SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 AKTIVITAS SENYAWA SKOPOLETIN DARI BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia,Linn.) TERHADAP RESPON FISIOLOGI MAKROFAG MENCIT PUTIH JANTAN Yufri Aldi, Amdani, Amri Bakhtiar Fakultas Farmasi Unversitas Andalas [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian terhadap efek senyawa skopoletin dari buah mengkudu (Morinda citrifolia,L.) terhadap respon fisiologi makrofag dan persentase jumlah sel leukosit mencit putih jantan. Senyawa skopoletin diisolasi dari buah Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dengan metode maserasi dan dilanjutkan dengan fraksinasi sehingga diperoleh senyawa murni. Pengujian terhadap funsi fisiologi makrofag dilakukan secara in vivo dengan melihat aktifitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneal mencit putih jantan (Mus musculus) yang diinduksi dengan Staphylococcus aureus. Senyawa skopoletin diberikan peroral selama 7 hari dengan dosis 1, 5 dan 10 mg/ kg bb. Pada hari ke 8 semua hewan diambil darah pada bagian ekor dan ditentukan persentase jumlah sel leukosit. Selanjutnya semua hewan disuntik secara intraperitonial dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan setelah satu jam di tentukan aktifitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag. Hasil uji menunjukkan skopoletin dengan dosis 1 mg, 5 mg, and 10 mg/ kg bb dapat meningkatkan persentase sel neutrofil segmen (P<0,05). dan meningkatkan aktifitas dan kapasitas fagositosis makrofag secara bermakna (P<0,01). Kata Kunci : skopoletin, aktifitas, kapasitas, makrofag dan leukosit. ABSTRACT Research on the effects of scopoletin compound from noni fruit (Morinda citrifolia, Linn.) to the physiological response of macrophages and the percentage of male white mice leukocyte cells has been done. Scopoletin compound was isolated from Noni (Morinda citrifolia Linn.) with maceration method, followed by fractionation to obtain pure compounds. Tests on the physiological function was performed in vivo to measure the macrophages activity and phagocytic capacity of peritoneal macrophages in male albino mice (Mus musculus) induced by Staphylococcus aureus. Scopoletin compound given orally for 7 days with a dose of 1, 5 and 10 mg/kg. On 8th day, blood of all animals were taken trough the tail and the percentage of the number of leukocytes was determined. Furthermore, all animals were injected intraperitoneally with a suspension of Staphylococcus aureus and after an hour in the specified activity and phagocytic capacity of macrophages were measured. The test results showed that scopoletin with a dose of 1 mg, 5 mg, and 10 mg/kg could increase the macrophage activity (P<0.05) and phagocytic capacity (P <0.01) significantly. Keywords : scopoletin , activities , capacity , macrophages and leukocyte PENDAHULUAN Fagositosis merupakan peristiwa pencaplokan antigen melalui reseptor yang bersifat spesifik atau non spesifik pada permukaan membran sel dengan cara membentuk gelembung yang berasal dari membran selnya. Setelah dicaplok antigen akan dimetabolisme dan kemudian ISSN : 2087-5045 diekskresikan (eksositosis) (Kindt, 2007; Subowo, 1993). Makrofag adalah sel fagosit terpenting yang berasal dari sel monosit yang telah dewasa. Umurnya dapat mencapai beberapa bulan bahkan tahun (Kresno, 1991; Subowo, 1993). Makrofag mampu bergerak ke pada suatu rangsangan kimiawi (kemotaksis) (Kindt, 2007; Subowo, 1993). 25 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 Sel ini memiliki dua fungsi utama yaitu menghancurkan antigen dan bersama dengan major histocompatibility complex (MHC) kelas II menyajikannya kepada limfosit T, ini dikenal dengan Antigen Presenting Cell. Ini merupakan tahap awal terjadinya respon imun selular dan humoral (Kindt, 2007 ;Kresno, 199; Subowo, 1993). Makrofag juga memproduksi iterleukin 1 (IL-1) yang mampu merangsang pertumbuhan sel T yang kemudian memproduksi IL-2 yang diperlukan untuk proliferasi sel T selanjutnya. Selain itu sel T juga memproduksi berbagai limfokin yang dapat merangsang sel B, sel stitotoksik (Tc) dan makrofag. Interferon gamma (IFNmerupakan sitokin paling berpengaruh mengaktivasi makrofag. Aktifitas makrofag juga dapat diperkuat oleh mediator repon inflamasi dan komponen dinding sel bakteri (Kresno, 1991; Kindt, 2007). Makrofag teraktifkan akan memproduksi sejumlah factor penting untuk respon imun yang masing-masingnya mempunyai efek berbeda. Seperti IL-1 mengaktifkan limfosit T; IL-1, IL-6 dan tumor necrosis factor alpha (TNF- ) sebagai pemicu demam; TNF- yang menyokong