BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa. Hg memiliki titik didih 356,6ºC. Hg mudah membentuk alloy amalgama dengan logam lainnya, seperti emas (Au), perak (Ag), platinum (Pt), dan tin (Sn). Garam merkuri yang penting antara lain HgC12 yang bersifat sangat toksik. Hg2C12 digunakan dalam bidang kesehatan, Hg(ONC)2 digunakan sebagai bahan detonator yang eksplosif, sedangkan HgS digunakan pigmen cat berwarna merah terang dan bahan antiseptik (Widowati et al, 2008). Berbagai produk yang mengandung Hg diantaranya adalah bola lampu, penambal gigi, dan termometer. Hg di gunakan dalam kegiatan penambang emas, produksi gas klor dan soda kaustik, serta dalam industri pulp, kertas dan baterai. Merkuri dengan klor, belerang, atau oksigen akan membentuk garam yang digunakan dalam pembuatan krim pemutih dan krim antiseptik. Logam tersebut digunakan secara luas untuk mengekstrak emas (Au) dari bijihnya. Ketika Hg dicampur dengan bijih emas, Hg akan membentuk amalgama dengan emas (Au) dan perak (Ag). Amalgama tersebut harus dibakar untuk menguapkan merkuri guna menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan. Hg bersifat sangat toksik sehingga penggunaan Hg dalam berbagai industri sebaiknya dikurangi, termasuk dalam industri farmasai, kedokteran gigi, industri pertanian, industri baterai, dan lampu fluorecence (Widowati et al, 2008). 2.1.1 Senyawa Merkuri (Hg) Anorganik Merkuri anorganik adalah logam murni yang berbentuk cair pada suhu kamar 25ºC, sehingga mudah menguap. Uap merkuri dapat menimbulkan efek samping yang sangat merugikan bagi kesehatan. Di antara sesama senyawa merkuri anorganik, uap logam merkuri (Hg), merupakan yang paling berbahaya. Ini disebabkan karena uap merkuri tidak terlihat dan sangat mudah akan terhisap seiring kegiatan pernafasan yang dilakukan. (Palar, 2008) Pada saat terpapar oleh logam merkuri sekitar 80% dari logam merkuri akan terserap oleh alveoli paru-paru dan jalur-jalur pernafasan untuk kemudian ditrasfer ke dalam darah. Dalam darah akan mengalami proses oksidasi, yang dilakukan oleh enzim hidrogen peroksida katalese sehingga berubah menjadi ion Hg2+. Ion merkuri ini selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama dengan peredaran darah. Logam ini juga terserap dan akan menumpuk pada ginjal dan hati. Namun demikian penumpukan yang terjadi pada organ ginjal dan hati masih dapat dikeluarkan bersama urine dan sebagian akan menumpuk pada empedu. (Palar, 2008 dalam bukunya Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat Hal 106-107). 2.1.2 Senyawa Merkuri (Hg) Organik Contoh senyawa-senyawa merkuri organik adalah senyawa alkil-merkuri, sekitar 80% dari peristiwa keracunan merkuri bersumber dari senyawa-senyawa alkil-merkuri. Beberapa senyawa alkil-merkuri yang banyak digunakan terutama di kawasan negaranegara sedang berkembang metil merkuri khlorida (CH3HgCL) dan etil khlorida (C2H5HgCL). Senyawa-senyawa tersebut di gunakan sebagai pestisida dalam bidang pertanian. Beberapa bentuk senyawa alkil-merkuri lainnya cukup banyak digunakan sebagai katalis dalam industri kimia. (Palar, 2008). Keracunan yang bersumber dari senyawa ini adalah melalui pernafasan. Peristiwa keracunan melalui jalur pernafasan tersebut lebih disebabkan karena senyawasenyawa alkil-merkuri terutama yang mempunyi rantai pendek sangat mudah menguap. Uap merkuri yang masuk bersama jalur pernapasan akan mengisi ruang-ruang dari paruparu dan berikatan dengan darah. Di samping itu, senyawa organik merkuri lainnya seperti metil merkuri, juga merupakan penyebab keracunan merkuri yang besar, lebih dari 95% metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan ditranportasi dalam sel darah merah utuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh. Sejumlah kecil lainnya terakumulasi dalam plasma protein. Akumulasi paling tinggi ditemukan pada bagian cortex dan cerellum yaitu merupakan bagian-bagian dari organ otak. Lebih lanjut hanya sekitar 10% dari merkuri tersebut yang ditemukan dalam sel otak. (Palar, 2008 dalam bukunya Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat Hal 107-109). 