Kegiatan 2 Kegiatan 2 Teori-Teori Pendidikan A. PENGANTAR Bagaimana memperlakukan seorang anak manusia? Tergantung paham, teori atau aliran pendidikan mana yang digunakan. Pada umumnya ada tiga paham yang mewarnai perjalanan pendidikan manusia, yaitu paham Empirisme, paham Nativisme/ Naturalisme, dan paham Konvergensi. Kegiatan 2 ini berisikan tiga pokok bahasan, yaitu (A) Pendidikan dalam perspektif Empiris, (B) Pendidikan dalam perspektif Nativisme dan naturalisme; (C) Pendidikan dalam perspektif Konvergensi.Setelah mempelajari bagian ini diharapkan mahasiswa dapat: 1. Menjelaskan cara pandang kaum emprisime terhadap manusia; 2. Menjelaskan cara pandang kaum nativisme dan naturalisme terhadap manusia; dan 3. Menjelaskan cara pandang kaum konvergensi terhadap manusia B. URAIAN 1. Pendidikan dalam perspektif Empiris Filsafat dunia yang kedua adalah empirisisme yang mengajarkan bahwa segala sesuatu dapat diketahui atau disebut kebenaran jika dapat dialami atau melalui pengalaman. Dengan kata lain, manusia harus mengalami dahulu sesuatu, baru sesuatu itu dikatakan kebenaran. Pendiri dari filsafat ini adalah John Locke. Para tokoh empirisisme lainnya adalah David Hume, Ludwig A. Feuerbach, dll. Salah satu tokoh empirisisme ini, Ludwig A. Feuerbach mengajarkan bahwa agama itu feeling absolute dependency (perasaan kebergantungan mutlak). Dari pengertian ini, dapatlah disimpulkan bahwa hanya melalui pengalaman, kita baru dapat mengerti kebenaran dan agama identik dengan sebuah perasaan saja, bukan sebuah iman. Ternyata ada juga orang “Kristen” yang mentah-mentah mengadopsi pemikiran seperti ini. Timbulnya empirisisme pada zaman modern filsafat dikarenakan adanya rasa Nama : Lahir : Meninggal : Aliran/tradisi : Minat utama : Gagasan penting : kebebasan and hak milik 20 John Locke 29 Agustus 1632, Wrington, Somerset, Inggris 29 Agustus 1632, Essex, Inggris Empirisme Inggris, Kontrak Sosial, Hukum Alam Metafisika, Epistemologi, Filsafat Politik, Pendidikan Tabula rasa, keadaan alamiah; hak-hak dasariah, BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 kebimbangan terhadap sains dan agama. Ada tokoh-tokoh penting dari aliran ini, yaitu John Locke, David Hume dan Herbert Spencer. Istilah empirisisme diambil dari bahasa Yunani emperia yang berarti coba-coba atau pengalaman. Jadi empirisisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Dalam hal ini ada dua teori untuk mengetahui isi doktrin tersebut 1. Teori makna 2. Teori pengetahuan. Akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran? . Paham Empiris berasal dari pandangan kaum rasionalis. Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey menambahkan bahwa berdasarkan akar katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti. Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran Rasionalisme: Pengalaman hanya dipandang sebagai hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan sejenis perangsang bagi pikiran? hanya dapat diperoleh dengan akal saja. SAID SUHIL ACHAMD, 2010 21 Kegiatan 2 Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia. Dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut.Dalam perkembangannya Rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama. Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan seperti René Descartes, Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch Spinoza. Sedangkan pada abad ke-18 nama-nama seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert adalah para pengusungnya. Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani empeiria dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera. Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal. Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat dijamin. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan. Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt, Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan, dalam Jujun S. Suriasumantri (penyunting), Ilmu 22 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 dalam seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat sampai kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita melihat harimau tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal tersebut jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, dengan jalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri. Seperti juga pada Rasionalisme, maka pada Empirisme pun terdapat banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah populernya. Tokoh-tokoh dimaksud di antarnya adalah David Hume, John Locke dan Bishop Berkley. René Descartes atau Cartesius dilahirkan di La Haye, sebuah kota kecil di Touraine, Perancis tahun 1596. Ia mendapatkan pendidikan di sekolah Jesuit di La Flèche. Selama di sekolah ini, karena kondisi kesehatannya yang kurang baik, ia diizinkan untuk tetap berada di tempat tidur dan ini pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan selama hidupnya. Di sekolah Jesuit, Descartes mendapat-kan pelajaranpelajaran tentang filsafat, fisika dan matematika. Selama di sekolah ini pula ia ikut merayakan ditemukannya berbagai bulan yang ada pada planet Jupiter tahun 1611. Setelah meninggalkan La Flèche, Descartes melanjutkan pendidikannya ke sekolah hukum di Poitiers. Selanjutnya ia berpergian di beberapa negera Eropa selama satu dekade, termasuk tiga tahun di Paris, di mana ia menemukan Mersenne, yang kemudian menjadi mentornya. Pada tahun 1629, dalam pencariannya akan ketenangan dan kesunyaian, ia menetap di Belanda. Belanda dianggap sebagai tempat yang paling tepat karena iklim kebebasannya yang terbaik di Eropa. Descartes menetap di Belanda sampai dengan 1649. Pada rentang waktu tahun-tahun inilah ia menulis banyak karya ilmiah. Pada Oktober 1649 pula ia pindah ke Stochkholm, Swedia, namun pada Februari tahun berikutnya yakni 1650, ia wafat karena penyakit pneumonia. Sebagai seorang filosof, Descartes telah menghasilkan beberapa karya filsafat yakni: Discours de la méthode pour bien conduire sa raison et chercher René Descartes mengajukan argumentasi yang kukuh untuk pendekatan rasional terhadap pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh dengan pertentangan ideologis, Descartes berkeinginan untuk mendasarkan keyakinannya kepada sebuah landasan yang memiliki kepastian yang mutlak. Untuk itu, ia melakukan berbagai pengujian yang mendalam terhadap segenap yang diketahuinya. Dia memutuskan bahwa jika ia menemukan suatu alasan yang meragukan suatu kategori atau prinsip pengetahuan, maka ketegori itu akan dikesampingkan. Dia hanya akan menerima sesuatu yang tidak memiliki keraguan apa-apa. Apapun yang masih dapat diragukan maka hal tersebut wajib diragukan. Seluruh pengetahuan yang dimiliki SAID SUHIL ACHAMD, 2010 23 Kegiatan 2 manusia harus diragukan termasuk pengetahuan yang dianggap paling pasti dan sederhana. Keraguan Descartes inilah yang kemudian dikenal sebagai keraguan metodis universal. Pengetahuan-pengetahuan yang harus diragukan dalam hal ini adalah berupa: segala sesuatu yang kita didapatkan di dalam kesadaran kita sendiri, karena semuanya mungkin adalah hasil khayalan atau tipuan; dan segala sesuatu yang hingga kini kita anggap sebagai benar dan pasti, misalnya pengetahuan yang telah didapatkan dari pendidikan atau pengajaran, pengetahuan yang didapatkan melalui penginderaan, pengetahuan tentang adanya benda-benda dan adanya tubuh kita, pengetahuan tentang Tuhan, bahkan juga pengetahuan tentang ilmu pasti yang paling sederhana. Menurut Descartes, satu-satunya hal yang tidak dapat diragukan adalah eksistensi dirinya sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada; dia berdalih bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan. Aku yang ragu-ragu adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal karena apabila kita menyangkalnya berarti kita melakukan apa yang disebut kontradiksi performatis. Dengan kata lain, kesangsian secara langsung menyatakan adanya aku, pikiranku yang kebenarannya bersifat pasti dan tidak tergoyahkan. Kebenaran tersebut bersifat pasti karena aku mengerti itu secara jernih dan terpilah-pilah atau dengan kata lain tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Kristalisasi dari kepastian Descartes diekspresikan dengan diktumnya yang cukup terkenal, “cogito, ergo