Kegiatan_2 PP.pmd - Said Suhil Achmad

advertisement
Kegiatan 2
Kegiatan 2
Teori-Teori Pendidikan
A. PENGANTAR
Bagaimana memperlakukan seorang anak manusia? Tergantung paham, teori
atau aliran pendidikan mana yang digunakan. Pada umumnya ada tiga paham yang
mewarnai perjalanan pendidikan manusia, yaitu paham Empirisme, paham Nativisme/
Naturalisme, dan paham Konvergensi.
Kegiatan 2 ini berisikan tiga pokok bahasan, yaitu (A) Pendidikan dalam
perspektif Empiris, (B) Pendidikan dalam perspektif Nativisme dan naturalisme; (C)
Pendidikan dalam perspektif Konvergensi.Setelah mempelajari bagian ini diharapkan
mahasiswa dapat:
1.
Menjelaskan cara pandang kaum emprisime terhadap manusia;
2.
Menjelaskan cara pandang kaum nativisme dan naturalisme terhadap manusia;
dan
3.
Menjelaskan cara pandang kaum konvergensi terhadap manusia
B. URAIAN
1. Pendidikan dalam perspektif Empiris
Filsafat dunia yang kedua adalah empirisisme yang mengajarkan bahwa
segala sesuatu dapat diketahui atau disebut kebenaran jika dapat dialami atau melalui
pengalaman. Dengan kata lain, manusia harus mengalami dahulu sesuatu, baru sesuatu
itu dikatakan kebenaran. Pendiri dari filsafat ini adalah John Locke. Para tokoh
empirisisme lainnya adalah David Hume, Ludwig A. Feuerbach, dll. Salah satu tokoh
empirisisme ini, Ludwig A. Feuerbach mengajarkan bahwa agama itu feeling absolute
dependency (perasaan kebergantungan mutlak). Dari pengertian ini, dapatlah
disimpulkan bahwa hanya melalui pengalaman, kita baru dapat mengerti kebenaran
dan agama identik dengan sebuah perasaan saja, bukan sebuah iman. Ternyata ada
juga orang “Kristen” yang mentah-mentah mengadopsi pemikiran seperti ini.
Timbulnya empirisisme pada zaman modern filsafat dikarenakan adanya rasa
Nama
:
Lahir
:
Meninggal
:
Aliran/tradisi
:
Minat utama
:
Gagasan penting
:
kebebasan and hak milik
20
John Locke
29 Agustus 1632, Wrington, Somerset, Inggris
29 Agustus 1632, Essex, Inggris
Empirisme Inggris, Kontrak Sosial, Hukum Alam
Metafisika, Epistemologi, Filsafat Politik, Pendidikan
Tabula rasa, keadaan alamiah; hak-hak dasariah,
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
kebimbangan terhadap sains dan
agama. Ada tokoh-tokoh penting
dari aliran ini, yaitu John Locke,
David Hume dan Herbert Spencer.
Istilah empirisisme diambil
dari bahasa Yunani emperia yang
berarti
coba-coba
atau
pengalaman. Jadi empirisisme
adalah suatu doktrin filsafat yang
menekankan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan. Dalam
hal ini ada dua teori untuk
mengetahui isi doktrin tersebut 1.
Teori makna 2. Teori pengetahuan. Akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran?
.
Paham Empiris berasal dari pandangan kaum rasionalis. Secara etimologis
Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata
bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey menambahkan bahwa berdasarkan
akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara
terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa
akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio)
sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas
(terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal
yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk
mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman.
Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas
pertama yang pasti.
Rasionalisme tidak mengingkari
nilai pengalaman, melainkan pengalaman
hanya dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran
ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak di dalam ide, dan bukannya di
dalam barang sesuatu. Jika kebenaran
bermakna sebagai mempunyai ide yang
sesuai dengan atau yang menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran
Rasionalisme: Pengalaman hanya dipandang sebagai hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan
sejenis perangsang bagi pikiran?
hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
21
Kegiatan 2
Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti.
Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide
yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia.
Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun
manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide
tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran
manusia.
Dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena
pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus
benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat
menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori, dan karenanya
prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya
dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut.Dalam perkembangannya
Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya dengan ajaran-ajaran
yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama. Pada abad ke-17 terdapat
beberapa tokoh kenamaan seperti René Descartes, Gottfried Wilhelm von Leibniz,
Christian Wolff dan Baruch Spinoza. Sedangkan pada abad ke-18 nama-nama seperti
Voltaire, Diderot dan D’Alembert adalah para pengusungnya.
