BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gelombang zat, atau gelombang pengarah (pemandu) telah menjadi bagian khasanah ilmu Fisika pada tahun 1925 dengan ditandai oleh munculnya hipotesa de-Broglie. Hipotesa tentang gelombang pengarah sangat diilhami oleh studi mengenai gerak elektron dalam atom Bohr. Gelombang zat yang senantiasa menyertai gerak suatu zarah melengkapkan pandangan tentang dualisme zarah gelombang. Dengan demikian perbedaan antara cahaya dan zarah, atau lebih tegasnya antara gelombang dan zarah menjadi hilang. Gelombang cahaya dapat berperilaku sebagai zarah, sebaliknya zarah dapat berperilaku sebagai gelombang. Pandangan semacam itu sangat berbeda dengan persepsi manusia tentang gejal-gajal fisik konkret yang dialami nya sehari-hari. Sejak abad ke-20 teori-teori klasik mulai dipertanyakan kesahihannya untuk dipergunakan di tingkat atom yang sub-atom. Satu tahun setelah postulat de-Broglie disebarluaskan seorang ahli fisika dari Austria, Erwin Schrodinger berhasil merumuskan suatu persamaan diferensial umum untuk gelombang de-Broglie dan dapat ditunjukkan pula kesahihannya untuk berbagai gerak elektron. Persamaan diferensial ini yang selanjutnya dikenal sebagai persamaan gelombang Schrodinger sebagai pembuka jalan ke arah perumusan suatu teori mekanika kuantum yang komprehensip dan lebih formalistik. Pada tahun 1927, satu tahun setelah Schrodinger merumuskan persamaan gelombangnya, Heisenberg merumuskan suatu prinsip yang bersifat sangat fundamental. Prinsip ini dirumuskan pada waktu orang sedang sibuk mempelajari persamaan Schrodinger dan berusaha keras untuk dapat memahami maknanya. Pada tahun 1926, Heisenberg juga muncul dengan suatu cara baru untuk menerangkan garisgaris spektrum yang dipancarkan oleh sistem atom. Pendekatannya sangat lain, karena yang digunakannya adalah matriks. Hasil yang diperoleh 1 dengan cara ini sama dengan apa yang diperoleh melalui persamaan Schrodinger. Mekanika kuantumnya Heisenberg dikenal sebagai mekanika matriks. Secara kronologis prinsip Heisenberg muncul sesudah dirumuskannya persamaan Schrodinger. Tetapi sebagai suatu prinsip teoritik hal itu merupakan suatu hal yang fundamental, dan dapat disejajarkan dengan teori kuantum Einstein, postulat de-Broglie, dan postulat Bohr. Oleh karenanya dalam pembahasannya prinsip Heisenberg ditampilkan lebih dahulu dari persamaan Schrodinger. Teori Planck tentang radiasi thermal, teori einstein tentang foton, teori Bohr tentang atom Hidrogen, dan postulat de-Broglie tentang gelombang zat, serta prinsip Heisenberg dikenal sebagai teori kuantum lama. Dalam teori kuantum lama terkandung hampir semua landasan bagi suatu teori yang dapat menguraikan perilaku sistem-sistem fisika pada tingkat atom dan sub-atom. B. Perumusan Masalah Adapun masalah yang dihadapi berdasarkan latar belakang diatas adalah, 1. Apa yang dimaksud Persamaan Schrodinger ? 2. Bagaimana asal – usul Persamaan Schrodinger terjadi ? 3. Apa sajakah resep Persamaan Schrodinger ? 4. Bagaimana Pembenaran yang dtimbulkan dari Persamaan Schrodinger? C. Tujuan Makalah Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah Fisika Modern. Selain itu, penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai Pembenaran Persamaan Schrodinger dan Resep Schrodinger, serta untuk mengetahui dan mendalami penerapan Persamaan Schrodinger. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pembenaran Persamaan Schrodinger Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan Schrodimger tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar, namun pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan pengamatan percobaan. Persamaan Cshrodinger hanya dapat dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan potensial osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang tidak “fisis,” dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak ada contoh di alam yang berkaitan dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator harmonik mekanika kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya). Namun demikian, brbagai kasus sedrhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang teknik umum pemecahan persamaan Schrodinger yang akan dibahas dalam bab ini. Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrodinger dan sedang meneliti suatu persamaan diferensial yang akan menghasilkan pemecahan yang sesuai bagi fisika kuantum. Akan kita dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang dapat kita gunakan sebagai bahan perbandingan. Oleh karena itu, kita harus merasa puas dengan hal berikut-kita daftarkan semua sifat yang kita perkirakan akan dimiliki persamaan kita, dan kemudian menguji macam persamaan manakah yang memenuhi semuan criteria tersebut. 1. Kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energy. Meskipun kita hendak mengorbankan sebagian besar kerangka fisika klasik, hukum 3 kekekalan energy adalah salah satu asas yang kita inginkan tetap berlaku. Oleh karena itu, kita mengambil K+V=E (5.1) Berturut-turut, K, V, dan E adalah energy kinetic, potensial, total. (karena kajian kita tentang fisika kuantum ini dibatasi pada keadaan takrelativistik, maka K= 1/2mv² = p²/2m; E hanyalah menyatakan jumlah energy kinetic dan potensial, bukan energy massa relativistic). 2. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah taat asas terhadap hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan persamaan matematikanya bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka pemecahan yang kita dapati haruslah berbentuk sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang gelombang π yang sama dengan h/p. dengan menggunakan persamaan p = hk, maka enrgi kinetic dari gelombang deBrogile partikel bebas haruslah K = p²/2m = Ρ²k²/2m. 3. Persamaanya haruslah “berperilaku baik,” dalam pengertian matematika. Kita mengharapkan pemecahannya memberikan informasi kepada kita tentan porbalitas untuk menemukan partikelnya; kita akan terperanjat menemukan bahwa, misalnya, probalitas tersebut berubah secara tidak kontinu, karena ini berarti bahwa partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya. Jadi, kita syaratkan bahwa fungsinya haruslah bernilai tunggal-artinya, tidak boleh ada dua probalitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus pula linear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang kita harapkan sebagai milik gelombang yang berperilaku baik. Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, akan kita tinjau terlebih dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Anda telah mempelajari di depan tentang gelombang tali, yang memiliki bentuk matematik y(x,t) = A sin (kx-ππ‘), dan gelombang electromagnet, yang memiliki pula bentuk serupa E(x,t) = E0 sin (kx – ππ‘) dan B(x,t) = B0 sin (kx – ππ‘). Oleh karena itu, kita postulatkan 4 bahwa gelombang deBrogile partikel bebas πΉ(π₯, π‘) memiliki pula bentuk sebuah gelombang dengan amplitude A yang merambat dalam arah x positif. Katakanlah t = 0, jadi dengan mendifinisikan sebagai , maka (5.2) Persamaan diferensial, yang pemecahannya adalah , dapat mengandung turunan terhadap x atau t , tetapi ia haruslah hanya bergantung pada pangakat satu dari muncul. Didepan telah didapati bahwa atau ( tidak boleh , sehingga satu- satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung dengan mengambil turunan kedua dari adalah terhadap x. (5.3) Perlu ditekankan bahwa yang kita lakukan disini bukanlah suatu penurunan; kita hanya sekedar membentuk suatu persamaan diferensial dengan ketiga sifat berikut : (1) ia taat asas dengan kekekalan energi; (2) ia linear dan bernilai tunggal; (3) ia memberikan pemecahan partikel bebas yang sesuai dengan sebuah gelombang deBrouglie tunggal. Persamaan (5.3) adalah persamaan SchrΕdinger waktu-bebas satu dimensi. Meskipun gelombang nyata selain bergantung pada koordinat ruang dan juga waktu , dan bahwa alam kita bukan berdimensi satu melainkan tiga, kita dapat belajar mengenai matematika dan fisika dari mekanika kuantum dengan mempelajari berbagai pemecahan. 5 B. Resep Schrodinger Mengingat teknik untuk memecahkan Persamaan (5.3) bagi berbagai bentuk potensial V (yang pada umumnya bergantung pada x),adalah hamper sama, maka kita dapat menyusun saja suatu daftar urutan langkah, seperti dibawah ini, yang perlu diterapkan untuk memperoleh pemecahannya. Anggaplah kita diberi suatu V (x)tertentu yang diketahui, dan kita ingin memperoleh fungsi gelombang ψ(x) dan enegi E. Ini adalah contoh persoalan umum yang dikenal sebagai persamaan nilai eigen (pribadi , baca:aigen). Akan kita temukan bahwa persamaan ini hanya memperkenankan pemecahan dengan nilai energy tertentu E saja, yang dikenal sebagai nilai eigen energy. 1. Mulailah dengan menuliskan persamaan (5.3) untuk V(x) yang bersangkutan. Perhatikan jika potensialnya berubah secara tidak kontinu [ V(x) mungkin saja dapat tidak kontinu, tetapi ψ(x) tidak boleh ], maka untuk daerah x(ruang) yang berbeda perlu kita tuliskan pula persamaan yang berbeda. Contoh –contoh kasus seperti ini akan disajikan dalam pasal 5.4 2. Dengan menggunakan teknik matematika yangs esuai pada bentuk persamaan yang ditulis, carilah suatu fungsi matematika ψ(x) sebagai pemecahan bagi persamaan bagi persamaana diferensial yang bersangkutan. Karena tidak ada teknik khusus yang kami uraikan untuk memecahkan berbagai persamaan diferensial, maka kita hanya akan belajar dari sejumlah contoh mengenai bagaimana mendapatkan pemecahan tersebut. 3. Pada umumnya, kita dapati banyak pemecahan yang memenuhi. Dengan menerapkan syarat-syarat batas, maka beberapa dari antara pemecahan itu dapat dikesampingkan dan semua tetapan( integrasi) yang tidak diketahui dapat ditentukan. Biasanya, penerapan syaratan yang menentukan pemilihan nilai-nilai eigen energy. 6 4. Jika anda sedang mencari pemecahan bagi suatu potensial yang berubah secara tidak kontinu, maka anda harus menerapkan persyaratan kekontinuan pada ψ(dan juga dψ/dk pada batas antara daerah daerah ketidak kontinuan. 5. Tentukanlah semua tetapan (integrasi) yang belum diketahui, misalnya tetapan A dalam persamaan (5.2).Metode penentuan ini akan diuraikan dalam pasal berikut. Sekarang , marilah kita tinjau salah satu contoh dari isika klasik yang memerlukan beberapa teknik pemecahan yang sama seperti pada [ersoalan – persoalan khas fisika kuantum. Persyaratan kekontinuan pada batas antara dua daerah adalah sesuatu yang seringkali diterapkan dalam berbagai persoalan klasik. Untuk mengilustrasikannya akan kita pelajari persoalan klasik berikut : Contoh Sebuah benda bermassa m dijatuhkan dari ketinggian H di atas tangki air. Ketika memasuki air, ia mengalami gaya apung B yang lebih besar daripada beratnya. (Kita abaikan gaya gesek (viskos) oleh air pada benda Carilah perpindahan dan kecepatan benda, dihitung dari saat dilepaskan hingga ia muncul kembali kepermukaan air. Pemecahan Kita pilih sebuah system koordinat dengan y positif keatas, dan mengambil y=0 pada permukaan air. Selama benda jatuh bebas, ia hanya dipengaruhi gaya gravitasi. Maka, dalam daerah 1(diatas air, hukum kedua Newton memberikan -mg = m Yang memiliki pemecahan vβ(t) = vββ - gt yβ(t) = yββ + vββt – 1/2gt² 7 vββ dan yββ adalah kecepatan dan ketinggian awal pada saat t=0. Ketika benda memasuki air (daerah 2), gayanya menjadi B-mg, sehingga hukum kedua Newton menjadi B-mg = m Yang memiliki pemecahan vβ (t) = vββ + –g ) t –g ) t² vβ (t) = yββ+vββt + Keempat pemecahan ini memiliki empat koefisien tidak tertentukan yββ, vββ, yββ, vββ (Perhatikan bahwa yββ dan vββ bukanlah nilai pada saat t=0, tetapitetapan yang akan ditentukan kemudian). Kedua tetapan pertama diperoleh dengan menerapkan syarat awal – pada saat t=0 (ketika benda dilepaskan) yββ=H dan vββ = 0, karena benda dilepaskan dari keadan diam. Oleh karena itu, pemecahan dalam daerah 1 adalah vβ (t) = - gt yβ(t) = H -1/2gt² Langkah berikut dalam penerapan syarat batas pada permukaan air . Misalkan tβ adalah saat ketika benda memasuki air. Syarat batasnya menghendaki bahwa v dan y kontinu pada daerah batas antara air dan udara, yakni: yβ(tβ) = yβ(tβ) dan vβ(tβ) = vβ(tβ) Persyaratan pertama mengatakan bahwa benda nya tidak lenyap pada suatu saat tertentu dan kemudian muncul kembali di suatu titik lain pada saat berikutnya. Persyaratan kedua setara dengan mensyaratkan lajunya berubah secara mulus pada permukaan air. [Jika syarat tidak dipenuhi , maka vβ (tβ-Δt) vβ (tβ-Δt) meskipun Δt 0, shingga percepatan 8 akan menjadi takhingga]. Untuk menerapkan syarat batas ini, kita harus terlebih dahulu mencari tβ ketika yβ menjadi nol. yβ(tβ) = H – ½ gt² = 0 sehingga t= Dengan demikian, laju benda ketika menyentuh air vβ(tβ) adalah vβ(tβ) = -gt = -g = Maka syarat batas memberikan + ½ ( – g) ( ) = 0 yβ(tβ) = yββ + vββ dan vβ(tβ) = vββ + ( – g) ( ) = Kedua persamaan ini dapat dipecahkan secara serempak untuk memperoleh yββ dan vββ, yang menghasilkan vββ = - (B/m) dan yββ = H (1 + B/mg). Jadi, pemecahan lengkap dalam daerah 2 adalah + ( – g) t vβ(tβ) = vβ(tβ) = H + t+ ½ ( – g) t² - Persamaana bagi vβ, yβ, dan vβ dan yβ memberikan perilaku gerak benda dari saata t = 0 hingga ia muncul kembali ke permukaan air. Hasil – hasil ini dapat kita terapkan untuk menghitung sifat gerak lainnyaa; sebagai contoh, kita dapat mencari kedalama maksimum yang dicapai benda, yang terjadi ketika vβ=0 . Jika kita ambil tβ sebagai waktu pada saat hal ini terjadi, maka + ( – g) tβ = 0 vβ(tβ) = (tβ) = Kedalaman D adalah nilai yβ pada saat tβ ini , yaitu D = yβ(tβ) = (H + + ½ ( – g) tβ² - 9 D=Rangkuman kegiatan dalam kegiatan kita dalam contoh ini adalah : kita menggunakan persamaan gerak untuk mencari pemecahan persoalannya, kemudian menghitung semua tetapan tidak tentu dalam pemecahan yang kita peroleh dengan menerapkan syarat awal dan syarat batas, dan kita peroleh dengan menerapkan hasil pemecahan kita untuk menghitung salah satu perilaku kemudian dari benda (dalam hal ini, kedalam maksimum D). Prosedur yang sama akan kita terapkan pula pada persoalan fisika kuantum. Perilaku gerak bendanya diperlihatkan dalam Gambar 5.1 , yang memperlihatkan percepatan, kecepatan, dan kedudukannya sebagai fungsi dari waktu. Perhatikan bahwa v(t) dan y(t) kedua-duanya kontinu, sebagaimana kita syaratkan pada penerapan syarat batas. Andaikanlah airnya kita ganti dengan sebuah permukaan lantai tegar yang memantulkan benda itu (yang juga tegar) secara elastic. Maka untuk keadaan yang ideal, ketergantungan percepatan, kecepatan, dan kedudukan benda sebagai fungsi dari waktu adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.2. Perhatikan bahwa pada kasus ini, benda menderita gaya tidak hingga ketika ia menyentuh permukaan lantai tegar, sehingga kecepatannya berubah secara takkontinu, tetapi kedudukannya berubah secara kontinu (ia tetap tidak menghilang seketika dan muncul ditempat lain). C. Probalitas dan Normalisasi Fungsi gelombang ψ(x) menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ψ(x) dan variabel fisika apakah yang bergetar? Ini merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya 10 pada suatu titik tertentu. Dimana|ψ(x)|2 dx memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dx di x. Rapat probabilitas P(x) terhadap ψ(x) menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut: P(x)dx=|ψ(x)|2dx (5.4) Tafsiran |ψ(x)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu ψ(x), walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x dan x adalah jumlah semua probabilitas P(x)dx dalam selang antara x1 dan x2 adalah sebagai berikut : π₯2 π₯2 ∫π₯1 π(π₯)ππ₯ = ∫π₯1 |π(π₯)|2 ππ₯ (5.5) Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehingga berlaku: +∞ ∫−∞ |π(π₯)|2 ππ₯ = 1 (5.6) Persamaan (2.3) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkkan bagaimana mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari persamaan Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari persamaan (2.3) disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.3) akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1. Setiap pemecahan persamaan Schrödinger yang menghasilkan |ψ(x)|2 bernilai tak hingga,harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu pemecahaan dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan differensial mmenghasilkan ψ(x) = Aekx + Be-kx bagi seluruh daerah x > 0, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika tidak |ψ(x)) | akan menjadi tak hingga untuk x menuju tak hhingga (Tetapi jika 11 pemecahannya dibatasi dalam selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0. Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak dapat menjamin kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada kedudukannya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali. D. Beberapa Penerapan Persamaan Schrodinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana pemecahan persamaan Schrodinger yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari partikel. 