BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini terjadi pergeseran pola penyakit menular menjadi penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif. Hal ini sepertinya terjadi seiring dengan perubahan gaya hidup yang sedentary dan pola makan yang tidak sehat. Menurut WHO (2013), sekitar 38 juta orang meninggal karena penyakit degeneratif atau sebesar 68% dari seluruh kematian di dunia pada tahun tersebut sehingga penyakit degeneratif menjadi masalah utama penyebab kematian di dunia. Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif yang prevalensinya meningkat setiap tahunnya. Jumlah penderita DM di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 (Wild et al., 2004). Hasil Riskesdas (2007), prevalensi DM di Indonesia sebesar 1,1%. Prevalensi tersebut meningkat menjadi 1,5% pada hasil Riskesdas tahun 2013. Menurut US National Institues of Health, sekitar 90-95% kasus diabetes merupakan diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah sebagai akibat adanya defisiensi hormon insulin secara absolut atau relatif dan gangguan kerja insulin (ADA, 2010). Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 dikarenakan adanya autoimun kerusakan sel βpankreas yang menyebabkan defisiensi sekresi insulin. Sedangkan DM tipe 2 1 disebabkan oleh gangguan sekresi insulin akibat disfungsi sel β pankreas dan resistensi insulin (Ozougwu et al., 2013). Sebanyak 86% penderita DM tipe 2 adalah obes (Daousi et al., 2006). Menurut WHO (1997), prevalensi penderita DM tipe 2 dengan obesitas sebesar 64% pada laki-laki dan 74% pada wanita, sedangkan data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III menyimpulkan prevalensi penderita DM tipe 2 dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) > 27 kg/m2 sebesar 67% (Djokomoeljanto, 2001). Obesitas menjadi salah satu faktor risiko kuat terhadap DM tipe 2. Obesitas yang difokuskan pada penimbunan sel lemak di abdomen disebut obesitas sentral atau obesitas abdominal, yang sering berkaitan dengan peningkatan gangguan metabolik seperti DM tipe 2, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskuler. Obesitas sentral dapat diketahui dengan pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul (Wajchenberg, 2000). Penyakit DM tipe 2 memiliki risiko komplikasi akut maupun komplikasi kronik. Komplikasi tersebut antara lain nefropati, neuropati, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskuler (Asdie, 2000). Sebanyak 75% penyakit kardiovaskuler pada DM disebabkan oleh hipertensi dan diketahui sebagai salah satu faktor risiko terjadinya komplikasi penyakit kardiovaskuler pada DM (Sowers et al., 2001). Prevalensi hipertensi pada orang DM dua kali lebih besar dibandingkan orang dengan non-diabetik (Asdie, 2000), yang disebabkan oleh kondisi hiperinsulinemia dan hiperglikemia pada orang DM (Epstain dan Sowers, 1992; Sowers et al., 2001) Penatalaksanaan DM dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Salah satu bentuk terapi non farmakologis yaitu 2 pengaturan diet yang benar, sebagai pilar utama dalam penatalaksanaan DM. Hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah (Asdie, 2000). Pengaturan diet bertujuan pula untuk mengendalikan asupan makan, dikarenakan salah satu tanda penderita diabetes yaitu cepat merasa lapar atau polifagia. Polifagia terjadi karena tubuh tidak mampu lagi memindahkan energi ke dalam sel sehingga menyebabkan kelaparan sel (Arisman, 2008). Oleh karena itu, dalam pengaturan diet penderita DM mempertimbangkan jenis bahan makanan yang kaya akan kandungan serat (Sibarani, 2010). Serat pangan dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu serat larut air dan serat tidak larut air. Serat larut air merupakan serat pangan yang larut dalam air. Komponen dari serat larut air (soluble fiber) yaitu polisakarida nonselulosa seperti pektin, glukomanan, β-glukan, psilium, gum, inulin dan musilase. Serat tidak larut air (insoluble fiber) merupakan serat pangan yang tidak dapat larut dalam air. Komponen serat tidak larut air antara lain: selulosa, lignin dan hemiselulosa (Cho dan Dreher, 2001). Serat pangan terlarut cenderung membentuk gel ketika terlarut dalam air. Pembentukan