sum”, aku berpikir maka aku ada. Beberapa catatan ditambahkan oleh Gallagher dan Hadi tentang maksud dari cogito, ergo sum ini. Pertama, isi dari cogito yakni apa yang dinyatakan kepadanya adalah melulu dirinya yang berpikir. Yang termaktub di dalamnya adalah cogito, ergo sum cogitans. Saya berpikir, maka saya adalah pengada yang berpikir, yaitu eksistensi dari akal, sebuah substansi dasar. Kedua, cogito bukanlah sesuatu yang dicapai melalui proses penyimpulan, dan ergo bukanlah ergo silogisme. Yang dimaksud Descartes adalah bahwa eksistensi personal saya yang penuh diberikan kepada saya di dalam kegiatan meragukan. Lebih jauh, menurut Descartes, apa yang jernih dan terpilah-pilah itu tidak mungkin berasal dari luar diri kita. Descartes memberi contoh lilin yang apabila dipanaskan mencair dan berubah bentuknya. Apa yang membuat pemahaman kita bahwa apa yang nampak sebelum dan sesudah mencair adalah lilin yang sama? Mengapa setelah penampakan berubah kita tetap mengatakan bahwa itu lilin? Jawaban Descartes adalah karena akal kita yang mampu menangkap ide secara jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala-gejala yang ditampilkan lilin. Oleh karena penampakan dari luar tidak dapat dipercaya maka seseorang mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam dirinya sendiri yang bersifat pasti. Ide-ide yang 24 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 bersifat pasti dipertentangkan dengan ide-ide yang berasal dari luar yang bersifat menyesatkan. Berbeda dengan para rasionalis-ateis seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert, Descartes masih memberi tempat bagi Tuhan. Descartes masih dalam koridor semangat skolastik yaitu penyelarasan iman dan akal. Descartes mempertanyakan bagaimana ide tentang Tuhan sebagai tak terbatas dapat dihasilkan oleh manusia yang terbatas. Jawabannya jelas. Tuhanlah yang meletakkan ide tentang-Nya di benak manusia karena kalau tidak keberadaan ide tersebut tidak bisa dijelaskan. Descartes merupakan bagian dari kaum rasionalis yang tidak ingin menafikan Tuhan begitu saja sebagai konsekuensi pemikiran mereka. Kaum rasionalis pada umumnya “menyelamatkan” ide tentang keberadaan Tuhan dengan berasumsi bahwa Tuhanlah yang menciptakan akal kita juga Tuhan yang menciptakan dunia. Tuhan menurut kaum rasionalis adalah seorang “Matematikawan Agung”. Matematikawan agung tersebut dalam menciptakan dunia ini meletakkan dasardasar rasional, ratio, berupa struktur matematis yang wajib ditemukan oleh akal pikiran manusia itu sendiri. David Hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada 1711. Ia pun menempuh pendidikannya di sana. Keluarganya berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum, tetapi Hume hanya menyenangi filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak, ia pindah ke La Flèche, Prancis (tempat di mana Descartes menempuh pendidikan). Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya di Prancis. Sebagaimana Descartes, Hume juga meninggalkan banyak tulisan berikut: A Treatise of Human Nature, 1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742; An Enquiry Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning the Principles of Morals\, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757; Dialogues Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783.35 Perlu dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An Enquiry Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari buku A Treatise of Human Nature. Usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak dan pasti telah berlangsung secara terus menerus. Namun, terdapat sebuah tradisi epistemologis yang kuat untuk mendasarkan diri kepada pengalaman manusia yang meninggalkan cita-cita untuk mendapatkan pengetahuan yang mutlak dan pasti tersebut, salah satunya adalah Empirisme. Kaum empiris berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume seperti layaknya filosof Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi. Hume melakukan pembedaan antara kesan dan ide. Kesan merupakan penginderaan langsung atas SAID SUHIL ACHAMD, 2010 25 Kegiatan 2 realitas lahiriah, sementara ide adalah ingatan atas kesan-kesan. Menurutnya, kesan selalu muncul lebih dahulu, sementara ide sebagai pengalaman langsung tidak dapat diragukan. Dengan kata lain, karena ide merupakan ingatan atas kesan-kesan, maka isi pikiran manusia tergantung kepada aktivitas inderanya. Kesan maupun ide, menurut Hume, dapat sederhana maupun kompleks. Sebuah ide sederhana merupakan perpanjangan dari kesan sederhana. Begitu pula ide kompleks merupakan kelanjutan dari kesan kompleks. Tapi, dari ide kompleks dapat diturunkan menjadi ide sederhana. Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasar-kan tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu kalau kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab-akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit yang diakibatkannya. Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan dengan kesan. Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas realitas maka ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman inderawi. Berdasarkan prinsip epistemologinya, Hume melancarkan kritik keras terhadap asumsi epistemologi warisan filsafat Yunani kuno yang selalu mengklaim bahwa pengetahuan kita mampu untuk menjangkau semesta sesungguhnya. Hume mengemukakan bahwa klaim tentang semesta sesunguguhnya di balik penampakan tidak dapat dipastikan melalui pengalaman faktual maupun prinsip non-kontradiksi. Kritik Hume diejawantahkan dalam sikap skeptisnya terhadap hukum sebab akibat yang diyakini oleh kaum rasionalis sebagai prinsip utama pengatur semesta. Kenicayaan hubungan sebab akibat tidak pernah bisa diamati karena semuanya masih bersifat kemungkinan. Hubungan sebab akibat, menurut Hume, didapatkan berdasarkan kebiasaan dan harapan belaka dari peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan satu sama lain. Orang sudah terbiasa di masa lalu melihat peristiwa matahari terbit di Timur selalu diikuti oleh peristiwa tenggelam di Barat dan ia akan mengharapkan peristiwa yang sama terjadi di masa yang akan datang. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat apriori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara aposteriori. Pelopor teori Imprisme dalam pendidikan dipolopori oleh Jhon Locke, yang secara tegas memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas 26 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan dituliskan. Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalah termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Menurut tokoh pendiri aliran ini Jonh Locke bahwa anak adalah dilahirkan ibarat kertas putih yang bersih (Tabula rasa), lingkunganlah yang memberikan pengaruh besar dalam kehidupannya selanjutnya. Pendidik memiliki peranan penting kepada anak untuk mendapatkan pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan. Kemampuan dasar anak yang dibawa sejak lahir dapat diubah, karena manusia dianggap makhluk pasif yang menyerahkan dirinya kepada lingkungan. Jadi perilaku seseorang hanya hasil belajar belaka. Di Indonesia secara tidak sengaja kita punya tokoh yang sepaham dengan aliran Empirisme, yaitu Sukarno (Presiden RI Pertama) yang diilhami oleh cita-cita sejati Bung Tomo, yang ingin mendidik anak anak muda bangsa menjadi patriot bangsa, mengungkapkan kata-kata pengobar semangat “Berikan aku 100 orang tua, maka akan kupindahkan Mahameru. Tapi berikan aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia“. Ungkapan ini menunjukkan betapa dahsyanya lingkungan atau pendidikan yang bisa mengubah perilaku manusia – yan mengabaikan kondrat manusia sebagai mahluk individu. 