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism
dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani empeiria dan dari kata
experietia yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”.
Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran
dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial
didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera. Selanjutnya secara
terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di antaranya: doktrin
bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa
semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang
dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan
akal.
Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak
dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat
dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih
lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan
mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk
benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin.
Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat
diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan. Stanley
M. Honer dan Thomas C. Hunt, Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme,
Empirisme dan Metode Keilmuan, dalam Jujun S. Suriasumantri (penyunting), Ilmu
22
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
dalam seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu
kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh
pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di
kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat
sampai kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat
harimau tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar
laporan mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut
jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan
melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri. Seperti juga pada Rasionalisme,
maka pada Empirisme pun terdapat banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah
populernya. Tokoh-tokoh dimaksud di antarnya adalah David Hume, John Locke dan
Bishop Berkley.
René Descartes atau Cartesius dilahirkan di La Haye, sebuah kota kecil di
Touraine, Perancis tahun 1596. Ia mendapatkan pendidikan di sekolah Jesuit di La
Flèche. Selama di sekolah ini, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, ia
diizinkan untuk tetap berada di tempat tidur dan ini pada akhirnya menjadi sebuah
kebiasaan selama hidupnya. Di sekolah Jesuit, Descartes mendapat-kan pelajaranpelajaran tentang filsafat, fisika dan matematika. Selama di sekolah ini pula ia ikut
merayakan ditemukannya berbagai bulan yang ada pada planet Jupiter tahun 1611.
Setelah meninggalkan La Flèche, Descartes melanjutkan pendidikannya ke
sekolah hukum di Poitiers. Selanjutnya ia berpergian di beberapa negera Eropa
selama satu dekade, termasuk tiga tahun di Paris, di mana ia menemukan Mersenne,
yang kemudian menjadi mentornya. Pada tahun 1629, dalam pencariannya akan
ketenangan dan kesunyaian, ia menetap di Belanda. Belanda dianggap sebagai
tempat yang paling tepat karena iklim kebebasannya yang terbaik di Eropa. Descartes
menetap di Belanda sampai dengan 1649. Pada rentang waktu tahun-tahun inilah ia
menulis banyak karya ilmiah. Pada Oktober 1649 pula ia pindah ke Stochkholm,
Swedia, namun pada Februari tahun berikutnya yakni 1650, ia wafat karena penyakit
pneumonia. Sebagai seorang filosof, Descartes telah menghasilkan beberapa karya
filsafat yakni: Discours de la méthode pour bien conduire sa raison et chercher
René Descartes mengajukan argumentasi yang kukuh untuk pendekatan
rasional terhadap pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh dengan
pertentangan ideologis, Descartes berkeinginan untuk mendasarkan keyakinannya
kepada sebuah landasan yang memiliki kepastian yang mutlak. Untuk itu, ia melakukan
berbagai pengujian yang mendalam terhadap segenap yang diketahuinya. Dia
memutuskan bahwa jika ia menemukan suatu alasan yang meragukan suatu kategori
atau prinsip pengetahuan, maka ketegori itu akan dikesampingkan. Dia hanya akan
menerima sesuatu yang tidak memiliki keraguan apa-apa. Apapun yang masih dapat
diragukan maka hal tersebut wajib diragukan. Seluruh pengetahuan yang dimiliki
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
23
Kegiatan 2
manusia harus diragukan termasuk pengetahuan yang dianggap paling pasti dan
sederhana. Keraguan Descartes inilah yang kemudian dikenal sebagai keraguan
metodis universal. Pengetahuan-pengetahuan yang harus diragukan dalam hal ini
adalah berupa: segala sesuatu yang kita didapatkan di dalam kesadaran kita sendiri,
karena semuanya mungkin adalah hasil khayalan atau tipuan; dan segala sesuatu
yang hingga kini kita anggap sebagai benar dan pasti, misalnya pengetahuan yang
telah didapatkan dari pendidikan atau pengajaran, pengetahuan yang didapatkan
melalui penginderaan, pengetahuan tentang adanya benda-benda dan adanya tubuh
kita, pengetahuan tentang Tuhan, bahkan juga pengetahuan tentang ilmu pasti yang
paling sederhana.
Menurut Descartes, satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan adalah
eksistensi dirinya sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu.