penghancuran tumor oleh makrofag; dan lain lain (Kindt, 2007). Penyakit Alergi terjadi segera setelah tubuh terpapar oleh antigen. Masuknya antigen kedalam tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE dan selanjutnya terikat pada permukaan sel mast dan sel basofil (Robinson, 2004, Bellavite, 2006). Peranan makrofag dan sel TCD4 pada reaksi alergi ini sangat pentin. Sel makrofag berperan dalam proses pengenalan sedangkan sel T CD4 akan berdiferensiasi menjadi sel Th1 untuk pengaturan imunitas seluler dan sel Th2 pengaturan pembentukan imunitas humoral berupa antibodi, salah satunya IgE. Proses pemaparan antigen dimualai dengan ditangkapnya antigen tersebut oleh sel makrofag. Sel makrofag melalui melekul MHC II, mengenalkan ke limposit T, khususnya Sel Th2. Sel limposit Th2 menghasilkan IL4, IL5, IL9, IL 10 dan IL13. IL4 mempunyai efek langsung pada sel B yang selanjutnya menghasilkan IgE dan IL 5, IL9 dan IL13 secara tidak langsung juga mengatur produksi IgE(Karlsson MR2004, Maizels RM2005). Sedangkan IL10 dapat menekan produksi IL ISSN : 2087-5045 sehingga produksi IgE juga dapat ditekan (Kearley, 2005). Buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dilaporkan dapat menginduksi aktivasi dari makrofag. Mengkudu dapat menekan pertumbuhan tumor dengan meningkatkan aktifitas sitem imun inang dan mengurangi aktifitas imunosupresif. Mekanisme diindikasikan oleh terstimulasikannya faktor sistem imun, antara lain TNF , ILIL-10, IL-12 p70 dan INFHutomo, Sutarno, Winarno & Kusmardi, 2005). Mengkudu merupakan tanaman asli Asia Tenggara (Indonesia) dan dapat ditemukan di daerah tropis (Djauhariya, 2003; Nelson, 2006; Waha, 2000). Taaman ini merupakan sumber obat yang berpotensi dan dipandang sebagai Hawai Magical Plant karena dipercaya mampu mengobati berbagai macam penyakit. Permintaan terhadap jus buahnya tinggi sebagai obat alternatif (Handerson & Handcok, 1989; Jayaraman, Manoharan & Illanchezian, 2008; Wang et al., 2002). Tanaman ini dilaporkan mempunyai nilai nutrisi tinggi dan beramanfaat bagi kesehatan seperti untuk kanker, infeksi, analgetik, hipertensi, asma, diabetes, antiinflamasi, dan memperkuat imunitas (Djauhariya, 2003; Muralidharan & srikanth, 2009; Jayaraman et al., 2008; Yu et al., 2008; Wang et al., 2002). Komponen utama mengkudu adalah skopoletin, alkaloid, antrakuinon (seperti nordamnakamtol, rubiadin, morindon), karoten, vitamin C, asam linoleat, alizarin, asam oktanoat, vitamin A, asam caprylat, asam ursolat, dan rutin (Djauhariya, 2003; Mularidharan & Srikanth, 2009; Wang et al., 2002). Skopoletin penting dalam khasiat mengkudu untuk kesehatan dan telah diketahui dapat menurunkan tekanan darah, dapat membunuh beberapa jenis bakteri, antiradang, antialergi (Ding et al., 2009; Djauhariya, 2003; Kim et al., 2004; Moon et al., 2007; Waha, 2000; Wang et al., 2002). Senyawa ini disarankan sebagai marker untuk standarisasi produk dan uji farmakokinetika mengkudu (Issell, Franke & Fielding, 2008; S., 2007). Skopoletin merupakan senyawa golongan kumarin sederhana. Senywa golongan kumarin memiliki efek farmakologis yang luas dan dilaporkan memiliki aktifitas imunomodulator yang mungkin menyokong efek antitumor 26 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 (Kostova, 2005; Zlabinger, 1994). Kumarin juga dapat menstimulasi makrofag (Lacy & O’Kennedy, 2004). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan khusus terhadap reaksi alergi ternyata ekstrak etanol buah mengkudu dapat menghambat reaksi anafilaksis kutan aktif pada mencit putih jantan (Aldi, 2003) dan secara in-vitro dapat menghambat degranulasi mastosit yang tersensitisasi (Aldi, 2006). Ekstrak etanol dari daunnya pada pemakaian topikal dapat mengobati jerawat (Ilyas, 2006) dan ekstrak buanya dapat menekan inflamasi (Aldi, 2007). Penelitian terakir juga diketahui ekstrak etanol buah mengkudu dapat meningkatkan titer antibody mencit putih jantan yang diinduksi dengan sel darah merah kambing dan dapat meningkatkan jumlah sel limposit, neutrofil batang dan sel eusinofil (Aldi, 2007). Dari penelitian terakir juga disebutkan bahwa scopoletin dapat menghambat degranulasi mastosit mencit (Moon, 2006). Senyawa skopoletin ini juga telah terbukti dapat menghambat reaksi anafilaksis kutan aktif pada mencit putih jantan dan menekan jumlah IL-4, IL-10 dan IgE pada keadaan alergi(Aldi, 2009). METODOLOGI PENELITIAN Penyiapan Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan adalah kertas saring, seperangkat alat soklet, rotary evaporator, seperangkat alat kromatografi kolom, vial, bejana (chamber) dan plat