REALITAS dalam perspektif Filsafat Ilmu abdul ficar hadjar

advertisement
REALITAS dalam perspektif Filsafat Ilmu
abdul ficar hadjar
Kumpulan tulisan ini diinspirasi oleh tugas mahasiswa S3 Fakultas Hukum Universitas
Trisakti, Chapter 3 Buku Philoshopy Valasques dalam mata kuliah Filsafat Ilmu yang
diasuh oleh Bapak DR. Rudi Hartanto. Dalam tulisan ini akan diuraikan secara
deskrpftif beberapa aliran filsafat ilmu dalam memandang dan memahami suatu realitas
berdasarkan perspektif masing-masing aliran.
Pendahuluan
Persoalan yang tidak pernah berakhir dalam sejarah kelahiran dan perkembangan
filsafat adalah persoalan bagaimana manusia dapat mencapai suatu kebenaran,
menemukan hakekat dari suatu kebenaran, yakni kebenaran atas apa yang disebut
dengan REALITAS atau kenyataan dari sesuatu (materi) yang benar-benar ada,
termasuk realitas tentang Tuhan, supranature.
Hakikat kebenaran tentang Realitas, termasuk kebenaran tentang metafisis, tidak bisa
dilepaskan dari logika (pikiran subjektif) orang yang memandang dan memahami suatu
realitas, baik dalam arti realitas dari sesuatu yang benar-benar ada (kongkrit) ataupun
realitas metafisis.
Tulisan ini diinspirasi oleh tugas mahasiswa S3 Fakultas Hukum Chapter 3 Buku
Philoshopy Valasques dalam mata kuliah Filsafat Ilmu yang diasuh oleh Bapak DR. Rudi
Hartanto. Dalam tulisan ini akan diuraikan secara deskrpftif bebarapa aliran filsafat ilmu
dalam memandang dan memahami suatu realitas berdasarkan perspektif masingmasing aliran.
Realitas dalam Perspektif Materialisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat
dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi
dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya
substansi. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme
berseberangan dengan idealisme.
Aliran materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti: roh, hantu,
setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Tuhan atau dunia
adikodrati/supranatural. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu
merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi.
Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada
pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang
kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang
abadi dari materi.
Kata materialisme terdiri dari kata materi dan isme. Materi dapat dipahami sebagai
bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan hidup
yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam
kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi
alam indra.
Sementara itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai
materialis. Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran) materialisme atau
juga orang yang mementingkan kebendaan semata (harta,uang,dsb).
Tokoh-tokoh pendiri
Filsuf yang pertama kali memperkenalkan paham ini adalah Epikuros (filsafat kuno)
Selain Epikuros, filsuf lain yang juga turut mengembangakan aliran filsafat ini adalah
Demokritos dan Lucretius Carus. Dua karangan karya La Mettrie yang cukup
terkenal mewakili paham ini adalah L'homme machine (manusia mesin) dan
L'homme plante (manusia tumbuhan).
Dalam waktu yang sama, di tempat lain muncul seorang Baron von Holbach yang
mengemukakan suatu materialisme ateisme. Materialisme ateisme serupa dalam bentuk
dan substansinya, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa sebetulnya
sama dengan fungsi-fungsi otak. Pada Abad 19, muncul filsuf-filsuf materialisme asal
Jerman seperti Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang
kemudian meneruskan keberadaan materialisme.
Descartes
Ciri-ciri paham materialisme
Setidaknya ada 5 dasar ideologi yang dijadikan dasar keyakinan paham ini: [1]






Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi (ma’dah).
Tidak meyakini adanya alam ghaib.
Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.
Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.
adalah sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai nara sumber
dan juga sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis.
Kritik terhadap Materialisme
Kritik terhadap paham materialisme adalah Materialisme mengajarkan bahwa manusia
pada akhirnya adalah thing, benda, sama seperti benda-benda lainnya. Bukan berarti
bahwa manusia sama dengan pohon, kerbau, atau meja, sebab manusia dipandang
lebih unggul. Akan tetapi, secara mendasar manusia dipandang hanya sebagai materi,
yakni hasil dari proses-proses unsur kimia.
Paham filsafat eksistensialisme memberikan kritik terhadap pandangan seperti ini. Cara
pandang paham materialisme seperti ini mereduksi totalitas manusia. Manusia dilihat
hanya menurut hukum-hukum alam, kimia, dan biologi, sehingga seolah sama seperti
hewan, tumbuhan, dan benda lain. Padahal manusia memiliki kompleksitas dirinya yang
tak dapat diukur, misalnya saja ketika berhadapan dengan momen-momen eksistensial
seperti pengambilan keputusan, kecemasan, takut, dan sebagainya.
Realitas dalam perspektif Idealisme
Idealime adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh
Leibniz pada awal abad 18. ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, sekaligus
memlawankannya dengan materialisme. Paham Idealisme adalah aliran filsafat yang
memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat Realitas.
Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi
pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang
materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri,
pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Pandangan beberapa filsuf

Fichte (Pendiri idealisme Jerman) memakai nama idealisme subyektif, jadi
pandangan-pandangan berasal dari subyek-subyek tertentu, dia menyandarkan
keunggulan moral untuk sebuah etika manusia yang ideal.
Hegel



Hegel mengangkat idealisme subyektif dan obyektif untuk menggambarkan tesis
dan antitesis secara berturut-turut. Hegel sendiri mengemukakan pandangannya
sendiri yang disebut idealisme absolut sebagai sintesis yang lebih tinggi
dibanding unsur yang membentuknya (tesis dan antitesis).
Emanuel Kant menyebut pandangannya dengan istilah idealisme
transendental atau idealisme kritis. Dalam alternatif ini isi pengalaman
langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya sendiri, dan ruang dan
waktu merupakan forma intuisi kita sendiri. Schelling telah menggunakan istilah
idealisme transendental sebagai pengganti idealisme subyektif.
Tokoh-tokoh lain cukup banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund
Husserl, Messer dan sebagainya.
Dalam dunia sastra, terdapat aliran idealisme juga, misalnya sebuah cerita, di dalamnya
terdapat pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan pesan-pesan itu,
seseorang dapat menganalisis tentang pandangan penulis. Idealisme yang
dikemukakan terkait dengan tema cerita, misalnya tema yang berhubungan dengan
cinta, perjuangan, dan pembangunan masa depan.
Ada dua bentuk idealisme: yaitu idealisme aktif, yaitu idealisme yang melahirkan
insipirasi-inspirasi baru yang bisa dilakukan dalam realitas, sedangkan idealisme pasif
adalah idealisme yang hanya semu, tidak pernah bisa diwujudkan, bersifat utopis saja.
William James
Realitas dalam Perspektif Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibatakibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan
kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan
praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada
manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah
satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja.
Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan
merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan
kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik,
sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
Awal mula
Aliran ini terutama berkembang di Amerika Serikat, walau pada awal
perkembangannya sempat juga berkembang ke Inggris, Perancis, dan Jerman. William
James adalah orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan dari aliran ini ke seluruh
dunia. William James dikenal juga secara luas dalam bidang psikologi. Filsuf awal lain
yang terkemuka dari pragmatisme adalah John Dewey. Selain sebagai filsuf, Dewey
juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Kata 'pragmatisme' berasal dari kata bahasa Yunani pragmatikos yang berarti cakap
dan berpengalaman dalam urusan hukum, dagang, dan perkara negara.] Istilah
pragmatisme disampaikan pertama kali oleh Charles Peirce pada bulan Januari 1878
dalam artikelnya yang berjudul How to Make Our Ideas Clear.
Teori tentang kebenaran
Menurut teori klasik tentang kebenaran, dikenal dua posisi yang berbeda, yakni teori
korespondensi dan teori koherensi.
Teori korespondensi menekankan persesuaian antara si pengamat dengan apa yang
diamati sehingga kebenaran yang ditemukan adalah kebenaran empiris, sedangkan
teori koherensi menekankan pada peneguhan terhadap ide-ide a priori atau
kebenaran logis, yakni jika proposisi-proposisi yang diajukan koheren satu sama lain.
Selain itu, dikenal lagi satu posisi lain yang berbeda dengan dua posisi sebelumnya,
yakni teori pragmatis. Teori pragmatis menyatakan bahwa 'apa yang benar adalah apa
yang berfungsi. Bayangkan sebuah mobil dengan segala kerumitan mesin yang
membuatnya bekerja, namun yang sesungguhnya menjadi dasar adalah jika mobil itu
dapat bekerja atau berfungsi dengan baik.
Perkembangan pragmatisme
Apa yang disebut dengan neo-pragmatisme juga berkembang di Amerika Serikat
dengan tokoh utamanya, Richard Rorty. Salah satu pemikirannya yang terkenal
adalah bagaimana bahasa menentukan pengetahuan. Karena bahasa hadir dalam
bentuk jamak, demikianlah pengetahuan pun tidak hanya satu dan tidak dapat
dipandang universal, atau dengan kata lain, tidak ada pola yang rasional terhadap
pengetahuan. Budaya atau nilai-nilai yang ada dilihat secara fungsinya terhadap
manusia.
JA Ayer
Realitas dalam Perspektif Positivisme logis
Positivisme logis (disebut juga sebagai, empirisme rasional atau neopositivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran Wina pada tahun
1920-an. Positivisme Logis berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang
sama dengan sains. Filsafat harus dapat memberikan kriteria yang ketat untuk
menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak memiliki arti
sama sekali.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain Moritz Schlick,
Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper, meski awalnya tergabung
dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu kritikus utama terhadap pendekatan
neo-positivis ini.