Bahkan jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada; dia berdalih
bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang
disesatkan. Aku yang ragu-ragu adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal karena
apabila kita menyangkalnya berarti kita melakukan apa yang disebut kontradiksi
performatis. Dengan kata lain, kesangsian secara langsung menyatakan adanya aku,
pikiranku yang kebenarannya bersifat pasti dan tidak tergoyahkan. Kebenaran tersebut
bersifat pasti karena aku mengerti itu secara jernih dan terpilah-pilah atau dengan kata
lain tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Kristalisasi dari kepastian Descartes
diekspresikan dengan diktumnya yang cukup terkenal, “cogito, ergo sum”, aku berpikir
maka aku ada.
Beberapa catatan ditambahkan oleh Gallagher dan Hadi tentang maksud dari
cogito, ergo sum ini. Pertama, isi dari cogito yakni apa yang dinyatakan kepadanya
adalah melulu dirinya yang berpikir. Yang termaktub di dalamnya adalah cogito, ergo
sum cogitans. Saya berpikir, maka saya adalah pengada yang berpikir, yaitu eksistensi
dari akal, sebuah substansi dasar. Kedua, cogito bukanlah sesuatu yang dicapai
melalui proses penyimpulan, dan ergo bukanlah ergo silogisme. Yang dimaksud
Descartes adalah bahwa eksistensi personal saya yang penuh diberikan kepada
saya di dalam kegiatan meragukan. Lebih jauh, menurut Descartes, apa yang jernih
dan terpilah-pilah itu tidak mungkin berasal dari luar diri kita. Descartes memberi
contoh lilin yang apabila dipanaskan mencair dan berubah bentuknya. Apa yang
membuat pemahaman kita bahwa apa yang nampak sebelum dan sesudah mencair
adalah lilin yang sama? Mengapa setelah penampakan berubah kita tetap mengatakan
bahwa itu lilin?
Jawaban Descartes adalah karena akal kita yang mampu menangkap ide
secara jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala-gejala yang ditampilkan
lilin. Oleh karena penampakan dari luar tidak dapat dipercaya maka seseorang mesti
mencari kebenaran-kebenaran dalam dirinya sendiri yang bersifat pasti. Ide-ide yang
24
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
bersifat pasti dipertentangkan dengan ide-ide yang berasal dari luar yang bersifat
menyesatkan.
Berbeda dengan para rasionalis-ateis seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert,
Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Descartes masih dalam koridor
semangat skolastik yaitu penyelarasan iman dan akal. Descartes mempertanyakan
bagaimana ide tentang Tuhan sebagai tak terbatas dapat dihasilkan oleh manusia
yang terbatas. Jawabannya jelas. Tuhanlah yang meletakkan ide tentang-Nya di benak
manusia karena kalau tidak keberadaan ide tersebut tidak bisa dijelaskan.
Descartes merupakan bagian dari kaum rasionalis yang tidak ingin menafikan
Tuhan begitu saja sebagai konsekuensi pemikiran mereka. Kaum rasionalis pada
umumnya “menyelamatkan” ide tentang keberadaan Tuhan dengan berasumsi bahwa
Tuhanlah yang menciptakan akal kita juga Tuhan yang menciptakan dunia. Tuhan
menurut kaum rasionalis adalah seorang “Matematikawan Agung”. Matematikawan
agung tersebut dalam menciptakan dunia ini meletakkan dasardasar rasional, ratio,
berupa struktur matematis yang wajib ditemukan oleh akal pikiran manusia itu sendiri.
David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia pun menempuh
pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum, tetapi
Hume hanya menyenangi filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun
belajar secara otodidak, ia pindah ke La Flèche, Prancis (tempat di mana Descartes
menempuh pendidikan). Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak
menghabiskan waktu hidupnya di Prancis. Sebagaimana Descartes, Hume juga
meninggalkan banyak tulisan berikut:
A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary,
1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning
the Principles of Morals\, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757;
Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783.35 Perlu
dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An Enquiry
Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise
of Human Nature.
Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak dan
pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi
epistemologis yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia yang
meninggalkan cita-cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlak dan pasti
tersebut, salah satunya adalah Empirisme. Kaum empiris berpandangan bahwa
pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume seperti layaknya
filosof Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est
intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam
pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi. Hume melakukan
pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
25
Kegiatan 2
realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Menurutnya, kesan
selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat
diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka
isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas inderanya. Kesan maupun ide, menurut
Hume, dapat sederhana maupun kompleks. Sebuah ide sederhana merupakan
perpanjangan dari kesan sederhana. Begitu pula ide kompleks merupakan kelanjutan
dari kesan kompleks. Tapi, dari ide kompleks dapat diturunkan menjadi ide sederhana.
Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasar-kan tiga prinsip pertautan ide.
Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di
benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu kalau kita
memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir
tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang
kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-akibat
yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang diakibatkannya.
Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan dengan kesan.
Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas realitas maka
ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman inderawi. Berdasarkan
prinsip epistemologinya, Hume melancarkan kritik keras terhadap asumsi epistemologi
warisan filsafat Yunani kuno yang selalu mengklaim bahwa pengetahuan kita mampu
untuk menjangkau semesta sesungguhnya. Hume mengemukakan bahwa klaim tentang
semesta sesunguguhnya di balik penampakan tidak dapat dipastikan melalui
pengalaman faktual maupun prinsip non-kontradiksi. Kritik Hume diejawantahkan dalam
sikap skeptisnya terhadap hukum sebab akibat yang diyakini oleh kaum rasionalis
sebagai prinsip utama pengatur semesta. Kenicayaan hubungan sebab akibat tidak
pernah bisa diamati karena semuanya masih bersifat kemungkinan.
Hubungan sebab akibat, menurut Hume, didapatkan berdasarkan kebiasaan
dan harapan belaka dari peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan satu sama lain. Orang
sudah terbiasa di masa lalu melihat peristiwa matahari terbit di Timur selalu diikuti oleh
peristiwa tenggelam di Barat dan ia akan mengharapkan peristiwa yang sama terjadi
di masa yang akan datang. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu
memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat apriori
seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun
menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan
kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara aposteriori.
Pelopor teori Imprisme dalam pendidikan dipolopori oleh Jhon Locke, yang
secara tegas memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan
oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir
hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan
dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas
26
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu
bergantung pada apa yang akan dituliskan. Pandangan teori ini lebih optimistik
terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalah termasuk faktor penting untuk
menenukan perkembangan manusia.
Menurut tokoh pendiri aliran ini Jonh Locke bahwa anak adalah dilahirkan
ibarat kertas putih yang bersih (Tabula rasa), lingkunganlah yang memberikan pengaruh
besar dalam kehidupannya selanjutnya. Pendidik memiliki peranan penting kepada
anak untuk mendapatkan pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
melalui pendidikan. Kemampuan dasar anak yang dibawa sejak lahir dapat diubah,
karena manusia dianggap makhluk pasif yang menyerahkan dirinya kepada
lingkungan. Jadi perilaku seseorang hanya hasil belajar belaka.
Di Indonesia secara tidak sengaja kita punya tokoh yang sepaham dengan
aliran Empirisme, yaitu Sukarno (Presiden RI Pertama) yang diilhami oleh cita-cita
sejati Bung Tomo, yang ingin mendidik anak anak muda bangsa menjadi patriot
bangsa, mengungkapkan kata-kata pengobar semangat “Berikan aku 100 orang tua,
maka akan kupindahkan Mahameru. Tapi berikan aku 10 pemuda maka akan kuguncang
dunia“.
Ungkapan ini menunjukkan betapa dahsyanya lingkungan atau pendidikan
yang bisa mengubah perilaku manusia – yan mengabaikan kondrat manusia sebagai
mahluk individu.
2. Pendidikan dalam Perspektif Nativisme dan Naturalisme
Pelopor teori ini adalah seorang banga Jerman, Schopenhauer (1788-1860).
Paham Nativisme adalah pandangan bahwa kete-rampilan atau kemampuan tertentu
yang ‘pribumi’ atau keras terhubung ke otak saat lahir. Hal ini berlawanan dengan
empirisme, yang ‘kosong’ atau tabula rasa pandangan, yang menyatakan bahwa otak
memiliki kemampuan bawaan untuk belajar dari ling-kungan tetapi tidak mengandung
konten seperti keyakinan bawaan.
Aliran yang sepaham dengan ini adalah paham Naturalisme (Tirjarahardja dan
Sulo, 2005) yang dipelopori oleh Filosof Perancis J.J Rousseau (1712-1778) yang
mengatakan anak yang dilahirkan mempunyai perangai buruk, pembawaan baik anak
akan rusak oleh pengaruh lingkungan, sehingga aliran ini disebut juga dengan
Negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak pada alam.
Dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.
