naskah publikasi perbedaan manajemen konflik antara tipe

advertisement
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA
TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT
Oleh:
NICKE SUYATNO
HEPI WAHYUNINGSIH
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2005
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA
TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si. )
PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA
TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT
Nicke Suyatno
Hepi Wahyuningsih
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan manajemen konflik antara
remaja yang mempunyai tipe kepribadian ekstravert dengan introvert. Dugaan awal yang diajukan
dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian
ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert cenderung lebih
mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert.
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan batasan usia antara 15-18 tahun. Adapun
skala yang digunakan adalah skala manajemen konflik dan skala tipe kepribadian ekstrovert dan
introvert. Skala manajemen konflik ini merupakan hasil modifikasi dari CRSI (Conflict Resolution
Styles Inventory) yang dikembangkan oleh Kurdek (1994) dengan menggunakan empat
kemungkinan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, yaitu
positive problem solving, conflict engangement, withdrawal, dan compliance.
Sedangkan skala tipe kepribadian ekstrovert dan introvert merupakan hasil modifikasi dari
EPQ (Eysenck Personality Questionaire) yang dibuat oleh Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980)
meliputi tujuh aspek yaitu activity, sociability, responsibility, impulsiveness, expressiveness, risk
taking, dan reflectiveness.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program
SPSS 11.0 for windows. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai mean kemampuan manajemen
konflik pada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert 85,58 dan 92,72 pada subjek yang bertipe
kepribadian introvert. Dengan uji-t diperoleh nilai t = -3,689 dan p = 0,000 karena p < 0,01
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik yang signifikan
antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe
kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang
bertipe kepribadian ekstrovert. Jadi hipotesis diterima.
Kata Kunci : Manajemen Konflik, Tipe Kepribadian ( Ekstrovert / Introvert )
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia akan selalu ada konflik. Konflik akan terjadi
dimanapun dan kapanpun dalam berbagai segi kehidupan sosial salah satunya
adalah pada remaja.
Pada remaja, konflik mendapat banyak perhatian. Pelajar yang sedang
menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya,
sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini oleh G.
Stanley Hall (Rumini dan Sundari, 2004) digambarkan sebagai sturm and drang
period (topan dan badai). Sebabnya karena mereka mengalami penuh gejolak
emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang (Zulkifli,
1986). Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi
yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas.
Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan
mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya adalah dengan
berkelahi (Fakhruddin, 1999).
Sebagai contoh, kasus perkelahian massal antarpelajar atau tawuran yang kian
marak itu sungguh memprihatinkan. Di Yogyakarta, dua kelompok pelajar SLTA
dari dua sekolah yang berbeda, Senin tanggal 29 November 2004 sore, nyaris
terlibat bentrok. Satu kelompok dari sebuah SLTA swasta di wilayah Kecamatan
Umbulharjo, Kota Yogyakarta, antara lain ada yang membawa senjata tajam,
sudah menunggu kedatangan kelompok lain dari sebuah SLTA negeri dari
wilayah Kecamatan Gondokusuman. Dari keterangan yang diperoleh, dua
kelompok remaja itu menurut rencana akan bertemu di lapangan parkir Stadion
Mandalakrida, kawasan Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Namun, rencana itu
dapat diketahui aparat Poltabes hingga aksi tawuran dapat digagalkan. Sementara
itu, polisi dapat menangkap salah seorang warga kampung sekitar, Eko Sulistyo
(20), yang kedapatan membawa pedang untuk membantu rekannya (Suara
Merdeka, 1 Desember 2004).
Dari contoh kasus di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
menghadapi masalah, remaja cenderung belum bisa menyelesaikan masalah
dengan baik. Goldfriend dan Davidson (Inawati, 1998) menyatakan perilaku
malasuai dapat disebabkan oleh ketidakefektifan strategi menghadapi masalah.
