Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1
Biodiesel
Biodiesel merupakan cairan dengan warna bervariasi antara kuning keemasan
sampai keabu-abuan, bergantung kepada bahan baku produksinya.
Seperti
minyak pada umumnya, biodiesel tidak dapat bercampur dengan air, dan memiliki
massa jenis sekitar 0,8 g/cm3. Kekentalan biodiesel agak tidak berbeda jauh
dengan minyak diesel (solar).2 Biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan
utama berupa metil palmitat dan metil oleat memiliki titik awan sekitar + 13,5 ºC
dan titik tuang + 12,0 ºC.4
Biodiesel diperoleh dari proses transesterifikasi trigliserida minyak nabati atau
lemak hewani, yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar mesin diesel.
Dalam hal ini, transesterifikasi merupakan suatu proses dimana lemak atau
minyak direaksikan dengan alkohol untuk menghasilkan ester dan gliserol. Oleh
karena transesterifikasi merupakan reaksi reversible, maka kelebihan alkohol
diperlukan untuk mendesak kesetimbangan bergeser ke arah hasil reaksi.
Alkohol yang bisa digunakan untuk proses transesterifikasi seperti: metanol,
etanol, propanol, dan amil alkohol.
Metanol lebih sering digunakan, karena
harganya lebih murah. Pertimbangan lainnya adalah bahwa metanol lebih mudah
bereaksi dengan trigliserida, dan lebih cepat dapat melarutkan KOH atau NaOH
sebagai katalis.8
Biodiesel harus memiliki karakteristik yang mirip dengan minyak solar. Bahan
bakar ini masih memiliki beberapa keunggulan yang lain dibanding solar,
diantaranya: emisi gas yang lebih ramah lingkungan, selain karena memiliki
bilangan asap (smoke number) yang rendah juga bersifat bebas sulfur (free
sulphur). Memiliki angka setana (cetana number) yang lebih tinggi, sehingga
menyebabkan pembakaran yang lebih sempurna (clear burning). Memiliki sifat
pelumasan terhadap piston mesin, dan secara alami dapat terurai (biodegradable)
sehingga tidak mencemari lingkungan akibat akumulasi.2
2.1.1
Titik awan dan titik tuang
Titik awan (cloud point) adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak
"berawan" (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal (padatan) di
dalam bahan bakar. Meskipun bahan bakar masih bisa mengalir pada titik ini,
keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran
bahan bakar di dalam filter, pompa dan injektor. Sedangkan titik tuang adalah
temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar. Di
bawah titik tuang bahan bakar tidak bisa lagi mengalir, karena terbentuknya
kristal atau gel yang mnyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, titik
awan terjadi pada temperatur yang lebih tinggi di bandingkan dengan titik tuang.
Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur di
antara cloud dan pour point, pada saat keberadaan kristal mulai mengganggu
proses filtrasi bahan bakar. Oleh karena itu digunakan cara pengukuran yang lain
untuk mengukur performance bahan bakar pada temperatur rendah, yaitu, Cold
Filter Plugging Point (CFPP) di negara-negara Eropa (Standard EN 116) dan
Low-Temperature Flow Test (LTFT) di Amerika Utara (standar ASTM D4539).
2.1.2
Viskositas
Viskositas dapat didefinisikan sebagai tahanan yang dilakukan suatu lapisan
fluida terhadap suatu lapisan lainnya. Suatu fluida dengan viskositas tinggi lebih
sulit untuk dialirkan dibandingkan dengan fluida yang viskostasnya rendah. Bila
energi pengaliran yang tersedia tetap, maka fluida dengan viskositas tinggi akan
mengalir dengan kecepatan lebih rendah. Jika minyak nabati digunakan langsung
sebagai bahan bakar, maka menyebabkan nilai viskositas yang tinggi seperti
harga yang terdapat pada SVO (straight vegetable oil). Hal inilah yang mendasari
perlu dilakukannya proses kimia transesterifikasi, untuk menurunkan harga
viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar.