Nativisme memiliki sejarah filsafat, khususnya sebagai reaksi terhadap
pandangan empiris secara langsung John Locke dan David Hume. Hume telah
memberikan argumen logis persuasif bahwa orang tidak dapat menyimpulkan sebab
akibat dari persepsi masukan. Paling satu bisa berharap untuk menyimpulkan adalah
bahwa dua peristiwa terjadi secara berurutan atau secara simultan. Satu tanggapan
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
27
Kegiatan 2
atas argumen ini adalah untuk mengandaikan bahwa konsep-konsep yang tidak
diberikan oleh pengalaman, seperti kausalitas, harus ada sebelum pengalaman dan
karenanya harus bawaan (heriditas/keturunan). Beralasan filsuf Immanuel Kant dalam
Critique of Pure Reason bahwa pikiran manusia mengetahui objek di bawaan, cara
apriori. Kant menyatakan bahwa manusia, sejak lahir, harus mengalami semua objek
sebagai berturut-turut (waktu) dan disandingkan (spasi). Daftar nya bawaan predikat
Kategori meng-gambarkan bahwa pikiran dapat atribut untuk objek apapun pada
umumnya. Schopenhauer setuju dengan Kant, tetapi mengurangi jumlah bawaan
Kategori ke satu, yaitu, kausalitas, yang mengandaikan yang lain.
Perdebatan antara nativisme dan empirisme merupakan dasar dari semua
penelitian ke dalam pengembangan persepsi. Kaum Nativist percaya bahwa manusia
dilahirkan dengan semua fungsi persepsi mereka siap untuk digunakan, sedangkan
empirisis percaya bahwa kemampuan perseptual harus dipelajari dan disesuaikan
dengan. Secara umum, teori-teori yang mendukung nativisme adalah dari bawah ke
atas teori-teori persepsi sementara bukti-bukti yang mendukung nativisme cenderung
untuk mendukung gagasan atas ke bawah. Ada lima cara di mana para psikolog telah
berusaha untuk belajar perdebatan ini: dengan mempelajari bayi manusia, atau
neonatus, dengan mempelajari pasien katarak, dengan mempelajari binatang, dengan
mempelajari kebudayaan yang berbeda dan dengan mempelajari adaptasi.
Studi neonatus manusia: Ini adalah prinsip yang jelas bahwa sebelumnya
adalah manusia yang memiliki keterampilan, semakin besar kemungkinan keterampilan
ini menjadi bawaan genetis daripada belajar sebagai hasil dari lingkungan. Sebuah
titik awal yang baik adalah untuk melihat apakah bayi memiliki sebuah sepenuhnya
dikembangkan sistem visual saat lahir, jika kemudian mereka cenderung memiliki
sistem perseptual berkembang dengan baik juga. Seperti itu, bayi manusia tidak
memiliki sistem visual yang sepenuhnya berkembang pada saat lahir, memiliki saraf
optik yang lemah dan belum berkembang batang dan kerucut di retina. Mereka tidak
mampu untuk melacak objek bergerak dan tidak berkedip jika sesuatu bergerak ke
arah mata mereka. Namun, sebagian besar kemampuan ini berkembang dalam waktu
tiga atau empat bulan, dengan pengecualian fokus, yang sering tidak 20:20 sampai
usia dua belas tahun. Usia awal pada sistem yang berkembang menunjukkan bahwa
itu mungkin dikembangkan sebagai hasil dari waktu genetik switch, dengan
mengembangkan kemampuan hanya ketika mereka mungkin akan dibutuhkan.
Kemampuan persepsi masalah yang berbeda Namun, sebagai pembangunan
tidak berhubungan dengan develpment dari sistem visual. Studi tentang bayi manusia
oleh Fantz mengungkapkan bahwa mereka menunjukkan preferensi untuk bentuk
kompleks pada usia dini, yang berarti bahwa mereka memiliki warna, bentuk dan
kecerahan persepsi. Fantz berpendapat bahwa bayi memiliki pilihan bawaan untuk
wajah manusia lebih dari bentuk lain, yang marginal studi sendiri didukung. Namun,
28
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
sengketa ini psikolog lain, meskipun bayi dari 12 bulan memang menunjukkan
preferensi untuk wajah dianggap ‘cantik’ bahkan pada usia saat ini seharusnya tidak
masalah. Meskipun umumnya tidak menyangkal bahwa bayi dapat melakukan persepsi
sederhana seperti bentuk dan sebagainya, ini adalah masalah banyak perdebatan
apakah mereka dapat melihat jarak. Gibson’s ‘visual tebing’ itu dimaksudkan untuk
menemukan ini, yang terdiri dari permukaan mengangkat setengah buram dan
setengah transparan. Seorang bayi yang dapat memahami kedalaman tidak akan
pergi di sisi transparan. Gibson dan Walk menemukan bahwa bayi memang cenderung
untuk menunjukkan rasa takut pada sisi transparan, tetapi ini tidak membuktikan bahwa
kedalaman persepsi merupakan kemampuan bawaan karena pada enam bulan ini
masih bayi cukup tua untuk belajar merangkak, dan dengan demikian bisa dikatakan
telah belajar untuk melihat kedalaman.