1. Pada Partikel Bebas Yang dimaksud dengan “partikel bebas” adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F = − ππ(π₯) ππ₯ = 0 sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan. Sehingga energy potensialnya nol. Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan p, yang mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi partikel bebas dalam mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu. Persamaan Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh dari persamaan (5.8) berikut: (5.7) Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi Δ§² π²πΉ(π₯) − 2π ππ₯² = EΨ(x) (5.8) ππ‘ππ’ 12 π²πΉ(π₯) ππ₯² = 2π Δ§² EΨ(x) (5.9) ππ‘ππ’ π²πΉ(π₯) ππ₯² + 2ππΈ Δ§² Ψ(x) = 0 (5.10) ππππππ βΆ π² = + 2ππΈ Δ§² Δ§²π² ππ‘ππ’ πΈ = 2π (5.11) Dengan demikian diperoleh : π²πΉ(π₯) ππ₯² π²πΉ(π₯) ππ₯² = −π²πΉ(π₯) (5.12) + π 2 πΉ(π₯) = 0 (5.13) Persamaan (5.14) adalah bentuk umumdari persamaan differensial biasa berorde dua, dengan k² adalah positif, dimana Ψ(x) merupakan kuantitas kompleks yang memiliki bagian real (nyata) dan bagian imajiner, maka : π²πΉ(π₯) ππ₯² + π 2 πΉ(π₯) = 0 (5.14) Maka didapatkan Ψ(x) = A sinkx + B cos kx (5.15) Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum, bahwa energinya tidak terkuantitas). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan, karena integral normalisasi tidak dapat dihitung dari -∞ hingga +∞, bagi fungsi gelombang itu. 2. Partikel dalam Sumur Potensial Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti bahwa partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan electron bebas. Kita katakana bahwa electron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakana sumur potensial sangat dalam. Dalam gambar (5.1) berikut kita akan menggambarkan sumur 13 potensial. Daerah I dan daerah II adalah daerah-daerah dengan V = ∞, sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V =. Kita katakana bahwa lebar sumur potensial ini adalah L. V(x) = 0, 0≤ π₯ ≤ πΏ V(x) = ∞ x< 0, π₯ > πΏ, Gambar 5.1 partikel dalam sumur potensial daerah II Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana kemungkinan berada electron bisa dianggap nol, Ψ1(x) = 0 dan Ψ2(x) = 0. Sedangkan pada daerah dua Kita dapat member spesifikasi pada gerak partikel = 0 dan x = L disebabkan oleh dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak akan kehilangan Energinya jika bertumbukan dengan dinding, energy totalnya tetap konstan. Dari pernyataan tersebut maka enrgi potensial V dari partikel itu menjadi tak hingga di kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat dikatakan V memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar sumur, sehingga fungsi gelombang Ψ = 0 untuk 0≤ π₯ ≤ πΏ. Maka yang perlu dicari adalah nilai Ψ di dalam sumur, yaitu antara x = 0 dan x = L. persamaan Schrodinger bebas waktu adalah : β² π² − 2π ππ₯² πn = Enπn (5.16) Dengan π²π ππ₯² = −π²π (5.17) Dimana 14 k= √2ππΈπ β (5.18) sesuai dengan persamaan gelombang maka : Ψ(x) = A sin kx + B cos kx (5.19) Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga belum menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, akan diterapkan persyaratan bahwa Ψ(x) harus kontinu pada setiap batas dua bagian ruang. Dalam hal ini akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x < 0 πππ π₯ > 0 bernilai sama di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x > πΏ πππ π₯ < πΏ haruslah bernilai sama di x = L. jika x =0, untuk x < 0 jadi harus mengambil Ψ(x) = 0 pada x = 0. Ψ(0) = A sin 0 + B cos 0 Ψ(0) = 0 + B.1 = 0 (5.20) Jadi, didapat B = 0. Karena Ψ = 0 untuk x > πΏ, maka haruslah berlaku Ψ(L) = 0, Ψ(L) = A sin kL + B cos kL = 0 (5.21) Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku: A sin kL = 0 (5.22) Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan Ψ(x) = 0 dan Ψ²(x) = 0, yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat partikel (Pemecahan tidak masuk akal) atau sin kL = 0, maka yang benar jika: kL = π, 2π. 3π, … . π = 1,2,3 …. dengan : 15 (5.23) k= √2ππΈπ β = ππ (5.24) πΏ dari persamaan (5.23) dan persamaan (5.24) diperoleh bahwa energy partikel mempunyai harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk tingkat energisitas yaitu: En = π²π²Δ§² (5.25) 2ππΏ² Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born dimana pada energy Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat energy pada persamaan Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron. Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenrgi En ialah: Ψn = A sin √2ππΈπ Δ§ x (5.26) Untuk memudahkan E1 = Δ§²π²/2ππΏ², yang mana tampak bahwa unit energy ini ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = n²E1 dan seterusnya. Karena dalam kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu yang diperkenenkan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan kaasus klasik, misalnya manic-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan menumbuk kedua dinding secara elastic) dapat diberi sembarang kecepatan awal dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut. Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal tertentu yang dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini disebut keadaan stasioner (disebut keadaan “stasioner” karena ketergantungan pada waktu yang dilibatkan untuk membuat Ψ(x,t), |πΉ(π₯, π‘)|² tidak bergantung waktu). Hasil pengukuran energy sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada 16 pada salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi Ψ(x) belum lengkap, karena belum ditentukan tetapan A. untuk menentukannya, ditinjau kembali persyaratan normalisasi, +∞ yaitu ∫−∞ |πΉ(π₯)|² ππ₯ = 1. karena Ψ(x) = 0 Kecuali untuk 0≤ π₯ ≤ πΏ π πβπππππ πππππππ’ : πΏ ∫0 |π΄2 | π ππ2 (ππΏ)ππ₯ = 1 (5.26) Maka diperoleh A = √2/πΏ . dengan demikian, pemecahan lengkap bagi fungsi gelombang untuk 0≤ π₯ ≤ πΏ πππππβ βΆ 2 Ψn = √πΏ sin πππ₯ πΏ n = 1,2,3… (5.27) Dalam gambar 5.2 dan 5.3 akan dilukiskan berbagai tingkat energy, fungsi gelombang dan rapat probalitas |πΉ|² yang mungkin untuk beberapa keadaan terendah. Keadaan energy terendah, yaitu pada n=1, dikenal sebagai keadaan dasar dan keadaan dengan energy yang lebih tinggi (n> 1) dikenal sebagai keadaan aksitasi. Gambar 5.2 tingkat energy dalam sumur secara konstan 17 Gambar 5.3 probalitas keberadaan electron dalam sumur potensial Kita lihat disini bahwa energy electron mempunyai nilai-nilai tertentu yang diskrit, yang ditentukan oleh bilangan bulat n, Nilai diskrit ini terjadi karena pembatasan yang harus dialami oleh Ψ2 yaitu bahwa ia harus berada dalam sumur potensial. Ia harus bernilai nol di batas-batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi bila lebar sumur potensial L sama dengan bilangan bulat kali setengah panjang gelombang. Jika tingkat energy untuk n = 1 kita sebut tingkat energy yang pertama, maka tingkat energy yang kedua pada n=2, tingkat energy yang ketiga pada n=3 dan sterusnya. Jika kita kaitkan dengan bentuk gelombangnya, dapat kita katakana bahwa tingkat-tingkat energy tersebut sesuai dengan jumlah titik simpul gelombang. Dengan demikian maka diskritasi energy electron terjadi secara wajar melalui pemecahan persamaan Schrodinger. Persamaan (5.25) memperlihatkan bahwa selisih energy antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya, misalnya antara n=1 dan n=2, berbanding terbalik dengan kuadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih energy tersebut, artinya tingkat-tingkat energy semakin rapat. Untuk L sama dengan satu satuan misalnya, selisih energy untuk n=2 dan n=1 adalah E2 – E1 = 3Δ§²/8m dan jika L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi E2-E1= 0,03Δ§²/8m. 18 Gambar 5.4 Pengaruh lebar sumur terhadap energy Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energy akan semakin kecil dan untuk L semakin lebar maka tingkat-tingkat energy tersebut akan semakin rapat sehingga kontinyu. E. Osilator Harmonik Sederhana Persoalan ideal lain yang dapat ditangani secara mudah dengan menggunakan persamaan schrodinger adalah osilator harmonic sederhana satu dimensi. Osilator seperti ini dapat dianalisis dengan menggunakan hukum Newton yang mengungkapkan frekuensi π0 = √π⁄π dan periode π = 2π√π⁄π. Osilator harmonic ini memiliki energy kinetic maksimum di π₯ = 0; energy kinetiknya nol pada titik balik π₯ = ±π΄0 , dimana π΄0 amplitudo geraknya. Pada titik balik, isolator berhenti sejenak kemudian berbalik arah geraknya. Tentu saja gerakannya terbatasi pada daerah −π΄0 ≤ π₯ ≤ +π΄0 . Meskipun dalam alam nyata kita tidak pernah menjumpai contoh isolator kuantum satu dimensi, terdapat sebuah sistem yang berprilaku menghampiri system ini, misalnya vibrasi sebuah molekul diatomic. Ternyata, hingga orde hampir terendah setiap system pada daerah minimum sebuah potensial berprilaku seperti sebuah osilator harmonik sederhana. 1 Sebuah gaya πΉ = −ππ₯ memiliki potensial π = 2 ππ₯ 2 , jika kita memperoleh persamaan schrodinger: 19 β2 π 2 π 1 − 2π ππ₯ 2 + 2 ππ₯ 2 π = πΈπ (5.28) Persamaan diferensial ini sulit sekali dipecahkan secara langsung, karena itu kita akan menebak saja pemecahannya. Semua pemecahan persamaan (2.2.1) harus menuju nol bila π₯ → ±∞, dan untuk limit π₯ → ±∞. Prilakunya haruslah seperti ekponensial −π₯ 2 . Oleh karena itu kita 2 mencoba dengan π(π₯) = π΄π −ππ₯ , dimana A dan a adalah dua tetapan yang ditentukan dengan mengevaluasikan persamaan (5.28)bagi pilihan π(π₯) ini. Kita mulai dengan mengevaluasi π 2 π/ππ₯ 2 . ππ 2 = −2ππ₯(π΄π −ππ₯ ) ππ₯ π2 π 2 2 = −2π(π΄π −ππ₯ ) − 2ππ₯(−2ππ₯)π΄π −ππ₯ 2 ππ₯ Dan kemudian menyisipkan π(π₯) dan π 2 π/ππ₯ 2 kedalam (5.28) untuk melihat apakah piliahan ini memberikan suatu pemecahan. β2 2 2 1 2 2 − 2π (−2ππ΄π −ππ₯ + 4π2 π₯ 2 π΄π −ππ₯ ) + 2 ππ₯ 2 (π΄π −ππ₯ ) = πΈπ΄π −ππ₯ (5.29) 2 Pembagian dengan factor sekutu π΄π −ππ₯ memberikan β2 − π 2π2 β2 π 1 π₯ 2 + 2 ππ₯ 2 = πΈ (5.30) Persamaan (5.30) bukanlah pesamaan yang harus dipecahkan bagi π₯, karena kita sedang mencari pemecahan yang berlaku bagi semua π₯, bukan hanya bagi nilai π₯ tertentu. Agar hal ini berlaku bagi sembarang π₯, maka semua koefisien dari π₯ 2 haruslah saling menghapuskan dan semua tetapan yang sisa haruslah sama(missal, tinjau persamaan ππ₯ + π = 0. Persamaan ini tentu berlaku bagi π₯ = −π/π, tetapi bila kita mengiginkan persamaan ini berlaku bagi sembarang dan semua x, maka persyaratannya π = 0 dan π = 0. Jadi: 20 − 2π2 β2 1 + 2π = 0 π (5.31) Dan − β2 π π =πΈ (5.32) Yang menghasilkan π= √ππ 2β (5.33) Dan 1 π πΈ = 2 β√π (5.34) Pernyataan energy ini dapat pula kita nyatakan dalam frekuensi klasikπ0 = √π/π sebagai: 1 πΈ = 2 βπ0 (5.35) Salah satu ciri pemecahan ini yang mencolok adalah bahwa probabilitas untuk menemukan pertikel di luar titik balik π₯ = ±π΄0 adalah tidak nol. Karena diluar π₯ = ±π΄0 energi potensial lebih besar dari pada energy total E tetap, maka energi kinetiknya menjadi negative, ini adalah adalah hal yang tidak mungkin terjadi dalam kerangka fisika klasik, karena itu partikel klasik tidak memungkinkan ditemukan di |π₯| > π΄0 . Tetapi sebaliknya dalah mungkin bagi gelombang kuantum untuk merembes kedaerah terlarang klasik ini. F. Ketergantungan pada Waktu Disini kita tidak akan meninjau metode pemecahannya secara terperinci, tetapi hanya mengutip hasilnya.bila diketahui pemecahan tidak bergantung waktu π(π₯) dari persamaan schrodinger. Untuk energi E maka fungsi gelombang bergantung waktunya π(π₯, π‘)didapati menurut rumus 21 π(π₯, π‘) = π(π₯)π −πππ‘ (5.36) Frekuensi π diberikan oleh hubungan deBroglie π= πΈ (5.37) β Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4.1 belum jelas apakah energi E dalam hubungan deBroglie diatas harus energi total klasik energi total relativistik karena kita tidak memperoleh petunjuk dari hubungan πΈ = βπ bagi foton. Kita telah menggunakan hubungan klasik E=V+K dan mengabaikan sumbangan energi diam pada E. Seharusnya menulis E = V + K + m0 c 2 (tetapi karena kita hanya meninjau kasus dimana v<<c, maka bentuk klasik ½ mv2 bagi K sudah memadai). Penambahan suku energi diam mengubah persamaan (2.2.9) dengan memperkenalkan faktor 2 π‘/β π −πm0 c . Tetapi karena sifat-sifat terukur dari π(π₯, π‘) bergantung pada π ∗ π yakni hasil kali π dengan konyugat kompleksnya (complex conjugate) yang diperoleh dengan menggantikan i dengan –i, maka faktor tambahan ini tidak memberi akibat yang teramati, sehingga kita dapat saja mengabaikannya. Untuk melihat bagaimana perkalian dengan π −πππ‘ memberikan suatu gelombang, kita tinjau bagaimana fungsi gelombang partikel bebas. Persamaan π(π₯) = π΄ sin ππ₯ + π΅ cos ππ₯ memberikan fungsi gelombang π(π₯, π‘)ini menjadi sederhana jika menuliskan kembali π(π₯) = π΄ sin ππ₯ + π΅ cos ππ₯ dalam bentuk eksponensial kompleks π πππ₯ dan π −πππ₯ bentuknya adalah π(π₯) = π΄′ π πππ₯ + π΅′π −πππ₯ (5.38) Tetapan A’ dan B’ dapat dicari dari tetapan A dan B jadi bagi fungsi gelombang bergantung waktu yang bersangkutan , kita peroleh π(π₯, π‘) = (π΄′ π πππ₯ + π΅′π −πππ₯ )π −πππ‘ = π΄′ π π(ππ₯−ππ‘) + π΅ ′π −(ππ₯+ππ‘) (5.39) Suku pertama diruas kanan menyatakan suatu fungsi trigonometri dengan fase (ππ₯ − ππ‘) adalah sebuah gelombang yang bergerak dalam arah x positif , suku kedua menyatakan suatu gelombang yang bergerak 22 dalam arah x negatif. Kuadrat nilai mutlak koefisien-koefisiennya memberikan intensitas masing-masinggelombang ini, jadi gelombang yang bergerak dalam arah x positif memiliki intensitas |π΄′| 2 dan yang bergerak dalam arah x negatif |π΅′| 2 Andaikanlah kita memiliki seberkas partikel berenergi tunggal yang bergerak dalam arah x positif yang dinyatakan oleh sebuah fungsi gelombang dalam bentuk suku pertama dari persamaan (2.4). Maka probabilitas untuk menentukan letak sebuah partikel diberikan oleh |π΄′| 2 . Ini adalah sebuah tetapan, yang tidak bergantung pada kedudukan x sebuah partikel dapat ditemukan dimana saja pada sumbu x. Jika fungsi gelombangnya mengandung amplitudo yang sama bagi kedua gelombang ini (yakni |π΄′| = |π΅′| ), maka terdapat beberapa kedudukan dimana rapat probabilitas π ∗ π sama dengan nol. Terdapat sejumlah titik pada mana probabilitas untuk menemukan partikel adalah nol. Seperti halnya fisika klasik, apabila kita menjumlahkan dua gelombang dengan ampliudo sama yang bergerak dalam arah berlawanan, maka kita memperoleh sebuah gelombang berdiri, yang memiliki beberapa titik tertentu (yang dikenal sebagai “simpul” ) pada mana amplitudo gelombang resultan adalah nol untuk setiap saat. G. Potensial Tangga dan Halang Dalam jenis persoalan umum berikut, kita akan menganalisis apa yang terjadi apabila sebuah partikel yang sedang bergerak dalam suatu daerah berpotensial tetap tiba – tiba bergerak memasuki suatu daerah berpotensial berbeda yang juga tetap nilainya. Kita tidak akan membahas pemecahan persoalan ini secara terinci, tetapi karena metode pemecahannya sama, kita dapat menentukan secara garis besar langkah – langkah yang perlu di ambil untuk mendapatkan pemecahan tersebut. Dalam bahsan ini kita akan mengambil E sebagai energy total (yang tetap) dari partikel dan V0 sebagai nilai energy potensial tetapnya. 1. Apabila E lebih besar dari pada V0, maka pemecahan persamaan SchrπΜ dingernya berbentuk 23 π(π₯) = π΄ sin ππ₯ + π΅ cos ππ₯ (5.40) Dimana 2π π = √ Δ§2 (πΈ − π0 ) (5.41) A dab B adalah dua tetapan yang dapat ditentukan dari syarat normalisasi dan kekontinuan. Sebagai contoh, tinjau potensial tangga yang di perlihatkan pada Gambar 5.5 V0 X=0 Gambar 5.5 Potensial tangga dengan tinggi v0 π(π₯) = 0 π₯<0 = π0 π₯≥0 Jika E adalah energy total dan lebih besar dari pada V0, maka kita dengan mudah dapat menuliskan pemecahan persamaan SchrπΜ dinger dalam kedua daerah ini sebagai berikut : π0 (π₯) = π΄ sin π0 π₯ + π΅ cos π0 π₯ 2π π0 = √ Δ§2 π₯ < 0 (5.42a) π1 (π₯) = π΄ sin π1 π₯ + π΅ cos π1 π₯ π1 = 2π √ Δ§2 (πΈ − π0 ) π₯>0 24 (5.42b) Hubungan antara keempat tetapan A,B,C,dan D dapat dicari dengan menerapkan persyaratan bawa π(π₯) dan π′ (π₯) = ππ/ππ₯ haruslah kontinu pada batas kedua daerah, jadiπ0 (0) = π1 (0), π′ 0 (0) = π1′ (0). Pemecahan hanya disketsakan pada gambar 5.12. Perhatikan bahwa penerapan syarat kekontinuan menjamin peralihan mulus dari Gelombang yang satu ke yang lain pada titik batas. Sekali lagi, kita dapat menggunakan persamaan π ππ = cos π + π sin π untuk mentransformasikan kedua pemecahan ini dari bentuk sinus dan kosinus ke dalam bentuk kompleks, yakni : π0 (π₯) = π΄′ π ππ0 π₯ + π΅′π −ππ0 π₯ π₯<0 (5.43a) π1 (π₯) = πΆ ′ π ππ1 π₯ + π·′π −ππ1 π₯ π₯>0 (5.43b) Apabilla ketergantungan pada waktu dimaksukkan dengan mengalikan masing – masing suku dengan π −πππ‘ , maka kita dapat