2.2 Pencemaran Merkuri (Hg) Sumber pencemaran Hg yaitu dari kegiatan alam dan industri. Secara almiah, pencemaran Hg berasal dari kegiatan gunung api atau rembesan air tanah yang melewati deposit Hg. Keberadaan Hg dari alam dan masuk ke suatu tatanan lingkungan tidak akan menimbulkan efek (Widowati et, al 2008). Salah satu penyebab pencemaran lingkungan oleh Hg adalah pembuangan tailing pengolahan emas yang diolah secara amalgamasi, di mana Hg mengalami perlakuan tertentu berupa putaran, tumbukan, atau gesekan, sehingga sebagian Hg akan membentuk almagam dengan logam-logam (Au, Ag, Pt) dan sebagian hilang dalam proses (Herman, 2006 dalam Widowati et al, 2008). Tersebarnya logam berat Hg di tanah, perairan ataupun udara bisa melalui berbagai jalur, seperti pembuangan limbah industri secara langsung, baik limbah padat maupun limbah cair yang dibuang ke tanah, udara, dan air. Dapat di lihat pada Gambar. 1 proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut (EPA, 1973 Destiany, 2007 dalam Yuniar, 2009). Menurut Widowati et, al (2008) dalam bukunya Efek Toksik Logam Hal 128129 Merkuri (Hg) pada kerak bumi sebesar 0.08 mg/kg banyak tertimbun di daerah penambangan. Di alam, merkuri (Hg) ditemukan dalam bentuk unsur merkuri (Hgº), merkuri monovalen (Hg+1), dan bivalen (Hg+2). Apabila masuk ke dalam perairan, merkuri mudah berikatan dengan klor yang ada dalam air laut dan membentuk ikatan HgCl. Dalam bentuk tersebut, Hg mudah masuk ke dalam plankton dan bisa berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah menjadi merkuri organik metil merkuri (CH3Hg) oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada sedimen di dasar perairan, merkuri dapat pula bersenyawa dengan karbon berbentuk senyawa organo-merkuri. Senyawa organomerkuri yang paling umum adalah metil merkuri yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. Mikroorganisme kemudian termakan oleh ikan sehingga konsentrasi merkuri dalam ikan meningkat. Zat pencemar Masuk ke ekosistem laut Dipekatkan oleh Proses biologis Di serap oleh ikan Diserap oleh plaknton nabati Diserap oleh rumput laut dan tumbuhan Plakton hewani Avertebrata Ikan dan Mamalia Gambar 1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkunagn perairan laut (EPA, 1973, Destiany, 2007 dalam Yuniar, 2009) 2.3 Pembentukan Metil Merkuri Metilasi merkuri terjadi pada kolom air maupun sedimen dalam kondisi anoksi. Metilasi merkuri melibatkan reaksi antara Hg2+ dan metilkobalamin (dihasilkan oleh bakteri) menghasilkan merkuri organik. Bakteri dalam usus bebagai jenis binatang termasuk ikan juga mampu mengkonversi merkuri ionik menjadi senyawan metil merkuri (CH3Hg+) walaupun dalam tingkatan yang rendah. Pada organisme akuatik, merkuri umumnya terdapat dalam bentuk mono metilmerkuri atau dalam bentuk ion Hg2+ (Booth et al, 2005 dalam Suseno, 2011). Bakteri pereduksi sulfat (sulfate reducing bacteria, SRB) dari famili desulfobacteriaceae berperan dalam pembentukan metil merkuri dalam sedimen di lingkungan akuatik. Metilasi merkuri berkorelasi dengan kecepatan reduksi sulfat. Salinitas tinggi dan keberadaan ion