Perbedaan
antara viskositas minyak mentah dengan biodiesel, bisa digunakan sebagai salah
satu indikator dalam proses produksi biodiesel.
6
Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajat atomisasi
bahan bakar tersebut di dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas bahan bakar
juga berpengaruh terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan
udara. Dengan demikian, viskositas bahan bakar yang tinggi seperti yang terdapat
pada SVO, tidak diharapkan pada mesin diesel. Oleh karena itulah penggunaan
SVO secara langsung pada mesin diesel, menuntut digunakannya mekanisme
pemanas bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar.2
2.1.3 Angka Setana
Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang
diinjeksikan ke ruang bakar bisa terbakar secara spontan (setelah bercampur
dengan udara). Semakin cepat terbakar, semakin baik (tinggi) angka setana bahan
bakar tersebut. Angka setana pada bahan bakar mesin diesel, memiliki pengertian
yang berkebalikan dengan angka oktan pada bahan bakar mesin bensin. Karena
angka oktan menunjukkan kemampuan campuran bensin dan udara menunggu
rambatan api dari busi (spark ignition).
Secara umum, biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi dibandingkan
dengan solar. Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka setana dari 46-70,
sedangkan solar memiliki angka setana dari 47 – 55. panjangnya rantai
hidrokarbon yang terdapat pada ester (fatty acid alkyl ester) menyebabkan
tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan solar. 9
2.2 Sintesis Biodiesel
Sintesis biodiesel membutuhkan bahan baku minyak nabati yang dapat di hasilkan
dari berbagai tanaman yang mengandung asam lemak seperti kelapa sawit (Crude
Palm Oil / CPO), jarak pagar (Jatropha Curcas), kelapa, kemiri, srikaya, sirsak,
dan kapuk. Indonesia merupakan Negara kedua penghasil minyak kelapa sawit di
dunia dan berpotensi untuk mengembangkan biodiesel sebagai pengganti
7
petrodiesel. Reaksi transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati memerlukan
reagen berupa alkohol dan memerlukan katalis pada prosesnya berupa KOH atau
NaOH.
Faktor utama yang mempengaruhi randemen ester yang dihasilkan pada reaksi
transesterifikasi adalah perbandingan molar antara trigliserida dan alkohol, jenis
katalis yang digunakan, suhu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak
bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi Faktor lain yang
mempengaruhi kandungan ester pada biodiesel antara lain kandungan gliserol,
jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jumlah katalis sisa dan
kandungan sabun. Proses transesterifikasi menghasilkan produk sampingan
berupa gliserol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sabun yang berperan
sebagai moisturising.8
Reaksi transesterifikasi diperlihatkan pada Gambar II. 1
7
berikut:
katalis
CHOCOR''
R'''COOR
CH2OH
CH2OCOR'''
+
3 ROH
+
CH2OH
CH2OCOR'
minyak atau lemak
CHOH
alkohol
gliserol
R''COOR
R'COOR
biodiesel
Gambar II. 1 Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi pada skala laboratorium dapat dilakukan pada labu leher
tiga. Bejana tersebut ditempatkan pada water bath (bak air) pada suhu konstan
(40-60 ºC). Pengadukan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer dalam
labu leher tiga (tree-necked flask) atau bejana lain yang terbuat dari kaca yang
dilengkapi dengan kondensor refluks, termometer, dan saluran air.10
8
2.3
Standar Mutu Biodiesel
Secara umum, parameter yang menjadi standar mutu biodiesel adalah berat jenis,
titik nyala, angka setana, viskositas kinematik, sulphated ash, energi yang
dihasilkan, bilangan iod, bilangan asam, kandungan ester, kandungan metanol,
total sulfur, fosfor, air dan sedimen, gleserol total, jumlah belerang, total
kontaminasi dan residu karbon.
Standar mutu yang diterapkan akan sangat
mempengaruhi kualitas dari biodiesel yang digunakan, terutama bagi besarnya
kalor pembakaran, emisi gas buang, dan tingkat efisiensi dan efektifitas dari
mesin diesel yang digunakan.