2. Pendidikan dalam Perspektif Nativisme dan Naturalisme Pelopor teori ini adalah seorang banga Jerman, Schopenhauer (1788-1860). Paham Nativisme adalah pandangan bahwa kete-rampilan atau kemampuan tertentu yang ‘pribumi’ atau keras terhubung ke otak saat lahir. Hal ini berlawanan dengan empirisme, yang ‘kosong’ atau tabula rasa pandangan, yang menyatakan bahwa otak memiliki kemampuan bawaan untuk belajar dari ling-kungan tetapi tidak mengandung konten seperti keyakinan bawaan. Aliran yang sepaham dengan ini adalah paham Naturalisme (Tirjarahardja dan Sulo, 2005) yang dipelopori oleh Filosof Perancis J.J Rousseau (1712-1778) yang mengatakan anak yang dilahirkan mempunyai perangai buruk, pembawaan baik anak akan rusak oleh pengaruh lingkungan, sehingga aliran ini disebut juga dengan Negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak pada alam. Dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Nativisme memiliki sejarah filsafat, khususnya sebagai reaksi terhadap pandangan empiris secara langsung John Locke dan David Hume. Hume telah memberikan argumen logis persuasif bahwa orang tidak dapat menyimpulkan sebab akibat dari persepsi masukan. Paling satu bisa berharap untuk menyimpulkan adalah bahwa dua peristiwa terjadi secara berurutan atau secara simultan. Satu tanggapan SAID SUHIL ACHAMD, 2010 27 Kegiatan 2 atas argumen ini adalah untuk mengandaikan bahwa konsep-konsep yang tidak diberikan oleh pengalaman, seperti kausalitas, harus ada sebelum pengalaman dan karenanya harus bawaan (heriditas/keturunan). Beralasan filsuf Immanuel Kant dalam Critique of Pure Reason bahwa pikiran manusia mengetahui objek di bawaan, cara apriori. Kant menyatakan bahwa manusia, sejak lahir, harus mengalami semua objek sebagai berturut-turut (waktu) dan disandingkan (spasi). Daftar nya bawaan predikat Kategori meng-gambarkan bahwa pikiran dapat atribut untuk objek apapun pada umumnya. Schopenhauer setuju dengan Kant, tetapi mengurangi jumlah bawaan Kategori ke satu, yaitu, kausalitas, yang mengandaikan yang lain. Perdebatan antara nativisme dan empirisme merupakan dasar dari semua penelitian ke dalam pengembangan persepsi. Kaum Nativist percaya bahwa manusia dilahirkan dengan semua fungsi persepsi mereka siap untuk digunakan, sedangkan empirisis percaya bahwa kemampuan perseptual harus dipelajari dan disesuaikan dengan. Secara umum, teori-teori yang mendukung nativisme adalah dari bawah ke atas teori-teori persepsi sementara bukti-bukti yang mendukung nativisme cenderung untuk mendukung gagasan atas ke bawah. Ada lima cara di mana para psikolog telah berusaha untuk belajar perdebatan ini: dengan mempelajari bayi manusia, atau neonatus, dengan mempelajari pasien katarak, dengan mempelajari binatang, dengan mempelajari kebudayaan yang berbeda dan dengan mempelajari adaptasi. Studi neonatus manusia: Ini adalah prinsip yang jelas bahwa sebelumnya adalah manusia yang memiliki keterampilan, semakin besar kemungkinan keterampilan ini menjadi bawaan genetis daripada belajar sebagai hasil dari lingkungan. Sebuah titik awal yang baik adalah untuk melihat apakah bayi memiliki sebuah sepenuhnya dikembangkan sistem visual saat lahir, jika kemudian mereka cenderung memiliki sistem perseptual berkembang dengan baik juga. Seperti itu, bayi manusia tidak memiliki sistem visual yang sepenuhnya berkembang pada saat lahir, memiliki saraf optik yang lemah dan belum berkembang batang dan kerucut di retina. Mereka tidak mampu untuk melacak objek bergerak dan tidak berkedip jika sesuatu bergerak ke arah mata mereka. Namun, sebagian besar kemampuan ini berkembang dalam waktu tiga atau empat bulan, dengan pengecualian fokus, yang sering tidak 20:20 sampai usia dua belas tahun. Usia awal pada sistem yang berkembang menunjukkan bahwa itu mungkin dikembangkan sebagai hasil dari waktu genetik switch, dengan mengembangkan kemampuan hanya ketika mereka mungkin akan dibutuhkan. Kemampuan persepsi masalah yang berbeda Namun, sebagai pembangunan tidak berhubungan dengan develpment dari sistem visual. Studi tentang bayi manusia oleh Fantz mengungkapkan bahwa mereka menunjukkan preferensi untuk bentuk kompleks pada usia dini, yang berarti bahwa mereka memiliki warna, bentuk dan kecerahan persepsi. Fantz berpendapat bahwa bayi memiliki pilihan bawaan untuk wajah manusia lebih dari bentuk lain, yang marginal studi sendiri didukung. Namun, 28 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 sengketa ini psikolog lain, meskipun bayi dari 12 bulan memang menunjukkan preferensi untuk wajah dianggap ‘cantik’ bahkan pada usia saat ini seharusnya tidak masalah. Meskipun umumnya tidak menyangkal bahwa bayi dapat melakukan persepsi sederhana seperti