sulfit menghambat metilasi merkuri (Kongchum et al, 2006 dalam Suseno, 2011). Produksi metilmerkuri di dalam sedimen berlangsung pada pH lebih kecil dari enam (Stokes, 1987 dalam Suseno, 2011). Bakteri SRB juga mempunyai kemampuan menghasilkan dimetilmerkuri tetapi proses pembetukaannya 1000 kali lebih lambat dibandingkan pembentukan metil merkuri (Ekstrom et al, 2003 dalam Suseno, 2011). Sinetis metilmerkuri oleh bakteri SRB ditunjukan pada Gambar.2 Mekanisme metilasi Hg2+ oleh bakteri SBR pada metabolisme karbon melalui jalur asetil co-A. Pada metabolisme karbon, asetat dikonvermasi menjadi karbon moksida (CO) dan metil (CH3) oleh enzim karbonmonoksidadehidrogenase (CODH). Gugus metil yang dihasilkan pada konversi ini berasal dari atom C ke 3 asam amino serin membentuk metilen tetrahidrofolat oleh enzim serin hidroksimetiltransferase. Metilen tetrahidrofolat selanjutnya direduksi menjadi CH3-tetrahidrofot (CH3-THF) oleh enzim metiltransferase. Gugus metil selanjutnya dipindahkan ke Hg2+ melalui kompleks kobolamin (vitamin B12) dan korrinod yang mengandung protein. Kelebihan gugus metil (dalam bentuk CH3-THF) selanjutnya diubah menjadi asam format dan selanjutnya dikonversi menjadi CO2 oleh enzim formatdehidrogenase. Acetate Acetyl coA CODH CO CODH CH3 B12 – protein CH3 Hg- 2e- Hg2+ Co2 CH3 Methyltrasferase CH3-THF 4eFormate FDH 2eCO2 Gambar.2 Mekanisme sintesis metilmerkuri oleh bakteri SBR dalam sedimen laut (Ekstrom et al, 2003 dalam Suseno, 2011) 2.4 Bioakumulasi Merkuri oleh Organisme Laut Bioakumulasi dalam suatu organisme laut adalah langkah pertama sebelum organisme tersebut menunjukan responya terhadap pencemar/kontaminan dalam siklus geokimia (Fisher, 2003 dalam Suseno dan Panggabean, 2007) Proses bioakumulasi logam berat secara kimiawi merupakan reaksi pembentukan senyawan kompleks antara logam berat dengan sel-sel organisme yang berfungsi sebagai ligan. Proses ini diterangkan melalui teori Ligon Biotic Modal (model ligan biotik) (Suseno dan Panggabean, 2007). Model ligan biotik (Biotic Ligand Model /BLM) untuk ion logam bebas atau derivatnya dirancang untuk memprediksi bagaimana logam-logam terlarut berinteraksi dengan organisme aquatik (Marohasy, 2007 dalam Suseno, 2007). Model ini pertama kali digunakan untuk menerangkan fenomena bioakumulasi pada sel algae, perkembangan berikutnya dapat digunakan untuk sel-sel eukariotik atau pada tingkatan yang lebih tinggi. Untuk terakumulasi dalam sel dan memberikan efek biologis, suatu logam pertama-tama harus berinteraksi dengan membran biologi. Dalam sisitem larutan logam berada dalam bentuk ion bebas atau dalam bentuk kompleks ligan. Mendekati permukaan sel, logam dalam berbagai bentuk ini harus melewati dinding sel (Suseno, 2011) Makromolekul dalam dinding sel bersifat porus dan mengandung gugus fungsional sederhana yang didominasi oleh grup oksigen sebagai donor elektron (CHO; -COOH; -P(O) (OH2). Pada pH netral kebanyakan gugus fungsional tersebut mengalami ionisasi menghasilkan matris hidrofilik bermuatan negatif sehingga ion logam dan bentuk kompleksnya dapat melewati membran plasma. Interaksi logam dengan sel mengikuti beberapa langkah yaitu: difusi logam dari larutan kepermukaan biologis, sorpsi logam pada sisi ikatan pasif dalam lapisan pelindung dan pengambilan atau internalisasi logam yang diangkut sepanjang membran plasma (Suseno, 2011) Mekanisme interaksi logam dengan sel organisme pada proses biokumulasi ditunjukan pada Gambar.3 Bagian dalam sel Membran plasma Dinding sel Lapisan difusi Medium larutan Ml Ml Ml Kd Kint Kr L X-M K1 K1 Kd K1 M2+ M2+ M2+ Gambar.3 Konsepsual