1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen et al., 1999). Organ ini berperan sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air serta elektrolit, termoregulasi, dan berfungsi sebagai barier terhadap lingkungan luar termasuk mikroorganisme. (Janquiera., 2005). Saat barier ini rusak karena berbagai penyebab seperti ulkus, luka bakar, trauma, atau neoplasma maka kulit tidak dapat melaksanakan fungsinya secara adekuat. Oleh karena itu sangat penting untuk mengembalikan integritasnya sesegera mungkin. (Cohen et al., 1999). Penyembuhan luka yang normal merupakan proses yang kompleks dan dinamis, namun mempunyai suatu pola yang dapat diprediksi. Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase pokok, yaitu : 1) hemostasis dan inflamasi, 2) proliferasi, 3) maturasi dan remodelling. Fase-fase ini terjadi saling bertindihan (overlapping), dan berlangsung sejak terjadinya luka, sampai tercapainya resolusi luka. (Cohen et al., 1999; Wiksman et al., 2007). Penyembuhan luka ditandai dengan adanya reepitelisasi dan pemulihan jaringan ikat dibawahnya. Selama proses ini, keratinosit, sel-sel endothelial, fibroblast dan sel-sel radang berproliferasi dan bermigrasi ke daerah yang mengalami luka, saling berinteraksi dengan matriks ekstraselular. Migrasi sel-sel 1 2 dan pemulihan jaringan ikat tersebut dipengaruhi oleh degradasi matriks ekstraselular dan aktifasi dari faktor-faktor pertumbuhan. Proses ini dicapai oleh protease ekstraselular dan matriks metaloproteinase. (Sabiston., 1997). Bidang sitokin telah berkembang pesat selama 2 dekade terakhir. Awalnya, mereka dianggap produk dari sistem kekebalan tubuh sendiri yang memiliki fungsi kekebalan tubuh dan hematologi saja. Namun, hal itu telah menjadi semakin jelas bahwa sitokin berpartisipasi dalam neuroendokrin dan sistem kekebalan tubuh. Interleukin-6 (IL – 6) telah menarik banyak perhatian di bidang endokrin,karena IL-6 adalah endokrin yang penting dari semua sitokin. (Papanicolaou., 2013) Berbagai jenis sel, termasuk makrofag, limfosit T, fibroblas, keratinosit, dan selendotel, memproduksi IL-6, yang menunjukkan berbagai kegiatan pada berbagai sel termasuk limfosit, hepatosit, dan sel-sel saraf. Beberapa bukti menunjukkan bahwa IL-6 memiliki peran penting dalam peradangan, khususnya pada tahap awal. (Akira dan Khisimoto., 1992). Gagasan ini didukung oleh pengamatan pada tikus yang kekurangan IL-6. Tikus-tikus ini tidak menunjukkan kelainan dalam kondisi normal namun tikus yang kekurangan IL-6 menunjukkan gangguan respon imun terhadap infeksi Listeria monocytogenesis, gangguan inflamasi, gangguan respon fase akut setelah kerusakan jaringan atau infeksi (Kopf., 1994). Di beberapa negara, lidah buaya (Aloe vera L.) seringkali digunakan sebagai langkah pertolongan pertama pada bagian tubuh yang terluka (luka sayat maupun luka bakar). Lidah buaya mengandung banyak zat-zat aktif yang bermanfaat 3 dalam mempercepat penyembuhan luka karena. Lidah buaya menstimulasi faktor pertumbuhan epidermis, meningkatkan fungsi fibroblas, dan pembentukan pembuluh darah baru sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan penutupan luka. (Furnawathi., 2006; Cole dan Heard., 2007). Hasil randomized controlled trial (RCTs menunjukkan bahwa madu dapat meningkatkan waktu penyembuhan pada luka bakar ringan dan sedang dibandingkan dengan penutupan luka yang konvensional (Jull et al., 2008). Madu juga diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan jaringan, sintesis kolagen, dan pertumbuhan pembuluh darah baru pada dasar luka (Al-Waili et al., 2010). Saliva manusia terdiri dari protein myriad dan peptide yang melindungi dari serangan mikroba, luka mekanis, dan luka kimiawi. Pemanfaatan telur dalam penyembuhan luka belakangan kembali diteliti setelah sempat ditinggalkan karena ada metode pengobatan baru. Sebagian besar berhasil mengungkapkan kemampuan antimikroba yang dimiliki ovalbumin dari putih telur. Selain mengandung albumin dalam jumlah besar, putih telur juga mengandung lipida yang mempunyai kemampuan seperti faktor pertumbuhan (Abdou et al., 2013; Nakane et al., 2013). 