Animal Studies: seperti bayi binatang tidak dapat untuk memberi tahu kami
apa yang mereka anggap tapi tidak seperti bayi-bayi kita secara hukum dapat
melakukan penelitian jauh lebih berbahaya pada mereka. Sebagian besar penelitian
hewan berfokus pada efek kekurangan. Riesen dibesarkan simpanse total darknss
dan menemukan bahwa sistem mereka telah membusuk. Dia kemudian disaring cahaya
melalui kacamata buram pada simpanse dan menemukan bahwa sementara mereka
bisa melihat ukuran bentuk dan warna mereka tidak bisa membedakan antara polapola atau merasakan kedalaman, yang menyiratkan bahwa elemen-elemen lebih
compleks dipelajari.
Held dan Hein menempatkan dua anak kucing di ‘kucing korsel’ sebuah
perangkat yang membiarkan satu kucing memindahkannya sementara yang lain
mengikuti di sekitar tetapi tidak mengendalikan gerak. Ini berarti bahwa kedua kucing
sama-sama anak-anak kucing bergerak experience.The visual tidak dapat berkedip
dan tidak meluruskan kaki mereka ketika diturunkan ke tanah. Namun, ketika
diperbolehkan pergerakan bebas mereka dengan cepat belajar kemampuan,
menyiratkan bahwa persepsi kedalaman dipelajari dan berkaitan dengan sistem motor.
Blakemoor dan Cooper rasied anak kucing dalam lingkungan yang terdiri
sepenuhnya dari garis horizontal atau vertikal. Kucing tidak mampu untuk melacak
benda-benda di sepanjang jalan mereka telah ditentukan, dan jarang untuk melacak
secara diagonal, lagi-lagi menyiratkan pembelajaran diperlukan.
Pasien Katarak (bular) manusia: Hal ini mirip dengan menyelidiki bayi dalam
visual yang kemudian digunakan adalah baru dan asing, tapi pasien katarak dapat
berkomunikasi secara efektif apa yang mereka dapat melihat. Namun, kemampuan
mereka dapat terdistorsi oleh sebuah kepercayaan pada indra mereka yang lain
yang telah dibangun, sementara mereka telah buta. Hebb berkorelasi hampir semua
penyelidikan tentang masalah pada tahun 1944, dan menemukan bahwa secara
keseluruhan pasien dapat melihat bentuk tetapi tidak memberi mereka arti atau
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
29
Kegiatan 2
implikasi tanpa menggunakan indera lainnya, terutama sentuhan.
Adaptasi Studi: Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah kita dapat
beradaptasi dengan perubahan yang konsisten dalam array visual, misalnya warna
atau orientasi. Ini akan menunjukkan bahwa kita mampu beradaptasi dan dengan
demikian bahwa banyak kemampuan perseptual dipelajari, sedangkan kegagalan
akan mendukung pernyataan bahwa persepsi adalah bawaan. Stratton terbalik dengan
lensa visinya pada tahun 1896, dan menemukan bahwa ia segera mampu beradaptasi
dan melaksanakan prosedur rumit seperti menulis dan menuangkan minuman dengan
mudah, meskipun lebih baik dengan mata tertutup. Sebagian besar subjek manusia
mampu beradaptasi setelah periode singkat disorientasi, secara signifikan lebih baik
jika mereka bergerak di sekeliling. Ini kedua menyiratkan bahwa persepsi manusia
diajarkan dan bahwa sistem motor berperan penting.
