baru yang lebih serius, seperti pengangguran
dan permasalahan sektor informal. Perbaikan gaji dan upah, seharusnya diserahkan
melalui mekanisme pasar tenaga kerja.
Oleh sebab itu, dalam rangka penguatan ekonomi kerakyatan dari sisi
ketenagakerjaan, harus ada kebijakan baik disisi demand maupun di sisi supply. Di
sisi supply, intervensi yang dibutuhkan dari pemerintah adalah peningkatan kualitas
tenaga kerja. Sedang di sisi demand, intervensi yang diperlukan dari pemerintah
adalah perluasan lapangan kerja. Perluasan lapangan kerja dapat dilakukan melalui
instrumen kebijakan fiskal dan moneter, penumbuh kembangkan usaha-usaha
ekonomi produktif, dan industrialisasi di perdesaan, seperti dijelaskan pada point
(1) di atas.
Supply
wE 2
wE 1
demand
Lumr LE 1
LE  2
L
Untuk meningkatkan upah buruh, jalan yang aman untuk ditempuh adalah
melalui stimulus penciptaan lapangan kerja. Meluasnya lapangan kerja akan
menggeser kurve demand atau permintaan, sehingga tingkat upah akan meningkat.
D:\317455733.doc
# 19
Stimulan untuk menciptakan lapangan kerja dapat ditempu h melalui peningkatan
investasi. Peningkatan investasi tidak harus menurunkan suku bunga bank, tetapi
memperluas akses unit produksi rakyat untuk memperoleh pinjaman di lembaga
keuangan bank.
Pertanian
Di sektor produksi, Problem ekonomi kerakyatan di sektor pertanian, sektor
pedagangan, sektor kehutanan, sektor pertambangan, sektor industri, tidak sama.
Dari model produksi di sektor pertanian rakyat Q  f ( A, K , L) , problem yang
dihadapi mencakup aspek permodalan (K), aspek ketenagakerjaan (L), dan aspek
teknologi produksi (A). Pertanian rakyat dengan unit skala usaha yang kecil-kecil
(rata-rata 0,4 ha), cukup sulit untuk meningkatkan efisiensinya. Pengadaan sarana
produksi pertanian dalam jumlah sedikit akan meningkatkan harga perunit sarana
produksi, dan akibatnya biaya produksi per unit produk menjadi tinggi. Dengan
produksi kecil dan keuntungan kecil, akan menjadi kendala untuk terjadinya
akumulasi kapital di setiap unit produksi. Akibatnya hampir tidak pernah terjadi
investasi baru di sektor ini, baik dalam bentuk pengadaan alat-alat mekanisasi
pertanian, maupun perluasan lahan.
Dengan skala usaha kecil-kecil dengan jumlah jutaan dan tidak ada
keterkiatan antara satu dengan yang lain, menyebabkan posisi tawar mereka baik
di pasar input maupun di pasar output, sangat lemah. Di pasar input mereka
berhadapan dengan monopoli, sedang di pasar output mereka menghadapi
monopsoni. Oleh sebab itu, jalan keluar yang relatif baik adalah melalui merger
antarunit usaha pertanian atau coorporate farming. Melalui coorporate farming
(CF), produksi pertanian dilakukan melalui unit-unit perusahaan pertanian yang
saham seluruhnya dimiliki oleh petani yang bersangkutan. Model CF tidak saja
diterapkan untuk pertanian tanaman pangan, tetapi juga untuk perkebunan. Fakta
empirik menunjukkan bahwa model kemitraan dalam bentuk perkebunan inti
rakyat, ternyata juga tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Perdagangan
Struktur usaha di sektor perdagangan, seperti kita ketahui bersama, terdiri
dari unsur distributor, retail besar, dan retail kecil. Perusahaan distributor pada
umumnya dimiliki atau merupakan anak perusahaan dari produsen atau dimiliki
oleh perusahaan terbatas yang pemilik bukan produsen tetapi sebagian sahamnya
dimiliki oleh produsen. Pemilikan saham di distributor dan retail besar, pada
umumnya hanya oleh sebagian kecil orang.
Dalam rangka penguatan ekonomi kerayatan, struktur pemilikan saham di
distributor dan retail besar, perlu dilakukan peninjauan kembali. Intinya adalah,
sebanyak-banyaknya warga negara harus memiliki saham di sektor perdagangan.
Bentuknya adalah, retail-retail kecil harus membentuk koperasi. Melalui koperasi
ini, retail-retail kecil memiliki saham di retail besar dan di distributor.
D:\317455733.doc
# 20
Kehutanan dan Pertambangan
Selama ini konsep bahwa “bumi air dan segala isinya dikuasai negara dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” , dipahami kekayaan alam,
khususnya kekayaan hutan dan bahan galian dikuasai negara, lalu oleh pemerintah
sebagai wakil negara mengkonsesikan kepada pihak swasta (misalnya dalam bentuk
HPH, kontrak karya), kemudian penerimaan bagi hasil dan pajak atas eksploitasi
sumber daya alam tersebut dibagi dua, sebagian diberikan kepada pemerintah
daerah dan sebagian lagi untuk pemerintah pusat. Bagian daerah tersebut
selanjutnya untuk membiayai pembangunan di daerahnya dan bagi pusat dibagikan
kepada daerah bukan penghasil dan atau digunakan pusat untuk untuk membiayai
pembangunan nasional. Oleh sebab itu, tidak mengherankan kalau penduduk
dimana sumber daya alam itu berada, kadang-kadang tidak merasakan manfaat
atas eksploitasi sumber daya alam yang bersangkutan. Bahkan penduduk lokal harus
menanggung biaya eksternalitas disekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan
eksploitasi dimaksud.
Pengakuan atas pemilikan komunal terhadap sumber daya alam yang
selanjutnya melibatkan masyarakat lokal dalam eksploitasi, merupakan pilihan
kebijakan yang yang cukup baik bila ditinjau dari aspek politik, aspek ekonomi,
dan aspek keberlanjutan. Melalui pengakuan hak kepemilikan komunal, masyarakat
bersama pemerintah secara bersama-sama dapat: (1) mengkonsesikan sepenuhnya
kepada pihak investor dengan pemilikan saham bersama antara pemerintah,
masyaakat lokal, dan investor, (2) melakukan kerja sama dengan pihak investor
dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO), atau (3) bersama pemerintah
membentuk perusahaan yang akan mengeksploitasi sumber daya alam yang
bersangkutan 
D:\317455733.doc
# 21
Download