Asal dan Gagasan Positivisme Logis
Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat terhadap sains
dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika.
Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan inferensi logis
yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga, penganut paham ini mendukung teoriteori paham realisme, materialisme, naturalisme filsafat dan empirisme.
Salah satu teori Positivisme Logis yang paling dikenal antara lain teori tentang makna
yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut
sebagai bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut dapat diverifikasi
secara empiris. Konsekuensi dari pendapat ini adalah, semua bentuk diskursus yang
tidak dapat dibuktikan secara empiris, termasuk di antaranya adalah etika dan masalah
keindahan, tidak memiliki makna apa-apa, sehingga tergolong ke dalam bidang
metafisika.
Kritik terhadap Positivisme Logis
Para pengkritik Positivisme Logis berpendapat bahwa landasan dasar yang digunakan
oleh Positivisme Logis sendiri tidak dinyatakan dalam bentuk yang konsisten. Misalnya,
prinsip tentang teori tentang makna yang dapat dibuktikan seperti yang dinyatakan di
atas itu sendiri tidak dapat dibuktikan secara empiris.
Masalah lain yang muncul adalah dalam hal pembuktian teori. Masalah yang dinyatakan
dalam bentuk eksistensi positif (misalnya: ada burung berwarna hitam) atau dalam
bentuk universal negatif (misalnya: tidak semua burung berwarna hitam) mungkin akan
mudah dibuktikan kebenarannya, namun masalah yang dinyatakan sebaliknya, yaitu
dalam bentuk eksistensi negatif (misalnya: tidak ada burung yang berwarna hitam) atau
universal positif (misalnya: semua burung berwarna hitam) akan sulit atau bahkan tidak
mungkin dibuktikan.
Aristotles
Realitas dalam Perspektif Anti-realisme
Pada perkembangan dunia filsafat, beberapa filsuf, termasuk sejumlah feminis, telah
mulai mendukung pandangan yang dalam banyak hal kembali ke idealisme
tradisional dan menolak terhadap keberadaan realitas eksternal, dan kembali
kepada tampilan pragmatisme, yaitu terdapat banyak "realitas".
Antirealisme kontemporer yang dapat digolongkan (characterizable) sebagai
idealis pragmatis menyatakan bahwa:
1. Realitas tergantung pada pikiran atau produknya;
2. Ada realitas yang berbeda banyak.
Antirealisme kontemporer banyak yang berpendapat bahwa fitur realitas tergantung
pada bahasa atau sistem konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan atau
berpikir tentang realitas. Karena ada bahasa yang berbeda, ada realitas yang berbeda,
masing-masing tergantung pada pikiran dan sistem konsep.
Nelson Goodman berpendapat "kita membuat apa yang kita temukan" pada
kenyataannya oleh "batas-batas tertentu menggambarkan diri orang lain" di sekitar
hal. Dengan menggunakan bahasa yang berbeda dan sistem pemikiran, kita
membangun realitas, masing-masing tergantung pada pikiran.
Hilary Putnam berpendapat bahwa sama seperti sistem yang berbeda dari
penghitungan menunjukkan bahwa nomor yang berbeda dari objek dalam wadah, jadi
realitas adalah tergantung pada sistem pikiran kita gunakan untuk menggambarkannya.
Spender Dale berpendapat bahwa kita tidak dapat mengetahui "ini sebagaimana
adanya", karena sistem klasifikasi bahasa kita menggunakan "bentuk" realitas yang
kita lihat. Dengan menciptakan bahasa seksi kami, laki-laki telah membentuk realitas
kita "sesuai dengan tujuan mereka sendiri." Tapi ada banyak realitas sama-sama benar
lain dan bukan hanya satu yang benar "obyektif" realitas.
Husserl
FENOMENOLOGI SEBAGAI PEMIKIRAN FILSAFAT
Pengertian Umum
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, yang asal katanya adalah
“phenomenon’’ dan “logos”. Phenomenon berarti: yaitu yang muncul dalam kesadaran
manusia. Sedangkan logos, berarti ilmu. Phenomenologi berarti studi tentang
phenomenon, atau yang muncul dengan sendirinya.
Fenomenologi berarti uraian tentang phenomenon. Atau sesuatu yang sedang
menampilkan diri, atau sesuatu yang sedang menggejala. Dengan keterangan ini mulai
tampaklah tendensi yang terdalam dari aliran phenomenologi yang sebenarnya
merupakan jiwa dan cita-cita dari semua filsafat, yaitu mendapatkan pengertian yang
benar, yang menangkap realitas itu sendiri.
Objek fenomenologi adalah fakta atau gejala, atau keadaan, kejadian, atau benda,
atau realitas yang sedang menggejala. Phenomenologi berpegang atau berpendirian
bahwa segala pikiran dan gambaran dalam pikiran kesadaran manusia menunjuk pada
sesuatu, hal atau keadaan seperti ini, yaitu pikiran dan gambaran yang tertuju atau
mengenai sesuatu tadi disebut intensional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa fenomenologi adalah cara dan bentuk berpikir,
atau apa yang disebut dengan “the styie of thingking”. Biasanya dikatakan bahwa dasar
pikiran itu ialah intensionalisme. Menurut Edmund Husserl (tokoh filsafat
fenomenologi) bahwa intention, kesengajaan mengarahkan kesadaran dan reduksi.
Edmund Husserl memang berbagi jenis reduksi; reduksi fenomenologis, editis,
dunia dan kebudayaan menjadi lebenswelt, dan reduksi transedental. Akan tetapi
tokoh fenomenologi yang lain, seperti Martin Heidegger dan Maurice Morleau Ponty
menolak reduksi-reduksi itu.
Fenomenologi di satu pihak adalah hubungan antara menusia dengan dunia, dan di
pihak lain, ia merupakan hubungan antara dirinya dengan dirinya sendiri. Dalam
masalah keagamaan, fenomenologi adalah cara untuk memahami hal ekspresi
manusiawi terhadap latar belakang hubungan yang fundamental. Sebagai suatu usaha
pemikiran, fenomenologi mencoba memahami manusia dalam kerangka filsafat
antropologi. Sebagai suatu usaha riset ilmiah, fenomenologi berusaha untuk
mengklarisifikasikan seluk-beluk kumpulan fenomena, termasuk fenomena keagamaan.
Dengan cara demikian, fenomenologi menentukan terhadap pengertian mereka sendiri.
Pendekatan Fenomenologi
Sebagaimana di kemukakan sebelumnya bahwa masalah dasar dari filsafat
fenomenologi adalah bagaimana mendapatkan atau memperoleh pengetahuan
yang benar, sah dan sejati.
Cara kerja atau pendekatan secara fenomenolog adalah manusia mencoba untuk
menganalisa struktur-struktur intentionalitas (karakteristik kesadaran tentang sesuatu),
dalam hal cara yang paralel dengan cara seorang psikoanalisis dalam mengupas emosiemosi ketidak-sadaran. Atau paralel dengan seorang anthropologis aliran strukturalis
dalam menganalisa untuk memperoleh struktur dari kenyatan sosial. Selanjutnya adalah
mencari teori atau hipotesa yang bertalian untuk memecahkan problema-problema
yang berhubungan dengan sekumpulan data yang ada. Teori atau hipotesa semacam
itu kemudian diuji validitasnya dalam penelitian empiris berikutnya.
Dalam fenomenologi yang menjadi objeknya adalah fakta, gejala, atau keadaan,
kejadian, atau benda, atau realitas yang menggejala. Realitas yang menggejala itu akan
mengambil pengertiannya menurut tuntunan realitas itu sendiri, artinya pengertian
yang sebenarnya dari realitas itu, bukan pengertian yang tidak asli. Misalnya,
pengertian yang sudah terpengaruh oleh warna sesuatu teori tertentu atau pengertian
yang populer sebelumnya. Dalam perspektif demikian, masalah agama yang dipandang
sebagai gejala kemanusiaan, yang menurut fenomenologi adalah untuk merekonstruksi
pengertian-pengertian keagamaan atas dasar bahan-bahan dokumentasi yang ada.
Menurut keyakinan aliran fenomenologi, pengertian realitas yang sedang
menggejala itu sering tertutup kabut, baik kabut suasana alam sekitarnya
juga kabut pemikiran subjektivitas pengamat, serta kabut teori yang sedang
dominan pada saat terjadinya penatapan terhadap realitas itu. Semua kabut itu harus
ditembus oleh para pengamat atau ilmuan yang menutupi realitas yang menggejala itu,
dan menatap langsung berulang-ulang realitas sehingga terlihat atau tertangkap
pengertiannya yang murni dan asli, yang tidak terpengaruh oleh aneka macam kabut
yang mengitarinya. Inilaj benang merah persamaan antara aneka macam aliran
fenomenologi, yaitu adanya keyakinan bahwa manusia dapat menangkap pengertian
yang murni dari realitas yang menggejala dengan menatap langsung menembus kabutkabut yang menutupinya, dengan bertemu langsung dan mengamat-amati realitas.
Dalam lapangan agama, metode ini juga dianggap mampu dan cocok untuk digunakan,
karena agama dianggap sebagai gejala, baik sebagai gejala yang terpisah dari manusia
maupun bagian dari gejala kemanusiaan. Suatu keharusan manusiawi, keharusan mana
tidak mungkin terdapat dalam salah satu kemampuan istimewa, tapi harus dicari dalam
keadaan manusia sebagai individu terhadap dunianya, dalam dasar eksisitensi manusia.
Dengan kata lain, agama dapat dianggap sebagai jawaban manusia terhadap
eksistensinya.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia
individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan
secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar,
tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme yang merupakan aliran besar dalam filsafat Barat, mempersoalkan
keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan
utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan.
Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan
doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk
determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
Jean Paul Satre
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul
Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free",
manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan
eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde
baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi
eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka
batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang laindaripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada
diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru
yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar
keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari
eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi
seperti dokter, desainer, insinyur, pengacara, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang
dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan
orang tua, atau keinginan sendiri.
Kaum eksistensialis menyarankan kita untuk membiarkan apa pun yang akan kita kaji.
Baik itu benda, perasaaan, pikiran, atau bahkan eksistensi manusia itu sendiri untuk
menampakkan dirinya pada kita. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri terhadap
pengalaman, dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai dengan filsafat, teori, atau
keyakinan kita.
Thomas Hobbes
Determinisme
Determinisme berasal dari bahasa Latin determinare yang artinya menentukan atau
menetapkan batas atau membatasi. Secara umum, pemikiran ini berpendapat bahwa
keadaan hidup dan perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor fisik geografis,
biologis, psikologis, sosiologis, ekonomis dan keagamaan yang ada.
Determinisme juga berpegangan bahwa perilaku etis manusia ditentukan oleh
lingkungan, adat istiadat, tradisi, norma dan nilai etis masyarakat. Istilah ini
dimasukkan menjadi istilah filsafat oleh William Hamilton yang menerapkannya pada
Thomas Hobbes. Penganut awal pemikiran determinisme ini adalah demokritos yang
percaya bahwa sebab-akibat menjadi penjelasan bagi semua kejadian.
Beberapa Pengertian
1.
2.
3.
4.
Determinisme beranggapan bahwa setiap kejadian pasti sudah ditentukan.
Semua kejadian disebabkan oleh sesuatu.
Segala sesuatu di dunia bekerja dengan hukum sebab-akibat.
Sudut pandang filsafat alam melihat determinisme sebagai teori tentang satusatunya determinasi dari setiap peristiwa alam.
5. Contoh bentuk pemikiran determinisme: Orang yang bertubuh lemah, geraknya
lebih lamban dari orang yang bertubuh kuat; Orang yang berasal dari keluarga
harmonis diharapkan dapat menjadi manusia yang lebih seimbang daripada
mereka yang berasal dari keluarga yang kacau.
Dampak Pemikiran Determinisme
Pemikiran determinisme yang melihat bahwa perilaku etis ditentukan oleh lingkungan,
adat istiadat, tradisi, norma dan nilai masyarakat, mengakibatkan dua hal, yaitu:


Pertama, adanya berbagai faktor yang memengaruhi perilaku etis manusia
menyebabkan perilaku etis manusia bersifat relatif. Perilaku baik ataupun jahat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di luarnya. Relativisme
Kedua, perilaku etis tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang
mengelilinginya tetapi juga oleh kehendak pelakunya.
Libertarianisme
Libertarianisme adalah satu falsafah yang menyatakan bahawa setiap manusia
adalah tuan mutlak atas dirinya dan bebas melakukan apa saja atas diri dan harta
bendanya sepanjang dia menghormati kebebasan orang lain.
Seseorang yang menganutfalsafah ini dikenali sebagai seorang libertarian. Kadangkala, libertarianisme dikenali sebagai liberalisme klasikal, dan istilah lain yang juga
digunakan Falsafah kebebasan.
Ada dua jenis libertarianisme.
Pertama, kelompok yang percaya bahwa semua pergaulan manusia itu harus
dilakukan secara sukarela dan disetujui oleh semua orang yang terlibat di dalam
pergaulan itu.
Mereka menekankan bahawa segala bentuk paksaan atau kekerasan (initiation of force)
terhadap seseorang atau harta bendanya adalah satu tindakan yang melanggar falsafah
libertarianisme. Kata kerja "paksaan" di sini dimaksudkan penggunaan kekerasan phisik.
Kebanyakan yang menganut aliran inii terdiri daripada anarkis individualis dan anarkokapitalis.
Kedua pula menekankan pandangan consequentialism dan utilitarian. Berlainan
dengan kelompok yang pertama, kelompok ini yang dipanggil minarkis berpendapat
yang menggunakan kekuasaa paksaan secara minimum (seperti kutipan cukai untuk
membiayai pertahanan, undang-undang dan jalanraya) dapat ditolerir sepanjang
menjamin kebebasan peribadi yang sebesar mungkin. Anarko-kapitalis percaya bahawa
pasar bebas dapat menguatkan fungsi-fungsi awam yang tradisional seperti pertahanan
melalui sektor swasta.
Prinsip-prinsip
Perkara pokok di dalam libertarianisme adalah pemilikan peribadi (self-ownership)
ataupun kedaulatan individu. Menurut libertarian, seseorang itu berdaulat atas dirinya
dan ini termasuk nyawa, kebebasan dan harta bendanya. Oleh karena itu, kebebasan
diartikan sebagai suatu keadaan yang bebas dalam perbuatan sepanjang tidak
melakukan paksaan atau kekerasan terhadap jiwan, kebebasan dan harta benda orang
lain. Prinsip ini dikenai sebagai prinsip ketiadaan paksaan (non-aggression principal).