Tetapi binatang sering kali gagal beradaptasi, misalnya ayam akan terus
mematuki jagung sebenarnya sepuluh sentimeter menjauh sampai mereka disingkirkan
secara paksa, tidak peduli berapa kali mereka mematuk udara. Hal ini menunjukkan
bahwa manusia beradaptasi lebih daripada kebanyakan binatang, yang tampaknya
masuk akal karena kehidupan manusia tidak terlalu mudah untuk memprediksi secara
genetis. Cross-Cultural Studies: Jika persepsi manusia adalah hasil belajar maka
harus ada perbedaan dalam keterampilan persepsi antara manusia dibesarkan dalam
lingkungan yang berbeda. Telah ditemukan bahwa beberapa suku-suku Afrika yang
tidak digunakan untuk bangunan dan sebuah dunia yang terdiri dari empat persegi
panjang kurang subjek dari barat ke ilusi seperti Muller-Lyer. Juga suku pigmi hutan
diambil oleh Jahota ke dataran, di mana mereka pikir yang jauh kerbau itu semut
karena di hutan mereka tidak pernah bisa melihat kedalaman pada skala. Secara
keseluruhan bukti-bukti adalah bahwa beberapa bagian dari persepsi yang dipelajari
dan beberapa bawaan, dan meskipun cenderung lebih kompleks yang dipelajari,
belum ada kepastian total untuk yang inate dan yang mengandalkan pengalaman.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa tempat nativisme linguistik didorong
oleh pertimbangan yang ketinggalan jaman dan perlu mempertimbangkan kembali.
Sebagai contoh, nativisme setidaknya sebagian didorong oleh persepsi bahwa
kesimpulan statistik yang dibuat dari pengalaman tidak mencukupi untuk menjelaskan
bahasa manusia yang kompleks berkembang. Pada bagian, ini adalah reaksi terhadap
kegagalan model behavioris behaviorisme dan era dengan mudah menjelaskan
bagaimana sesuatu yang kompleks dan canggih sebagai bahasa berbunga penuh
bisa dipelajari. Memang, beberapa argumen kepribumian Chomsky terinspirasi oleh
pernyataan bahwa anak-anak tidak bisa belajar tata bahasa yang rumit yang didasarkan
pada input linguistik biasanya mereka menerima, dan dengan demikian harus memiliki
bawaan modul belajar bahasa, atau bahasa perangkat akuisisi. Namun, sekarang
dikenal bahwa banyak klaim Chomsky terkenal dalam kemiskinan dari rangsangan
30
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
secara empiris argumen palsu dan bahwa anak-anak dapat menggunakan statistik
generalisasi dan belajar untuk belajar berbagai macam bentuk dan kata kedua kata
distribusi.
Selama beberapa dekade terakhir, dengan munculnya lebih kompleks dan
canggih merek matematika seperti teori kompleksitas dan teori permainan, hal itu
telah menjadi semakin jelas bahwa sistem yang sangat rumit dapat berkembang dari
agen dengan sedikit (jika ada) pra-aturan diprogram. Banyak empirisis sekarang juga
mencoba menerapkan model pembelajaran modern dan teknik untuk pertanyaan
pemerolehan bahasa, dengan ditandai keberhasilan. Kesamaan generalisasi berbasis
tanda jalan lain dari penelitian terbaru, yang menunjukkan bahwa anak-anak mungkin
dapat dengan cepat mempelajari cara menggunakan kata-kata baru dengan
generalisasi tentang penggunaan kata-kata serupa yang telah mereka ketahui.
3. Pendidikan dalam Perspektif Konvergensi
Teori ini dipelopori oleh William Stern (1871-
1939) – yang mengatakan bahwa anak yang dilahirkan kedunia ini telah memiliki
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Aliran ini mengatakan bahwa pengaruh
proses pemkembangan manusia ditentukan pembawan dan lingkungan. (Tirtarahardja
dan Selo (2005). Lebih tegas teori menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman
memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu.
Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar.
Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam
lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda.
Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan
bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga
disokong oleh faktor lingkungan.
Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen
yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
31
Kegiatan 2
hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang
disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak.
Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku
sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan.
Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan.
Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri
manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang
memungkinkan individu berkembang ke satu arah.
Untuk faktor lingkunganyang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor
eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam
sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan
antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang
dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu
apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan
pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.
Hubungan Individu dengan Lingkungan
Pada teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan
penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam
beberapa kategori yaitu :
1.
Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah
serta musim
2.
Lingkungan sosial;berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan
sosial dibedakan dalam dua bentuk :
Lingkungan sosial primer:yaitu lingkungan yang anggotanya saling
kenal
Lingkungan sosial sekunder: lingkungan yang hubungan anatar
anggotanya bersifat longgar.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal
balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap
individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu:
1.
Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri
individu,
2.
Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan dengan yang ada dalam
diri individu,
3.
Individu bersikap netral atau berstaus quo.
Jiwa manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang terdiri atas 3 golongan
besar yaitu :
32
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
1.
2.
3.
Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan perasaan (emosi)
kemampuan jiwa yang berhubungan dengan kemauan (konasi)
Kemampuan-kemampuan itulah yang digunakan oleh manusia dalam
berhadapan dan berhubungan dengan lingkungannya (di dalam mapun di luar),
termasuk dalam mengolah informasi yang ada pada lingkungannya yang disebut
dengan stimulus atau rangsang.
C. RANGKUMAN
1.
Pada dasarnya ada tiga pandangan filsafat terhadap manusia, (1) Empirisme,
(2) Nativisme, dan (3) Konvergensi.
2.
Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan
secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang
menggunakan indera.
3.
Emprisme mempunya doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari
dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang
dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi
adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau bawaan sejak
lahir.
4.
Nativisme adalah pandangan bahwa keterampilan atau kemampuan tertentu
yang ‘pribumi’ atau keras terhubung ke otak saat lahir. Hal ini berlawanan
dengan empirisme, yang ‘kosong’ atau tabula rasa pandangan, yang
menyatakan bahwa otak memiliki kemampuan bawaan untuk belajar dari
lingkungan tetapi tidak mengandung konten seperti keyakinan bawaan.
5.
Aliran yang sepaham dengan ini adalah paham Naturalisme yang mengatakan
anak yang dilahirkan mempunyai perangai buruk, pembawaan baik anak akan
rusak oleh pengaruh lingkungan, sehingga aliran ini disebut juga dengan
Negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak
pada alam. Dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.
6.
Nativisme memiliki sejarah filsafat, khususnya sebagai reaksi terhadap
pandangan empiris secara langsung John Locke dan David Hume. Hume
telah memberikan argumen logis persuasif bahwa orang tidak dapat
menyimpulkan sebab akibat dari persepsi masukan. Paling satu bisa berharap
untuk menyimpulkan adalah bahwa dua peristiwa terjadi secara berurutan atau
secara simultan. Satu tanggapan atas argumen ini adalah untuk mengandaikan
bahwa konsep-konsep yang tidak diberikan oleh pengalaman, seperti
kausalitas, harus ada sebelum pengalaman dan karenanya harus bawaan.
7.
Pikiran manusia mengetahui objek di bawaan, cara apriori.
8.
Manusia, sejak lahir, harus mengalami semua objek sebagai berturut-turut
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
33
Kegiatan 2
9.
10.
11.
12.
13.
(waktu) dan disandingkan (spasi). Daftarnya bawaan predikat Kategori
menggambarkan bahwa pikiran dapat atribut untuk objek apapun pada
umumnya, tetapi mengurangi jumlah bawaan Kategori ke satu, yaitu, kausalitas,
yang mengandaikan yang lain.
NAtivisme berpendirian bahawa sebelumnya adalah manusia yang memiliki
keterampilan, semakin besar kemungkinan keterampilan ini menjadi bawaan
genetis daripada belajar sebagai hasil dari lingkungan.
Perdebatan antara nativisme dan empirisme merupakan dasar dari semua
penelitian ke dalam pengembangan persepsi. Kaum Nativist percaya bahwa
manusia dilahirkan dengan semua fungsi persepsi mereka siap untuk
digunakan, sedangkan empirisis percaya bahwa kemampuan perseptual harus
dipelajari dan disesuaikan.
Hasil perdebatan ini melahirkan teori ini merupakan Convergensi (gabungan
) dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman
memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan
individu.
Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau
pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu
tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.
Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah
mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan
pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.
D. TUGAS
1.
Bagaimana sikap saudara sebagai guru dengan ketiga teori yang memandang
manusia?
2.
Sebutkan masing-masing dasar pendirian (asumsi) dari teori-teori tersebut?
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu dan Nur Uhbiyati. (1991). Ilmu Pendidikan. Semarang: Renika Cipta.
Hasbullah. (1999). Dasar-Dasar Imu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada.
Pidarta, Made. (2000). Landasan Kependidikan. Jakarta: Renika Cipta.
Tirtarahardja, dan Sulo, La. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta
M. Ied Al Munir adalah dosen IAIN Tasya Safiuddin Jambi dan sedang menempuh
Pascasarjana. Program Studi Ilmu Filsafat Universias Gadjah Mada .http://
jurnal.filsafat.ugm.ac.id
http://www.essortment.com/all/perceptualpsych_pcq.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Psychological_nativism
34
BAHAN AJAR
• PENGANTAR PENDIDIKAN
Kegiatan 2
http:// edwi.dosen.upnyk.ac.id/PSISOS.2.doc
http://www.forkomalims.com/all/meledakkan-potensi-pemuda
SAID SUHIL ACHAMD, 2010
35
Download