Spesifikasi biodiesel standar Indonesia RSNI B 020551 tertera dalam tabel
berikut:3
Tabel II. 1 Spesifikasi Biodisel standar Indonesia RSNII B 020551
Parameter kualitas dan units
Batas
Metode tes
Berat jenis pada 40 ºC, kg/m3
850-890
ASTM D 1298
pada 2,3-6,0
ASTM D 445
Angka setane
min. 51
ASTM D 613
Titik awan, ºC
maks. 18
ASTM D 2500
Residu karbon, %-w
maks.0,05
ASTM D 4530
Air dan sediment, %-vol.
maks.0,05
ASTM D 2709
Abu sulfat, %- w
maks.0,02
ASTM D 874
Sulfur, mg/kg
maks.100
ASTM D 5453
Phosphor, mg/kg
maks.10
AOCS Ca 12-55
Angka asam, mg-KOH/gr
maks.0,8
AOCS Cd 3-63
Gliserol bebas, %-w
maks.0,02
AOCS Ca 14-56
Total gliserol
maks.0,24
AOCS Ca 14-56
Kandungan alkyl ester, %-w
min. 96,5
Calculated
Angka iodine, %-w
maks.115
AOCS Cd 1-25
Kinematika
º
viskositas
2
40 C, mm /s
9
2.4
Minyak Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak kelapa sawit dapat
dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm
kernel oil) dan sebagai hasil samping adalah bungkil inti kelapa sawit (palm
kernel meal atau pallet). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari minyak
kelapa sawit adalah air, kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida, daya
pemucatan, titik leleh, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity, dan
spreadability, sifat transparan, kandungan logam berat, dan bilangan penyabunan.
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 %. Minyak
kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Komposisi minyak sawit diperlihatkan dalam tabel di bawah ini:11
Tabel II. 2 Komposisi kandungan asam lemak dalam minyak kelapa sawit
Jenis asam lemak
Kelapa sawit (%)
Minyak inti sawit (%)
Asam kaprilat
-
3 -4
Asam kaproat
-
3–7
Asam laurat
-
46 – 52
Asam miristat
1,1 – 2,5
44 – 17
Asam palmitat
40 – 46
6,5 – 9
Asam stearat
3,6 – 4,7
1 – 2,5
Asam oleat
39 – 45
13 – 29
Asam linoleat
7 – 11
0,5 - 2
Dari tabel di atas terlihat bahwa minyak kelapa sawit terdiri dari asam lemak
jenuh dan tak jenuh asam lemak jenuh yang didominasi oleh :
Asam lemak jenuh :
Asam palmitat
CH3(CH2)14COOH
Asam stearat
CH3(CH2)16COOH
10
Asam lemak tak jenuh :
Asam oleat
CH3(CH2)7-CH=(CH2)7COOH
Asam linolat
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Asam linolenat
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)COOH
2.5
Asam Lemak
Asam-asam lemak dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis lemak atau minyak yang
merupakan trigliserida, seperti reaksi di bawah ini::
O
H2C
O
C
R1
O
katalis
CH
O
C
O
R2
H2C
O
C
R3
trigliserida
+
3H2O
air
H2C
OH
HC
OH
H2C
OH
HOOCR1
+
gliserol
HOOCR2
HOOCR3
asam lemak
Gambar II.2. Reaksi hidrolisis minyak/lemak
Apabila satu molekul gliserol hanya mengikat satu molekul asam lemak maka
hasilnya disebut monogliserida, dan kalau dua asam lemak disebut digliserida.
Mono dan digliserida di alam terdapat hanya sedikit dalam tanaman. Mono dan
digliserida ini sengaja dibuat misalnya dari sintesa gliserida yang tak sempurna
atau dengan hidrolisis tak sempurna bahan trigliserida. Jenis- jenis asam lemak
dan titik bekunya ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
11
Tabel II.3. Jenis-jenis asam lemak, panjang rantai C dan titik lelehnya.