KLT, desikator, pipet tetes, lampu UV 365 nm, spektrofotometer UV-Vis, alat suntik, gelas ukur, timbangan hewan, spatel, jarum oral, timbangan analitik, mikroskop, elektroforesa (botol), lumpang dan stamfer, kaca objek, gunting bedah. Bahan Bahan yang digunakan adalah daging buah Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diklorometana, heksana, etil asetat, metanol, air suling , Staphylococus aureus, nutrient agar (NA), kaldu peptone, jarum ose, NaCl fisiologis, Na CMC, minyak emersi, heparin, pewarna Giemsa (D6 100 – Darstadt), tinta cina ( Faber- Castell Drawing ink GmBH ISSN : 2087-5045 & Co D-90546), skopoletin (pembanding), asam asetat 1%, antibodi monoklonal sel Th1 (satu set), antibodi monoklonal sel Th2 (satu set), dan mencit putih jantan dengan berat 20-30 gram 400 ekor. Isolasi scopoletin dari buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.). Ekstraksi dan Fraksinasi 5 Kg buah mengkudu di maserasi dengan etanol 90 % sebanyak 3 kali selama masing masing 3-5 hari, kemudian disaring. Maserat di uapkan in vacuo sampai didapatkan ekstrak kental etanol. Ekstrak yang didapat dilarutkan dengan H2SO4 0,5 N diamkan 12 jam lalu fraksinasikan dengan CHCl3, kocok, akan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan asam dengan lapisan CHCl3, pisahkan. Lakukan pengulangan maserasi dan pemisahan terhadap lapisan CHCl3. Lapisan CHCl3 yang didapat digabungkan. Filtrat yang didapat kemudian diuapkan dengan vakum sampai berbentuk hablur. Isolasi Skopoletin Sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom terlebih dahulu dilakukan kromatografi lapis tipis terhadap fraksi kloroform dengan berbagai perbandingan pelarut mulai dari n-heksan 100% , nheksan:etil asetat 9:1, n-heksan:etil asetat 1:1, etil asetat:metanol 9:1 dan didapatkan fasa gerak yang baik untuk KLT adalah nheksan:etil asetat 1:1. Noda pada plat KLT di monitor di bawah lampu UV 356 nm , dimana skopoletin berfluoresensi biru kuat. Isolasi skopoletin dari buah mengkudu dilakukan dengan metoda kromatografi kolom menggunakan silika gel 60 sebagai fasa diam dan n-heksan : etil asetat sebagai fasa gerak berdasarkan teknik “step gradient polarity” (SGP). Karakterisasi Scopoletin Hasil Isolasi Karakterisasi senyawa hasil isolasi meliputi pemeriksaan organoleptis, penentuan titik leleh, pemeriksaan kromatografi lapis tipis, spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer inframerah. Semua uji ini dibandingkan dengan senyawa skopoletin. 27 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 Uji Aktivitas dan Kemampuan Makrofag Penyiapan Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan sebanyak 100 ekor yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20 - 30 gram dan belum pernah mengalami perlakuan terhadap obat. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit diadaptasi terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanan. Preparat dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000 kali. Aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag dihitung. Aktivitas fagositosis ditetapkan berdasarkan persentase fagosit yang melakukan fagositosis dari 100 fagosit. Kapasitas fagositosis ditetapkan berdasarkan jumlah SA yang diiagosit oleh 50 fagosit aktif (Kusmardi, 2006). Penentuan Dosis Dosis skopoletin yang digunakan untuk uji ini adalah 3 variasi dosis, yaitu 1 mg/kg BB, 5 mg/kg BB, dan 10 mg/kg BB. Pada penelitian ini digunakan skopoletin yang diisolasi dari buah mengkudu karena skopoletin banyak terkandung dalam tanaman ini dan merupakan salah satu komponen utamanya (Waha, 2000; Wang et al., 2002; Djauhariya, 2003; Diana, 2007; Issell, Franke & Fielding,2008;). Buah mengkudu yang dipakai adalah buah dengan ciri-ciri kulit buah berwarna putih dan berdaging keras karena memiliki kadar skopoletin tertinggi (Diana, 2007). Buah mengkudu diambil dagingnya dengan diiris tipis ±2,5 mm, kemudian dikeringkan di rumah kaca 2-3 hari. Karena pengeringan di rumah kaca belum sempurna dan irisan daging buah mengkudu masih agak elastis, maka pengeringan dilanjutkan dengan oven pada suhu 50 oC selama 2-3 hari. Kultur Staphylococus aureus Satphylococcus aureus (SA) dibiakkan pada nutrient agar (NA) miring. Dari satu ose kultur SA diinokulasi ke dalam media NA miring, setelah itu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam di dalam inkubator. Satphylococcus aureus yang tumbuh pada media NA miring dipindahkan ke dalam kaldu pepton, diinkubasi 24 jam pada suhu 37°C. Kemudian disentrifugasi 5000 rpm selama 15 menit lalu terbentuk pelet dan diresuspensikan dengan NaCl