Compatibilisme
Compatibilisme adalah keyakinan bahwa kehendak bebas dan determinisme adalah ideide yang kompatibel, dan bahwa adalah mungkin untuk percaya keduanya tanpa secara
logis tidak konsisten.
compatibilists mendefinisikan "kehendak bebas" dengan cara yang memungkinkan
untuk hidup berdampingan dengan determinisme (dalam cara yang sama bahwa
incompatibilists mendefinisikan "bebas akan" sedemikian rupa sehingga tidak bisa).
Compatibilists percaya kebebasan bisa hadir atau tidak dalam situasi untuk alasan yang
tidak ada hubungannya dengan metafisika. Misalnya, pengadilan hukum membuat
penilaian tentang apakah individu yang bertindak di bawah kehendak bebas mereka
sendiri dalam keadaan tertentu tanpa membawa metafisika. Demikian pula, kebebasan
politik adalah konsep non-metafisik. Demikian juga, compatibilists mendefinisikan
kehendak bebas sebagai kebebasan untuk bertindak sesuai dengan motif seseorang
ditentukan tanpa halangan dari orang lain. Sebaliknya, posisi incompatibilist prihatin
dengan semacam "metafisik kehendak bebas", yang compatibilists mengklaim tidak
pernah didefinisikan secara koheren.
Compatibilists (determinis lunak alias) sering mendefinisikan sebuah contoh dari
"kehendak bebas" sebagai satu di mana agen memiliki kebebasan untuk bertindak.
Artinya, agen itu tidak dipaksa atau terkendali.
Arthur Schopenhauer mengatakan "Manusia dapat melakukan apa yang dia
kehendaki tetapi ia tidak dapat akan apa yang ia kehendaki". Dengan kata lain,
meskipun agen sering mungkin bebas bertindak sesuai dengan motif, sifat motif yang
ditentukan. Juga mencatat bahwa definisi kehendak bebas tidak bergantung pada
kebenaran atau kesalahan Determinisme kausal.
Alternatif imajiner
Mengatakan "mungkin ada orang di balik pintu itu" hanya mengungkapkan
ketidaktahuan tentang satu, kenyataan ditentukan. Compatibilist akan sering
memegang kedua Determinisme kausal (semua efek memiliki penyebab) dan
Determinisme Logis (masa depan sudah ditentukan) untuk menjadi kenyataan. Dengan
demikian pernyataan tentang masa depan (misalnya, "hujan akan turun besok") adalah
benar atau salah bila diucapkan hari ini.
Hume menambahkan bahwa kehendak bebas Compatibilist itu tidak harus dipahami
sebagai semacam kemampuan untuk benar-benar dipilih secara berbeda dalam situasi
yang identik. Compatibilist berkeyakinan bahwa seseorang selalu membuat keputusan
hanya benar-benar mungkin bahwa mereka bisa. Setiap pembicaraan alternatif secara
ketat hipotetis.
Jika compatibilist mengatakan "Saya dapat mengunjungi besok, atau aku mungkin
tidak", ia tidak membuat klaim metafisik bahwa ada beberapa kemungkinan masa
depan. Dia mengatakan dia tidak tahu apa masa depan akan ditentukan.
John Locke
Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme
lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan
John Locke.
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme sendiri
diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.
Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan dari rasio melainkan
pengalaman.
Ciri Pokok Empirisme
Paham empirisme ini mempunyai ciri-ciri pokok. Di antara ciri-ciri pokok empirisme
yaitu:
Teori tentang makna
Teori pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan yaitu asal usul ide atau konsep. Pada abad pertengahan, teori ini
diringkaskan dalam rumus Nihil Est in Intellectu Quod Non Prius Feurit in Sensu (tidak
ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Pernyataan ini
merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya “An Essay Concerning Human
Understanding” yang dikeluarkan tatkala ia menentang ajaran ide bawaan (Innate Idea)
kepada orang-orang rasional. Jiwa (Mind) itu tatkala dilahirkan keadaannya kosong
laksana kertas putih yang belum ada tulisan di atasnya dan setiap ide yang
diperolehnya mestinya datang melalui pengalaman, yang dimaksud di sini adalah
pengalaman inderawi.
Hume mempertegas teori ini dalam bab pembukaan bukunya “Treatise of Human
Nature (1793)” dengan cara membedakan antara ide dan kesan. Semua ide yang kita
miliki itu datang dengan kesan-kesan, dan kesan itu mencakup penginderaan, passion
dan emosi.