model interaksi logam dengan organisme (Campbell, 2002 dalam Suseno,2011). Keterangan : M2+ adalah ion bebas logam ML adalah kompleks logam dalam larutan K1 adalah konstanta kesetimbangan pembentukan ML, M-X-membrane adalah kompleks logam pada permukaan Kf dan Kf masing-masing adalah konstanta kecepatan pembentukan kompleks pada permukaan. Kd, Kd’ masing-masing adalah konstanta kecepatan disosiasi kompleks pernukaan, Kint adalah konstanta kecepatan internalisasi atau pengangkutan logam sepanjanjang mebran biologi (Campbell, 2002 dalam Suseno, 2011). Interaksi ini dibuat beberapa asumsi sederhana yaitu: 1) Pengangkutan logam dalam larutan ke membran dan terjadi reaksi pengomplekan subsekuen pada permukaan dan dihasilkan kesetimbangan antara logam dan larutan. 2) Membran plasma adalah sisi utama bagi interaksi logam dengan organisme hidup dan interaksi ini terjadi melalui reaksi pertukaran ligan menghasilkan M-X-cell dengan konstanta kesetimbangan K2 atau K3. 3) Respon biologis dalam bentuk pengambilan logam, nutrisi atau toksik tergantung pada konsentrasi M-X-cell 4) Variasi {M-X-cell} sebagai fungsi [M2+] dalam larutan mengikuti aturan langmuir-adsoptio isotherm 5) Selama pajanan logam sifat biologis permukaan tidak berubah dimana logam tidak menyebabkan perubahan sifat membram plasma (Suseno, 2011). 2.5 Mekanisme Toksisitas Merkuri (Hg) pada Manusia Toksisitas dan metabolisme Hg tergantung pada berbagai faktor antara lain bentuk senyawa Hg, jalur paparan Hg, lamanya paparan, serta kandungan unsur lain yang terdapat dalam makanan (Widowati et al, 2008). Mekanisme toksisitas merkuri dalam tubuh manusia yang dimodifikasi dilihat pada Gambar.4 Hg (merkuri) Makanan Terhirup melalui pernapasan Kulit Lambung Paru-paru Berikatan dengan sel Saluran percernaan Peredaran darah Iritasi kulit Oksidasi oleh enzim membentuk Hg2+ Ion Hg2+ bibawah keseluruh tubuh Terakumulasi dalam otak, hati dan ginjal Gambar.4 Mekanisme toksisitas merkuri (Hg) pada manusia (Palar, 2008) 2.6 Mekanisme Toksisitas Merkuri (Hg) pada Ikan Toksisitas merkuri pada ikan yaitu dengan proses bioakumulasi dalam jaringan biologi mengalami proses trasformasi menjadi bentuk yang lebih beracun, misalnya melalui proses metilasi menjadi bentuk metil merkuri (CH3-Hg). Organ-organ pada ikan yang berpotensi terpapar yaitu insang, alat pencernaan dan ginjal (Dinata, 2004 dalam Yuniar, 2009). Insang merupakan salah satu organ tempat masuknya senyawa Hg dalam tubuh ikan. Menurut Suseno et al, (2010) internalisasi senyawa Hg dari air ke dalam tubuh ikan pertama-tama melalui insang, dimana air memasuki insang dan memfasilitasi pertukaran gas dan mempertahankan proses osmosis. Senyawa Hg yang terkandung dalam air masuk ke jaringan internal ikan melalui epitel insang selama berlangsungnya respirasi. Selanjutnya Hg terakumulasi sementara di dalam insang untuk masuk ke dalam jaringan tubuh lainnya, pada insang mengalami gangguan-gangguan pengaturan ion sehingga menyebabkan kematian pada ikan. Secara rinci mekanisme toksisitas Hg pada ikan yang dimodifikasi dapat dilihat pada Gambar.5 Air mengandung Hg Insang Proses respirasi Terakumulasi Menyebabakan Gangguan ion Kematian ikan Gambar.5 Mekanisme toksisitas Hg pada ikan (Suseno et, al 2010) 2.7 Keracunan Akut dan Kronis Menurut Palar (2008) dalam bukunya Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat Hal 111-114 Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri, pertambangan dan pertanian, yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku, katalis dan atau pembentuk amalgam atau pestisida. Keracuanan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan mengamati gejala-gejala berupa: peradangan pada tenggorokan, rasa sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah, bila gejala-gejala awal ini tidak segera diatasi, penderitaan selanjutnya akan mengalami pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal (nephritis) dan radang pada hati (hepatitis). Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Penderita keracunan kronis biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah menumpuk sejumlah racun dalam tubuh mereka, sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu yang panjang tersebut bekerja. Pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan (Palar, 2008) Peristiwa kracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan yaitu, gangguan pada sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi pada akhirnya akan merusak jaringan penahanan gigi, sehingga gigi mudah lepas. Tanda-tanda seorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terdapat warna abuabu sampai gelap, atau abu-abu kemerahan, yang semua itu dapat dilihat dengan mikroskop mata disamping itu, gejala keracuanan kronis merkuri yang lainnya adalah terjadinya amemia ringan (Palar, 2008) 2.8 Kadar Batas Aman Menurut SNI (2006) batas maksimum cemaran logam berat merkuri untuk ikan segar bagian I spesifikasi tentang persyaratan mutu dan keamanan pangan yaitu 0,5 mg/kg dapat dilihat pada Tabel.1, SK Dirjen POM No.03725/B/SK/VII/89 yaitu sebesar 0,5 mg/kg (Hikmawati dan Sulistyorini, 2006). Menururt Widowati et. al (2008) kadar maksimum Hg yang diinzinkan dan boleh dikonsumsi pada ikan adalah 0,1 mg/kg. Tabel 1. Persyaratan Mutu dan Kemanan Pangan (SNI 01-2729.1-2006) Jenis Uji a. Organoleptik b. Cemaran Mikroba*: - ALT - Escherechia Coli - Salmonela - V. Cholerae c. Cemaran kimia*: - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Kadmium (Cd) d. Parasit* *) Bila diperlukan Sumber Keterangan 2.9 Satuan Angka (1-9) Persyaratan 7 Koloni/gram APM/gram APM/25 gram APM/25 gram Maksimal 5 x 105 Maksimal < 2 Negatif Negatif mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Ekor Maksimal 0,5 Maksimal 0,4 Maksimal 100 Maksimal 0.1 Maksimal 0 : BSN (2006) : ALT : Angka Lempeng Total APM : Angka paling memungkinkan Ikan Kakap Merah (Lutjanus argentimaculatus) Jenis ikan kakap merah baik punggung dan sisi tubuhnya berwarna merah terang atau merah jingga seperti terlihat pada Gambar.6 Warna akan semakin menipis atau memudar ke arah bagian bawah tubuhnya dengan sirip-sirip yang semua berwarna kemerahan. Bagian kepala, mulai dari rahang atas hingga letak bagian awal sirip punggungnya dijumpai noktar besar yang letaknya miring dan berwarna cokelat tua ataupun hitam. Pada batang tulang ekor ikan kakap merah terdapat ban (baris) hitam besar yang diapit oleh dua ban lain berwarna putih mutiara (Gunarso, 1985 dalam Batara, 2008). Menurut (Saanin, 1984 dalam Batara, 2008) dalam klasifikasi kakap merah adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata class : Pisces Sub class : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Perciodea Famili : Lutjanidae Genus : Lutjanus Species : Lutjanus argentimaculatus Gambar.6 Ikan kakap merah (Saanin,1984 dalam Batara, 2008) Ikan kakap merah termasuk golongan karnivora yang biasa memakan ikan kembung, cumi-cumi dan ikan-ikan berukuran lebih kecil. Cara makan ikan kakap merah dengan menyerap mangsa dari balik karang tempat persembunyiannya (Anonimous, 2007 dalam Batara, 2008). Menurut Gunarso, 1995 dalam Batara, 2008) makanan dari ikan kakap merah adalah jenis kepiting, udang dan jenis-jenis krustacea.