fisiologis. Pemberian Skopoletin Mencit dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu kelompok pemberian skopoletin 1 mg/kg BB, 5 mg/kg BB, 10 mg/kg BB, kontrol Na CMC 0,5%. Volume scopoletin yang diberikan 0,2 ml untuk mencit 20 g. Masing-masing kelompok dicobakan pada 10 ekor mencit. Pada hari pertama hingga ke tujuh, mencit diberikan zat uji dan NaCl fisiologis (kontrol) per oral. Analisis Fagositosis Makrofag Pada hari ke delapan, mencit pada masing-masing kelompok diinfeksi dengan SA dan disuntikkan intra peritoneal (IP) 0,5 ml NaCl 0,9%, kemudian dibiarkan selama 1 jam. Mencit dibunuh dan dibedah, kemudian tambahkan heparin pada cairan peritoneal. Cairan peritoneal diambil dengan menggunakam semprit 1 ml. Cairan peritoneal tersebut dibuat preparat apus dan difiksasi dengan metanol absolut selama 5 menit, diwarnai dengan Giemsa, didiamkan selama 20 menit, dibilas dengan air dan dikeringkan. ISSN : 2087-5045 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengeringan ini bertujuan agar irisan daging buah mengkudu mudah dijadikan serbuk. Kemudian irisan daging buah mengkudu dihaluskan menjadi serbuk agar memiliki luas permukaan yang lebih besar dan lebih banyak sel yang pecah sehingga mempercepat dan mempermudah proses ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara sokletasi karena penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif lebih sedikit. Pelarut yang digunakan adalah diklorometan karena pada uji pendahuluan skpoletin dapat diekstraksi langsung dengan diklorometan tanpa penggunaan heksan sebelumnya. Selain itu kelarutan skopoletin tinggi dalam pelarut ini, beberapa flavonoid tidak ikut terekstrak sehingga lebih memudahkan pada saat pemisahan senyawa. Keuntungan lainnya adalah diklorometan memiliki titik didih yang rendah (40oC), sehingga siklus pada sokletasi bisa berlangsung lebih cepat dan mengurangi resiko kerusakan senyawa dalam sampel. Ekstrak dikolrometan yang diperoleh, diuapkan pelarutnya in vacuo, karena dalam 28 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 keadaan vakum tekanan uap pelarut akan turun dan pelarut akan mendidih di bawah titik didihnya, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan senyawa dalam sampel. Dari hasil pemonitoran penyebaran noda dengan Kromatorafi Lapis Tipis (KLT), ekstrak memperlihatkan pemisahan noda yang baik dengan menggunakan eluen nheksan: etil asetat (1:4) dan menunjukkan dua noda pada lampu UV365 yaitu klorofil (Rf 0,85) dan skopoletin (Rf 0,75). Oleh sebab itu pemisahan dilanjutkan dengan kromatografi kolom menggunakan metoda isokratik dengan eluen yang tetap yaitu nheksan: etil asetat (1:4) Kromatografi kolom ekstrak dikolorometan (10,4 g) dilakukan dengan silika gel 60 (230-400 mesh) sebanyak 200 g (20 kali jumlah ekstrak). Suspensi silika gel dibuat dengan pelarut n-heksan: etil asetat (1:4), kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang bagian bawahnya telah disumbat terlebih dahulu dengan kapas. Sampel dibuat menjadi serbuk preabsorbsi dengan menambahkan silika dua kali berat sampel ke dalam larutan sampel, kemudian pelarut diuapkan in vacuo, sehingga diperoleh campuran silika gel dan sampel berupa serbuk kering. Sampel ditaburkan merata di atas silika gel dan dielusi. Ekstrak yang keluar ditampung dalam vial dan dimonitor dengan KLT dan penampak noda lampu UV365. Vial yang memiliki satu noda yang sama yaitu fluoresensi ungu kuat pada UV365 digabung dan diuapkan pelarutnya in vacuo. ) (Gambar 4.1). Gambar 4.1. Pola kromatografi lapis tipis (KLT) ISSN : 2087-5045 Rfskopoletin= 0,59 ( heksan: etil asetat 3:7) Keterangan: A= ekstrak dikolorometan B= skopoletin dari buah mengkudu C= skopoletin pembanding Kemudian serbuk tersebut diuji spektrum UV-nya, ternyata bentuk spektrumnya belum persis sama dengan pembanding dan diduga terdapat sedikit pengotor. Kemudian pemurnian dilanjutkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam sephadex yaitu pemisahan berdasarkan berat molekul. Sampel dilarutkan dalam etanol dan dibantu dengan ultrasonik, kemudian dilewatkan ke dalam kolom dan dielusi dengan etanol. Sampel yang keluar ditampung ke dalam vial dan dimonitor dengan KLT dan penampak noda lampu UV365. Senyawa yang didapat kemudian dikarakterisasi dengan spektrum UV, spectrum IR dan titik leleh. Senyawa yang didapat memiliki Rf yang sama dengan senyawa pembanding, yaitu 0,775 (gambar 6) dengan eluen n-heksan:etil asetat (1:4) dan meleleh o pada suhu 203-204 C. Hasil Pemeriksaan spektrum UV terhadap senyawa yang didapat dengan pembanding memilki bentuk spektrum yang sama