Kesuksesan seseorang menyelesaikan masalah tergantung pada strateginya
dalam menghadapi berbagai situasi masalah. Kemampuan managerial seseorang
dalam menanggulangi konflik disebut dengan manajemen konflik. Menurut
Gottman dan Krokoff (Kurdek, 1994) dalam manajemen konflik ada empat
macam pendekatan, yaitu positive problem solving (kompromi dan negosiasi),
conflict engagement (menyerang dan lepas kontrol), withdrawal (menarik diri dari
permasalahan dan dengan orang yang terlibat dengannya) dan compliance
(menyerah dan tidak membela diri).
Pentingnya manajemen konflik dalam hubungan sosial mendorong para ahli
untuk mengidentifikasikan sejumlah faktor yang mempengaruhi manajemen
konflik. Antara lain: karakteristik kepribadian dan kecerdasan (Sternberg dan
Soriano,1984).
Berkaitan dengan faktor karakteristik kepribadian, terlihat bahwa pemilihan
strategi manajemen konflik erat kaitannya dengan tipe kepribadian. Pendekatan
tipologi saat ini yang banyak digunakan adalah tipologi ekstravert dan introvert
yang mula-mula dikembangkan oleh Jung pada tahun 1875-1961, lalu dilanjutkan
oleh H. J. Eysenck. G.G Jung pada tahun 1921 menerbitkan bukunya
Psychological Types. Dalam buku ini ia mengatakan bahwa kepribadian manusia
dapat dibagi menjadi dua kecenderungan ekstrim berdasarkan reaksi individu
terhadap pengalamannya. Pada kutub ekstrim pertama adalah kecenderungan
introversi, yaitu menarik diri dan tenggelam dalam pengalaman-pengalaman
batinnya sendiri, cenderung tertutup, tidak terlalu memperhatikan oranglain dan
agak pendiam. Kutub ekstrim yang lain adalah ekstroversi, yaitu membuka diri
dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa dan benda-benda di
sekitarnya. Kalau tipologi Jung tampaknya terkotak-kotak secara kaku, maka E.J.
Eysenck beranggapan bahwa ekstraversi-introversi merupakan dua kutub dalam
satu skala. Kebanyakan orang akan berada di tengah-tengah skala itu,, hanya
sedikit orang-orang yang benar-benar ekstrovert atau introvert (Shalahuddin,
1991).
Menurut Abidin dan Suyasa (2003) kedua tipe tersebut masing-masing
memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri yang sangat berpengaruh terhadap
perasaan, pikiran, minat serta sikap mereka. Antara ekstrovert dan introvert
kadang-kadang mengelola konflik dengan cara yang berbeda karena keduanya
memiliki orientasi yang berbeda.
Orang ekstrovert kurang mampu dalam mengelola konflik. Hal ini
disebabkan karena menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) orang ekstrovert
cenderung bertindak secara terburu-buru, kadang-kadang gegabah, mudah
berubah
pendirian,
demonstratif,
senang
hidup
dalam
bahaya,
sedikit
menghiraukan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin merugikan, dan mungkin
juga tidak bertanggung jawab secara sosial. Sebaliknya, orang introvert akan lebih
mampu dalam mengelola konflik. Hal ini disebabkan karena menurut Eysenck
(Eysenck dan Wilson, 1980) orang introvert cenderung jarang ikut terlibat dalam
sebuah konflik, karena mereka selalu mempertimbangkan berbagai masalah
dengan sangat hati-hati sebelum mengambil keputusan, pandai menguasai diri,
tenang, tidak memihak, terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya,
dan dapat dipercaya.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas peneliti ingin melaksanakan
penelitian tentang perbedaan manajemen konflik antara tipe kepribadian
ekstrovert dengan introvert. Sehingga pertanyaan penelitiannya adalah: “Apakah
ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert
dengan introvert ?”
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan
manajemen konflik tipe kepribadian ekstravert dengan introvert.
Tinjauan Pustaka
1. Manajemen Konflik
Menurut Dwijanti (2000) metode resolusi konflik adalah cara atau pendekatan
atau metode yang digunakan seseorang untuk mengatasi atau menghadapi suatu
konflik tertentu. Hendricks (1992) menyatakan bahwa manajemen konflik adalah
strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik. Menurut Pepper
(Dwijanti, 2000), manajemen konflik merupakan kombinasi antara persepektif
dan tindakan; bagaimana seseorang mengonseptualisasikan konflik akan
menentukan tindakan apa yang diambil untuk menyelesaikan konflik.