Teori pengetahuan
Menurut rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tertentu
mempunyai sebab, dasar-dasar matematika dan beberapa prinsip dasar etika dan
kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah
kebenaran a priori yang diperoleh keluar intuisi rasional.Empirisme menolak hal
demikian karena tidak ada kemampuan intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang
disebut tadi adalah kebenaran kebenaran yang diperoleh lewat observasi, jadi ia
kebenaran a posteriori.
Empirisme menurut David Hume
Pada awalnya teori Empirisme dicetuskan oleh John Locke, Locke memandang bahwa
setiap manusia dilahirkan bagaikan selembar kertas bersih.Pemikiran Locke ini
diteruskan dan ditentang oleh David Hume.Hume merupakan puncak aliran empirisme.
Hume mengusulkan kita agar kita kembali kepada pengalaman spontan menyangkut
dunia. .Hume tidak ingin kita terus-terusan dibelenggu oleh konsepsi tentang dunia.Kita
sering membicarakan hal-hal yang berasal dari perenungan dan kehilangan
kenyataannya dalam realitas.Kita telah terbiasandengan semua itu, dan tidak
merasanperlu untuk menelitinya.
Maka Hume menawarkan hal yang lain. Ia ingin tahu bagaimana seorang anak
menjalani pengalamannya didunia, tanpa menambahkan sesuatu pada sesuatu yang
dialaminya. Karena seorang anak belum menjadi budak harapan dan kebiasaan, jadi
pikirannya sangat terbuka pada pengalaman.
Dalam hidup kita dewasa ini, kita sering mengharapkan sesuatu hal yang berbeda dari
yang kita alami.Misalnya seringkali menyebut-nyebut kata malaikat yaitu sosok manusia
dengan sayap.Dari manakah kata itu berasal?Hume menyatakan bahwa itu adalah
gagasan yang rumit dan tidak bertanggung jawab.
Prinsip Prioritas Kesan-Kesan ( the principle of the priority of impressions)
Hume mengajak kita untuk mengalami realitas memulai relasinya dengan realitas
melalui persepsi.Persepsi adalah gambaran inderawi atas bentuk luar dari objek-objek.
Menurut hume manusia memiliki dua jenis persepsi, yaitu kesan (impressions) dan
gagasan (ideas). Kesan dimaksudkan sebagai penginderaan langsung atas realitas
lahiriah, dan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan. Contohnya apabila tangan kita
terbakar kita akan mendapatkan kesan panas dengan segera. Dan setelah itu kita
mengingat bahwa tangan terbakar akan panas, ingatan inilah yang disebut gagasan.
Dengan kata lain kesanlah yang membuat kita mengenal realitas. Sedang gagasan
adalah tiruan samar-samar dari kesan.
Hume mengemukakan bahwa kesan maupun gagasan dapat sederhana(tunggal) bisa
juga rumit (majemuk). Sebuah gagasan merupakan perpanjangan dari kesan. Misalnya
gagasan tunggal berasal dari kesan tunggal. Misalnya gagasan mengenai api, berasal
dari kesan indera terhadap api. Sedang gagasan majemuk berasal dari kumpulan kesan
majemuk.
Selanjutnya dalam menyingkirkan istilah-istilah kosong, Hume mununjukkan suatu cara
pembersih reduktif, artinya meneliti ide-ide kompleks yang lazim dipergunakan, sejauh
mana ide itu dapat di pertanggung jawabkan. Apakah ide kompleks itu dapat
dikembalikan pada ide sederhana yang membentuknya. Jika suatu istilah tidak terbukti
menyajikan ide yang dapat dianalisa menjadi ide sederhana, maka istilah tersebut tidak
mempunyai arti.
Kesan Sensasi dan Kesan Refleksi
Kita memiliki kesan dan gagasan, kesan-kesan itu dibagi Hume menjadi:
Kesan sensasi dan kesan refleksi.Kesan sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke
dalam jiwa yang tidak diketahui sebab musababnya. Misalnya (ketika kita melihat
sebuah meja kayu): benda yang saya lihat adalah meja. Sedangkan kesan refleksi
merupakan kesan hasil dari gagasan. Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja dari
besi): itu meja besi. (kita bisa menentukan itu meja walaupun terbuat dari bahan yang
berbeda, karena kita sudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
F Franchis Bacon
Ruang dan Waktu
Gagasan abstrak menurut Hume berasal dari gagasan particular yang digabung dalam
suatu gagasan dengan arti yang bersifat umum.Gagasan mengenai waktu berasal dari
urutan kesan terhadap suatu hal. Misalnya kita melihat buah mangga jatuh dari pohon:
pada asalnya di dahan, di tengah-tengah, lalu ia berada di atas tanah. Pada saat itu kita
melihat ada urutan kesan mengenai buah mangga : pada mulanya, dan kemudian ada
di tanah.Pada saat itulah gagasan mengenai waktu terbentuk dalam imajinasi kita.