bentuk dan sebagainya, ini adalah masalah banyak perdebatan apakah mereka dapat melihat jarak. Gibson’s ‘visual tebing’ itu dimaksudkan untuk menemukan ini, yang terdiri dari permukaan mengangkat setengah buram dan setengah transparan. Seorang bayi yang dapat memahami kedalaman tidak akan pergi di sisi transparan. Gibson dan Walk menemukan bahwa bayi memang cenderung untuk menunjukkan rasa takut pada sisi transparan, tetapi ini tidak membuktikan bahwa kedalaman persepsi merupakan kemampuan bawaan karena pada enam bulan ini masih bayi cukup tua untuk belajar merangkak, dan dengan demikian bisa dikatakan telah belajar untuk melihat kedalaman. Animal Studies: seperti bayi binatang tidak dapat untuk memberi tahu kami apa yang mereka anggap tapi tidak seperti bayi-bayi kita secara hukum dapat melakukan penelitian jauh lebih berbahaya pada mereka. Sebagian besar penelitian hewan berfokus pada efek kekurangan. Riesen dibesarkan simpanse total darknss dan menemukan bahwa sistem mereka telah membusuk. Dia kemudian disaring cahaya melalui kacamata buram pada simpanse dan menemukan bahwa sementara mereka bisa melihat ukuran bentuk dan warna mereka tidak bisa membedakan antara polapola atau merasakan kedalaman, yang menyiratkan bahwa elemen-elemen lebih compleks dipelajari. Held dan Hein menempatkan dua anak kucing di ‘kucing korsel’ sebuah perangkat yang membiarkan satu kucing memindahkannya sementara yang lain mengikuti di sekitar tetapi tidak mengendalikan gerak. Ini berarti bahwa kedua kucing sama-sama anak-anak kucing bergerak experience.The visual tidak dapat berkedip dan tidak meluruskan kaki mereka ketika diturunkan ke tanah. Namun, ketika diperbolehkan pergerakan bebas mereka dengan cepat belajar kemampuan, menyiratkan bahwa persepsi kedalaman dipelajari dan berkaitan dengan sistem motor. Blakemoor dan Cooper rasied anak kucing dalam lingkungan yang terdiri sepenuhnya dari garis horizontal atau vertikal. Kucing tidak mampu untuk melacak benda-benda di sepanjang jalan mereka telah ditentukan, dan jarang untuk melacak secara diagonal, lagi-lagi menyiratkan pembelajaran diperlukan. Pasien Katarak (bular) manusia: Hal ini mirip dengan menyelidiki bayi dalam visual yang kemudian digunakan adalah baru dan asing, tapi pasien katarak dapat berkomunikasi secara efektif apa yang mereka dapat melihat. Namun, kemampuan mereka dapat terdistorsi oleh sebuah kepercayaan pada indra mereka yang lain yang telah dibangun, sementara mereka telah buta. Hebb berkorelasi hampir semua penyelidikan tentang masalah pada tahun 1944, dan menemukan bahwa secara keseluruhan pasien dapat melihat bentuk tetapi tidak memberi mereka arti atau SAID SUHIL ACHAMD, 2010 29 Kegiatan 2 implikasi tanpa menggunakan indera lainnya, terutama sentuhan. Adaptasi Studi: Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah kita dapat beradaptasi dengan perubahan yang konsisten dalam array visual, misalnya warna atau orientasi. Ini akan menunjukkan bahwa kita mampu beradaptasi dan dengan demikian bahwa banyak kemampuan perseptual dipelajari, sedangkan kegagalan akan mendukung pernyataan bahwa persepsi adalah bawaan. Stratton terbalik dengan lensa visinya pada tahun 1896, dan menemukan bahwa ia segera mampu beradaptasi dan melaksanakan prosedur rumit seperti menulis dan menuangkan minuman dengan mudah, meskipun lebih baik dengan mata tertutup. Sebagian besar subjek manusia mampu beradaptasi setelah periode singkat disorientasi, secara signifikan lebih baik jika mereka bergerak di sekeliling. Ini kedua menyiratkan bahwa persepsi manusia diajarkan dan bahwa sistem motor berperan penting. Tetapi binatang sering kali gagal beradaptasi, misalnya ayam akan terus mematuki jagung sebenarnya sepuluh sentimeter menjauh sampai mereka disingkirkan secara paksa, tidak peduli berapa kali mereka mematuk udara. Hal ini menunjukkan bahwa manusia beradaptasi lebih daripada kebanyakan binatang, yang tampaknya masuk akal karena kehidupan manusia tidak terlalu mudah untuk memprediksi secara genetis. Cross-Cultural Studies: Jika persepsi manusia adalah hasil belajar maka harus ada perbedaan dalam keterampilan persepsi