Berdasarkan penjelasan di atas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan manajemen konflik adalah strategi atau metode yang digunakan seseorang
untuk mengatasi atau mengelola suatu konflik tertentu.
Aspek-aspek Manajemen Konflik
Ada beberapa macam pendekatan manajemen konflik yang dapat digunakan
untuk menyusun aspek-aspek manajemen konflik. Antara lain pendekatan
manajemen konflik dilakukan oleh Gottman dan Krokoff (Kurdek, 1994), mereka
menyusun aspek-aspek manajemen konflik menjadi empat, yaitu: a) Positive
problem solving, merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan
konflik dengan cara yang lebih terfokus pada permasalahan konflik yang terjadi
dengan kompromi dan negosiasi. b) Conflict engagement, merupakan strategi
dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara menyerang dan
lepas kontrol terhadap lawan konfliknya. c) Withdrawal, merupakan strategi
dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara menarik diri
dari permasalahan dan dengan orang yang terlibat dengannya. d) Compliance,
merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan
cara menyerah dan tidak membela diri ketika berhadapan dengan lawan
konfliknya. Aspek-aspek manajemen konflik berdasarkan pendekatan manajemen
konflik yang dilakukan Ruble dan Thomas (Dwijanti, 2000) ada lima, yaitu
avoiding atau withdrawal, accommodating atau smoothing, forcing atau
competition, compromising, dan confroting.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
manajemen konflik dapat disusun dari beberapa pendekatan. Namun, pada
penelitian kali ini penulis akan menggunakan aspek-aspek manajemen konflik
yang disusun berdasarkan pendekatan dari Gottman dan Krokoff.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Konflik
Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik antara lain menurut
Sternberg dan Soriano (1984) yaitu karakteristik kepribadian dan kecerdasan.
Boardman dan Horowits (Mardianto, 2000) mengatakan bahwa karakteristik
kepribadian yang berpengaruh terhadap gaya manajemen konflik individu adalah
kecenderungan agresivitas, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi
kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati, dan kemampuan untuk
menemukan alternatif penyelesaian konflik. Faktor lingkungan menurut Wall dan
Callister (1995) juga turut mempengaruhi manajemen konflik seseorang, misalnya
kekuatan yang tidak seimbang, saling ketergantungan, perbedaan status, dan
hubungan yang distributif.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa karakteristik
kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen konflik.
2. Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert
Secara etiomologis, kata kepribadian (personality dalam Bahasa Inggris)
berasal dari kata persona (Bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng, yaitu
tutup muka yang sering dipakai para pemain sandiwara untuk menggambarkan
perilaku, watak atau pribadi seseorang (Sujanto, 2004). Menurut Jung (Sujanto,
2004), hal inilah yang menyebabkan mengapa kehidupan manusia ini tidak dapat
berada di dalam ketenangan yang selama ini dicarinya.
Eysenck
(Alwisol,
2004)
memberikan
definisi
kepribadian
sebagai
keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme,
sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu
berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama
yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif
(character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatic (constitution).
Tiap dimensi kepribadian memiliki ciri-ciri atau karakteristiknya masingmasing, begitu pula dengan tipe ekstravert dan intravert. Masing-masing memiliki
minat, sikap, pikiran, serta perasaan yang berbeda antara individu yang satu
dengan yang lainnya (Purwanto dalam Abidin, 2003). Eysenck (Alwisol, 2004)
yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dengan introversi
adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arousal Level), kondisi
fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran
bagaimana korteks mereaksi stimulus indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks
tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang
untuk bereaksi. Orang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia banyak
membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya
CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan
korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri, menghindar dari riuhrendah situasi disekelilingnya yang membuatnya kelebihan rangsangan.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe
kepribadian ekstrovert dan introvert merupakan dua hal yang berbeda dan saling
berlawanan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi dari Eysenck
yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan keseluruhan pola tingkah laku
aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan
dan lingkungan.