Jenis
Rantai C
Nama umum
Nama sistematis
Titik
asam
beku
lemak
( ºC)
Asam
lemak
jenuh
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Butirat
Kaproat
Kaprilat
Kaprat
Laurat
Miristat
Palmitat
Stearat
Arakhidat
Behenat
Lignoserat
Butanoat
Heksanoat
Oktanoat
Dekanoat
Dodekanoat
Tetradekanoat
Heksadekanoat
Oktadekanoat
Eikosanoat
Dokosanoat
Tetrakosanoat
-8,0
-3,4
16,7
31,6
44,2
54,4
62,9
69,6
75,4
80,0
84,2
Tak
jenuh
dengan
satu
ikatan
rangkap
10 : 1
10 : 1
12 : 1
12 : 1
14 : 1
14 : 1
14 : 1
16 : 1
18 : 1
18 : 1
18 : 1
20 : 1
22 : 1
22 : 1
24 : 1
26 : 1
30 : 1
Obtusilat
Kaproleat
Linderat
Lauroleat
Tsuzuat
Physterat
Miristoleat
Palmitoleat
Petroselinat
Oleat
Vaccenat
Gadoleat
Cetoleat
Erusal
Selakholeat
Ximenat
lumequeat
4-Decenoat
9-Decenoat
4-Dodecenoat
9-Dodecenoat
4-Tetradecenoat
5-Tetradecenoat
9-Tetradecenoat
9-Heksadecenoat
6-Oktadecenoat
9-Oktadecenoat
11-trans-Oktadecenoat
9-Eikosenoat
11-Dokosenoat
13-Dokosenoat
15-Tetrakosenoat
17-Heksasenoat
21-Triakontenoat
_
_
1,3
_
18,5
_
_
_
30,0
14
16
44,0
_
_
33,5
_
_
Tak
jenuh
dengan
dua atau
lebih
ikatan
rangkap
18 : 2
18 : 3
18 : 3
Linoleat
Linolenat
AlfaEleostearat
BetaEleostereat
Parinarat
Arakhidonat
Klupanodoat
Cis-cis-9,12-Oktadekadienat
Cis-cis-9,12, 15 Oktadekatrienoat
Cis-trans-trans-9,11,13Oktadekatrienoat
Trans-trans-trans-9,11,13
Oktadekatrienoat
9, 11, 13, 15-Oktadekatetraenoat
5, 8, 11, 14-Eikosatetraenoat
4, 8, 12, 15, 19 Dokosapentaenoat
-5,0
-11,0
49,0
18 : 3
18 : 4
20 : 4
22 : 5
12
71,0
86 (96)
-50,0
_ -
Semakin panjang rantai atom C asam lemak, semakin tinggi titik bekuya. Namun
apabila ada ikatan tak jenuhnya, maka titik beku rantai C asam lemak yang sama
akan turun. Dengan prinsip perbedaan titik beku asam-asam lemak ini, trigliserida
dapat dipisahkan dengan cara fisis antara komponen minyak dan lemaknya.
Komponen minyak umumnya terdiri dari trigliserida yang memiliki banyak asamasam lemak yang tak jenuh, sedangkan komponen lemak memiliki asam-asam
lemak yang jenuh. Minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) dapat dipisahkan
secara pendinginan (winterisasi) antara bagian yang banyak mengandung asam
lemak tak jenuh (oleat) yaitu berupa minyak dan banyak mengandung asam lemak
jenuh (stearat) yaitu yang berupa lemak yang banyak dijual di dalam negeri
sebagai minyak padat.12
2.6
Struktur Molekul
Ditinjau dari jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati, biodiesel
yang berasal dari sumber dengan kandungan lemak tak jenuh yang tinggi (seperti
asam oleat atau asam linoleat) memiliki nilai titik awan yang rendah. Tingginya
nilai titik awan menunjukkan adanya keseragaman rantai alifatik pada asam lemak
berupa rantai lurus jenuh sebagai contoh asam palmitat pada Gambar. II.3. di
bawah ini:
OH
O
Asam palmitat
Gambar II.3. Struktur asam palmitat
13
Kekompakan rantai karbon asam palmitat penyebab tingginya titik awan terlihat
dari struktur pengisi ruang, seperti pada Gambar II.4. berikut:
Gambar II.4. Struktur pengisi ruang asam palmitat
Seperti telah disebutkan di atas, adanya ikatan rangkap yang bergeometri cis
menyebabkan ketidakteraturan bentuk molekul dan sulit untuk membentuk
keseragaman dalam menyusun kisi kristal. Untuk asam oleat dengan geometri cis
(Gambar II.5.) dan ketidakkompakan rantai atom karbon penyebab rendahnya titik
awan tercermin dari struktur pengisi ruang cis-asam oleat (Gambar II.6.):
OH
O
Gambar II.5. Struktur cis-asam oleat
Gambar II.6. Struktur pengisi ruang cis-asam oleat.