antara manusia dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda. Telah ditemukan bahwa beberapa suku-suku Afrika yang tidak digunakan untuk bangunan dan sebuah dunia yang terdiri dari empat persegi panjang kurang subjek dari barat ke ilusi seperti Muller-Lyer. Juga suku pigmi hutan diambil oleh Jahota ke dataran, di mana mereka pikir yang jauh kerbau itu semut karena di hutan mereka tidak pernah bisa melihat kedalaman pada skala. Secara keseluruhan bukti-bukti adalah bahwa beberapa bagian dari persepsi yang dipelajari dan beberapa bawaan, dan meskipun cenderung lebih kompleks yang dipelajari, belum ada kepastian total untuk yang inate dan yang mengandalkan pengalaman. Beberapa peneliti berpendapat bahwa tempat nativisme linguistik didorong oleh pertimbangan yang ketinggalan jaman dan perlu mempertimbangkan kembali. Sebagai contoh, nativisme setidaknya sebagian didorong oleh persepsi bahwa kesimpulan statistik yang dibuat dari pengalaman tidak mencukupi untuk menjelaskan bahasa manusia yang kompleks berkembang. Pada bagian, ini adalah reaksi terhadap kegagalan model behavioris behaviorisme dan era dengan mudah menjelaskan bagaimana sesuatu yang kompleks dan canggih sebagai bahasa berbunga penuh bisa dipelajari. Memang, beberapa argumen kepribumian Chomsky terinspirasi oleh pernyataan bahwa anak-anak tidak bisa belajar tata bahasa yang rumit yang didasarkan pada input linguistik biasanya mereka menerima, dan dengan demikian harus memiliki bawaan modul belajar bahasa, atau bahasa perangkat akuisisi. Namun, sekarang dikenal bahwa banyak klaim Chomsky terkenal dalam kemiskinan dari rangsangan 30 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 secara empiris argumen palsu dan bahwa anak-anak dapat menggunakan statistik generalisasi dan belajar untuk belajar berbagai macam bentuk dan kata kedua kata distribusi. Selama beberapa dekade terakhir, dengan munculnya lebih kompleks dan canggih merek matematika seperti teori kompleksitas dan teori permainan, hal itu telah menjadi semakin jelas bahwa sistem yang sangat rumit dapat berkembang dari agen dengan sedikit (jika ada) pra-aturan diprogram. Banyak empirisis sekarang juga mencoba menerapkan model pembelajaran modern dan teknik untuk pertanyaan pemerolehan bahasa, dengan ditandai keberhasilan. Kesamaan generalisasi berbasis tanda jalan lain dari penelitian terbaru, yang menunjukkan bahwa anak-anak mungkin dapat dengan cepat mempelajari cara menggunakan kata-kata baru dengan generalisasi tentang penggunaan kata-kata serupa yang telah mereka ketahui. 3. Pendidikan dalam Perspektif Konvergensi Teori ini dipelopori oleh William Stern (1871- 1939) – yang mengatakan bahwa anak yang dilahirkan kedunia ini telah memiliki pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Aliran ini mengatakan bahwa pengaruh proses pemkembangan manusia ditentukan pembawan dan lingkungan. (Tirtarahardja dan Selo (2005). Lebih tegas teori menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan. Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna SAID SUHIL ACHAMD, 2010 31 Kegiatan 2 hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan. Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan. Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah. Untuk faktor lingkunganyang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran. Hubungan Individu dengan Lingkungan Pada teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam beberapa kategori yaitu : 1. Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim 2. Lingkungan sosial;berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk : Lingkungan sosial primer:yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal Lingkungan sosial sekunder: lingkungan yang hubungan anatar anggotanya bersifat longgar. Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu: 1. Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu, 2. Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan dengan yang ada dalam diri individu, 3. Individu bersikap netral atau berstaus quo. Jiwa manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang terdiri atas 3 golongan besar yaitu : 32 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 1. 