menafsirkan masing – masing gelombang ini. Ingatlah bahwa (ππ₯ − ππ‘) adalah fase Gelombang yang bergerak dalam arah x positif, sedangkan (ππ₯ + ππ‘) adalah fase Gelombang yang bergerak dalam arah x negative, dan bahwa kuadrat nilai mutlak dari tiap – tiap koefisien memberikan intensitas dari komponen Gelombang yang bersangkutan. Pada daerah π₯ < 0, persamaan menyatakan superposisi antara sebuah Gelombang berintensitas |π΄′|2 yang bergerak dalam arah x positif (dari -∞ menuju 0) dengan sebuah Gelombang berintensitas |π΅′|2 yang bergerak dalam arah x negative. Andaikanlah kita maksudkan pemecahan ini menyatakan partikel – partikel yang mulanya datang dari bagian sebelah kiri potensial. Maka |π΄′|2 memberikan intensitas Gelombang datang (atau lebih tepat lagi, gelomabng deBroglie yang menytakan berkas partikel datang yang menyatakan berkas partikel datang ) dan |π΅′|2 25 memberikan intensitas Gelombang pantul. Nisbah |π΅′|2/|π΄′|2 memberikan fraksi intensitas Gelombang datang. Dalam daerah π₯ > 0, Gelombang dengan intensitas |π·′|2 yang bergerak dalam arah negative x tidak dapat hadir jika partikel – partikelnya kita tembakan dari sebelah kiri, jadi untuk situasi percobaan istimewa ini, kita dapat mengambil D’ sama dengan nol. Dengan demikian intensitas Gelombang transmisi ini adalah |πΆ′|2. Kita dapat menganalisis semua pemecahan di atas dari sudut pandang energy kinetic. Pada daerah dimana energy kinetic partikel adalah terbesar, momentum linear π = √2ππΎ atau pula menjadi yang terbesar, dan panjang Gelombang deBroglie π = β/π akan menjadi yang terkecil. Jadi, panjang Gelombang deBroglie dalam daerah π₯ > 0 lebih kecil dari pada yang di dalam daerah π₯ < 0. 2. Apabila E lebih kecil dari pada V0, maka kita peroleh pemecahn berbeda : π(π₯) = π΄π ππ₯ + π΅π −ππ₯ (5.44) Dimana 2π π = √ Δ§2 (π0 − πΈ) (5.45) Jika daerah pemecaan ini meliputi dari +∞ atau -∞, kita harus menjaga agar π tidak menjadi takhingga dengan menggambil A atau B sama dengan nol, jika daerahnya hanya mencakup koordinat x yang berhingga, hal ini tidak perlu dilakukan. Sebagai salah satu contohnya, jika dalam soal sebelumnya, E lebih kecil dari pada V0, maka pemecahan bagi π0 akan tetap diberikan oleh persamaan 5.42 atau 5.43, tetapi pemecahan π1 menjadi 26 π1 (π₯) = πΆπ π1 π₯ + π·π −π1 π₯ Sekali lagi, kita 2π π1 = √ Δ§2 (π0 − πΈ) harus memastikan (5.46) bahwa semua pemecahan ini bersambung mulus pada batas – batas daerah berlaku masing – masingnya, penerapan syaratbatas ini dilakukan seperti pada kasus sebelumnya. (Kita mengambil C=0 agar menghindari π1 (π₯) menjadi takhingga bila π₯ → +∞). Pemecahan ini mengilustrikan suatu perbedaan penting antara mekanika klasik dan kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat ditemukan pada daerah π₯ > 0, karena energy totalnya tidak cukup untuk melampaui potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi Gelombang, dank arena itu partikel, untuk menerobos masuk ke dalam daerah terlarang klasik. Rapat probabilitas dalam daerah π₯ > 0 adalah |π1 |², yang menurut persamaan 5.56 adalah sebanding dengan π −2π1 π₯ . Jika kita definisikan jarak terobosan Δπ₯ sebagai jarak dari π₯ = 0 hingga ke titik dimana probabilitasnya menurun menjadi 1/e, maka π −2π1 π₯ = π −1 1 1 Δπ₯ = 2π = 2 1 Δ§ √2π (π£0 −πΈ) ( 5.47) Agar partikel dapat memasuki daerah π₯ > 0, ia harus sekurang – kurangnya mendapat tambahan energy sebesar V0 – E agar dapat melampaui tangga potensial, jadi ia harus memperoleh tambahan energy kinetic jika ia memasuki daerah π₯ > 0. Tentu saja, ini melanggar kekekalan energy bila partikel memperoleh sebarang tambahan energy secara tiba – tiba, tetapi menurut hubungan ketidakpastian ΔΕ βt ~Δ§, kekekalan energy tidak berlaku pada selang waktu yang lebih kecil dari pada βπ‘ kecuai hingga suatu jumlah energy sebesar ΔΕ ~Δ§/βt. Artinya, jika 27 partikel “meminjam” sejumlah energy βE dan “mengembalikan” dalam selang waktu Δt ~Δ§/βE , maka kita sebagai pengamat tetap percaya bahwa energy adalah kekal. Andaikanlah kita meminjam sejumlah energy tertentu yang cukup untuk menyebabkan partikel memiliki suatu energy kinetic K dalam daerah terlarang. Dengan energy tersebut, berapa jauhkah partikel menembus daerah terlarang ini? Energy “pinjaman” adalah (V0 - E) + K, suku (V0 – E) mengangkat partikel ke puncak tangga dan suku sisa K memberikan geraknya. Energy harus kita kembaikan dalam selang waktu Δ§ βπ‘ = π −πΈ+πΎ (5.48) 0 Karena partikel bergeraak dengan laju v = √2πΎ/π, maka jarak yang dapat ditempuhnya adalah 1 2πΎ βπ₯ = 2 √ π Δ§ (5.49) π0 −πΈ+πΎ Dalam limit K→0, maka menurut persamaan 5.49 jarak terobos βπ₯ menuju nol, karena partikel memiliki kecepatan nol begitu pula βπ₯→0 dalam limit K →∞, karena selang waktu tempuhnya βπ‘ dapat dikatakan nol. Diantara kedua limit ini, harus terdapat suatu nilai maksimum dari βπ₯ untuk suatu nilai K tertentu. Dengan mendiferensiasikan persamaan 5.49, maka nilai maksimum ini dapat kita cari yaitu 1 Δ§ βπ₯ππππ = 2 √2π(π −πΈ) 0 (5.50) Nilai βπ₯ ini identik dengan persamaan 5.47! Hasil ini memperlihatkan bahwa penerobosan ke dalam daerah terlarang 28 yang dibeikan oleh persamaan SchrπΜ dnger sesuai dengan hubungan ketidakpastian. Apa yang sebenarnya kita perlihatkan adalah bahwa persamaan SchrπΜ dnger memberikan taksiran yang sama seperti yang diberikan oleh hubungan ketidakpastian Heisenberg. Sekarang marilah kia tinjau potensial haling seperti yang diprrlihatkan pada gambar 5.14. π(π₯) =0 π₯<0 = π0 0≤π₯≤π =0 π₯>π Partikel dengan energy E yang lebih kecil dari pada V0 datang dari sebelah kiri. Dari penaaman kita di depan, kita