dan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 344,00 nm; 295,40 nm; 252,00 nm; 228,20 nm (gambar 4.2). Gambar 4.2. Spektrum ultraviolet (UV) skopoletin dari buah mengkudu (Morinda citrifolia.Linn.) 29 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 No 1 2 3 4 serapan pada bilangan 1605 cm-1, 1569 cm-1, 1514 cm-1 menunjukkan adanya regangan -1 -1 C=C yaitu pada kisaran 1600 cm -1450 cm . Serapan pada bilangan gelombang 1447 cm- Panjang gelombang ( ) puncak 344,0 nm 295,5 nm 252,0 nm 228,2 nm 1 -1 ,1408 cm merupakan daerah pita serapan C-H pada range 1465 cm-1-1350 cm-1. Pemeriksaan spektrum IR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi suatu senyawa organik. Pemeriksaan terhadap spektrum IR memperlihatkan skopoletin yang diisolasai dari buah mengkudu memiliki spektrum (gambar 4.3) yang mirip dengan skopoletin pembanding dengan memiliki serapan yang -1 kuat pada bilangan gelombang 3327 cm menunjukkan adanya gugus hidroksi dimana gugus hidroksi ini memberikan pita serapan -1 yang kuat pada daerah 3750-3000 cm , serapan pada bilangan gelombang 1707 cm-1 Serapan pada bilangan gelombang 1220 cm-1, -1 -1 -1 -1 1197 cm , 1168 cm ,1144 cm , 1112 cm dan 1023 cm-1 menunjukkan adanya gugus C – O oksi aril pada kisaran 1250 cm-1-1 1000 cm . Serapan pada bilangan gelombang 929 cm-1, 864 cm-1, 853 cm-1, 813 cm-1 , 746 cm-1, dan 719 cm-1 merupakan daerah pita serapan disubtitusi aren yang menyerap pada kisaran 900 cm-1-700 cm-1 (Noerdin, menunjukkan adanya gugus karbonil yang memiliki daerah serapan kuat di sekitar 1700 -1 -1 cm (1900-1650 cm ), kususnya gugus -1 keton pada bilangan gelombang 1710 cm , 1986; Young, 2000). 3 1.0 30 28 3 901 1 859 3747 2040 26 456 2 411 2539 2615 24 2842 488 22 719 7 46 985 2951 3 022 2988 3056 3 009 20 18 836 660 1 47 4 633 16 1464 %T 111 2 14 9 29 864 12 1 447 10 853 813 152 6 151 4 8 1 22 0 5 94 102 3 1 197 116 8 1144 6 1 56 9 4 1394 2 0.0 4 00 0.0 126 6 1281 1707 3327 3600 3200 2800 2400 2 000 1 80 0 cm -1 1 605 140 8 160 0 1400 1200 1 000 8 00 6 00 450.0 Gambar 4.3. Spektrum IR skopoletin dari buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) Bilangan gelombang yang sama dengan pembanding No Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1) 1 3327 (3700-3100) Hidroksi 2 1707 (1900-1650) Keton (karbonil) 3 1605, 1569, 1514 (1600-1450) C=C 4 1447, 1408, (1465-1350) C-H 5 1220, 1197, 1168, 1144, 1112, C-O 1023 (1250-1000) 6 864, 853, 813, 746, 719 Disubtitusi aren ISSN : 2087-5045 30 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 Bilangan gelombang yang tidak sama dengan pembanding -1 No Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm ) 2 1408 (1600-1450) C=C 3 1394 (1465-1350) C-H 4 985 Disubtitusi aren Skopoletin yang didapat kemudian dibuat sediaan uji dalam bentuk suspensi karena skopoletin sukar larut dalam air. Pensuspensi yang digunakan adalah Na CMC 0,5% karena bersifat inert sehingga tidak mempengaruhi khasiat zat aktif, menghasilkan suspensi yang stabil, resistensinya baik terhadap mikroba, kejernihannya tinggi, dan pada konsentrasi ini telah tebentuk supensi yang baik (Wade, 1986). Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan. Mencit dipilih karena mudah didapat, harganya relatif murah, penanganannya mudah, dan fisiologis tubuhya mirip dengan manusia (Thompson, 1990). Untuk mengurangi penyimpangan hasil penelitian, maka dipilih mencit dengan galur dan jenis kelamin yang sama, usia dan berat badan relatif sama. Sistem kekebalan tubuh juga dipengaruhi oleh estrogen maupun testoteron, maka dipilih mencit jantan karena memiliki hormon yang lebih stabil dari pada mencit betina (Bilbo & Nelson;2001). Sebelum digunakan mencit diaklimatisasi selama 7 hari. Ini bertujuan untuk membiasakan mencit pada kondisi percobaan dan lingkungan serta mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanan. Pengamatan pengaruh pemberian skopoletin terhadap aktifitas dan kapasitas makrofag dilakukan dengan pemberian sediaan uji selama tujuh hari berturut-turut. Pada hari kedelapan disuntikkan S. aureus sebagai antigen secara i.p. S. aureus dipilih karena makrofag merupakan yang pertama menangkap antigen jenis mikroba, fagositosis merupakan mekanisme utama melawan S. aureus, umumnya mikroba disajikan kepada sel T oleh makrofag, dan S. aureus agak sukar dibunuh setelah ditelan karena menghasilkan karotenoid dan katalase yang menetralkan singlet oksigen dan superoksida sehingga pengamatan lebih baik (Subowo, 1993). Aktivitas (indeks) dan kapasitas fagositosis dilakukan pada makrofag peritoneal yang bersifat fagosit dan kemotaksis (Stvrtinova, Jakubovsky, Hulin: 1995). Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan ISSN : 2087-5045 adanya peningkatan aktifitas atau indeks fagositosis secara bermakna (P<0,05) pada dosis terhadap kontrol (tabel 4.1). Namun tidak terdapat perbedaan nyata antara masingmasing dosis (tabel 4.2). Aktifitas fagositosis terbesar diberikan oleh dosis 5mg/KgBB dan 10mg/KgBB yaitu 91,068%. Kapasitas fagositosis memperlihatkan peningkatan secara sangat bermakna (P<0,01). Kapasitas fagositosis berbeda nyata antara kontrol terhadap dosis 5 mg/kgBB dan dosis 1 mg/kgBB terhadap dosis 10 mg/kgBB. Tapi tidak terdapat perbedaan nyata antara kontrol terhadap dosis 1 mg/kgBB, dosis 1 mg/kgBB terhadap dosis 5 mg/kgBB, dan dosis 5 mg/kgBB terhadap dosis 10 mg/kgBB. \Kapasitas fagositosis tertinggi diberikan oleh dosis 10 mg/kgBB yaitu 86,6660. Selain itu juga ditentukan jumlah sel leukosit yang juga memlik sifat fagosit, yaitu sel mononuklear (monosit) dan polimorfonuklear (neutrofil, eusinofil). Pada metoda ini jumlah sel basofil tidak ditentukan karena pewarna yang digunakan untuk pembuatan preparat adalah pewarna Giemsa yang dapat melarutkan basofil karena basa. Jumlah sel neutrofil segmen dan eusinofil pada dosis tidak berbeda nyata terhadap kontrol (table 4.3). Setelah dilanjutkan dengan uji berjarak Duncan, memang tidak terdapat perbedaan jumlah sel neutrofil pada masing-masing dosis maupun kontrol. Sedangkan jumlah sel eusinofil pada dosis 10 dan 1 mg/kgBB berbeda nyata terhadap kontrol, namun dosis 5 mg/kgBB tidak berbeda nyata terhadap control. Tabel IV.1. Aktifitas (indeks) fagositosis makrofag peritoneal mencit putih jantan Dosis Mencit Aktifitas (%) Na CMC 1 83.67 2 87.33 3 86.33 4 81.33 5 86 Rata-rata ± SD 84,93 ± 2.419 31 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 1mg/KgBB 1 2 3 4 5 91 92 93 83.33 91.33 1mg/KgBB 1 2 3 4 5 81.67 76.67 73.33 90.33 79.67 Rata-rata ± SD 5mg/KgBB 1 2 3 4 5 90.13 ± 3.878 94.67 91 89.67 94.33 85.67 Rata-rata ± SD 5mg/KgBB 1 2 3 4 5 80.33 ± 6.415 92 79.67 83.67 79 84.33 Rata-rata ± SD 10mg/KgBB 1 2 3 4 5 91.07 ± 3.698 90.33 90.33 91.67 91.33 91.67 Rata-rata ± SD 10mg/KgBB 1 2 3 4 5 83.73 ± 5.187 84.33 89 90.67 87 93.33 Rata-rata ± SD 91.07 ± 0.686 Rata-rata ± SD 88.87 ± 4.437 Jumlah sel neutrofil batang menunjukkan perbedan nyata (sig. 0,048<0,05) (table 8). Namun setelah dilanjutkan degan uji berjarak Duncan tidak terdapat perbedan nyata antara masing-masing dosis maupun dengan kontrol, kecuali dosis 1 mg/kgBB yang berbeda nyata dengan dosis 10 mg/kgBB (table 4.3). Seperti halnya makrofag, fungsi sel neutrofil adalah menfagosit mikroorganisme. Sel ini dapat mensekresikn sitokin pirogen (IL-1, IL-6, IL-8 dan TNF- ) dan sitokin proinflamasi (IL-8). Inflamasi akut dapat diakhiri dengan sekresi makrophage inflammatory proteinMIP-1 ) oleh neutrofil, sehingga sel mononuklear (monosit dan makrofag) datang dan membersihkan neutrofil dari jaringan yang terinfeksi (Stvrtinova, 1995). Tabel IV.2. Kapasitas fagositosis makrofag peritoneal mencit putih jantan Dosis Mencit Kapasitas Na CMC 1 78 2 71.33 3 77 4 76.67 5 77 Rata-rata ± SD ISSN : 2087-5045 Eosinofil berfungsi untuk membunuh sel sasaran yang berukuran besar yang tidak dapat difagosit seperti parasit atau cacing. Sedangkan basofil dapat melepaskan berbagai mediator dan mengakibatkan reaksi anafilaktik karena memiliki reseptor Fc IgG dan IgE (Subowo, 1993). Walaupun pemberian skopoletin dapat meningkatkan aktifitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneal, namun tidak meningkatkan jumlah monosit dalam darah secara bermakna (table 4.3). Setelah dilanjutkan dengan uji berjarak Duncan, tampak jelas tidak terdapat perbedaan antara masing-masing dosis maupun kontrol. Dengan demikian skopoletin tidak merangsang pembentukan monosit. Diduga skopoletin bekerja pada monosit atau makrofag yang sudah terbentuk seperti pada senyawa kumarin yang bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor pada sel monosit (Zlabinger, 1994). 