2. 3. Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan pengenalan (kognisi) Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan perasaan (emosi) kemampuan jiwa yang berhubungan dengan kemauan (konasi) Kemampuan-kemampuan itulah yang digunakan oleh manusia dalam berhadapan dan berhubungan dengan lingkungannya (di dalam mapun di luar), termasuk dalam mengolah informasi yang ada pada lingkungannya yang disebut dengan stimulus atau rangsang. C. RANGKUMAN 1. Pada dasarnya ada tiga pandangan filsafat terhadap manusia, (1) Empirisme, (2) Nativisme, dan (3) Konvergensi. 2. Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera. 3. Emprisme mempunya doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau bawaan sejak lahir. 4. Nativisme adalah pandangan bahwa keterampilan atau kemampuan tertentu yang ‘pribumi’ atau keras terhubung ke otak saat lahir. Hal ini berlawanan dengan empirisme, yang ‘kosong’ atau tabula rasa pandangan, yang menyatakan bahwa otak memiliki kemampuan bawaan untuk belajar dari lingkungan tetapi tidak mengandung konten seperti keyakinan bawaan. 5. Aliran yang sepaham dengan ini adalah paham Naturalisme yang mengatakan anak yang dilahirkan mempunyai perangai buruk, pembawaan baik anak akan rusak oleh pengaruh lingkungan, sehingga aliran ini disebut juga dengan Negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak pada alam. Dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. 6. Nativisme memiliki sejarah filsafat, khususnya sebagai reaksi terhadap pandangan empiris secara langsung John Locke dan David Hume. Hume telah memberikan argumen logis persuasif bahwa orang tidak dapat menyimpulkan sebab akibat dari persepsi masukan. Paling satu bisa berharap untuk menyimpulkan adalah bahwa dua peristiwa terjadi secara berurutan atau secara simultan. Satu tanggapan atas argumen ini adalah untuk mengandaikan bahwa konsep-konsep yang tidak diberikan oleh pengalaman, seperti kausalitas, harus ada sebelum pengalaman dan karenanya harus bawaan. 7. Pikiran manusia mengetahui objek di bawaan, cara apriori. 8. Manusia, sejak lahir, harus mengalami semua objek sebagai berturut-turut SAID SUHIL ACHAMD, 2010 33 Kegiatan 2 9. 10. 11. 12. 13. (waktu) dan disandingkan (spasi). Daftarnya bawaan predikat Kategori menggambarkan bahwa pikiran dapat atribut untuk objek apapun pada umumnya, tetapi mengurangi jumlah bawaan Kategori ke satu, yaitu, kausalitas, yang mengandaikan yang lain. NAtivisme berpendirian bahawa sebelumnya adalah manusia yang memiliki keterampilan, semakin besar kemungkinan keterampilan ini menjadi bawaan genetis daripada belajar sebagai hasil dari lingkungan. Perdebatan antara nativisme dan empirisme merupakan dasar dari semua penelitian ke dalam pengembangan persepsi. Kaum Nativist percaya bahwa manusia dilahirkan dengan semua fungsi persepsi mereka siap untuk digunakan, sedangkan empirisis percaya bahwa kemampuan perseptual harus dipelajari dan disesuaikan. Hasil perdebatan ini melahirkan teori ini merupakan Convergensi (gabungan ) dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran. D. TUGAS 1. Bagaimana sikap saudara sebagai guru dengan ketiga teori yang memandang manusia? 2. Sebutkan masing-masing dasar pendirian (asumsi) dari teori-teori tersebut? DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Abu dan Nur Uhbiyati. (1991). Ilmu Pendidikan. Semarang: Renika Cipta. Hasbullah. (1999). Dasar-Dasar Imu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. Pidarta, Made. (2000). Landasan Kependidikan. Jakarta: Renika Cipta. Tirtarahardja, dan Sulo, La. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta M. Ied Al Munir adalah dosen IAIN Tasya Safiuddin Jambi dan sedang menempuh Pascasarjana. Program Studi Ilmu Filsafat Universias Gadjah Mada .http:// jurnal.filsafat.ugm.ac.id http://www.essortment.com/all/perceptualpsych_pcq.htm http://en.wikipedia.org/wiki/Psychological_nativism 34 BAHAN AJAR • PENGANTAR PENDIDIKAN Kegiatan 2 http:// edwi.dosen.upnyk.ac.id/PSISOS.2.doc http://www.forkomalims.com/all/meledakkan-potensi-pemuda SAID SUHIL ACHAMD, 2010 35