Aspek-aspek Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert
Menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) terdapat indikator-indikator
yang menyebabkan adanya perbedaan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.
Indikator-indikator tersebut terdiri dari tujuh aspek, yaitu:
a. Aktivitas (activity)
b. Kemampuan bergaul (sociability)
c. Penurutan dorongan hati (impulsiveness)
d. Pernyataan perasaan (expressiveness)
e. Pengambilan resiko (risk taking)
f. Kedalaman berpikir (reflectiveness)
g. Tanggung jawab (responsibility)
Pada penelitian ini ketujuh aspek yang telah disebutkan di atas digunakan
sebagai tolok ukur dalam pengukuran tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.
Hipotesis
Ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian
ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert
cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe
kepribadian ekstrovert.
Metodologi Penelitian
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung
: Manajemen konflik
2. Variabel bebas
: Tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert
Subjek penelitian ini adalah remaja yaitu remaja dengan batasan usia antara
15-18 tahun (Monks, 2002). Metode analisis data yang digunakan untuk menguji
taraf signifikansi perbedaan manajemen konflik dalam penelitian ini adalah
dengan teknik uji-t dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 11.0
for Windows.
Metode pengumpulan data pada penelitin ini menggunakan dua skala, yaitu:
1. Skala Manajemen Konflik
Skala ini merupakan hasil modifikasi dari CRSI (Conflict Resolution Styles
Inventory) yang dikembangkan oleh Kurdek (1994) dengan menggunakan empat
kemungkinan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan oleh Gottman dan
Krokoff, yaitu positive problem solving, conflict engangement, withdrawal, dan
compliance. Pernyataan yang bersifat favourable menunjukkan tingginya
kemampuan subjek mengelola konflik. dan pernyataan yang bersifat unfavourable
menunjukkan rendahnya kemampuan subjek dalam mengelola konflik. Untuk
pernyataan yang bersifat favourable, skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS),
skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan
skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan yang bersifat
unfavourable sebaliknya.
Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 40 aitem yang
diujicobakan, 29 aitem valid dan 11 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total
bergerak antara 0,2093 – 0,6174 dengan korelasi alpha sebesar 0,8738
2. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
Skala ini merupakan hasil modifikasi dari skala ekstrovert dan introvert yang
dibuat oleh Eysenck yang disebut dengan Eysenck Personality Questionaire atau
EPQ (Eysenck dan Wilson, 1980). Skala ini mengukur tujuh aspek tipe
kepribadian,
yaitu:
activity,
sociability,
responsibility,
impulsiveness,
expressiveness, risk taking, dan reflectiveness. Pernyataan yang bersifat
favourable disusun berdasarkan ciri-ciri tipe kepribadian ekstrovert dan
pernyataan yang bersifat unfavourable disusun berdasarkan ciri-ciri tipe
kepribadian introvert. Untuk pernyataan yang bersifat favourable, skor 4 untuk
jawaban SL (bila subjek selalu melakukan), skor 3 untuk jawaban S (bila subjek
sering melakukan), skor 2 untuk jawaban K (bila subjek kadang-kadang
melakukan), dan skor 1 untuk jawaban T (bila subjek tidak pernah melakukan).
Untuk pernyataan yang bersifat unfavourable sebaliknya.
Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 56 aitem yang
diujicobakan, 22 aitem valid dan 34 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total
bergerak antara 0,2065 – 0,4569 dengan korelasi alpha sebesar 0,7698
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Hasil pengumpulan data terkumpul sebanyak 101 subjek. Setelah diteliti
ternyata 7 subjek tidak memenuhi kriteria sehingga tinggal 94 subjek. Untuk
mendapatkan subjek yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, 94
subjek tersebut dicari median-nya (nilai tengah). Dengan median 51, maka
diperoleh subjek sebanyak 86. 40 subjek memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan
46 subjek memiliki tipe kepribadian introvert, subjek inilah yang akan diolah
lebih lanjut
2. Deskripsi Data Penelitian
Variabel
Manajemen
Konflik
Tipe
Kepribadian
Min
29
22
Hipotetik
Max Mean
116
72,5
88
55
SD
14,5
Min
68
11
29
Empirik
Max
Mean
114
89,40
66
50,12
SD
9,597
6,800
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa rerata empirik manajemen konflik
sebesar 89,40 di atas terata hipotetik sebesar 72,5 dengan SD 14,5 dan rerata
empirik tipe kepribadian sebesar 50,12 di bawah rerata hipotetik 55 dengan SD
11. Subjek penelitian akan digolongkan ke dalam lima kategori diagnosis
menggunakan rumus (Azwar, 2003):
a. Sangat rendah : X = M-1,5SD
b. Rendah
: M-1,5SD < X = M-0,5SD
c. Sedang
: M-0,5SD < X = M+0,5SD
d. Tinggi
: M+0,5SD < X = M+1,5SD
e. Sangat tinggi
: M+1,5SD = X
Kategori
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Skor
X = 51
51 < X = 62
62 < X = 80
80 < X = 94
94 = X
Ekstrovert
f
%
0
0
0
0
10
25
23
57,5
7
17,5
40
100
Introvert
f
%
0
0
0
0
3
6,522
23
50
20
43,478
46
100
Berdasarkan hasil kategori skor variabel manajemen konflik di atas maka dapat
diketahui bahwa subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert mayoritas berada
pada tingkat tinggi yaitu sebanyak 23 orang (57,5%), sedangkan sisanya yaitu
sebanyak 10 orang berada pada tingkat sedang (25%) dan sebanyak 7 orang
berada pada tingkat sangat tinggi (17,5%). Untuk subjek yang bertipe kepribadian
ekstrovert mayoritas juga berada pada tingkat tinggi yaitu sebanyak 23 orang
(50%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 3 orang berada pada tingkat sedang
(6,522%) dan sebanyak 20 orang berada pada tingkat sangat tinggi (43,478%).
3. Hasil analisis uji asumsi
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan pada variabel manajemen konflik. hasil uji
normalitas sebaran menunjukkan bahwa manajemen konflik mempunyai
distribusi sebaran yang normal dengan uji One-Sample KolmogorovSmirnov test = 0,806 dan p = 0,534 maka p > 0,05.
b. Uji homogenitas
Uji asumsi homogenitas antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert
dihasilkan Leven ‘s Test for Equality of Variances diperoleh nilai F =
0,082 dan p = 0,775, karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
kedua kelompok homogen.
4. Hasil uji hipotesis (Uji-t)
Uji-t dilakukan pada skor total manajemen konflik antara tipe kepribadian
ekstrovert dan introvert berdasarkan uji-t skor total manajemen konflik antara tipe
kepribadian ekstrovert dan introvert. Dari hasil analisis data diperoleh nilai mean
kemampuan manajemen konflik pada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert
85,58 dan 92,72 pada subjek yang bertipe kepribadian introvert. Mengingat kedua
varians homogen, maka dalam pengujian t akan menggunakan asumsi Equal
Varians Assumed dan diperoleh nilai t = -3,689 dan p = 0,000 karena p < 0,01
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen
konflik yang signifikan antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan
introvert. Dimana subjek yang betipe kepribadian introvert cenderung lebih
mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian
ekstrovert. Jadi hipotesis diterima.
Pembahasan
Eysenck (Mischel, 1993) mengatakan bahwa orang yang bertipe
kepribadian introvert tidak banyak bicara, mawas diri, memiliki rencana sebelum
melakukan sesuatu, tidak percaya dengan faktor kebetulan, memikirkan masalah
kehidupan sehari-hari secara serius, menyukai keteraturan dalam hidup mereka,
jarang berperilaku agresif, tidak mudah hilang kesabaran, dan menempatkan
standar etis yang tinggi dalam hidup mereka. Sedangkan orang yang bertipe
ekstrovert tidak terlalu memusingkan suatu masalah, cenderung agresif, mudah
kehilangan kesabaran, perasaannya kurang dapat terkontrol dengan baik, dan
kurang dapat dipercaya. Bila orang introvert dan ekstrovert dengan karakteristikkarakteristik di atas mengalami sebuah konflik maka akan terlihat bahwa tipe
introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik. Hal ini didukung oleh
tiga hasil analisis tambahan, dimana semakin tinggi skor subjek maka semakin
tinggi kemampuan subjek dalam mengelola konflik dan sebaliknya. Ketiga hasil
analisis tambahan tersebut adalah: a) Berdasarkan aspek manajemen konflik
positive problem solving diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan
kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert
dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola
konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara berkompromi dan
bernegosiasi dengan lawan konflik. b) Berdasarkan aspek manajemen konflik
conflict engagement diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan
kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert
yaitu dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola
konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara tidak menyerang dan lepas
kontrol terhadap lawan konflik. c) Berdasarkan aspek manajemen konflik
withdrawal diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan
manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert dengan
introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik
daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara tidak menarik diri dari permasalahan
atau dari lawan konflik.
