1 1. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Alat uji konduktivitas listrik dengan metode four-point probe temperatur tinggi telah dibuat Gambar 1.1. Pembuatan alat uji konduktivitas listrik dimulai dari pembuatan furnace, pembuatan rangkaian panel, dan pembuatan probe. Langkah selanjutnya adalah dilakukan validasi alat dengan menggunakan material konduktor dan material semikonduktor ZnO yang didoping Cu. Pengujian berikutnya adalah dengan memberikan variasi suhu pada material tersebut dengan temperatur pemanasan 30˚C, 100˚C, 200˚C, 300˚C, 400˚C, 500˚C. Hasil pembuatan dan pengujian alat uji konduktivitas listrik jenis four-point probe diterangkan di subbab berikut: Nanovoltmeter Multimeter Digital Heater Gambar 1.1 Alat uji konduktivitas listrik Power Supply 1.1 Hasil Konduktivitas Listrik Material Logam Material konduktor diukur konduktivitas listriknya dengan mesin uji yang telah dibuat pada temperatur ruang 29˚C. Data awal yang dihasilkan berupa kurva V-I (tegangan-arus) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.2 sampai Gambar 1.4 Bahan-bahan konduktor sangat mematuhi hukum ohm, semakin besar arus yang mengalir pada suatu material konduktor maka tegangan yang terjadi juga semakin besar. Selanjutnya, resistivitas yang merupakan besaran resiprok (kebalikan) dari konduktivitas berubah nilainya hampir secara linier terhadap temperatur antara 20˚C-30˚C (Sudaryanto, S. and Utari, S.N., 2012). Kelinieran pada diagram V-I akan menentukan konduktivitas listrik, semakin linier maka nilai dari konduktivitas listrik akan semakin akurat. Terjadinya perbedaan kelinieran pada setiap pengujian dapat pada diagram V-I ini disebabkan seperti kontak yang kurang baik atau terjadinya getaran pada saat pengambilan data. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ketidaklinieran pada diagram V-I disebabkan karena kontak yang kurang baik antara probe dan sample (Chen, Q., et al., 2006) serta penjelasan dari standar pengujian konduktivitas listrik dengan menggunakan four-point probe yang menyatakan bahwa adanya getaran berpengaruh terhadap pengambilan data (F1529, A., 1997). Gambar 1.2 Diagram V-I dengan menggunakan material stainless steel Gambar 1.3 Diagram V-I dengan menggunakan material alumunium Gambar 1.4 Diagram V-I dengan menggunakan material tembaga Gambar 1.5 sampai Gambar 1.7 menunjukkan hasil pengujian konduktivitas listrik, dilakukan lima kali pengujian pada temperatur ruang 29˚C, dengan setiap pengujian diambil sepuluh data dengan variasi arus 0 A sampai dengan 0,5 A. Pembuatan alat uji konduktivitas listrik temperatur tinggi yang dapat diaplikasikan untuk material konduktor dan semikonduktor sebelumnya pernah dilakukan, akan tetapi menggunakan metode Van Der Pauw dan pengujian dilakukan dengan variasi arus antara 0 mA sampai dengan 0,5 A (Borup, k.A., et al., 2012). Hasil yang didapatkan setiap rata-rata pengujian mempunyai perbedaan nilai konduktivitas listrik yang berbeda dengan nilai konduktivitas listrik referensi pada temperatur 25˚C yaitu 1,33 x 106 Siemens/m untuk stainless steel, 4,93 x 107 Siemen/m untuk tembaga dan 3,82 x 107 Siemens/m untuk alumunium (William H Hayt, J. and Buck, J.A., 2012). Hasil rata-rata tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kurang dari 8% dari nilai referensi. Konduktivitas Listrik (Siemen/m) 20 15 10 Hasil Pengujian 5 ref (William) 0 