76 ± 2.658 32 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 Tabel IV.3. Jumlah sel leukosit dari darah mencit putih jantan Neutrofil neutrofil Dosis Mencit batang segmen Eosinofil Na CMC 1 30,16 9,52 9,52 2 21,33 12 8 3 20,83 8,33 12,5 4 36,74 18,37 8,16 5 28,4 16,05 6,17 Monosit 19,05 18,67 16,67 16,33 14,81 Limfosit 36,51 40 41,67 20,41 34,57 Rata-rata ± SD 1mg/KgBB 1 2 3 4 5 27,49 ± 6,63 37,29 27,94 40,68 35,59 33,85 12,85 ± 4,27 6,78 8,82 22,03 13,56 15,38 8,87 ± 2,35 8,47 4,41 1,7 5,08 4,62 17,11 ± 1,75 18,64 17,65 16,95 20,34 13,85 34,63 ± 8,43 28,81 41,18 18,64 25,42 32,31 Rata-rata ± SD 5mg/KgBB 1 2 3 4 5 35,07 ± 4,72 30 12,82 21,31 20,9 30,61 13,31 ± 5,98 7,5 6,41 8,2 5,97 6,12 4,86± 2,41 10 6,41 4,92 4,48 2,04 17,49 ± 2,40 25 20,51 14,75 22,39 18,37 29,27 ± 8,35 27,5 53,85 50,82 46,27 42,86 Rata-rata ± SD 10mg/KgBB 1 2 3 4 5 23,13 ± 7,38 20,2 23,08 28,85 24,39 35,29 6,84 ± 0,97 5,8 3,85 11,54 17,07 5,88 5,57 ± 2,93 1,45 1,92 9,62 2,44 5,88 20,20 ± 3,90 13,04 25 23,08 21,95 21,57 44,26 ± 10,27 59,42 46,15 26,92 34,15 31,37 26,36 ± 5,88 8,83 ± 5,43 4,26 ± 3,46 20,93 ± 4,61 39,60 ± 13,17 Rata-rata ± SD Jumlah sel limfosit secara umum meningkat dibanding kontrol (table 4.3), ini sesuai dengan penelitian lain (Maria, 2006) yang menyatakan skopoletin meningkatkan proliferasi sel T. Namun peningkatan ini tidak bermakna secara statistik (tabel 4.3). Pada uji ANOVA satu arah dan dilanjutkan uji berjarak Duncan juga tidak terdapat perbedaan nyata selain antara dosis 1 mg/kgBB dengan dosis 5 mg/kgBB. Diduga limfosit yang aktif melepaskan sitokin Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga makrofag menjadi aktif. Dengan demikian aktifitas dan kapasitas fagositosis pun meningkat. Nilai absorban diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 650 nm, setelah sebelumnya dibuat kurva kalibrasi untuk melihat hubungan linear antara konsentrasi ISSN : 2087-5045 karbon dalam darah dengan nilai absorban. Dari kurva baku tersebut diperoleh persamaan regresi serapan dan konsentrasi karbon yaitu y=0,006x -0,022 dengan r= 0,997. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan linier antara konsentrasi karbon dalam darah mencit putih jantan dengan nilai absorban. Semakin tinggi konsentrasi karbon dalam darah maka akan semakin tinggi pula nilai absorban yang diperoleh dan begitu juga sebaliknya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 33 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 1. Dari sokletasi 2,12 kg daging buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) kering didapatkan ekstrak diklorometan sebanyak 30,7 g. Dari 10,4 g ekstrak diklorometan diperoleh skopoletin berupa serbuk kekuningan sebanyak 500,25 mg (84,8 ppm dari daging buah basah) Rf 0,775 dengan eluen n-heksan: etil asetat (1:4) yang meleleh pada suhu 203-204oC. 2. Pemberian skopoletin dari buah mengkudu pada dosis 1 mg/kgBB, 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dapat meningkatkan aktifitas atau indeks fagositosis dan kapasitas fagositosis makrofag seiring meningkatnya dosis. Jumlah sel leukosit darah tidak berbeda nyata, kecuali neutrofil batang. Namun pada uji berjarak Duncan, neutrofil batang pada dosis tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Saran Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan uji efek skopoletin dari buah mengkudu terhadap kemotaksis, migrasi dan ledakan oksidatif pada makrofag. DAFTAR PUSTAKA nd Abbas, A.K, (2004), Basic Immunology, 2 ed, Elsevier, California. Aldi, Y., D. Amalia dan Y.Ilyas, (2007), Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Peningkatan Antibodi dan Jumlah sel Leukosit Pada Mencit Putih Jantan, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesi, yayasan Perintis Padang. Aldi, Y., D. Camela dan Y. Lisawati, (2003), Aktivitas Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Reaksi Anafilaksis Kutan Aktif pada Mencit Putih Jantan, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesi, yayasan Perintis Padang. Aldi, Y., Hafizni dan Suhatri, (2007), Uji Efek Antiinflamasi Ekrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) secara Topikal dan Pengaruhnya Terhadap Volume Eksudat, Farmasi FMIPA Universitas Andalas Padang. Aldi, Y., Pengaruh Rutin Terhadap Degranulasi Mastosit Secara Invitro, Jurnal Sains Dan Tekonologi ISSN : 2087-5045 Farmasi, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas, vol. VI, no. 1, 2001, hal. 25-31. Aldi, Y., Roni dan S. Dharma (2006), Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Degranulasi Mastosit, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesi, yayasan Perintis Padang. Bangun. A. P dan Sarwono. B, Khasiat Dan Manfaat Mengkudu., Agromedia Pustaka, Jakarta. Furusawa E, Hirazumi A, Story S, Jensen J., 2003, Antitumour potential of a polysaccharide-rich substance from the fruit juice of Morinda citrifolia (Noni) on sarcoma 180 ascites tumour in mice, Phytother Res.Dec;17(10):1158-64. Gandasoebrata, R, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta : 2007. Goleva E, Cardona ID, Ou LS, Leung DY., 2005, Factors that regulate naturally occurring Tregulatory cell-mediated suppression J Allergy Clin Immunol ; 116: 1094–100. Grütz, G., 2005, New insights into the molecular mechanism of interleukin10-mediated immunosuppression, Journal of Leukocyte Biology. 