4 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh pemberian Aloe vera, madu, saliva manusia dan putih telur, terhadap ekspresi Interleukin 6di jaringan sekitar luka kulit pasca insisi pada tikus putih (Rattus norvegicus). 2. Substansi mana diantara aloe vera, madu, saliva dan putih telur yang akan memberikan pengaruh terhadap ekspresi IL-6 di jaringan sekitar luka C. Tujuan Penelitian 1. Mengamati ekspresi IL-6 dalam proses penyembuhan luka hewan coba yang diolesi aloe vera, madu, saliva, dan putih telur dalam proses penyembuhan luka di bandingkan dengan kelompok kontrol. 2. Menganalisis perbedaan ekspresi IL-6 dalam proses penyembuhan luka hewan coba yang diolesi aloe vera, madu, saliva, dan putih telur dalam proses penyembuhan luka. D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian Aloe vera, madu, saliva manusia, dan putih telur terhadap ekspresi IL-6 di jaringan sekitar luka kulit pasca insisi pada tikus sebagai salah satu indikator penyembuhan luka. 5 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan teori untuk mengungkapkan mekanisme penyembuhan luka dengan pemberian topikal Aloe vera, madu, saliva manusia, dan putih telur. 3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk aplikasi klinis penggunaan Aloe vera, madu, saliva manusia, dan putih telur untuk tujuan perawatan luka pada subyek manusia. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perbandingan antara pengaruh pemberian Aloe vera, madu, saliva manusia, putih telur terhadap ekspresi sel IL-6 di jaringan sekitar luka kulit pasca insisi pada tikus putih (Rattus norvegicus) belum pernah dilakukan, berdasarkan sumber perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan, yaitu: 1. Penelitian oleh Gallucci et al, 2000, dengan judul Impaired cutaneous wound healing in interleukin-6–deficient and immunosuppressed mice, dengan hasil penyembuhan luka pada tikus defisiensi IL-6 lebih lama dibandingkan tikus normal, dan bila penyembuhan luka kulit terganggu dapat menjadi indikasi penggunaan IL-6 terapeutik. 2. Penelitian oleh Lin et al, 2003, dengan judul Essential involvement of IL-6 in the skin wound-healing process as evidenced by delayed wound healing in IL-6-deficient mice dengan hasil anti IL-6 antibodi monoklonal signifikan menunda penutupan luka pada tikus wild type, IL-6 memiliki 6 peran penting dalam penyembuhan luka, mungkin dengan mengatur infiltrasi leukosit, angiogenesis, dan akumulasi kolagen 3. Penelitian yang dilakukan oleh Atik dan Iwan, 2009, dengan judul Perbedaan efek pemberian topikal gel lidah buaya (Aloe vera L.) dengan solusio povidone iodine terhadap penyembuhan luka sayat pada kulit mencit (Mus musculus), dengan hasil pemberian topikal gel lidah buaya pada luka sayat kulit mencit lebih baik daripada pemberian solusio povidone iodine. 4. Penelitian oleh Mahandaru D dan Dachlan I, 2012, dengan judul The effect of Aloe vera on healing process of incision wound, dengan hasil perawatan luka menggunakan aloe vera terbukti lebih efektif dibandingkan kasa kering dan kasa lembab untuk meningkatkan kekuatan tautan luka. 5. Penelitian oleh Putro dan Dachlan, 2013, dengan judul Perbandingan pemberian saliva manusia, Aloe vera dan moist dressing secara topikal terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus), dengan hasil saliva manusia bisa mempercepat masa penyembuhan luka bakar derajat dua dibandingkan dengan NaCl sebagai kontrol dan aloe vera. 6. Penelitian oleh Mahfudz, 2015 dengan judul Perbandingan Pengaruh Aloe vera, madu, saliva dan putih telur terhadap ekspresi sel T CD4+ pada luka pasca insisi kulit tikus, dengan hasil pemberian madu, ekstrak aloe vera, dan putih telur secara topikal meningkatkan ekspresi sel T CD4+ pada 7 penyembuhan luka pasca insisi kulit tikus lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kontrol 7. Penelitian oleh Alfarobie, 2015 dengan judul Perbandingan Pengaruh Aloe vera, madu, saliva dan putih telur terhadap gambaran histopatologi kulit pasca insisi pada tikus.