1 2 3 4 5 Pengujian Gambar 1.5 Hasil Uji Konduktivitas Listrik Stainless Steel 70 Konduktivitas Listrik (Siemen/m) 60 50 40 30 20 Hasil Pengujian 10 ref (William) 0 1 2 3 4 Pengujian Gambar 1.6 Hasil Uji Konduktivitas Listrik Tembaga 5 60 Konduktivitas Listrik (Siemen/m) 50 40 30 20 Hasil Pengujian 10 ref (William) 0 1 2 3 4 5 Pengujian Gambar 1.7 Hasil Uji Konduktivitas Listrik Alumunium 1.2 Ketidakpastian Pengukuran Konduktivitas Listrik Material Logam Semua alat uji mempunyai nilai accuracy berbeda-beda, termasuk dengan alat uji konduktivitas listrik. Nilai accuracy setiap pengambilan data didapatkan dari semua variable yang digunakan seperti nano voltmeter untuk mengukur tegangan (V), multimeter digital untuk mengukur arus (I), dan penggunaan jangka sorong untuk mengukur dimensi (m). Dari variable tersebut sehingga didapatkan nilai ketidakpastian dari pengukuran konduktivitas listrik untuk masing-masing material sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1. Nilai ketidakpastian pengukuran dari konduktivitas listrik dengan menggunakan alat ini adalah 3, 5%. Tabel 1.1 Ketidakpastian pengukuran konduktivitas listrik No Material Konduktivitas listrik (Siemens/m) 1 2 3 Stainless steel Tembaga Alumunium 1,26 x 106 ± 3,5 % 4,77 x 107 ± 3,5 % 3,37 x 107 ± 3,5 % 1.3 Pengaruh Temperatur Terhadap Konduktivitas Listrik Material Logam Nilai konduktivitas listrik dipengaruhi oleh temperatur operasional. Dari Gambar 1.8 terlihat bahwa semua material konduktor mengalami penurunan konduktivitas listrik ketika terjadi kenaikan temperatur. Dalam konduktor, resistivitas listrik terdiri dari dua komponen yaitu resistivitas thermal (ρt) yang timbul karena adanya hambatan elektron akibat getaran atom dalam kisi-kisi kristal dan resistivitas residu (ρr) yang timbul karena adanya pengotoran atau ketidaksempurnaan kristal. Temperatur yang semakin meningkat menyebabkan getaran atom pada kisi-kisi kristal sehingga hambatan terhadap pergerakan elektron semakin besar, mobilitas yang lebih rendah, konduktivitas yang lebih rendah (Sudaryanto, S. and Utari, S.N., 2012). Kondisi yang sama juga telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, dengan menggunakan material stainless steel 30lL pada temperatur yang semakin meningkat terjadi peningkatan nilai resitivity pada material tersebut (Saint-Sulpice, L., et al., 2014). Gambar 1.8 pengukuran pada temperature ruang 29˚C didapatkan nilai konduktivitas listrik sebesar 1,31 x 106 Simen/m untuk stainless steel, 3,37 x 107 Simen/m untuk alumunium, dan 4,77 x 107 Simen/m untuk tembaga. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu 1,36 x 106 Simen/m untuk stainless steel (Bowler, N. and Huang, Y., 2005), 3,34 x 107 Simen/m untuk alumunium (Setiawan, I., et al., 2009), dan 4,83 x 107 Simen/m untuk material tembaga (Nahlik, J., et al., 2011). Perbedaan nilai konduktivitas listrik dengan referensi bisa terjadi karena ketidakmurnian material sampel tembaga serta perbedaan jenis stainless steel dan alumunium yang digunakan (Nahlik, J., et al., 2011). Konduktivitas listrik (Siemens/m) x 100000 1,000 100 10 Stainless steel Tembaga Alumunium 1 20 70 120 170 220 270 320 370 420 470 Temperatur (°C) Gambar 1.8 Konduktivitas listrik sebagai fungsi dari temperature operasional 1.4 Pengujian Material Semikonduktor ZnO Dopping Cu Material semikonduktor ZnO yang didoping Cu yang