Gagasan mengenai ruang berkaitan dengan keluasan (ukuran).Ide ruang dihasilkan
oleh indera penglihatan dan penyentuh. Ketika kamu melihat mangga jatuh ,dibawah
pohon sana, kesan kamu mengatakan bahwa mangga itu ada disana. Lalu kamu
menyentuhnya dan memastikan bahwa mangga itu benar-benar ada.Pada saat itulah
imajinasi kita menemukan gagasan mengenai ada disana, itulah ruang.
Lewat semua teori di atas Hume menentang semua pemikiran dan gagasan yang tidak
dapat dilacak kaitannya dengan persepsi indera.Dia ingin menghapuskan seluruh
omong kosong tak bermakna yang telah lama mendominasi pemikiran metafisika.

o
o
o

Bagaimana cara yang digunakan Hume ?
Jika kita menerima suatu gagasan. Kita harus memberikan pertanyaan pengujian.
Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
Berdiri di atas kesan apa gagasan itu?
Gagasan itu berasal dari kesan apa?
Hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman: ada atau tidak. Jika ada,
maka iabisa dipercayai keberadaannya.
Bagaimanakah Hume menanggapi gagasan mengenai substansi, ego, dan teori hume
mengenai kausalitas.
Gagasan mengenai Substansi
Substansi adalah gagasan utama dari Aristoteles.Lawan substansi adalah aksidensi.
Relasi / hubungan substansi dan aksidensi adalah sebagai berikut :
Substansi merupakan sesuatu yang mendasari suatu hal, sedang aksidensi adalah suatu
yang menampakkan diri.Aksidensi dapat berubah tanpa mengakibatkan perubahan
substansi.Substansi dapat dikatakan sebagai suatu yang mendasari aksidensi. Atau
dengan kata lain substansi adalah suatu yang tetap yang mendasari yang berubahubah.
Misalnya, meja adalah tetap meskipun terbuat dari kayu atau besi.Kayu dan besi adalah
aksiden, sedang meja adalah substansi.
Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
Substansi terdiri dari gagasan :
-sesuatu yang tetap
-sesuatu yang berubah-ubah.
Berarti substansi merupakan gagasan majemuk.
Gagasan tersebut berdiri atas kesan apa?
Substansi terdiri dari gagasan :
-sesuatu yang tetap
-sesuatu yang berubah-ubah.
Sesuatu yang tetap contohnya meja, sesuatu yang berubah-ubah contohnya kayu dan
besi. Sesuatu yang tetap itu menurut Aristoteles bisa disimpulkan dari pengamatan kita
terhadap sesuatu yang berubah-ubah. Artinya, gagasan tentang meja disimpulkan dari
pengamatan kita terhadap: meja kayu dan meja besi. Walaupun terbuat dari bahan
yang berbeda tetap dapat disebut meja.sesuatu yang tetap itu disebut substansi.
Dari uraian Aristotelaes itu, kit adapt simpulkan bahwa yang ditangkap indera
sebenarnya adalah sesuatu yang berubah-ubah itu, sedangkan sesuatu yang tetap tidak
pernah ditangkap oleh indera. Artinya kesan terhadap substansi tidak pernah ada.
Dengan demikian substansi tidak pernah ada.sibstansi merupakan gagasan yang tidak
bertanggung jawab
Gagasan mengenai ego
Pembicaraan ego bias dimulai dari pernyataan Descartes “saya berpikir, maka saya ada.
Menurut Descartes saya itulah yang dimaksud ego.Substansi yang tetap ada dalam
tibuh manusia di mana pun dan kapan pun, ego dianggap sebagai penggerak sekuruh
aktivitas manusia.Ego itu secara mutlak adalah saya yang berpikir.
Apakah ego gagasan particular atau majemuk ?
Saya tidak serta merta berpikir, kadang-kadang saya juga melihat,saya juga mendengar
dan lain-lain. Dengan demikian saya adalah gagasan majemuk.
Ego berdiri atas kesan apa ?
Jika ego merupakan gagasan tunggal seperti yang dikatakan Descartes, semuanya tidak
pernah kita rasakan.Kesimpulannya, ego yang digagas Descartes itu tidak terbukti
dalam pengalaman.Hume mengatakan ego sejenis itu tidak pernah ada. Omong
kosong!
Kepustakaan:
1. Philosopy A Text With Reading, Manuel Velasques 10e, WADSWORD Chengage
Learning
2. Filsafat Ilmu: Telaah Analisa Dinamis & Dialektis, Mikhael Dua, Ledeiro 2007.
3. id.wikipedia.org;
4. Kamus Filsafat, Loren Bagas, 2000, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5. Percikan Filsafat, N. Drijakara, PT. Pembangunan Djakarta,
6. Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia, Vander Vij, PT. Gramedia Pustaka Utama
1988;
7. The Story Of Philosophy, Kanisius Yogya 2008;
8. Pengantar Fenomenologi, Donny Gahral Adian,Koekoesan 2010.
9. Filsafat Ilmu, HA Fuad Ihsan, Rieneka Cipta 2010.
Download