terdorong untuk memperkirakan bahwa pemecahannya berbentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar 5.6 berbentuk sinus dalam daerah π₯ < 0, eksponensial dalam daerah 0 ≤ π₯ ≤ π, dan sinus kembali ke dalam daerah π₯ > π. Intensitas Gelombang transmisi dapat dicari dengan menerapkan secara tepat syarat – syarat kontinu, yang tidak akan kita bahas disini, yang mana didapati bergantung pada energy partikel dan tinggi serta lebar potensial haling. Secara klasik, partikel tidak pernah muncul di π₯ > π, karena tidak memiliki energy yang cukup untuk melewati halangan potensial, situasi ini adalah contoh dari efek terobos haling (barrier penetration), yang dalam mekanika kuantum seringkali disebut dengan nama efek terowongan (tunneling). Partikel memang tidak pernah dapat diamati berada dalam daerah terlarang klasik 0 ≤ π₯ ≤ π, tetapi ia dapat “menerowong” melalui daerah tersebut sehingga teramati pada daerah π₯ > π. 29 Gambar 5.6 sebuah potensial haling dengan tinggi Vo dan lebar a. Gambar 5.7 Meskipun potensial pada gambar 5.6 adalah semata – mata skematis dan hipotetis, terdapat banyak contoh di alam yang memperlihatkan efek terowongan ini. Berikut kita tinjau tiga contoh nyata efek terowongan ini. a. Peluruhan alfa sebuah inti atom (nucleus) terdiri atas sejumlah proton dan newton yang berada dalam suatu keadaan gerak tertentu, kedua jenis partikel ini kadang – kadang dapat bergabung membentuk suatu ikatan baru yang terdiri atas dua proton dan neutron, yang disebut partikel alfa. Dalam salah satu bentuk peluruhan radioaktif, inti atom dapat memancarkan suatu partikel alfa, yang dapat diamati dalam laboratorium. Tetapi, untuk dapat keluar dari inti atom, partikel yang tampak pada gambar 5.8. Probabilitas bagi sebuah partikel alfa untuk 30 menembusi potensial haling ini, sehingga teramati dalam laboratorium, bergantung pada tinggi dan tebal potensial halang. Probabilitas peluruhan ini dapat diukur dalam laboratorium dan ternyata didapati sangat sesuai dengan yang diramalkan berdasarkan perhitungan mekanika kuantum terhadap efek penerobosan penghalang. Gambar 5.8 b. invers amoniak Gambar 5.9 adalah gambar bangun molekul amoniak NH3. Jika kita mencoba menggerakkan atom nitrogen sepanjang sumbu molekul, menuju bidang yang memuat atom – atom nitrogen, akan kita rasakan adanya tolakan oleh ketiga atom hydrogen, yang menghasilkan suatu potensial seperti yang diperlihatkan pada gambar. Menurut mekanika klasik, atom nitrogen tidak akan pernah mampu melewati potensial halang dan muncul pada bagian molekul di balik bidang nitrogen, kecuali bila kita memasok energy yang mendekati baginya. Namun, menurut mekanika kuantum, nitrogen dapat menerobosi potensial halang tersebut dan muncul pada bagian molekul yang berlawanan. 31 Gambar 5.9 c. Dioda terowong piranti elektronik yang menggunakan gejala penerowongan ini adalah diode terowong (tunnel dioda). Bahasan secara terinci dari sifat piranti semikonduktor ini akan disajikan dalam Bab 14. Potensial yang “dilihat” oleh sebuah electron dalam diode terowong. Arus yang mengalir melallui piranti seperti ini dihasilkan oleh electron – electron yang menerowong ini, dengan demikian arus yang dihasilkannya dapat diatur dengan hanya mengubah tinggi potensial halang,yang dapat dilakukan dengan menggunakan suatu tegangan elektrik. Hal ini dapat dilakukan dengan sangat cepat, sehingga dapat dicapai frekuensi switching sekitar 10Hz. Arus pada diode semikonduktor yang lazim dikenal, bergantung pada difusi electron melalui suatu junction, karena itu, mereka beroperasi pada skala waktu yang lebih lama (frekuensi yang lebih rendah). 32 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pernyatan setara bagi mekanika kuantum adalah yang di dalam kurung kurawal. Apabila sebuah benda bergerak melewati perbatasan dua daerah dimana berkerja {gaya potensial}, maka perilaku gerak dasar dari benda dapat dicari dengan memecahkan { hukum kedua Newton, persamaan Schodinger} { Kedudukan fungsi gelombang} selalu kontinu pada daerah perbatasan, dan bahwa { kecepatan turunan dψ/dx} juga kontinu apabila perubahan {gaya perubahan potensial} tetap berhingga. Dalam kasus mekanika klasik, persoalan yang kita hadapi dicirikan oleh hadirnyagaya tertentu F. dengan menuliskan hukum kedua newton bagi gaya tersebut, kita pecahkan permasalahan matematikanya untuk memperoleh kedudukan dan kecepatan partikelnya. Dalam kasus elektromagnetik, kita berhadapan dengan persoalan yang dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus. Seperti halnya dalam fisika klasik, setiap personal menghendaki teknik pemecahan yang agak berbeda , sehingga sulit untuk merumuskan prosedur umum . Langkah-langkah pemecahaan yang diutarakan dalam pasal ini, kiranya dapat member gambaran kepada anda mengenai arah umum yang perlu diambil untuk mencari pemecahannya. Cara terbaik untuk mempelajari teknik-tekni ini adalah dengan mempelajari semua contoh soal yang disajikan dalam bab ini. Pada tahap ini resepnya tidak lengkap, karena akita hanya membahas teknik matematika untuk mendapatkan pemecahan ψ(x) ; tetapi kita tidak membahas tafsiran pemecahan tersebut atau penerapannya pada berbagai situasi fisis. Semua ini akan kita bahas dalam beberapa pasal berikut. 33 DAFTAR PUSTAKA Khusnul.“PersamaanSchrodinger.” khusnull.weebly.com/uploads/1/1/4/4/11448634/cd_fismod_jadi.docx. (diakses tanggal 5 mei 2013) Krane, Kenneth.2011. Fisika Modern.Jakarta: UI-Press Paradoks.Persamaan Schrodinger. http://paradoks77.blogspot.com/2011/06/persamaan-schrodinger.html (diakses tanggal 4 Mei 2013) 34