diujikan merupakan material semikonduktor untuk modul termoelektrik berbasis material ZnO dengan temperatur sintering 1300°C (Kurniawan, A., 2014). Nilai konduktivitas listrik material semikonduktor ZnO yang didoping Cu dapat dilihat pada Tabel 1.2 Tabel 1.2 Konduktivitas listrik semikonduktor ZnO yang didoping Cu Uji konduktivitas listrik Resistivity Konduktivitas (Ω.m) Temperatur (Siemens/m) 400 3,56 x 10 2,80 x 10 ± 3,5% 450 2,17 x 10 4,61 x 10 ± 3,5% Tabel 1.2 menunjukkan hasil uji konduktivitas listrik material semikonduktor yang didoping Cu. Dari pengujian didapatkan kenaikan konduktivitas dari temperature 400˚C yaitu sebesar 2,80 x 10 Siemens/m ke temperature 450˚C sebesar 4,61 x 10 Siemens/m. Penelitian lain pada material semikonduktor Ag0.8Pb18SbTe20 juga menunjukkan bahwa konduktivitas listrik mengalami kenaikan ketika terjadi kenaikan temperatur. Pada temperatur 673 K mempunyai nilai lebih dari dua kali lipat dibandingkan yang dimiliki pada temperatur kamar 300 K. Peningkatan konduktivitas ini disebabkan karena temperatur yang semakin tinggi menyebabkan celah pita energi yang semakin kecil sehingga elektron yang mengalir semakin mudah bergerak (Min, Z., et al., 2007). Pada material konduktor konduktivitas listrik mengalami penurunan sedangkan pada material semikonduktor terjadi kenaikan. Pada material konduktor suhu yang semakin meningkat menyebabkan getaran atom pada kisikisi kristalin yang menjadikan terhambatnya pergerakan elektron. Hambatan yang semakin besar menyebabkan turunnya konduktivitas listrik. Berbeda dengan material semikonduktor yang bersifat isolator pada suhu rendah karena terdapat gap energi yang menyebabkan elektron tidak dapat mengalir. Terjadinya kenaikan temperatur pada material semikonduktor menjadikan gap energi yang semakin kecil yang menyebabkan elektron semakin mudah bergerak atau terjadi kenaikan konduktivitas listrik (William H Hayt, J. and Buck, J.A., 2012). 2. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 2.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Alat uji konduktivitas listrik temperature tinggi dengan metode four-point probe berhasil dirancang dan dibuat dengan komponen heater, panel, probe, nanovoltmeter dan power supply. 2. Besarnya nilai konduktivitas listrik material stainless steel, tembaga dan alumunium diukur dengan alat uji konduktivitas listrik mempunyai selisih kurang dari 8% dari nilai referensi masing-masing 1,26 x 106 Siemens/m ± 3,5%, 4,77 x 107 Siemens/m ± 3,5% dan 3,37 x 107 Siemen/m ± 3,5%. 3. Nilai konduktivitas listrik material Semikonduktor ZnO yang didopping Cu, di ambil pada temperature 400˚C dan 450˚C adalah 2,82 x 10 siemens/m dan 4,61 x 10 siemens/m. 4. Semakin besar temperatur pengujian pada material konduktor menghasilkan nilai konduktivitas listrik yang semakin menurun, sedangkan pada material semikonduktor mengalami peningkatan konduktivitas listrik. 2.2 Saran Untuk mendapatkan hasil pengujian konduktivitas listrik yang lebih baik dapat dilihat dari beberapa faktor akan tetapi, faktor yang paling berpengaruh terhadap besarnya ketidakpastian pengukuran konduktivitas listrik adalah pada pembacaan arus sehingga diperlukan multimeter digital yang mempunyai keakurasian pembacaan arus yang lebih baik, serta penggunaan power supply yang terintegrasi dengan komputer sehingga dapat diprogram dan pengambilan data secara otomatis.