gel tersebut menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat menjadi lama, sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa darah dan mempertahankan rasa kenyang (Jenskin et al., 1978). Serat pangan yang tidak mengalami proses pencernaan di dalam saluran cerna akan difermentasi oleh mikroflora di kolon seperti Bifidobacterium yang akan menghasilkan short chain fatty acids (SCFA) seperti asam butirat, propionat, asetat (Rossi et al., 2005; Weickert, 2008). Hasil fermentasi tersebut menstimulasi sel L untuk mensekresikan GLP-1 (Glucagon like peptide-1), yang menyebabkan waktu pengosongan lambung semakin lama, 3 menekan rasa lapar dan menurunkan nafsu makan sehingga efek yang terjadi yaitu menekan kenaikan berat badan (Tolhurst et al., 2012; Mansour et al., 2013). Kandungan serat pangan dalam bahan makanan mampu menurunkan berat badan dan berkaitan terhadap penurunan ukuran lingkar pinggang. Berdasarkan penelitian Genta et al. (2005), suplementasi serat pangan berupa fruktooligosakarida (FOS) mampu menurunkan berat badan dan ukuran lingkar pinggang. Hal tersebut dikarenakan penurunan berat badan berkaitan dengan penurunan jaringan lemak viseral pada abdomen yang dapat diketahui dengan pengukuran lingkar pinggang (Wajchenberg, 2000). Menurut Schling dan Schafer (2002), penurunan berat badan berkaitan dengan penurunan sel adiposa, dimana sel adiposa merupakan salah satu sel yang mensintesis dan mensekresikan angiotensinogen untuk menghasilkan angiotensin II (Ang II). Penurunan angiotensin II diduga ikut berpengaruh pada penurunan tekanan darah sehingga penurunan lingkar pinggang dapat berkorelasi dengan penurunan tekanan darah. Hal ini dikarenakan penurunan lingkar pinggang dapat mengurangi jaringan lemak viseral yang berperan dalam sistem renin-angiotensin-aldostreon. Sirkulasi sistem renin-angiotensinaldosteron inilah yang nantinya akan mempengaruhi tekanan darah (Engeli et al., 2005). Umbi-umbian terkenal kaya akan kandungan serat pangan yang bermanfaat bagi kesehatan seperti gembili, garut, dan singkong. Gembili (Dioscorea esculenta) adalah salah satu bahan pangan lokal di Indonesia yang mengandung serat terlarut dalam jumlah yang tinggi. Menurut Agustinah (2013), kandungan serat larut pada gembili sebesar 15,1%. Sedangkan 4 kandungan serat larut inulin sebesar 14,77% (Winarti, 2011). Garut mengandung serat pangan sebesar 15,10% (Faridah et al., 2007). Singkong mengandung serat pangan sebesar 4,66% (Ciacco dan D’appolonia, 1978). Penelitian pada orang obes dan overweight, membuktikan bahwa pemberian makanan selingan berbahan dasar gembili yang diberikan selama 6 minggu mampu menurunkan beran badan dan menurunkan lingkar pinggang secara signifikan (Kusumawardhani, 2015). Pemberian makanan ringan yang kaya kandungan serat terbukti berpengaruh pada penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik (Maki et al., 2007). Pembuatan makanan selingan berbahan dasar umbi gencar dikembangkan, seperti pembuatan cookies gembili bagi orang obes dan overweight (Fitiria, 2015) dan pembuatan emping garut bagi penderita DM tipe 2 (Novitasari et al., 2011). Namun belum ada yang membuat makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian yang terdiri dari campuran umbi gembili, garut dan singkong terhadap penderita DM tipe 2. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap tekanan darah dan lingkar pinggang pada penderita DM tipe 2. Sehingga diharapkan pemberian makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian mampu memperbaiki dan menekan komplikasi pada DM tipe 2 seperti hipertensi dan obesitas sentral. B. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana pengaruh makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap lingkar pinggang penderita Diabetes Melitus Tipe 2? 2. Bagaimana pengaruh makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap tekanan darah penderita Diabetes Melitus Tipe 2? 5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap lingkar pinggang dan tekanan darah penderita Diabetes Melitus Tipe 2. 2. Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mengetahui pengaruh makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap perubahan lingkar pinggang penderita Diabetes Melitus Tipe 2. b. Mengetahui pengaruh makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap perubahan tekanan darah penderita Diabetes Melitus Tipe 2. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa Sebagai sarana pembelajaran dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang DM Tipe 2, hipertensi, obesitas sentral, serat pangan umbi-umbian, dan pengaruh pemberian makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap perubahan lingkar pinggang dan tekanan darah. 2. Bagi Ahli Gizi Menambah informasi dan pengetahuan tentang variasi bahan makanan untuk diet bagi penderita DM Tipe 2 sehingga dapat membantu memperbaiki dan menekan komplikasi pada DM. 3. Bagi masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat umum dan penderita DM Tipe 2 tentang pemanfaatan pangan lokal yang bermanfaat bagi kesehatan, khususnya untuk memperbaiki dan menekan komplikasi pada DM. 6 4. Bagi ilmu pengetahuan Memberikan bukti secara ilmiah bahwa pemberian makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian terhadap mampu menurunkan tekanan darah dan lingkar pinggang penderita DM Tipe 2. Selain itu, sebagai referensi untuk melakuan penelitian lebih lanjut tentang makanan selingan berbahan dasar umbi-umbian untuk memperbaiki dan menekan komplikasi pada DM. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Kusumawardhani (2015) yang berjudul “Efek Pemberian Makanan Selingan Berbahan Dasar Tepung Gembili (Dioscorea esculenta) terhadap Kadar Total Trigliserida dan Lingkar Pinggang pada Orang Dewasa dengan Status Gizi Berlebih (Overweight) dan Obesitas”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian makanan selingan berbahan dasar tepung gembili (dioscorea esculenta) terhadap kadar total trigliserida dan lingkar pinggang pada orang dewasa dengan status gizi berlebih (overweight) dan obesitas. Hasilnya, pemberian makanan selingan selama 6 minggu tersebut mampu menurunkan lingkar pinggang secara signifikan dan menurunkan kadar trigliserida secara tidak signifikan. Persamaan penelitian pada desain penelitian dan variabel terikat. Perbedaan penelitian terdapat pada subjek penelitian dan bahan dasar pembuatan makanan selingan. 2. Peneltian Novitasari et al. (2011) yang berjudul “Emping Garut (Maranata arundinacea Linn) sebagai Makanan Ringan dan Kadar Glukosa Darah, Angiotensin II Plasma serta Tekanan Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi emping garut terhadap kadar glukosa darah puasa, 7 angiotensin II dan tekanan darah penderita DM tipe 2. Hasilnya pemberian emping garut selama 2 bulan dapat menurunkan kadar angiotensin II, tekanan darah sistolik dan diastolik, serta menigkatkan GDP akan tetapi tidak signifikan. Persamaan penelitian pada desain penelitian dan subjek penelitian digunakan. Perbedaan penelitian terdapat pada variabel terikatnya dan bahan dasar pembuatan makanan selingan. 3. Penelitian Genta et al. (2005) yang berjudul “Yacon syrup: Beneficial on obesity and insulin resistance in humans”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manfaat fruktooligosakarida (FOS) sebanyak 0,14 g/kgBB/day bagi orang obes dan dislipidemia. Hasilnya, dapat menurunkan berat badan, lingkar pinggang, serum glukosa, serum insulin, HOMA-IR dan profil lipid secara signifikan. Perbedaan penelitian terdapat pada metode penelitian, subjek penelitian, bahan dasar pemberian intervensi. 4. Penelitian Keenan et al. (2002) yang berjudul “Oat ingestion reduces systolic and diastolic blood pressure in patients with mild or borderline hypertension: a pilot trial”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antihipertensi dari oat yang kaya akan serat larut dalam jangka waktu yang pendek. Hasilnya adalah pemberian oat cereal (beta-glukan 5,52 gram per hari) selama 6 minggu mampu menurunkan tekanan darah sistolik (7,5 mmHg) dan tekanan darah diastolik (5,5 mmHg) dibandingkan kelompok kontrol (total serat 1 gram per hari) tidak terjadi perubahan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Perbedaan penelitian terdapat pada subjek penelitian, bahan dasar pemberian intervensi, dan metode penelitian. 8