Conger (Monks, 2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan
antara kepribadian dengan delikuensi bahwa remaja delikuen biasanya lebih
memiliki kepribadian percaya diri, sering memberontak, ambivalen otoritas,
mendendam, bermusuhan, curiga, destructive impulsive, dan menunjukkan
kontrol batin yang kurang. Dari sini, terlihat kalau subjek yang bertipe
kepribadian ekstrovert cenderung kurang mampu dalam mengelola konflik karena
karakteristik kepribadian yang disebutkan di atas merupakan karakteristik dari
tipe kepribadian ekstrovert.
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Eysenck (Alwisol, 2004) yang
menyatakan bahwa orang ekstrovers suka pesta hura-hura, minum alkohol,
menghisap mariyuana, melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering
dengan lebih banyak pasangan dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi,
cenderung ketagihan alkohol dan mengkonsumsi narkotik dalam jumlah yang
lebih besar. Terdapat suatu hasil penelitian tentang hubungan antara tipe
kepribadian intravert-extravert dan tingkah laku penyalahgunaan heroin pada
remaja. Remaja yang memiliki tipe kepribadian extravert lebih banyak yang
menunjukkan tingkah laku penyalahgunaan heroin dibandingkan remaja yang
memiliki tipe kepribadian introvert. Remaja yang bertipe kepribadian ekstravert
lebih mudah terpengaruh untuk ikut menyalahgunakan heroin, ketika diajak atau
dirayu oleh kelompok teman sebayanya (Suherman dan Yuanita, 2000). Ini
disebabkan karena mereka memiliki karakteristik suka bergaul, memiliki banyak
teman, impulsive, dan seringkali bertindak tanpa dipikir terlebih dahulu (Eysenck
dalam Abidin dan Suyasa, 2003)
Salah satu faktor yang juga mendukung adanya perbedaan antara tipe
kepribadian ekstrovert dan introvert dalam mengelola konflik adalah lingkungan.
Sujanto (1988) mengatakan bahwa dari lingkungan terutama lingkungan sosial
seperti keluarga dan teman sekolah ikut pula mempengaruhi pertumbuhan anak.
Situasi kehidupan dalam keluarga berupa pola asuh orang tua akan sangat
berpengaruh terbentuknya kepribadian dalam diri individu dengan cara meniru
dan melihat orang tua sehingga cara-cara yang diajarkan oleh orang tua tersebut
tertanam dalam dirinya. Pola asuh yang tidak tepat (pola asuh keras menguasai
maupun membebaskan) serta hubungan yang tidak harmonis antaranggota
keluarga dapat menyebabkan anak tidak betah di rumah dan mencari pelampiasan
kegiatan di luar bersama teman-temannya. Hal inilah yang tidak jarang menyeret
mereka kepada pergaulan remaja yang tidak sehat seperti perkelahian atau
tawuran. Namun, apabila lingkungan keluarga mampu memelihara rasa aman dan
perasaan menghargai satu sama lainnya yang selaras atau mengimbangi situasi
yang ada di luar rumah maka anak akan berkembang menjadi orang yang
berkepribadian baik dan ketika mereka menemukan suatu konflik maka mereka
akan lebih mampu mengelola konflik tersebut dengan metode-metode atau
strategi yang tepat sehingga mereka tidak terseret dalam pergaulan remaja yang
tidak sehat dan menyimpang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian tipe kepribadian
ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert
cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe
kepribadian ekstrovert.