14
Selain adanya ikatan rangkap, ketidakteratauran bentuk molekul juga bisa
disebabkan oleh adanya percabangan.6
Suatu biodiesel yang komponennya
didominasi oleh metil palmitat (Gambar.II.7)
OCH3
O
Gambar II.7. Struktur metil palmitat
akan memiliki titik awan yang tinggi sebab mudah membentuk keseragaman
dalam menyusun kristal. Berbeda halnya dengan struktur biuodiesel yang
memiliki percabangan, sulit untuk membentuk kekompakan antara sesama
molekul, seperti struktur komponen biodiesel terasetilasi hasil sintesis, yaitu 9, 10
di-asetil metil stearat (Gambar II.8.).
O
C
H3C
O
OCH3
O
O
O
C
H3C
Gambar II. 8. Struktur 9, 10 di-asetil metil stearat
2.7
Epoksida
Pengolahan suatu alkena dan asam peroksibenzoat (RCO3H atau ArCO3H) dalam
pelarut CHCl3 atau CCl4, menghasilkan epoksida atau oksirana. Asam
peroksibenzoat (C6H5CO3H) dan asam m-kloroperoksibenzoat Proses Reaksi
pembentukan epoksida adalah sebagai berikut:
15
O
O
R2C
CR2
+
R2C
asam peroksida
epoksida
R'COH
+
CR2
R'COOH
O
alkena
asam karboksilat
Gambar II.9. Reaksi pembentukan epoksida.
Jalan reaksi melibatkan serah terima oksigen dari asam peroksi langsung kepada
alkena.13
R
R
O
R'
R
O
C
O
C
R
C
R
C
C
H
R
R'
C
O
+
O
H
O
R
R
Gambar II.10. Mekanisme reaksi pembentukan epoksida.
Sifat kimia epoksida berbeda dengan eter, epoksida sangat reaktif terhadap reagen
nukleofil. Epoksida dapat mengalami reaksi pembukaan cincin anggota tiga
menjadi rantai tunggal jika diserang oleh suatu nukleofil, seperti reaksi berikut:
OH
O
HNu :
+
R2C
R2C
CR2
CR2
Nu
nukleofil
epoksida
produck
Gambar II.11. Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida.
Hidrolisis dapat melangsungkan reaksi pembukaan suatu epoksida dengan katalis
asam sulfat pada suhu 60ºC. Air bertindak sebagai nukleofil, seperti reaksi pada
Gambar II. 12 berikut:
16
H 2C
CH 2
+
H 2O
H 2 SO 4
HO CH 2 CH 2 CH 2 OH
O
60 C
O
etilen glikol
etilen oksida
Gambar II.12. Reaksi hidrolisis epoksida.
Alkohol merupakan nukleofil lain yang dapat bereaksi dengan suatu epoksida,
seperti pada reaksi berikut:
CH 3CH2OH
H 2C
CH3CH2OCH2CH2OH
CH 2
H2SO4 60oC
O
2-etoksi etanol
etilen oksida
Gambar II.13. Reaksi epoksida dengan etanol
17
Download