2005;77:3-15. Hirazumi, A and Furusawa, 1999, An immunomodulatory polysacchariderich substance from the fruit juice of Morinda citrifolia (noni) with antitumour activity, Phytother Res. 1999 Aug;13(5):380-7. Hyung,J.K., S. I. Jang, Y.J.Kim, H.T. Chung, Y.Ga.Yun, T.H. Kang, O.S. Jeong and Y.C.Kim, (2006), Scopoletin suppresses pro-inflammatory cytokines and PGE2 from LPSstimulated cell line, RAW 264.7 cells, Fitoterapia,Volume 75, Issues 3-4 Ilyas, A., Malawati dan Y. Aldi, (2006), Formulasi Krim Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) untuk Pengobatan Jerawat, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesi, yayasan Perintis Padang. Kang, K.H. and S.H., IM, 2005, Differential Regulation of the IL-10 Gene in Th1 and Th2 T Cells, Ann. N.Y. Acad. Sci. 1050: 97–107. Katzung, B.G.,(2004), Basic and Clinical Pharmacology, 5th Ed, Prentice Hall 34 SCIENTIA VOL. 6 NO. 1, FEBRUARI 2016 International Inc, New York. Kearley J, Barker JE, Robinson DS, Lloyd CM. Resolution of airway inflammation and hyperreactivity after in vivo transfer of CD4+CD25+ regulatory T cells is interleukin 10 dependent J Exp Med 2005; 202: 1539–47 Kim,S.H, T.K. Kwon and T.Y. Shin, (2008), Antiallergic Effects of Vitis amurensis on Mast Cell-Mediated Allergy Model, Exp Biol Med (Maywood). 233 (2):192-9 18222974. Kimura, M, Waki, I, and Kokubo, M, 1978, Ínhibition of Compound 48/80 Mediated Histamine Release from Isolated Rat Mast Cell by Oosponal Related Compound (4-Acylisosoumarins)”, Japan Journal Pharmacol, p. 693-697. Malin R. Karlsson, Jarle Rugtveit, and Per Brandtzaeg, 2006, Allergen-responsive + + CD4 CD25 Regulatory T Cells in Children who Have Outgrown Cow's Milk Allergy, JEM, Volume 199, Number 12, 1679-1688 Maria, G.M., F.Graciela, B. A. M. Laura, L. Paula dan C. Graciela, (2006), Comparative Imunomodulatory effect of scopoletin on tumoral and normal lymphocytes, Claudia LifeSciences (Life sci.) 2006, vol. 79, no.21, pp. 2043-2048 ISSN 0024-3205. Moon, P.D. B.H. Lee, H.J.Jeong, H.J. An, S.J. Park, H.R. Kim, S.G. Ko, J.Y. Um, S.H. Hong and H.M. Kim, (2007), Use of scopoletin to inhibit the production of inflammatory cytokines through inhibition of the I B/NF- B signal cascade in the human mast cell line HMC-1, European Journal of Pharmacology, Volume 555, Issues 2-3, p.218-225 .Moon,P.D., B.H.Lee , H.Jeong, H. An , S.Park, H.R.Kim, S.G. Ko, .J.Y. Um, S.H.Hong and H.M. Kim, (2006), Use of scopoletin to inhibit the production of inflammatory cytokines through inhibition of the IkappaB/NF-kappaB signal cascade in the human mast cell line HMC-1, Eur J Pharmacol. 2006 Oct 18: 171(1):30-69. Ostroukhova M, Seguin-Devaux C, Oriss TB, et al., 2004, Tolerance induced by + inhaled antigen involves CD4 T ISSN : 2087-5045 cells expressing membrane-bound TGF-ß and FOXP3. J Clin Invest ;114:28–38. Price, K.S. and R.G. Hamilton, (2007), Anaphylactoid reactions in two patients after omalizumab administration after successful longterm therapy, Allergy Asthma Proc 28:313–319. Pu, H.F., et al., (2004), Effect of juice from Morinda citrifolia (noni) on gastric emptying in male rats, Chinese Journal of Physiology, Vol. 47(4):169174. Rautava S, Kalliomaki M, Isolauri E., 2005, New therapeutic strategy for combating the increasing burden of allergic disease: Probiotics-A Nutrition, Allergy, Mucosal Immunology and Intestinal Microbiota (NAMI) Research Group report J Allergy Clin Immunol; 116: 31–7 Roitt, I. M.,1990, Pokok-pokok Ilmu Kekebalan, diterjemahkan oleh Bonang, G., E. Sulistijowati dan K. Tamzil, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sakaguchi, S. 2004. Naturally arising CD4+ regulatory T cells for immunologic self-tolerance and negative control of immune responses. Annu. Rev. Immunol. 22:531–562. Saludes, Jonel P., Garson, Mary J., Franzblau, Scott G., Aguinaldo, Alicia M, (2005), Antitubercular constituents from the hexane fraction of Morinda citrifolia Linn. (Rubiaceae) Phytother Res. Nov;16(7):683-5. Skelly, A. (2006), Polynesian noni juice on radar of cardiologists, Medical Post. Toronto: Apr 4,2006. Vol. 42, Iss. 12; pg. 25, 1 pgs. Subowo, (2003), Imunologi Klinik, Penerbit Angkasa, Bandung. Aldi.Y dan ES. Ben, Aktivitas Fraksi Asam Tumbuhan Andrographis Paniculata Ness Terhadap Kemampuan Fagositosis dengan Metode Carbon Clearance , Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi UNAND, Vol 3, No.1 Tahun 1998, Hal. 43-51. 35