Saran
1. Untuk Subjek Penelitian
Diharapkan bagi remaja yang bertipe kepribadian ekstrovert agar lebih
mampu dalam mengontrol pendapat dan perasaanya, tidak impulsive dan
demonstratif, tenang, dan selalu mempertimbangkan berbagai masalah dengan
hati-hati, sehingga jika suatu ketika mereka mengalami sebuah konflik mereka
dapat mengelola konflik tersebut secara tepat dan efektif.
2. Untuk Penelitian Selanjutnya
a. Bagi yang ingin mengembangkan penelitian ini hendaknya menggunakan
teori tipe kepribadian yang berbeda dengan teori yang digunakan dalam
penelitian ini, misalnya teori tipe kepribadian dari Jung.
b. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar menggunakan faktor-faktor
lain yang berpengaruh terhadap manajemen konflik seseorang, misalnya
kecerdasan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, L., dan Suyasa, P. 2003. Perbedaan Pengusaaan Tugas Perkembangan
Antara Remaja Yang Memiliki Tipe Kepribadian Ekstravert Dan Remaja
Yang Memiliki Tipe Kepribadian Introvert. Phronesis. Vol 5, No.10
Desember 2003, 93-110.
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Edisi revisi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
P58-76j.
2004.
Dor..Dor… :
Polisi
Gagalkan
www.suaramerdeka.com/harian/0412/01/kedb.htm. Kedu-DIY.
Desember 2004.
Tawuran.
Rabu 1
Dwijanti, J.E. 2000 Perbedaan Penggunaan Metode Resolusi Konflik Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Antara Manajemen Dan Karyawan. Anima,
Indonesian psychological Journal. Vol.15, No.2, 131-148.
Eysenck, H. J., and Wilson, G. 1980. Mengenal Diri Pribadi. Jakarta: ANS
Sungguh Bersaudara.
Fakhruddin, M. 1999. Tawuran Pelajar; Siapa Yang Bertanggung Jawab?. Jakarta.
www.kontan-online.com/03/27/refleksi/ref1.htm. Edisi 27/III/1999. tanggal 5
April 1999.
Hendricks, William. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik: Petunjuk Praktis
Untuk Manajemen Konflik Yang Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Inawati, Sevi. 1998. Strategi Menghadapi Masalah Ditinjau dari Orientasi Peran
Jenis. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada.
Kurdek, L.A. 1994. Conflict Resolution In Gay, Lesbian, Heteroseksual Non
Parent and Heteroseksual Parent Couples. Journal Of Marriage And The
Family. 56, Agust, 705-722.
Mardianto, Adi dkk. 1999. Hubungan Manajemen Konflik pada Kelompok
Pendaki Ditinjau dari Status Keaktifan Anggota. Jurnal Psikologi. No.2, 111119.
Mischel, W. 1993. Introduction To Personality. Fifth Edition. Holt, Rinehart and
Winston, Inc.
Monks, F.J dkk. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rumini, Sri dan Sundari, Siti. 2004. Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Shalahuddin, Mahfudh. 1991. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: PT. Bina
Ilmu
Sternberg, R.Y., and Soriano, L.Y. 1984. Styles of Conflict Resolution. Journal of
Personality and Social Psychology. Vol.47, No.1, 115-126.
Suherman, Marina, R. A., dan Yuanita, Rasni A. 2000. Hubungan antara Tipe
Kepribadian Intravert-Extravert dan Tingkah Laku Penyalahgunaan Heroin
pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol.5, No.1, 1-12
Sujanto, Agus. dkk. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Sujanto, Agus. 1988. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wall, J.A., dan Callister, R.R. 1995. Confict and Its Management. Journal Of
Management, Vol.21,No.3,515-558.
Zulkifli, L. 1986. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remadja Karya CV.
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Nicke Suyatno
Alamat
: Suryotarunan NG 1/ 460 Yogyakarta 55261
No. telp
: ( 0274 ) 7492245
Download